You are on page 1of 5

Materi muatan konstritusi dalam rangka untuk membatasi kekuasaan dalam negara sekurang-

kurangnya berisi:

- Jaminan adanya perlindungan Hak Asasi Manusia


- Susunan kekuasaan suatu negara yang mendasar.
- Pembagian dan pembatasan tugas-tugas ketatanegaraan yang juga mendasar.

Dapat dipastikan bahwa materi muatan dalam konstitusi yang satu dengan yang lainnya tidak ada
yang sama. Hal tersebut dikarenakan ada berbagai macam sebab perbedaan-perbedaan antar
berbagai konstritusi tersebut. Walaupun demikian, pada dasarnya konstitusi yang ada memuat hal-
hal sebagai berikut:

- Bentuk negara, bentuk pemerintahan, dan sistem pemerintahan.


- Alat-alat perlengkapan negara yang sekurang-kurangnya seperti ajaran Montesquieu yaitu
adanya kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
- Cara mengisi alat perlengkapan negara dengan pejabat negara yang pada umumnya melalui
mekanisme pemilu.
- Hubungan antar alat perlengkapan negara.
- Kekuasaan dan pembatasan kekuasaan alat-alat perlengkapan negara.
- Hubungan antara alat perlengkapan negara/pejabat alat negara dengan rakyat.
- Kewarganegaraan dan hak-hak kewarganegaraan.
- Cara pembaruan UUD.
- Aturan peralihan.
- Lain-lain, yang meliputi Komisi Pemilihan Umum, Komisi Kepegawaian, dan sebagainya.

Semua unsur-unsur materi muatan di atas, di dapati dalam UUD 1945, konstitusi dari negara
Indoensa, walaupun sebelumnya diadakannya perubahan-perubahan ada kekurangan dalam materi
muatannya. Menurut Mr. J.G Steenbeek pada umumnya suatu konstitusi berisi tiga hal pokok, yaitu: 

a. Adanya jaminan terhadap Hak Asasi Manusia dan warga negaranya.


b. Ditetapkannya susunan ketatanegaraan suatu Negara yang bersifat fundamental.
c. Adanya pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan yang juga bersifat fundamental.

Menurut Prof.Sri Soemantri paling tidak ada tiga hal yang harus dimuat sebagai materi muatan
dalam suatu konstitusi yaitu:

a. Pembentukan lembaga/organ negara.


b. Pembagian kekuasaan/kewenangan antar lembaga/organ tersebut.
c. Pengaturan hubungan kewenangan antar lembaga/organ negara tersebut.

Menurut Prof. Miriam Budiardjo, ada terdapat 5 muatan konstitusi, yaitu:

a. Susunan orang ketatanegaraan suatu negara yang bersifat fundamental.


b. Pembagian tugas , pembagian kekuasaan dan hubungan antar lembaga negara.
c. Jaminan terhadap HAM dan warga negaranya.
d. Prosedur mengubah Undang-undang.
e. Ada kalanya memuat larangan untuk mengubah sifat tertentu dari Undang-undang.
Istilah konvensi berasal dari bahasa Inggris convention. Secara akademis seringkali istilah convention
digabungkan dengan perkataan constitution atau constitutional seperti convention of the
constitution. Istilah konvensi, pertama kali dipergunakan oleh A.V. Dicey yaitu the convention of the
consitution yang dihadapkan dengan sebutan the law of the constitution. Mill, mempergunakan
istilah unwritten maxism of the constitution. Anson mempergunakan istilah the custom of the
constitution. Konvensi diumpamakan sebagai daging dan Undang-Undang Dasar/peraturan
ketatanegaraan diumpamakan sebagai tulang. Konvensi adalah daging yang melekat dan
membungkus peraturan hukum/UndangUndang Dasar ketatanegaraan, agar peraturan
ketatanegaraan berjalan sesuai dengan pertumbuhan atau perkembangan pemikiran baru.
Peraturan ketatanegaraan merupakan instrumen yang mengatur kerjasama nasional sedangkan
konvensi mengatur agar kerjasama itu terlaksana secara efektif.

