You are on page 1of 5

“Cegah Hoax di Era Digital melalui 2STeH”

Dila Handriani

Saat ini jurnalisme memiliki peran penting terkhususnya dalam era digital.
Memperkuat sistem jurnalisme adalah salah satu bentuk upaya pemerintah dalam
menanggapi kemajuan teknologi informasi yang lebih baik. Dengan adanya era
ditigal menuntut jurnalisme meningkatkan kualitas dalam pelayanan informasi.
Era digital menjadi kondisi zaman yang terjadi sejak tahun 1980-2022 saat ini di
mana seluruh kegiatan yang mendukung kehidupan dipermudah dengan adanya
kemajuan teknologi informasi yang semakin pesat setiap tahunnya. Seiring
dengan kemajuan teknologi informasi yang ada di dunia terkhususnya negara
Indonesia menjadikan suatu kebebasan bagi setiap orang saat bertukar informasi
melalui internet kapan pun dan di mana pun. Akan tetapi, perkembangan
teknologi informasi dapat dimanfaatkan oleh orang lain untuk melakukan hal yang
bersifat negatif salah satunya adalah penyebaran berita bohong (hoax). Hoax
adalah sebuah informasi yang dibuat oleh seseorang untuk tujuan tertentu yang
bukan merupakan fakta.

Berdasarkan hasil data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika atau


Kominfo ditemukan sebanyak 9.546 hoax telah tersebar di berbagai media sosial
di internet sejak Agustus 2018 hingga awal tahun 2022. Saat ini media
penyebaran hoax beragam di antaranya seperti (whatsapp, line, telegram)
sebanyak 62,80%, (instagram, facebook, dan twitter) sebanyak 92,40%, bahkan
media arus utama juga menjadi media penyebaran hoax seperti radio sebanyak
1,20%, media cetak sebanyak 5%, dan televisi sebanyak 8,70%. Adanya data yang
tinggi ini menunjukkan bahwa hoax menjadi salah satu permasalahan yang dapat
menurunkan kualitas dari perkembangan teknologi informasi terutama dalam hal
sumber daya manusia.

Dampak secara objektif dan subjektif yang terjadi akibat adanya hoax yaitu
kebanyakan masyarakat menjadi tidak tenang sehingga menimbulkan
permasalahan psikologis bagi seseorang yaitu kecemasan. Berdasarkan survei
terbaru Edelman Trust Barometer pada bulan januari tahun 2022 menempatkan
Indonesia pada peringkat kedua dalam kepercayaan terhadap media sehingga
publik Indonesia memiliki kecemasan yang tinggi terhadap hoax mencapai 83%.
Ini menjadi permasalahan yang harus segera diatasi. Berbagai upaya sudah
dilakukan pemerintah salah satunya adalah dengan adanya peraturan perundang-
undangan sebagaimana tercantum dalam UU ITE pasal 28 ayat 1 “Setiap orang
dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong yang mengakibatkan
kerugian konsumen dalam transaksi elektronik” sesuai dengan UU ITE pasal 45A
ayat 1 “akan mendapatkan sanksi pidana penjara paling lama 6 tahun atau denda
paling banyak satu miliar rupiah”. Meskipun diiringi dengan banyak imbauan
mengenai pemberantasan hoax, namun nyatanya fenomena ini masih ada.

Saat ini masyarakat cenderung mudah dalam menelan informasi hal ini diimbangi
dengan kemajuan teknologi informasi yang pesat sehingga memudahkan hoax
menyebar dalam berbagai media sosial yang saat ini jika dilihat kembali semua
masyarakat dalam berbagai kalangan usia memiliki media sosial. Oleh sebab itu,
selain tugas pemerintah dalam mencegah hoax harus diselaraskan dengan
keinginan dari masyarakat untuk mencegah hoax. Jika penyebaran hoax semakin
pesat, kemampuan masyarakat juga harus lebih pesat untuk melawan dan
mencegah penyebaran hoax, mengendalikan suatu hal yang negatif adalah hal
yang sangat sulit tapi semua bisa diusahakan agar negara kita tidak menjadi
negara tipu-tipu di negara sendiri. Salah satu cara mencegah hoax yaitu dengan
2STeH singkatan dari 2 Strategi Hoax yaitu:

