Professional Documents
Culture Documents
Hukum Acara Perdata Kelompok 8
Hukum Acara Perdata Kelompok 8
EKSEKUSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas matakuliah hukum acara perdata
DISUSUN OLEH
Melvin Nur Oktaviani Gulo 202119031
Yenni Saputri Halawa 202119046
Andriaman Laoli 202119001
Trisman Gulo 202119044
Dermawan Natal Krisman Hulu 202119011
UNIVERSITAS NIAS
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PRODI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
SEPTEMBER 2022
KATA PENGANTAR
Puji Syukur Kami panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, dimana Berkat dan
AnugerahNya kepada kami kelompok VIII telah menyelesaikan tugas makalah atau tugas
kelompok kami yang berjudul “ EKSEKUSI”. Materi ini kami ringkas dengan sederhana
sesuai dengan kemampuan yang kami miliki dan tugas ini kami buat untuk memenuhi tugas
matakuliah Hukum Acara Perdata.
Dalam pembuatan makalah ini ada banyak kesalahan dan kekurangan dan untuk itu
saran dan kritikan yang bersifat membangun dari teman teman semua akan sangat kami
harapkan demi kesempurnaan isi makalah kami ini, dan secara khusus kami berterimakasih
kepada Bapak Hendrikus Otniel Nasozaro Harefa, S.H.,M.H. Selaku Dosen pengampu
matakuliah hukum acara perdata yang telah mempercayakan kami dalam pembuatan
makalah ini sehingga kami dapat menyelesaikannya dengan tepat waktu.
Kelompok VIII
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................. 1
A. Latar bekang........................................................................ 1
B. Tujuan ................................................................................ 6
BAB II PEMBAHASAN ............................................................. 7
A. Pengertian Eksekusi............................................................ 7
B. Asas Eksekusi..................................................................... 8
C. Macam-macam eksekusi..................................................... 9
D. Eksekusi Putusan Pengadilan ............................................. 13
E. Asas-asas Putusan Pengadilan Yang Dapat Dieksekusi..... 13
F. Problematika eksekusi putusan pengadilan.................................... 17
BAB III PENUTUP....................................................................... 23
A. Kesimpulan ........................................................................ 23
B. Saran .................................................................................. 24
Daftar Pustaka............................................................................... 25
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pada dasarnya manusia adalah mahkluk sosial yang diciptakan oleh Tuhan Yang
Maha Esa untuk hidup bermasyarakat. Akan tetapi dalam kehidupan sehari-hari seringkali
terjadi gesekan-gesekan yang timbul diantara mereka, maka dari itu perlu adanya suatu
hukum yang mengatur masyarakat untuk memberikan rasa nyaman dan tentram serta
menciptakan keadilan di antara mereka dalam kehidupan bermasyarakat .
Gesekan-gesekan yang timbul dalam masyarakat ini dikarenakan setiap individu
mempunyai kepentingan yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Kepentingan
individu tersebut kadang bertentangan yang mana bisa mengakibatkan sengketa. Untuk
menghindari sengketa maka perlu adanya hukum yang kuat dimana hukum tersebut
mengatur setiap masyarakat dalam melakukan tindakannya dan memaksa mentaatinya
sehingga tidak merugikan kepentingan yang lain, dan apabila terjadi pelanggaran terhadap
hukum maka hukum menjadi sebuah alat yang digunakan untuk memberikan keadilan bagi
yang dirugikan dan memberikan sanksi bagi siapa yang melakukan pelanggaran.
Negara indonesia merupakan Negara hukum, dimana hukum memegang peranan
penting dalam kehidupan masyarakatnya. Hukum merupakan mekanisme mengintegrasikan
kekuatan-kekuatan yang ada dalam masyarakat. Pengadilan merupakan lembaga utama
yang mendukung mekanisme tersebut.
