You are on page 1of 14

Jurnal Dinamika, September 2014, halaman 21 - 34 Vol. 05. No.

2
ISSN 2087 - 7889

IDENTIFIKASI ALGA (ALGAE) SEBAGAI BIOINDIKATOR


TINGKAT PENCEMARAN DI SUNGAI LAMASI
KABUPATEN LUWU

Jumadil Awal, Hammado Tantu, Eka Pratiwi Tenriawaru


Program Studi Biologi, Fakultas SAINS
Universitas Cokroaminoto Palopo

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi


pencemaran perairan dan mengetahui tingkat pencemaran perairan dengan didasarkan pada
indicator biologis, fisika, dan kimia. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November
sampai dengan bulan Januari 2014. Pengambilan sampel dilakukan di sungai Lamasi
kabupaten Luwu, identifikasi Alga dan analisis air dilakukan di Laboratorium Biologi
Universitas Cokroaminoto Palopo. Dari hasil penelitian didapatkan ada 21 genus Alga yang
ditemukan, dari 21 genus tersebut terdapat 7 genus yang masuk de dalam kategori indicator
pencemaran yaitu Spirogyra, Euglena, Volvox, Monoraphidium, Navicula, Oscillatoria, dan
Nitzschia. Dan berdasarkan indeks keanekaragaman (H’) berada pada nilai 1-3 sehingga
ditarik kesimpulan bahwa perairan sungai Lamasi kabupaten Luwu telah tercemar.

Kata kunci: alga, sungai Lamasi, tingkat pencemaran, keanekaragaman

PENDAHULUAN organik dan anorganik, residu pestisida,


Sungai adalah aliran air yang besar sedimen dan bahan-bahan lainnya.
dan memanjang yang mengalir secara terus Keberadaan bahan pencemar tersebut
menerus dari hulu (sumber) menuju hilir dapat menyebabkan terjadinya penurunan
(muara) dan biasanya dibuat oleh alam. kualitas perairan, sehingga tidak sesuai lagi
Sungai memiliki peranan penting bagi dengan peruntukannya sebagai sumber air
kehidupan manusia, misalnya sebagai baku air minum, perikanan, pariwisata dan
pengendali banjir, sebagai pengairan lahan sebagainya (Morganof, 2007). Perubahan
pertanian, sebagai mata pencaharian bagi kualitas perairan, erat kaitannya dengan
nelayan, sebagai sarana transportasi, potensi perairan terutama ditinjau dari
sebagai tempat untuk mendapatkan air, dan kehidupan alga hijau di suatu perairan
sebagainya. Dengan fungsi ini sangat tersebut.
memungkinkan Sungai tersebut tercemar Keberadaan Alga hijau ini di suatu
oleh bahan-bahan pencemar (Morganof, perairan dapat memberikan informasi
2007). mengenai kondisi suatu perairan, sehingga
Jenis bahan pencemar utama yang alga hijau sebagai parameter biologi yang
masuk ke perairan danau terdiri dari dapat dijadikan indikator untuk
beberapa macam, antara lain limbah mengevaluasi kualitas dan tingkat

21
Identifikasi Alga (Algae) sebagai Bioindikator Tingkat Pencemaran di Sungai Lamasi

kesuburan suatu perairan. Adanya jenis METODE PENELITIAN


alga hijau yang dapat hidup dan blooming Penelitian ini merupakan penelitian
karena zat tertentu. Sehingga dapat deskriptif dengan metode survei untuk
memberikan gambaran mengenai keadaan mengetahui tingkat pencemaran air di
suatu perairan yang sesungguhnya. Alga sungai Lamasi berdasarkan adanya Alga
hijau juga merupakan penyumbang sebagai bioindikator pencemaran air.
oksigen terbesar di dalam suatu perairan, Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
dan pengikat awal energi matahari dalam November 2013 sampai dengan bulan
proses fotosintesis, sehingga berperan Januari 2014. Sampel diperoleh dari 4
penting bagi kehidupan perairan. (empat) stasiun, yaitu: (1) stasiun I di
Sungai Lamasi dijadikan sebagai daerah dekat bendungan yang merupakan
tempat penelitian karena Sungai ini daerah pengukuran debit air dan
digunakan sebagai sumber air minum memungkinkan adanya pembuangan
berbagai jenis binatang baik besar maupun limbah rumah tangga; (2) stasiun II di
kecil yang tinggal di sekitarnya, dan daerah yang berdekatan dengan pertanian
dimanfaatkan oleh penduduk sekitar untuk atau perkebunan warga; (3) stasiun II di
tempat pemancingan. Adanya tekanan- daerah yang berdekatan dengan ladang
tekanan lingkungan di sekitar Sungai peternakan atau pemeliharaan hewan
seperti pembuangan limbah dan sampah ke seperti sapi dan kerbau; dan stasiun IV di
pinggir dan badan Sungai oleh penduduk daerah badan air yang terdalam dan tenang.
sekitarnya menyebabkan penurunan Setiap stasiun terdiri atas 2 (dua) kali
kualitas perairan Sungai. Penurunan ulangan. Kegiatan identifikasi Alga dan
kualitas air ini akan mempengaruhi biota analisis air dilakukan di Laboratorium
yang ada di perairan tersebut. Dalam Biologi Universitas Cokroaminoto Palopo.
Survey yang dilakukan oleh peneliti pada Data tentang Alga makroskopis
tanggal 2 November 2013 ditemukan diambil dengan mengamati secara
adanya jenis Alga yang banyak di sekitar langsung pada saat yang sama dengan
perairan sungai tersebut. Oleh karena itu, pengambilan sampel air, sedangkan data
untuk mengetahui kualitas perairan Alga mikroskopis diperoleh dengan
tersebut perlu dilakukannya penelitian menggunakan mikroskop dan
tentang alga hijau sebagai indikatornya. diidentifikasi dengan menggunakan buku
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) identifikasi Alga. Selanjutnya, dianalisis
untuk mengetahui faktor-faktor yang untuk mengetahui indeks keanekaragaman
menyebabkan kelimpahan Alga (Algae) di (H’) Alga berdasarkan indeks Shannon-
sungai Lamasi; (2) untuk mengetahui Wiener (Odum, 1993) dan koefisien
tingkat pencemaran air sungai Lamasi sparobitas dianalisis dengan menggunakan
berdasarkan bioindikator Alga (Algae); persamaan Dresscher dan Van Der Mark
dan (3) untuk mengetahui stasiun (Koesoebiono, 1987).
penelitian yang mempunyai tingkat Selain itu, dilakukan juga
pencemaran yang tinggi dan tingkat pengukuran parameter fisika yaitu suhu
pencemaran yang rendah. dan parameter kimia yaitu kadar DO, BOD,
dan pH. Suhu diukur dengan menggunakan

