You are on page 1of 20

KARYA 

TULIS ILMIAH
(KTI)
MANFAAT NGEREH BAGI UMAT HINDU DI BALI
OLEH:
NI KADEK NOVI SURYANI
9892

 
1

SMA NEGERI 3 DENPASAR


TAHUN AJARAN 2016/2017

LEMBAR HALAMAN JUDUL


1

1
Judul karya tulis

MANFAAT DARI PROSESI NGEREH

Karya ini Diajukan kepada SMA Negeri 3 Denpasar untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Nomor Peserta Ujian Berbasis Komputer (UNBK)

Disusun oleh:
Ni Kadek Novi Suryani
27/9892
SMA Negeri 3 Denpasar

LEMBAR PERSETUJUAN

2
Laporan ini telah disetujui dan disahkan pada:
Hari : …………………………………………………….
Tanggal : …………………………………………………….

Guru Pembimbing 1 Kepala Sekolah

(I WAYAN PHALA SUWARA S.Pd.H) (Drs. KETUT


SUYASTRA M.Pd)

ABSTRAK

3
Judul : Manfaat Ngereh Bagi Masyarakat Bali

Nama : Ni Kadek Novi Suryani


Absen : 27

Bali merupakan pulau yang dikenal dengan sebutan pulau dewata dan salah satu
pulau yang merupakan surga wisata yang memiliki daya tarik berwisata baik untuk
wisatawan asing maupun wisatawan lokal, karena daerahnya memiliki keindahan
yang sangat menarik bagi para wisatawan. Keindahan pulau Bali tidak hanya pada
daerahnya saja namun juga keaneka ragaman kesenian serta kebudayaan yang ada di
Bali pun menarik untuk dikenal lebih jauh oleh para wisatawan.
Kebudayaan yang ada di Bali telah membawa pulau ini sebagai Pulau Seribu Pura
ataupun Pulau Surga di mata dunia. Kebudayaan adalah segala hal yang dimiliki oleh
manusia, yang hanya diperolehnya dengan belajar dan menggunakan akalnya.
Kebudayaan memiliki tujuh kerangka yaitu Bahasa, organisasi sosial, sitem
pengetahuan dan ilmu gaib, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata
pencaharian hidup, sistem religi, serta kesenian. Salah satu kesenian Pengerehan.
Jadi dengan pembuatan karya ini bertujuan agar masyarakat Bali bisa lebih
memahami bagaimana prosesi dari ritual pengerehan serta menambah pengetahuan
lebih dalam tentang ritual pengerehan.

ABSTRACT

4
Title: Benefits Of Ngereh For Balinese

Name : Ni Kadek Novi Suryani


Absent : 27

Bali is an island known as the island of the gods and one of the island is a


paradise that has good sightseeing attraction to foreign tourists as well as local
tourists, because its territory has a beauty that is very attractive to tourists. The
beauty of Bali is not only on its territory but also a rich diversity of culture and arts in
Bali else interesting to known further afield by the tourists.
Culture in Bali has brought this island as the island of a
thousand Temples or IslandParadise in the eyes of the world. Culture
is everything that is owned by a man, who just acquired by learning and using his
mind. Culture has seven framework i.e. language, social
organization, system knowledge and occult sciences, systems equipmentand
technology, life systems of livelihood, religious systems, as well as the arts. One of
the Pengerehan art.
So by making this paper aims so that the Balinese people could better understand
how the procession of the pengerehan ritual as well as add more knowledge about the
rituals of pengerehan.

5
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama : Ni Kadek Novi Suryani
No absen : 27
Nis : 9892
Judul Karya Tulis : Manfaat prosesi ngereh bagi
masyarakat Bali

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya tulis ini benar-benar saya


kerjakan sendiri. Karya tulis ini bukan merupakan plagiarisme, pencurian hasil karya
milik orang lain, hasil kerja orang lain untuk kepentingan saya karena hubungan
material maupun non-material, ataupun segala kemungkinan lain yang pada
hakekatnya bukan merupakan karya tulis saya secara orisinil dan otentik.
Bila kemudian hari diduga kuat ada ketidaksesuaian antara fakta dengan
kenyataan ini, saya bersedia di proses oleh sekolah yang dibentuk untuk verifikasi
dengan sanksi terberat berupa pembatalan mengikuti UNBK.
Pernyataan ini saya buat dengan kesadaran sendiri dan tidak atas tekanan
ataupun paksaan dari pihak manapun.

