You are on page 1of 8

Muhammad Ali dari Mesir

Loncat ke navigasiLoncat ke pencarian

Question book-4.svg

Artikel atau halaman tentang atau mungkin bertopik biografi tokoh muslim ini membutuhkan lebih
banyak rujukan, kutipan, sitasi atau catatan kaki. Gunakan templatnya atau alat untuk pemastian. Anda
dapat berkontribusi dalam WBI memperbaiki artikel ini dengan menambahkannya dari sumber yang
tepercaya, dalam WBI ada 424 halaman sejenis ini. Silakan menghapus templat pemeliharaan ini
setelahnya.

Untuk keterangan lebih lanjut, klik [tampilkan] di bagian kanan.[tampilkan]

Muhammad Ali dari Mesir

Muhammed Ali Pasha.jpg

Lahir 1769

Kavala (di Yunani kini)

Meninggal 1849

Kairo, Mesir

Muhammad Ali Pasha adalah seorang tokoh pembaruan di Mesir yang masih keturunan dari Turki. Ia
lahir di Kawalla, Yunani pada tahun 1765 dan meninggal tahun 1849 di Mesir.[1] Ayahnya adalah
seorang pedagang dan dapat dikatakan bahwa Muhammad Ali lahir dalam keadaan keluarga tidak
mampu sehingga ia tidak pernah mengenyam pendidikan yang menjadikannya sebagai orang yang ummi
(tidak dapat baca tulis).[butuh rujukan] Tetapi tidak ada yang menyangka dengan latarbelakang yang
seperti ini, ia mampu menjadi panglima dan tokoh pembaruan sekaligus pendiri negara Mesir modern.
[butuh rujukan]

Dari keadaan Muhammad Ali Pasya yang demikian membuat ia menjadi seorang pemuda yang giat
bekerja dan cakap. Sifat kecakapannya membuat ia lebih dikenal bahkan disayangi oleh gubernur
Ustman.[butuh rujukan] Kecakapannya itu mulai muncul ketika ia berumur dewasa dan bekerja sebagai
pemungut pajak. Dari kecakapan dan kesungguhannya dalam menjalankan amanat sebagai pemungut
pajak, gubernur Utsmani mengambilnya sebagai seorang menantu.[butuh rujukan] Setelah diambil
menjadi menantu, ia ditugaskan menjadi seorang wakil perwira yang memimpin pasukan militer untuk
menggempur pasukan Prancis dan berhasil.[2]
Ketika Muhammad Ali Pasya berhasil mengusir pasukan Napoleon sehingga pasukan Prancis
meninggalkan Mesir tahun 1801. Ia berisiatif untuk mengisi kekosongan kekuasaan yang ditinggalkan
oleh Napoleon, tetapi terjadi perebutan untuk mengisi kekosongan tersebut antara lain adalah Khursyid
Pasya (pimpinan kaum mamluk) yang datang dari Istanbul, Turki, yang sebelumnya kaum mamluk pergi
meninggalkan Mesir karena diperangi dan dikejar-kejar oleh pasukan Napoleon dan dipihak kedua
adalah Muhammad Ali Pasya.[3]

Muhammad Ali Pasya menggunakan siasat mengadu domba antara pimpinan kaum mamluk dengan
rakyat Mesir. Dengan siasatnya ini, ia berhasil menghasud rakyat Mesir agar benci terhadap kaum
mamluk dan dari kebencian rakyat Mesir inilah yang dimanfaatkan oleh Muhammad Ali untuk
mengambil simpati rakyat Mesir yang akhirnya membawanya menjadi penguasa Mesir. Akhirnya pada
tahun 1805 M, rakyat Mesir mengangkatnya sebagai Gubernur Mesir.[4] Sebenarnya keberhasilan
Muhammad Ali menjadi pemimpin di Mesir tidaklah hanya karena siasat adu dombanya melainkan ia
membohongi dengan menyerang sekaligus mengepung pasukan Sultan yang dikirim kepadanya. Invasi
Prancis yang juga melemahkan antara Mesir dan Utsmaniyah.[5] Akhirnya Muhammad Ali berhasil
berkuasa didaerahnya dengan memproklamirkan dirinya sebagai Pasya.

