Professional Documents
Culture Documents
Penegakan Hukum Dan Mekanisme Penyelesaian Terhadap Pelanggaran Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Di Indonesia
Penegakan Hukum Dan Mekanisme Penyelesaian Terhadap Pelanggaran Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Di Indonesia
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Konsentrasi Hukum Perdata
Kapita Selekta Hukum Bisnis
Disusun oleh
Kadek Evinka Yuristin
(7773210021)
2022
ii
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Tuhan Yang Maha Esa, kiranya pantaslah penulis
memanjatkan puji syukur atas segala nikmat yang telah diberikan, baik kesempatan maupun
kesehatan, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Penegakan Hukum
Namun, penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih ada hal-hal yang belum
sempurna dan luput dari perhatian penulis. Baik itu dari bahasa yang digunakan maupun dari
teknik penyajiannya. Oleh karena itu, dengan segala kekurangan dan kerendahan hati, penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran para pembaca sekalian demi perbaikan makalah ini
kedepannya.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
BAB IV PENUTUP
A. Simpulan ……………………………………………..…………………… 21
B. Saran ……………………………………………………………………… 22
BAB I
PENDAHULUAN
Era globalisasi saat ini membuat para pelaku pasar semakin bersaing untuk
maksimal, pelaku usaha terkadang bahkan sering melakukan tindakan yang kurang
bahkan tidak jujur yang dapat menghambat pelaku usaha lain dalam melaksanakan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU LPM & PUTS) telah
dijelaskan bahwa perjanjian bukan hanya dalam bentuk tulisan akan tetapi juga
peningkatan harga.
dan persaingan yang sehat. Selain itu, Undang-Undang tersebut dengan tegas mengatur
Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), serta penegakkan hukum persaingan usaha. KPPU
KPPU dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1999 tentang KPPU
sebagai pelaksana dari ketentuan pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
biaknya monopoli dan oligopoli, perlu menjadi bahan perbandingan bagi Indonesia.
Amerika Serikat misalnya, telah mengeluarkan The Sherman Antitrust Act, 1980, The
2
Clayton Antitrust Act, 1914, Robinson Patman Act, 1936, Celler-Kefauver Act, 1950 dan
The Federal Trade Commission Act, 1914. Di Jerman telah ada Undang-Undang tentang
Unfair Competition sejak tahun 1909. Di Philipina, ada satu Chapter khusus tentang
Frauds in Commerce and Trade pada Penal Code-nya yang direvisi pada tahun 1930
Menurut Kelik Pramudy sebagaimana dikutip dari Arie Siswanto (2002), bahwa
secara etimologi, kata “monopoli” berasal dari kata Yunani “monos” yang berarti sendiri
dan “polein” yang berarti penjual. Dari akar kata tersebut secara sederhana orang lantas
memberi pengertian monopoli sebagai suatu kondisi dimana hanya ada satu penjual yang
suatu bentuk penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau penggunaan
jasa tertentu oleh satu pelaku atau satu kelompok pelaku usaha. Yang dimaksud dengan
pelaku usaha adalah setiap orang- perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk
badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan
kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun
bidang ekonomi.
produksi dan pemasaran oleh satu kelompok pelaku usaha tertentu. Sedangkan praktek
monopoli menekankan pada pemusatan kekuasaan sehingga terjadi kondisi pasar yang
monopoli, tetapi istilah ini pada umumnya menggambarkan suatu usahamencapai atau
memperkuat posisi dominan di pasar. Dalam hak praktek monopoli, yang berarti
1
Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Anti Monopoli, (Jakarta: Rajawali Pers, 1999), hlm.17.
