Professional Documents
Culture Documents
Proposal Skripsi
Proposal Skripsi
PROPOSAL SKRIPSI
ELFINA YUNARA
NIM. 2010004142017
Proposal Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan Dewan Penguji
Menyetujui,
Koordinator Skripsi, Pembimbing
Mengetahui,
Ketua Prodi Sarjana Keperawatan
(Ns.Vera Kurnia,M.Kep)
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-
Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi penelitian yang berjudul “Faktor-
(ISPA) Pada Anak Balita Usia 1 -5 Tahun Di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung
Kota Sungai Penuh Tahun 2022” yang dibuat sebagai salah satu syarat pemenuhan
untuk mendapat gelar Sarjana Keperawatan pada Program Studi Ilmu Keperawatan
Institut Kesehatan Prima Nusantara Bukittinggi. Dalam penyusunan skripsi penelitian ini
peneliti banyak mendapat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak terutama kepada
Ibu Ns.Vera Kurnia,M.Kep selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan
1. Ibu Dr.Hj. Evi Susanti,S.ST, M.Biomed selaku Rektor IKes Prima Nusantara
Bukittinggi.
2. Ibu Ayu Nurdian, S.ST, M.Keb selaku Wakil Rektor I IKes Prima Nusantara
Bukittinggi.
Nusantara Bukittinggi.
4. Ibu Ayu Nurdian,M.Kep dan Bapak Asrul Fahmi,SKM,M.Kep selaku tim penguji.
5. Bapak/ Ibu Staf dan Dosen pengajar yang telah banyak memberikan ilmu kepada
7. Ayah dan Ibu yang telah memberikan semangat dan dorongan baik moril maupun
materil serta do’a yang telah mengiringi langkah peneliti hingga saat ini.
i
Selaku hamba Allah, Peneliti sadar bahwa terdapat keterbatasan yang dimiliki,
sehingga menjadikan Proposal Skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
peneliti menerima kritikan dan saran yang dapat menyempurnakan skripsi penelitian ini.
Elfina Yunara
ii
DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA
iii
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Kerangka Teori .............................................................................. 7
Bagan 3.1 Kerangka Konsep ............................................................................ 46
v
BAB I
PENDAHULUAN
pada radang paru (pneumonia), dan bukan penyakit telinga dan tenggorokan
ISPA ditularkan melalui air ludah, darah, bersin, udara Pernapasan yang
Indonesia (IDAI) jika telah terjadi infeksi maka anak akan mengalami
kesulitan bernafas dan bila tidak segera ditangani, penyakit ini bisa semakin
sikecil sulit menelan makanan dan minuman. batuk dan pilek yang biasanya
infeksi telinga tengah, infeksi saluran tuba eustachii, hingga bronkhitis dan
batuk, dan sering juga nyeri tenggorok, coryza (pilek), sesak napas, mengi
1
sebabkan oleh ISPA dengan kategori pneumonia sebesar 54%. Setiap tahun
jumlah balita yang dirawat di rumah sakit dengan kejadian ISPA sebesar 12
juta balita di dunia. Insiden ISPA pada balita di negara berkembang hampir
terdiri dari 13% dari populasi umum ISPA menyebabkan kematian spesifik
pada 20-25% balita, satu juta kematian di antara balita di negara bulgaria
disebabkan oleh ISPA sebagian besar terjadi pada bayi, di negara berkembang
kematian ISPA terjadi 10-50 kali lebih tinggi dari pada negara maju.
dibandingkan negara maju yaitu sebesar 10-50 kali (Ramani, Pattankar, &
Puttahonnappa, 2016).
pada balita di Indonesia. Dari beberapa hasil survey kesehatan rumah tangga
(SKRT) diketahui bahwa 80 sampai 90% dari seluruh kasus kematian ISPA.