Daftar isi

1 Kehidupan awal

2 Menjadi Gubernur Mesir

3 Catatan kaki

4 Referensi

5 Pranala luar

Kehidupan awal

Muhammad Ali Pasya lahir di kota Kavala, Provinsi Makedonia yang kini di barat Yunani, pada tahun
1769 dari keluarga Albania.[6][7][8][9][10] Asal keluarga itu konon dari Korçë, di Albania.[11][12]
Ayahnya bernama Ibrahim Agha, yang memimpin sejumlah unit kecil prajurit guna menjaga jalanan yang
ada di negerinya itu.[13] Kononlah pula ayah Muhammad Ali ini berjualan tembakau dan juga
merupakan seorang saudagar.[14][15]

Menjadi Gubernur Mesir


Muhammad Ali Pasya berkuasa sekitar tahun 1804-1849. Langkah pertama yang dilakukannya adalah
dengan menyingkirkan para pemimpin yang menentang kebijakannya dengan memecatnya bahkan
sampai membunuhnya. Tidak hanya menyingkirkan para pemimpin yang menentangnya, ia juga
menyingkirkan dan kemudian membasmi kaum mamluk. Genosida terhadap kaum mamluk ini
dikarenakan Muhammad Ali Pasya mendengar adanya isu-isu yang berisi rencana pembunuhan
terhadapnya yang akan dilakukan kaum mamluk.[16] Dalam sebuah cerita disebutkan bahwa ia
menggunakan perangkap untuk membasmi kaum mamluk dengan cara mengundang mereka dalam
acara pesta di istana.[note 1]Ketika semua kaum mamluk hadir didalam istana, Muhammad Ali
memerintahkan penjaga istana untuk menutup gerbang dan akhrinya semua kaum mamluk yang
berjumlah 470 orang dibantai disana. Menurut sejarah versi Philip K. Hitti, kaum mamluk dibantai diatas
bukit dekat dengan istana.[17] Hanya seorang saja yang selamat dari peristiwa pembantaian itu.[note 2]

Mendengar adanya seorang mamluk yang selamat, Muhammad Ali Pasya mengirimkan pasukan untuk
mengejarnya. Sebagian kaum mamluk di Turki selamat dengan berpindah ke Sudan tetapi kaum mamluk
yang berada di Mesir habis tidak tersisa. Setelah semua saingannya telah tersingkirkan, maka mulailah
Muhammad Ali Pasya fokus dalam kepemimpinannya dengan cara diktator. Kediktatorannya tampak
dalam keputusan-keputusan dan programnya yang merujuk kepada secularism dan kegiatan
Muhammad Ali Pasya menumpas semua syaikh dan akademisi yang melawannya yang terjadi pada
tahun 1809 dan 1813.[18]

Pada tahun 1811, Muhammad Ali melakukan ekspansi ke wilayah Saudi Arabia dengan mengirimkan
pasukannya dengan misi utama adalah memerangi Wahabi.[19] Penyerangannya terhadap Wahabi
dilakukannya karena ia takut gerakan tersebut akan mengancam kedaulatan Turki Ustmani sebagai
pelindung kota Suci Makkah dan Madinah. Kemudian pada tahun 1822 pasukan Muhammad Ali
bergabung dengan pasukan Turki Utsmani yang masing-masing menaklukan wilayah Creta dan berhasil
mendudukinya tahun 1822 dan 1824. Muhammad Ali melanjutkan ekspansinya ke Navarino tetapi
akhirnya dikalahkan oleh pasukan Prancis-Inggris-Rusia pada tahun 1827.[20] Setelah menerima
kekalahan di Navarino Muhammad Ali pun menginstruksikan pasukannya untuk mundur dan kembali
menjaga kedaulatan Mesir.

