You are on page 1of 20

LAPORAN PRAKTIKUM

BIOKIMIA FISIKA

PENENTUAN PERUBAHAN KONFORMASI DARI PROTEIN


BERDASARKAN PENGUKURAN KEKENTALAN

DISUSUN OLEH :

NAMA : ANDHIKA RAMADHAN

NIM : K1A018028

KELAS :B

HARI/TANGGAL : RABU, 21 OKTOBER 2020

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

JURUSAN KIMIA

LABORATORIUM BIOKIMIA

PURWOKERTO

2020
PENENTUAN PERUBAHAN KONFORMASI DARI PROTEIN
BERDASARKAN PENGUKURAN KEKENTALAN

I. TUJUAN

Mengetahui perubahan konformasi dari protein berdasarkan


pengukuran kekentalan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Protein secara kimia adalah molekul kompleks yang terdiri dari


rantai asam amino yang mengandung gugus atau unsur kation, hidrogen
oksigen, nitrogen, serta sulfur. Fungsi utama protein adalah untuk
memelihara jaringan yang telah ada, membangun jaringan atau sel baru
pengatur dan penghasil protein (Strayer, 1999). Struktur protein beraneka
ragam tetapi pada akhirnya struktur dasar protein merupakan polimer dan
asam amino. Polimer tersebut merupakan polipeptida. Suatu protein terdiri
dari suatu kesesuaian yang spesifik dengan fungsinya. Protein memiliki 4
struktur, yaitu primer, sekunder, tersier dan kuartener (Gaman, 1992).

Bentuk struktur tiga dimensi atau konformasi protein ditentukan


oleh urutan asam amino pada suatu polipeptida. Penyusun protein tersebut
dari segi tingkatannya terdapat 4 tingkat struktur protein, diantaranya
struktur asam amino linier yang merupakan rangkaian untuk menentukan
sifat dasar dari protein. Struktur sekunder merupakan rantai polipeptida
yang berlipat-lipat, contohnya adalah α-heliks dan untai-ꞵ. Struktur tersier
menggambarkan pengaturan yang berjauhan dalam urutan linear dan pola-
pola ikatan sulfida. Struktur kuartener menggambarkan pengaturan sub unit
dalam ruang (Gaman, 1992).

Protein merupakan suatu poliamida dan α-amino yang dihubungkan


oleh ikatan peptida. Fungsi utama bagi tubuh adalah untuk membentuk
jaringan baru dan mempertahankan jaringan yang telah ada (Winarno,
1984). Struktur tiga dimensi protein dapat dijelaskan dengan mempelajari
beberapa tingkat organisasi struktur. Organisasi struktur tersebut adalah
struktur primer, sekunder, tersier, dan kuartener. Berbagai interaksi yang
diperlukan untuk mempertahankan masing-masing struktur tersebut
merupakan pemisahan tingkat organisasi satu dengan yang lainnya
(Wirahadikusumah, 1989).

Struktur primer adalah urutan asam amino di dalam rantai


polipeptida dan letak suatu jembatan disulfida di dalam rantai protein.
Struktur primer protein juga menunjukkan ikatan dan urutan asam amino.
Ikatan peptida pada struktur primer protein menunjukkan ikatan peptida
yang urutannya telah diketahui (Poedjiadi, 1994). Struktur sekunder protein
terjadi karena adanya ikatan hidrogen antara hidrogen atom O dari gugus
karbonil (C=O) dengan H dari gugus amino (N-H) dalam satu rantai
polipeptida. Struktur sekunder ini memiliki segmen-segmen atau terlipat
secara berulang (Wirahadikusumah, 1989).

Struktur sekunder memungkinkan terbentuknya konformasi spiral


yang disebut dengan struktur helix. Ikatan hidrogen yang terjadi antara dua
rantai polipeptida dengan bentuk kelok-kelok disebut konformasi-ꞵ
(Wirahadikusumah, 1989). Struktur tersier menunjukkan kecenderungan
polipeptida membentuk struktur yang lebih kompleks. Struktur ini
dimantapkan oleh adanya beberapa ikatan hidrogen antara gugus R, seperti
ikatan hidrogen dan interaksi dipol-dipol (Strayer, 1999). Banyak protein
yang terdiri dari molekul besar terbentuk dari pengumpulan khas dan sub
satuan yang identik atau berlainan yang dikenal sebagai protomer (Page,
1989).

