You are on page 1of 28

TUGAS PAPER GERONTIK

PERUBAHAN FISIOLOGIS YANG TERJADI PADA


LANSIA
“DIMENSIA”

Nama Mahasiswa : Syahfril Ariawan Hidayat

NIM : 211314201831

Kelas : ALJ

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS STIKES WIDYAGAMA


HUSADA MALANG

2022
DIMENSIA

A. Latar Belakang
Lansia adalah tahap akhir dari siklus hidup manusia, dimana manusia tersebut pastinya akan mengalami
perubahan baik secara fisik maupun mental. Proses penuaan merupakan proses alami yang dapat menyebabkan
perubahan anatomis, fisiologis, dan biokimia pada pada jaringan tubuh yang dapat mempengaruhi fungsi,
kemampuan badan dan jiwa. Proses penuaan otak yang merupakan bagian dari proses degenerasi menimbulkan
berbagai gangguanneuropsikologis. Salah satu masalah kesehatan yang paling umum terjadi padakelompok
lansia adalah demensia.
Demensia merupakan suatu gangguan fungsi daya ingat yang terjadi perlahan-lahan, dan dapat mengganggu
kinerja dan aktivitas kehidupan sehari -hari .Gangguan kognitif (proses berpikir) tersebut adalah gangguan
mengingat jangka pendek dan mempelajari hal -hal baru, gangguan kelancaran berbicara (sulit
menyebutkan nama benda dan mencari kata -kata untuk diucapkan), keliru mengenai tempat,waktu,orang
atau benda, sulit hitung menghitung, tidak mampu lagi membuat rencana, mengatur kegiatan, mengambil
keputusan, dan lain – lain.
B. Analisis Jurnal
NO JUDUL JURNAL KESIMPULAN
1 PE MENUHAN KEBUTUHAN kebutuhan aktualisasi diri keluarga dapat memantau perkembangan
DASAR MANUSIA PADA aktualisasi diri lansia yaitu dengan cara mengajak lansia untuk
LANSIA DEMENSIA OLEH berdiskusi, memberikan kebebasan pada lansia dalam mengambil
KELUARGA keputusan, dan sebagainya. Bagi perawat terutama perawat komunitas
diharapkan dapat membantu dalam memberikan intervensi kepada
lansia, serta memberikan informasi atau pendidikan kesehatan baik
kepada keluarga maupun komunitas mengenai pemenuhan kebutuhan
dasar manusia pada lansia, dan bagi peneliti selanjutnya diharapkan
peneliti dapat menelusuri lebih lanjut mengenai faktor – faktor yang
dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan dasar manusia pada
lansia
2 DEMENSIA DAN GANGGUAN 1. Lansia yang menderita demensia mayoritas berjenis kelamin
AKTIVITAS KEHIDUPAN perempuan (69,70 %).
SEHARI–HARI (AKS)LANSIA DI 2. Lansia yang menderita demensia paling banyak berada pada
PANTI SOSIAL TRESNA
rentang usia 60–74 tahun (59,46%).
WERDHA WARGATAMA
INDERALAYA 3. Lansia yang mengalami gangguan aktivitas makan sebanyak 26
orang (43,33%) dan dialami oleh 54,55 % lansia yang demensia.
Aktivitas ini yang banyak terganggu selain aktivitas ambulasi.
4. Lansia yang mengalami gangguan aktivitaskontinensia sebanyak 17
orang (28,33%)dan dialami oleh 30,30 % lansia yang demensia.
5. Lansia yang mengalami gangguan aktivitas berpakaian ada 19
orang(31,67%). Gangguan ini dialami oleh 42,42% lansia mengalami
demensia
6. Lansia yang mengalami gangguan aktivitastoileting sebanyak 23
orang (38,33%).Gangguan ini dialami oleh 48,49% lansia yang
demensia.
7. Lansia yang mengalami gangguan aktivitas ambulasi sebanyak
28 orang (46,67%). Gangguan ini dialami oleh 54,55 % lansia
yang demensia. Aktivitas ini yang banyak terganggu selain
aktivitas makan.
8. Lansia yang mengalami gangguan aktivitasmandi sebanyak 20
orang (33,33%) . Gangguan ini dialami oleh 10 orang (30,30%)
lansia yang demensia.
C. Pembahasan
Dari kedua jurnal dapat disimpulkan bahwa Dibutuhkan peran keluarga sebagai support system dalam menjaga
serta membantu memenuhi kebutuhan dasar manusia pada lansia demensia oleh keluarga di Posyandu lansia
Kelurahan Tembalang. Bagi keluarga sebaiknya membantu serta memberikan dukungan kepada lansia agar
masing – masing kebutuhan dapat terpenuhi, misal untuk pemenuhan kebutuhan keamanan dan keselamatan,
dapat dilakukan dengan cara keluarga lebih memperhatikan kondisi lingkungan yang aman untuk lansia.

D. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Abraham Maslow yang menyatakan individu dapat sehat
optimal apabila kebutuhan dasarnya dapat terpenuhi yang mencakup kebutuhan fisik, keamanan dan
kenyamanan, cinta dan kasih sayang, harga diri serta aktualisasi diri. Lansia demensia mengalami peningkatan
bantuan untuk memenuhi kebutuhan dan aktifitas sehari – hari. Peran keluarga disini sangat penting karena
keluarga merupakan sumber dukungan terbesar yang berguna untuk membantu memenuhi kebutuhan dasar
manusia pada lansia.

E. Sehingga dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwasanya sebagai tenaga kesehatan khususnya perawat
,merupakan kunci utama dalam memberikan asuhan keperawatan pada lansia yang mengalami demensia adalah
berkolaborasi dengan keluarga dalam merencanakan dan mengelola aktivitas yang dapat dilakukan seseorang
untuk menghindari frustasi, penurunan harga diri dan stres yang berkaitan dengan respon prilaku. Misalnya
dengan memberikan motivasi dan dukungan emosional pada lansia dangan meningkatkan rasa keakraban
melalui staf,keluarga dan rutinitas yang konsisiten dan kunjungan yang bersahabat.
JURNAL NURSING STUDIES, Volume 1, Nomor 1 Tahun 2012, Halaman 175 – 182

Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jnursing

Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia


Pada Lansia Demensia Oleh Keluarga

Dwiyani Kartikasari1), Fitria Handayani2)

1) Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas


Diponegoro (email: t_ca_dicini@yahoo.co.id)
2) Staf Pengajar Departemen Keperawatan Medikal Bedah Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
(email: fitriaha@yahoo.co.id)

Abstract

Basic human needs are the elements needed by man to maintain life and health. According
to Abraham Maslow basic human needs consist of physiological needs, self security needs,
love and belonging needs,self esteem, and self actualization. Dementia is a condition in which
a person experiences gradual decline or cognitive impairment that will eventually decrease this
ability. so as to interfere his or him the activity and cause a lack of fulfillment of basic needs of
among elderly. The purpose of the study was to find a picture of the frequency of fulfillment of
basic human needs of the elderly with dementia in the Posyandu elderly Tembalang Village.
The design used in the research is descriptive and mean while the method used is cross
sectional approach. Sampling technique uses total sampling, with 32 people. In analyze the
data the researcher uses descriptive analysis. These results of the research shows that, 59,4%
the physiological needs was fulfilled, 56,2% the self security needs was not fulfilled, 56,2% the
love and belonging needs was fulfilled, 59,4% the self esteem needs was fulfilled, and 46,9%
the self actualization needs was not fulfilled. The role of family as a support system in the
fulfillment basic human needs of the elderly withdementia that registered in Posyandu elderly
Tembalang village.