Sekularisme yang diterapkan Muhammad Ali Pasya tampak dalam sikapnya yang tidak menghiraukan
nasihat-nasihat pada ‘ulama’ Mesir tentang hukum shari’ah dalam masalah pemerintahan. Meskipun
Muhammad Ali tidak menaati dan menghiraukan fatwa atau pendapat ‘ulama’, ia malah mengikuti para
‘ulama’ dalam menerapkan konsep shari’ah, moral dan lain sebagainya dalam Pendidikan formal di
Mesir.[21] Muhammad Ali membiarkan konsep shari’ah dan moral diaplikasikan dan diimplementasikan
dalam pendidikan.
Dalam konsep pembaruan Muhammad Ali Pasya, ia menerapkan pendidikan militer karena ia percaya
bahwa kekuasaannya dapat bertahan dengan adanya kekuatan militer. Kolonel Steve ditugaskan oleh
Muhammad Ali untuk membangun angkatan bersenjata Mesir yang modern. Selain angkatan
bersenjata, Steve juga membuat angkatan Laut modern yang dilengkapi kapal perang yang diimpor dari
luar negeri dengan persenjataan lengkap yang diproduksi didalam negeri. Muhammad Ali bahkan
mendatangkan tenaga-tenaga militer dari Prancis dan ia membangun suatu angkatan bersenjata yang
disebut Nizam-I Jedid.[22] Tidak sebatas pembangunan militer, Muhammad Ali juga membangun
sekolah perwira angkatan laut di Iskandariyah.[23] Selain Pendidikan militer ia menerapkan Pendidikan
Teknik dan kedokteran, sekolah obat-obatan pada tahun 1829, sekolah pertambangan pada tahun 1834,
sekolah pertanian tahun 1836, dan sekolah penterjemahan pada tahun 1836.[24] Muhammad Ali
mendatangkan guru dari Eropa untuk mengisi tenaga pengajar dalam sekolah-sekolah yang didirikannya.
Pada tahun 1822, ia juga mendirikan satu unit percetakan Bulaq yang juga salah satu titik vital dalam
perkembangan produk-produk literer dan kemajuan Mesir pada saat itu.[25]

Adanya sekolah penterjemahan yang didirikan oleh Muhammad Ali, sebanyak 311 pelajar dikirim ke
Eropa seperti ke Austria, Prancis, Ingris, dan Jerman yang didanai oleh pemerintah langsung.[26] Dari
311 pelajar tersebut salah satunya adalah Rifa’ah al-T{aht{awi yang belajar di Prancis dan seteah
beberapa tahun sekolah penterjemah berjalan, Muhamad Ali menunjuk Rifa’ah untuk menjadi pimpinan
sekolah ini. Dalam masa kepemimpinan Rifa’ah, sekolah penterjemah berkembang lebih baik dengan
menggencarkan penterjemahan buku-buku Barat, seperti buku filsafat, ilmu militer, ilmu fisika, ilmu
bumi, logika, antropologi, ilmu politik dan lain sebagainya.
2. pengertian paham jumud

Menurut pandangan Muhammad Abduh, “sebab terjadinya yang membawa umat Islam kepada
kemunduran (kolot, tidak maju) adalah di akibatkan pada umat Islam terdapat pemahaman Jumud”.
Kata Jumud itu sendiri mengandung arti suatu yang keadaan dimana selalu membeku, statis, dan tidak
ada perubahan. Oleh sebab itu yang di pengaruhi faham jumud maka umat Islam tidak menghendaki
perubahan dan umat Islam terlena dalam berpegang teguh pada tradisi.

3. Pemikiran Syah Waliyullah

Pemikiran di Bidang Pemerintahan

Salah satu sebab yang membawa kepada kemunduran umat Islam, menurut pemikiran Syah Waliyullah
adalah perubahan sistem pemerintahan dalam Islam dari sistem kekhalifahan menjadi sistem kerajaan.
Kedua sistem ini sangatlah berbeda, di mana sistem kekhalifahan bersifat demokratis sedangkan sistem
kerajaan bersifat otokratis.

