You are on page 1of 21

MAKALAH

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 DAN PASAL 26


TUGAS MAKALAH INI DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS
PERENCANAAN PERPAJAKAN

Dosen Pengampu:
Hendrik E.S Samosir, SE,Ak.,M.Ak.,CA

DISUSUN OLEH:
MAZMUR WALLTER SIMANJUNTAK
19510259

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN
MEDAN
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya penulis bisa menyelesaikan makalah yang akan membahas lebih jauh
mengenai “PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 DAN PASAL 26”.
Makalah ini penulis susun dengan maksud untuk memenuhi tugas mata kuliah
Perencanaan Perpajakan, serta agar dapat menambah wawasan sekaligus pemahaman
terhadap materi yang penulis bawakan. Penulis sangat berterima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini, khususnya kepada dosen
pengampu mata kuliah ini Bapak Hendrik E.S Samosir, SE,Ak.,M.Ak.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran serta
bimbingan dari dosen demi penyempurnaan dimasa-masa yang akan datang, semoga
karya tulis ini bermanfaat bagi semuanya.

Medan, Oktober 2022

Mazmur Wallter Simanjuntak


19510259

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTARi

DAFTAR ISIii

BAB I PENDAHULUAN1

1.1 Latar Belakang1

1.2 Rumusan Masalah2

1.3 Tujuan Penulisan2

BAB II PEMBAHASAN3

2.1 Pengertian PPh pasal 23 dan Pasal 263

2.2 Objek dan pemungut PPh pasal 23 dan Pasal 26

2.3 Tarif PPh pasal 23 dan Pasal Pasal 265

2.4 Pengecualian Pemungutan PPh Pasal 23 dan Pasal 26

2.5 Saat Terutang dan Pelunasan/Pemungutan PPh Pasal 23 dan Pasal 2610

2.6 Cara Menghitung PPh Pasal 23 dan Pasal 2611

BAB III PENUTUP.....................................................................................................17

3.1 Kesimpulan.................................................................................................17

3.2 Saran...........................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA18
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


            Negara Indonesia merupakan Negara berkembang, yang terdiri dari ribuan pulau
yang memiliki budaya yang beraneka ragam, lautan, dan sumberdaya alam yang
melimpah. Dengan perkembangan yang terjadi saat ini mendorong pemerintah untuk
melakukan perubahan di segala sektor demi meningkatkan pendapatan atau kas negara
guna membiayai pembangunan.
Dalam melakukan perubahan tersebut, pastilah memerlukan dana yang sangat besar, dan
dana itu berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah (APBD), dimana sebagian besar bersumber dari penerimaan
pajak. Ini menjelaskan bahwa pajak memiliki peranan yang sangat penting dalam
kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak
sendiri merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran
termasuk pengeluaran pembangunan.
        Pajak penghasilan pasal 22 atau disingkat PPh pasal 22 adalah pajak yang dipungut
oleh bendaharawan pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah,
instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya berkenaan
dengan pembayaran atas penyerahan barang, dan badan-badan tertentu baik badan
pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan dibidang impor atau kegiatan
usaha dibidang lain. Dasar hukum PPh pasal 22 adalah UU Pajak Penghasilan nomor 36
tahun 2008, pasal 22. Untuk lebih memahami secara mendalam dan komprehensif
mengenai pajak penghasilan (pph) pasal 22, maka yang akan dibahas dalam makalah ini
yaitu mengenai subjek PPh pasal 22, objek, pemungut, pengecualian dari pengenaan
pph pasal 22, saat terutang, batas waktu setor dan lapor, serta contoh soal atau kasus
yang berkaitan dengan pasal 22.
Pajak penghasilan pasal 26 (PPh pasal 26) adalah pajak penghasilan yang
dikenakan atas penghasilan yang diterima wajib pajak luar negeri dari Indonesia, selain
Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia.

