Case Study - Corporate Entrepreneurship & Innovation

You might also like

You are on page 1of 13

Kasus ini disarikan dari kasus yang berjudul:

Circles.Life: Business Model Innovation and Digital Entrepreneurship in


Telecommunications dari Insead

1. Pengenalan

Tahun 2019 merupakan tahun yang baik bagi tim Circles.Life. Mereka mendapatkan
pendanaan dari EDBI, Sequoia Capital, Warburg Pincus, Founder's Fund. Sebelumnya
mereka juga mendapatkan pendanaan dari mitra ventura lainnya. Sebagai
penantang industri yang telah mengubah ekonomi yang sudah mengakar dalam
layanan telekomunikasi, yaitu dengan menerapkan strategi berlangganan bulanan
dan layanan pelanggan digital sepenuhnya, Circles mampu bersaing baik dengan
perusahaan telekomunikasi tradisional dengan menghadirkan proposisi nilai baru
mereka.

Potensi Circles untuk mendisrupsi industri telekomunikasi berasal dari dua


transformasi signifikan dalam unit ekonomi di model bisnisnya. Yang pertama
adalah peningkatan substansial dalam pendapatan rata-rata per pengguna
(ARPU) jika dibandingkan dengan standar industri yang menurun, baik di Singapura
ataupun di tempat lain. Analis industri mengkonfirmasi bahwa Circles telah
berkontribusi pada pertumbuhan pangsa M1, mitra telco-nya, di pasar Singapura
yang sangat kompetitif.

Transformasi kedua berasal dari pengurangan biaya. Analis telah lama


memprediksi digitalisasi sebagai kekuatan untuk penghematan biaya dalam industri
telekomunikasi, terutama dari otomatisasi fungsi penjualan dan pemasaran,
distribusi, serta layanan pelanggan. Circles dapat memotong CapEx dan OpEx lebih
dari 50%. Dengan fokus pada skalabilitas dan pertumbuhan regional, solusi digital
mereka telah mempercepat peluncuran yang sukses di dua pasar internasional
yang jauh lebih besar dan sangat berbeda, yaitu Australia dan Taiwan, hanya dalam
waktu beberapa bulan.

Namun terlepas dari perkembangan yang menarik ini, ketidakpastian tetap ada.
Ekonomi digital telah memungkinkan pemain digital untuk mengubah permainan
dengan mendaftarkan pelanggan secara eksklusif melalui saluran online, sehingga
menurunkan biaya akuisisi pelanggan (CAC) yang terkait dengan ritel offline.
Ekosistem digital sangat terlokalisasi, terutama di Asia dan Asia Tenggara, di mana
pemain yang didukung ventura dan pemain lama yang berfokus pada niche bersaing
untuk melakukan investasi digital.

Sementara itu, gelombang baru inovasi teknologi sedang bersiap untuk mengejutkan
para pemain tradisional dan penantang digital (termasuk Circles). Infrastruktur 5G
meningkat secara tajam dan Singapura akan memulai uji coba penggunaannya.
Jaringan 5G tampaknya memperkuat komoditisasi konektivitas yang akan
mendorong nilai melalui penyesuaian dan over-the-top (OTT).

Hal tersebut merupakan suatu awal yang menjanjikan perusahaan, bertepatan


dengan kemunculan pasar Mobile Virtual Network Operator (MVNO) global yang
telah mendapat CAGR sebesar 9% sejak 2017 dan diperkirakan bernilai $84 miliar
pada 2020. Namun, Circles telah berinvestasi dalam platform teknologi yang kuat di
awal. Circle menyadari bahwa tanpa perubahan mendasar dalam penciptaan nilai,
model beli dan jual kembali akan rentan terhadap perang harga dan 'tangkapan
nilai yang berlebihan' oleh mitra infrastruktur fisik mereka.