22
Jumadil Awal, Hammado Tantu, Eka Pratiwi Tenriawaru (2014)

termometer air, kadar DO dan BOD suhu terendah berada pada stasiun 1 yaitu
dianalisis dengan menggunakan metode 24ºC.
Wrinkler, dan pH air diukur dengan Tabel 1. Data Hasil Analisis Suhu (ºC)
menggunakan indikator universal. Stasiun Rata-Rata Suhu

HASIL PENELITIAN 1 24
1. Analisis Suhu Air 2 26,5
Berdasarkan hasil penelitian yang 3 28,5
dilakukan berdasarkan 4 (empat) stasiun 4 32
didapatkan kisaran nilai suhu pada perairan
sungai Lamasi kabupaten Luwu adalah Berdasarkan data di atas maka
antara 24ºC-34ºC. Stasiun sampel yang grafik analisis suhu perairan sungai Lamasi
mempunyai nilai suhu yang tertinggi berdasarkan nilai rata-rata dari 4 Stasiun
berada pada stasiun 4 yaitu 34ºC. sampling sebagai berikut.
Sedangkan stasiun yang mempunyai nilai

Suhu (ºC) Perairan Sungai Lamasi


40
28,5 32
26,5
Suhu (ºC)

30 24 Stasiun 1
Stasiun 2
20 Stasiun 3
Stasiun 4
10

Nilai Suhu

Gambar 1. Grafik suhu

2. Analisis Kadar DO Air


Tabel 2. Kadar DO (Dissolve Oxygen)
Berdasarkan hasil penelitian yang Stasiun Kadar DO (ppm)
dilakukan dari 4 (empat) stasiun bahwa 1 18,14
Nilai DO (Dissolved Oxygen) di perairan 2 8,95
sungai Lamasi kabupaten Luwu pada 3 8,58
Stasiun 1 adalah 18,14 ppm, Stasiun 2 4 10,76
adalah 8,95 ppm, Stasiun 3 adalah 8,58
Berdasarkan data di atas maka
ppm, dan Stasiun 4 adalah 10,76 ppm.
grafik analisis kadar Dissolve Oxygen
Nilai DO tertinggi terjadi pada Stasiun
(DO) perairan sungai Lamasi dari 4 Stasiun
sampling 1 yaitu 18,14 ppm, dan nilai DO
sampling adalah sebagai berikut.
terendah terjadi pada Stasiun sampling 3
yaitu 8,58 ppm.

23
Identifikasi Alga (Algae) sebagai Bioindikator Tingkat Pencemaran di Sungai Lamasi

Dissolve Oxygen (DO) Perairan Sungai Lamasi


18,14

Nilai Dissolve Oxygen (DO)


20
Stasiun 1
15
8,95 10,76 Stasiun 2
10 8,58
Stasiun 3
5 Stasiun 4
0

Nilai pH

Gambar 2 . Grafik DO

3. Analisis Kadar BOD Air Tabel 3. Analisis Kadar BOD


Berdasarkan data yang diperoleh Stasiun Kadar BOD
pada Tabel 2, pada penentuan DO awal (Biochemical Oxygen
Demand) (ppm)
didapatkan antara 8,58 ppm-18,14 ppm,
1 8,23
maka pada penentuan DO akhirnya 2 26
didapatkan dari stasiun 1 sampai stasiun 4 3 27,2
yaitu antara 3,75 ppm-18,14 ppm. Maka 4 9,65
hasil penentuan BOD tersebut didapatkan
Nilai antara 8,23 ppm-27,2 ppm. Berdasarkan data di atas maka
grafik analisis kadar BOD perairan sungai
Lamasi dari 4 Stasiun sampling adalah
sebagai berikut.

