You are on page 1of 10

MAKALAH STABILITAS OBAT

MACAM-MACAM PROFIL pH KECEPATAN DALAM REAKSI DENGAN OBAT &


TEORI ENERGI AKTIVASI DAN PENGARUHNYA TERHADAP STABILITAS OBAT

Disusun Oleh : Kelompok V (B1)

Ali Karami Mahu Anti Sufianti

Bhalgies D Hole Dian S. Mukadar

Fajria S. Madero Vita N. Namakule

Asma Sari Leuly Kartika Diah S. Ambo

Indah Putri U. Marasabessy

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) MALUKU HUSADA

PROGRAM STUDI S-1 FARMASI

AMBON

2022
KATA PENGANTAR

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Segala puji dan syukur bagi
Allah swt. karena dengan rahmat dan hidayah-Nyalah sehingga kami dapat meyelesaikan tugas
makalah ini dengan judul “Macam-Macam Profil pH Kecepatan dalam Reaksi dengan Obat
& Teori Energi Aktivasi dan Pengaruhnya Terhadap Stabilitas Obat”. Adapun tujuan dari
penulisan makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas kelompok salah satu mata kuliah “Stabilitas
Obat”.

Kami juga ingin berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam
pembuatan makalah ini, sehingga makalah ini dapat dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

Dalam pembuatan makalah ini, kami menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan,
sehingga kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan dalam perbaikan makalah kami
agar lebih baik lagi dimasa mendatang.

Ambon, 14 Juni 2022

Kelompok V
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Stabilitas obat adalah kemampuan suatu produk untuk mempertahankan sifatdan


karakteristiknya agar sama dengan yang dimilikinya saat dibuat
(identitas,kekuatan,kualitas,dankemurnian)dalambatasan yang ditetapkan sepanjangperiode
penyimpanan dan penggunaan.

Kestabilan suatu zat merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam membuat formulasi
suatu sediaan farmasi. Sediaan farmasi mungkin dan dapat mengalami degradasi (perubahan
secara kimia, fisika, dan biologi Untuk mecegah terjadinya degradasi, stabilitas produk
farmasi harus dapat terjaga.

Stabilitas kimia suatu obat adalah lamanya waktu suatu obat untuk mempertahanakan
integritas kimia dan potensinya seperti yang tercantum pada etiket dalam batas waktu yang
ditentukan. Pengumpulan dan pengolahan data merupakan langkah menentukan baik
buruknya sediaan yang dihasilkan, meskipun tidak menutup kemungkinan adanya parameter
lain yang harus diperhatikan. Data yang harus dikumpulkan untuk jenis sediaan yang
berbeda tidak sama, begitu juga untuk jenis sediaan sama tetapi cara pemberiannya lain. Jadi
sangat bervariasi tergantung pada jenis sediaan, cara pemberian, stabilitas zat aktif dan lain-
lain.Secara reaksi kimia zat aktif dapat terurai karena beberapa faktor diantaranya ialah,
oksigen (oksidasi), air (hidrolisa), suhu (oksidasi), cahaya (fotolisis), karbondioksida
(turunnya pH larutan).

Obat yang disimpan dalam jangka waktu yang lama dapat mengalami pernguraian dan
mengakibatkan hasil uraian dari zat tersebut bersifat toksik sehingga dapat mengalami
membahayakan jiwa pasien. Oleh karena itu untuk diketahui faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi kestabilan suatu zat sehingga dapat dipilih yaitu kondisi dimana kestabilan
obat tersebut optimum.

Pada waktu dahulu untuk mengevaluasi kestabilan suatu sediaan farmasi dilakukan
pengamatan pada kondisi dimana obat tersebut tersimpan, misalnya pada suaut temperatur
kamar, ternyata metode ini memerlukan waktu yang lama dan tidak ekonomis. Dengan
demikian batas kadaluarsa suatu sediaan farmasi dapat diketahui dengan tepat.