Pengaturan hukum acara perdata mengatur bagaimana cara pihak yang dirugikan
mengajukan perkara ke pengadilan, bagaimana cara pihak yang digugat mempertahankan
diri, bagaimana pengadilan memeriksan dan memutus perkara sehingga dapat diselesaikan
secara adil, dan bagaimana cara melaksanakan putusan pengadilan. Dengan demikian hak
dan kewajiban sebagaimana diatur dalam hukum perdata dan dipenuhi sebagaimana
mestinya.
Dalam hukum acara perdata, orang yang merasa bahwa haknya dilanggar disebut
penggugat, sedang bagi pihak yang ditarik kemuka pengadilan karena dianggap melanggar
hak seseorang atau beberapa orang itu disebut tergugat.
Setiap penggugat dalam perkara senantiasa mengharapkan gugatannya dikabulkan
oleh majelis hakim dan putusannya dapat direalisasikan. Sebab ada kemungkinan pihak
tergugat mempunyai niat yang niat yang tidak baik jadi selama persidangan berlangsung
pihak tergugat mengalihkan harta kekayaan pada orang lain, sehingga apabila gugatan
dimenangkan oleh pengguat maka putusan hakim tidak memiliki kekuatan karena tergugat
sudah tidak memiliki hak atas kekayaannya dan gugatanya bersifat hampa (illusoir).
Hal ini dapat diartikan bahwa suatu putusan tidak ada artinya apabila tidak
dapat dilaksanakan. Oleh karena itu putusan hakim mempunyai kekuatan eksekutorial
yaitu berkekuatan untuk dilaksanakan sesuai dengan apa yang ditetapkan dalam putusan
itu secara paksa oleh alat-alat negara.
Suatu putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap dan di dalam bunyi isi
putusan tersebut memerintahkan panitera atau juru sita untuk melaksanakan eksekusi
terhadap benda milik pihak yang dikalahkan merupakan alasan bagi pihak ketiga
mengajukan gugatan perlawanan apabila benda yang dijadikan obyek sita eksekutorial tadi
oleh orang lain (pihak ketiga) sebagai barang miliknya dan bukan milik pihak yang
dikalahkan dalam perkara semula. Pihak ketiga tersebut mempunyai hak untuk melakukan
perlawanan apabila dinilai pelaksanaan isi putusan hakim yang memerintahkan eksekusi
terhadap obyek sita eksekutorial telah merugikan hak dan kepentingannya.
Dalam hal ini pihak ketiga tadi disebut Pelawan atau Pembantah, sedangkan
penggugat dalam perkara semula dalam perlawanan, disebut terlawan penyita dan tergugat
dalam perkara semula, dalam perlawanan disebut pihak terlawan tersita. Maksud
perlawanan oleh pihak ketiga ini adalah untuk mempertahankan obyek eksekusi supaya
tidak pindah ke tangan penggugat semula yang berdasarkan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap telah dimenangkan dan dikabulkan permohonan
eksekusinya dan obyek eksekusi tersebut telah dalam kekuasaan pelawan.
Di dalam masyarakat, manusia selalu berhubungan satu sama lain. Kehidupan
bersama itu menyebabkan adanya interaksi satu sama lain. Bukan tidak mungkin
interaksi tersebut dapat juga menimbulkan pertentangan atau konflik dalam masyarakat itu
sendiri. Konflik itu terjadi apabila dalam melaksanakan atau mengejar kepentingannya,
seseorang dirugikan oleh orang lain.
Gangguan kepentingan atau konflik antar anggota masyarakat haruslah dicegah atau
tidak dibiarkan berlangsung terus karena akan mengganggu keseimbangan tatanan
masyarakat. Manusia akan selalu berusaha agar tatanan masyarakat dalam keadaan
seimbang, karena keadaan tatanan masyarakat yang seimbang menciptakan suasana tertib,
damai dan aman, yang merupakan jaminan kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu,
masyarakat selalu berusaha agar keseimbangan tatanan masyarakat yang terganggu dapat
dipulihkan ke keadaan yang harmonis. (restitutio in integrum).