Jika melihat dari perjalanan sejarah umat Islam, raja-raja Islam pada mumnya mempunyai kekuasaan
absolut. Mereka bebas menentukan besar kecilnya pajak yang harus dibayar rakyatnya. Pajak tinggi yang
harus dibayar rakyat ini, menurut Syah Waliyullah, membawa pada semakin lemahnya umat.
Selanjutnya hasil dari pajak tinggi itu, kebanyakan tidak digunakan untuk kepentingan rakyat, tetapi
untuk membelanjai hidup mewah kaum bangsawan yang tidak mempunyai kontribusi.

Pemungutan pajak yang tidak adil ini tentunya menimbulkan kesenjangan di kalangan masyarakat, dan
menimbulkan rasa tidak puas di kalangan rakyat, sehingga dapat mengganggu keamanan dan ketertiban
rakyat itu sendiri. Untuk mengatasi hal tersebut, Syah Waliyullah berpendapat bahwa sistem
pemerintahan absolut harus diganti dengan sistem pemerintahan demokratis, layaknya sistem
kekhalifahan zaman dahulu.

Ia mendefinisikan khalifah sebagai pemimpin agama yang paling dekat dengan sunnah Nabi, laki-laki
sempurna yang berjuang demi keadilan, dan berusaha menggunakan beberapa teknik administratif dan
yudisial dalam memimpin masyarakatnya menuju kebajikan religius. Dalam pandangan Syah Waliyullah,
kehendak Tuhan terpancar melalui khalifah kepada perasaan dan pikiran rakyatnya. Bahkan dalam
ketidakadaan fungsi spiritual ini, seorang khalifah membawakan pertahanan politik muslim dan
organisasi hukum muslim.