Biochemical Oxygen Demand (BOD) Perairan Sungai


Lamasi
Biochemical Oxygen Demand

30 26 27,2
Stasiun 1
20
(BOD)

8,23 Stasiun 2
9,65
10
Stasiun 3
0
Stasiun 4
Nilai pH

Gambar 3 . Grafik BOD

Data yang diperoleh diatas, BOD sampling 2 dan stasiun sampling 3, dan
mengalami peningkatan pada stasiun BOD mengalami penurunan pada stasiun

24
Jumadil Awal, Hammado Tantu, Eka Pratiwi Tenriawaru (2014)

sampling 1 dan stasiun sampling 4. Nilai terendah berada pada stasiun 1 yaitu
BOD ini bergantung pada organisme pada bernilai 6.
sampel penelitian.
Tabel 4. Derajat Keasaman (pH)
4. Analisis pH Air Stasiun Rata-rata pH
Untuk mengukur derajat keasaman 1 6
air sungai Lamasi maka yang digunakan 2 6,5
adalah alat indikator pH. Berdasarkan hasil 3 7
penelitian yang dilakukan dari 4 (empat) 4 8
stasiun didapatkan kisaran nilai pH pada
perairan Sungai Lamasi Kabupaten Luwu Berdasarkan data di atas maka
adalah antara 6-8. Stasiun sampel yang grafik analisis suhu perairan Sungai lamasi
mempunyai nilai PH yang tertinggi berada berdasarkan nilai rata-rata dari 4 Stasiun
pada stasiun 4 yaitu bernilai 8. Sedangkan sampling adalah:
stasiun yang mempunyai nilai suhu

Derajat Keasaman (pH) Perairan Sungai Lamasi


8
Derajat Keasaman (pH)

8 6 6,5 7
6 Stasiun 1
4 Stasiun 2
2 Stasiun 3
0 Stasiun 4

Nilai pH

Gambar 4. Grafik pH

5. Identifikasi Alga membloomingnya spesies ini dikarenakan


Berdasarkan hasil pengamatan pencemaran organik tinggi pada Stasiun 3
yang dilakukan di laboratorium dan secara sehingga tampak air Sungai berwarna
langsung di lapangan yang berhasil kehijau-hijauan. Dan untuk Mikroalga
didapatkan dan diidentifikasi adalah 1 ditemukan 21 genus yaitu Nitzschia,
spesies makroalga dan 21 genus Mikroalga Chlamydomonas, Monoraphidium,
yang mendominasi dari keempat Stasiun Navicula, Arthrospira, Chlorococcum,
tersebut diantaranya adalah untuk Euglena, Volvox, Dinophysis, Oscillatoria,
makroalga hanya ditemukan 1 genus yaitu Carteria, Sphaerellopsis, Protococcus,
Spirogyra dengan jumlah tak terhingga dan Chlorogonium, Phacotus, Oocystis,
hanya ditemukan di Stasiun 3 Tetraedron, Eremosphaera,
Excentrosphaera, dan Oedogonium.

25
Identifikasi Alga (Algae) sebagai Bioindikator Tingkat Pencemaran di Sungai Lamasi

Tabel 5. Identifikasi Makroalga

Divisi Jumlah Spesies dalam Stasiun


1 2 3 4
Spirogyra 0 0 Tak terhingga (∞) 0
Jumlah 0 0 Tak terhingga (∞) 0

Tabel 6. Nilai Total Rata-rata Jumlah Mikroalga

Stasiun
NO. Divisi 1 2 3 4 Jumlah Rata-Rata
1 Nitzschia 12 30 72 12 126 50,4
2 Chlamydomonas 6 36 0 0 42 16,8
3 Monoraphidium 12 30 54 12 108 43,2
4 Oedogonium 6 12 6 0 24 9,6
5 Navicula 12 12 24 12 60 24
6 Arthrospira 0 0 30 6 36 14,4
7 Euglena 18 30 72 12 132 52,8
8 Excentrosphaera 0 6 24 12 42 16,8
9 Volvox 12 12 48 12 84 33,6
10 Dinophysis 0 6 6 12 24 9,6
11 Oscillatoria 6 0 84 6 96 38,4
12 Carteria 6 30 12 0 48 19,2
13 Sphaerellopsis 6 0 6 12 24 9,6
14 Eremosphaera 12 0 24 0 36 14,4
15 Protococcus 0 6 6 0 12 4,8
16 Chlorococcum 6 36 30 6 78 31,2
17 Chlorogonium 6 0 54 0 60 24
18 Phacotus 6 12 12 6 36 14,4
19 Oocystis 0 12 24 6 42 16,8
20 Tetraedron 12 30 36 6 84 33,6
jumlah 138 300 624 132 1194 477,6

Berdasarkan data di atas didapatkan Dimana rata-rata tersebut berasal dari hasil
total rata-rata dari jumlah spesies penjumlahan setiap stasiun. Rata-rata yang
mikroalga yang mendiami seluruh stasiun. didapatkan antara 4,5-43,5.

