Professional Documents
Culture Documents
Abstract:The background of this research begin from the question, why myth, literature,
legend always catagorized on a fiksi? So it can’t be hstory resources. Suterland said that
historigraphical essensial need historicizing history. It mean historigraphy must
understanding it self. To undestanding the history, we need spirit deconstruction. When
deconstruction used in some event it will be historiography leave a big naration.
Historiography move from macro naration to mikro naration with alternative resource.
One of alternative resource is myth, literarature and legend. When those resource still
considered a fiction, we need aids to reveal the fact. To answer this question, we analys
folklore Keris Tundung Mediyun using Structuralisme Lévi-Strauss to find a fact.
81
ISSN: 2477-2771 Jurnal Candrasangkala
E-ISSN: 2477-8214 Vol 4 No.2 Tahun 2018
82
ISSN: 2477-2771 Jurnal Candrasangkala
E-ISSN: 2477-8214 Vol 4 No.2 Tahun 2018
83
ISSN: 2477-2771 Jurnal Candrasangkala
E-ISSN: 2477-8214 Vol 4 No.2 Tahun 2018
84
ISSN: 2477-2771 Jurnal Candrasangkala
E-ISSN: 2477-8214 Vol 4 No.2 Tahun 2018
85
ISSN: 2477-2771 Jurnal Candrasangkala
E-ISSN: 2477-8214 Vol 4 No.2 Tahun 2018
86
ISSN: 2477-2771 Jurnal Candrasangkala
E-ISSN: 2477-8214 Vol 4 No.2 Tahun 2018
87
ISSN: 2477-2771 Jurnal Candrasangkala
E-ISSN: 2477-8214 Vol 4 No.2 Tahun 2018
menjadi empu yang masyhur juga setelah memiliki keahlian membuat pusaka.
membuat keris Mangkurat. Dari Untuk pusaka-pusaka seperti Keris Kyai
penjelasan relasi singkat tersebut dapat Sengkelat, Keris Nagasasra dan Keris
digambarkan sebagai berikut. Mangkurat adalah sebuah simbolisasi
dari jerih payah dan usaha mereka untuk
Eps mendapatkan kedudukan serta status
. sosial yang tinggi dalam masyarakat.
1
Episode II : Puncak Kesuksesan Empu
Supa, Empu Supa Muda, dan Jaka Sura
Puncak kesuksesan tokoh Empu
Supa diceritakan dalam paragraf 11,
sedangkan puncak kesuksesan Empu
Empu Supa Jaka Sura Supa Muda terdapat pada paragraf 16,
Empu Supa
MUda
dan puncak kesuksesan Jaka Sura
diceritakan pada paragraf 21.
Sebagaimana kita lihat dalam cerita
rakyat di atas Empu Supa meraih
Hubungan Hubungan
Hubungan Anak kesuksesan dan status di Majapahit
Ayah
Anak setelah ia membuat Keris Kyai
Sengkelat. Dia juga mendapat hadiah dari
Adipati Blambangan berupa isteri Dewi
Empu Empu
Empu Sugihan, manakala setelah ia berhasil
Majapahi Majapahit
Majapahi membuat tiruan Keris Kyai Sengkelat.
t
t
Pengulangan kejadian serupa
juga terlihat pada saat Empu Supa Muda
memulai karirnya sebagai Empu. Pada
Kyai Keris Keris saat itu Raja Brawijaya menginginkan
Sengkalet Naga Mangkurat Empu Supa membuatkan keris bercorak
sasra
seribu. Tetapi ternyata Empu Supa
Untuk dapat memahami relasi sedang mengembara mencari keberadaan
bagan di atas kita perlu mengetahui Kyai Sengkelat. Tanpa pengalaman yang
hubungan sosial dan kekerabatan cukup Empu Supa Muda berupaya
masyarakat Jawa. Ada pepatah lama membuat Pusaka tersebut. Dia berusaha
Jawa yang mengatakan “Kacang Ora keras agar bisa menyelesaikan tugas
Ninggal Saka Lanjaran”, pepatah lama mulia dari raja. Dia terus berusaha
dapat tersebut digunakan untuk meskipun selalu mengalami kegagalan.