9. Ide - ide Pembaharuan Al Tahtawi. 1. Bidang Pendidikan. Al Tahtawi semasa hidupnya banyak waktu
yang dihabiskan untuk mengajar, dan mengatur pendidikan; Dia menemukan ide-ide mengenai
pendidikan dalam buku yang ditulisnya. Dia menyatakan, bahwa pendidikan itu harus ada kaitannya
dengan masalah-masalah masyarakat dan lingkungannya. Pemikiran Al Tahtawi mengenai pendidikan
ada dua pokok yang di nilai penting : Pertama pendidikan yang bersifat universal dan emansipasi wanita.
Pendidikan hendakmya bersifat universal dan sama bentuknya bagi semua golongan, selain itu bahwa
masyarakat yang terdidik akan lebih mudah dibina dan sekaligus dapat menghindari masing-masing dari
pengaruh negatif. Pemikiran ini dinilai sebagai rintisan bagi pemikiran pendidikan yang bersifat
demokratis. Kedua mengenai pendidikan bangsa. Menurutnya bahwa pendidikan bukan hanya terbatas
pada kegiatan untuk mengajarkan pengetahuan, melainkan juga untuk membentuk kepribadian dan
menenamkan patriotisme. Tanah air ialah tempat tinggal, tanah kelahiran yang dinikmati setiap
warganya. Untuk melengkapi pemikiran pendidikan Al Tahtawi dilengkapi juga ide pendidikannya
dengan kurikulum yang dihubungkan kepentingan agama dan Negara. Kurikulum yang dirumuskan oleh
Al Tahtawi adalah sebagai berikut : Pertama kurikulum untuk tingkat pendidikan dasar terdiri atas mata
pelajaran membaca, menulis yang sumbernya adalah Al-Qur’an, nahwu dan dasar-dasar berhitung.
Kedua untuk tingkat menengah (tajhizi) terdiri atas : pendidikan jasmani dan cabang-cabangnya, ilmu
bumi. Sejarah, mantiq, biologi, fisika, kimia, manajemen, ilmu pertanian, mengarang, peradaban,
sebagian bahasa asing yang bermanfaat bagi Negara. Ketiga untuk menengah atas ( `aliyah ) mata
pelajaran terdiri atas : mata pelajaran kejuruan. Mata pelajaran tersebut diberikan secara mendalam
dan meliputi fiqh, kedokteran, ilmu bumi dan sejarah. Pemikiran tentang pendidikan yang diterapkan
oleh Al Tahtawi di tulis pada buku al-Mursyid al-Amin fi Tarbiyah al-Banin (pedoman tentang pendidikan
anak). Buku ini menerangkan tentang ide-ide pendidikan yang meliputi : 1) Pembagian jenjang
pendidikan atas tingkat permulaan, menengah, dan pendidikan tinggi akhir. 2) Pendidikan diperlukan,
kerana pendidikan merupakan salah satu jalan untuk mencapai kesejahteraan. 3) Pendidikan mesti
dilaksanakan dan diperuntukan bagi segala golongan. Maka tidak ada perbedaan antara pendidikan anak
laki-laki dan anak perempuan. Pemikiran mengenai persamaan antara laki-laki dan pendidikan anak
perempuan ini dinilai sebagai mencontoh ide pemikiran Yunani.Anak anak perempuan harus
memperoleh pendidikan yang sama dengan anak lelaki. Pendidikan terhadap perempuan merupakan
suatu hal yang sangat penting karena dua alasan, yaitu : 1) Wanita dapat menjadi istri yang baik dan
dapat menjadi mitra suami dalam kehidupan sosial dan intelektual. 2) Agar wanita sebagai istri memiliki
keterampilan untuk bekerja dalam batas-batas kemampuan mereka sebagai wanita. 2. Bidang Ekonomi.
Menurut Al Tahtawi ekonomi Mesir, tergantung pada pertanian, ia memuji usaha di jalankan
Muhammad Ali dalam lapangan ini. Juga ia menekankan pendapat ahli ekonomi Eropa mengatakan
bahwa Mesir mempunyai potensi besar dalam lapangan ekonomi. Memajukan ekonomi, sejahteraan
dunia akan tercapai. Hal ini, adalah baru karena tradisi dalam Islam untuk mementingkan kehidupan
dunia. Al Tahtawi menekankan bahwa pembangunan perekonomian Mesir diawali dengan kepedulian
seluruh bangsa Mesir, sedangkan kunci adalah pendidikan yang akan menghasilkan tenaga ahli terampil
dalam masyarakat. Beberapa ide yang dikemukan Al Tahtawi mengenai bidang ekonomi, termuat dalam
karya tulisannya “kitab Takhlish al Ibriz ila talkhis bariz” 3. Bidang Kesejahteraan. Kemajuan suatu
Negara, ditandai meratanya kesejahteraan rakyat dan juga meningkatkan jegiatan perekonomian,
sehingga stabilitas Negara dapat dicapai.Sebagaimana diungkapkan oleh Tahtawi, dalam bukunya
”Manahij” bahwa manusia pada dasarnya mempunyai dua tujuan, yaitu menjalankan perintah Tuhan
dan mencari kesejahteraan didunia, sebagaimana yang dicapai oleh bangsa Eropa modern. Oleh karena
itu, kesejahteraan umat Islam harus diperoleh atas dasar melakasanakan ajaran agama, berbudi pekerti
baik dan ekonomi yang maju. 4. Bidang Pemerintahan. Ide Al Tahtawi tentang Negara dan masyarakat,