Penjelasan di atas menjelaskan kepada kita bahwa betapa pentingnya kita mengetahui
pada keadaan yang bagaimana suatu obat tersebut aman dan dapat bertahan lama, sehingga
obat tersebut dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama tanpa menurunkan khasiat obat
tersebut.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Macam-Macam Profil pH Kecepatan dalam Reaksi dengan Obat

pH merupakan salah satu faktor terpenting yang mempengaruhi stabilitas suatu produk.
Stabilitas adalah sejauh mana suatu produk mempertahankan, dalam batas-batas tertentu,
dan selama periode penyimpanan dan penggunaan (yaitu, umur simpannya) sifat dan
karakteristik yang sama yang dimiliki pada saat pembuatan atau peracikannya.

Pengaruh pH dapat diketahui dari bentuk profil pH laju degradasi dari hubungan antara
pH dan log K tanpa pengaruh dapar. Dari profil tersebut dapat diketahui pH stabil, katalis
reaksi dan persamaan laju reaksi hipotetiknya yang memberi informasi praktis stabilitas
suatu obat (Connors, et al., 1986).

Laju reaksi kimia sering ditentukan pada nilai pH yang berbeda untuk mengidentifikasi
pH stabilitas obat yang optimal. Profil laju pH adalah plot dua dimensi dari konstanta laju
reaksi yang diamati (kobs) pada sumbu y terhadap pH pada sumbu x. Bentuk profil laju pH
mencerminkan mekanisme reaksi. Sebagai contoh, (Gambar a). menunjukkan profil tingkat
pH yang menunjukkan, untuk subfigur yang sesuai, (A) katalisis basa dan stabilitas pada pH
asam, (B) katalisis asam dan stabilitas pada pH basa, (C) kontinum asam dan basa katalisis
dengan daerah pH sempit untuk stabilitas obat maksimum, dan (D) katalisis asam dan basa
di bawah kondisi ionisasi ekstrim dan daerah pH lebar untuk stabilitas obat maksimum.
Gambar a. Profil stabilitas pH yang khas. Contoh profil stabilitas pH untuk obat yang
terdegradasi dalam kondisi basa (a), asam (b), atau keduanya asam dan basa (c dan d).

Tiga bentuk profil pH laju degradasi yang dikenal yaitu bentuk V, bentuk sigmoid dan
bentuk lonceng atau kombinasi dari bentuk-bentuk tersebut. Bentuk profil yang dihasilkan
tergantung pada sifat-sifat zat reaksi yang terjadi. Profil V terjadi bila obat bersifat tidak
terionkan. Profil S terjadi bil obat mengalami disosiasi asam basa satu kali, sedangkan profil
bentuk lonceng terjadi bila asam basa mengalami disosiasi asam basa dua kali (Connors, et
al., 1986).

1. Bentuk V
 Profil pH kecepatan untuk hidrolisis diltiazem, fenprostalen, dan E09 (suatu
turunan aziridinilkuinon) merupakan berbentuk V,nyata mengindikasikan hanya
dikatalis ion hydronium dan hidroksida.
 Beberapa substansi obat yang memiliki profil pH kecepatan tipe V dapat dilihat
pada (gambar b).
Gambar b. Substansi obat yang memperlihakan profil pHkecepatan tipe V : (a)
diltiazem (80oC), (b) fenprostalene (80oC), dan E09 (25oC).

2. Bentuk Sigmoid
 Bentuk ini terjadi karena biasanya akibat adanya disosiasi suatu molekul asam
atau basa. Asam atau basa ini adalah reaktannya.
 Hidrolisis dari sefalosporin cephaloglycin, sefaleksin, dan cephradine, cefadroxil
dan loracarbef, menghasilkan profil pH keceptan dengan titik infleksi/belok
sekitar pH 7 karena ionisasi dari kelompok amino rantai samping, seperti yang
ditunjukkan pada (gambar c dan d).
 Beberapa titik infleksi yang terlihat pada profil dalam gambar 5 menggambarkan
perubahan dalam mekanisme degradasi karena perubahan pH.
 Pada pH dibawah 6, reaksi utama adalah pemecahan cicin β-lactam.
 Pada pH diatas 9, reaksi utama juga melibatkan pemecahan cincin β-lactam
karena serangan ion hidroksida.
 Namun antara pH 6 dan 9, reaksi utama adalah serangan intramolekuler dari
rantai samping gugus amino pada cicin β-lactam, menghasilkan pembentukan
produk diketopiperazine produk (skema 1).
 Infleksi dalam profil pH kecepatan mengikuti perubahan kondisi ionisasi rantai
samping gugus amino.
Gambar c. (Bentuk Sigmoid), Profil pH kecepatan untuk hidrolisis beberapa
sefalosporin (a), cephaloglycin (b), cefadroxil (c) dan cephradine (d). (kpH) : Laju
konstanta diperoleh dengan mengekstrapolasi konsentrasi dapar hingga 0 pada 35oC.

