You are on page 1of 6

Nama : Eva Saputry Pulungan

NIM : 5201111009
Kelas : PTB B 2020
Mata Kuliah : Perancangan Bangunan dan Rekayasa Lingkungan
CBR Perancangan Bangunan dan Rekayasa Lingkungan
1. Pencemaran Limbah Padat (Solid Waste Pollution)
Sampah (seringkali disebut limbah padat) merupakan persoalan lingkungan yang tidak
hanya terkait dengan kebijakan pemerintah, tetapi juga gaya hidup masyarakat.
1.1.Definisi Sampah
Dalam UU No 18 Tahun 2008, mengelompokkan sampah menjadi :
a. Sampah rumah tangga : sampah yang berasal dari kegiatan sehari – hari dalam rumah
tangga, tetapi tidak termasuk tinja dan sampah spesifik.
b. Sampah sejenis sampah rumah tangga : sampah yang berasal dari kawasan komersial,
kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum, dan fasilitas lainnya.
c. Sampah spesifik : sampah yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau volumenya
memerlukan pengelolaan khusus.
1.2.Kebijakan dan Tujuan Pengelolaan Sampah
Undang – Undang No. 18 tahun 2008 menegaskan bahwa tujuan akhir dari pengelolaan
sampah adalah untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan
serta menjadikan sampah sebagai sumber daya. Untuk mencapai tujuan tersebut,
Undang – Undang No. 18 Tahun 2008 mendasarkan pengelolaan sampah kepada
beberapa asas berikut ini :
a. Asas tanggung jawab, yaitu pemerintah dan pemerintah daerah mempunyai
tanggung jawab pengelolaan sampah dalam mewujudkan hak masyarakat terhadap
lingkungan hidup yang baik dan sehat sesuai dengan amanat Konstitusi 1945.
b. Asas berkelanjutan, yaitu bahwa pengelolaan sampah dilakukan dengan
menggunakan metode dan teknik yang ramah lingkungan sehingga tidak
menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan, baik
pada generasi masa kini maupun generasi masa yang akan datang.
c. Asas manfaat yaitu dalam pengelolaan sampah perlu menggunakan pendekatan
yang menganggap sampah sebagai sumber daya yang dapat dimanfaatkan untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat, daya yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat.
d. Asas keadilan, yaitu dalam pengelolaan sampah, pemerintah dan pemerintah daerah
memberikan kesempatan yang sama kepada masyarakat dan dunia usaha untuk
berperan secara aktif dalam pengelolaan sampah.
e. Asas kesadaran, yaitu bahwa dalam pengelolaan sampah, pemerintah dan
pemerintah daerah mendorong setiap orang agar memiliki sikap, kepedulian, dan
kesadaran untuk mengurangi dan menangani sampah yang dihasilkannya.
f. Asas kebersamaan, yaitu dalam pengelolaan sampah diselenggarakan dengan
melibatkan seluruh pemangku kepentingan.
g. Asas keselamatan, yaitu pengelolaan sampah harus menjamin keselamatan manusia
h. Asas keamanan, yaitu pengelolaan sampah harus menjamin dan dan melindungi
masyarakat dari berbagai dampak negatif
i. Asas nilai ekonomi, yaitu sampah merupakan sumber daya yang memiliki nilai
ekonomi yang dapat dimanfaatkan sehingga memberikan nilai tambah.
1.3.Strategi, Kelembagaan, dan Tata Cara Pengelolaan Sampah
Salah satu hal yang penting dari strategi dan rencana pengelolaan sampah adalah
adanya target pengurangan sampah. Berikut adalah strategi dan rencana pengelolaan
sampah :
a. Pengurangan sampah
Kegiatan pengurangan sampah meliputi kegiatan pembatasan timbulan sampah,
pendauran ulang sampah, dan pemanfaatan kembali sampah. Kegiatan ini seringkali
disebut dengan kegiatan 3R : Reduce, Recyle, dan Recovery/Re – use.