Untuk mempertahankan ketertiban dalam masyarakat maka diperlukan suatu
perangkat peraturan yang dapat menjadi acuan berperilaku dalam bermasyarakat yaitu
hukum. Hukum yang dimaksud meliputi keseluruhan aturan normatif yang mengatur dan
menjadi pedoman perilaku dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara dengan didukung
oleh sistem sanksi tertentu terhadap setiap penyimpangan terhadapnya. Bentuk-bentuk
aturan normatif seperti itu bisa merupakan kebiasaan yang hidup dan berkembang dalam
pergaulan hidup bermasyarakat dan bernegara ataupun peraturan yang sengaja dibuat
menurut prosedur-prosedur yang ditentukan dalam sistem organisasi kekuasaan dalam
masyarakat yang bersangkutan. Makin maju dan komplek kehidupan suatu masyarakat,
makin berkembang pula tuntutan keteraturan dalam pola-pola perilaku dalam kehidupan
masyarakat.
Sehubungan dengan adanya tuntutan keteraturan dalam masyarakat maka apabila
timbul sengketa, biasanya orang yang merasa dirugikan membutuhkan penyelesaian baik
sendiri atau melalui pengadilan dengan mengajukan gugatan ke pengadilan. Keberadaan
pengadilan perdata bertujuan untuk menyelesaikan sengketa yang timbul di antara anggota
masyarakat. Sengketa yang terjadi, beraneka ragam. Ada yang berkenaan dengan
pengingkaran atau pemecahan perjanjian (breach of contract), perbuatan melawan hukum
(onrechtmatige daad), sengketa hak milik (property right), perceraian, pailit,
penyalahgunaan wewenang.
oleh penguasa yang merugikan pihak tertentu, dan sebagainya. Sengketa tersebut
harus diajukan kepada pengadilan. Suatu sengketa yang telah diputus oleh pengadilan,
belumlah sempurna apabila belum dilaksanakan. Karena sebenarnya tujuan para pihak
mengajukan suatu gugatan ke pengadilan adalah agar perkara itu dapat ditentukan
hukumnya melalui putusan pengadilan, yang kemudian putusan itu dapat dilaksanakan.
Suatu putusan pengadilan tidak ada artinya apabila tidak dapat dilaksanakan.
Eksekusi berasal dari kata executie artinya melaksanakan putusan hakim (ten
uitvoerlegging van vonnissen.Eksekusi di bidang perdata adalah melaksanakan secara paksa
putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dengan bantuan kekuatan umum.
Dalam pengertian yang lain, eksekusi di bidang perdata berarti melaksanakan putusan dalam
perkara perdata secara paksa sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
karena pihak tereksekusi tidak bersedia melaksanakan secara sukarela. Dalam pengertian
tersebut, pada prinsipnya eksekusi merupakan realisasi kewajiban pihak tergugat untuk
memenuhi prestasi yang tercantum di dalam putusan hakim. Eksekusi terhadap putusan
hakim yang sudah berkekuatan hukum tetap (BHT) merupakan proses terakhir dari proses
perkara perdata maupun pidana di pengadilan.
Eksekusi, terutama dalam perkara perdata merupakan proses yang cukup melelahkan
pihak-pihak berperkara karena akan menyita waktu, energi, biaya, tenaga juga pikiran.
Dalam praktiknya pelaksanaan eksekusi seringkali menemui banyak kendala. Hal itu
terutama disebabkan oleh pihak yang kalah yang umumnya sulit menerima keputusan
pengadilan dan cenderung menolak putusan pengadilan.
