You are on page 1of 2

Go-Jek, Blue Ocean Strategy, dan Business Model Innovation

“Kami Sudah Lama ‘Nunggu’ Penumpang, Eh Malah Diambil Go-Jek, Kesal Kan”, demikian
judul sebuah artikel di sebuah harian nasional. Judul tersebut tersebut diambil dari ungkapan
seorang pengemudi ojek konvensional yang merasa permintaan pelanggannya berkurang sejak
hadirnya Go-Jek, ya betul, Go-Jek. Sebuah aplikasi android yang menghubungkan antara
pelanggan ojek dan driver ojek. Aplikasi ini dengan cepat merebut hati para pengguna jasa ojek
dan pengemudi ojek. Menarik bukan, mengingat Go-Jek baru didirikan di tahun 2011, sampai
dengan Agustus 2015, aplikasi Go-Jek sudah diunduh sebanyak 2 juta kali sedangkan
pengemudi ojek yang sudah bergabung adalah sekitar 10.000 orang.

Dewasa ini banyak kita temui ojek modern seperti Go-Jek dan Grab Bike. Kemunculan ojek
modern sebenarnya terjadi sebelum Go-Jek mulai populer. Beberapa tahun yang lalu dikenal
Taksi Motor. Taksi motor ini mencoba mengemas ulang jasa ojek dengan memperbaiki
layanannya. Taksi motor ini adalah layanan semacam ojek namun dengan menggunakan
armada yang lebih bagus, pengemudi atau driver-nya bersih, rapi, dan wangi, konsumen
dibekali dengan alat pelindung diri seperti helm, kemudian cara pemesanan menggunakan
telepon. Sesuai namanya, penghitungan tarifnya-pun menggunakan argo.

Selain mencoba memperbaiki hal-hal yang memang menjadi perhatian pengguna moda
trasnportasi umum seperti disebutkan di atas, yaitu armada yang lebih bagus, pengemudi atau
driver-nya bersih, rapi, dan wangi, konsumen dibekali dengan alat pelindung diri seperti helm,
Taksi motor sebenarnya sudah mencoba mengemas ulang persaingan sepeti dalam konsep
Blue Ocean Strategy. Taksi Motor juga menawarkan cara order yang lebih mudah bagi
pengguna jasa Taksi Motor, yaitu pemesanan menggunakan telepon.  Apabila dilihat dari
kacamata Blue Ocean Strategy, apa yang dilakukan oleh Taksi motor dan Go-Jek ada
kesamaan, Taksi Motor mencoba melakukan inovasi dengan memperbaiki yaitu kemudahan
order, hanya saja Taksi Motor sepertinya lebih fokus pada peningkatan kualitas armadanya.
Bagus, tapi pertanyaannya apakah inovasi seperti itu cukup? Ternyata inovasi tersebut tidaklah
cukup, kepopuleran Taksi Motor tidak beranjak naik seperti Go-Jek pada saat kemunculannya
dan kesuksesan bisnisnya juga tidak cukup fantastis. Taksi Motor sepertinya lupa unntuk
membangun call center-nya, sehingga ketika ada kompetitor yang menggunakan teknologi yang
bisa menggantikan call center tersebut, Taksi Motor harus rela kehilangan pasarnya.

Inovasi sering diasosiasikan oleh pelaku bisnis dengan inovasi pada produk atau layanan, tetapi
sebenarnya inovasi bisa dilakukan pada banyak kategori lain seperti proses (process),
penawaran (offering), delivery, dan keuangan (finance). Di samping pengkategorian tersebut,
banyak pengkategorian lain termasuk business model innovation seperti yang dilakukan Go-
Jek. Business Model adalah model yang mendeskirpsikan bagaimana sebuah organisasi
menciptakan, mengantarkan, dan menangkap value / nilai kepada stakeholder-nya (atau
konsumennya dalam konteks organisasi bisnis).