Penyakit ISPA di Indonesia cukup tinggi diatas (40%) kematian balita. ISPA
kunjungan berobat di rawat jalan dan rawat inap dibuktikan dengan tingginya
ISPAterutama pada usia anak balita (Kemenkes RI, 2014). Lima provinsi
dengan ISPA tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur (41,7%), Papua (31,1%),
(Riskesdas, 2018). Sementara itu, kejadian ISPA pada Provinsi Jambi yaitu
tahun 2019 angka kejadian ISPA pada Balita dari beberapa Puskesmas di Kota
2
Sungai Penuh yaitu Desa Gedang (2.567 orang), Rawang (575 Orang), Sungai
Penuh (486 Orang) dan Tanjung (61 orang). Pada tahun 2021 jumlah kejadian
ISPA dari 3 teratas yaitu Desa Gedang (525 Orang), Rawang (277 Orang),
Kumun (159 orang) dan Tanjung (70 Orang). Pada tahun 2022 sampai dengan
bulan Juli jumlah angka kejadian ISPA yaitu Desa Gedang (113 Orang),
Rawang (40 Orang) dan Tanjung (55 Orang). Jumlah kejadian ISPA di
ibu,status sosial ekonomi, kebiasaan merokok. Balita dengan gizi kurang akan
faktor daya tahan tubuh. Pencegahan dengan penyakit ISPA bisa dilakukan
berdasarkan beberapa kriteria antara lain dengan peningkatan status gizi yang
baik pada ibu dan bayi, membiasakan hidup sehat dan terbebas dari polusi
kekurangan gizi akut, sepertiga anak di Dunia atau hampir 700 juta balita
mempengaruhi status gizi yaitu infeksi yang sering terjadi pada anak adalah
infeksi saluran Pernafasan atas, bawah, diare dan kulit. Anak- anak yang
dan tidak dapat mencapai pertumbuhan yang optimal. Selain infeksi, faktor
yang mempengaruhi status gizi balita adalah pengasuhan, dimana salah satu
pengasuhan yang dilakukan yaitu pola asuh makan. yang berkaitan dengan
3
gizi (Rusilanti, 2013) Status gizi berdasarkan IMT menurut umur dibagi atas,
kriteria antara lain dengan peningkatan status gizi yang baik pada ibu dan
bayi, membiasakan hidup sehat dan terbebas dari polusi lingkungan yang
tidak sehat (Kemenkes RI, 2014). Menurut (Suryani, 2018) makanan yang
bergizi akan menghasilkan energi yang cukup dan akan meningkatkan daya
tahan tubuhnya terhadap penyakit. Peranan penting terhadap status gizi anak
adalah ibu karena ibu merupakan orangtua yang paling dekat dengan keluarga
dan tahu makanan apa yang baik untuk tumbuh kembang anaknya. Hasil
semakin baik status gizi balita, maka semakin kecil risiko balita terkena ISPA.
BB/U anak balita, terdapat 66,7% anak balita yang gizi kurang dan 33,3% anak
balita yang gizi normal. Hal ini dikarenakan penyakit infeksi dapat
nafsu makan pada anak balita sehingga asupan gizi tidak terpenuhi dan
balita usia 0-59 bulan adalah 3,8%, sedangkan persentase gizi kurang adalah
14,0%. Provinsi dengan persentase tertinggi gizi buruk dan gizi kurang pada
balita usia 0-59 bulan tahun 2018 adalah NTT, sedangkan Provinsi dengan
hubungan antara status gizi terhadap ISPA. Status gizi mempengaruhi daya
4
tahan tubuh, dimana semakin rendah status gizi seorang balita maka semakin
rendah pula daya tahan tubuh balita tersebut, maka balita semakin rentan
antara status gizi terhadap terjadinya infeksi saluran pernapasan akut (ISPA)
ini mendapati bahwa tidak ada hubungan status gizi berdasarkan BB/U
digunakan oleh anak usia 0-60 bulan, dengan tujuan untuk mengukur berat
badan sesuai dengan usia anak. Penilaian BB/U dipakai untuk mencari tahu
atau lebih. Pada penilaian tinggi badan berdasarkan umur TB/U indikator ini
digunakan oleh anak usia 0-60 bulan, dengan tujuan untuk mengukur tinggi
mengambil BB/U adalah salah satu indicator dipenilaian status gizi anak yang
gambaran mengenai kecukupan jumlah gizi makro dan mikro yang ada
waktu yang agak lama, berat badan bisa sangat cepat berubah. Perubahan
5
imunisasi polio, imunisasi campak, dan imunisasi Hb-0.Hasil penelitian yang
ISPA berasal dari jenis ISPA yang berkembang dari penyakit yang dapat
imunisasi lengkap. Bayi dan balita yang mempunyai status imunisasi lengkap
oleh peneliti pada bulan 17 Juli 2022 di Puskesmas Tanjung pada 10 orang
balita terjadi sebanyak 8 orang balita mengalami ISPA dan 2 tidak mengalami
ISPA. Sebanyak 7 orang dengan masalah gizi kurang dan 3 orang status gizi
lengkap. Sebanyak 8 orang balita dengan lingkungan tidak baik dan 2 orang
kejadian infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) pada anak balita di wilayah
6
1.2 Rumusan Masalah
sebagai berikut:
1. Tujuan Umum
infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) pada anak balita 1-5 Tahun di
2. Tujuan Khusus
2022.