2
Arie Siswanto, 2004. Hukum Persaingan Usaha , Ghaila Indonesia, Bogor,
3
menekankan pada proses monopoli dapat melihat beberapa hal sebagai berikut, yakni
penentuan mengenai pasar bersangkutan, penilaian terhadap keadaan pasar dan adanya
dua cara yaitu, pertama, monopoli alamiah (natural monopoly) yang terjadi akibat
kemampuan seseorang atau sekelompok pelaku usaha yang mempunyai satu kelebihan
tertentu sehingga membuat pelaku usaha lain kalah bersaing. Satu pelaku usaha pada
pasar sepatu yang mempunyai kualitas yang sangat baik dapat menekan biaya produksi,
pemasaran yang prima tentu akan diminati oleh komsumen, sehingga secara “alamiah”
akan menguasai pasar sepatu. Jika sesuatu kelebihan yang dimiliki pelaku usaha tersebut
didaftarkan dalam hak paten, maka penemuan atau kelebihan yang dimilikinya adalah
monopoli yang berasal dari pemberian negara seperti yang termaktub dalam Pasal 33
selalu terdapat isu kondisi struktural ekonomi, isu perilaku mendukung persaingan atau
tidak mendukung persaingan dari para pelaku usaha nasional serta isu kebijakan
persaingan usaha nasional. Dalam isu pertama, perspektif ekonomi sangatlah menonjol,
untuk isu kedua, perspektif ekonomi terkait dengan masalah motif ekonomi dari perilaku
tersebut dan sudut pandang hukum akan membahas ada atau tidaknya aturan dari perilaku
tersebut, sedangkan isu ketiga, sangat menonjol perspektif hukumnya. Oleh karenanya,
3
Mustafa Kamal Rokan, Hukum Persaingan Usaha Teori Praktiknya di Indonesia, 2012, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada), hlm. 8-10
4
Ibid, hlm. 11
4
dalam pembahasan isu persaingan usaha pastinya akan terdapat perspektif ekonomi dan
perspektif hukumnya.5
Salah satu bentuk persaingan usaha tidak sehat yaitu perjanjian tertutup dan
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat telah dijelaskan bahwa perjanjian bukan hanya dalam
bentuk tulisan akan tetapi juga perbuatan-perbuatan yang membuat hilangnya persaingan,
dapat dilihat adanya praktik monopoli maupun perjanjian yang dilarang. Kasus yang
terjadi merupakan masalah antara PT. Tirta Investama dan PT. Balina Agung Perkasa.
Bahwa PT TIV dan PT BAP secara bersama-sama pernah menyampaikan himbauan lisan
kepada para pedagang Star Outlet (SO) mulai dari akhir tahun 2015 sampai dengan
pertengahan tahun 2016, PT TIV melalui KAE dan PT BAP melalui bagian penjualan.
Dengan bukti dokumen mengenai “Form Sosialisasi Pelanggan Star Outlet” yang
memerintahkan bahwa penjual yang menjadi Star Outlet dari produk PT TIV bersedia
untuk tidak menjual produk air minum dalam kemasan (AMDK) dengan merek Le
Minerale, dan bersedia menerima konsekuensi sanksi dari PT TIV berupa penurunan ke
B. Identifikasi Masalah
sebagai berikut:
3. Bagaimana analisis terhadap praktek perjanjian tertutup dalam persaingan usaha tidak
C. Tujuan Penelitian
3. Mengetahui tinjauan yuridis praktek perjanjian tertutup dalam persaingan usaha tidak
BAB II
PEMBAHASAN
tidak sehat didasarkan pada Pasal 1365 KUHPerdata mengenai perbuatan melawan
hukum (onrechtmatigdaad) dan Pasal 382 bis KUHPidana”.7 Menurut KUH Perdata,
“Tiap-tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain,
mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu mengganti kerugian
hasil perdagangan atau perusahaan milik sendiri atau orang lain, melakukan perbuatan
curang untuk menyesatkan khalayak umum atau seseorang tertentu, diancam karena
persaingan curang dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau
pidana denda paling banyak tiga belas ribu lima ratus rupiah, bila perbuatan itu dapat
menimbulkan kerugian bagi konkuren-konkuren orang lain”. (Pasal 382 bis KUHPidana).
Dari rumusan Pasal 382 bis KUHPidana ini terlihat bahwa seseorang dapat dikenakan
sanksi pidana atas tindakan “persaingan curang” dan harus memenuhi beberapa kriteria
sebagai berikut:
7
Lintang Asmara, 2011, hal 1, file://E/BAB 10, Anti Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat. 10.
7
5. Akibat dari perbuatan persaingan curang tersebut telah menimbulkan kerugian bagi
Dalam hal ini pemerintah berupaya untuk mencegah adanya praktek monopoli dan
1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Menurut
Pasal 1 UU LPM & PUTS definisi monopoli adalah penguasaan atas produksi dan atau
pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu
kelompok pelaku usaha. Sedangkan yang dimaksud dengan praktek monopoli adalah
pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan
dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga
menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.9
Beberapa hal yang diatur di dalam UU 5/1999 atau juga disebut sebagai UU
mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan
dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai
8
Ibid, hlm.15
9
8
kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu.