26
Jumadil Awal, Hammado Tantu, Eka Pratiwi Tenriawaru (2014)

45 Nitzschia
45 43,5 Chlamydomonas
Monoraphidium
40
36 Oedogonium

35 Navicula

33 Arthrospira
30 30 Euglena
27
Excentrosphaera
25 Volvox
Dinophysis
20 19,5
18 19,5 Heterosigma
18 Carteria
15 15 16,5
10,5 Sphaerellopsis
10 9 10,5 Eremosphaera
7,5 10,5
Protococcus
5 4,5 Chlorococcum
4,5 4,5
Chlorogonium
0
Phacotus
Oocystis
Nilai Rata-Rata Keseluruhan Stasiun Tetraedron

Gambar 5. Grafik Nilai Rata-rata Jumlah Spesies Keseluruhan Stasiun

6. Indeks Keanekaragaman (H’) Nilai rata-rata keanekaragaman


berkisar antara 2,383 sampai 2,542.
Indeks Keanekaragaman (H’) dapat Dimana pada setiap stasiun mempunyai
dihitung dengan menggunakan indeks keanekaragaman yang hampir mirip.
Shannon-Wiener. Dimana perhitungan Tetapi yang memiliki nilai index
yang dilakukan dengan mengacu kepada keanekaragaman tertinggi berada pada
jumlah stasiun dan jumlah ulangan. stasiun 2 dan terendah pada stasiun 1.
Tabel 7. Nilai Index keanekaragaman (H’) 7. Nilai Koefisien Saprobitas
Stasiun Rata- Tingkat Sistem saprobitas ini hanya untuk
Rata Pencemaran
melihat kelompok organisme yang
1 2,383 dominan saja dan banyak digunakan untuk
2 Pencemaran sedang
2,420 dan menentukan tingkat pencemaran dengan
3 2,542 keanekaragaman persamaan Dresscher dan Van Der mark
4 sedang
2,397 (Koesoebiono, 1987). Sistem perhitungan
Jumlah 9,742 Saprobitas pada penelitian ini
menggunakan Sistem Saprobitas

27
Identifikasi Alga (Algae) sebagai Bioindikator Tingkat Pencemaran di Sungai Lamasi

pendekatan kuantitatif menurut Dresscher


dan Van der Mark.

Tabel 8. Nilai Koefisien Saprobitas

Stasiun Nilai Koefisien Bahan Tingkat


Saprobitas Pencemar Pencemaran
1 0,76 Ringan
2 0,88 Ringan
Bahan Organik
3 0,228 Sedang
dan Anorganik
4 0,114 Sedang
Jumlah 1,982

Berdasarkan dari hasil perhitungan 34ºC, sehingga spesies alga yang


nilai koefisien saprobitas maka didapatkan ditemukan pada stasiun ini lebih rendah
nilai koefisien antara 0,114 - 0,88, dengan dibandingkan dengan stasiun 2 dan stasiun
tingkat pencemaran yang sedang. 3. Pada waktu penelitian di stasiun 4 juga
terdapat aktivitas pengerukan oleh
Pembahasan
kendaraan pengeruk material-material
1. Suhu Air
Suhu mampu mempengaruhi sungai sehingga keadaan warna Sungai
aktivitas organisme dimana suhu menjadi keruh dan berbau, sehingga yang
mempunyai rentang yang dapat ditolelir menjadi penyebab utama suhu meningkat
oleh setiap jenis organisme. Suhu dan spesies berkurang diakibatkan oleh
mempunyai peranan penting dalam aktivitas pengerukan tersebut. Sedangkan
mengatur aktivitas biologis organisme baik pada stasiun 1 sampai stasiun 3 ditemukan
hewan maupun manusia. Menurut Yuliani banyak spesies Mikroalga, Hal ini
dan Rahardjo (2012), suhu air dipengaruhi menunjukkan bahwa suhu tersebut masih
oleh suhu udara. Tinggi rendah suhu juga optimum untuk pertumbuhan mikroalga di
berpengaruh terhadap aktivitas ikan. suatu perairan. Nilai suhu pada Stasiun
Tingginya suhu air akan mengurangi kadar sampling 1 sampai Stasiun 3 merupakan
oksigen terlarut. Keadaan suhu air dan DO suhu yang optimum. Menurut Effendi
akan mempengaruhi aktivitas ikan. Suhu (2003), kisaran suhu optimum untuk
air sangat berkaitan erat dengan petumbuhan mikroalga yaitu 20-30ºC.
konsentrasi oksigen terlarut dan laju Oleh karena itu, suhu tersebut sesuai untuk
konsumsi oksigen hewan air. petumbuhan mikroalga pada umumnya.
Berdasarkan hasil pengamatan, Pada suatu perairan, kadar suhu
nilai suhu dari stasiun sampling tersebut dipengaruhi oleh kadar oksigen, dimana
berturut-turut dari 24ºC sampai 34ºC. Dari jika semakin tinggi kadar oksigen maka
keseluruhan stasiun tersebut yang suhu akan mengalami penurunan.
mempunyai nilai suhu tertinggi berada
pada stasiun 4 yaitu dengan suhu 30ºC dan