pernapasan akut (ISPA) pada anak balita 1-5 Tahun di Wilayah Kerja
kejadian infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) pada anak balita 1-5
1. Puskesmas Tanjung
Sebagai informasi dan bahan masukan kepada pihak Puskesmas Koto baru
pada balita.
Sebagai informasi dan bahan masukan kepada pihak intitusi dalam penelitian
a. Peneliti
Sebagai bentuk aplikasi dari ilmu yang didapatkan secara teoritis dan
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian
gejala penyakit, Saluran pernapasan adalah organ yang mulai dari hidung
hingga alveoli beserta organ adneksanya (sinus- sinus, rongga telinga dan
pleura) sedangkan infeksi akut adalah infeksi yang belangsung selama kurun
saluran utama pernapasan yang meliputi saluran pernapasan bagian atas serta
Infeksi Saluran PERNAPASAN Akut bagian atas Adalah infeksi akut yang
9
a. Infeksi Saluran Pernapasan atas Akut (ISPaA)
(Widoyono, 2008).
2. Penyebab ISPA
10
lebih dari 300 jenis bakteri, virus, dan jamur (Depkes, 2004.,
pemberian asi eksklusif, berat badan lahir, status gizi dan imunisasi
secara umum tanda yang sering didapat pada saat terjadinya ISPA
bermacam- macam tanda dan gejala seperti batuk, bersin, serak, sakit
11
pernapasan yang cepat, nafas yang berbunyi, penarikan dada ke
dalam, bias mual, muntah, tak mau makan, badan lemah dan
penyakit :
badan lebih dari 37˚ C jika dahi anak diraba dengan punggung
dari 50 kali permenit pada anak yang ber umur kurang dari 1
tahun atau lebih dari 40 kali permenit pada anak yang berumur 1
12
Jika dijumpai gejala –gejala ISPA ringan atau sedang
disertai satu atau lebih gejala-gejala berikut ini seperti bibir atau
menurun, nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak
ISPA berat.
penyakit infeksi terrutama pada anak umur dibawah lima tahun, faktor
1) Umur anak
13
virus melonjak pada bayi dan usia dini anak-anak dan tetap
menurun terhadap usia. Oleh sebab itu kejadian ISPA pada bayi
dan anak balita akan lebih tinggi jika dibandingkan dengan orang
gambaran klinik yang lebih besar , hal ini disebabkan karena ISPA
secara alamiah.
Indonesia ada pada kelompok umur bayi dan balita yaitu tahun
2) Jenis Kelamin
14
berat lahir yang kurang dari 2.500 gram. Berat bayi lahir
bayi berat lahir normal serta memiliki resiko lebih besar untuk
bayi yang memiliki berat badan lahir rendah lebih beresiko terkena
penyakit ISPA dari pada bayi yang memiliki lahir berat badan
4) Status Gizi
15
lebih mudah terserang ISPA lebih berat bahkan serangannya lebih
5) Status Imunisasi
ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia(Ditjen PPM
saluran pernapasan bagian atas dengan kata lain, ISPA bagian atas
16
umumnya disebabkan oleh virus, sedangkan ISPA bagian bawah dapat
penanganannya
c. Faktor Lingkungan
a) Ventilasi Rumah
17
1) Mensuplai udara bersih yaitu udara yang mengandung
pengenceran udara.
bangunan.
eksternal.