Pesatnya perkembangan dunia usaha tanpa adanya suatu aturan yang tegas, dapat
mengakibatkan timbulnya persaingan usaha tidak sehat bahkan juga dapat menimbulkan
praktik monopoli oleh pelaku dalam dunia usaha tersebut. Persaingan usaha tidak sehat
dapat dipahami sebagai kondisi persaingan di antara pelaku usaha yang berjalan secara
unfair atau curang. Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat memberikan tiga indikator untuk
usaha (baik dalam melakukan perjanjian, kegiatan, dan posisi dominan) tidak secara
otomatis dilarang. Akan tetapi pelanggaran terhadap pasal yang mengandung aturan rule
oleh suatu majelis yang menangani kasus ini yang dibentuk oleh KPPU (Komisi
Pengawas Persaingan Usaha), kelompok pasal ini dapat dengan mudah dilihat dari teks
terjadinya praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat. Sedangkan yang
pelaku usaha yang secara tegas dan mutlak dilarang, sehingga tidak tersedia ruang untuk
oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan/atau
pemasaran barang dan atau jasa tertentu sehingga dapat menimbulkan persaingan usaha
tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Berdasarkan definisi monopoli
tersebut di atas dapat kita ambil unsur-unsur dari praktek monopoli yaitu:
1. Terjadinya pemusatan kekuatan ekonomi pada satu atau lebih pelaku usaha.
2. Terdapat penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan ataua jasa
tertentu.
sangat sentral. Dalam Pasal 30 UULPM & PUTS ditentukan bahwa Komisi dibentuk
independen yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan serta pihak lain. Independensi itu
ditegaskan kembali dalam Keppres No. 75 Tahun 1999 yang menyebutkan kewajiban
11
Andi Fahmi, dkk, 2009, Hukum Persaingan Usaha Antara Teks & Konteks, Jakarta: GTZ. Hlm. 132-
133)
10
namun demikian komisi tidak hanya terbebas dari pengaruh pihak lain, seperti lembaga
Menurut Pasal 36 UU LPM & PUTS menyebutkan bahwa salah satu wewenang
berdasarkan hasil penyelidikan mengenai ada atau tidaknya praktek monopoli dan
pelanggaran atas monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Hukum Acara Persidangan
Persaingan Usaha boleh dikatakan masih bersifat sumir karena belum diatur secara rinci
sebagaimana dengan hukum acara lainnya. Dalam hal penegakan hukum persaingan
usaha, terdapat beberapa peraturan yang menjadi dasar untuk penanganan perkara
Usaha (KPPU),
3. Peraturan Mahkamah Agung RI No.3 Tahun 2005 Tentang Tata Cara Pengajuan
4. Peraturan KPPU No. 1 Tahun 2006 Tentang Tata Cara Penanganan Perkara di
KPPU,
5. HIR/RBg yaitu Hukum Acara Perdata yang digunakan di tingkat Pengadilan negeri,
6. KUHAP yaitu ketentuan Hukum Acara Pidana, jika perkara ter sebut dilimpahkan
7. UU No. 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung jo UU No.5 Tahun 2004 tentang
1985 Tentang Mahkamah Agung. Dalam penegakan hukum persaingan usaha, KPPU
meminta bantuan penyidik, meminta dan menilai alat-alat bukti, memutuskan serta
tugasnya disamping berdasarkan laporan masyarakat juga dapat bertindak atas dasar
wewenangnya yaitu patut menduga ada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran
Penegakan hukum persaingan antar pelaku usaha dapat dilakukan oleh pelaku
Penegakan hukum oleh pelaku usaha akan memenuhi berbagai hambatan apabila tidak
ada kesukarelaan untuk melaksanakan putusan dari pihak yang dikalahkan. Hal ini
administrasi negara. Hal ini disebabkan peanggaran terhadap hukum persaingan pada
Sebenarnya dalam hal penegakan hukum persaingan dapat dilakukan oleh kepolisian,
berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu
12
dan bernegara. Penegakan hukum itu sendiri dapat ditinjau dari dua sudut pandang
yaitu dari sudut subjeknya dan dari sudut objeknya. Ditinjau dari sudut subjeknya
penegakan hukum itu dapat dilakukan oleh subjek yang luas dan dapat pula diartikan
sebagai upaya penegakan hukum itu melibatkan semua subjek hukum dalam setiap
hubungan hukum. Siapa saja yang menjalankan aturan hukum dan atau melakukan
sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma aturan
hukum yang berlaku, berarti dia menjalankan atau menegakkan aturan hukum. Dari
arti sempit, dari segi subjeknya itu hanya diartikan sebagai upaya aparatur penegakan
hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan tegaknya hukum itu, apabila
paksa.