Circles membedakan dirinya dengan melihat telekomunikasi digital sebagai platform


untuk mengaktifkan berbagai layanan on-demand lainnya. Circle menyebut diri
mereka sebagai “Netflix” nya telekomunikasi. Tim Circle berfokus pada infrastruktur
teknologi di lapisan tengah dan depan sistem telekomunikasi yang mendorong nilai
pelanggan seumur hidup (LTV) di luar konsumsi suara dan data. Seperti Netflix,
tujuannya adalah untuk menawarkan produk, layanan, dan/atau konten yang
berlabuh dalam hubungan pelanggan yang kuat untuk memberikan keuntungan
jangka panjang yang unik. Dengan menghubungkan rangkaian produk digital dalam
ekosistem telekomunikasi, mereka bercita-cita untuk meningkatkan ARPU lebih tinggi
di pasar telekomunikasi, dengan CAC yang lebih rendah dan mengurangi churn
pelanggan.

2. Bangkitnya Teknologi Digital di Perusahaan Telekomunikasi

Bundling adalah bentuk cross-selling, yaitu cara untuk menjual lebih banyak
volume ke pelanggan yang sama dengan harga lebih rendah dibandingkan
pembelian per items. Menarik pelanggan dapat menjadi tantangan bagi
perusahaan telekomunikasi. Namun, begitu pelanggan “terkunci” dalam
kesepakatan jangka panjang, mereka biasanya dapat mengharapkan margin kotor
mulai dari 30% hingga 80% berdasarkan pada strategi bundling ini. Hal tersebut juga
berlaku untuk perusahaan kabel dan telepon yang tumbuh subur dengan
menggabungkan layanan internet dengan layanan kabel dan telepon. Strategi ini
menjadi kontrak “penguncian” yang merupakan komponen fundamental dari
pertumbuhan yang menguntungkan.

Industri berinvestasi dalam peningkatan infrastruktur sekitar setiap dekade. Namun,


beberapa ahli mempertanyakan pengeluaran tambahan untuk 5G ketika investasi
dalam jaringan 4G belum sepenuhnya pulih. Pendapatan di Eropa dan Amerika
Latin telah menurun setelah pengenalan 4G. Sementara bagian dunia lainnya
melaporkan pertumbuhan yang datar atau minimal. Cara yang dapat dilakukan
untuk menstabilkan kesehatan keuangan perusahaan adalah bundling dan lock-in.
Cara ini membantu mengurangi churn pelanggan, mendorong LTV, dan
meningkatkan ARPU.

Mengingat fokus yang intens pada lock-in dan cross-selling, pengalaman


pelanggan telah diberikan prioritas yang lebih rendah. Alih-alih meningkatkannya
untuk mempertahankan pelanggan, penyedia sering mengenakan biaya
pemutusan kontrak yang besar dan menciptakan hambatan untuk beralih, seperti
dalam bentuk penundaan waktu dan pembatasan porting nomor ke penyedia lain.
Selain itu, bill shock, kenaikan tagihan bulanan yang tiba-tiba dan tak terduga yang
tidak dapat dijelaskan oleh perubahan dalam rencana layanan, mempengaruhi 30
juta (satu dari enam) pengguna ponsel di Amerika setiap tahun.

Kedua, perusahaan telekomunikasi dihadapkan dengan perubahan nilai pelanggan


seumur hidup (LTV). Terlepas dari peran sentral mereka dalam mewujudkan
ekonomi digital, mereka sekarang menghadapi penyusutan dari keseluruhan
keuntungan (Figure 1). Sebagian besar nilai ekonomi yang dimiliki perusahaan
telekomunikasi selama dua dekade terakhir tidak ditangkap oleh operator tetapi
oleh perusahaan teknologi seperti Apple, Google dan Uber.

Ketiga, ekonomi digital memungkinkan pemain digital untuk memperoleh dan


mempertahankan pelanggan murni melalui saluran online, menurunkan CAC yang
secara tradisional dikaitkan dengan ritel offline. Mengikuti prinsip-prinsip buku
pedoman e-Commerce, para pemain ini mengandalkan mitra logistik pihak ketiga
untuk memberikan handset dan kartu SIM. Mereka unggul dalam layanan
pelanggan yang disediakan melalui aplikasi seluler, beroperasi lebih seperti
perusahaan teknologi melalui otomatisasi proses berbasis cloud.

