You are on page 1of 5

Nama : Nisa Dewanti

NIM : 131814153005
Peminatan : Manajemen

PENDIDIKAN DASAR SIAGA BENCANA UNTUK MENINGKATKAN


KESIAPSIAGAAN GENERASI MUDA TAHAN BENCANA

1. Pendahuluan
Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai tingkat resiko
bencana tinggi di dunia. Indonesia menempati peringkat ke-33 dalam World
Risk Index 2017. Hal tersebut dikarenakan Indonesia terletak ditiga lempeng
tektonik dunia yaitu lempeng Pasifif, Eurasia, dan Indo-Australia yang saling
bertemu satu sama lain serta berada di cincin api pasifik dunia dengan 127
gunung api aktif (Sudiartha et al., 2019). Kelompok yang paling rentan
terdampak pada saat terjadi bencana adalah perempuan, anak-anak,
penyandang disabilitas, dan lanjut usia (Teja, 2018). Pada saat terjadi bencana,
anak-anak kerap kali menjadi kelompok yang paling parah parah dalam
menerima dampak musibah, dikarenakan anak-anak adalah anggota masyarakat
yang mudah mengalami musibah psikologi atau down (Sudarma, 2018 dalam
Putra & Aditya, 2014). Dalam perencanaan penganggulangan bencana, sering
ada asumsi bahwa orang tua akan melindungi anak-anak mereka dalam
peristiwa bencana, namun pada kenyataannya anak-anak sering terpisah dari
orang tua mereka ketika berada di sekolah, pusat penitipan anak, di rumah,
bahkan saat bersama orang tua mereka saat di tempat kerja. Anak-anak tidak
memiliki sumber daya atau kemandirian untuk mempersiapkan diri
menghadapi bencana, sehingga seringkali mereka bergantung pada orang
dewasa untuk membuat keputusan. Anak-anak juga sering bersembunyi dan
susah untuk mengungkapkan permasalahan mereka kepada orang dewasa
setelah terjadi bencana (Fothergill, 2019). Berdasarkan permasalahan diatas,
pendidikan siaga bencana menjadi salah satu prioritas penting dalam
penganggulangan bencana terutama dalam upaya mitigasi bencana. Pendidikan
dasar siaga bencana dapat dimasukkan kedalam kurikulum sekolah sejak

1
pendidikan dasar. Melalui pendidikan siaga bencana diharapkan terbentuk
karakter anak-anak yang tangguh terhadap bencana dan dapat menjadi agen
perubahan dalam keluarga.

2. Analisis Situasi dan Kebijakan


Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang
tepat guna dan berdaya guna (UU RI Nomor 24 Tahun 2007). Salah satu cara
untuk membentuk kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana adalah dengan
pendidikan dan pelatihan bencana. Organisasi UNICEF telah
mendokumentasikan berbagai program pendidikan bencana untuk anak-anak
secara global, termasuk komunitas formal dan informal dan dimasukkan
kedalam kurikulum sekolah dan ekstrakulikuler yang didukung oleh pendanaan
pemerintah maupun swasta (Johnson, Ronan, Johnston, & Peace, 2014).
Berdasarkan methodological review yang dilakukan oleh Johnson et al (2014)
diketahui bahwa pendidikan bencana untuk anak-anak secara efektif dapat
meningkatkan pengetahuan anak-anak tentang resiko bencana dan tindakan
kesiapsiagaan bencana. Di Jepang yang merupakan negara rawan bencana,
pendidikan bencana telah masuk kedalam kurikulum sekolah (Kitagawa, 2015).
Di Indonesia, pendidikan bencana merupakan salah satu dari prioritas arahan
presiden untuk penganggulangan bencana di tahun 2019. Kebijakan
penyelanggaraan pendidikan bencana di Indonesia sendiri telah diatur dalam
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 Tentang
Penyelenggaraan Penangggulangan Bencana Bab II Bagian Kesatu Pasal 5
yang berisi salah satu penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi
tidak terjadi bencana adalah dengan cara pendidikan dan pelatihan (PP RI
Nomor 21 Tahun 2008). Selama ini pendidikan bencana di sekolah hanya
terbatas penyuluhan dan bebebrapa sudah dimasukkan ke dalam kurikulum
pendidikan di sekolah namun pelaksanaannya belum merata di seluruh sekolah.
Sehingga perlu dilakukan perencanaan inovasi pendidikan siaga bencana untuk
penyamaan kurikulum siaga bencana di seluruh sekolah.

2
3. Gagasan
Mewujudkan anak-anak siaga bencana melalui kurikulum di sekolah
merupakan tanggung jawab bersama. Terdapat tiga tugas penting yang perlu
dilakukan oleh Kementrian Pendidikan Nasional. Pertama adalah melatih guru-
guru terkait pengetahuan dan keterampilan terkait mitigasi dan kesiapsiagaan
bencana, termasuk mengikutsertakan pendidikan kebencanaan menjadi materi
dalam jenjang pendidikan guru.
Hal kedua adalah penyediaan materi ajar, di mana untuk hal ini, instansi
terkait seperti BMKG, LIPI, PVMBG, dan BNPB perlu terlibat sebagai sumber
informasi dan kemudian diolah informasi tersebut menjadi bahan ajar. Materi
tersebut harus dikemas menarik seperti menggunakan media gambar atau video
dan menggunakan bahasa yang dimengerti oleh anak-anak. Materi terebut
meliputi pengenalan bencana, termasuk soal potensi, sejarah, jenis bencana,
tingkat bencana, dan mengenali anomali atau apa-apa saja tanda-tanda yang
bisa diprediksi, terutama mengenai potensi bencana terbesar di daerah masing-
masing. Selain itu anak-anak harus disosialisasikan mengenai apa saja yang
harus dilakukan saat bencana terjadi meliputi cara evakuasi, peralatan yang
dibutuhkan saat bencana, simulasi berlindung, pertolongan pertama dalam
kecelakaan serta apa yang harus mereka lakukan apabila terpisah dengan
keluarga. Dalam satu minggu setidaknya diberikan materi bencana satu jam
pelajaran yang berdurasi 45 menit. Materi disesuaikan di tiap tingkat sekolah
dasar diseusaikan dengan kapasitas kemampuan siswa, seperti untuk kelas 1
materi yang diberikan terkait dengan kehidupan sehari-hari seperti memilih
jalan yang aman ketika berangkat dan pulang sekolah. Di kelas 2, siswa
diajarkan untuk mengenali jenis-jenis bencana dan memilih tempat yang aman
untuk berlindung jika terjadi bencana tersebut. Di kelas 3, siswa diajarkan
materi kepemimpinan yang terkait dengan bencna. Siswa diminta
mengoordinasi lingkungan terdekat mereka saat bencana terjadi untuk mencari
tempat aman dan memberikan pertolongan. Di kelas 4, pemahaman siswa
diperkaya dengan diskusi dan mendatangkan narasumber yang terkait dengan