18
cepat udara didalam rumah mengalami pencemaran,
tahun ukuran ruang tidur 4,5 m3 dan luas lantai minimal 3,5
m2.
(Prabu, 2009).
3. Pencegahan ISPA
terutama melalui udara saat penderita batuk atau bersin. Penularan ISPA juga
dengan penderita maupun kontak tidak langsung yaitu menyentuh benda yang
yang dimiliki oleh seseorang. Seseorang dengan sistem kekebalan tubuh yang
yang rendah.
19
ASIeksklusif pada bayi sampai batas usia 2 tahun.
b) Menjaga pola hidup bersih, sehat, istirahat yang cukup dan olah
ragateratur
d) Ajarkan pada anak untuk rajin cuci tangan untuk mencegah ISPA dan
h) Hindari menyentuh mulut atau hidung setelah kontak dengan flu. Segera
cuci tangan dengan air dan sabun atau hand sanitizer setelah kontak
denganpenderita ISPA.
i) Apabila sakit, gunakanlah masker dan rajin cuci tangan agar tidak
lainnya yang sedang sakit ISPA. Tindakan semi isolasi mungkin dapat
20
B. Faktor resiko Status Gizi Dengan Kejadian ISPA Pada Balita
Gizi merupakan salah satu faktor penting yang menentukan tingkat kesehatan
pemeliharaan dan perbaikan jaringan tubuh dan fungsi normaldari organ serta
Anak dibawah lima tahun adalah kelompok umur yang sangat rentan terhadap
berbagai penyakit infeksi dan membutuhkan zat gizi yang relatif lebih tinggi
balita mudah terkena penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Penyakit
infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) yang paling sering menyebabkan kematian
pada bayi dan anak balita adalah pneumonia. Dimana pneumonia merupakan
bagian atau tahap lanjut dari penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA)
yang disebabkan oleh kekurangan zat gizi yang membuat tubuh menjadi rentan
terhadap infeksi (Misnadiarly, 2008). Menurut penelitian Sukmawati & Sri Dara
Sulawesi yang menunjukkan kejadian ISPA berulang yang lebih banyak pada
balita dengan status gizi kurang, hal ini disebabkan karena status gizi yang kurang
menunjukkan bahwa status gizi kurang menempati urutan pertama faktor resiko
terjadinya pneumonia pada anak balita. Maksud dari gizi kurang adalah
mempengaruhi keadaan gizi anak. Selain itu penelitian di Solapur india juga
menunjukkan hasil dari 160 anak usia dibawah lima tahun total hanya 44
21
(27,50%) memiliki status gizi yang normal sisanya memiliki status gizi kurang,
hasil dari anlisis data nya menemukan hasil signifikan antara status gizi terhadap
terjainya ISPA dengan (p <0,001) dengan rasio odds 5,17 menunjukkan risiko
5,17 kali lebih buruk untuk terjadinya ISPA pada balita yang mempunyai status
gizi kurang dibandingkan dengan yang mempunyai status gizi baik. Berdasarkan
hasil penelitian Suman Yus Mei Hadiana (2013), Dari hasil uji Chi square
diperoleh p value sebesar 0,000 dengan taraf signifikan (α) 0,05 maka penelitian
ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi
terhadap terjadinya ISPA pada balitadi Puskesmas Pajang Surakarta., selain itu
8,372-90,328), artinya bahwa anak yang mengalami gizi kurang berisiko 27,5
Penilaian status gizi adalah interpretasi dari data yang didapatkan dengan
yang beresiko atau dengan status gizi buruk, dan Status gizi merupakan
keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi.
Dibedakan antara status gizi buruk, kurang, baik, dan lebih (Almatsier, 2001).
Standar acuan status gizi balita adalah berat badan menurut umur (BB/U),
berat badan menurut tinggi badan (BB/TB), dan tinggi badan menurut umur
gemuk. Untuk acuan yang menggunakan tinggi badan, jika kondisinya kurang
22
Pada dasarnya penilaian status gizi dapat dibagi menjadi dua yaitu secara
langsung dan tidak langsung. Pada penilaian status gizi balita penilaian yang
Antropometri.