Dengan perubahan struktural ini, tidak sulit untuk melihat bahwa model MVNO
membuka peluang bagi perusahaan yang berfokus pada pelanggan untuk
berinovasi ke produk-produk telekomunikasi dan customer experience tanpa beban
modal infrastruktur jaringan. Pada tahun 2010- 2018, jumlah MVNO di seluruh dunia
telah meningkat 61%, dengan tingkat pertumbuhan tahunan rata-rata 6%. Pada 2018,
ada lebih dari 1.300 MVNO aktif di 79 negara, yang mewakili lebih dari 220 juta koneksi.

Terlepas dari pertumbuhan yang sangat besar, model MVNO adalah ruang
terfragmentasi. Dengan puluhan hingga ratusan pada seiap negara yang
mempunyai jumlah MVNO aktif teratas, rata-rata pangsa pasar kurang dari 1% per
pemain. Tanpa harus menyingkirkan toko ritel fisik atau berinvestasi dalam
tumpukan teknologinya sendiri, mayoritas MVNO membeli akses grosir ke
infrastruktur penyedia jaringan dan memasarkannya kembali ke target pelanggan
mereka.

Kelemahan model MVNO mandiri adalah integrasi yang lebih kuat dengan
penyedia infrastruktur. Misalnya, pada Oktober 2019, Reliance Industries Ltd India
mengumumkan bahwa mereka menginvestasikan $15 miliar untuk menciptakan
perusahaan layanan digital berdasarkan aset telekomunikasi mereka. Perusahaan
tersebut berencana untuk menawarkan layanan digital termasuk layanan berita,
musik, dan video di samping layanan seluler.

3. Origin Circles di Singapura - Tempat Masuk Beralamat

Pendiri Circles, Abhishek Gupta, Adeel Najam, dan Rameez Ansar, sangat
berpengalaman dalam industri yang telekomunikasi. Mereka meyakini industri
telekomunikasi global dapat diubah secara radikal. Sejak tahun 2012, mereka
mempelajari berbagai model bisnis untuk meluncurkan sistem operasi
telekomunikasi digital pertama di dunia. Setelah melakukan penelitian mendalam,
mereka menyimpulkan bahwa mereka harus menggunakan model bisnis asset-
light.

Pertama, proposisi nilai kepada pelanggan harus melampaui harga atau akan rentan
terhadap perang harga dan jumlah pelanggan. Bagi Circles, pengalaman
pelanggan adalah garis pertahanan utama. Pada pe penelitian bih lanjut, mereka
tidak dapat menemukan standar keunggulan industri telekomunikasi dalam
customer experience yang menjadi model bagi perusahaan baru mereka.
Kenyataanya memang diperlukan dua tahun tanpa henti dalam pengoperasian
untuk mendapat kepuasan pelanggan berupa Net Promoter Score +50. Berdasarkan
survei, saat ini rata-rata industri di Singapura mempunyai nilai NPS sebesar -25 NPS.

Otomatisasi proses pelanggan berbasis cloud adalah perbedaan mendasar kedua


Circles. Ini berarti kepemilikan total dari tumpukan teknologi ada pada outsourcing.
Tidak seperti perusahaan telekomunikasi tradisional dan MVNO. Hingga 2016,
pelanggan perusahaan telekomunikasi tradisional di Singapura harus pergi ke toko
ritel atau distributor dengan paspor atau kartu ID untuk diperiksa oleh perwakilan
penjualan perusahaan telekomunikasi. Menghilangkan proses yang rumit tersebut
ternyata merupakan upaya yang sulit dan tidak mudah. Membangun hal teknis ini
terbukti lebih menantang daripada yang diperkirakan. Butuh lebih dari dua tahun
untuk menyelesaikan masalah utama. Terlepas dari ide kuat mereka, masuk ke
industri telekomunikasi membutuhkan kecepatan dan skala eksekusi. Komponen
utama dari strategi Circles melibatkan ikatan dengan mitra telekomunikasi yang
sesuai.
Sementara itu, perusahaan telekomunikasi yang sudah berkuasa telah mengakui
perlunya digitalisasi sejak tahun 2010-2011. Prosesnya telah terbukti sulit dan banyak
percobaan serta upaya penskalaan harus dibatalkan. Di Singapura, biaya untuk
memperoleh pelanggan dari pemain lama di pasar yang sudah penuh ini sangat
tinggi, yaitu lebih dari 3X ARPU di tahun-tahun awal. Hal tersebut dikarenakan
rendahnya kesadaran akan merek, skeptisisme media, dan ketidakbiasaan
pengguna dengan layanan pelanggan melalui aplikasi. Singtel, pesaing terbesar
mereka, meluncurkan penawaran produk dengan nama yang sama (Singtel Circles).
Hal tersebut dapat membawa risiko litigasi dan membingungkan konsumen
potensial Circles. Lebih buruk lagi, Kepala Pemasaran berhenti satu bulan sebelum
peluncuran komersial dan Customer Happiness Manager menghilang.