Perlu diketahui bahwa hampir semua negara-negara modern di dunia di samping mempunyai
konstitusi (Undang-Undang Dasar yang tertulis) dalam praktik penyelenggaraan negara mengakui
adanya apa yang disebut konvensi. Konvensi selalu ada pada setiap sistem ketatanegaraan, terutama
pada negara-negara demokrasi. Keterikatan UndangUndang Dasar 1945 pada konvensi dikarenakan
sifat Undang-Undang Dasar 1945 itu sendiri sebagai "singkat dan supel". Dalam kaitan inilah
Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 mengemukakan: "......kita harus senantiasa ingat kepada
dinamika kehidupan masyarakat dan negara Indonesia. Masyarakat dan negara Indonesia tumbuh,
zaman berubah, terutama pada zaman revolusi lahir batin sekarang ini. Oleh karena itu, kita harus
hidup secara dinamis, dan melihat segala gerak-gerik kehidupan masyarakat dan negara
Indonesia....". Dari bunyi penjelasan tersebut maka tidak dapat tidak, dalam rangka menampung
dinamika tersebut dan melengkapi hukum dasar tertulis yaitu Undang-Undang Dasar 1945 yang
singkat, maka kiranya konvensi merupakan salah satu alternatif rasional yang harus dan dapat
diterima secara konstitusional dalam praktik penyelenggaraan negara Indonesia. Maka sesuai
dengan amanat UndangUndang Dasar 1945 kiranya tidak berlebihan apabila melalui
konvensikonvensi diharapkan dinamika kehidupan masyarakat Indonesia yang sedang membangun
dan berkembang ke arah masyarakat modern dapat tertampung. Kehadiran konvensi bukan untuk
mengubah Undang-Undang Dasar 1945. Oleh karena itu, konvensi tidak boleh bertentangan dengan
Undang-Undang Dasar 1945, konvensi berperan sebagai partnership memperkokoh kehidupan
ketatanegaraan Indonesia di bawah sistem Undang-Undang Dasar 1945. Jadi kehadiran konvensi
bukan untuk mengubah sendi konstitusional yang sudah ada. Konvensi lebih berfungsi sebagai
caracara untuk memungkinkan kehidupan konstitusional berjalan lebih pasti dan sesuai dengan
tuntutan perkembangan keadaan. Konvensi yang nampaknya mengubah Undang-Undang Dasar
seperti yang diutarakan Wheare adalah justru dalam rangka memperkokoh sendi-sendi yang
terkandung dalam Undang-Undang Dasar.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi warga negara mentaati suatu konstitusi jika dilihat dari 3
pendekatan yaitu melalui hukum, politik, dan moral adalah sebagai berikut:

a. Pendekatan dari aspek Hukum


Menurut aliran hukum positif, hukum dapat dipaksakan daya berlakunya oleh aparatur negara
untuk menciptakan masyarakat yang damai, tertib, dan adil. Namun demikian, hukum positif
daya berlakunya terikat oleh ruang dan waktu. Di samping itu menurut K.C. Wheare, berangkat
dari aliran hukum positif menyatakan bahwa konstitusi itu mengikat, karena ditetapkan oleh
badan yang berwenang membentuk hukum, dan dibuat untuk dan atas nama rakyat dan
didalamnya sarat dengan ketentuan sanksi yang diatur lebih lanjut dalam UU. Maka dengan itu
dalam konsep negara hukum, konstitusi sebagai dokumen formal yang terlembagakan oleh alat-
alat negara dan sekaligus sebagai hukum dasar yang tertinggi, maka konstitusi mengikat seluruh
warga negara.
b. Pendekatan dari aspek Politik
Melalui pendekatan politik, konstitusi mencakup dua aspek, yaitu dapat sebagai sebuah produk
politik, dan juga dapat memuat suatu hubungan hukum dan kekuasaan yang saling berhubungan
antara satu sama lain. Sebagai suatu produk politik, konstitusi telah dibentuk oleh adanya dua
kekuatan politik yakni melalui lembaga DPR dan DPD. Dengan adanya suatu proses politik di
MPR. Oleh sebab itu maka kehadiran dari Konstitusi dapat memuat hubungan yang kuat antara
hukum dan kekuasaan dapat diimplementasikan pada materi muatan konstitusi, yaitu dengan
adanya penetapan dan pembatasan kekuasaan lembagalembaga negara serta hak dan kewajiban
warga negara.
c. Pendekatan dari aspek Moral
Pendekatan melalui aspek moral adalah pengaturan perbuatan manusia dari segi baik buruknya
dipandang dari tujuan akhir hidup manusia berdasarkan hukum kodrati (kehendak Illahi) atau
hukum abadi. Moral tidak dapat melembaga, tidak pernah dapat dipaksakan, tetapi moral
menuntut kepatuhan penyerahan diri secara mutlak, bukan hanya perbuatan lahiriah tetapi juga
sikap batin manusia. Manusia secara total sebagai pribadi maupun sebagai makhluk sosial
tunduk pada norma moral. Otoritas konstitusi adalah melembagakan nilainilai moral agar nilai
moral memiliki daya ikat terhadap warga untuk mengatur hidup manusia sebagai manusia.
Dengan demikian, aturan konstitusi tidak boleh bertentangan dengan etika moral yang biasanya
bersumber dari ideologi negara.
a. Periode 18 Agustus 1945 sampai dengan 27 Desember 1949, masa berlakunya Undang-Undang
Dasar 1945.
Pada masa periode pertama kali terbentuknya Negara Republik Indonesia, konstitusi atau
UndangUndang Dasar yang pertama kali berlaku adalah UUD 1945 hasil rancangan BPUPKI,
kemudian disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945. Pada masa ini terbukti bahwa
konstitusi belum dijalankan secara murni dan konskwen, sistem ketatanegaraan berubah-ubah,
terutama pada saat dikeluarkannya maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945,
yang berisi bahwa Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) sebelum terbentuknya MPR dan DPR
diserahi tugas legislatif dan menetapkan GBHN bersama Presiden, KNIP bersama Presiden
menetapkan Undang-Undang, dan dalam menjalankan tugas sehari-hari dibentuklah badan
pekerja yang bertanggung jawab kepada Komite Nasional Pusat.
b. Periode 27 Desember 1949 sampai dengan 17 Agustus 1950, masa berlakunya Undang-Undang
Dasar Republik Indonesia Serikat (RIS).
Pada tahun 1949 berubahlah konstitusi Indonesia yaitu dari UUD 1945 menjadi Undang-Undang
Dasar Republik Indonesia Serikat (UUD RIS), maka berubah pula bentuk Negara Kesatuan
menjadi negara Serikat (federal), yaitu negara yang tersusun dari beberapa negara yang semula
berdiri sendirisendiri kemudian mengadakan ikatan kerja sama secara efektif, atau dengan kata
lain negara serikat adalah negara yang tersusun jamak terdiri dari negaranegara bagian.
Kekuasaan kedaulatan Republik Indonesia Serikat dilakukan oleh pemerintah bersama-sama
dengan DPR dan Senat. Sistem pemerintahan p r e s i d e n s i a l b e r u b a h m e n j a d i
parlementer, yang bertanggung jawab kebijaksanaan pemerintah berada di tangan Menteri-
Menteri baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri bertanggung jawab kepada parlemen
(DPR), Namun demikian pada konstitusi RIS ini juga belum dilaksanakan secara efektif, karena
lembaga-lembaga negara belum dibentuk sesuai amanat UUD RIS.