menafsirkan episode I : Dalam mindset Pada akhirnya dia mendapat hasil manis
masyarakat Jawa pepatah tersebut dari usahanya. Empu Supa Muda berhasil
memiliki arti bahwa nantinya seorang membuat Keris bercorak seribu yang
anak itu, tidak akan jatuh jauh dari orang diberi nama Keris Nagasasra. Sebagai
tuanya, baik itu dalam sifat, pekerjaan, hadiah dari kesuksesannya Raja
status serta keberuntungannya. Empu Brawijaya memberikannya isteri yang
Supa yang notabene seorang empu cantik dan status sosial yang tinggi yaitu
masyhur, maka mewariskan keahliannya menjadi Bupati di daerah Tuban.
pada anak-anaknya. Anak-anaknya yang Pada paragraf yang menceritakan
terbiasa hidup dalam lingkungan pandai Jaka Sura juga tidak luput mengalami
besi, maka secara tidak langsung akan pengulangan. Dikisahkan pada saat Raja
memiliki keahlian membuat pusaka. Brawijaya mendapat sebuah ilham untuk
Begitu juga di saat Empu Supa mendapat membuat keris yang lebih hebat dari
kedudukan di Kerajaan karena Kyai Sengkelat den empu pembuatnya
keahliannya membuat pusaka, maka haruslah masih muda, maka Raja
status tersebut kelak juga akan dimiliki Brawijaya membuat sayembara. Jaka
anak-anaknya yang notabene juga Sura yang telah selesai berguru pada
88
ISSN: 2477-2771 Jurnal Candrasangkala
E-ISSN: 2477-8214 Vol 4 No.2 Tahun 2018
Empu Anjani (empu para silman), sosial yang tinggi karena usaha.
kemudian memintakan dirinya ke raja Dicontohkan pada tokoh Empu Supa,
untuk diberi kesempatan membuat keris. Empu Supa Muda dan Jaka Sura. Empu
Raja pun menyetujuinya karena melihat Supa untuk mendapatkan statusnya di
dia seorang empu yang masih muda. Kerajaan Majapahit yang dia peroleh
Berkat kemampuan yang diperolehnya melalui usahanya. Status sosial yang
dari Empu Anjani, maka dia berhasil tinggi dia dapatkan setelah
membuat keris yang penuh wibawa keberhasilannya membat Kyai Sengkelat.
hanya dengan jari tangannya. Keris itu Dia tidak mendapat warisan status sosial
dinamakan Keris Mangkurat. Karena dari ayahnya Empu Supandriya. Kasus
keberhasilannya membuat keris yang serupa juga dialami oleh Empu Supa
lebih hebat dari Kyai Sengkelat maka dia Muda, dia mendapatkan status sebagai
dihadiahi isteri yang cantik dan mendapat Bupati Tuban juga diperoleh dari
status sosial yang tinggi sebagai usahanya membuat Keris Nagasasra. Dia
Pangeran Merdeka di daerah Sendang juga tidak mendapat warisan status sosial
Sedayu. dari ayahnya Empu Supa. Begitu juga
Eps.
dengan Jaka Sura dia mendapat status
2 sosial tinggi sebagai Pangeran Merdeka
di daerah Sendang Sedayu juga karena
keberhasilannya membuat Keris
Mangkurat.