Gambar d. Profil pH kecepatan untuk hidrolisis loracarbef pada 35oC.

Skema 1. Serangan intramolekuler oleh rantai samping gugus amino dalam


cephalosporin pada rentang pH 6-9, memicu pembentukan degredasi
diketopiperazine.
3. Bentuk Lonceng (Bell shaped)
 Bentuk lonceng dapat mempunyai kurva maksima.
 Bentuk lonceng ini terjadi karena adanya 2 titik infleksi yang berarti asam/basa
terdisosiasi 2 kali sebagai reaktan.
 Selain itu, profil yang berbentuk lonceng dapat terjadi pada reaksi antara asam
(HA) dan basa (B).
 Seperti ditunjukkan dalam gambar e. dekarboksilasi 4-aminosalicylic acid, suatu
elektrolit amfoterik yang mempunyai sebuah gugus karboksilat dan sebuah gugus
amino, menunjukkan profil bentuk lonceng dengan titik maksimum pada titik
isoelektrik.

Gambar e. (Bntuk Lonceng), Profil pH kecepatan untuk dekarboksilasi 4-


aminosalicylic acid pada 25oC.

2.2. Teori Energi Aktivasi dan Pengaruhnya Terhadap Stabilitas Obat

a. Teori Energi Aktivasi


Energi aktivasi adalah energi minimum yang harus ada pada sistem kimia untuk
melangsungkan reaksi kimia. Energi ini diperkenalkan oleh saintis dari Swedia bernama
Svante Arrhenius pada tahun 1889. Energi ini juga dapat didefinisikan sebagai energi
minimum yang diperlukan untuk memulai reaksi kimia. Energi suatu reaksi biasanya
dilambangkan dengan Ea dalam satuan kilojoule per mol (kJ/mol). Energi aktivasi besar
bila reaksi memiliki molekul pereaksi dengan banyak ikatan yang perlu diputuskan.
Sedangkan jika hanya sedikit ikatan yang perlu diputuskan maka energi aktivasi yang
dihasilkan kecil. Jadi, energi aktivasi adalah energi minimum agar reaksi dapat terjadi.

 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Energi Aktivasi


Beberapa faktor yang mempengaruhi energi aktivasi adalah sebagai berikut :
1) Suhu
Fraksi molekul-molekul mampu untuk bereaksi dua kali lipat dengan peningkatan
suhu sebesar 10oC . hal ini menyebabkan laju reaksi berlipat ganda.
2) Faktor frekuensi
Dalam persamaan ini kurang lebih konstan untuk perubahan suhu yang kecil.
Perlu dilihat bagaimana perubahan energi dari fraksi molekul sama atau lebih dari
energi aktivasi
3) Katalis
Katalis akan menyediakan rute agar reaksi berlangsung dengan energi aktivasi
yang lebih rendah (Castellan : 1982).

b. Pengaruh Teori Energi Aktivasi Terhadap Stabilitas Obat


Energi aktivasi (Ea) yaitu kemampuan suatu sediaan untuk dapat mengalami penguraian
zat. Energi aktivasi (Ea) harus ditentukan dengan cara mengamati perubahan konsentrasi
pada suhu tinggi, dengan membandingkan dua harga constanta penguraian zat pada
temperatur atau suhu yang berbeda sehingga dapat ditentukkan energy aktivasinya.
Dengan demikian batas kadaluarsa suatu sediaan farmasi dapat diketahui dengan tepat.

You might also like