c. Periode 17Agustus 1950 samapi dengan 5 Juli 1959, masa berlaku UndangUndang Dasar
Sementara Tahun 1950 (UUDS 1950).
Ternyata Konstitusi RIS tidak berumur panjang, hal itu disebabkan karena isi konstitusi tidak
berakar dari kehendak rakyat, juga bukan merupakan kehendak politik rakyat Indonesia
melainkan rekayasa dari pihak Balanda maupun PBB, sehingga menimbulkan tuntutan untuk
kembali ke NKRI. Satu persatu negara bagian menggabungkan diri menjadi negara Republik
Indonesia, kemudian disepakati untuk kembali ke NKRI dengan menggunakan UUD sementara
1950. Bentuk negara pada konstitusi ini adalah Negara Kesatuan, yakni negara yang bersusun
tunggal, artinya tidak ada negara dalam negara sebagaimana halnya bentuk negara serikat.
Ketentuan Negara Kesatuan ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (1) UUDS 1950 yang menyatakan
Republik Indonesia merdeka dan berdaulat ialah negara hukum yang demokrasi dan berbentuk
kesatuan. Pelaksanaan konstitusi ini merupakan penjelmaan dari NKRI berdasarkan Proklamasi
17 Agustua 1945, serta didalamnya juga menjalankan otonomi atau pembagian kewenangan
kepada daerah-daerah di seluruh Indonesia.
d. Periode 5 Juli 1959 sampai dengan 19 Oktober 1999, masa berlaku Undang-Undang Dasar 1945.
Pada periode ini UUD 1945 diberlakukan kembali dengan dasar dekrit Prsiden tanggal 5 Juli
tahun 1959. Berlakunya kembali UUD 1945 berarti merubah sistem ketatanegaraan, Presiden
yang sebelumnya hanya sebagai kepala negara selanjutnya juga berfungsi sebagai kepala
pemerintahan, dibantu Menteri-Menteri kabinet yang bertanggung jawab kepada Presiden.
Sistem pemerintahan yang sebelumnya parlementer berubah menjadi sistem presidensial.
Dalam praktek ternyata UUD 1945 tidak diberlakukan sepenuhnya hingga tahun 1966. Lembaga-
lembaga negara yang dibentuk baru bersifat sementara dan tidak berdasar secara konstitusional,
akibatnya menimbulkan penyimpangan-penyimpangan kemudian meletuslah Gerakan 30
September 1966 sebagai gerakan anti Pancasila yang dipelopori oleh PKI, walaupun kemudian
dapat dipatahkannya.
e. Periode 19 Oktober 1999 sampai dengan 10 Agustus 2002, masa berlaku pelaksanaan perubahan
Undang-Undang Dasar 1945.
Sebagai implementasi tuntutan reformasi yang berkumandang pada tahun 1998, adalah melak
uk an perubahan terhadap UUD 1945 sebagai dasar negara Republik Indonesia. Dasar hukum
perubahan UUD 1945 adalah Pasal 3 dan Pasal 37 UUD 1945 yang dilakukan oleh MPR sesuai
dengan kewenangannya, sehingga nilai-nilai dan prinsip-prinsip demokrasi di Negara Kesatuan
Rapublik Indonesia nampak diterapkan dengan baik. Dalam melakukan perubahan UUD 1945,
MPR menetapkan lima kesepakatan, yaitu: 1. Tidak mengubah Pembukaan UUD Negara Republik
Indonesia 1945; 2. Tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia; 3.
Mempertegas sistem pemerintahan presidensial; 4. Penjelasan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang memuat hal-hal normatif akan dimaksukkan kedalam
pasalpasal (batang tubuh); dan 5. Melakukan perubahan dengan cara adendum. Pada periode ini
UUD 1945 mengalami perubahan hingga ke empat kali, sehingga mempengaruhi proses
kehidupan demokrasi di Negara Indonesia. Seiring dengan perubahan UUD 1945 yang
terselenggara pada tahun 1999 hingga 2002, maka naskan resmi UUD 1945 terdiri atas lima
bagian, yaitu UUD 1945 sebagai naskah aslinya ditambah dengan perubahan UUD 1945 kesatu,
kedua , ketiga dan keempat, sehingga menjadi dasar negara yang fundamental/dasar dalam
menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara.
f. Periode 10 Agustus 2002 sampai dengan sekarang masa berlaku UndangUndang Dasar 1945,
setelah mengalami perubahan.
Bahwa setelah mengalami perubahan perubahan hingga keempat kalinya UUD 1945 merupakan
dasar Negara Republik Indonesia yang fundamental untuk menghantarkan kehidupan berbangsa
dan bernegara bagi bangsa Indonesia, tentu saja kehidupan berdemokrasi lebih terjamin lagi,
karena perubahan UUD 1945 dilakukan dengan cara hatihati, tidak tergesa-gesa, serta dengan
menggunakan waktu yang cukup, tidak seperti yang dilakukan BPUPKI pada saat merancang
UUD waktu itu, yaitu sangat tergesa-gesa dan masih dalam suasana dibawah penjajahan Jepang.

You might also like