Pesatnya perkembangan teknologi membuat value proposition Taksi Motor menjadi cepat
usang. Call center konvensional untuk melakukan pemesanan layanan ojek digantikan oleh
aplikasi di telepon seluler yang memungkinkan pengguna memesan dari mana saja dan kapan
saja dengan cara yang lebih mudah serta tarif yang sudah diketahui sebelum konsumen
menggunakan layanan ojek. Ini yang dilakukan oleh Go-Jek. Aplikasi Go-Jek tersebut menjadi
platform untuk business model Go-Jek. Apabila Taksi Motor menerapkan business model yang
konvensional, dengan memiliki kendaraan bermotor dan karyawan sendiri sebagai driver, Go-
Jek mengajak masyarakat untuk berpartisipasi baik sebagai pengguna layanan ojek maupun
sebagai driver. Dalam istilah business model, ini disebut multisided platform.  Business model
seperti ini mempunyai beberapa sisi pengguna, dan biasanya meraup untung apabila terdapat
basis pengguna dari sisi yang berbeda dengan jumah banyak. Contoh bisnis konvensional yang
menggunakan multisided business model adalah koran. Sebagian besar revenue yang
diperoleh penerbit koran biasanya diperoleh dari iklan, namun pemasang iklan (sisi 1) baru
akan memasang iklan apabila basis pembaca koran tersebut banyak (sisi 2).

Konsep yang digunakan Go-Jek mirip dengan crowdcsourcing. Crowdsourcing adalah konsep
yang digunakan untuk memperoleh sumber daya yang berupa ide, dana, produk dari pihak lain
untuk kepentingaan si pencari. Sebaliknya crowdsourcing juga dapat digunakan untuk
menawarkan memperoleh sumber daya yang berupa ide, dana, produk ke pihak lain. Pada
dasarnya itu adalah platform, seperti marketplace. Situs crowd sourcing yang didirikan pada
awal kepopuleran-nya adalah innocentive.com. Innocentive menawarkan berjuta ide yang bisa
kita ambil dan kita aplikasikan untuk kebutuhan kita, sudah barang tentu dengan biaya tertentu.
Sebaliknya kita juga dapat menawarkan ide kita untuk digunakan oleh pihak lain. Pada saat
pihak lain menggunakan ide kita, kita akan mendapatkan sejumlah fee tertentu. Demikian
halnya dengan Go-Jek, pengguna jasa mencari layanan ojek dan sebaliknya pemilik motor atau
pengemudi ojek menawarkan layanannya pada aplikasi Go-Jek. Go-Jek akan laku apabila
terdapat basis penguna aplikasi yang yang berlaku sebagai driver atau pengemudi ojek dan
sebaliknya sebagai pengguna. Berbeda dengan Taksi motor atau ojek konvesional. Go-Jek
tidak memiliki armada sendiri, Go-Jek memanfaatkan sumber daya atau kapabilitas yang
dimiliki oleh driver yang menjadi pengguna aplikasi mereka untuk melayani pelanggan yang
juga merupakan pengguna aplikasi mereka.

Inovasi pada business model bisa menjadi salah satu cara untuk memenangkan persaingan
yang sangat ketat pada lingkungan bisnis saat ini. Salah satu penyebab kenapa business model
ini menjadi kunci kesuksesan Go-jek adalah karena Go-Jek tidak memiliki asset yag berupa
armada kendaraan bermotor sendiri sehingga fixed cost dan modal mereka relatif lebih rendah
dibandingkan dengan taksi motor dengan business model yang konvensional, yaitu motor
memiliki kendaraan bermotor dan karywaan sendiri sehingga fixed cost tinggi, butuh modal
besar untuk ekspansi dan pada akhirnya menjadi kurang kompetitif ketika pasar mendekati
mature. Inilah kunci kesuksesan Go-Jek dalam memenangkan persaingan sehingga wajar kalau
Nilai dari Go-Jek sekarang di atas 10 Triliun rupiah

You might also like