Viskositas suatu cairan dapat ditentukan dengan viskometer kapiler


atau oswald. Viskositas ditentukan dengan mengukur waktu yang
dibutuhkan bagi cairan untuk melewati antara 2 tanda, ketika ia mengalir
karena gravitasi melalui viskometer oswald. Waktu alir cairan yang diuji
dibandingkan dengan waktu yang dibutuhkan bagi suatu zat yang
viskositasnya sudah diketahui (Winarno, 1984). Suatu protein dapat
mengalami pemecahan konformasi yang dapat menurunkan kepadatan
molekul yang memiliki kekentalan yang lebih tinggi dari protein alami.
Perubahan struktur protein tersier dapat dibuktikan dengan alat pengukur
kekentalan dari oswald. Alat oswald memiliki pipa kapiler tempat
mengalirnya larutan protein secara gaya berat. Menurut einstein, molekul
kekentalan relatif yang berhubungan dengan konsentrasi dari molekul dan
isi dari bagian yang khas (Ballag, 1996).
III. METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam percobaan penentuan perubahan


konformasi dari protein berdasarkan pengukuran kekentalan adalah
viscometer Oswald, penangas air 30oC, dan alat pencatat waktu.

3.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan penentuan


perubahan konformasi dari protein berdasarkan pengukuran kekentalan
adalah larutan kalium klorida (KCl) 0,1 M; larutan urea dengan
konsentrasi beragam (0,1 M; 0,2 M; 0,3 M, 0,4 M dalam KCl 0,1 M);
kasein atau sejenisnya (1 gr/100mL dalam KCl 0,1 M dan larutan urea di
atas).

3.3 Cara Kerja


1. Viskometer dicuci dengan menggunakan larutan KCl dan
ditempatkan dalam penangas air.
2. Viskometer diletakkan tegak lurus dan digunakan bantuan peralatan
sandaran tegak.
3. Sebanyak 20 mL larutan KCl bersuhu 30oC dimasukkan ke dalam
bagian tabung A.
4. Larutan pada tabung A dibiarkan selama 5 menit untuk mencapai
kesetimbangan.
5. Tekanan diberikan pada bagian tabung A atau dihidap pada bagian
tabung B sehingga miniskus cairan diatas tanda tera B.
6. Tekanan dilepaskan dan dihitung waktu yang diperlukan oleh cairan
untuk mengalir dari tera B ke tera C.
7. Percobaan diulang beberapa kali sampai perbedaan percepatan waktu
aliran sebesar 0,2.
8. Waktu rataan yang diperlukan untuk cairan pada aliran tersebut
dihitung.
9. Percobaan diatas dilakukan kembali dengan larutan yang digunakan,
yaitu larutan urea sebagai pelarut dan larutan kasein sebagai larutan
protein.
10. Waktu yang diperlukan larutan urea diberi tanda t0 sedangkan untuk
larutan protein diberi tanda t1.
11. Kekentalan relatif dihitung dan dibuat grafik hubungan antara
kekentalan relatif dengan konsentrasi urea yang digunakan.
12. Kesimpulan dianalisis.
13. Nilai V dari protein yang dilarutkan dalam 10 mmol/L KCl dan dalam
8 mmol/L urea dihitung.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 DATA PENGAMATAN