Denpasar, 20 November 2016


Saya yang menyatakan

(Ni Kadek Novi Suryani)

6
Kata Pengantar

7
Daftar Isi

8
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bali merupakan pulau yang dikenal dengan sebutan pulau dewata dan salah satu
pulau yang merupakan surga wisata yang memiliki daya tarik berwisata baik untuk
wisatawan asing maupun wisatawan lokal, karena daerahnya memiliki keindahan
yang sangat menarik bagi para wisatawan. Keindahan pulau Bali tidak hanya pada
daerahnya saja namun juga keaneka ragaman kesenian serta kebudayaan yang ada di
Bali pun menarik untuk dikenal lebih jauh oleh para wisatawan.
Kebudayaan yang ada di Bali telah membawa pulau ini sebagai Pulau Seribu Pura
ataupun Pulau Surga di mata dunia. Kebudayaan adalah segala hal yang dimiliki oleh
manusia, yang hanya diperolehnya dengan belajar dan menggunakan akalnya.
Kebudayaan memiliki tujuh kerangka yaitu Bahasa, organisasi sosial, sitem
pengetahuan dan ilmu gaib, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata
pencaharian hidup, sistem religi, serta kesenian. Salah satu kesenian Pengerehan.
Ngereh merupakan suatu proses ritual mistik yang dilakukan di kuburan pada
tengah malam dan merupakan tahap akhir dari proses sakralisasi petapakan Ida
Bhatara Rangda, Barong Landung dan lain sebagainya. Atau tahapan akhir dari
proses sakralisasi setelah selesai memperbaiki petapakan yang lama atau rusak.
     Ngereh bermakna memohonkan kekuatan atau kesaktian kehadapan Ida Bhatara
agar petapakan menjadi sacral dan memiliki kekuatan gaib sehingga diyakini akan
mampu melindungi masyarakat penyungsungnya serta warga sekitarnya. Ngereh juga
merupakan simbolis kumpulan aksara-aksara suci yang terdapat dalam swalita dan
mudra yang dirangkum menjadi satu, sehingga menjadi Kalimusada dan Kalimusadi
yang biasanya dipakai untuk nyurya sewana. Dari kalimusada dan kalimusadi ini
muncul Dwijaksarayang diakulturasi menjadi Panca Aksara kemudian menjadi Tri
Aksara, Dwi Aksara dan akhirnya menjadi Eka Aksara.
Dilihat dari latar belakang yang ada maka penulis tertarik untuk membuat karya
tulis yang berjudul “Manfaat Ngereh Bagi Masayarakat Bali” yang bertujuan untuk
melestarikan kesenian ngereh di Bali.

9
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa makna dari prosesi ngereh?
2. Ada berapa macam tahapan di dalam prosesi ngereh?
1.3 TUJUAN MASALAH
Adapun tujuan karya tulis ini adalah ini adalah sebagai berikut:
Tujuan dari karya tulis ini adalah untuk menambah wawasan masyarakat Bali tentang
prosesi ngereh. Agar masyarakat Bali lebih mengenal bagaimana jalannya suatu
proses pengerehan tersebut. Karena masyarakat bali belum mengenal pasti apa
manfaat dari prosesi ngereh tersebut.

 1.4  MANFAAT PENELITIAN
 Adapun beberapa manfaat yang dapat diambil dari karya tulis antara lain :
1. Untuk menambah wawasan masyarakat Bali mengenai bagaimana prosesi
ngereh tersebut.
2. Mendapatkan pengetahuan yang praktis yang dijadikan sebagai landasan un
tuk bisa melestarikan tradisi tersebut.
3. Dapat melestarikan kesenian ngereh di Bali.

10
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Ngereh adalah Ngereh merupakan suatu proses ritual