Pengertian penegakan hukum itu dapat pula ditinjau dari sudut objeknya, yaitu
dari segi hukumnya. Dalam hal ini, pengertiannya juga mencakup makna yang luas
dan sempit. Dalam arti luas, penegakan hukum itu mencakup pada nilai-nilai keadilan
yang terkandung didalam nya bunyi aturan formal maupun nilai-nilai keadilan yang
hidup dalam masyarakat. Tetapi da lam arti sempit, penegakan hukum itu hanya
menyangkut penegakan peraturan yang formal dan tertulis saja. Karena itu,
menggunakan perkataan ”penegakan hukum” dalam arti luas dapat pula digu- nakan
persaingan usaha. Penegakan hukum itu sendiri dari segi subjeknya penegakan hukum
persaingan usaha ada pada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Pengadilan
Ekonomi dan Bisnis mengatakan agar tujuan yang hendak diinginkan dapat tercapai,
UULPM & PUTS juga mengatur tentang penegakan hukumnya. Penegakan hukum
Lebih lanjut Sanusi Bintang dan Dahlan menjelaskan "sanksi yang disediakan berupa
pembayaran sejumlah ganti rugi, pengenaan denda), pidana pokok (denda dan
kurungan) dan pidana tambahan (misalnya pencabutan izin usaha dan larangan kepada
pelaku untuk menduduki jabatan direksi dan komisaris). Selanjutnya untuk keperluan
terbuka untuk umum. Terhadap putusan tersebut pelaku usaha dapat mengajukan
Pengadilan negeri tersebut dalam waktu yang sama seperti diatas yaitu selama 14
(empat belas) hari dapat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Apabila putusan komisi tidak terdapat keberatan dianggap sudah mempunyai kekuatan
Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 ini telah mengatur mengenai tata
cara penanganan perkara sebagaimana ditentukan dalam Pasal 38 sampai dengan Pasal 46
12
Sanusi Bintang dan Dahlan, Pokok - Pokok Hukum Ekonomi dan Bisnis, Cetakan Ke I, Penerbit Citra
Aditya Bakti, Bandung. 2000: 104-105
14
Persaingan Usaha Nomor 01 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penanganan Perkara di
Dari rumusan ketentuan pasal 38 dapat kita ketahui bahwa tidak hanya pihak yang
dirugikan saja, sebagai akibat dari terjadinya pelanggaran terhadap undang-undang ini,
yang dapat melaporkan secara tertulis kepada KPPU dengan keterangan yang lengkap
dan jelas tentang telah terjadinya pelanggaran serta kerugian yang ditimbulkan, dengan
menyertakan identitas pelapor, melainkan juga setiap orang yang mengetahui telah terjadi
atau patut diduga telah terjadi pelanggaran terhadap undang-undang ini dapat melaporkan
secara tertulis kepada KPPUdengan keterangan yang jelas tentang telah terjadinya
pelanggaran dengan identitas pelapor. Sampai sejauh ini jelas bahwa pelanggaran yang
dilakukan atas UULPM & PUTS bukanlah merupakan delik yang bersifat aduan (oleh
Proses penanganan perkara praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat,
berbeda dengan penanganan perkara biasa yang pada umumnya penanganan perkara
biasa pada tingkat pertama adalah Pengadilan Negeri. Namum untuk kasus-kasus
pelanggaran terhadap UULPM & PUTS ini yang berwenang pertama kali menanganinya
adalah KPPU. Jadi tidak dapat langsung diajukan ke Pengadilan negeri. Pihak-pihak yang
dirugikan (konsumen) maupun pihak pelaku usaha yang dirugikan dan bahkan
masyarakat atau setiap orang yang mengetahui telah terjadi atau patut diduga telah terjadi
segala bentuk pelanggaran terhadap UULPM & PUTS ini, dapat melaporkan secara
Menurut UULPM & PUTS memberikan kewenangan pada KPPU untuk dapat
melakukan pemeriksaan langsung terhadap pelaku usaha apabila ada dugaan terjadi
pelanggaran terhadap undang-undang ini, walaupun tanpa adanya laporan. Secara ringkas
dapat dikatakan bahwa keseluruhan prosedur pemeriksaan perkara yang ditempuh oleh
2. Pemeriksaan Pendahuluan,
3. Pemeriksaan Lanjutan,
4. Mendengar keterangan saksi dan/atau saksi saksi ahli serta si pelaku sendiri dan
10. Pelaporan pelaksanaan Keputusan Komisi oleh Pelaku Usaha kepada Komisi
Pengawas,
11. Menyerahkan kepada Badan Penyidik jika Putusan Komisi tidak dilaksanakan
13. Pelaku Usaha mengajukan keberatan ke pada Pengadilan terhadap putusan Komisi
Pengawas,
Berdasarkan UULPM & PUTS mengatur bahwa satu-satunya upaya hukum yang
tersedia bagi pelaku usaha yang telah terbukti bersalah dan telah diputus oleh KPPU
keberatan terhadap putusan KPPU tersebut (vide Pasal 44 ayat 2 UULPM & PUTS).