Empu Supa Bagan di atas juga
Empu
MUda Jaka menganalogikan bahwa masyarakat Jawa
Supa
Sura
Timur adalah tipe masyarakat pekerja
keras. Hal ini ditunjukkan dalam usaha
Membuat Keris Membuat Keris Membuat Keris Empu Supa, Empu Supa Muda dan Jaka
Saat Masih Saat Masih Muda Saat Masih Muda Sura sejak masih muda sudah berusaha
Muda mencapai cita-citanya. Mereka bertiga
sejak masih muda giat berusaha agar bisa
mendapatkan status sosial tinggi. Dari
Perintah Adipati Perintah Raja Perintah Raja bagan ini kita juga bisa menggali
Blambangan Brawijaya Brawijaya informasi, bahwa Jawa Timur pada masa
klasik memiliki Kerajaan besar yang
dinamakan Majapahit. Sistem
pemerintahan dipegang raja dan juga
Berhasil Dengan Berhasil Dengan Berhasil Dengan terdapat negara-negara di bawahnya
Baik, dan Baik, dan Baik, dan (kadipaten).
Mendapat Hadiah Mendapat Hadiah Mendapat Hadiah
Isteri Isteri dan Tanah Isteri dan Tanah
di Tuban di Sendang Episode III : Kesamaan Relasi Dalam
Sedayu Tujuan Pembuatan Pusaka
Pusaka dalam Jawa merupakan
suatu senjata sakti yang memiliki tuah
dan roh. Masyarakat Jawa memandang
Dari bagan di atas kita bisa pusakalah yang sering kali memilih
melihat bahwa konsep status sosial pemakainya, bukan pemakai yang
masyarakat Jawa Timur saat itu sudah memilih pusakanya. Dalam cerita rakyat
mulai berubah. Jika pada masa Tundung Mediyun yang notabene cerita
sebelumnya seseorang untuk pada masa klasik (Kerajaan Majapahit)
mendapatkan status sosial melalui peranan pusaka sangat penting. Pusaka
warisan/genealogi (ascribed status), saat itu dianggap sebagai simbolisasi tuah
maka jika dilihat dari bagan di atas kerajaan. Pusaka juga selalu diidentikkan
seseorang dapat mencapai suatu status sebagai alat legitimasi raja. Jika raja
memiliki pusaka, maka seolah-olah
89
ISSN: 2477-2771 Jurnal Candrasangkala
E-ISSN: 2477-8214 Vol 4 No.2 Tahun 2018
Eps.
3
Empu Jaka
Empu Supa Sura
Empu Supa Empu Supa MUda Jaka Sura Supa MUda
90
ISSN: 2477-2771 Jurnal Candrasangkala
E-ISSN: 2477-8214 Vol 4 No.2 Tahun 2018
besi yang dia tempa selalu melebur. Jaka ada islamisasi, tentunya islam sudah
Sura juga mengalami nasib yang serupa, menjadi agama besar pada masa
dia sebelum menjadi empu yang masyhur Brawijaya ang notabene memerintah
selalu diremehkan dan dibandingkan setelah Hayam Wuruk. Agama Islam
dengan ayahnya (Empu Supa). Akhirnya dengan Hindhu juga saling toleransi,
berkat kegigihan dan usahanya dalam dalam cerita ini dibuktikan tidak adanya
berguru ketiga empu tersebut mendapat konflik. Tentunya analisis ini dapat
hasil yang ditanamnya. dijadikan sumber sejarah, tetapi tentunya
dengan membandingkan dulu pada
Episode V : Relasi Berkebalikan sumber sejarah lain.