Terkait kegiatan pengurangan sampah ini, UU No. 18 Tahun 2008 mewajibkan
pemerintah dan pemerintah daerah untuk:375
a. menetapkan target pengurangan sampah secara bertahap dalam jangka waktu
tertentu,
b. memfasilitasi penerapan teknologi yang ramah lingkungan,
c. memfasilitasi penerapan label produk yang ramah lingkungan,
d. memfasilitasi kegiatan mengguna ulang dan mendaur ulang,
e. memfasilitasi pemasaran produk-produk daur ulang.
b. Penanganan sampah
Penanganan sampah menurut Undang – Undangan No. 18 Tahun 2008, meliputi upaya:
1. Pemilahan, yaitu pengelompokkan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis,
jumlah, dan atau sifat sampah.
2. Pengumpulan, yaitu pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber sampah ke
tempat penampungan sementara (TPS) atau tempat pengolahan sampah terpadu
(TPST). Hal yang penting terkait pengumpulan adalah jaminan bahwa ketika
dikumpulkan, sampah yang sudah terpilah tidak boleh lagi tercampur. Terkait hal
ini, Permendagri No. 33 Tahun 2010 menyatakan bahwa pengumpulan sampah
yang dilakukan dari tempat sampat rumah tangga ke TPS/TPST sampai ke TPA
harus dilakukan dengan tetap menjamin terpisahnya sampah sesuai dengan jenis
sampah
3. Pengangkutan, yaitu membawa sampah dari sumber dan/atau dari TPS atau dari
TPST menuju ke tempat pemrosesan akhir (TPA). Pengangkutan sampah dilakukan
oleh pemerintah kabupaten/ kota dengan jalan menyediakan alat angkut sampah
termasuk untuk sampah terpilah, melakukan pengangkutan sampah dari TPS
dan/atau TPS 3R ke TPA atau TPST, menyediakan stasiun peralihan antara
Permendagri No. 33 Tahun 2010 membagi tanggung jawab pengangkutan sesuai
dengan tahapan pengangkutan sampah, yaitu:
a. pengangkutan sampah rumah tangga ke TPS/TPST menjadi tanggung jawab
lembaga pengelola sampah yang dibentuk oleh RT/RW,
b. pengangkutan sampah dari TPS/TPST ke TPA, menjadi tanggung jawab
pemerintah daerah,
c. pengangkutan sampah kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan
industri, dan kawasan khusus, dari sumber sampah sampai ke TPS/TPST dan/atau
TPA, menjadi tanggung jawab pengelola kawasan,
d. pengangkutan sampah dari fasilitas umum, fasilitas sosial dan fasilitas lainnya
dari sumber sampah dan/atau dari TPS/TPST sampai ke TPA, menjadi tanggung
jawab pemerintah daerah.
Sistem pengangkutan dapat saja berbeda antara satu daerah dan daerah lain. Hal
ini dapat dilihat dari Perda Kabupaten Bandung yang membagi sistem
pengangkutan sampah ke dalam 3 pola, yaitu: pola pengangkutan individual
langsung (door to door), pola pengangkutan individual tidak langsung dan pola
pengangkutan komunal langsung.
Pengangkutan individual secara langsung adalah pengangkutan sampah terpilah
dari sumber sampah (misalnya rumah) menuju TPA dengan menggunakan truk
sampah. Sedangkan sistem pengangkutan individual tidak langsung sebagaimana
dimaksud sistem pengangkutan sampah dari sumber sampah dengan menggunakan
gerobak sampah terpilah, kemudian dikumpulkan di TPS dan diangkut menuju
TPA. Sedangkan sistem pengangkutan komunal langsung sistem pengangkutan
sampah terpilah dari sumber sampah yang dikumpul pada TPS terpilah untuk
diangkut dengan truk sampah menuju TPA pada waktu tertentu.
4. Pengolahan, yaitu kegiatan mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah.
Pengolahan sampah meliputi kegiatan pemadatan, pengomposan, daur ulang
materi, dan daur ulang energi. Pengolahan dapat dilakukan oleh setiap orang pada
sumbernya, pengelola kawasan atau fasilitas, dan pemerintah kabupaten/kota.
Dalam menjalankan pengolahan, pengelola kawasan/fasilitas wajib
menyediakan fasilitas pengolahan sampah skala kawasan berupa TPS 3R;
sedangkan pemerintah kabupaten/kota wajib menyediakan fasilitas pengolahan
sampah pada wilayah permukiman berupa TPS 3R, stasiun peralihan antara, TPA,
atau TPST. Pengolahan sampah dapat dilakukan pada sumber sampah, TPS, TPST,
dan TPA.