3. Antropometri
manusia. Apabila ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi
pergunakan untuk menilai status gizi balita adalah BB/U, TB/U, BB/TB ,
cukup dengan nilai tunggal saja karna antara anak berumur 1 – 5 tahun
4. Indikator BB/U
indikator ini adalah sensitif untuk melihat perubahan status gizi dalam jangka
Berat badan menggambarkan jumlah dari protein, lemak, air dan mineral
keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin maka berat
23
atau lebih lambat dari keadaan normal(Amelia. S.N, 2014).
5. Indikator TB/U
Indikator TB/U ini tidak dapat menggambarkan keadaan gizi saat ini dan sering
6. Indikator BB/TB
secara benar, dan lebih menggambarkan keadaan kurang gizi akut pada waktu
lampau. Namun Indikator BB/TB ini dapat menggambarkan status gizi saat ini
dengan lebih sensitif dan spesifik, terutama apabila data umur yang akurat
memasukan kekebalan (imunisasi) pada bayi atau anak sehingga terhindar dari
penyakit menular dan tubuh dapat resisten terhadap penyakit tertentu terutama
menyatakan upaya pencegahan yang dapat dilakukan oleh keluarga agar balita
tidak terkena penyakit infeksi saluran pernapasan akut diantaranya adalah dengan
menjaga kondisi lingkungan yang bersih dan sehat, pemberian ASI ekslusif dan
Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan salah satu penyakit yang
24
dapat dicegah dengan imunisasi. Salah satu faktor penyebab ISPA adalah status
imunisasi pada balita yang tidak lengkap. ISPA berasal dari jenis penyakit yang
berkembang dari penyakit yang dapat dicegah oleh imunisasi seperti difteri,
pertusis, dan campak, maka peningkatan cakupan imunisasi akan berperan besar
mortalitas ISPA, diupayakan imunisasi lengkap pada bayi dan balita sehingga
Imunisasi campak yang efektif dapat mencegah sekitar 11% kematian balita dan
Pemberian imunisasi lengkap sebelum anak mencapai usia 1 tahun, anak akan
komplikasi penyakit campak dan Pertusis (Kemenkes RI, 2007). Hasil ini sama
dengan penelitian yang dilakukan oleh Sulistyoningsih dan Resi (2010) dalam
persentase anak yang status imunisasinya tidak lengkap lebih besar mengalami
ISPA dibandingkan dengan anak yang memiliki status imunisasi yang lengkap dan
diuji secara statistik bahwa status imunisasi anak dengan infeksi saluran
yang lengkap menjadikan resiko penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA)
imunisasi yang tidak lengkap pada kelompok ISPA adalah 7 responden (23.3%)
hasil tersebut menunjukan bahwa balita dengan status imunisasi tidak lengkap
25
Hal ini juga sejalan dengan hasil penelitian Tupasi (2005), yang menyebutkan
2014).
1. Imunisasi Dasar
Imunisasi dasar lengkap memberikan upaya imunitas pada bayi berusia 0-12
bulan agar terhindar dari berbagai penyakit , imunisasi ini meliputi Polio, HB,
2. Imunisasi Hepatitis B
ibupositif, dalam waktu 12 jam setelah lahir dengan syarat kondisi bayi stabil,
tidak ada gangguan paru-paru dan jantung dapat diberikan HBlg 0,5 ml. Atau
apabila semula status HbsAg ibu tidak diketahui dan ternyata dalam
perjalanan selanjutnya diketahui bahwa ibu HbsAg positif maka masih dapat
diberikan HBlg 0,5 ml sebelum bayi berumur <7 hari. Cara pemberian :
Vaksin di suntikan dengan dosis 0,5 ml atau 1 buah HB. Pemberian suntikan
berupa nyeri pada tempat penyuntikan atau demam ringan namun akan
26
3. Imunisasi BCG ( Bacillus Calmette – Guerin )