4. Mempertahankan Perang Harga dan Mengubah Aturan

Sejak Circles diluncurkan pada tahun 2016, kemitraan dengan M1 sudah mengejutkan
pasar. Segera setelah Circles diluncurkan, perusahaan telekomunikasi yang sudah
ada bergegas untuk menciptakan merek MVNO mereka sendiri untuk merebut
pangsa pasar dengan memulai “perang proxy”. Starhub dan Singtel sama-sama
meluncurkan paket tanpa kontrak SIM dan merek baru yang mengurangi ARPU
mereka (yaitu, Giga dan GOMO). Pada 1 Juli 2019, redONE, penyedia layanan seluler
pascabayar Malaysia, diluncurkan di Singapura, menjadi MVNO ketujuh di pasar.
Dari tujuh MVNO, redONE, MyRepublic dan VivoBee menyewa jaringan mereka dari
StarHub, Zero Mobile dan Zero 1. Grid Mobile disewa oleh Singtel. Sementara Circles,
MVNO pertama, adalah satu-satunya yang menyewakan jaringannya dari M1.
Penerapan paket tanpa kontrak khusus SIM pada pelanggan pascabayar Singapura
tumbuh dari sekitar 8% di 1Q18 menjadi 13% pada 3Q18. MNO yang dipaksa untuk
memperkenalkan rencana data berat yang sebanding dengan harga mengalami
penurunan ARPU yang stabil dari 2016, seperti yang ditunjukkan pada Figure 2.
Ditambah dengan basis pelanggan yang stagnan, pendapatan dan margin laba
Singtel, Starhub dan M1 terus terkikis. Terlepas dari tantangan dan persaingan yang
ketat, tim Circles menentukan bahwa setidaknya 5% pangsa pasar adalah ceruk
yang dapat dipertahankan, seperti yang dicapai pada 2019. Pelanggan mereka
jelas-jelas digital native, mengonsumsi 3x volume data pelanggan telekomunikasi
lainnya. (17% dikonsumsi lebih dari 10 GB di Singapura), 69% berusia 15-34 tahun,
lajang, dengan pendapatan yang tinggi. Mereka menganggap perusahaan
telekomunikasi sebagai jenis konsumsi digital lainnya, seperti Netflix dan Uber.
Mereka mendambakan moment of delight. Pada tanggal 14 Februari 2019, Circles
menaikkan taruhannya, mengumumkan bahwa mereka akan mengganti 20GB
untuk opsi S$ 20 Data Plus dengan paket data tak terbatas S$ 20. Pada bulan
September, mereka meluncurkan ofensif lain dengan rencana S$5 untuk 2GB. Sebuah
langkah yang kemungkinan akan menarik bagi pengguna yang skeptis dan untuk
memperluas saluran pelanggan mereka.