1
2

Pajak Penghasilan pasal 26 (PPh Pasal 26) ini mengatur kebijakan mengenai pajak
yang berhubungan dengan wajib pajak luar negeri. Badan usaha apapun di Indonesia
yang melakukan transaksi pembayaran (gaji, bunga, dividen, royalti, dan lain
sejenisnya) kepada wajib pajak luar negeri diwajibkan untuk membayar PPh Pasal 26
atas transaksi tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari PPh Pasal 23 dan Pasal 26?
2. Siapa pemotong PPh Pasal 23 dan Pasal 26 ?
3. Apa saja yang termasuk objek PPh Pasal 23 dan Pasal 26?
4. Apa saja yang dikecualikan dari PPh Pasal 23 dan Pasal 26?
5. Kapan saat terutang, pemungutan dan pelaporan PPh Pasal 23 dan Pasal 26 ?
6. Bagaimana cara menghitung tarif PPh Pasal 23 dan Pasal 26 ?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui pengertian dari PPh Pasal 23 dan Pasal 26
2. Untuk mengetahui Siapa pemotong PPh Pasal 23 dan Pasal 26
3. Untuk mengetahui Apa saja yang termasuk objek PPh Pasal 23 dan Pasal 26
4. Untuk mengetahui Apa saja yang dikecualikan dari PPh Pasal 23 dan Pasal 26
5. Untuk mengetahui Kapan saat terutang, pemungutan dan pelaporan PPh Pasal 23
dan Pasal 26
6. Untuk mengetahui Bagaimana cara menghitung tarif PPh Pasal 23 dan Pasal 26
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian PPh Pasal 23 dan Pasal 26

Pajak Penghasilan Pasal 23 merupakan Pajak Penghasilan yang dipotong atas


penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha
Tetap yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain
yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21, yang dibayarkan atau terutang oleh
badan pemerintah atau subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, Bentuk
Usaha Tetap atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.Pajak Penghasilan (PPh)

Pasal 26 adalah PPh yang dikenakan/dipotong atas penghasilan yang bersumber


dari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP) luar negeri selain bentuk
usaha tetap (BUT) di Indonesia.

2.2 Pemotong PPh Pasal 23 dan Pasal 26

Pemotong PPh Pasal 23 terdiri atas :

1. Badan pemerintah
2. Subjek pajak badan dalam negreri
3. Penyelenggara dalam negeri
4. Bentuk usaha tetap
5. Perwakilan perusahaan di luar negeri lainnya
6. Orang Pribadi sebagai wajib pajak dalam negeri tertentu, yang ditunjuk oleh
kepala kantor pelayanan pajak sebagai pemotong PPh Pasal 23, yaitu:
a. Akuntan, arsitek, dokter, notaries, pejabat pembuat akta tanah (PPAT),
kecuali camat, pengacara, dan konsultan, yang melakukan pekerjaan bebas
b. Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan
atas pembayaran berupa sewa.

3
4

Pemotong PPh Pasal 26


Berdasarkan ketentuan Pasal 26 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008
(Undang-undang Pajak Penghasilan 1984), pemotong Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26
ayat (1) adalah :
- Badan Pemerintah
Tidak ada penjelasan dalam Undang-undang Pajak Penghasilan tentang arti Badan
Pemerintah ini. Namun demikian, tidak sulit untuk mengartikan bahwa yang dimaksud
dengan Badan Pemerintah adalah Pemerintah negara Republik Indonesia dan
Pemerintah Daerah di Indonesia beserta instansi-instansi di bawahnya.
- Subjek Pajak Badan dalm negeri
Berdasarkan Pasal 2 ayat (3) huruf b Undang-undang Pajak Penghasilan 1984,
subjek pajak badan dalam negeri adalah badan yang didirikan atau bertempat
kedudukan di Indonesia. Istilah didirikan mengandung arti bahwa badan tersebut
didirikan berdasarkan ketentuan hukum di Indonesia. Sementara itu istilah bertempat
kedudukan menunjukkan bahwa badan tersebut memiliki efektif manajemen di
Indonesia dimana pengambilan keputusan – keputusan penting tentang badan tersebut
dilakukan di Indonesia. Pengertian badan sendiri berdasarkan Pasal 2 ayat (1) huruf b
Undang-undang Pajak Penghasilan 1984 adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang
merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha
yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha
milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun,
firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulam, yayasan, organisasi
massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan
lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
- Penyelenggara kegiatan
Penyelenggara kegiatan bisa berbentuk badan, orang pribadi atau kepanitiaan
yang melakukan suatu event atau kegiatan. Contoh penyelenggara kegiatan adalah orang
pribadi atau badan yang mengorganisir suatu acara seperti pertunjukan, perlombaan,
seminar dan lain-lain.
5

- Bentuk Usaha Tetap (BUT)