kekebalan aktif terhadap penyakit TBC. Pemberian imunisasi BCG dan usia
pemberian, frekuensi pemberian imunisasi BCG adalah 1 kali dan tidak perlu
dengan lokasi penyuntikan pada lengan kanan atas (sesuaianjuran WHO) atau
(benjolan) kecil dan eritema (merah) di daerah bekas suntikan , setelah 1 atau
ulkus (luka). Tidak menimbulkan nyeri dan panas. Luka ini akan sembuh
4. Imunisasi DPT/HB
sebanyak 3 kali yaitu pada usia 2 bulan untuk dosis pertama ,dosis selanjutnya
Imunisasi ini: biasanya hanya demam dan rewel selama 1-2 hari, kemerahan,
akan hilang sendiri dalam beberapa hari. Bila demam dapat diberikan penurun
5. Imunisasi Polio
27
menyerang saraf dan dapat mengakibatkan kelumpuhan. Waktu pemberian
adalah pada bayi usia 0-11 bulan, namun biasanya pemberian vaksin di
berikan pada bulan 1-4 bulan bersama dengan imunisasi BCG di bulan
6. Imunisasi Campak
penyakit campak pada anak karena penyakit ini sangat menular pemberian
kali dan diberikan pada usia bayi 9 bulan. Dan di berikan ulangan (booster)
pada usia 6-7 tahun, Cara pemberian, adalah melalui suntikan subkutan, efek
terjadi demam ringan dan efek kemerahan/ bercak merah pada pipi dibawah
campak, adalah infeksi akut yang disertai demam dan kekurangan gizi berat.
perlindungan atau kekebalan di dalam tubuh bayi dan balita, serta untuk
mengganggu tumbuh kembang anak bahkan juga dari penyakit yang bisa
1059/Menkes/SK/IX/2004 :
L. Hepatitis B-0 diberikan 1 kali (di berikan 0-7 hari setelah kelahiran)
28
N. DPT/HB diberikan 3 kali (pada usia 2,3,4 bulan)
Salah satu faktor resiko terjadinya ISPA dilihat dari faktor lingkungan adalah
anggota keluarga lain khususnya balita, dimana balita menyerap nikotin dua kali
lebih banyak dibandingkan orang dewasa (Basuki et al, 2016) dan balita juga
memiliki sistem kekebalan tubuh yang masih rentan terhadap berbagai penyakit
(Darmawan et al, 2016). Balita yang tinggal dalam rumah yang terdapat anggota
keluarga yang merokok, maka balita tersebut termasuk perokok pasif yang akan
menerima semua akibat buruk dari asap rokok (Saleh et al, 2017).
daun yang mengeluarkan lebih 4.000 bahan kimia beracun yang membahayakan.
pada orang yang merokok, namun juga mengakibatkan gangguan kesehatan pada
orang disekitar perokok (Basuki et al, 2016). Asap rokok yg keluar langsung dari
pembakaran rokok (sidestream) akan lebih berbahaya daripada yang keluar dari
perokok dan rokok itu sendiri.Dalam jumlah tertentu asap rokok sangat
29
2017).
yang dihasilkan oleh pembakaran tembakau dan adiktif. Asap mengandung zat-zat
penyakit-penyakit berbahaya lainnya (Saleh et al, 2017). Salah satu zat berbahaya
emphysema, bronkhitis kronik dan kanker paru (Aulia, 2010). Tar akan melekat
paru dari kotoran dan infeksi, tapi ketika tertutup tar organ ini tidak dapat
melakukan fungsinya.
udara di dalam ruangan. Manusia bernapas kira-kira 20 kali dalam satu menit,
sekali tarikan napas maka ±500 ml udara terhirup, udara yang masuk kedalam
pertahanan paru sehingga memudahkan terjadinya ISPA (Safarina et al, 2015). Hal
infeksi saluran pernapasan 1,76 kali lipat dan ayah yang tidak merokok
14,8%.
Penelitian lain yang dilakukan Basit et al (2016) dimana balita yang memiliki
dengan balita yang tidak memiliki keluarga merokok. Hal ini dikarenakan
merokok adalah suatu kebiasaan yang dilakukan secara berulang sehingga lebih
30
dari 50% responden menjadi terbiasa akan kebiasaan merokok di dalam rumah.
