You are on page 1of 5

Tugas Mikrobiologi Dasar

Nama : Seren Regina Wilhelmina Bupu Mame

NIM : 1901040032

Kelas/Semester : Biologi A/V

Mekanisme Kerja Virus HIV dalam melumpuhkan sel darah putih hingga
menimbulkan Aids akut sampai kronis.

HIV ( human immunodeficiency virus ) adalah virus yang merusak sistem


kekebalan tubuh dengan cara menginfeksi dan menghancurkan sel CD4 atau sel darah
putih. Virus HIV ini akan masuk dan menyerang sel darah putih dan membuat jumlah
sel darah putih berkurang. Jika jumlah sel darah putih berkurang, maka fungsinya
sebagai pertahanan bagi tubuh akan menurun. Akibatnya, sistem kekebalan menjadi
lemah dan penderita akan mengalami berbagai penyakit. Kondisi ini disebut dengan
Acquired Immuno Deficiency Syndrom (AIDS).

AIDS merupakan kumpulan penyakit yang disebabkan karena menurunnya sistem


kekebalan tubuh oleh virus HIV. AIDS juga biasanya disertai dengan komplikasi
penyakit lain seperti penyakit saraf hingga penyakit infeksi sekunder (penyakit luka
pada kulit).

Penularan HIV dapat terjadi melalui kontak dengan cairan dari tubuh pendertita
seperti sperma, darah, cairan vagina, cairan anus, serta ASI. Namun, virus ini tidak
ditularkan melalui udara, air liur, air mata, keringat, gigitan nyamuk dan sentuhan
fisik. Virus ini akan menetap di dalam tubuh penderita selama hidupnya dan sampai
saat ini belum ada metode pengobatan untuk mengatasi HIV, tetapi ada obat yang bisa
memperlambat perkembangan penyakit ini dan dapat meningkatkan harapan hidup
penderita.

Pada kebanyakan kasus, seseorang baru mengetahui bahwa dirinya terserang HIV
setelah memeriksakan diri ke dokter akibat terkena penyakit parah seperti diare kronis,
pneumonia, atau toksoplasmosis otak yang disebabkan oleh melemahnya daya tahan
tubuh.
Mekanisme kerja virus HIV saat menyerang dan melumpuhkan sel darah putih di
dalam tubuh penderita terbagi menjadi 7 fase yaitu :

1. Fase Binding

Pada fase ini virus akan dengan mudah menempel sendiri pada permukaan sel darah
putih. Hal ini dapat terjadi karena HIV memiliki protein, sehingga sel-T dengan
mudah menerima HIV untuk masuk ke dalam selnya.

2. Fusion

Pada fase ini HIV dengan mudah bergabung dengan membran sel darah putih karena
HIV berusaha menduplikasi gen yang dimiliki manusia.

3. Reverse Transcription

Pada fase ini memungkinkan HIV memasuki inti sel-T dan bergabung dengan materi
genetik selnya karena HIV memiliki RNA.

4. Integration

Pada tahap ini HIV akan melepaskan dan memasukan DNA HIV ke dalam sel inang.
Tanpa disadari saat sel berusaha memproduksi protein baru, sel tersebut akan
menghasilkan dan membuat sel HIV yang baru.

5. Replication

Setelah HIV menjadi 'bagian' dari sel darah putih atau limfosit, maka virus tersebut
akan memanfaatkan sel-T sebagai alat untuk memproduksi lebih banyak lagi virus
HIV.

6. Assembly

Pada fase ini HIV yang telah diproduksi oleh sel darah putih akan pindah ke permukaan
sel. Kemudian para virus berkumpul dengan berbagai virus lainnya yang belum matang
atau masih dalam proses pertumbuhan. HIV yang bisa menyerang sel tubuh lainnya
adalah virus yang sudah dewasa. 
7. Budding

Pada tahap ini virus akan melepas enzim yang dimiliki HIV. Virus yang sudah matang
atau dewasa, kemudian akan menjangkiti atau menularkannya pada sel darah putih
lainnya.

Setelah berhasil menyerang dan melumpuhkan sel darah putih, selanjutnya HIVini
akan bekerja lagi dan menimbulkan AIDS dengan 4 tahapan yaitu :

1. Periode masa jendela


Pada tahap ini, gejala sudah berkembang dan pemeriksaan tes antibody HIV masih
menunjukkan hasil negatif walaupun virus sudah masuk ke dalam darah pasien dengan
jumlah yang banyak. Antibodi yang terbentuk belum cukup terdeteksi melalui
pemeriksaan laboratorium karena kadarnya belum memadai.
Antibodi terhadap HIV biasanya baru muncul dalam 3-6 minggu hingga 12 minggu
setelah infeksi primer. Perlu diketahui bahwa eriode jendela sangat penting diperhatikan
karena pada periode ini pasien sudah mampu dan potensial menularkan HIV kepada orang
lain. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada periode ini sebaiknya yang mampu
mendeteksi antigen p18, p24, p31, p36, gp120, gp41.