mistik yang dilakukan di kuburan pada tengah malam dan merupakan tahap
akhir dari proses sakralisasi petapakan Ida Bhatara Rangda, Barong Landung
dan lain sebagainya. Atau tahapan akhir dari proses sakralisasi setelah selesai
memperbaiki petapakan yang lama atau rusak
Arti dari Masyarakat Bali adalah Masyarakat Bali mengenal sistem
kasta yang diturunkan dari leluhur mereka. Meski saat ini tidak lagi
diberlakukan secara kaku sebagaimana pada masa lampau, namun dalam
beberapa hal masih dipertahankan. Misalnya dalam tradisi upacara adat dan
perkawinan masih dikenal pembedaan berdasarkan galur keturunan leluhur
yang mengarah pada kasta di masa lalu.
Sistem kasta ini bermula pada abad XIV saat Kerajaan Bali
ditundukkan oleh Majapahit. Pada mulanya kasta ini dibuat dan dimaksudkan
untuk membedakan antara kaum penguasa asal Majapahit dari Jawa yang
diberi kuasa memerintah di Bali dengan masyarakat lokal taklukan. Mereka
dan keluarganya yang berasal dari Majapahit meski berjumlah minoritas,
tetapi memegang penuh semua urusan kehidupan bernegara. Mereka
membentuk sendiri strata sosial kelas atas yang berpuncak pada Dinasti
Kepakisan, yang berasal dari Majapahit.
Mereka menguasai seluruh pulau bali dengan membagi kekuasaan di
antara mereka, para panglima dan keturunannya. Para raja, bangsawan,
pendeta, pembesar Keraton, punggawa militer, abdi Keraton, beserta keluarga
mereka yang berasal dari Jawa (Majapahit) menciptakan 3 kelas teratas untuk
kalangan mereka.
Untuk kalangan Pendeta dan pemuka agama diberikan kedudukan
kasta tertinggi yakni Brahmana.
Untuk Raja, kaum bangsawan, petinggi kerajaan, dan bala tentaranya
diberikan kasta Kesatria.
Untuk para abdi keraton, ahli-ahli pembuat senjata, para cendikiawan,
dsb yang berasal dari Jawa diberikan Kasta Waisya.
Sedangkan untuk masyarakat Bali taklukan yang jumlahnya mayoritas
tidak diberikan kedudukan atau tidak berkasta. Mereka semuanya dimasukkan
dalam kelas paling bawah yang biasa disebut kaum Sudra (Kasta Sudra), atau
di Bali dikenal dengan istilah "Jaba". Hal inipun diberlakukan kepada
keturunan keluarga penguasa Bali kuno pra Majapahit dari Dinasti
Warmadewa yang melebur dalam masyarakat Sudra setelah kehilangan
kekuasaan mereka.
Sistem kasta ini pada awalnya juga dibuat sebagai alur pembagian
profesi yang berhak diturunkan kepada generasi penerusnya dan tidak boleh

11
diambil oleh kasta lainnya. Selain itu juga berlaku dalam upacara keagamaan
sesuai kedudukan kasta mereka, terkait besar upacara dan jumlah sesajen yang
diwajibkan kepada mereka. Dalam praktiknya diberlakukan pula pembatasan
tidak boleh saling mengawini antar kasta secara bebas. Anak laki-laki dari
kalangan berkasta boleh mengawini anak perempuan dari kasta di bawahnya
ataupun anak dari kalangan Sudra. Kepada istri mereka ini diberikan hak naik
Kasta dengan upacara adat pada kasata suaminya. Wanita yang telah naik
kasta karena perkawinan ini kemudian disebut Jero. Seluruh keturunan
mereka berhak menyandang kasta yang sama dengan ayahnya sesuai aturan
Paternalistik.
Aturan tersebut tidak berlaku kepada anak perempuan. Untuk anak
perempuan dari kalangan berkasta, secara adat tidak boleh mengawini laki-
laki dari kalangan kasta di bawahnya apalagi dari kaum Sudra (Jaba). Bila hal
ini terjadi, maka anak perempuan itu harus meninggalkan kastanya dan jatuh
selamanya ke dalam kasta suaminya.
Sistem Kasta ini masih kuat dipertahankan dalam Sistem penamaan
masyarakat Bali. Mereka memberikan awalan nama yang menunjukkan Kasta
keluarga mereka. (wikipedea)

12
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN


Waktu pelaksanaan Ngereh : Rabu, 16 november 2016
Tempat penelitian : Setra Badung

3.2 JENIS PENELITIAN


Jenis penelitian ini syaa gunakan dengan metode obeservasi sosial budaya

3.3 RANCANGAN PENELITIAN
1.  Metode Wawancara
Disini penulis mengumpulkan data primer melalui wawancara langsung dengan
narasumber yaitu dengan I Made Toker. Beliau adalah seorang yang ahli di bidang
spiritual, hasil wawancara tersebut untuk mendapatkan data-data dari prosesi
pengerehan.
2. Metode Observasi / Pengamatan
Metode pengamatan dilakukan dengan melakukan pengamatan secara langsung 
di Setra Badung.
3. Metode Kajian Pustaka
Penulis juga memanfaatkan buku-buku sastra Bali yang memuat tentang prosesi
ngereh.

3.4 POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN


1. Populasi
Populasi adalah keselurahan subjek atau keseluruhan unsur-unsur yang
memiliki karakteristik yang sama. Dalam penelitian ini yang menjadi populasi
adalah masyarakat Bali
2. Sampel
Sampel merupakan bagian dari populasi yang ingin di teliti. Sampel yang
terdapat pada penelitian ini adalah 10 orang warga yang menonton di setra
badung yang menjelaskan tentang manfaat prosesi ngereh.