Akan tetapi hasil penelitian berbeda yang dilakukan oleh Widodo (2014) yang
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara perilaku merokok
jumlah rokok yang dihisap yaitu : (1) perokok berat menghisap lebih dari 15
batang rokok dalam sehari, (2) perokok sedang menghisap lebih dari 5- 14 batang
rokok dalam sehari, (3) perokok ringan menghisap lebih dari 1-4 batang rokok
dalam setiap hari. Kemenkes (2010) juga membuat suatu pembagian menurut
rata-rata batang rokok yang dihisap per hari menjadi 1-10 batang rokok yang
dihisap per hari, 11-20 batang rokok yang dihisap per hari, 21-30 batang rokok
yang dihisap per hari dan lebih dari 31 batang per hari. Menurut Mu’tadin (2002)
tipe-tipe perokok yaitu perokok sangat berat adalah bila mengkonsumsi rokok
lebih dari 31 batang perhari dan selang merokoknya lima menit setelah bangun
pagi, perokok berat merokok sekitar 21-30 batang sehari dengan selang waktu
rokok 11 – 21 batang dengan selang waktu 31-60 menit setelah bangun pagi,
merokok menjadi perokok saat ini dan tidak merokok. Kebiasaan merokok saat
ini diklasifikasikan kembali menjadi perokok setiap hari dan perokok kadang-
31
Kerangka Teori
Kejadian ISPA
32
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL
A. Kerangka Konsep
di
33
Ho : Tidak ada hubungan Kelengkapan Imunisasi dengan Kejadian
34
C. Definisi Operasional
Tabel 3.1
Definisi Operasional
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap variabel subjek pada saat
a. Populasi
b. Sampel
Sampel adalah terdiri dari bagian populasi terjangkau yang dapat
n = 48,6 49 orang
Dengan keterangan :
n= jumlah sampel
N= jumlah populasi
(1,96)
48,6 sample dan dibulatkan menjadi 49 ibu yang memiliki anak balita yang
1. Ibu yang memilki anak balita (12-59 bulan) yang datang berkunjung dan
D. Etika Penelitian
yang sangat penting karena penelitian ini berhubungan langsung dengan manusia
2. Justice (keadilan)
penelitian.
apakah dia ingin berpartisipasi dalam penelitian ini atau tidak, tanpa resiko
39
untuk dihukum, dipaksa atau diperlakukan dengan tidak adil.
4. Confidentiality (Kerahasiaan)
1. Data Primer
Data primer yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data
2. Data Sekunder
kedua, baik berupa orang maupun catatan, seperti buku catatan petugas
40
menentukan sampel yang akan digunakan
orang tua atau wali dari anak untuk dijadikan sampel, dan menjelaskan
consent.
yang dalam sehari posyandu sesuai jadwal bisa mencapai 25 anak, hal
1. Editing
2. Coding
3. Entry Data
mempunyai kelebihan dan kekurangan. Salah satu paket yang paling sering
di gunakan untuk entry data penelitian adalah paket program SPSS for
Windows.
4. Cleaning
Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai
5. Tabulating
Tabulasi merupakan penyajian data dalam bentuk tabel yang terdiri dari
1. Analisa Univariat
42
2. Analisa Bivariat
Service Solution).
43
DAFTAR PUSTAKA
Aini, Nur, D., Arifianto, & Sapitri. (2017). Pengaruh pemberian posisi terhadap
respiratory rate pasien TB Paru di ruang Flamboyan RSUD. Soewondo
Kendal . 1, 1–9. Junal Ilmu Keperawatan.
Andani, E. . (2018). Posisi High Fowler (90o) Dan Semi Fowler (45o) Dengan
Kombinasi Pursed Lips Breathing Terhadap Peningkatan Saturasi
Repository.Stikes-Bhm.Ac.Id, http://repository.stikesbhm.ac.id/159/1/20.pdf
Albar, M., & Wibowo, T. A. (2017). Analisa Praktik Klinik Keperawatan pada
Pasien PPOK dengan Kombinasi Intervensi Inovasi Pemberian Posisi High
Fowler dan Orthopneic untuk Peningkatan Fungsi Ventilitas Paru diRuang
IGD RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.
Black joyce. M & Jane Hokanse Hawks. 2014. Medical Surgical Nursing vol 2.
Jakarta: Salemba Medika.