5. Apakah Semua Itu Permainan Harga? Leaner Telco vs Digital Telco vs Neo-
Telco

Pengusaha menggunakan peta konseptual untuk mengidentifikasi di mana


perusahaan mereka, dan ke mana harus pergi selanjutnya. Bagi Circles, ini berarti
menjadi ramping, digital, dan neo-telco. Perusahaan telekomunikasi tradisional
mengandalkan ratusan vendor eksternal untuk membangun tiga lapisan sistem
telekomunikasi:
• Lapisan yang menghadap pelanggan, dengan e-commerce, layanan pelanggan,
situs web,
• Operasi, termasuk manajemen pesanan, pengiriman, penagihan, jelajah
• Kecerdasan jaringan, untuk wawasan data, dll.

Untuk mengendalikan teknologi dan mengurangi ketergantungan pada vendor,


Circles membangun semua tiga lapisan secara in house dari awal. Ini
memungkinkan Circles untuk mencapai optimasi proses dengan menurunkan biaya
operasi melalui otomatisasi sistem. Circles dapat mengirimkan kartu SIM pada hari
yang sama pada waktu yang diinginkan pelanggan berkat kemitraan dengan
layanan kurir.

Dalam dua tahun peluncurannya, Circles berhasil secara radikal mengubah waktu
untuk melayani konsumennya (Figure 3). Strategi tersebut dilakukan dengan
menghilangkan beberapa titik kontak, baik dengan orang maupun kertas, dan
memusatkan informasi. Circles berhasil mengotomatisasikan seluruh proses dalam
kelompok yang ketat melalui kombinasi perangkat lunak “Pengenalan Karakter

Optik” (lebih dari 50% pemeriksaan dokumen disetujui secara otomatis), koneksi API
langsung ke agen pengecekan kredit, dan algoritma persetujuan kredit dengan
menggunakan AI Otomatis yang melakukan lebih dari 13 pemeriksaan back-end.

Menjadi perusahaan telekomunikasi yang sepenuhnya digital memerlukan


perubahan mendasar dalam struktur dan alokasi sumber daya serta lebih sulit untuk
ditiru oleh pemain lama. Selain biaya untuk menutup toko ritel, diperlukan
pengambilan keputusan organisasi untuk ruang lingkup pelanggan melalui analisis,
dan kemudian membangun wawasan ini ke dalam pengembangan produk dan
kebijakan harga mereka. Ini memunculkan tekanan untuk meningkatkan kecepatan
percobaan dan pengembangan produk, biaya mengakuisisi pelanggan (CAC) dan
retensi pelanggan.

Konsep Circles tentang neo-telco adalah menciptakan perusahaan telekomunikasi


yang beroperasi seperti perusahaan teknologi dan berkompetisi dalam ekosistem
digital di luar pasar telekomunikasi. Untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan
beberapa langkah. Langkah pertama, menjadi perusahaan teknologi yang relatif
mudah dilakukan. Circles menyusun kerja secara terstruktur dalam siklus 6 minggu,
terdiri dari 2 sprint, masing-masing selama 3 minggu. Yang kedua, untuk bersaing
dalam ekosistem digital, menyusun unit ekonomi dengan cara yang berbeda secara
kualitatif, nilai LTV tidak boleh terbatas pada bagian dari pasar telekomunikasi yang
semakin menjadi komoditas. Cita-citanya adalah memiliki ARPU lebih tinggi dari
pasar telekomunikasi, mengurangi churn pelanggan menjadi seperlima, dan CAC
menjadi seperlima dari pasar telekomunikasi.

Pada 19 November 2018, Circles meluncurkan Discover, layanan untuk gaya hidup
berbasis aplikasi yang muncul dari hackathon internal. Discover membantu
pelanggan melakukan konsolidasi dan menjelajahi acara menarik yang terjadi di
sekitar kota. Menggunakan fitur yang memberdayakan AI, semakin banyak Discover
Movies yang digunakan, semakin pintar aplikasi tersebut merekomendasikan
pilihan yang sesuai dengan minat pengguna.

Circles mengunggulkan 'lapisan e-Commerce', menyiapkan toko dan permainan di


antarmuka aplikasi. Namun, fitur neo-telco ini tetap menjadi 'produk minimum yang
layak', sementara tim Pengembangan Perusahaan, Tim Produk, dan Tim Ekosistem
melakukan iterasi untuk melihat tempat terbaik untuk memasang taruhan yang lebih
besar.