Seperti yang telah disebutkan maka suatu putusan baru dapat dimintakan eksekusi
apabila putusan tersebut telah berkekuatan hukum tetap dan pihak yang kalah tidak mau
untuk melaksanakan amar putusan secara sukarela. Amar putusan yang dapat dimintakan
eksekusi adalah hanya putusan yang amarnya menghukum (condemnatoir), sementara amar
putusan declaratoir dan konstitutif tidak dapat dimintakan eksekusi. Putusan yang telah
berkekuatan hukum tetap dapat langsung dijalankan. Akan tetapi, dalam beberapa kasus
adakalanya terjadi kendala yang menyebabkan putusan tersebut tidak dapat dieksekusi.
Salah satu kendala yang menyebabkan suatu eksekusi tidak dapat dilaksanakan adalah
penundaan eksekusi.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa Pengertian Eksekusi?
2. Apa Asas Eksekusi?
3. Apa Macam-macam eksekusi?
4. Bagaimana Eksekusi Putusan Pengadilan?
5. Bagaimana Asas-asas Putusan Pengadilan Yang Dapat Dieksekusi
6. Apa Problematika eksekusi putusan pengadilan
C.TUJUAN
1. Mengetahui Apa Pengertian Eksekusi
2. Mengetahui Apa Asas Eksekusi
3. Mengetahui Apa Macam-macam eksekusi
4. Mengetahui Bagaimana Eksekusi Putusan Pengadilan
5. Mengetahui Bagaimana Asas-asas Putusan Pengadilan Yang Dapat
Dieksekusi
1. Apa Problematika eksekusi putusan pengadilan
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN EKSEKUSI
Secara sederhana, eksekusi adalah menjalankan putusan pengadilan yang telah
berkekuatan hukum tetap. Sebagaimana pendapat Sudikno Mertokusumo yang dikutip oleh
Drs H. Abdul Manan, SH,S.IP, M.Hum dalam bukunya berjudul Penerapan Hukum Acara
Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, Yayasan Al Hikmah, Jakarta, Cetakan ke II, 2001,
halaman 213 memberikan definisi bahwa eksekusi pada hakekatnya tidak lain adalah
realisasi dari pada kewajiban pihak yang kalah untuk memenuhi prestasi yang tercantum
dalam putusan pengadilan tersebut (Amran Suaidi : 171).
Yahya Harahap menjelaskan bahwa eksekusi merupakan tindakan hukum yang
dilakukan oleh pengadilan kepada pihak yang kalah dalam suatu perkara merupakan aturan
tata cara lanjutan dari proses pemeriksaan yang berkesinambungan dari keseluruhan proses
hukum acara perdata (Yahya Harahap : 130).
Lain lagi rumusan eksekusi yang disampaikan oleh R. Soepomo, yang menyatakan
bahwa eksekusi adalah hukum yang mengatur cara dan syarat-syarat yang dipakai oleh alat
negara guna membantu pihak yang berkepentingan untuk menjalankan putusan Hakim,
apabila pihak yang kalah tidak bersedia memenuhi bunyi putusan dalam waktu yang
ditentukan (Soepomo :119).
Menurut R. Subakti “Eksekusi adalah upaya dari pihak yang dimenangkan dalam
putusan guna mendapatkan yang menjadi haknya dengan bantuan kekuatan umum (polisi,
militer) guna memaksa pihak yang dikalahkan untuk melaksanakan bunyi putusan.
Dari berbagai definisi dari ketiga pakar dan pakar-pakar hukum acara perdata yang
lain dapat disimpulkan bahwa eksekusi adalah tindakan pengadilan kepada pihak yang kalah
atas permohonan pihak yang menang dalam berperkara agar menjalankan putusan Hakim
yang telah berkekuatan hukum tetap menurut tata cara yang telah ditentukan oleh hukum
acara perdata.
Selanjutnya dalam Pasal 196 HIR/Pasal 208 RBG dikatakan: “ Jika pihak yang
dikatakan tidak mau atau lalai untuk memenuhi amar Putusan Pengadilan dengan damai
maka pihak yang menang dalam perkara mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan
Negeri untuk menjalankan Putusan Pengadilan itu”. Kemudian Ketua Pengadilan Negeri
memanggil pihak yang kalah dalam hukum serta melakukan teguran (aanmaning) agar
pihak yang kalah dalam perkara memenuhi amar putusan pengadilan dalam waktu paling
lama 8 (delapan) hari.