No. Perlakuan Pengamatan
1. Viskometer dicuci dengan larutan Viskometer bersih
KCl
2. Viskometer diletakkan tegak
lurus
3. Sebanyak 20 mL larutan KCl Larutan tidak berwarna
dimasukkan ke dalam tabung A
4. Larutan dibiarkan 5 menit sampai
kesetimbangan
5. Tabung A diberikan tekanan Larutan telah dihisap
sedikit atau dihisap pada bagian sampai miniskus tanda
tabung B sehingga tinggi tera B
miniskus cairan diatas tanda tera
B
6. Tekanan dilepaskan dan dihitung
waktu yang diperlukan oleh
cairan untuk mengalir dari tera B
ke C
7. Percobaan diulangi hingga
perbedaan waktu aliran 0,2
8. Dihitung waktu rataan yang
diperlukan untuk cairan untuk
aliran
9. Percobaan diulangi sebanyak 3
kali untuk setiap sampel, dihitung
waktu rataan (urea 0,1; 0,2; 0,3
dan 0,4 M)
Konsentrasi Kontrol 0,1 M 0,2 M 0,3 M 0,4 M
3,59 4,35 1,95 2,77 1,07
3,59 4,23 1,87 2,71 1
3,46 4,11 1,95 2,90 1
Rerata 3,55 4,23 1,923 2,793 1,023

C ɳ V
0,1 1,192 0,768
0,2 0,54 -0,92
0,3 0,786 -0,285
0,4 0,288 -0,712

4.2 DATA PERHITUNGAN


𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
𝐾𝑒𝑘𝑒𝑛𝑡𝑎𝑙𝑎𝑛 𝑟𝑒𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓 =
𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙
4.2.1 Menghitung Kekentalan Relatif
A. 0,1 M
4,23
ɳ= = 1,192
3,55
B. 0,2 M
1,923
ɳ= = 0,54
3,55
C. 0,3 M
2,793
ɳ= = 0,786
3,55
D. 0,4 M
1,023
ɳ= = 0,288
3,55
4.2.2 Menghitung Nilai V
ɳ = 1 + 2,5 𝑐𝑉
A. 0,1 M
1,192 = 1 + 2,5 𝑥 0,1 𝑥 𝑉
𝑉 = 0,768
B. 0,2 M
0,54 = 1 + 2,5 𝑥 0,2 𝑥 𝑉
𝑉 = −0,92
C. 0,3 M
0,786 = 1 + 2,5 𝑥 0,3 𝑥 𝑉
𝑉 = −0,285
D. 0,4 M
0,288 = 1 + 2,5 𝑥 0,4 𝑥 𝑉
𝑉 = −0,712
4.3 PEMBAHASAN

Protein merupakan polimer yang tersusun dari monomer-


monomer asam amino yang dihubungkan dengan ikatan peptida.
Asam amino merupakan zat organik komponen dasar dalam
pembentukan protein. Protein terbentuk atas beberapa asam amino
yang bergabung. Asam amino terbagi dalam 3 bagian, yaitu asam
amino esensial, asam amino non esensial dan asam amino kondensial.
Semua asam amino memiliki atom pusat karbon yang dikelilingi oleh
atom H, gugus karboksil (-COOH) , gugus amino (-NH2), dan gugus
–R (Lehninger, 1982). Berikut adalah struktur asam amino :

Gambar 4.3.1 Struktur asam amino (Amstrong, 1995).

Protein memiliki empat struktur, yaitu struktur primer yang


merupakan urutan asam amino. Struktur sekunder merupakan
pengaturan kedudukan ruang residu asam amino yang berdekatan
dalam urutan linear α-heliks dan untai-ꞵ. Struktur tersier
menggambarkan pengaturan ruang residu asam amino yang berjauhan
dalam urutan linear dan pola ikatan-ikatan disulfida. Struktur
kuartener dapat menggambarkan pengaturan sub unit dalam ruang
(Bayer, 1993).

Kestabilan dari struktur-struktur tersier dari suatu protein


dapat dipengaruhi oleh beberapa parameter, salah satunya adalah
interaksi hidrofilik. Struktur protein yang teratur akan berubah bentuk
menjadi tidak teratur dalam struktur 3 dimensi. Perubahan yang terjadi
misalnya ikatan hidrogen dan ikatan hidrofilik serta bertambah tinggi
derajat ketidakteraturan molekul protein, dimana kerusakan tersebut
disebabkan oleh proses denaturasi yang dapat menurunkan daya larut
protein, tanpa merusak struktur primernya. Aktivitas biologis dari
protein dapat dirusak oleh asam atau basa kuat, panas, urea, deterjen
ionik, guanidin, logam berat dan senyawa organik lainnya (Poedjiadi,
1994).