6. Ekspansi Internasional Circles

Suntikan investasi senilai ratusan juta dilakukan untuk ekspansi ke luar negeri
dengan setidaknya lima pasar diperuntukkan untuk peluncuran produk pada akhir
2020. Ini adalah ujian nyata dari asumsi Circles tentang unit ekonomi dan langkah
kritis dalam memvalidasi modelnya, mengingat biaya transaksi dan lingkungan
regulasi Singapura yang relatif menguntungkan. Di tempat lain di Asia, peraturan
mengenai sektor pertelekomunikasian jelas kurang berpandangan ke depan dan
tidak pasti. Di Filipina, industri telekomunikasi baru saja dideregulasi. Indonesia
masih belum mengizinkan lisensi MVNO pada akhir 2019, dan tiga perusahaan milik
negara masih menjalankan infrastruktur telekomunikasi di Vietnam. Perilaku
konsumen juga sangat bervariasi di Asia Pasifik, antara gaya hidup pedesaan dan
perkotaan.

Jika Circles mengambil 10% pangsa pasar di Singapura dan 3% hingga 5% dari
pangsa pasar negara-negara lain selama tiga tahun ke depan dengan
menargetkan digital native, hal itu akan sangat berdampak pada kesuksesannya.
Pasarnya dipilih secara cermat, berdasarkan ARPU tinggi atau populasi tinggi,
penetrasi 4G yang siap, penetrasi smartphone, meningkatnya konsumsi data, dan
kemampuan untuk mengejar data driven secara vertical di atas produk konsumen
inti, seperti di Singapura.

Pada 24 Juni 2019, Circles berhasil meluncurkan penawaran layanan selulernya di


Taiwan, pasar luar negeri pertamanya, melalui kemitraan dengan Chunghwa,
pemain terkemuka negara itu. Kurang dari tiga bulan kemudian, melalui kemitraan
dengan anak perusahaan SingTel di Australia, Optus, Circles diluncurkan di Australia.
Circles di Taiwan memiliki analisis cerdas dan platform berbasis API yang
mendukung integrasi pihak ketiga dengan berbagai mitra, dari MNO, e-commerce,
perusahaan hiburan, hingga perusahaan transit.

Dalam satu bulan peluncuran, cabang perusahaan di Taiwan telah memperoleh 3X


jumlah pelanggan (dibandingkan dengan jumlah awal di Singapura), dan ada 6X
jumlah itu di Australia. Sistem teknologinya mudah direplikasi dari satu negara ke
negara lain karena berbasis cloud dan otomatis.

Namun, analisisis pasca peluncuran 3 bulan mendapati bahwa setiap pasar terlalu
berbeda untuk hanya mereplikasi strategi dengan mudah. Buku pedoman untuk
terobosan pasar dan pertumbuhan harus direvisi. Misalnya, di Taiwan, peralihan
telekomunikasi jarang terjadi, 55% pelanggan telah bersama penyedia komunikasi
lama mereka selama lebih dari 4 tahun, 34% dari pengguna pasar sasaran
bepergian ke luar negeri, yang berarti roaming itu penting, dan pelanggan lebih
memilih untuk mengambil kartu SIM di toserba daripada menjadwalkan pengiriman
ke rumah.

Adapun Australia, dengan lebih dari 60 pemain, termasuk pengecer kecil dan
supermarket sulit untuk membedakan produk Circles dengan produk yang lainnya.
Selain fragmentasi pasar, ada tantangan untuk mengontrol regulasi lokal yang
kompleks, serta bagaimana menemukan talenta yang mampu memahami pasar
telekomunikasi dan teknologi digital.

7. Merevisi Playbook Unit Ekonomi: Jalan ke Depan

Ambisi Circles untuk pertumbuhan yang cepat, menguntungkan, dapat


dipertahankan, dan global membawa pedoman start-up ke tingkat yang baru. Model
bisnis saja (tidak mempertimbangkan manajemen organisasi) mungkin berperilaku
tidak terduga di seluruh negara, dan terdapat ketidakpastian tentang pergerakan
pasar dan produk pesaing.