Keywords : Basic Human Needs, Dementia, Family

Abstrak

Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh manusia yang bertujuan
untuk mempertahankan kehidupan dan kesehatan. Menurut Abraham Maslow kebutuhan dasar
manusia terdiri dari kebutuhan fisiologis, kebutuhan keamanan dan keselamatan, kebutuhan
mencintai dan dicintai, kebutuhan harga diri, dan kebutuhan aktualisasi diri. Demensia merupakan
suatu kondisi dimana seseorang mengalami penurunan atau gangguan kognitif yang terjadi secara
perlahan yang pada akhirnya akan mengalami penurunan kemampuan sehingga dapat mengganggu
aktivitas dan menyebabkan kurang terpenuhinya kebutuhan dasar pada lansia seiring dengan
bertambahnya usia. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran mengenai
frekuensi dari pemenuhan kebutuhan dasar manusia pada lansia demensia di Posyandu lansia
Kelurahan Tembalang. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan
menggunakan metode pendekatan cross sectional. Pengambilan sampel
JURNAL NURSING STUDIES, Volume 1, Nomor 1 Tahun 2012, Halaman 176

menggunakan total sampling, besar sampel 32 orang. Analisa data menggunakan analisa deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebutuhan fisiologis sebanyak 59,4% terpenuhi, kebutuhan
keamanan dan keselamatan sebanyak 56,2% tidak terpenuhi, kebutuhan mencintai dan dicintai
sebanyak 56,2% terpenuhi, kebutuhan harga diri sebanyak 59,4% terpenuhi dan kebutuhan aktualisasi
diri sebanyak 46,9% tidak terpenuhi. Dibutuhkan peran keluarga sebagai support system dalam
memenuhi kebutuhan dasar manusia pada lansia demensia oleh keluarga di Posyandu lansia Kelurahan
Tembalang.

Kata Kunci : Kebutuhan Dasar Manusia, Demensia, Keluarga

Pendahuluan
Penuaan penduduk telah berlangsung secara pesat terutama di negara berkembang
pada dekade pertama abad Millennium ini. Pada saat ini penduduk lanjut usia di
Indonesia telah mengalami peningkatan dari sebelumnya yaitu berjumlah sekitar 24
juta dan tahun 2020 diperkirakan akan meningkat sekitar 30-40 juta jiwa
(Komnaslansia, 2011).
Meningkatnya populasi ini akan dapat menimbulkan munculnya masalah –
masalah penyakit pada usia lanjut. Menurut Departemen Kesehatan tahun 1998,
terdapat 7,2 % populasi usia lanjut 60 tahun keatas untuk kasus demensia. Kira –
kira sebanyak 5 % usia lanjut 65 – 70 tahun menderita demensia dan akan
meningkat dua kali lipat setiap 5 tahun mencapai lebih 45% pada usia diatas 85
tahun (Nugroho, 2008).
Lansia adalah tahap akhir dari siklus hidup manusia, dimana manusia tersebut
pastinya akan mengalami perubahan baik secara fisik maupun mental. Proses penuaan
merupakan proses alami yang dapat menyebabkan perubahan anatomis, fisiologis, dan
biokimia pada pada jaringan tubuh yang dapat mempengaruhi fungsi, kemampuan
badan dan jiwa (Setiati dkk, 2000). Proses penuaan otak yang merupakan bagian dari
proses degenerasi menimbulkan berbagai gangguan neuropsikologis. Salah satu
masalah kesehatan yang paling umum terjadi pada kelompok lansia adalah demensia.
Demensia merupakan suatu gangguan fungsi daya ingat yang terjadi perlahan
– lahan, dan dapat mengganggu kinerja dan aktivitas kehidupan sehari – hari orang
yang terkena. Gangguan kognitif (proses berpikir) tersebut adalah gangguan
mengingat jangka pendek dan mempelajari hal – hal baru, gangguan kelancaran
berbicara (sulit menyebutkan nama benda dan mencari kata – kata untuk
diucapkan), keliru mengenai tempat - waktu – orang atau benda, sulit hitung
menghitung, tidak mampu lagi membuat rencana, mengatur kegiatan, mengambil
keputusan, dan lain – lain (Sumijatun dkk, 2005).
Menurut Abraham Maslow, individu dapat sehat optimal apabila kebutuhan
dasarnya dapat terpenuhi yang mencakup kebutuhan fisik, keamanan dan kenyamanan,
cinta dan kasih sayang, harga diri serta aktualisasi diri (Sumijatun dkk, 2005). Lansia
demensia mengalami peningkatan bantuan untuk memenuhi kebutuhan dan aktifitas
sehari – hari. Peran keluarga disini sangat penting karena keluarga merupakan sumber
dukungan terbesar yang berguna untuk membantumemenuhi kebutuhan dasar manusia
pada lansia.
Penelitian yang dilakukan sebelumnya di RW 02 Kelurahan Cawang oleh
Sumijatun, dkk (2005) telah didapatkan hasil bahwa kebutuhan dasar manusia pada
lansia akan terpenuhi apabila keluarga dapat membantu aktivitas lansia sehingga
kebutuhan dasarnya dapat terpenuhi. Dengan adanya fenomena tersebut, makapeneliti
tertarik untuk mengambil tema tersebut yaitu mengenai pemenuhan kebutuhan dasar
manusia pada lansia penderita demensia oleh keluarga. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk menjelaskan serta mengidentifikasi frekuensi dari pemenuhan masing -
masing kebutuhan dasar manusia pada lansia penderita demensia oleh keluarga di
Posyandu Lansia kelurahan Tembalang.

Metode
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan cross
sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah adalah lansia yang mengalami
demensia oleh keluarga di posyandu lansia kelurahan Tembalang. Teknik sampling
yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik non probability sampling dengan
metode sampling jenuh atau total sampling yaitu dengan mengambil semua
anggota populasi menjadi sampel. Besar sampel dalam penelitian ini berjumlah 32
orang.
Uji coba instrumen, peneliti melakukan uji validitas dan reliabilitas terlebih
dahulu. Uji validitas dilakukan dengan dua tahap yaitu construct validity dimana
peneliti berkonsultasi kepada dua orang expert. Setelah mendapatkan persetujuan,
peneliti melakukan content validity dimana peneliti melakukan uji coba instrumen
kepada 20 orang responden yang berasal dari Posyandu lansia kelurahan Kramas yang
siap untuk dilakukan tes uji coba. Uji validitas pada penelitian ini menggunakan rumus
Spearman Rank (Rho), dan didapatkan hasil 34 dari 50 pernyataan dinyatakan valid
karena masing – masing item telah memiliki taraf signifikasi α = <
0.05. Pada uji reliabilitas secara keseluruhan pada ke lima kebutuhan dasar manusia
telah dinyatakan reliabel karena memiliki nilai Alfa Cronbach lebih dari 0,60.
Peneliti sebelum melakukan penelitian melakukan screening terlebih dahulu
terhadap lansia yang berusia > 60 tahun yang terdaftar di Posyandu lansia kelurahan
Tembalang dengan menggunakan Short Portable Mental Status Questionnaire.
Setelah didapatkan hasilnya peneliti menyebarkan kuesioner yang mencakup
kebutuhan dasar manusia menurut Abraham Maslow yaitu kebutuhan fisiologis,
kebutuhan keamanan dan keselamatan, kebutuhan mencintai, kebutuhan harga diri dan
kebutuhan aktualisasi diri.
Data di analisa dengan menggunakan analisa deskriptif atau analisa univariat,
sehingga didapatkan gambaran umum mengenai pemenuhan kebutuhan dasar manusia
menurut Abraham Maslow yang meliputi kebutuhan fisiologis, kebutuhan keamanan
dan keselamatan, kebutuhan mencintai dan dicintai, kebutuhan harga diri, dan
kebutuhan aktualisasi pada lansia demensia yang terdaftar di Posyandu lansia
Kelurahan Tembalang.