pelaku usaha yang merasa dirugikan oleh tindakan dari pelaku usaha lainnya. Oleh
Apabila diteliti lebih jauh ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang No. 5
Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
(UULPM & PUTS), ternyata Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sebagai
lembaga yang paling bertanggung jawab melaksanakan UULPM & PUTS ini tidak
memilik kewenangan untuk menjatuhkan sanksi pidana. Sanksi pidana menurut UULPM
& PUTS ini merupakan tugas dan kewenangan jurisdiksi peradilan umum melalui
UULPM & PUTS pada prinsipnya tidak mengatur mengenai aspek gugatan
perdata dari tindakan anti monopoli. Karena itu untuk gugatan perdata terhadap tindakan
antimonopoli ini berlaku kaida-kaidah hukum perdata umum yang bersumber dari Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata. Di Indonesia hanya mengenal ganti rugi apa adanya
sesuai dengan kerugian yang diderita bahkan jika pengadilan perdata mengabulkan
permohonan ganti rugi perdata lewat prosedur gugatan perdata biasa, maka orang tersebut
17
tidak mungkin mendapat ganti rugi se cara double dari ganti rugi via Pasal 47 ayat 2
persaingan usaha di Indonesia dapat menjalankan tugasnya sebagai alat rekayasa sosial
apabila terdapat keadaan yang cukup kondusif, yaitu stabilitas, prediktabilitas, keadilan,
pendidikan dan kemampuan aparat penegak hukum”. Dengan demikian hukum persai
ngan usaha mampu menempatkan dirinya tidak saja sebagai alat rekayasa sosial namun
merupakan urusan antar pelaku usaha, dimana pemerintah tidak perlu ikut campur,
namun untuk dapat terciptanya aturan main dalam persaingan usaha, maka pemerintah
perlu ikut campur tangan untuk melindungi konsumen. Karena bila hal ini tidak
antar pelaku bisnis yang kan menjadikan inefisien ekonomi yang pada akhirnya
konsumen yang akan menanggung beban yaitu membeli barang dan atau jasa dengan
Lebih lanjut Pandu Soetjitro menambahkan bahwa dalam dunia bisnis selalu
terjadi tarik menarik antara pendapat yang cenderung menyukai sistem pasar yang bebas
dengan pasar yang diatur oleh pemerintah. Akhirnya digunakan jalan tengah yaitu prinsip
kebebasan pasar yang diatur oleh pemerintah, dimana persaingan yang terjadi antar
pelaku bisnis menimbulkan persaingan yang sehat dengan cara meningkatkan efisiensi
dan produktivitas serta penemuan-penemuan yang baru atas barang dan atau jasa.
13
Cenuk Widiyastrisna Sayekti, 2011, Hukum Persaingan Usaha dan Pembangunan Ekonomi di
Indonesian
14
Pandu Soetjitro, 2007, Praktek Monopoli Di Indonesia Pra dan Pasca Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Tesis),
Program Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Univeritas Diponegoro, Semarang, hlm. 3
18
Sebaliknya persaingan usaha yang tidak sehat akan dapat mengganggu dan merusak
sistim dan tatanan perekonomian negara dan pada akhirnya akan dapat merugikan
masyarakat luas. Sebuah atau beberapa perusahaan yang memonopoli produk tertentu
dapat menentukan harga suatu produk sesuka hatinya, karena mekanisme pasar tidak
berjalan lagi. Apalagi produk yang dimonopoli kebutuhan primer. Dapat dipastikan
mereka akan mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya. Masyarakat tidak ada pilihan
Proses pasca pembacaan putusan, ditentukan oleh sikap pelaku usaha untuk itu
2. pemeriksaan dilanjutkan; ini terjadi bila pelaku usaha mengajukan keberatan ke PN.
apakah PN memeriksa fakta hukum sebagai ”peradilan tingkat kedua” atau ”judex
3. eksekusi PN; ini biasa terjadi apabila pelaku usaha mengajukan keberatan terhadap
PN, berdasarkan penetapan tersebut putusan KPPU dengan bantuan juru sita
dilaksanakan. Menurut UULPM & PUTS penetapan tersebut bisa di keluarkan oleh
sebagai putusan yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap (Pasal 44 ayat
4. pemeriksaan secara pidana; ini terjadi apabila pelaku usaha tidak melaksanakan
putusan KPPU yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan KPPU
19
menyerahkan putusan tersebut kepada penyidik (Pasal 44 ayat 4 UULPM & PUTS).