BUT adalah bagian dari Subjek Pajak luar negeri yang melakukan kegiatan di
Indonesia sehingga menerima atau memperoleh penghasilam yang bersumber dari
Indonesia. Walaupun termasuk Wajib Pajak luar negeri, pemenuhan hak dan kewajiban
BUT disamakan dengan pemenuhan hak dan kewajiban Wajib Pajak dalam negeri.
Pengertian BUT bisa kita temukan dalam Pasal 2 ayat (5) Undang-undang Pajak
Penghasilan, yaitu bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak
bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari
183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan
badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat diIndonesia untuk menjalankan usaha
atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa tempat kedudukan
manajemen, cabang perusahaan, kantor perwakilan, gedung kantor, pabrik, bengkel dan
lain-lain.
- Perwakilan Perusahaan Luar Negeri Lainnya
Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya selain BUT yang ada di Indonesia juga
merupakan pemotong PPh Pasal 23. Contohnya adalah Representative office (RO) dari
perusahaan-perusahaan asing.

2.3 Tarif dan Penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 23 dan Pasal 26
Penghasilan yang dikenakan PPh pasal 23 sesuai dengan pasal 23 UU No. 36
Tahun 2008 menetapkan tarif sebagai berikut:
1. Sebesar 15% dari Jumlah Bruto atas :
a. Dividen
b. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan
jaminan pengembalian utang
c. Royalty
d. hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong PPh
yang dimaksut dalam Pasal 21 ayat 1 huruf e
2. sebesar 2% dari jumlah bruto atas :
6

a. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali


sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan oenggunaan harta yang telah
dikenai PPh Pasal 4 ayat (2)
b. imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa managemen, jasa konstruksi,
jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh pasal 21
 jasa penilai (appraisal)
 jasa aktuaris
 jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan
 jasa perancang
 jasa pengeboran dibidang penambangan minyak dan migas, kecuali
yang dilakukan oleh BUT
 jasa penunjang dibidang pembangunan migas dan panas bumi
 jasa penambangan dan jasa penunjang dibidang penambangan selain
migas
 jasa penunjang dibidang penerbangan dan Bandar udara
 jasa penebangan hutan
 jasa ppengolaan limbah
 jasa penyedia tenaga kerja
 jasa perantara dan keagenan
 jasa dibidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang
dilakukan oleh bursa efek, KSEI dan KPEI
 jasa custodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang dilakukan oleh
KSEI
 jasa pengisian suara/ sulih suara
 jasa mixing film
 jasa sehubungan dengan software computer, termasuk perawatan,
pemelihraan dan perbaikan
 jasa instalasi/pemasangan mesin, pealatan, listrik, telepon, air, gas,
AC atau televisi kabel, selain yang dilakukan oleh wajib pajak yang
7

ruang lingkupnya dibidang konstruksi dan mempunyai izin atau


sertifikat sebagai pengusaha kontribusi
 jasa perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik,
telepon, air, gas, AC atau televisi kabel, alat transportasi/kendaraan
atau bangunan, selain yang dilakukan oleh wajib pajak yang ruang
lingkupnya dibidang konstruksi dan mempunyai izin atau sertifikat
sebagai pengusaha kontribusi
 jasa maklon
 jasa penyelidikan dan keamanan
 jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer
 jasa pengepakan
 jasa penyelidikan tempat dan waktu dalam media masa, media luar
ruang atau media lain untuk pem]nyimpanan informasi
 jasa pembasmian hama
 jasa kebersihan atau cleaning service
 jasa catering atau tata boga
dalam hal Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan
tersebut tidak memiliki nomer NPWP besarnya tariff pemotongan adalah
lebih tinggi 100% daripada tarif yang sebenarnya

Berdasarkan Undang-undang PPh Pasal 26 disebutkan bahwa Tarif dan Objek


PPh Pasal 26 adalah sebagai berikut :
1. 20% (final) dari jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak Luar Negeri berupa :
a. Deviden
b. Bunga, premium, diskonto, premi swap, dan imbalan sehubungan dengan
jaminan pengembalian utang;
c. Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta;
d. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
8

e. Hadiah dan penghargaan


f. Pensiun dan pembayaran berkala lainnya.
2. 20% (final) dari perkiraan penghasilan neto berupa:
a. Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia;
b. Premi asuransi, premi reasuransi yang dibayarkan langsung maupun
melalui pialang kepada perusahaan asuransi di luar negeri.
3. 20% (final) dari Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu
BUT di Indonesia, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di
Indonesia.
4. Tarif berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara
Indonesia dengan negara pihak pada persetujuan.