Perubahan konformasi protein tersebut dapat menurunkan


kepadatan molekul yang mempunyai kekentalan lebih tinggi dari
protein alami (Winarno, 1984). Hal ini berarti perubahan konformasi
suatu protein sangat berpengaruh terhadap kekentalan sehingga
dilakukan percobaan pengukuran kekentalan untuk mengetahui
perubahan konformasi dari protein pada penambahan variasi
konsentrasi urea dengan menggunakan alat viskometer ostwald.

Viskometer ostwald adalah salah satu jenis alat untuk


mengukur atau menentukan viskositas, sehingga dapat dihitung
viskositas relatifnya. Viskositas merupakan ukuran kekentalan fluida
yang menyatakan besar kecilnya gesekan di dalam fluida pengukuran
dengan viskometer ostwald yang didasarkan pada kecepatan aliran
suatu zat cair atau larutan melalui pipa tertentu (Poedjiadi, 1994).
Berikut adalah gambar dari viskometer ostwald :

Gambar 4.3.2 Alat Viskometer Ostwald (Bird, 1993).


Berikut adalah beberapa alat viskometer yang sering
digunakan untuk mengukur viskositas :

1. Viskometer Ostwald
Viskometer Ostwald bekerja dengan konsep kecepatan alir
suatu fluida dalam suatu pipa tabung. Semakin kecil
kecepatan alir larutan, maka semakin besar nilai viskositas
(Engel dan Reid, 2006). Salah satu viskometer yang
bekerja berdasarkan hukum Poiseuille adalah viskometer
Ostwald. Kegunaan Viskometer Ostwald mengukur waktu
yang di butuhkan oleh sejumlah fluida tertentu untuk
mengalir melalui pipa kapiler dengan gaya yang
disebabkan oleh berat larutan itu sendiri (Bird, 1993).
2. Viskometer Cup and Bob
Viskometer Cup and Bob fluida digeser dalam ruangan
antara dinding luar dari bob dan dinding dalam dari cup
dimana bob masuk persis di tengah-tengah. Kelemahan
pada viskometer ini yaitu terjadinya aliran sumbat yang
disebabkan oleh geser yang tinggi dibagian tube sehingga
menyebabkan penurunan konsentrasi. Penurunan
konterasi berakibat bagian tengah zat yang ditekan keluar
memadat. Aliran ini disebut aliran sumbat (
Moechtar,1990).
3. Viskometer Brookfield
Viskometer Brookfield ini nilai viskositasnya didapatkan
dengan mengukur gaya puntir sebuah rotor silinder
(spindle) yang dicelupkan kedalam fluida. Viskometer
Brookfield memungkinkan untuk mengukur viskositas
dengan menggunakan teknik dalam viscometry. Untuk
mengukur viskositas fluida dalam Viskometer Brookfield,
bahan harus diam dalam wadah sementara itu poros
bergerak sambil direndam dalam fluida (Atkins,1994).

Prinsip dan percobaan ini adalah pengukuran waktu yang


diperlukan suatu cairan untuk melewati pipa kapiler yang disebabkan
oleh gaya yang berasal dari cairan (Poedjiadi, 1994). Viskometer yang
digunakan dicuci dengan larutan KCl. Tujuannya adalah agar
viskometer terbebas dari zat-zat yang dapat mengganggu selama
proses pengukuran waktu alir dari protein. Viskometer harus
diletakkan tegak lurus agar saat larutan protein diukur waktu alirnya
tidak terhambat. Viskometer harus diletakkan dengan tepat agar waktu
alirnya dapat terlihat secara jelas saat melewati batas B ke C. KCl
yang digunakan untuk mencuci kemudian dibuang. Pada tabung A
dimasukkan 10 mL larutan kasein 1% dalam KCl 0,1 M sebagai
larutan kontrol. KCl 0,1 M digunakan sebagai pelarut kasein 1%.
Kemudian, diinkubasi pada suhu 30oC. Suhu 30oC dipilih agar protein
(kasein) tidak rusak dan dibuat konstan karena kekentalan sangat peka
terhadap temperatur dan adanya perubahan temperatur dapat
mengubah konfomasi protein dalam larutan (Sudarmadji, 2003).