3.5 METODE PENGUMPULAN DATA


a Observasi
Melalui metode ini, saya langsung mengikuti prosesi ngereh yang ada di Setra
Badung tersebut.

13
b Wawancara
Pengambilan data melalui wawancara atau secara langsung lisan dengan
pemangku yg ada di setra Badung

3.6 ANALISIS DATA


Data yang diperoleh melalui observasi dan wawancara, dikumpulkan
kemudian dianalisis menggunakan metode deskriptif argumentatif. Analisis ini
dilakukan dengan mencari keterkaitan dari data-data tersebut sesuai dengan materi
yang dikaji dan masalah yang dirumuskan.

14
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL PENELITIAN


Pertama masyarakat Bali paham akan manfaat dan tujuan dari prosesi ngereh
seperti peristiwa kesurupan atau pemasupati yang sengaja dibuat untuk membuktikan
bahwa “sesuunan” yang di upacarai sudah memiliki kekuatan gaib untuk keselamatan
masyarakat penyungsungnya. Kedua untuk memsucikan sesuunan yang baru dibuat
karena sesuunan ini masih bersifat nista (noda) yang bisa saja ditimbulkan oleh
sanging (seni ukir) ataupun bahan itu sendiri, jadi sesuunan ini harus diperlukan tiga
tingkatan upakara seperti: prayacitta dan melaspas, ngatep dan pasupati, mesuci dan
ngereh.

4.2 PEMBAHASAN

MAKNA DARI PROSESI NGEREH


Adapun makna dari pengerehan adalah pengijakan pertama pada Ibu
Pertiwi untuk menghidupkan kekuatan magis barong atau rangda yang
dilakukan di setra. Ritual di setra ini berhubungan dengan kekuatan magis dan
alam gaib dan erat hubungannya dengan jiwa Agama Hindu di Bali yang
menganut paham Siwaisme.( http://cakepane.blogspot.com)

TAHAPAN DALAM PROSESI NGEREH

Tahap Prayacitta dan Melaspas. Tujuan dari upacara ini adalah


untuk menghapuskan noda baik yang bersifat sekala maupun niskala yang ada
pada kayu dan benda lain yang digunakan untuk pembuatan Petapakan Betara.
Noda ini dapat saja ditimbulkan oleh sangging (seni ukir) ataupun bahan itu
sendiri. Dengan Upacara Prayascitta diharapkan kayu atau bahan itu menjadi
bersih dan suci serta siap untuk diberikan kekuatan. Upakara tersebut
dihaturkan kehadapan Sang Hyang Surya, Sang Hyang Siwa dan Sang Hyang
Sapujagat.

Tahap Ngatep dan Pasupati dapat dilakukan oleh Pemangku (orang


suci) dan Sangging (seni ukir). Dengan upacara ini terjadilah proses Utpeti
(kelahiran) terhadap Petapakan Betara. Mulai saat itu dapat difungsikan

15
sebagai personifikasi dari roh atau kekuatan gaib yang diharapkan oleh
penyungsungnya (Pemujanya).

Tahap Masuci dan Ngrehin, merupakan tingkat upacara yang terakhir


dengan maksud Petapakan Betara menjadi suci, keramat dan tidak ada yang
ngeletehin (menodai). Tujuan upacara adalah untuk memasukkan kekuatan
gaib dari Tuhan. Dengan demikian diharapkan Petapakan Betara mampu
menjadi pelindung yang aktif. Upacara ini biasanya dilakukan pada dua
tempat yaitu di pura dan di kuburan. Apabila dilakukan di kuburan yang
dianggap tenget (angker), maka diperlukan tiga tengkorak manusia yang
berfungsi sebagai alas duduk bagi yang memundut (mengusung). Begitu pula
bila dilakukan di pura maka tengkorak manusia dapat diganti dengan kelapa
gading muda. Upacara ini biasanya dilakukan pada tengah malam terutama
pada hari-hari keramat seperti hari kajeng kliwon menurut kalender Bali.
Sebagai puncak keberhasilan upacara ini adalah adanya kontak dari alam gaib
yaitu berupa seberkas sinar yang jatuh tepat pada pemundutnya
(pengusungnya). Si pemundut (pengusung) yang kemasukan sinar itu akan
dibuat kesurupan (trance) dan pada saat itu pula si pemundutnya
(pengusungnya) menari-nari. Kejadian lain yang menandakan upacara ini
berhasil adalah apabila Petapakan Betara bergoyang tanpa ada yang
menyentuhnya. (http://cakepane.blogspot.com)