Penyerahan perkara kepada penyidik bisa juga dilakukan KPPU sebelum putusan
diambil yaitu ketika setelah melalui berbagai upaya pelaku usaha tidak bersedia
memenuhi panggilan KPPU untuk diperiksa. Apabila ini terjadi maka pemeriksaan
perkara bisa dilakukan penyidik sejak awal (Pasal 41 ayat 2 UULPM & PUTS).
menimbulkan praktek monopoli dan atau menyebabkan persaingan usaha tidak sehat
diperintahkan untuk dihentikan adalah kegiatan atau tindakan tertentu dan bukan
pengambilalihan saham,
6. Penetapan pembayaran ganti rugi (Penjelasan resmi menyebutkan bahwa ganti rugi
Salah satu contoh perbuatan monopoli maupun perjanjian yang dilarang adalah
pelaku usaha membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu atas
barang dan atau jasa, yang memuat persyaratan bahwa pelaku usaha yang menerima
barang dan atau jasa dari pelaku usaha pemasok tidak akan membeli barang dan atau jasa
yang sama atau sejenis dari pelaku usaha lain yang menjadi pesaing dari pelaku usaha
pemasok, Pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan, baik sendiri
maupun bersama pelaku usaha lain, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat berupa menolak dan atau menghalangi
pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar
bersangkutan atau menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk
tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingan yaitu15 Hal tersebut di
maupun perjanjian yang dilarang. Kasus yang terjadi merupakan masalah antara PT. Tirta
Investama dan PT. Balina Agung Perkasa. Bahwa PT TIV dan PT BAP secara bersama-
sama pernah menyampaikan himbauan lisan kepada para pedagang Star Outlet (SO)
mulai dari akhir tahun 2015 sampai dengan pertengahan tahun 2016, PT TIV melalui
KAE dan PT BAP melalui bagian penjualan. Dengan bukti dokumen mengenai “Form
Sosialisasi Pelanggan Star Outlet” yang memerintahkan bahwa penjual yang menjadi Star
Outlet dari produk PT TIV bersedia untuk tidak menjual produk air minum dalam
15
Ibid, hlm. 88
21
sanksi dari PT TIV berupa penurunan ke Wholeseller apabila menjual produk kompetitor
sejenis dengan merek Le Minerale. Kemudian Form Sosialisasi Pelanggan Star Outlet
tersebut ditandatangani oleh pedagang SO lengkap dengan nama pemilik dan nomor
telepon dan form tersebut disebarkan baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri
wilayah Cikampek merupakan tindakan nyata para terlapor bahwa perbuatan anti
2017, PT Tirta Investama dan PT Balina Agung Jaya terbukti bersalah dan melanggar
Pasal 15 ayat (3) huruf b dan Pasal 19 huruf a dan b Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Dalam
perkara antara PT. Tirta Fresindo Jaya melawan PT Tirta Investama dan PT Balina
Agung Jaya, Majelis Komisi menghukum PT Tirta Investama selaku Terlapor I untuk
Perjanjian tertutup merupakan bagian dari salah satu bentuk perjanjian yang
dilarang dalam hukum persaingan usaha, perjanjian tertutup diatur dalam Pasal 15 UU
No. 5 Tahun 1999. Perjanjian tertutup (exclusif dealing) adalah suatu perjanjian yang
terjadi antara mereka yang berada pada level yang berbeda pada proses produksi atau
16
Suyud Margono, Hukum Anti Monopoli, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm.98.
22
membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak
yang menerima produk hanya akan memasok atau tidak memasok kembali produk
tersebut kepada pihak tertentu atau pada tempat tertentu saja, atau dengan kata lain
pihak distributor dipaksa hanya boleh memasok produk kepada pihak tertentu dan
usaha lainnya yang berada pada level yang berbeda dengan mensyaratkan penjualan
ataupun penyewaan suatu barang atau jasa hanya akan dilakukan apabila pembeli
atau penyewa tersebut juga akan membeli atau menyewa barang lainnya.17
diskon untuk produk tertentu yang dibelinya dari pelaku usaha lain, pelaku usaha
harus bersedia membeli produk lain dari pelaku usaha tersebut atau tidak akan
membeli produk yang sama atau sejenis dari pelaku usaha lain yang menjadi
pesaing.18
perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai sejumlah produk
yang termasuk dalam rangkaian produk barang atau jasa tertentu yang mana setiap
rangkaian produksi merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan, baik dalam satu
persaingan usaha tidak sehat atau merugikan masyarakat. Perjanjian tertutup adalah suatu
perjanjian yang dibuat oleh pelaku usaha agar dapat menjadi sarana dan upaya bagi
pelaku usaha untuk dapat melakukan pengendalian oleh pelaku usaha terhadap pelaku
17
Andi Fahmi Lubis, Anna Maria Anggraini, dkk, Hukum Persaingan Usaha Antara Teks dan Kontex,
(Jakarta: ROV Creative Media, 2009), hlm.120.
18
Ibid, hlm.121.