2. Fase Infeksi Akut


Pada tahap ini setelah HIV menginfeksi sel target, terjadi proses replikasi yang
menghasilkan virus-virus baru (virion) dengan jumlah hingga berjuta-juta virion. Dari
begitu banyak virion tersebut dapat memicu munculnya sindrom infeksi akut dengan
gejala yang mirip penyakit flu atau infeksi mononukleosa.
Diperkirakan bahwa sekitar 50-70 persen orang yang terinfeksi HIV mengalami
sindrom infeksi akut selama 3-6 minggu setelah terinfeksi virus dengan gejala umum
seperti demam faringitis, limfadenopati, artralgia, mialgia, letargi, malaise, nyeri kepala,
mual, muntah, diare, anoreksia, serta penurunan berat badan.
Penularan HIV juga sering menimbulkan kelainan pada sistem saraf meski paparan
HIV baru terjadi pada stadium infeksi yang masih awal. Kondisi itu antara lain dapat
menyebabkan penyakit meningitis ensefalitis, neuropati perifer, dan mielopati. Sementara
gejala pada dematologi atau kulit berupa ruam makropapuler, eritematosa dan ulkus
mukokutan.
3. Fase Infeksi Laten
Pembentukan respons imun spesifik HIV dan terperangkapnya virus dalam sel
dendritik folikuler (SDF) di pusat germinativum kelenjar limfa dapat menyebabkan virion
dapat dikenalikan, gejala hilang, dan mulai memasuki fase laten. Pada fase ini jarang
ditemukan virion di plasma sehingga jumlah virion di plasma menurun karena sebagian
besar virus terakumulasi di kelenjar limfa dan terjadi replikasi di kelenjar limfa.
Fase infeksi laten berlangsung rata-rata sekitar 8-10 tahun (dapat 3-13 tahun) setelah
terinfeksi HIV. Pada tahun ke-8 setelah terinfeksi HIV, penderita mungkin akan
mengalami berbagai gejala klinis, berupa demam, banyak berkeringat pada malam hari,
kehilangan berat badan kurang dari 10 Kg, diare, lesi pada mukosa dan kulit berulang atau
terkelupas. Gejala ini merupakan tanda awal munuculnya infeksi oportunistik berupa
pembengkakan kelenjar limfa dan diare secara terus.

4. Fase Infeksi Kronis


Selama berlangsungnya fase ini, di dalam kelenjar limfa terus terjadi replikasi virus
HIV yang diikuti kerusakan dan kematian SDF karena banyaknya virus. Fungsi kelenjar
limfa adalah sebagai perangkap virus menurun atau bahkan hilang dan virus dicurahkan ke
dalam darah. Pada fase ini terjadi peningkatan jumlah virion secara berlebihan di dalam
sirkulasi sistemik. Respons imum tidak mampu meredam jumlah virion yang berlebihan
tersebut. Sementara, limfosit semakin tertekan karena intervensi HIV yang kian banyak.
Penurunan limfosit ini mengakibatkan sistem imun menurun dan penderita semakin
rentan terhadap berbagai penakit infeksi sekunder. Perjalanan penyakit kemudian semakin
progresif yang mendorong ke arah AIDS. Infeksi sekunder yang sering menyertai di
antaranya adalah pneumonia yang disebabkan oleh Pneumocytis carinii, tuberkulosis,
sepsis, toksoplasmosis ensefalitis, diare akibat kriptisporidiasis, infeksi virus sitomegalo,
infeksi virus herpes, kandidiasis esophagus, kandidiasis trachea, kandidiasis bronchus atau
paru-paru, infeksi jamur jenis lain misalnya histoplasmosis, koksidiodomikosis dan juga
ditemukan beberapa jenis kanker, yakni kanker kelenjar getah bening dan kanker sarcoma.
Pada tahap ini, penderita HIV/AIDS harus segera dibawa ke dokter dan menjalani
terapi anti-retroviral virus (ARV). Terapi ARV bakal mengandalikan virus HIV di dalam
tubuh sehingga dampak infeksi bisa ditekan. Meski demikian, HIV sebenarnya dapat
dikenalikan sedini mungkin sehingga bisa menekan peluang timbulnya AIDS.
Terdapat perbedaan antara gejala akut dan gejala kronis bagi penderita AIDS yaitu
pada gejala akut terjadi pada beberapa bulan pertama setelah seseorang terinfeksi HIV
dengan gejala yang muncul 2–4 minggu setelah infeksi terjadi. Penderita umumnya tidak
menyadari telah terinfeksi HIV, karena gejala yang muncul mirip dengan gejala penyakit
flu, serta dapat hilang dan kambuh kembali. Pada tahap ini, jumlah virus di dalam aliran
darah cukup tinggi sehingga penularan infeksi lebih mudah terjadi.

Gejala tahap infeksi akut bisa ringan hingga berat dan dapat berlangsung hingga
beberapa hari hingga beberapa minggu. Gejalanya meliputi demam hingga menggigil,
muncul ruam di kulit, muntah, nyeri pada sendi dan otot, pembekakan kelenjar getah
bening, sakit kepala, sakit tenggorokan dan sariawan.

Kemudian untuk gejala kronisnya sudah memasuki tahap AIDS dimana sistem
kekebalan tubuh sudah rusak parah sehingga penderita akan lebih mudah terserang
infeksi lain. Gejala jika sudah memasuki tahap kronis adalah berat badan turun tanpa
diketahui sebabnya, berkeringat di malam hari, terdapat bercak putih di lidah, mulut,
kelamin, dan anus, terdapat bintik ungu di kulit yang tidak bisa hilang, demam yang
berlangsung lebih dari 10 hari, diare kronis, infeksi jamur di mulut, tenggorokan, atau
vagina, pembengkakan kelenjar getah bening di ketiak, leher, dan selangkangan, gangguan
saraf seperti sulit berkonsentrasi, lupa ingatan, dan kebingungan, mudah memar atau
berdarah, tubuh terasa mudah lelah, mudah marah dan depresi, ruam atau bintik di kulit,
sesak napas.

You might also like