Hasil Penelitian
Berdasarkan analisa univariat yang telah dilakukan oleh peneliti, didapatkan
gambaran umum mengenai pemenuhan kebutuhan dasar manusia menurut Abraham
Maslow yang meliputi kebutuhan fisiologis, kebutuhan keamanan dan
JURNAL NURSING STUDIES, Volume 1, Nomor 1 Tahun 2012, Halaman 178

keselamatan, kebutuhan mencintai dan dicintai, kebutuhan harga diri, dan kebutuhan
aktualisasi pada lansia demensia yang terdaftar di Posyandu lansia Kelurahan
Tembalang.
Kebutuhan fisiologis (Physiological needs)
Tabel 1
Proporsi responden pada lansia demensia
di Posyandu lansia Kelurahan Tembalang berdasarkan Physiological need

(n = 32)

No. Physiological needs Jumlah Presentase


1, Terpenuhi 19 59,4 %
2. Tidak terpenuhi 13 40,6 %

Total 32 100%

Tabel. 1 menunjukkan 19 orang dengan presentase 59,4% terpenuhi dan 13


orang dengan presentase 40,6% tidak terpenuhi kebutuhan fisiologisnya.
Kebutuhan keamanan dan keselamatan (Self security needs)
Tabel 2
Proporsi responden pada lansia demensia
di Posyandu lansia Kelurahan Tembalang berdasarkan Self security needs

(n = 32)

No. Self security needs Jumlah Presentase

1. Terpenuhi 14 43,8%
2. Tidak terpenuhi 18 56,2%
Total 32 100%

Tabel. 2 menunjukkan 14 orang dengan presentase 43,8% terpenuhi dan 18 orang


dengan presentase 56,2% tidak terpenuhi kebutuhan keamanan dankeselamatannya.

Kebutuhan mencintai dan dicintai (Love and belonging needs)


Tabel 3
Proporsi responden pada lansia demensia
di Posyandu lansia Kelurahan Tembalang berdasarkan Love and belonging needs

(n = 32)

No, Love and belonging needs Jumlah Presentase


1. Terpenuhi 18 56,2%
2. Tidak terpenuhi 14 43,8%

Total 32 100%
Tabel. 3 menunjukkan 18 orang dengan presentase 56,2% terpenuhi dan 14 orang
dengan presentase 43,8% tidak terpenuhi kebutuhan mencintai dan dicintainya.
Kebutuhan harga diri (Self esteem)
Tabel 4

Proporsi responden pada lansia demensia

di Posyandu lansia Kelurahan Tembalang berdasarkan Self esteem

(n = 32)

No. Self esteem Jumlah Presentase


1. Terpenuhi 19 59,4%
2. Tidak terpenuhi 13 40,6%

Total 32 100%

Tabel. 4 menunjukkan 19 orang dengan presentase 59,4% terpenuhi dan 13 orang


dengan presentase 40,6% tidak terpenuhi kebutuhan harga dirinya.
Kebutuhan aktualisasi diri (Self actualizations)
Tabel 5
Proporsi responden pada lansia demensia

di Posyandu lansia Kelurahan Tembalang berdasarkan Self actualizations

(n = 32)

No. Self actualizations Jumlah Presentase

1. Terpenuhi 15 46,9%
2. Tidak terpenuhi 17 53,1%
Total 32 100%

Tabel. 5 menunjukkan 15 orang dengan presentase 46,9% terpenuhi dan 17 orang


dengan presentase 53,1% tidak terpenuhi kebutuhan aktualisasi dirinya.

Pembahasan
Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan yang sangat primer dan mutlak harus
dipenuhi untuk memelihara homeostasis biologis dan kelangsungan kehidupan bagi
tiap manusia (Asmadi, 2008).
Hasil penelitian telah didapatkan sebanyak 13 orang tidak terpenuhi kebutuhan
fisiologisnya dengan presentase sebesar 40,6%.
Gizi pada lansia, terutama lansia yang mengalami demensia perlu diperhatikan
karena biasanya lansia itu sendiri lupa untuk makan sehingga asupan nutrisi dari lansia
tersebut akan berkurang. Lansia yang mengalami kekurangan protein maka dapat
berakibat rambut rontok, daya tahan terhadap penyakit menurun, atau mudah terkena
infeksi (DepKes RI, 2000).
Pemenuhan kebutuhan cairan juga penting, karena cairan dapat membantu kinerja
ginjal dalam menetralisir zat- zat sisa. Melakukan aktivitas fisik atau olahraga ringan
dapat membantu melenturkan otot dan melancarkan sirkulasi darah.
Kebutuhan akan keselamatan dan keamanan adalah kebutuhan untuk melindungi
diri dari berbagai bahaya yang mengancam, baik terhadap fisik maupun psikososial
(Asmadi, 2008).
Hasil penelitian telah didapatkan bahwa sebanyak 18 orang tidak terpenuhi
kebutuhan keamanan dan keselamatannya dengan presentase sebesar 56,2%.
JURNAL NURSING STUDIES, Volume 1, Nomor 1 Tahun 2012, Halaman 180