TEMPAT PROSESI NGEREH DILAKSANAKAN


Ngereh di lakukan disetra karena setra atau kuburan merupakan tempat
pemujaan terhadap Dewi Durga Bhirawi (Dewanya kuburan sesuai dengan Lontar
Bhairawi Tatwa), yang merupakan perwujudan dari Dewi Durga. Dalam
mitologinya, Dewa Siwa berubah wujud untuk menemui saktinya Dewi Durga
(berupa rangda), sehingga memunculkan beberapa kekuatan yang menyeramkan
untuk menguasai dunia. Inilah alasannya kenapa setra dipakai sebagai tempat
ngerehang Barong Landung atau Rangda. Karena penuh dengan kekuatan gaib
atau Black Magic, sehingga dalam ngerehang ini jika sudah mencapai puncaknya
maka ia akan hidup, setelah hidup, rangda akan memanggil anak-anak buahnya
berupa leak atau makhluk lainnya. Lokasi ngereh memang di kuburan, yang kalau
dahulu suasana serta keberadaannya betul-betul sepi dan menyeramkan dengan
pepohonan besar-besar yang angker. Semak-semak betul-betul rimbun, tenpa
tembok pembatas. Namun sejalan dengan perkembangan dan kemajuan jaman,
maka kuburan yang semula disebut sama berubah menjadi setra dan kemudian
mengikat lagi statusnya menjadi setra gandamayu. Kalau yang disebut dengan
sema, memang kondisi kuburan itu betul-betul masih terbelakang yakni dengan
ciri-ciri tanpa tembok pembatas/penyengker, semak-semak yang lebat rimbun dan
suasananya kumuh, kuburan masih banyak berisi batu nisan dan gegumuk yang
letaknya tidak beraturan, begitu juga palinggih-palinggih dan tata cara

16
penanganan kematian sudah professional, seperti dapat dilihat di setra
Gandamayu Dalem Kerobokan Desa Adat Kerobokan Kabupaten Badung. Kalau
ritual atau prosesi ngereh dilaksanakan disana, maka tentunya saja kalau dilihat
secara sepintas, maka suasananya tidak akan seram atau berbau magis, karena
memang suasana kesehariannya bagaikan taman kota. Tembok panyengker yang
indah, tata tetamanan yang asri, rerumputan menghijau rapi, pohon-pohon besar
ditanam teratur, patung-patung artistik dan lampu penerangan yang bercahaya
terang.( http://cakepane.blogspot.com
SIAPA YANG BISA MELALKUKAN PROSESI NGEREH
Sebenarnya siapa saja bisa melakukan prosesi ngereh karena didalam
tubuh manusia terdapat tujuh cakra yang harus dihidupkan menjadi kundalini
yang menjadi rah atau ngereh. Dengan kata lain kita harus menyatukan ongkara
ngadeg dan ongkara sungsang dalam tubuh. Ini berfungsi untuk mengaktifkan
kekuatan diri sendiri untuk mencapai kesadaran diri dan dapat menyatu dengan
sifat-sifat beliau ( ketuhanan ). Dengan sifat-sifat ketuhanan yang lebih mantap
akan memudahkan kita berbuat baik dalam menjalani hidup. Di masyarakat
dikenal dengan membangkitkan aura (taksu) yang berdasarkan kekuatan batin.
Jadi tidak selalu ngerehang itu bersifat menyeramkan.

17
BAB V
PENUTUP

5.1 SIMPULAN
Jadi masyarakat Bali paham akan manfaat dan tujuan dari prosesi ngereh seperti
peristiwa kesurupan atau pemasupati yang sengaja dibuat untuk membuktikan bahwa
“sesuunan” yang di upacarai sudah memiliki kekuatan gaib untuk keselamatan
masyarakat penyungsungnya. Kedua untuk memsucikan sesuunan yang baru dibuat
karena sesuunan ini masih bersifat nista (noda) yang bisa saja ditimbulkan oleh
sanging (seni ukir) ataupun bahan itu sendiri, jadi sesuunan ini harus diperlukan tiga
tingkatan upakara seperti: prayacitta dan melaspas, ngatep dan pasupati, mesuci dan
ngereh.

5.2 SARAN
Karya tulis ini saya sadari masih banyak kekurangan jadi, untuk kedepannya
saya harapkan agar pengembangan-pengembangan selanjutnya bisa lebih lengkap
dari karya tulis ini.

18
19
20

You might also like