bukan hanya sekedar pandangan tradisional belaka, dan bukan pula hanya sebagai refleksi pengalaman
dan pengetahuan yang telah didapatnya di Paris. Tetapi merupakan kopmbinasi dan persenyawaan dari
keduanya. Dia mengemukakan contoh-contoh yang diteladani yaitu nabi Muhammad Saw. Dan para
sahabat dalam melaksanakan pemerintahan yang mempunyai hak kekuasaan mutlak, yang dalam
pelaksanaan pemerintahannya harus dengan adil berdasarkan undang-undang. Untuk kelancaran
pelaksanaan undang-undang itu harus ditangani oleh tiga badan yang terpisah yaitu Legislatif, Executif
dan Judicatif (Trias Politica Montesque). Menurut Al tahtawi, masyarakat suatu Negara, terdiri dari
empat (empat) golongan; dua golongan yang memerintah, dua golongan yang lain diperintah. Dua
golonan yang memerintah adalah raja dan para ulama (dua para ilmuan). Sedang dua golonan yang
diperintah adalah tentara dan para produsen (termasuk semua rakyat). Golongan yang diperintah
(rakyat) ini, harus patuh dan setia kepada pemerintah . Meskipun sebenarnya, seorang raja hanya
bertanggung jawab kepada Allah Swt saja. Raja tidak boleh melupakan kepentingan rakyat. Raja harus
senantiasa harus ingat kepada Allah Swt dan siksaan yang disediakan bagi orang yang dzalim. Rasa takut
seorang raja kepada Allah Swt, akan membuat raja berlaku baik kepada rakyatnya. 5. Patrotisme Ala Al
Tahtawi. Al Tahtawi adalah orang Mesir yang pertama penganjur patriotisme. Paham bahwa seluruh
dunia Islam adalah tanah air bagi setiap individu muslim, mulai di rubah penekannya. Al Tahtawi
menekankan bahwa tanah air adalah tanah tumpah darah seseorang, bukan seluruh dunia Islam. Ia
berpendapat bahwa selain adanya persaudaraan se-agama, juga ada persaudaraan setanah air. Dalam
perkembangan dunia Islam selanjutnya persaudaraan tanah air ternyata lebih dominan. Patriotisme
adalah dasar yang kuat untuk mendorong orang mendirikan suatu masyarakat yang mempunyai
pradaban. Kata “Wathan” dan “Hubul Wathan” (patriotisme) kelihatannya selalu dipakai oleh
Patriotisme adalah dasar yang kuat untuk mendorong orang mendirikan suatu masyarakat yang
mempunyai peradaban. 6. Ijtihad dan Sain Modern. Memahami syari’at Islam menurut Al-Tahtawi
merupakan sangat penting dan memiliki kesadaran bahwa syari’at pasti senantiasa up to date, cocok
untuk segala zaman dan tempat.orang yang mengerti serta memahami syari’at Islam, Al Tahtawi yakin
akan pentingnya kesadaran bahwa syari’at pasti senantiasa berlaku se[anjang masa, cocok untuk segala
zaman dan tempat. Sains dan pemikiran rasional pada dasarya tidak bertentangan dengan syari’at Islam.
Karena itu, ijtihad harus dilakukan oleh ulama. Ulama harus dapat merubah masyarakat yang berfikiran
statis dan tradisional. Dalam bukunya “Al Qaul al Sadid fi al ijtihad wa al Taqlid” menguraikan pentingnya
ijtihad dan syarat-syarat menjadi mujtahid, serta dalil dalil dan tingkatan para mujtahid. Perkembangan
sains dan teknologi disamping untuk neningkatkan upaya kualitas umat Islam dalam melakukan ijtihad,
juga dapat menunjang kesejahteraan kehidupan kaum muslimin di dunia sebagaimana telah
dikembangkan di Eropa.Gagasan tersebut menjadi fokus penting dan pemikiran dan pembaharuan Al
Tahtawi. Oleh karena itu, sebagian besar hidupnya disumbangkan untuk mendukung gagasannya
dengan menerjemahkan buku buku agar umat Islam mengetahui budaya yang maju di Barat. Disamping
sebagai penulis dan menjadi pimpinan dalarn beberapa pendidikan. Al Tahtawi dalam hal Fatalisme ia
mencela orang Paris karena mereka tidak percaya pada qadha’ dan qadar. Menurutnya, orang Islam
harus percaya pada qadha’ dan qadar Tuhan, tetapi disamping itu harus berusaha. Manusia tidak boleh
mengembalikan segala-galanya pada qadha’ dan qadar. Karena pendirian serupa lilin, menunjukkan
kelemahan. Tetapi berusaha semaksimal dulu, baru menyerah.
5. pembaharuan ali di bidang ekonomi

Di dalam sosial ekonomi, Muhammad Ali Pasha ia melakukan kegitan hasil bumi Mesir untuk
diekspor ke Eropa, Komoditas Mesir yang laku pada saat itu adalah Kapas. Di samping kegiatan ekspor,
Mesir terkenal akan peradaban kuno yang gemilang, sehingga ia memungut devisa kepada wisatawan
asing yang dapat baik untuk berkunjung maupun tinggal untuk sementara di Mesir, yang juga memugar
beberapa kota bersejararah di Mesir seperti Alexandria.

You might also like