Dampak Circles pada perusahaan yang sudah ada ialah asimetris. Dengan
menurunkan ARPU industri melalui penetapan harga, membuat para pemain lama
merasa tidak nyaman. Hal tersebut karena mereka mengandalkan kompetensi
dalam meningkatkan ARPU (misalnya melalui bundling) untuk mendapatkan
keuntungan. Bagi Circles, sangat penting untuk membuat kontrak jangka panjang
dan penyelarasan nilai dengan MNO di masing-masing negara. Karena penetapan
harga industri telekomunikasi sering berubah, Circles mencari kelayakan margin
jangka panjang dari kemitraan strategis. Oleh karena itu kecepatan pertumbuhan
internasional dan probabilitas profitabilitas akan ditetapkan. Pertama, dengan
kecepatan kemitraan MNO dan kekuatan tawar-menawar yang dapat diperintahkan
oleh Circles di tingkat bisnis mikro dan antar tim. Kedua, di setiap pasar baru, CAC
dilokalkan, berdasarkan ekosistem saluran, fragmentasi pasar dan budaya
konsumen. Perilaku pelanggan saja dapat meningkatkan biaya pengiriman dan
pengambilan SIM. Minat yang lebih besar dalam perjalanan internasional akan
memaksa Circles untuk bersaing dalam penawaran roaming sebagai titik penjualan.
Proposisi nilai neo-telco di setiap pasar mungkin berbeda. Ketiga, begitu pelanggan
diperoleh, tingkat churn dan retensi pelanggan adalah masalahnya. Sama halnya
seperti CAC, hal tersebut sangat tergantung pada struktur industri pasar. Di luar
‘digital native’, tingkat churn dipastikan akan lebih tinggi. Mengingat perbedaan
besar dalam postur regulasi dan aturan persaingan Asia, tidak semua perang
harga akan dimainkan secara adil dan ketidakpastian akan kemampuannya untuk
mempertahankan pelanggan.

Pada tahun 2020, setidaknya dua perusahaan telekomunikasi di Singapura akan


diberikan lisensi untuk menggelar 5G untuk mendukung aplikasi canggih seperti
program Smart City, inisiatif layanan kesehatan digital, dan penambahan acara
terkait virtual. Jaringan 5G akan memberikan kecepatan hingga 20 kali lebih cepat
dari 4G, latensi lebih rendah, dan fleksibilitas yang lebih besar. Meskipun
ketenarannya itu masih harus dilihat apakah konsumen akan bersedia membayar
untuk layanan 5G.

Pembicaraan seputar sinergi produk dan ekosistem digital juga harus melihat ke
belakang dengan menyusun ulang strategi, dimana Circles akan bermain.
Beberapa perusahaan telekomunikasi bertindak seperti neo-telco tetapi tidak
sepenuhnya digital (misalnya tanpa toko eceran fisik). Axiata yang berkantor
pusat di Malaysia telah memulai menggunakan layanan seluler berbasis lokasi
yang menggunakan geo-fencing, yang memungkinkan promosi dikirim secara
otomatis ke ponsel cerdas pelanggan ketika mereka memasuki toko, mal, atau
lingkungan tertentu. TELUS dan Telenor bekerja dengan penyedia medis
membangun produk baru berbasis aplikasi kesehatan dan menyesuaikan premi
asuransi kesehatan berdasarkan aktivitas pengguna di masa depan.

Pertanyaan
1. Bagaimana Model Bisnis Circle Life berbeda dengan model bisnis
telekomunikasi tradisional? Apa bedanya dengan MVNO (mobile virtual network
operator)?
2. Layanan apa yang seharusnya ditawarkan oleh Circles kepada pelanggan?
3. Apakah layanan tersebut rentan pada kompetisi di masa depan dan rentan
untuk ditiru?Bagaimana layanan tersebut dapat menjaga segala kelebihan
yang mungkin dimilikinya?
4. Peran apa yang akan dimiliki pengembangan teknologi baru dalam
keberlangsungan bisnis Circles.Life?

You might also like