Jatuh, merupakan penyebab utama kematian akibat kecelakaan pada klien yang berusia
75 tahun atau lebih. Lebih dari 40% orang yang berusia 65 tahun mengalami jatuh
sedikitnya 1 kali dalam setahun, dengan 1% hingga 6% diantaranya menyebabkan
cedera yang serius (Potter, 2005).
Berkurangnya mobilitas sendi, waktu reaksi melambat, penurunan penglihatan,
penurunan pendengaran, penurunan kekuatan dan daya tahan otot juga dapat
mengakibatkan cedera pada orang lanjut usia akibat proses penuaan. Permukaan lantai
yang tidak rata dan licin merupakan daerah yang berbahaya karena potensial
menyebabkan jatuh, sehingga perlu bantuan orang lain terutama keluarga untuk
membantu lansia agar tidak terjatuh (Tamher, 2009). Menurut penelitian (Lee&Yeo,
2009) cedera merupakan masalah yang signifikan yang dialami oleh lansia. Sebagian
besar cedera pada lansia terjadi akibat terjatuh dirumah. Diperlukan beberapa strategi
untuk mencegah terjadinya cedera pada lansia.
Seiring dengan berjalannya waktu akibat penuaan, maka seseorang juga pasti akan
mengalami gangguan atau penurunan fungsi tubuh yang akan menyebabkan
keterbatasan fungsi fisik, psikologis, maupun sosial. Oleh sebab itu, lansia sangat
membutuhkan dukungan, perhatian serta motivasi dari keluarga maupun kerabat
dekatnya.
Hasil penelitian telah didapatkan bahwa sebanyak 18 orang kebutuhan dasar akan
mencintai dan dicintai dapat terpenuhi dengan presentase sebesar 56,2%. Menurut
penelitian yang dilakukan oleh (Dewi, 2005) didapatkan bahwa kebutuhan mencintai
dan memiliki pada lansia yang mengikuti Posyandu lansia di Desa Jatirejoyoso
Kepanjen adalah terpenuhi karena para lansia beranggapan bahwa mereka mendapatkan
kebutuhan tersebut dari keluarga dan anak-anak mereka sehingga tidak merasa
dikucilkan oleh keluarga dan orang-orang terdekatnya.
Harga diri adalah evaluasi terhadap dirinya sendiri secara positif atau negatif.
Evaluasi ini memperlihatkan bagaimana individu menilai dirinya sendiri, dan diakui
atau tidaknya kemampuan serta keberhasilan yang diperolehnya (Widodo, 2004).
Hasil penelitian telah didapatkan bahwa sebanyak 19 orang kebutuhan dasar akan
harga diri dapat terpenuhi dengan presentase sebesar 59,4%. Dalam masyarakat
tradisional, biasanya lansia cenderung lebih dihargai dan dihormati, sehingga mereka
masih dapat berperan dan berguna bagi masyarakat, lansia tersebut juga merasa masih
mampu bersosialisasi dengan lingkungan disekitarnya.
Aktualisasi diri merupakan kemampuan seseorang untuk mengatur diri sendiri
sehingga bebas dari berbagai tekanan, baik berasal dalam diri maupun di luar diri. Hasil
penelitian telah didapatkan bahwa sebanyak 17 orang kebutuhan dasar akan aktualisasi
diri tidak terpenuhi dengan presentase sebesar 53,1%.
Menurut (Suhartini, 2012), lansia Indonesia pada umumnya masih merasa nyaman
karena anak atau saudara – saudara yang lainnya masih merupakan jaminan yang baik
bagi orangtuanya. Anak berkewajiban menyantuni orangtua yang sudah tidak dapat
mengurus pribadinya sendiri. Nilai tersebut masih berlaku karena anak wajib
memberikan kasih sayangnya kepada orangtuanya. Para usia lanjut memiliki peranan
yang tinggi yaitu sebagai orang yang dituakan, bijak dan lebih berpengalaman
dibandingkan dengan mereka yang berusia lebih muda, meskipun dari segi pendidikan
banyak diantara para lansia tersebut yang tidak menjalaninya.
Kesimpulan dan Saran
Dibutuhkan peran keluarga sebagai support system dalam
menjaga serta membantu memenuhi kebutuhan dasar manusia pada
lansia demensia oleh keluarga di Posyandu lansia Kelurahan
Tembalang. Bagi keluarga sebaiknya membantu serta memberikan
dukungan kepada lansia agar masing – masing kebutuhan dapat
terpenuhi, misal untuk pemenuhan kebutuhan keamanan dan
keselamatan, dapat dilakukan dengan cara keluarga lebih
memperhatikan kondisi lingkungan yang aman untuk lansia, untuk
kebutuhan aktualisasi diri keluarga dapat memantau perkembangan
aktualisasi diri lansia yaitu dengan cara mengajak lansia untuk
berdiskusi, memberikan kebebasan pada lansia dalam mengambil
keputusan, dan sebagainya. Bagi perawat terutama perawat komunitas
diharapkan dapat membantu dalam memberikan intervensi kepada
lansia, serta memberikan informasi atau pendidikan kesehatan baik
kepada keluarga maupun komunitas mengenai pemenuhan kebutuhan
dasar manusia pada lansia, dan bagi peneliti selanjutnya diharapkan
peneliti dapat menelusuri lebih lanjut mengenai faktor – faktor yang
dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan dasar manusia pada lansia.

Ucapan Terima Kasih


Penulis mengucapkan terima kasih kepada respondenyang telah
bersedia meluangkan waktu dan berkontribusi dalam memberikan data
bagi penelitian ini, Ibu Sarah Ulliya, S.Kep.,M.Kes, selaku koordinator
mata ajar riset keperawatan, Bapak Agus Santoso, S.Kp. M.Kep, selaku
reviewer I, dan Ibu Ns.Meira Erawati, S.Kep.,M.Si.Med, selaku
reviewer II, dan tak lupa penulis ucapan terima kasih kepada orangtua,
kakak dan adik tercinta yang telah memberikan dukungan kepada
penulis selama penulis melakukan penelitian.

Daftar Pustaka
Komnaslansia. (2010). Diperoleh
dari
http://www.komnaslansia.or.id/d0wnloads/AktiveAgeing.pdf.
Nugroho, W. (2008). Keperawatan Gerontik dan Geriatrik (Edisi 3). Jakarta:
EGC. Setiati, dkk. (2000). Pedoman Praktis Perawatan Kesehatan (Edisi
1). Jakarta: FK
UI.
Sumijatun, dkk. (2005). Gambaran Kebutuhan Dasar Manusia pada
Lansia diKelurahan Cawang Jakarta.

Asmadi. (2008). Teknik Prosedural Keperawatan : Konsep dan Aplikasi


KebutuhanDasar Klien . Jakarta: Salemba Medika.
Potter, P.A., & Perry, A.G. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan;
Konsep,Proses, dan Praktik (Edisi 4). Jakarta: EGC.

Tamher, S. (2009). Kesehatan Usia Lanjut dengan


Pendekatan AsuhanKeperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Lee & Yeo. (2009). A Review of Elderly Injuries Seen in A Singapore
EmergencyDepartment. Singapore: Singapore Med J.
Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, Volume 1, No.1 Maret 2010 • 20
Dewi, P. (2005). Kebutuhan Lanjut Usia yang Mengikuti Posyandu
Lansia di DesaJatirejoyoso Kepanjen. Malang: Universitas
Muhamadiyah Malang.

Widodo, A. (2004). Psikologi Belajar. Jakarta:


Rineka Cipta. Suhartini, R. (2012). Diperoleh dari
http://www.damandiri.or.id.

Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, Volume 1, No.1 Maret 2010 • 21


Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat
JURNAL ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

VOLUME 1 No. 01 Maret 2010 Artikel Penelitian

DEMENSIA DAN GANGGUAN AKTIVITAS KEHIDUPAN SEHARI–HARI (AKS)LANSIA DI


PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA WARGATAMA INDERALAYA

DEMENTIA AND ACTIVITY DAILY LIVING (ADL) DISTURBANCE OF ELDERLYIN PANTI


SOSIAL TRESNA WERDHA WARGATAMA INDRALAYA

Putri Widita Muharyani


Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya

ABSTRACT

Background : The projection Badan Pusat Statistik Showed number of elderly in Indonesia on 2005 – 2010
increase to 19 million people from 11,3 million people 0n 1990. That’s showing any number of elderly will have
dementia. Dementia is the fourth caused of elderly death after cardiac disease, cancer and stroke. The number
of elderly with dementia in the world is 30 million and 15 % the number of elderly in Indonesia have dementia.