23
usaha lain secara vertikal (“Pengendalian Vertikal”), baik melalui pengendalian harga
\Di dalam kaitan ini A.F. Elly Erawaty menjelaskan bahwa suatu perjanjian di
mana pihak pertama (penjual) menjual suatu produk, yang kemudian dinamakan tying
product (barang atau jasa yang pertama kali dijual), kepada pihak kedua (pembeli)
dengan syarat pembeli tersebut harus pula membeli produk lainnya, yang dinamakan tied
product (barang atau jasa yang dipaksa harus dibeli oleh pembeli), dari penjual yang
sama atau setidaktidaknya dari pihak ketiga yang ditunjuk pihak pertama. Dalam
perjanjian bisnis semacam ini, pembeli juga dibebani syarat untuk tidak membeli tied
product dari penjual lainnya. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 mengatur perihal ini
Perjanjian tertutup merupakan salah satu strategi yang dapat ditempuh oleh pelaku
usaha untuk meningkatkan kekuatan pasar yang mungkin akan mengganggu iklim
persaingan dan pada akhirnya akan merugikan konsumen. UULPM & PUTS telah
mengantisipasi hal ini dengan melarang beberapa tindakan (strategi) yang termasuk
(welfare loss). Perjanjian tertutup merupakan salah satu bentuk teknis dari hambatan
vertikal (vertical restraint). Dalam UULPM & PUTS terdapat beberapa pasal yang
mengatur strategi hambatan vertikal semacam ini, dan khusus untuk perjanjian tertutup
Perjanjian tertutup yang dilarang oleh UULPM & PUTS, haruslah memenuhi
19
Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 5 Tahun 2011 tentang Pedoman Pasal 15 UU
No. 5 Tahun 1999
20
A.F. Elly Ermawaty, mengatur Perilaku Para Pelaku Usaha dalam Kerangka Persaingan Usaha yang
Sehat: Deskripsi Terhadap Isi UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999), hlm.40
21
Margono, Op.Cit., hlm. 102
24
2. Perjanjian tersebut dibuat oleh atau bersama dengan pelaku usaha lain.
3. Perjanjian tersebut telah memenuhi salah satu unsur yang disebutkan sebelumnya
Pertimbangan Hakim dari aspek yuridis dalam menjatuhkan sanksi terhadap PT.
Tirta Investama dan PT. Balina Agung Perkasa berkaitan dengan pemenuhan unsur-unsur
dari Pasal 15 ayat (3) huruf b dan Pasal 19 huruf a dan b Undang-Undang Nomor 5
1. Unsur pelaku usaha bahwa pelaku usaha yang dimaksud dalam perkara ini adalah
PT. Tirta Investama (Terlapor I) dan PT. Balina Agung Perkasa (Terlapor II).
produk Terlapor I bersedia untuk tidak menjual produk Air Minum Dalam
selisih kurang lebih sebesar 3 persen. Dengan adanya perbedaan harga dalam
4. Unsur Barang Bahwa yang dimaksud dengan barang dalam perkara ini adalah Air
5. Unsur Memuat Persyaratan Tidak Akan Membeli Barang Adanya larangan untuk
tidak akan membeli barang kompetitor (Le Minerale) dilakukan secara bersama-
sama oleh para terlapor pada pedagang/pemilik toko dengan status SO.
6. Unsur Tidak Akan Membeli Barang dari Pelaku Usaha Pesaing Adanya bukti
menjadi SO dari produk Terlapor I bersedia untuk tidak menjual produk dari
1. Unsur Pelaku Usaha Bahwa pelaku usaha yang dimaksud dalam perkara ini
adalah PT. Tirta Investama (Terlapor I) dan PT. Balina Agung Perkasa (Terlapor
II).
2. Unsur Melakukan Satu atau Beberapa Kegiatan, Baik Sendiri Maupun Bersama
Pelaku Usaha Lain Bahwa para terlapor telah terbukti secara bersama-sama telah
pesaingnya.
Usaha Tidak Sehat Tindakan Terlapor I yang telah mengeluarkan strategi anti
bisa melakukan repeat buying. Dengan latar belakang dan objektif yang terdapat
yaitu PT. Tirta Fresindo Jaya produsen Le Minerale yang merupakan pesaing
4. Unsur Menolak dan atau Menghalangi Pelaku Usaha Tertentu Untuk Melakukan
Kegiatan Usaha Yang Sama Pada Pasar Bersangkutan Bahwa tindakan para
terlapor yang melarang toko SO untuk menjual produk kompetitor (Le Minerale),
menyebabkan toko pada level SO tidak dapat melakukan kegiatan usaha berupa
dengan produsen Le Minerale sebagai pesaing dari Aqua. Tindakan para terlapor
Dilihat dari Pasal 48 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 dikatakan
“Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14, Pasal 16
sampai dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27 dan Pasal 28 diancam pidana denda serendah-
rendahnya Rp. 25.000.000.000 (dua puluh lima miliar) dan setinggi-tingginya Rp.