28
Jumadil Awal, Hammado Tantu, Eka Pratiwi Tenriawaru (2014)

2. Kadar DO Air yang berdekatan dengan perkebunan


Oksigen terlarut (Dissolved warga. Sedangkan stasiun sampling 4
Oxygen, disingkat DO) merupakan salah mempunyai nilai DO yang cukup tinggi hal
satu parameter penting dalam analisis ini disebabkan aktivitas pengerukan
kualitas air sungai di Sungai Lamasi. Nilai tersebut mampu memberikan masukan
DO yang diukur dalam bentuk konsentrasi oksigen bagi sungai.
ini menunjukan jumlah oksigen (O2) yang Lee dkk. (1978), mengatakan
tersedia dalam Sungai. Semakin besar nilai apabila kadar oksigen terlarut berada diatas
DO pada air Sungai, mengindikasikan air 6,5 ppm maka perairan tersebut masih
Sungai tersebut memiliki kualitas yang dapat menampung organisme aquatik.
bagus. Sebaliknya jika nilai DO rendah, Kandungan oksigen terlarut pada Sungai
dapat diketahui bahwa air tersebut telah Lamasi berkisar antara 8,58 ppm sampai
tercemar (Hutabarat dan Evans, 2006). 18,14 ppm. Dari hasil pengamatan tersebut
Pengukuran DO pada air Sungai maka dapat disimpulkan bahwa kadar
Lamasi juga bertujuan melihat sejauh mana oksigen terlarut pada perairan Sungai
Sungai mampu menampung biota air Lamasi masih dapat menampung
seperti ikan dan mikroorganisme. organisme aquatik.
Hutabarat dan Evans (2006), Mengatakan 3. Kadar BOD Air
bahwa kemampuan air untuk Berdasarkan hasil pengamatan,
membersihkan pencemaran juga Nilai BOD pada ke empat Stasiun sampling
ditentukan oleh banyaknya oksigen dalam tersebut berkisar antara 8,23 ppm sampai
air. Dalam penentuan DO ini memakai 27,2 ppm. Nilai BOD tertinggi terjadi pada
metode titrasi Winkler. Stasiun sampling 3 yaitu 27,2 ppm dan
Nilai DO tertinggi pada Stasiun stasiun sampling 2 yaitu 26 ppm, dan nilai
sampling 1 yaitu 18,14 ppm, karena pada BOD terendah terjadi pada Stasiun
Stasiun sampling ini merupakan sampling 1 yaitu 8,23 ppm dan stasiun
bendungan sungai yang mempunyai arus sampling 4 yaitu 9,65 ppm. Nilai BOD
air yang deras serta berbatu besar, akibat lebih rendah pada Stasiun 1 dibandingkan
dari laju air yang deras dan mempunyai dengan Stasiun sampling lainnya ini
batu-batuan yang besar membuat udara disebabkan karena organisme yang
dapat tertarik ke air tersebut. Sedangkan didapatkan terutama Alga pada stasiun
pada stasiun yang mempunyai kandungan tersebut lebih sedikit, hal itu terjadi karna
oksigen yang rendah berada pada stasiun 3, arus air sangat deras sehingga Alga lebih
karena pada stasiun ini mempunyai aliran cenderung terbawa arus. Sedangkan pada
air atau laju air yang lambat dan berdekatan Stasiun 4, dimana pada Stasiun ini terjadi
dengan tempat atau lapangan pemeliharaan aktivitas pengerukan dan menyebabkan
ternak, tapi pada stasiun ini ditemukan Alga yang didapatkan juga sedikit
banyak Alga makroskopis dan juga banyak sehingga kebutuhan Oksigen makhluk
ditemukan Alga mikroskopis. Nilai DO hidup dapat mempengaruhinya. Dan pada
pada stasiun sampling 2 hampir mirip Stasiun 2 dan Stasiun 3 terdapat banyak
dengan nilai DO stasiun 3, pada stasiun Alga yang ditemukan, sehingga aktivitas
sampling 2 daerah ini merupakan daerah