2.4 Pengecualian Pemungutan PPh Pasal 23 dan Pasal 26

Beberapa jenis penghasilan yang tidak dikenakan pemotongan PPh Pasal 23


sesuai dengan pasal 23 Aayat (4) uu No 17 tahun 2000, yaitu:

1. penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank


2. sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha
dengan hak opsi
3. dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh PT sebagai wajin pajak
dalam negeri, koperasi, BUMN, BUMD, dari penyertaan modal pada badan
usaha yang didirikan dan betempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
a. dividen berassal dari cadangan laba yang ditahan
b. bagi PT, BUMN dan BUMD yang menerima dividen, kepemilikan saham
pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah modal
yang disetor
4. bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer
yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan,
firma, dan kongsi termasuk pemegang unit penyertaan kontrak kolektif
5. sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya
9

6. penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan
yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman atau pembiayaan yang diatur dengan
PMK.
Wajib pajak luar negeri yang dikecualikan dari Subyek Pajak PPh pasal
26 ini adalah :
1. BUT dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 26 apabila Penghasilan Kena
Pajak sesudah dikurangi Pajak Penghasilan dari BUT ditanamkan kembali di
Indonesia dengan syarat :
a. Dilakukan dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang
didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau peserta
pendiri, dan;
b. Dilakukan dalam tahun berjalan atau selambat-lambatnya tahun pajak
berikutnya dari tahun pajak diterima atau diperoleh penghasilan tersebut;
c. Tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali tersebut sekurang-
kurangnya dalam waktu 2 (dua) tahun sesudah perusahaan tempat
penanaman dilakukan, mulai berproduksi komersil.
2. Badan-badan Internasional yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

Berdasarkan Undang-undang PPh Pasal 26 disebutkan bahwa Tarif dan Objek


PPh Pasal 26 adalah sebagai berikut :
1. 20% (final) dari jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak Luar Negeri berupa :
g. Deviden
h. Bunga, premium, diskonto, premi swap, dan imbalan sehubungan dengan
jaminan pengembalian utang;
i. Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta;
j. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
k. Hadiah dan penghargaan
l. Pensiun dan pembayaran berkala lainnya.
2. 20% (final) dari perkiraan penghasilan neto berupa:
10

c. Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia;


d. Premi asuransi, premi reasuransi yang dibayarkan langsung maupun
melalui pialang kepada perusahaan asuransi di luar negeri.
3. 20% (final) dari Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu
BUT di Indonesia, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di
Indonesia.
4. Tarif berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara
Indonesia dengan negara pihak pada persetujuan.

2.5 Saat Terutang, Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 23

1. PPh Pasal 23 terutang pasa akhir bulan dilakukan pembayaran atau pada akhir
bulan terutangnya pengasilan yang bersangkutan.
2. PPh Pasal 23 harus disetorkan oleh pemotong pajak selambat-lambatnya tanggal
10 bulan takwim berikutnya setelah bulan saar terutangnya pajak ke bank
presepsi atau kantor pos Indonesia
3. Pemotong PPh Pasal 23 diwajibkan menyampaikan SPT Masa selambat-
lambatnya 20 hari setelah masa pajak berakhir
4. Pemotong PPh Pasal 23 harus memberikan tanda bukti pemotongan kepada
orang pribadi atau badan yang dibebani PPh yang dipotong
5. Pelaksanaan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 23 dilakukan
secara desentralisasi artinya dilakukan di tempat terjadinya pembayaran atau
terutangnya penghasilan yang merupakan Objek PPh Pasal 23, hal ini
dimaksutkan untuk mempermudah pengawasan terhadap pelaksanaan
pemotongan PPh PAsal 23 tersebut. Transaksi-transaksi yang merupakan objek
pemotongan PPh pasal 23 yang pembayarannya dilakukan oleh kantor pusat,
PPh Pasal 23 dipotong, disetor dan dilaporkan oleh kantor pusat, sedangkan
objek PPh Pasal 23 yang pembayarannya dilakukan oleh kantor cabang misalnya
sewa kantor cabang, PPh Pasal 23 dipotong, disetor dan dilaporkan oleh kantor
cabang yang bersangkutan.
11

PPh Pasal 26 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau akhir
bulan terutangnya penghasilan, tergantung yang mana terjadi lebih dahulu. Pemotong
PPh Pasal 26 wajib membuat bukti pemotongan PPh pasal 26 rangkap 3 :

- Lembar pertama untuk Wajib Pajak luar negeri;

- Lembar ke dua untuk Kantor Pelayanan Pajak;

- Lembar ke tiga untuk arsip Pemotong.