Method : The research is descriptive research to know about dementia and Activity Daily Living (ADL)
disturbance elderly in Panti Sosial Tresna Werdha Wargatama Inderalaya. The research sample is all of elderly
in panti social Wargatama.The researcher was obtained data with active interview using questionnaire.

Result : The result is 69,70 % elderly with dementia are woman and 59,46 % is 60 – 74 years old. The Activity
Daily Living (ADL) disturbance is eating activity (54,5%), continence (30,3%), wearing (42,4%), toileting
(48,5%), ambulasi (54,5%) and bathing (30,3%). In the place, elderly with dementia can do Activity Daily Living
independently.

Conclusion : As a nursing, the keynote to give caregiver elderly with dementia is planing and manage the
activity that can do someone to prevention frustration, self esteem decreased and stress. For example, giving
motivation and emotional support with increasing friendship through staff and consistent activity and friendly
visiting.

Keywords: dementia, elderly

ABSTRAK

Latar Belakang : Proyeksi Badan Pusat Statistik menunjukkan jumlah lansia di Indonesia tahun 2005 –
2010 meningkat menjadi 19 juta jiwa dari 11,3 juta jiwa di tahun 1990. Hal ini menunjukkan semakin banyak
lansia yang akan mengalami masalah demensia ( kepikunan ). Demensia merupakan penyebab kematian ke-
4 pada lansia setelah penyakit jantung, kanker dan stroke. Jumlah lansia yang mengalami demensia di dunia
sebesar 30 juta jiwa dan di Indonesia sebesar 15 % dari jumlah lansianya mengalami demensia.

Metode : Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui gambaran
demensia dan gangguan aktivitas kehidupan sehari–hari (AKS) lansia di Panti Sosial Tresna Werdha
Wargatama Inderalaya. Sampel penelitian ini adalah lansia yang berada di panti berjumlah 60 orang. Untuk
mengetahui pengaruh demensia tersebut, data diperoleh melalui wawancara aktif dengan menggunakan
kuesioner yang dibuat sendiri dan telah di uji coba.

Hasil Penelitian : Hasil penelitian ini didapatkan bahwa demensia mempengaruhi aktivitas kehidupan sehari

Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, Volume 1, No.1 Maret 2010 • 22


–hari berupa gangguan aktivitas makan (54,55 %), kontinensia (30,30 %), berpakaian (42,42 %), toileting
(48,49 %), ambulasi (54,55 %), dan aktivitas mandi (30,30 %). Di panti ini, lansia yang mengalami demensia
masih bisa melakukan aktivitas sehari–hari secara mandiri.

Kesimpulan : Sebagai perawat, kunci utama dalam memberikan asuhan keperawatan pada lansia yang
mengalami demensia adalah merencanakan dan mengelola aktivitas yang dapat dilakukan seseorang untuk
menghindari frustasi, penurunan harga diri dan stres yang berkaitan dengan respon prilaku. Misalnya dengan
memberikan motivasi dan dukungan emosional pada lansia dangan meningkatkan rasa keakraban melalui
stafdan rutinitas yang konsisiten dan kunjungan yang bersahabat.

Kata kunci: demensia, lansia

Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, Volume 1, No.1 Maret 2010 • 23


Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat

PENDAHULUAN sampai sedang. Sedangkan diIndonesia 15 %


Penuaan atau menjadi tua adalah suatu dari jumlah penduduk lansianya mengalami
proses yang natural dan kadang-kadang demensia (pikun).6
tidak tampak mencolok.1 Proses ini terjadi Hasil penelitian Palestin dkk menunjukkan
secara alami dan disertai dengan adanya bahwa status demensia menjadi faktor utama
penurunan kondisi fisik, psikologis yang mempengaruhi
maupun sosial yang akan saling
berinteraksi satu sama lain.2
Proses menua yang terjadi pada lansia
secara linier dapat digambarkan melalui
tiga tahap yaitu, kelemahan (impairment),
keterbatasan fungsional (functional
limitations), ketidakmampuan
(disability), dan keterhambatan (handicap)
yang akan dialami bersamaan dengan
proses kemunduran.3 Salah satu sistem
tubuh yang mengalami kemunduran adalah
sistem kognitif atau intelektual yang
sering disebut “ Demensia“.
Demensia adalah suatu sindroma
penurunan kemampuan intelektual
progresif yang menyebabkan kemunduran
kognitif dan fungsional. Seorang penderita
demensia memiliki fungsi intelektual yang
terganggu dan menyebabkan gangguan
dalam aktivitas sehari-hari maupun
hubungan dengan orang sekitarnya.
Penderita demensia juga kehilangan
kemampuan untuk memecahkan masalah,
mengontrol emosi, dan bahkan bisa
mengalami perubahan kepribadian dan
masalah tingkah laku seperti mudah marah
dan berhalusinasi.4
Pada usia lanjut, demensia merupakan
penyebab kematian ke-4 setelah penyakit
jantung, kanker dan stroke.5 Menurut
Santoso ( 2002 ), sampai saat ini
diperkirakan ada 30 juta penduduk dunia
yang mengalami demensia dengan
berbagai sebab seperti karena penyakit,
trauma, obat-obatan, dan depresi.
Diperkirakan 2 juta penduduk Amerika
Serikat mengalami demensia berat dan 1
sampai 5 juta mengalami demensia ringan
Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, Volume 1, No.1 Maret 2010 • 24
kemampuan fungsional Jurnal Ilmu Kesehatan
lansia Masyarakat
demensia merupakan masalah masa depan
2
(functional ability). Kemampuan yang mau tidak mau akan dihadapi orang
fungsional adalah istilah yang Indonesia. Berdasarkan data yang telah
digunakan untuk menggambarkan didapatkan, peneliti tertarik untuk meneliti
kemampuan individu untuk lebih jauh tentang gambaran demensia dan
melakukan kegiatan secara normal gangguan aktivitas kehidupan sehari – hari
sesuai kehendak. Kemampuan ( AKS ) lansia di panti sosial Tresna
fungsional menggambarkan tingkat werdha Wargatama Inderalaya.
kemandirian dan ketergantungan Tujuan penelitian ini adalah untuk
seseorang dalam melakukan aktivitas mengetahui mengetahui gambaran
kehidupan sehari-hari (AKS) seperti demensia
makan, minum, personal toilet, mandi,
berjalan, naik turun tangga,
berpakaian, kontrol buang air besar,
dan kontrol buang air kecil.7
Ketika lansia mengalami
ketergantungan maka mereka akan
mencari bantuan kerabat dekat,
kerabat jauh, dan terakhir panti
werdha. Kebanyakan mereka dirawat
dalam panti dan menempati sejumlah
50% tempat tidur.8
Panti Sosial Tresna Werda
(PSTW) WargaTama Inderalaya
merupakan salah satu panti jompo
milik pemerintah yang berada di
bawah naungan Departemen Sosial
Tingkat Satu Sumatera Selatan.
Menurut hasil penelitian Heryani, 27
% lansia yang tinggal di panti ini
mengalami depresi. Depresi
merupakan salah satu penyebab
terjadinya demensia.9
Berdasarkan hasil studi
pendahuluan diketahui ada 60 orang
lansia yang tinggal di Panti Sosial
Tresna Werda (PSTW) WargaTama
Inderalaya. Sebagian besar lansia
mengalami kesullitan untuk mengingat
nama panti, nama orang, mengingat
tanggal atau hari, bahkan ada yang
tidak mampu untuk mengingat nama
suaminya sendiri. Hal ini
menunjukkan gejala demensia.
Kondisi ini tentu saja menarik
untuk dikaji mengingat bahwa

Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, Volume 1, No.1 Maret 2010 • 25


Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat

dan gangguan aktivitas kehidupan sehari – mengalami demensia paling banyak pada
hari (AKS ) lansia di Panti Sosial Tresna responden perempuan (69,70%).
Werdha Wargatama Inderalaya.
Tabel 2.
Distribusi Frekuensi Responden
BAHAN DAN CARA PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin
deskriptif dengan desain penelitian survei. Jenis kelamin

Demensia Laki-laki Perempuan
Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh lansia yang tinggal di PSTW n % n % n %
Wargatama Inderalaya. Peneliti Ya 10 30,3 23 69,7 33 100
tidak 17 62,9 10 37.0 27 100
menggunakan seluruh popoulasi untuk
Total 27 45 33 55 60 100
dijadikan sampel yaitu sebanyak 60 orang
yang terdiri dari 27 laki – laki dan 33 Pada tabel 3, bila dilihat
perempuan. berdasarkan umur didapatkan bahwa
Pengumpulan data tentang pengaruh responden yang mengalami demensia
faktor kondisi kesehatan didapatkan paling banyak pada responden berumur 60
dengan cara observasi dan wawancara – 74 tahun (59,5%).
langsung pada lansia dengan
menggunakan Indeks ADL Barthel, Tabel 3.
kuesional aktivitas fungsional, Mini Distribusi Frekuensi Responden
Mental Status Equipment (MMSE) dan
skala Berdasarkan Umur
depresi Yasvage. Sedangkan data Demensia

tentang

kondisi sosial dan ekonomi didapatkan Umur Ya Tidak


darikuesioner yang diisi oleh lansia,
n % n % n %
tentunya

dengan dipandu oleh 60 – 74 th 22 59,5 15 40,5 37 100


peneliti. 75 – 89 th 11 47,8 12 52,2 23 100
Analisa data yang digunakan adalah ≥ 90 0 0 0 0 0 100
analisa univariat untuk memperoleh Total 33 55 27 45 60 100
gambaran
masing-masing variabel bebas
maupun

variabel terikat. Ada pun variabel bebas Berdasarkan hasil penelitian didapatkan
dalam penelitian ini adalah kondisi
kesehatan fisik, psikologis, sosial, dan
ekonomi lansia di Kelurahan Timbangan.
Sedangkan variabel terikatnya adalah
tingkat kemandirian lansia.

HASIL PENELITIAN
Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, Volume 1, No.1 Maret 2010 • 26
Berdasarkan Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat
penelitian
diketahui bahwa pada responden yang Tabel 4.
menderita demensia ada sekitar 54,5% Distribusi Responden yang Mengalami
yang mengalami gangguan aktivitas Gangguan Aktivitas Makan
makan (Lihat tabel 4). Makan

responden yang mengalami demensia Tidak ∑


Demensia
sekitar 55% sebagaimana dapat dilihat Terganggu
n % Terganggu
n % n %
pada tabel 1 berikut :
Ya 18 54,5 15 45,5 33 100
Tidak 8 29,6 19 70,4 27 100
Tabel 1. Total 26 43,3 34 56,7 60 100
Distribusi Frekuensi Responden

yang Mengalami Demensia Diketahui dari tabel 5 pada


Diagnosis Frekuen %
si responden yang menderita demensia hanya
Demensia 33 55 ada sekitar 30,0% yang mengalami
Tidak demensia 27 45 gangguan aktivitas kontinensia.
Total 60 100

Sedangkan bila dilihat berdasarkan jenis


kelamin, didapatkan bahwa responden
yang

Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, Volume 1, No.1 Maret 2010 • 27


Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat

Tabel 5. Tabel 8.
Distribusi Responden yang Mengalami Distribusi frekuensi responden yang

Gangguan Aktivitas Kontinensia mengalami gangguan aktivitas ambulasi


Kontinensia Ambulasi

Demensi Tidak ∑ Demensi Tidak ∑


a Terganggu a Terganggu

Terganggu Terganggu
n % n % n % n % n % n %
Ya 10 30,3 23 69,7 33 100 Ya 18 54,5 15 45,5 33 100
Tidak 7 25,9 20 74,1 27 100 Tidak 10 37,1 17 62,9 27 100
Total 17 28,3 43 71,7 60 100 Total 28 46,7 32 53,3 60 100

Berdasarkan penelitian diketahui Dari tabel 9 diketahui bahwa pada


pada responden yang menderita demensia responden yang mengalami demensia
terdapat sekitar 42,4% yang mengalami terdapat 30,3% yang mengalami gangguan
gangguan aktivitas berpakaian (lihat tabel aktivitas mandi.
6)
Tabel 9.
Tabel 6. Distribusi frekuensi responden yang
Distribusi responden yang mengalami
gangguan aktivitas berpakaian mengalami gangguan aktivitas mandi
Mandi
Tidak ∑
Berpakaian Demensia Terganggu

Demensi Tidak ∑ Terganggu


a Terganggu
n % n % n %
Ya 10 30,3 23 69,7 33 100
Terganggu Tidak 10 37,0 17 62,9 27 100
n % n % n % Total 20 33,3 40 66,7 60 100
Ya 14 42,4 19 57,5 33 100
2 8
Tidak 5 18,5 22 81,4 27 100
2 8
Total 19 31,6 41 68,3 60 100
7 3
Dari tabel 7 dapat dilihat bahwa pada n % n % n %
Ya 16 48,4 17 51,5 33 100
responden yang menderita demensia 9 1
terdapat 48,5% yang mengalami gangguan Tidak 7 25,9 20 74,0 27 100
aktivitas toileting. 3 7
Total 23 38,3 37 61,6 60 100
Tabel 7. 3 7
Distribusi frekuensi responden yang
Dari tabel 8 diketahui bahwa pada responden
mengalami gangguan aktivitas toileting
yang mengalami demensia terdapat 54,5%
Toileting
yang mengalami gangguan aktivitas ambulasi.
Tidak ∑
Demensia Terganggu
Terganggu

Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, Volume 1, No.1 Maret 2010 • 28


PEMBAHASAN Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat
a. Kejadian Demensia
Berdasarkan hasil penelitian
didapatkan 33 orang (55 %) menderita
demensia yang mayoritas berjenis
kelamin perempuan. Hal ini mungkin
berhubungan dengan kurangnya
keaktifan lansia perempuan
dibandingkan laki–laki. Lansia
perempuan di panti ini cenderung pasif,
lebih sering duduk dan tidur. Ketika kita
tidak melakukan aktivitas, maka proses
peredaran darah akan lambat. Hal ini
menyebabkan aliran darah menuju otak
terhambat sehingga otak kekurangan
nutrisi yang dibutuhkan untuk
memperbaiki kerusakan sel yang terjadi
akibat proses penuaan. Faktor lain yang
mungkin berhubungan adalah keadaan
depresi. Menurut Heryani ( 2006 ), 27
% lansia yang tinggal di panti ini
mengalami depresi dan mayoritas
berjenis kelamin perempuan. Depresi
merupakan salah satu penyebab
terjadinya demensia.9

Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, Volume 1, No.1 Maret 2010 • 29


Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat

Hasil penelitian juga menunjukkan kontinensia. Sebanyak 10 orang ( 30,3 % )


bahwa lansia yang banyak menderita yang demensia menyatakan bahwa aktivitas
demensia berada pada rentang umur 60–74 kontinensia mereka terganggu. Gangguan yang
tahun (59,46 %). Hasil ini berbeda dengan timbul berupa kesulitan menemukan kamar
hasil penelitian yang didapatkan dari situs mandi (63,64%) ketika ingin buang air
wikipedia yang menyatakan kemungkinan padahal
dari penyakit demensia ini sangat kuat
untuk menyerang orang–orang dengan
persentase umur yaitu 1% berumur 60-65
tahun, 6%
berumur 70-75 tahun, dan 45% berumur 95
tahun.10 Hal ini dimungkinkan karena
mayoritas penghuni panti ini berusia 60 –
74 tahun yaitu sebanyak 16 orang. Faktor
lain yang mungkin berhubungan adalah
usia harapan hidup orang Indonesia hanya
63 tahun untuk laki – laki dan 67 tahun
untuk perempuan.
b. Gangguan Aktivitas Kehidupan
Sehari-hari
1. Makan
Dalam penelitian ini, didapatkan 26
orang (43,33%) mengalami gangguan
aktivitas makan yang di dominasi oleh
penderita demensia yaitu sebanyak 18
orang (54,55%). Gangguan yang terjadi
berupa ketidakmampuan lansia mengingat
apa yang dimakan sebelumnya (87,88%),
penurunan nafsu makan (78,79%), namun
lansia masih mampu mengingat jadwal
makan yang ditetapkan oleh panti. Hal ini
dikarenakan karena pada penderita
demensia terjadi kerusakan pada sistem
saraf pusat yang dapat mengakibatkan
hilangnya memori jangka pendek sehingga
lansia sulit mengingat kejadian yang
terjadi dalam waktu yang singkat seperti
tidak ingat makanan apa yang di makan
sebelumnya.

2. Kontinensia
Pada peneltian ini 17 orang ( 28,33 %)
mengalami gangguan aktivitas

Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, Volume 1, No.1 Maret 2010 • 30


kamar mandi terletak di dalamJurnal Ilmu Kesehatan
wisma Masyarakat
melakukan kegiatan walaupun hal yang
dan berdekatan dengan kamar lansia. sederhana seperti mengancingkan baju.
Hal ini timbul karena pada penderita Hal ini relevan dengan penelitian Kuntjoro
demensia terjadi disorientasi tempat yang menyatakan bahwa penderita
sehingga mereka mengalami demensia mengalami penurunan fungsi
kebingungan untuk menemukan kamar daya ingat dan daya pikir yang dapat
mandi . Namun, di panti ini kamar menimbulkan gangguan aktivitas
mandi terletak di dalam wisma dan kehidupan sehari- hari salah satunya
berdekatan dengan kamar lansia aktivitas berpakaian.12
sehingga jarak kamar mandi
seharusnya tidak menjadi kendala bagi
lansia.
Hal ini relevan dengan teori
Stanley & Gauntlett yang menyatakan
bahwa pada penderita demensia terjadi
disorientasi tempat dan waktu sehingga
mereka kesulitan untuk menemukan
tempat dan membedakan waktu.11
Namun, lansia yang mengalami
demensia di panti ini, masih dapat
melakukan aktivitas kontinensia tanpa
membutuhkan bantuan orang lain.

3. Berpakaian
Penderita demensia
mempunyai masalah dalam merapikan
pakaian secara mandiri. Pada
penelitian ini didapatkan sebanyak ada
19 orang (31,67%) yang mengalami
gangguan aktivitas berpakaian meliputi
14 orang (42,4%) yang demensia.
Gangguan yang timbul berupa
seringnya lansia lupa mengancingkan
baju/resleting atau tidak tepat
memasukkan kancing ke dalam
lubangnya (66,67%).
Lansia juga sering memakai
pakaian dalam keadaan terbalik
(54,55%). Hal ini dikarenakan
penderita demensia mengalami defisit
kognitif yaitu berkurangnya
kemampuan berpikir seperti agnosia
yaitu kesulitan untuk mengidentifikasi
benda dan apraksia yaitu
ketidakmampuan melakukan gerakan
sehingga mereka kesulitan untuk

Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, Volume 1, No.1 Maret 2010 • 31


Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat

4. Toileting hilangnya keterampilan bahasa secara lengkap


Toileting meliputi aktivitas sikat gigi, merupakan ciri klasik demensia tahap akhir /
cuci muka dan menyisir rambut.7 Pada terminal.13 Pada penelitian ini, sebanyak 28
penelitian ini, 23 orang (38,33%) lansia orang (46,67%) lansia mengalami gangguan
mengalami gangguan aktivitas toileting. aktivitas ambulasi. Gangguan ini terjadi pada
Gangguan ini di alami oleh lansia 54,55 % lansia yang demensia.
demensia sebesar (48,49%).Gangguan
yang timbul berupa seringnya lansia lupa
meletakkan perlengkapan toileting seperti
sikat gigi, pasta gigi, dan sisir (42,42%).
Namun lansia masih bisa mengidentifikasi
perlengkapan tersebut. Hal ini dikarenakan
penderita demensia mengalami gangguan
fungsi daya ingat yang makin lama makin
berat terutama daya ingat jangka pendek.
Sehingga tidak mengherankan jika mereka
sering lupa dimana mereka meletakkan
barang – barang yang baru saja mereka
gunakan.
Hasil penelitian ini tidak mendukung
teori yang dikemukakan oleh Stanley &
Gauntlett yang menyatakan bahwa defisit
fungsional pada gangguan neurologis
(demensia) mungkin berhubungan dengan
penurunan mobilitas lansia yang
disebabkan oleh penurunan kekuatan,
rentang gerak, dan kelenturan. Dengan
berkurangnya kebebasan gerak, lansia
mungkin memiliki kesukaran berdandan,
toileting dan makan.11 Lansia yang
mengalami demensia di panti ini
mengalami penurunan kemampuan
mobilitas seperti sakit ketika bergerak atau
merasa kaku pada ekstrimitasnya. Namun
lansia masih bisa melakukan aktivitas ini
seperti biasa tanpa membutuhkan bantuan
orang lain. Gangguan yang timbul hanya
berupa lupanya lansia meletakkan
perlengkapan toiletingnya ( 42,42
% ).