29
Identifikasi Alga (Algae) sebagai Bioindikator Tingkat Pencemaran di Sungai Lamasi

kebutuhan Oksigen Makhluk hidup 5. Identifikasi Alga


semakin meningkat. Berdasarkan hasil pengamatan
Berdasarkan nilai BOD, Lee, dkk. yang dilakukan di laboratorium dan secara
(1987) mengelompokkan kualitas perairan langsung di lapangan yang berhasil
atas empat yaitu tidak tercemar (< 3,0 didapatkan dan diidentifikasi adalah 1
ppm), tercemar ringan (antara 3,0-4,9 spesies makroalga dan 20 genus Mikroalga
ppm), tercemar sedang (antara 4,9-15,0 yang mendominasi dari ke empat Stasiun
ppm) dan tercemar berat (>15,0 ppm). Dari tersebut diantaranya adalah untuk
data yang diperoleh selama penelitian, makroalga hanya ditemukan Spirogyra
maka dapat disimpulkan bahwa pada dengan jumlah tak terhingga dan hanya
stasiun 1 dan stasiun 4 merupakan stasiun ditemukan di Stasiun 3, membloomingnya
yang tercemar sedang. Sedangkan pada spesies ini dikarenakan pencemaran
stasiun 2 dengan dan stasiun 3 merupakan adanya bahan pencemar yaitu berupa
stasiun yang tercemar berat. bahan organik pada Stasiun 3 sehingga
4. pH Air tampak air Sungai berwarna kehijau-
Hasil pengamatan yang dilakukan hijauan. Dan untuk Mikroalga ditemukan
didapatkan bahwa pada stasiun sampling 1 dari genus Nitzschia, Chlamydomonas,
memiliki nilai pH yang terendah dari Monoraphidium, Oedogonium, Navicula,
Stasiun sampling lainnya yaitu dengan Arthrospira, Chlorococcum, Euglena,
nilai pH 6. Menurut Nugroho (2006) Volvox, Dinophysis, Oscillatoria, Carteria,
menyatakan bahwa pada umumnya air Sphaerellopsis, Protococcus,
yang normal memiliki pH netral sekitar pH Chlorogonium, Phacotus, Oocystis,
6 hingga pH 8. Dengan demikian nilai pH Tetraedron, Eremosphaera, dan
pada perairan Sungai Lamasi masih Excentrosphaera.
tergolong normal dengan nilai pH sekitar Euglena, Volvox, Monoraphidium,
pH 6 sampai pH 8. Air limbah atau air Navicula, dan Nitzschia merupakan
tercemar memiliki pH sangat rendah atau penyusun utama phitoplankton dari semua
pH cendrung tinggi, tergantung dari jenis Stasiun sampling yang telah di identifikasi.
limbah dan komponen pencemarannya. Melimpahnya Euglena, Volvox,
Sebagai salah satu parameter lingkungan Monoraphidium, Navicula, dan Nitzschia
perairan, pH tidak selalu stabil, karena disebabkan karena kelima genus tersebut
dipengaruhi oleh keseimbangan antara sangat mudah beradaptasi pada lingkungan
CO2 dan HCO3 dalam perairan. Hasil rata- perairan terutama perairan yang telah
rata nilai pH diatas, yang kisarannya antara tercemar. Dari hasil pengamatan,
pH 6 sampai pH 8, menunjukkan bahwa mikroalga yang di dapat diantaranya yaitu
perairan Sungai Lamasi masih dapat Spirogyra, Euglena, Volvox,
menopang beberapa kehidupan Alga, Monoraphidium, Navicula, Oscillatoria,
karena untuk setiap Alga mempunyai dan Nitzschia yang merupakan jenis-jenis
kemampuan adaptasi yang berbeda. mikroalga indikator pencemaran air sesuai
dengan teori Fukuyo maka dapat
disimpulkan bahwa kualitas perairan
Sungai Lamasi sudah tercemar. Hal ini