PPh Pasal 26 wajib disetorkan ke bank Persepsi atau Kantor Pos dengan
menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP), paling lambat tanggal 10 bulan takwim
berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak. SPT Masa PPh Pasal 26, dengan
dilampiri SSP lembar ke dua, bukti pemotongan lembar ke dua dan daftar bukti
pemotongan disampaikan ke KPP setempat paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak
berakhir.

Contoh :

Pemotongan PPh Pasal 26 dilakukan tanggal 24 Mei 2001, penyetoran paling


lambat tanggal 10 Juni 2001; dan dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak paling lambat
tanggal 20 Juni 2001.

2.6 Perhitungan PPh Pasal 23 dan Pasal 26

1. Contoh Kasus-1:
Pada tanggal 10 May 2010, PT. Sukses Gagalnya, membagikan dividen masing-
masing Rp 10,000,000 kepada 20 pemegang sahamnya. Atas dividen yang
dibagikan, PT. Sukses Gagalnya wajib memungut PPh Pasal 23.

PPh pasal 23 yang harus dipotong PT. Sukses Gagalnya adalah :


=>15% x Rp 10.000.000,- = Rp 150.000,-
=>20 x Rp 150.000,- = Rp 3.000.000,-
12

Saat terutang : akhir bulan dilakukan pembayaran yaitu pada tanggal 31 Mei
2010
Saat Penyetoran : paling lambat 10 Juni 2010
Saat Pelaporan : paling lambat 20 Juni 2010
2. Contoh Kasus-2:
Pada tanggal 20 agustus 2010, PT. Tukang Utang membayar bunga atas
pinjaman membayarkan bunga kepada PT. Lintah Darat sebesar Rp
90.000.000,-

PPh pasal 23 yang harus dipotong oleh PT Tukang Utang adalah :


=> 15% x Rp 90.000.000 = Rp 13.500.000,-

Saat terutang : akhir bulan dilakukan pembayaran yaitu pada tanggal 31 Agustus
2010
Saat Penyetoran : paling lambat 10 September 2010
Saat Pelaporan : paling lambat 20 September 2010

3. Contoh Kasus-3:
CV. Ayam Goreng Krenyes-Krenyes buat Lemes membayar Royalti kepada
Tuan. Doan Wiro Pasaribu atas pemakaian merek Ayam Goreng “Pak Doan”
sebesar Rp 1.000.000.000,- pada tanggal 2 Maret 2010

PPh pasal 23 yang harus dipotong CV. Ayam Goreng Krenyes-Krenyes buat
Lemes :
=> 15% x Rp 1.000.000.000,- = Rp 150.000.000,-

Saat terutang : akhir bulan dilakukan pembayaran yaitu pada tanggal 31 Maret
2010
Saat Penyetoran : paling lambat 10 April 2010
Saat Pelaporan : paling lambat 20 April 2010
4. Contoh Kasus-4 :
Doan Pasaribu mendapat hadiah sebuah mobil senilai Rp 200.000.000,- atas
13

undian tabungan yang diselenggarakan Bank Kecap ABC pada tanggal 20


Januari 2010
PPh pasal 23 yang harus dipotong Bank Kecap ABC adalah :
=> 15% x Rp 200.000.000,- = Rp 30.000.000,-
Saat terutang : akhir bulan dilakukan pembayaran yaitu pada tanggal 31
Januari2010
Saat Penyetoran : paling lambat 10 Februari 2010
Saat Pelaporan : paling lambat 20 Februari 2010

5. Contoh Kasus-5 :
PT. Selalu Susah menyewa sebuah bus pariwisata dengan nilai sewa Rp
20.000.000,- milik Budi

PPh pasal 23 yang harus dipungut PT. Selalu Susah


=> 2% x Rp. 20.000.000,- = Rp 400.000,-

Apabila Budi tidak mempunyai NPWP maka PPh Pasal 23 yang dipotong PT.
Selalu susah adalah Rp 800.000,-