5. Ambulasi
Ketidakmampuan ambulasi dan

Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, Volume 1, No.1 Maret 2010 • 32


Gangguan yang timbul Jurnal Ilmu Kesehatan
berupa Masyarakat
sering lupa meletakkan peralatan mandi
kesulitan lansia mengenali dengan dan kesulitan mengidentifikasi
jelas letak tiap wisma (66,67%), perlengkapan mandi seperti sabun
mengenali jalan sehingga mereka (30,30%). Hal ini dikarenakan penderita
jarang berpergian dari wisma. Banyak demensia mengalami disorientasi tempat
dari mereka pernah tersesat (75,76%) sehingga sering timbul kebingungan
sehingga mereka membutuhkan orang menemukan kamar mandi. Mereka juga
lain ketika ingin berpergian keluar kesulitan untuk membedakan mana sabun
panti. Hal ini dikarenakan penderita yang digunakan untuk mandi atau
demensia mengalami defisit kognitif mencuci.
termasuk gangguan memori sehingga
mereka kesulitan untuk mempelajari
hal – hal baru seperti jalan atau tempat.
Hal ini relevan dengan penelitian
Roan yang menyatakan bahwa
penderita demensia bisa berjalan jauh
dari rumah dan tidak bisa pulang,
mudah terjatuh dan keseimbangan
buruk.8 Namun, lansia yang menderita
demensia di panti ini, tidak memiliki
keseimbangan yang buruk. Mereka
masih bisa berjalan secara normal
tanpa sering jatuh atau menabrak
sesuatu ketika berjalan. Mereka masih
bisa melakukan ambulasi secara
mandiri tanpa bantuan alat seperti
tongkat ataupun bantuan orang lain.
Hal ini mungkin berhubungan dengan
kebiasaan lansia untuk mengikuti
senam lansia yang rutin diadakan di
panti. Mereka hanya membutuhkan
orang lain ketika ingin melakukan
perjalanan keluar panti misalnya
ketika mereka hendak pulang
kampung. Jangankan untuk mengingat
jalan menuju kampungnya, untuk
mengenali letak tiap wisma di panti ini
saja mereka merasa kesulitan. Untuk
itu mereka membutuhkan pendamping
ketika ingin melakukan perjalanan
keluar panti.

6. Mandi
Gangguan yang timbul berupa
lansia sering mengalami kesulitan
menemukan kamar mandi (42,42%),

Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, Volume 1, No.1 Maret 2010 • 33


Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat

Hal ini mungkin berhubungan dengan yang demensia.


berkurangnya kemampuan lansia dalam 13. Lansia yang mengalami gangguan aktivitas
mengidentifikasi benda (agnosia) karena berpakaian ada 19 orang (31,67%). Gangguan
hilangnya fungsi kognitif secara ini dialami oleh 42,42% lansia mengalami
multidemensional dan terus menerus dan demensia
disebabkan oleh kerusakan organik sistem
saraf pusat sehingga mereka mengalami
kesulitan mengenali sabun atau pasta gigi.
Hal ini relevan dengan teori Stanley &
Gauntlett yang menyatakan bahwa salah
satu tanda demensia adalah agnosia yaitu
ketidakmampuan mengenali objek yang
umum (sabun, pasta gigi , gayung,
pakaian) dengan menggunakan salah satu
indera walaupun indera tersebut masih
utuh.11 Halini dapat mengganggu aktivitas
mandi , berpakaian dan toileting lansia.
Tetapi lansia yang menderita demensia di
panti ini masih mampu menjalankan
aktivitas mandi sebanyak 2 kali sehari
secara mandiri. Hal ini mungkin
berhubungan dengan rutinitas yang
dilakukan. Karena aktivitas mandi ini
dilakukan setiap hari secara rutin, maka
kegiatan ini telah terekam dengan baik di
otak sebagai kegiatan yang harus
dilakukan.

KESIMPULAN DAN SARAN


Berdasarkan hasil penelitian, maka
dapat disimpulkan :
9. Lansia yang menderita demensia mayoritas
berjenis kelamin perempuan (69,70 %).
10. Lansia yang menderita demensia paling
banyak berada pada rentang usia 60–74
tahun (59,46%).
11. Lansia yang mengalami gangguan
aktivitas makan sebanyak 26 orang
(43,33%) dan dialami oleh 54,55 % lansia
yang demensia. Aktivitas ini yang banyak
terganggu selain aktivitas ambulasi.
12. Lansia yang mengalami gangguan
aktivitas kontinensia sebanyak 17 orang
(28,33%) dan dialami oleh 30,30 % lansia
Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, Volume 1, No.1 Maret 2010 • 34
14. Lansia yang mengalamiJurnal Ilmu Kesehatan
gangguan 5. Masyarakat
Wibowo,Ari Satriyo. 2007. Manajemen
aktivitas toileting sebanyak 23 orang Demensia Alzheimer dan Demensia
(38,33%). Gangguan ini dialami oleh Vaskuler. ( http;//www.abgnet diakses 1
48,49% lansia yang demensia. Mei 2008).
15. Lansia yang mengalami gangguan
aktivitas ambulasi sebanyak 28 orang
(46,67%). Gangguan ini dialami oleh
54,55 % lansia yang demensia.
Aktivitas ini yang banyak terganggu
selain aktivitas makan.
16. Lansia yang mengalami gangguan
aktivitas mandi sebanyak 20 orang
(33,33%) . Gangguan ini dialami oleh
10 orang (30,30%) lansia yang
demensia.

Saran yang diberikan berdasarkan


hasil penelitian ini adalah :
1. Bagi Panti Sosial Tresna Werdha
Wargatama diharapkan hasil
penelitian ini dapat dijadikan acuan
untuk membuat program terutama
yang berhubungan dengan aktivitas
makan dan ambulasi karena di panti ini
aktivitas tersebut paling banyak
mengalami gangguan.
2. Bagi perawat diharapkan dapat
memberikan asuhan keperawatan
terhadap lansia yang mengalami
demensia dengan cara memberikan
penyuluhan kesehatan dan berbagai
terapi mengenai cara meningkatkan
daya ingat dan konsentrasi

DAFTAR PUSTAKA
1. Pudjiastuti,S.dkk. Fisioterapi Pada
Lansia.Jakarta : EGC, 2003.
2. Palestin,Bondan.2007. Perawatan
Usila Dalam Keluarga. (http://bondan
palesti.blogspot.com diakses 4
Februari2008).
3. Setiabudhi, T & Hardywinoto. Panduan
Gerontologi (Tinjauan dari Berbagai
Aspek). Jakarta: Gramedia, 1999.
4. Turana,Yudha.2004.Demensia.(http://www
.pikhoospital.co.id diakses 4
Februari 2008).

Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, Volume 1, No.1 Maret 2010 • 35


Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat

6. Creative Mash.2000. Overview, Types,


Incidence and Prevalence, Risk Factors.
(http//
www.Healthcommunities.com diakses
1 Mei 2008).
7. Lueckenotte,Annate.G.
Gerontologic Nursing. New York :
Mosby Year Book, 1996.
8. Roan, Witjaksana.2007. Delirium danDemensia.(http;//www.ikatandokterindone sia. com
diakses 1 Mei 2008).
9. Heryani,Nofi.2006.Faktor – Faktor
Penyebab Terjadinya Depresi Pada
Lansia di Panti Sosial Tresna Werda
Wargatama Inderalaya
10. Anonim.Dementia.(http://en.wikipe
dia.or g/wiki/Dementia#Epidemiology.
Diakses 4februari 2008).
11. Mickey,Stanley dan P.G.Beare..Buku
Ajar Keperawatan Gerontik Edisi ke-
2.Jakarta: EGC,2006
12. Kuntjoro,Zainuddin ,Sri.
2002.GangguanPsikologis dan Perilaku
pada Demensia.(e- psikologi.com
diakses pada 4 Februari 2008).
13. Potter & Perry.Buku Ajar
Fundamental Keperawatan : Konsep,
Proses, & Praktik. Edisi ke-4.Jakarta :
EGC, 2005.

Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, Volume 1, No.1 Maret 2010 • 36

You might also like