BPS (Badan Pusat Statistik). 2018. Kabupaten Kerinci Dalam Rangka Regency in
Figures 2018. Badan Pusat Statistik Kabupaten Kerinci. Dikutip dari
file:///C:/Users/SRKOMP~1/AppData/Local/Temp/68079076Kerinci%20Da
lam%20Angka%202018.pdf pada tanggal 20 April 2021.
GINA (Global Initiative for Asthma). 2020. Pocket Guide for Asthma Management
And Prevention (for Adults and Children Older than 5 Years). Dikutip dari
https://ginasthma.org.pdf pada tanggal 25 April 2020.
Hammond, BB & Zimmermann PG. 2017. Sheeshy’s Emergency and Disaster
Nursing-1st Indonesian Edition. Elsevier: Singapura.
Dean Hess, Neil R. MacIntyre, William F. Galvin · 2020. Respiratory Care:
Principles and Practice. Fourth edition. Jones & barlet: America. Dikutip dari
https://www.google.co.id/books/edition/Respiratory_Care/ pada tanggal 3
Mei 2020.
Kresnanda, Indraswari, Hardian (2016) Hubungan Kekuatan Otot Dada Dengan
Arus Puncak Ekspirasi Pada Peserta Senam Asma Usia Dewasa Di Balai
Kesehatan Paru Masyarakat (Bkpm) Kota Semarang. Jurnal Media Medika
Muda. http://eprints.undip.ac.id/44811
44
Mayuni, et al. (2015). Pengaruh diaphragmatic breathing exercise terhadap
kapasitas vital paru pada pasien asma di wilayah kerja puskesmas III denpasar
utara. COPING Ners Jurnal.
Price, A. Sylvia, Lorraine Mc. Carty Wilson. 2012. Patofisiologi : Konsep Klinis.
Proses-proses Penyakit. Edisi 6. (terjemahan). Peter Anugrah. EGC: Jakarta.
Pearc, EC. 2016. Anatomi Fisiologi untuk Paramedis. Gramedia: Jakarta.
Potter, Perry. (2010). Fundamental Of Nursing: Consep, Proses and Practice. Edisi
7. Vol. 3. Jakarta : EGC
Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar). 2018. Hasil Utama Riskesdas 2018. Kemenkes:
Badan Penelitian dan Pengembangan. Dikutip dari
https://kesmas.kemkes.go.id/assets/upload/dir_519d41d8cd98f00/files/Hasil
-riskesdas-2018_1274.pdf pada tanggal 25 April 2020.
Smeltzer, S.C & Bare. 2015. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
WHO (World Health Organzation). 2020. Asthma. Dikutip dari
https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/asthma pada tanggal 20
April 2020.
45
Lampiran 1.
PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
sebagai responden pada penelitian tanpa ada unsur paksaan yang dilakukan mahasiswa
Institut Prima Nusantara Bukittinggi yang bernama Elfina Yunara dengan judul “Faktor –
Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)
Pada Anak Balita Usia 1-5 Tahun Di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Kota Sungai
Saya memahami bahwa penelitian ini tidak akan berakibat negative pada saya,
oleh karena itu saya bersedia menjadi responden pada penelitian ini.
46
Lampiran 2.
PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN
(INFORMED CONSENT)
Kepada Yth
Bapak/Ibu responden
Di tempat
Dengan hormat
Saya yang bertanda tangan dibawah ini adalah mahasiswi Stikes Syeadza Saintika
Padang.
Akan Mengadakan penelitian dengan judul “Faktor –Faktor yang Berhubungan Dengan
Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Anak Balita Usia 1-5 Tahun Di
Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Kota Sungai Penuh Tahun 2022”.Penelitian ini tidak
informasi yang diberikan akan dijaga dan hanya digunakan untuk kepentingan peneliti.
surat persetujuan dan menjawab pernyataan saya bersama surat ini. Atas perhatian
Peneliti
ELFINA YUNAR
47
KUESIONER PENELITIAN
48
Petunjuk pengisian:
Isilah tanda ceklist (√) yang sesuai jawaban atau pemeriksaan balita. No. Kode :
.................................
B. Kelengkapan imunisasi:
Vaksin Usia
Imunisasi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Hepatitis
B
BCG
POLIO
DPT
HiB
CAMPAK
49