1. Peningkatan pengetahuan mengenai hoax


Strategi ini adalah yang paling utama, karena masyarakat akan mudah
mematuhi dan memahami ketika pengetahuan masyarakat mengenai hoax
itu sendiri sudah memadai. Peningkatan pengetahuan ini bukan hanya
menjadi sasaran bagi masyarakat biasa tetapi bagi ‘seluruh’ masyarakat
Indonesia, karena semua orang memiliki kemungkinan untuk membuat
bahkan menyebarkan hoax dari berbagai strata sosial. Cara peningkatan
pengetahuan adalah salah satunya mengadakan program kerja sama
dengan media jurnalistik yaitu membuat sebuah video pendek dengan
judul “10 menit memahami hoax” yang berisi seputar informasi mulai dari
mengenal hoax, dampak, kasus, cara memberantas hoax dan cara bijak
bermedia sosial yang dibuat secara kreatif dan inovatif berdurasi 10 menit
menggunakan media penyebaran secara visual yang paling mudah
dijangkau masyarakat untuk mendapatkan informasi. Media yang saat ini
paling mudah dijangkau adalah televisi (bagi orang yang memiliki televisi)
dan youtube (bagi anak kost/yang tidak memiliki televisi).
2. Adanya pemberian #AntiHX untuk setiap unggahan informasi dan
pengecekan dengan Hoax Buster Tools
Strategi kedua yaitu singkatan dari #AntiHX (HX sendiri adalah HOAX),
hurup O dan A disisihkan untuk memudahkan masyarakat mengingat
tanpa mengurangi arti dari hoax itu sendiri. Jika suatu informasi yang ada
di media sosial disertakan hashtag, akan memudahan pengumpulan
informasi tersebut menjadi satu. Adanya #AntiHX ini bukan berarti setiap
informasi sudah pasti bukan hoax akan tetapi, hashtag ini bertujuan agar
memudahkan melakukan pengecekan terhadap suatu informasi.
-Seseorang yang menyertakan #AntiHX berarti memahami mengenai hoax
dan berani jika informasi yang dibuat dicek kembali
-Apabila ada orang yang tidak menggunakan #AntiHX berarti informasi
yang disampaikan wajib dicurigai
-Apabila ada orang yang sengaja menggunakan #AntiHX padahal berita
tersebut hoax akan dibuktikan dengan pengecekan langsung
Cara pengecekan informasi hoax atau tidak yaitu dengan didukung aplikasi
yang diluncurkan oleh Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) yang
bernama Hoax Buster Tools (Aplikasi yang memiliki ‘search engine anti-
hoax’ cara kerja mirip dengan google. Aplikasi ini tersedia untuk
pengguna ios dan android. Pengguna dapat mencari informasi apa saja
yang sudah dijamin bersih dari hoax dan sudah terverifikasi oleh dewan
pers) ini akan membantu masyarakat mengidentifikasi informasi yang
didapat dari hashtag, merupakan fakta atau hoax. Jika terbukti hoax maka
harus siap menjalani sanksi yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.

Seseorang akan melakukan tindakan yang tepat jika arahan tersebut jelas, mudah
diingat dan mudah dipahami. Itulah mengapa jurnalisme memiliki peran penting
dalam memberantas hoax dan saat ini semua orang bisa menjadi jurnalis untuk
dirinya sendiri dan orang lain tanpa mengabaikan makna keberadaan jurnalis yang
ada dan sudah bekerja keras selama ini dalam perkembangan era digital.

Kemajuan teknologi informasi yang ada saat ini menuntut setiap orang untuk siap
beradaptasi dengan berbagai hal baik positif maupun negatif. Dengan adanya
2STeH diharapkan dapat membantu dalam menurunkan angka terjadinya hoax di
Indonesia. Meskipun terdengar sederhana tetapi pada nyatanya untuk menciptakan
sebuah perubahan bukanlah hal yang mudah, pemerintah dengan jurnalisme juga
sudah berupaya untuk memberantas hoax dengan sangat baik saatnya masyarakat
juga ikut mendukung dan ikut serta secara langsung dalam memberantas hoax.
Jadilah masyarakat yang bijak dalam menanggapi kemajuan dan mencegah hoax
serta penyebarannya, dengan menerapkan 2STeH di era digital.

Bahan Bacaan :

Azenia Tamara Davina, Sigid Suseno, Mustofa Haffas. 2021. Penerapan Hukum
Penyebaran HOAX Mengenai COVID-19 Melalui Facebook Berdasarkan UU
ITE Dan Hukum Pidana. Jurnal Ilmu Hukum. Volume 12, No.1 (April 2021).

Berita Satu, Edisi 8 Februari 2022

F Fathan, RZ Pratiwi. 2020. Pelatihan Hoax Buster Tools Pada Anggota Karang Taruna
Dan PKK Di Sukoharjo. Jurnal Pengabdian Masyarakat. Volume 1, Issue 2,
November 2020.

Koran Tempo, Edisi 7 Februari 2022.

Waluyo, Djoko. 2018. Makna Jurnalisme Dalam Era Digital : Suatu Peluang Dan
Transformasi. Jurnal Diakom.
BIODATA

Nama Lengkap : Dila Handriani

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat, tanggal lahir : Ampah II, 31 Oktober 2001

Alamat Domisili : Palangka Raya, Kalimantan Tengah

Nomor Whatsapp : 082256317925

Email : dilahandriani318@gmail.com

Pekerjaan : Mahasiswi

Asal Institusi : Poltekkes Kemenkes Palangka Raya

You might also like