30
Jumadil Awal, Hammado Tantu, Eka Pratiwi Tenriawaru (2014)

dimungkinkan karena limbah organik maka genus mikroalga perairan tercemar


termasuk kotoran hewan maupun yang akan mendominasi perairan tersebut.
anorganik yang berada pada air Sungai
Lamasi banyak berserakan. Dalam 6. Indeks Keanekaragaman (H’)
pengamatan memang terlihat air sungai Indeks Keanekaragaman (H’) dapat
berwarna kehijauan karena terjadi dihitung dengan menggunakan rumus
pencemaran organik, Lalu terjadilah Indeks Keanekaragaman (H’) Shannon-
komunitas spesies mikroalga yang mampu Wiener. Dimana perhitungan yang
bertahan pada kondisi tercemar. dilakukan dengan mengacu kepada jumlah
Euglena, Volvox, Monoraphidium, stasiun dan jumlah ulangan hasil penelitian
Navicula, Oscillatoria dan Nitzschia Mikroalga. Berdasarkan hasil perhitungan
mampu melindungi dirinya dari zat-zat indeks keanekaragaman didapatkan bahwa
beracun yang berada di perairan. Oleh keanekaragaman perairan Sungai Lamasi
karena itu, genus-genus tersebut mampu Kabupaten Luwu berkisar antara 2,383
hidup pada perairan yang mengalami sampai 2,542, dengan rata-rata berikisar
pencemaran (Jhon dkk, 2002). Dari genus antara 2,383 sampai 2,542. Menurut Willhm
tersebut ada yang mempunyai flagel (1975), Nilai indeks keanekaragaman
(berupa alat gerak) yang mampu berdasarkan rumus dari Shannon-Wiener
melakukan pergerakan secara luas di bahwa nilai <1 = Keanekaragaman kecil
perairan. Berdasarkan Fukuyo (2000) dan kestabilan komunitas rendah, 1,00 –
mikroalga yang termasuk ke dalam 3,00 = Keanekaragaman sedang dan
indikator pencemaran berat adalah kestabilan komunitas sedang, dan >3 =
Phormodium, Pyrobotrys, Oscillatoria, Keanekaragaman tinggi dan kestabilan
Chlorella, Anacystis, Nitzschia,. komunitas stabil. Maka berdasarkan acuan
Lepocinclis, Tetraedron, Phacus, tersebut spesies phytoplankton pada
Stigeoclonium, Chlamydomonas, perairan Sungai Lamasi Kabupaten Luwu
Agemenellum, Anabaena, Euglena, mempunyai Tingkat pencemaran sedang
Spyrogyra, Chlorococcum, Ghomponema, dan Keanekaragaman sedang. Hal ini
Lyngbya, Carteria, terbukti berdasarkan hasil pengamatan
Chlorogonium, Arthrospira. Maka yang dilakukan bahwa keanekaragaman di
berdasarkan dari teori Fukuyo (2000), Alga perairan Sungai Lamasi Kabupaten Luwu
yang menjadi indikator perairan tercemar mempunyai stabilitas yang sedang.
di Sungai Lamasi adalah: Nitzschia sp, Nilai keanekaragaman perairan
Chlamydomonas, Arthrospira, sungai lamasi terbilang hampir mirip, tapi
Chlorococcum, Euglena, Carteria, nilai terendah terjadi pada Stasiun
Oscillatoria Chlorococcum, sampling 1 dan yang tertinggi terjadi pada
Chlorogonium, dan Tetraedron. Sehingga, stasiun 3. Stasiun 1 mempunyai nilai
jika terdapat 1 atau 2 bahkan lebih dari 2 rendah dengan nilai 2,383 hal demikian
genus mikroalga indikator perairan terjadi karna keberadaan Mikroalga lebih
tercemar, dengan demikian sungai lamasi terbawa arus sehingga keanekaragamannya
sudah tercemar. Hal ini dikarenakan, jika lebih rendah dibanding stasiun lainnya,
sewaktu-waktu terjadi blooming alga, begitu pula dengan stasiun 4 walaupun

31
Identifikasi Alga (Algae) sebagai Bioindikator Tingkat Pencemaran di Sungai Lamasi

pada stasiun ini mempunyai arus yang dan 1,5 – 3,0 tercemar sangat ringan. Dari
tenang tapi pada stasiun ini terjadi aktivitas penjelasan tersebut jika nilai koefisien
pengerukan sungai sehingga saprobitas semakin rendah maka tingkat
keanekaragamannya sedikit hal ini terjadi pencemaran bahan organik dan anorganik
karna bahan-bahan material sungai akan semakin berat dan sebaliknya apabila
menggangu keberadaan mikroalga dan nilai koefisien saprobitas semakin tinggi
juga suhu pada stasiun ini meningkat. maka tingkat pencemaran bahan organik
Sedangkan pada stasiun 2 dan 3 dan anorganik akan semakin ringan pula.
mempunyai nilai masing-masing 2,42 dan Nilai koefisien saprobitas yang
2,542 dengan nilai tertinggi dari pada tertinggi berada pada stasiun 1 dan 2
stasiun lainnya, hal ini dikarenakan pada dengan nilai koefisien 0,76 dan 0,88, pada
stasiun 2 berdekatan dengan bahan stasiun ini tingkat pencemarannya ringan
pencemar organik seperti pupuk organik dengan fase saprobik β- mesosaprobik dan
pertanian sehingga keanekaragamannya bahan pencemarnya adalah Organik dan
lebih tinggi dibandingkan stasiun 1 dan 4, Anorganik. Sedangkan nilai Koefisian
begitupula dengan stasiun 3 yang Saprobitas yang terendah berada pada
berdekatan dengan limbah peternakan stasiun 3 dan 4 dengan nilai Koefisien
sehingga pada stasiun ini keanekaragaman Saprobitas 0,228 dan 0,114, pada stasiun
mikroalga yang tertinggi pada masing- ini tingkat pencemarannya sedang dengan
masing stasiun. fase saprobik β/α-mesosaprobik dan bahan
pencemarnya adalah huruf kecil.
7. Nilai Koefisien Saprobitas Stasiun 1 dan Stasiun 2 yang
Hasil analisis data nilai koefisien mempunyai nilai koefisien saprobitas
saprobik di Sungai Lamasi berkisar antara tinggi disebabkan karena pada kedua
0,114 sampai 0,88. Hal ini menunjukkan Stasiun ini memiliki arus yang cukup deras
bahwa perairan tersebut berada dalam fase sehingga bahan pencemar organik dan
β/α-mesosaprobik dan dalam fase β- anorganik lebih terbawa arus dibandingkan
mesosaprobik, yang artinya perairan dengan mengendap atau tinggal di sekitar
tersebut tercemar sedang dan tercemar Stasiun 1 dan 2. Tapi nilai Koefisien pada
ringan dimana bahan pencemarnya adalah stasiun 1 lebih rendah dibandingkan pada
bahan organik dan anorganik. Hal ini Stasiun 2, ini dikarenakan pada stasiun ini
terjadi dikarenakan zat pencemar yaitu masih terdapat sedikit sampah rumah
bahan organik dan anorganik yang berupa tangga yang sengaja dibuang oleh
sampah rumah tangga, limbah peternakan, masyarakat, juga pada stasiun ini
dan limbah pertanian yang mencemari dimanfaatkan masyarakat untuk kegiatan
perairan tersebut. Menurut Koesoebiono mandi dan mencuci. Sedangkan pada
(1987) dalam hubungan antara koefisien stasiun 3 dan 4 nilai koefisien cenderung
saprobik dengan tingkat pencemaran lebih rendah, ini dikarenakan stasiun ini
perairan, apabila nilai koefisien saprobik (- memiliki arus yang lambat sehingga bahan
3) – (1,5) tercemar sangat berat, (-1,5) – pencemar akan tinggal dikedua Stasiun ini.
(0,5) tercemar cukup berat, (-0,5) – (0,5) Stasiun 4 lebih rendah dibandingkan
tercemar sedang, 0,5 – 1,5 tercemar ringan, dengan stasiun 3 dikarenakan pada stasiun