6. Contoh Kasus-6 :
PT Kalkulus meminta jasa dari Pak Dodi untuk membuat sistem akuntansi
Perusahaan dengan imbalan sebesar Rp. 22.000.000,- (sudah termasuk PPN)
PPh pasal 23 yang dipotong PT kalkulus adalah
2% x Rp 20.000.0000,- = Rp 400.000,-
PT. Celalu cayang dy membayarkan jasa konsultan PT Jaya sebesar Rp
2.200.000 ( termasuk PPN). PT jaya tidak mempunyai NPWP
maka PPh pasal 23 yang dipotong PT. Celalu cayang dy adalah:
200% x 2% x Rp 2.000.000 = Rp 80.000,-

Perhitungan PPh Pasal 26

1. Mike adalah karyawan asing pada perusahaan PT Dira Consult. Mike


bertempat tinggal kurang dari 183 hari. Mike sudah beristri, dan mempunyai
seorang anak. Dalam bulan April 2009, Mike memperoleh gaji US$ 5,000
sebulan. Kurs yang berlaku Rp. 10.500,00 per US$ 1.
14

Perhitungan PPh pasal 26 :


Penghasilan bruto berupa gaji sebulan :
5,000 x Rp. 10.500,00 = Rp. 52.500.000,00
Penerapan tarif :
20% x Rp. 52.500.000,00 = Rp. 10.500.000,00
PPh pasal 26 atas gaji Mike bulan April 2009 adalah Rp. 10.500.000,00.
2. Misalkan PT ABC di Indonesia membayarkan dividen kepada Tuan X di
negara Y sebesar Rp100 Juta, maka PPh Pasal 26 yang harus dipotong adalah
20% x Rp100 Juta = Rp20 Juta.
3. Jane adalah atelit dari Singapura, dalam bulan mei 2007 mengikuti perlombaan
maarton di Indonesia, dan merebut hadiah uang sebesar US$ 20.000. Kurs
untuk US$ 1 pada saat itu adalah Rp. 8.500. berapa PPh pasal 26 yang di
potong oleh penyelenggara kegiatan di Indonesia?
Jawab:
20% x US$ 20.000 x Rp. 8.500 = Rp. 34.000.000
4. PT. Amartha merupakan perusahaan persewaan gedung kator. Pada tahun 2007
mengasuransikan bangunan bertingkat ke perusahaan asuransi di lua negeri.
Premi yang dibaya oleh PT. Amartha sebesar Rp. 1 Miliyar. Berapa PPh
terutang PT. Amartha?
Jawab:
PPh pasal 26 = 20% x 50% x 1 M = Rp. 100.000.000

5. PT. Amartha tidak mengasuransikan bangunannya langsung ke perusahaan


asuransi di luar negeri, tetapi mengasuransikan bangunan yang dimiliki kepada
perusahaan asuransi di dalam negeri dengan jumlah premi sebesar Rp
750.000.000. untuk mengurangi resiko perusahaan asuransi dalam negeri
perusahaan asuransi dalam negeri mengasuransikan sebagian polis asuransinya
kepada perusahaan asuransi luar negeri dengan premi sebesar Rp. 500.000.000.
berapa PPh 26 yang harus dipotong oleh perusahaan asuransi dalam negeri?
Jawab:
PPh 26 = 20% x 10% x Rp. 500.000.000 = Rp. 10.000.000
15

6. Mr Jakson warga negara jerman, memperoleh penghasilan jasa konsultan dari


LIPI sebesar Rp. 20.000.000. berapa PPh terutang yang harus dibayar?
Jawab:
         Saat terutangnya PPh 26 diatur dalam PP 138 tahun 2000, dilihat
mana yang lebih dahulu, saat pembebanan atau saat pembayaran.
         LIPI harus memotong pajak sebesar Rp. 4.000.000 dari Mr.Jakson
sebagai penerima penghasilan
         PPh tersebut berasal dari:
X = 20% x Pengahasilan bruto
   = 20%x 20.000.0000
   = 4.000.000 dan bersifat final.
Keterangan:
Jika Mr.Jakson memiliki tax resident (bukti kepemilikian seperti NPWP di
negara Amerika), berlaku penerapan tax treaty, dimana telah disepakati
bersama antara Indonesia-Amerika bahwa tarif pajaknya 10% dari
penghasilan bruto, yaitu Rp. 2.000.000 yang berhak dipotong oleh LIPI.