Ketentuan yang mendetail tentang pengolahan dapat ditemukan dalam
PermenPU No. 3 Tahun 2013. Menurut peraturan ini, pengolahan sampah
dilakukan dengan mempertimbangkan karakteristik sampah, teknologi pengolahan
yang ramah lingkungan, keselamatan kerja, dan kondisi sosial masyarakat. Untuk
teknologi pengolahan sampah, Permen PU memberikan pilihan tekonologi
berupa:
a). teknologi pengolahan secara fisik, yaitu dengan melakukan pengurangan ukuran
sampah, pemadatan, pemisahan secara magnetis, masa-jenis, dan optik;
b). teknologi pengolahan secara kimia, yaitu dengan pembubuhan bahan kimia atau
bahan lain untuk memudahkan proses pengolahan selanjutnya;
c). teknologi pengolahan secara biologi, yaitu melalui pengolahan secara aerobik
atau anaerobic, seperti proses pengomposan atau atau biogasifikasi;
d). teknologi pengolahan secara termal berupa insinerasi, pirolisis atau gasifikasi;
dan
e). Pengolahan sampah untuk menghasilkan bahan bakar berupa Refused Derifed
Fuel (RDF).
Pemilihan teknologi di atas pada dasarnya dilakukan untuk memaksimalkan
perolehan kembali bahan dan energi dari proses pengolahan. Karenanya pemilihan
teknologi pengolahan harus dilakukan berdasarkan studi kelayakan dan
dioperasikan profesional.
5. Pemrosesan akhir sampah, yaitu pengembalian sampah dan/atau residu hasil
pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman.
Menurut PP No. 81 Tahun 2012, pemrosesan akhir sampah dilakukan dengan jalan
metode lahan urug terkendali (controlled landfill), metode lahan urug saniter
(sanitary landfill), atau teknologi ramah lingkungan. Pemrosesan ini dilakukan oleh
pemerintah kabupaten/ kota.419 Untuk kepentingan pemrosesan ini, maka PP
mewajibkan pemerintah kabupaten/kota untuk menyediakan dan mengoperasikan
TPA. Menurut PP, kegiatan penentuan dan pembangunan TPA dilaksanakan
dengan prosedur perencanaan, pembangungan (yang terdiri atas konstruksi,
supervisi, uji coba), serta pengoperasian dan pemeliharaan. Oleh PermenPU No. 3
Tahun 2013, tahapan ini ditambah pemantauan dan evaluasi.
a) Tahap Perencanaan (dan perencanaan teknis)
Dalam penyusunan perencanaan, PP No. 81 Tahun 2013 mewajibkan pemerintah
kabupaten/kota untuk melakukan pemilihan lokasi yang sesuai dengan rencana tata
ruang wilayah provinsi dan/atau kabupaten/kota, menyusun analisis biaya dan
teknologi, dan menyusun rancangan teknis.
b) Tahap pembangunan TPA
Menurut Peraturan Pemerintah No. 81 Tahun 2012 dilaksanakan dengan kegiatan
konstruksi, supervisi, dan uji coba. Kegiatan konstruksi adalah kegiatan pembangunan
baru, rehabilitasi, dan revitalisasi prasarana penanganan sampah meliputi TPA dan/atau
TPST. Kegiatan supervisi adalah kegiatan pengawasan pembangunan prasarana
penanganan sampah. Sedangkan kegiatan uji coba adalah percobaan pengoperasian
prasarana penanganan sampah.
c) Tahap pengoperasian dan pemeliharaan
PP juga mensyaratkan agar pengoperasian TPA memenuhi persyaratan teknis yang
akan dijelaskan lebih lanjut oleh Menteri PU setelah berkonsultasi dengan Menteri LH.
Di samping itu, PP juga menjelaskan bahwa bagi TPA yang tidak dioperasikan sesuai
dengan persyaratan harus dilakukan penutupan dan/atau rehabilitas.
d) Tahap Pemantauan dan Evaluasi
Pemantauan dan evaluasi operasi TPA dilakukan secara berkala, sekurang kurangnya
setiap 6 bulan sekali.
DAFTAR PUSTAKA
Syarif,M.L dan Andri G. Wibisana. 2013. Hukum Lingkungan. Jakarta : Kemitraan
Partnership

You might also like