Dalam pengertian lain, eksekusi adalah hal menjalankan putusan pengadilan yang
sudah berkekuatan tetap. Putusan pengadilan yang dieksekusi adalah putusan yang
mengandung perintah kepada salah satu pihak untuk membayar sejumlah uang atau juga
pelaksaanan putusan hakim yang memerintahkan pengosongan benda tetap, sedangkan
pihak yang kalah tidak mau melakasanakan putusan itu secara sukarela sehingga
memerlukan upaya paksa dari pengadilan untuk melaksanakannya.
Dengan demikian, pengertian eksekusi adalah tindakan paksa yang dilakukan
Pengadilan Negeri terhadap pihak yang kalah dalam perkara supaya pihak yang kalah dalam
perkara menjalankan Amar Putusan Pengadilan sebagaimana mestinya .Lama putusan
hakim, melalui perantara panitera/jurusita /jurusita pengganti tingkat pertama dengan cara
paksa karena tidak dilaksanakan secara sukarela dan pelaksanan putusan hakim merupakan
proses terakhir dari proses penyelesaian perkara perdata dan pidana sekaligus prestise dari
lembaga pengadilan itu sendiri.
Eksekusi terhadap benda yang menjadi obyek jaminan fidusia diatur dalam
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Pada eksekusi tersbut
mempunyai kekuatan eksekutorial yang dalam artinya, langsung dapat dilaksanakan tanpa
melaui pengadilan dan bersifat final serta mengikat para pihak untuk melaksanakan putusan
tersbut.
B. ASAS EKSEKUSI
Untuk menjalanan suatu eksekusi maka perlu memperhatikan berbagai asas, yaitu:
1) Putusan hakim yang akan dieksekusi haruslah telah berkekuatan hukum yang teta
(in kracht van gewjisde).
Maksudnya, pada putusan hakim itu telah terwujud hubungan hukum yang
pasti antara para pihak yang harus ditaati/dipenuhi oleh tergugat dan sudah tidak ada
lagi upaya hukm (Rachtsmiddel),yakni :
Putusan pengadilan tingkat pertama yang tidak diajukan banding
utusan Makamah Agung (kasasi/PK)
Putusan verstek yang tidak diajukan ke verzet.
Dimana pada putusan yang bersifat menghukum adalah terwujud dari adanya
perkara yang bentuk yurisdictio contentioso ( bukan yuridictio voluntaria ) , dengan
bercirikan, bahwa perkara bersifat sengketa (bersifat partai) dimana ada pengugat
dan ada tergugat, proses pemeriksaanya secara berlawanan antara penggugat dan
tergugat (contradictio) .
Misalnya amar putusan yang berbunyi :
Menghukum atau memerintahakan “menyerahkan”sesuatu barang
Menghukum atau memerintahakan “melakukan“ pembayaran
sejumlah uang
3) Putusan hakim itu tidak dilaksanakan secara sukarela
Bahwa tergugat sebagai pihak yang kalah dalam perkara secara nyata tidak
bersedia melakukan amar putusan dengan sukarela. Sebaliknya apabia tergugat
bersedia melaksanakan amar putusan secara secara sukarela, maka dengan
sendirinya tindkan eksekusi sudah tidak diperlukan lagi.
4) Kewenangan eksekusi hanya ada pada pengadilan tingkat pertama (Pasal 195Ayat
(1) HIR/Pasal 206 Ayat (1) HIR R.Bg)
Apa yang dibunyikan oleh amar putusan, itulah yang akan dieksekusi. Jadi
tidak boleh menyimpang dari amar putusan. Oleh karena itu keberhasilan eksekusi
diantaranya ditentukan pula oleh kejelasan dari amar putusan itu sendiri yang
didasari pertimbangan hukum sebagai argumentasi hakim.