Larutan kemudian dibiarkan selama 5 menit agar mencapai


kesetimbangan. Setelah 5 menit, larutan dihisap menggunakan filler
hingga melebihi batas tera B dan dicatat waktu alir yang digunakan
cairan untuk mengalir dari tera B ke tera C. Percobaan diulangi hingga
diperoleh data selisih waktu alir sebesar 0,2 sekon. Perbedaan waktu
alir yang tidak terlalu jauh bertujuan untuk mengurangi kesalahan
pengukuran (Bird, 1993). Berdasarkan percobaan, diperoleh waktu
alir untuk larutan kontrol berturut-turut adalah 3,59 sekon, 3,59 sekon
dan 3,46 sekon sehingga waktu alir rata-ratanya adalah 3,55 sekon.

Larutan kasein merupakan sumber protein yang terkandung


dalam susu sekitar 82%. Struktur dari kasein terdiri dari gugus
karbonil, keton amina serta gugus samping (R). Kasein merupakan
protein yang pada dasarnya terdiri dari beberapa asam amino
(Winarno, 1984). Berikut adalah struktur dari kasein :

Gambar 4.3.3 Struktur Kasein (Winarno, 1984).

Percobaan dilanjutkan dengan menggunakan larutan urea


dengan konsentrasi yang beragam (0,1 M; 0,2 M; 0,3 M; dan 0,4 M
dalam KCl 0,1 M). Langkah yang sama dilakukan untuk setiap larutan
tersebut. Larutan urea tersebut akan mendenaturasi protein dan
menyebabkan ikatan hidrofobik dari protein menjadi lemah.
Perubahan dari konformasi ini akan menurunkan kepadatan molekul
yang memiliki kekentalan lebih tinggi daripada protein alaminya.
Pengguanaan suhu 30oC merupakan suhu optimum dimana enzim
bekerja secara optimum. Fungsi inkubasi selama 5 menit bertujuan
agar larutan dapat mencapai kesetimbangan (Girindra, 1986).

Urea adalah suatu senyawa organik yang terdiri dari unsur


karbon, nitrogen, oksigen dan hidrogen dengan rumus CON2H4 atau
(NH2)2CO. Urea umumnya digunakan sebagai salah satu bahan
pembuatan pupuk nitrogen dan banyak ditemukan di urine. Larutan
urea dalam analisis berperan untuk melemahkan ikatan hidrofobik
dalam protein sehingga protein akan terdenaturasi (Gilvery, 1996).
Berikut adalah struktur dari urea :
Gambar 4.3.4 Struktur Urea (Winarno, 1984).

Langkah selanjutnya adlaah larutan dihisap menggunakan


filler hingga melebihi tera B, kemudian waktu yang digunakan cairan
untuk mengalir dari tera B ke tera C dihitung. Urea dalam percobaan
ini telah menyebabkan ikatan hidrofobik dalam protein menjadi lemah
dan mempengaruhi struktur tersier protein. Protein yang memiliki
bentuk bulat lebih kecil viskositasnya dibandingkan protein dengan
bentuk lurus (Winarno, 1984). Kasein yang telah terdenaturasi oleh
urea akan mempunyai waktu alir lebih cepat dibandingkan waktu alir
urea pada konsentrasi rendah. Semakin tinggi konsentrasi urea maka
semakin cepat waktu alirnya (Girindra, 1986).