32
Jumadil Awal, Hammado Tantu, Eka Pratiwi Tenriawaru (2014)

ini terjadi aktivitas pengerukan sehingga Maka pada hasil analisis tingkat
bahan pencemar organik dan anorganik pencemaran dapat disimpulkan bahwa
yang tadinya mengendap di dalam tanah perairan sungai Lamasi telah tercemar.
perairan akan bercampur kembali bersama
dengan air. DAFTAR PUSTAKA
Berdasarkan data yang diperoleh
Effendi, H., 2003. Telaah kualitas Air Bagi
dimana pada stasiun 1 memiliki nilai
Pengelolaan Sumber Daya dan
saprobitas 0,76, stasiun 2 memiliki nilai Lingkungan Perairan.
saprobitas 0,88, stasiun 3 memiliki nilai Yogyakarta: Kanisius.
saprobitas 0,228, dan stasiun 4 memiliki
nilai saprobitas 0,114. Maka dapat Fukuyo, Y. 2000. Red Tide Microalga.
disimpulkan bahwa perairan sungai lamasi (Online) fukuyo@mail.ecc.u-
telah tercemar ringan dan tercemar sedang. tokyo.ac.jp. Diakses tanggal 9
November 2013.
KESIMPULAN Hutabarat, S dan Evans, S.M.. 2006.
Berdasarkan hasil penelitian dan Pengantar Oseanografi. Jakarta:
pembahasan di atas, maka dapat Universitas Indonesia.
disimpulkan bahwa:
1. Kelimpahan Alga di Sungai Lamasi Jhon, D.M., B.A. Whitton, & A.J. Brook.
disebabkan oleh faktor bahan 2002. The Freshwater Alga Flora
of the British Isles.
pencemar seperti kandungan limbah
Cambridge: The United Kingdom
organik maupun limbah anorganik, at the University Press.
dengan semakin tingginya limbah
organik maka alga akan semakin Koesoebiono. 1987. Metode Dan Tekhnik
melimpah pula karna bahan organik Pengukuran Biologi Perairan.
tersebut dapat diserap oleh tubuh, Bogor: Kursus Amdal
angkatan V.
sedangkan semakin banyak limbah
anorganik maka kelimpahan mereka Lee, C.D., S.B. Wang, and C.L. Kuo. 1987.
semakin banyak pula karena predator Benthic Macroinvertebrate and
mereka tidak dapat tahan dengan Fish as Biological Indicator of
toksik yang terkandung pada perairan. Water Quality with Reference to
2. Hasil analisis tingkat pencemaran Community Diversity
didapatkan bahwa nilai pH pada Development Countries. Bangkok.
P. 233.
masing-masing stasiun berkisar antara
24ºC sampai 34ºC, nilai pH berkisar Morganof. 2007. Model Pengendalian
antara 6-8, nilai DO berkisar antara Pencemaran Perairan di Danau
8,58 ppm - 18,14 ppm dan BOD Maninjau Sumatera Barat.
berkisar antara 8,23 ppm - 27,2 ppm. Disertasi. Sekolah Pascasarjana,
3. Stasiun yang paling tinggi tingkat Institut Pertanian Bogor.
pencemarannya berada pada stasiun 3
Nugroho, A. 2006. Bioindikator Kualitas
dan stasiun yang palin rendah tingkat Air. Jakarta: Universitas Trisakti.
pencemarannya berada pada stasiun 1.

33
Identifikasi Alga (Algae) sebagai Bioindikator Tingkat Pencemaran di Sungai Lamasi

Odum, E.P. 1993. Fundamental of


Ecology. Philladelphia London
Toronto: W.B. Sounders
Company.

Willhm, J.P. 1975. Biological Indicators of


Polution. River Ecology. London:
Blackwell Scientific Publication
Oxford.

Yuliani dan Rahadjo. 2012. Panduan


Praktikum Ekofisiologi. Surabaya:
Unipress.

34

You might also like