7.  DPP Penghasilan Kena Pajak


Rumus :
PPh pasal 26 = 20% x (PKP-PPh terutang)
Ket: perhitungan tersebut diterapkan pada bentuk usaha tetap di Indonesia yang
penghasilan atau bagian labanya tidak ditanamkan kembali di Indonesia. jika
penghasilan setelah dikurangi pajak tersebut ditanamkan kembali di Indonesia,
atas penghasilan tersebut tidak di potong PPh pasal 26.
Contoh:
Suatu BUT di Indonesia memperoleh PKP sebesar Rp. 17.500.000.000 pada
tahun 2012. berapa PPh terutang?
Jawab:
PPh pasal 26 dihitung sebagai berikut:
PKP                                                                 Rp. 17.500.000.000
PPh terutang:
16

25% x Rp. 17.500.000.000                             Rp.   4.375.000.000 (-)


Penghasilan setelah dikurangi pajak               Rp. 13.125.000.000
PPh pasal 26 yang terutang:
20% x Rp. 13.125.000.000                             Rp.   2.625.000.000
Jika penghasilan setelah dikurangi pajak tersebut ditanamkan kembali di
Indonesia, atas penghasilan sebesar Rp. 13.125.000.000 tidak dipotong PPh
pasal 26.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan
yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang
telah dipotong PPh Pasal 21. Dalam melakukan pemotongan PPh Pasal 23 terdapat
pemotong pajak yang telah ditentukan oleh peraturan uu PPh pasal 23 begitu pula
dengan tarif dan penghasilan apasaja yang tergolong dapat dipotong PPh Pasal 23
ataupun yang dikecualikan. Makalah diatas juga menunjukan kapan saat terutang,
pelaporan dan penyetoran PPh pasal 23 yang telah ditentukan oleh UU. \
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 adalah PPh yang dikenakan/dipotong atas
penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak
(WP) luar negeri selain bentuk usaha tetap (BUT) di Indoneisa. Pemotong PPh Pasal 26
yaitu: Badan Pemerintah, Subjek Pajak dalam negeri, Penyelenggara kegiatan, BUT,
Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.

3.2. Saran
Adapun saran yang ingin penulis sampaikan adalah keinginan  penulis atas
partisipasi para pembaca, agar sekiranya mau memberikan kritik dan saran yang sehat
dan bersifat membangun demi kemajuan penulisan makalah ini. Kami sadar bahwa
penulis adalah manusia biasa yang pastinya memiliki kesalahan. Oleh karena itu,
dengan adanya kritik dan saran dari pembaca,  penulis bisa mengkoreksi diri dan
menjadikan makalah ke depan menjadi makalah yang lebih baik lagi dan dapat
memberikan manfaat yang lebih bagi kita semua.

17
18

Daftar Pustaka

Mardiasmo. 2013. Perpajakan. yogyakarta : ANDI.

Resmi,Siti . 2013. Perpajakan. jakarta : Selemba Empat.

Informasi Umum Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh Pasal 23), (online),


http://www.online-pajak.com/id/berita-dan-tips/pph-pajak-penghasilan-pasal-
23, (15 Oktober 2014)

Pajak Penghasilan Pasal 23, (online), http://www.pajak.net/info/PPh23.htm , (15


Oktober 2014)

Seri pajak – pajak penghasilan pasal 23, (online),


http://www.pajak.go.id/content/seri-pph-pajak-penghasilan-pasal-23 , (15 oktober 2014)

Konsep dan Perhitungan PPh Pasal 23, (online),


http://wijayanomicstax.wordpress.com/2013/03/20/konsep-perhitungan-pph-pasal-23/ ,
(15 oktober 2014)

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, (Online)


(https://id.wikipedia.org/wiki/Pajak), diakses 6 Maret 2019.

Afriandy, Iqhbaal, 2014, Makalah PPH 26 dan Pasal 24, (Online),


(https://www.academia.edu/9556305/Makalah_PPH_26_dan_Pasal_4 ), diakses 6 Maret
2019.

Maulidina, Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26, (Online),


http://nurizzahmaulidina.blogspot.com/2017/03/pph-pasal-26.html, diakses 25 Maret
2019.

You might also like