3
bencana. Di kelas 5, siswa dikenalkan berbagai tanda umum saat bencana
muncul dan diajarkan untuk menyebarkan informasi tersebut kepada orang
lain. Di kelas 6, siswa lebih banyak dikenalkan dengan beragam peralatan yang
dibutuhkan saat bencana.
Hal ketiga upaya rehabilitasi bangunan-bangunan sekolah yang tidak
aman dan memastikan setiap sekolah memiliki prosedur untuk kesiapsiagaan
dan tanggap darurat di masa bencana. Di setiap sekolah hendaknya terdapat
petunjuk pintu darurat dan titik kumpul saat terjadi bencana. Struktur bangunan
yang aman dan ramah lingkungan perlu menjadi budaya di sekolah, sebab dari
sinilah siswa akan belajar. Mereka akan mengamati sekeliling dan menjadi
persepsi. Simulasi bencana yang rutin perlu dilakukan untuk menguji
kesiapsiagaan. Simulasi dapat dilakukan satu atau dua minggu sekali. Dengan
begitu, ketika benar-benar terjadi bencana, seluruh siswa sudah tahu apa yang
seharusnya dilakukan sehingga bisa meminimalkan risiko akibat
ketidakpahaman saat menghadapi bencana.

4. Kesimpulan
Kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana di Indonesia
masih perlu banyak ditingkatkan, mengingat Indonesia merupakan wilayah
yang rawan bencana. Salah satu kesiapsiagaan bencana dapat dilakukan dengan
cara pendidikan dan pelatihan. Melalui pendidikan, masyarakat akan mampu
memahami bahwa bencana adalah sahabat manusia. Oleh karena itu, kuta
membutuhkan seperangkat alat kesadaran yang benama pendidikan. Sebagai
kelompok rentan saat terjadi bencana, pendidikan siaga bencana untuk anak-
anak sangat penting untuk diberikan. Pendidikan siaga bencana dapat diberikan
sejak pendidikan sekolah dasar dengan materi yang disesuaikan dengan
kapasitas siswa di setiap tingkat sekolah dasar. Saat alam bawah sadar
terbangun, kesiapan menghadapi bencana akan tumbuh. Siswa akan kuat dan
teguh saat bencana hadir. Mereka tidak akan mudah panik. Namun, mereka
telah paham dan tahu apa yang harus dilakukan saat bencana terjadi.

4
5. Daftar Pustaka
Fothergill, A. (2019). Children , Youth , and Disaster. OXFORD RESEARCH
ENCYCLOPEDIA NATURAL HAZARD SCIENCE, (October), 1–28.
https://doi.org/10.1093/acrefore/9780199389407.013.23

INDONESIA, P. P. R. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN
PENANGGULANGAN BENCANA. , Pub. L. No. Nomor 21 Tahun 2008
(2008).

Indonesia, U.-U. R. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR


24 TAHUN 2007 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA. , Pub. L.
No. Nomor 24 (2007).

Johnson, V. A., Ronan, K. R., Johnston, D. M., & Peace, R. (2014).


Evaluations of disaster education programs for children: A
methodological review. International Journal of Disaster Risk Reduction,
9, 107–123. https://doi.org/10.1016/j.ijdrr.2014.04.001

Kitagawa, K. (2015). Continuity and change in disaster education in Japan.


History of Education, 44(3), 371–390.
https://doi.org/10.1080/0046760X.2014.979255

Putra, H. P., & Aditya, R. (2014). Pelatihan mitigasi bencana kepada anak-anak
usia dini. Jurnal Inovasi Dan Kewirausahaan, 3(2), 115–119.

Sudiartha, G., Subiyakto, Ra., Pardede, Ma., Kurniandaru, S., Widianto, A.,
Ikhsan, A., … Lukman, M. (2019). Jangan Panik! Praktik Baik
Pendidikan Kebancanaan (BNPB, ed.). Retrieved from
https://bnpb.go.id/uploads/24/siaga-bencana/buku-pembelajaran-spab-
indo.pdf

Teja, M. (2018). Kesiapsiagaan Masyarakat Terhadap Kelompok Rentan


Dalam Menghadapi Bencana Alam Di Lombok. Bidang Kesejahteraan
Sosial Info SIngkat Kajian SIngkat Trhadap Isu Aktual Dan Strategis,
X(17), 13–14. Retrieved from
http://berkas.dpr.go.id/puslit/files/info_singkat/Info Singkat-X-17-I-
P3DI-September-2018-242.pdf

You might also like