1. Eksekusi Riil
Eksekusi yang menghukum kepada pihak yang kalah dalam perkara untuk
melakukan suatu perbuatan tertentu, misalnya menyerahkan barang, mengosongkan
tanah atau bangunan, membongkar, menghentikan suatu perbuatan tertentu dan lain
– lain sejenis itu. Eksekusi ini dapat dilakukan secara langsung (dengan perbuatan
nyata) sesuai dengan amar putusan tanpa melalui proses perlelangan.
1. Eksekusi Riil
Akan tetapi apabila ketidak hadiranya itu tidak adanya alasan yang sah (tidak
dapat dipertanggungjawabkan), maka termohon eksekusi harus menerima akibatnya,
yaitu hilangnya hak untuk dipanggil kembali dan hak untuk aanmaning serta ketua
pengadilan terhitung sejak termohon eksekusi tidak memenuhi panggilan tersebut,
dapat langsung mengeluarkan surat penetapan (beschikking) tentang perintah
menjalakan eksekusi;
a. Setelah tenggang waktu 8 (delapan) hari ternyata termohon eksekusi masih tetap
tidak bersedia melaksanakan isi putusan tersebutan secara sukarela, maka
ketua pengadilan penetapan dengan mengabulkan permohonan eksekusi
dengan disertai surat perintah eksekusi, dengan ketentuan :
1. Berbentuk tertulis berupa penetapan (beschikking);
2. Ditunjuk kepada panitera/jurusita/jurusita pengganti;
3. Berisi perintah agar menjalankan eksekusi sesuai dengan amar putusan
b. Setelah menerima perintah menjalankan eksekusi dari ketua pengadilan maka
panitera/jurussita panitera menentukan waktu serta memberitahukan tentang
eksekusi kepada pemohon eksekusi kepala desa/lurah/keacamatan/kepolisian
setempat.
c. Proses selanjutnya, pada waktu yang telah ditentukan, panitera/jurusita pengganti
langsung ke lapangan guna melaksanakan eksekusi dengan ketentuan;
Eksekusi dijalankan oleh panitera/jurusita pengganti (Pasal 209 ayat (1)
R.Bg)
Eksekusi dibantu 2 (dua) orang saksi ( Pasal 200 R.Bg)
Warga Negara Indonesia
Berumur minimal 21 tahun
Dapat dipercaya
Eksekusi dijalankan ditempat umum dimana barang (objek) tersebut berada;
Membuat berita acara eksekusi, dengan ketentuan memuat :
Waktu (hari,tanggal,bulan , tahun , dan jam) pelaksanaan;
Jenis, letak,ukuran dari barang yang dieksekusi;
Tentang kehadiran termohon dieksekusi
Tentang pengawas barang (obyek) yang dieksekusi;
Penjelasan tentang Niet Bevinding (barang/obyek yang tidak
diketentukan/tidak sesuai dengan amar putusan);
Penjelasan tentang dapat/tidaknya eksekusi dijelaskan;
Keterangan tentang penyerahan barang (obyek) kepada pemohon
eksekusi;
Tanda tangan panietra/jurusita pengganti (ekusekutor), 2 orang saksi yang
membantu menjalankan eksekusi, kepala desa/lirah/camat dan termohon
eksekusi itu sendiri;Untuk tanda tangan kepala desa dan termoho eksekusi
tidaklah merupakan keharusan. Artiya tidaklah mengakibatkan tidak sahnta
eksekusi, akan tetapi akan lebih baik jika mereka turut tanda tangan guna
menghindari hal-hal yang tidak diingini.
Memberitahukan isi berita acara eksekusi kepada termohon eksekusi
(Pasal209 R.Bg), yang dilakukan ditempat dimana eksekusi dijalankan (jika termohon
eksekusi hadir pada saat eksekusi dijalankan), atau ditemopatkan kediamannya (jika
termohon eksekusi tidak hadir pada saat eksekusi dijalankan).