Kasein adalah suatu protein globular yang memiliki struktur


tersier. Protein ini terdenaturasi dengan penambahan urea (Bird,
1993). Waktu alir yang diperoleh dari sampel dan kontrol digunakan
untuk menghitung viskositas relatif dengan persaman sebagai berikut:

𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙


𝐾𝑒𝑘𝑒𝑛𝑡𝑎𝑙𝑎𝑛 𝑟𝑒𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓 = (Bird, 1993).
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙

Hasil percobaan menunjukkan bahwa nilai viskositas relatif untuk


larutan sampel kasein dalam KCl urea dengan konsentrasi 0,1; 0,2;
0,3; dan 0,4 M berturut-turut adalah 1,192; 0,54; 0,786; dan 0,288.
Viskositas larutan tidak dapat ditentukan secara pasti tetapi dapat
dibandingkan dengan viskositas zat cair tertentu sehingga diperoleh
viskositas relatifnya (Bird, 1993). Nilai viskositas relatif untuk larutan
dalam percobaan ini dibuat kurva hubungan antara kekentalan relatif
dengan variasi relatif konsentrasi urea yang digunakan. Hal tersebut
dilakukan untuk mengetahui pengaruh viskositas terhadap kepadatan
molekulnya sehingga proses denaturasi terjadi (Hawab, 2007).
Berikut adalah grafik kekentalan relatif terhadap konsentrasi urea :

Grafik Konsentrasi Urea terhadap


Viskositas Relatif
1,5

0,5

0
0,1 M 0,2 M 0,3 M 0,4 M
Konsentrasi Urea

Gambar 4.3.5 Grafik Hubungan Konsentrasi Urea terhadap


Viskositas Relatif

Berdasarkan grafik diatas menunjukkan grafik mengalami


fluktuasi (naik turun). Hasil tersebut berbeda dengan referensi yang
menyatakan jika grafik seharusnya menurun karena semakin kecil
nilai viskositas, maka laju alirnya semakin cepat karena konsentrasi
larutan urea yang digunakan semakin tinggi dan dapat menyebabkan
ikatan hidrofobik dari protein menjadi lemah. Ikatan hidrofobik dari
protein yang lemah akan menyebabkan kestabilan struktur tersier dari
protein rusak, sehingga denaturasi terjadi akibat adanya urea.
Perubahan konformasi struktur protein akan menurunkan kepadatan
molekul yang memiliki viskositas relatif dari protein alaminya
(Poedjiadi, 1994). Berdasarkan persamaan Einstein, viskositas relatif
dapat dituliskan sebagai berikut :

ɳ = 1 + 2,5 𝑐𝑉
(Bird, 1993).

Dari persamaan diatas dapat ditentukan bahwa kecepatan alir


dari masing-masing larutan dengan konsentrasi urea yang berbeda.
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh kecepatan alir masing-
masing larutan untuk sampel dengan konsentrasi 0,1; 0,2; 0,3; dan 0,4
M berturut-turut adalah 0,768; -0,92; -0,285; dan -0,712 m/s. Dari
hasil data perhitungan berikut, dibuat grafik hubungan antara
konsentrasi urea dengan kecepatan alir :

Grafik Konsentrasi Urea terhadap


1
Kecepatan Alir

0
0,1 M 0,2 M 0,3 M 0,4 M
-1

-2
Konsentrasi Urea

Gambar 4.3.6 Grafik Hubungan Konsentrasi Urea terhadap


Kecepatan Alir

Grafik diatas menunjukkan hasil yang fluktuatif (naik turun)


dengan nilai kecepatan alir yang diperoleh ada yang minus (-). Hasil
tersebut tidak sesuai dengan referensi Murray dkk (2003) yang
menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi urea yang
ditambahkan, maka viskositasnya semakin kecil sehingga kecepatan
alir semakin cepat untuk mengalir dan nilainya juga positif. Hal
tersebut juga dipengaruhi beberapa faktor. Faktor-faktor yang
mempengaruhi viskositas adalah sebagai berikut :