100.000.000.000 (seratus miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-
lamanya 6 (enam) bulan.” Tetapi denda yang dikenakan kepada para terlapor hanya
denda administratif dan menghukum Terlapor 1 denda sebesar Rp. 13.845.450.000 (tiga
belas miliar delapan ratus empat puluh lima juta empat ratus lima puluh ribu rupiah) dan
denda terhadap Terlapor II sebesar Rp. 6.294.000.000 (enam miliar dua ratus sembilan
puluh empat juta rupiah). Yang dimana para terlapor seharusnya dikenakan denda lebih
(dua puluh lima miliar rupiah). KPPU mempunyai fungsi penegakan hukum terhadap
27
khusus persaingan usaha yang dimana tidak berwenang dalam menjatuhkan sanksi baik
pidana maupun perdata. Komisi Pengawas Persaingan Usaha hanya dapat mengenakan
sanksi administratif yang dimana sanksi tersebut tidak akan memberikan efek jera melihat
rendahnya pengenaan denda antara sanksi administrtif dengan sanksi pidana sebagaimana
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Penegakan Hukum yang dilakukan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
tidak terlepas dari sistem hukum yang berlaku di Indonesia. Peran ini telah
2. Proses penanganan perkara praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat,
berbeda dengan penanganan perkara biasa yang pada umumnya penanganan perkara
biasa pada tingkat pertama adalah Pengadilan Negeri. Namum untuk kasus-kasus
pelanggaran terhadap UULPM & PUTS ini yang berwenang pertama kali
pihak pelaku usaha yang dirugikan dan bahkan masyarakat atau setiap orang yang
mengetahui telah terjadi atau patut diduga telah terjadi segala bentuk pelanggaran
terhadap UULPM & PUTS ini, dapat melaporkan secara tertulis kepada KPPU
pelaku usaha, melakukan satu atau beberapa kegiatan baik sendiri maupun bersama
pelaku usaha, dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan
usaha tidak sehat, menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk
melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan, dan menghalangi
konsumen dan pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan
29
usaha dengan pelaku usaha pesaingnya. Terakhir unsur-unsur dari posisi dominan
yaitu: unsur pelaku usaha, pelaku usaha dilarang menggunakan posisi dominan baik
secara langsung maupun tidak langsung dan pelaku usaha memiliki posisi dominan.
B. Saran
hukum persaingan usaha yang sehat dan sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan
Undang-Undang 1945.
dan lain-lain baik di tingkat pusat (nasional) maupun ditingkat daerah. Selain juga
juga tentunya mengawasi peraturan pemerintah pusat atau daerah yang memberikan
peluang perusahaan melakukan tindakan anti persaingan seperti tata niaga yang
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Erawaty, A.F. Elly. 1999. Membenani Perilaku Bisnis Melalui UU No. 5 Tahun 1999.
Fahmi, Andi, dkk. 2009. Hukum Persaingan Usaha Antara Teks & Konteks. Jakarta: GTZ.
Fuady, Munir. 2009. Pengantar Hukum Bisnis, Menata Bisnis Modern di Era Global. Jakarta:
Margono, Suyud. 2002. Hukum Anti Monopoli, Jakarta: Sinar Grafika. Citra Aditya Bakti
Pers.
Sanusi, Bintang dan Dahlan. 2000. Pokok - Pokok Hukum Ekonomi dan Bisnis, Cetakan Ke I.
Yani, Ahmad dan Gunawan Widjaja. 2006, Seri Hukum Bisnis. Anti Monopoli.Jakarta:
Cenuk Widiyastrisna Sayekti, 2011, Hukum Persaingan Usaha dan Pembangunan Ekonomi di
Indonesian, http://saepudinonline.wordpress.com/2011/04/15/hukumpersaingan-
-efektifitas-implementasi-hukum-persaingan-usaha-terhadap-industri-
Lintang Asmara, 2011, hal 1, file://E/BAB 10, Anti Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat.
10.
Pandu Soetjitro, 2007, Praktek Monopoli Di Indonesia Pra dan Pasca Undang-Undang Nomor
5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
31
Diponegoro, Semarang.
Saiful Akbar, 2011, Kedudukan Hukum Persaingan Usaha Dalam Sistem Hukum
Indonesia,akbarsaiful.wordpress.com/kedudukan-hukum-persaingan-usaha. Tembo
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan
Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1999 tentang Komisi Pengawas Persaingan Usaha
Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 1 Tahun 2010 Tentang Tatacara
Penanganan Perkara