1. Tekanan
Viskositas cairan naik dengan adanya tekanan yang kecil.
Semakin besar tekanan maka viskositas relatif akan
semakin kecil dan laju alir semakin cepat.
2. Konsentrasi
Semakin tinggi konsentrasi maka viskositasnya akan naik
dan laju alir akan semakin lambat.
3. Bentuk dan ukuran molekul
Semakin besar bentuk dan ukuran molekul maka viskositas
akan semakin tinggi dan laju alir akan semakin lambat.
4. Suhu atau Temperatur
Semakin besar suhu yang digunakan maka nilai
viskositasnya akan semakin kecil dan laju alirnya semakin
cepat.
5. Keadaan larutan
Ketika suatu larutan membentuk koloid maka nilai
viskositas dari larutan akan semakin besar dan laju alir
akan semakin lambat.
6. Ikatan rangkap
Semakin banyak ikatan rangkap, maka viskositasnya akan
semakin besar.
(Poedjiadi, 1994).

Berikut adalah faktor faktor yang mempengaruhi kestabilan


dari struktur protein, yaitu sebagai berikut :

1. Interaksi hidrofobik
2. Interaksi ionik
3. Interaksi ikatan hidrogen
4. Sambungan disulfida (Bayer, 1993).

Sampel urea dalam larutan kasein dapat memecahkan ikatan


hidrogen yang menyebabkan terjadi denaturasi protein. Denaturasi
ada dua macam, yaitu pengembangan rantai peptida dan pemecahan
protein menjadi unit denaturasi yang lebih kecil tanpa disertai
pengembangan molekul terjadinya kedua jenis denaturasi tersebut
tergantung pada keadaan molekul. Jenis pertama terjadi pada bagian-
bagian molekul yang tergabung dalam ikatan sekunder. Denaturasi
menggunakan urea seperti dalam percobaan termasuk denaturasi jenis
pertama (Winarno, 1984).
V. KESIMPULAN

Perubahan konformasi protein dapat diketahui melalui nilai


kekentalan relatifnya. Semakin besar nilai kekentalan relatif suatu protein
menunjukkan semakin banyaknya protein yang mengalami perubahan
konformasi dari struktur tersier ke struktur primer atau sekunder akibat
penambahan konsentrasi urea. Semakin banyak konsentrasi urea, maka
viskositas semakin kecil sehingga kecepatan alir semakin cepat.
DAFTAR PUSTAKA

Amstrong. 1995. Buku Ajar Biokimia. Jakarta : EGC.

Atkins, P.W. 1994. Kimia Fisika Jilid I. Jakarta : Erlangga.

Ballag. 1996. Protein Methods 2nd Edition. New York : John Willey and Sons.

Bayer. 1993. Modern Experimental Biochemistry. California : The


Bejamn/Limiting Publishing Company Inc.

Bird, T. 1993. Kimia Fisik Untuk Universitas. Jakarta : Gramedia.

Engel dan Reid. 2006. Physical Chemistry. Washington : University of


Washington.

Gaman, M. 1992. Ilmu Pangan, Penghantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan


Mikrobiologi, Edisi II. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Gilvery. 1996. Biokimia Sebagai Suatu Pendekatan Fungsional. Jakarta : Erlangga.

Girindra. 1986. Biokimia. Jakarta : Gramedia.

Hawab. 2007. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta : EGC.

Lehninger, A.L. 1982. Dasar-Dasar Biokimia Jilid I. Jakarta : Erlangga.

Moechtar. 1990. Farmasi Fisik. Yogyakarta : UGM Press.

Murray, dkk. 2003. Biokimia Harper Edisi 25. Jakarta : EGC.

Page, O.S. 1989. Prinsip-Prinsip Biokimia Edisi 2. Jakarta : Erlangga.

Poedjiadi, A. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta : Erlangga.

Strayer, L. 1999. Biokimia Jilid I. Jakarta : EGC.

Sudarmadji. 2003. Analisis Bahan Makanan dan Pertanian. Jakarta : Liberty.

Winarno. 1984. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Wirahadikusumah. 1989. Biokimia : Protein, Enzim dan Asam Nukleat. Bandung :


ITB Press.

You might also like