(Opposition)
Eps. KESIMPULAN
5
Dari cerita rakyat tersebut bisa
dicari relasi, konteks sejarah makna,
hingga adat dan budaya masyarakat
Sunan Raja Jawa. Pada cerita rakyat Tundung
Mediyun kita bisa mendapatkan; (1)
Bidang Politik, Adanya suatu entitas
Pemimpin Pemerintahan
berupa kekuasaan besar yang bernama
Pemimpin Agama
Majapahit. Pada waktu itu Kerajaan
Majapahit diperintah oleh Raja
Brawijaya. Dalam struktur
Hindhu pemerintahannya terdapat kadipaten,
Islam
kapangeranan, dll. Majapahit mempunyai
daerah bawahan yang dinamakan
Kadipaten Blambangan, yang saat itu
mempersiapkan diri buat menyerang
Dalam cerita rakyat Tundung
Majapahit, (2) Bidang Religi: Pada saat
Mediyun kiranya inilah satu-satunya
itu pengaruh Islam sangat besar. Antara
episode berkebalikan. Sunan dan Raja
Islam sebagai agama baru dan Hindhu-
dalam status sosial saat itu menempati
Budha sebagai agama lama sudah terjalin
posisi yang tertinggi. Sunan sebagai
komunikasi dan rasa toleransi.
pemimpin agama (Islam) dan raja sebagai
Masyarakat saat itu juga percaya pada
pemimpin pemerintahan. Pada episode
kepercayaan dinamisme (benda-benda
ini kiranya dapat juga menafsirkan
dianggap memiliki kekuatan, sebagai
bagaimana kehidupan di Kerajaan
contoh Keris Kyai Sengkelat, Keris
Majapahit saat itu. Agama islam pada
Nagasasra, dan Keris Mangkurat).
masa itu sudah masuk di Kerajaan
Masyarakat juga mengenal konsep Sunan
Majapahit. Hal ini dapat terbukti dengan
sebagai ulama penyebar agama islam, (3)
adanya tokoh Sunan Kalijaga dan Raja
Bidang Sosial: Sudah adanya pembagian
Brawijya dalam satu garis waktu.
status dan fungsi dalam masyarakat,
Proses islamisasi di Kerajaan
seperti Raja sebagai Pemimpin politik,
Majapahit memang sudah terjadi pada
Sunan sebagai pemimpin agama. Adanya
masa Hayam Wuruk, yang ditandai
hubungan patron-klien dalam Kerajaan
dengan angka tahun 1356 M pada nisan
yaitu Raja dan pengikutnya. Sudah
Troloyo Trowulan dan cerita dari Kidung
adanya perkawinan poligami (seperti
Sundayana terkait bangunan masjid yang
pada Empu Supa yang memiliki dua
merupakan bangunan ibadah umat
istri). Status sosial saat itu tidak hanya
muslimdi kawasan Ibu kota Kerajaan
diperoleh lewat kelahiran /keturunan
Majapahit Trowulan (Perkasa, 2012).
(ascribed status), tetapi juga melalui
Jika pada masa Hayam Wuruk saja sudah
usaha, seperti dicontohkan pada
91
ISSN: 2477-2771 Jurnal Candrasangkala
E-ISSN: 2477-8214 Vol 4 No.2 Tahun 2018
kehidupan Empu Supa, Empu Supa satu contoh yang dapat digunakan
Muda dan Jaka Sura. (4) Bidang Budaya: sejarawan dalam memahami sumber
Adanya tradisi pembersihan pusaka sejarah berupa cerita rakyat dan mitos.
kerajaan pada masa Majapahit. Adanya Dengan melakukan analisis secara
budaya patron-klien, membuat para strukturalis pada cerita rakyat, maka
negara bawahan Kerajaan Majapahit relasi dan maknanya akan dapat dengan
diharuskan membayar pajeg/upeti. mudah dipahami. Jika relasi dan makna
Jika diamati dan dianalisis secara sudah dapat ditemukan, maka sejarawan
struktural akan tampak sangat jelas dapat memverifikasinya dengan sumber
relasi-relasi dari cerita rakyat tersebut. lain. Jika dalam proses verifikasi terdapat
Cerita-cerita rakyat tersebut akan jauh kecocokan maka hasil analisis struktural
lebih dapat berbunyi jika di analisis dari cerita rakyat tersebut dapat langsung
secara struktural, daripada dianalisis digunakan sebagai sumber sejarah.
melalui pendekatan yang lain. Dengan Pendekatan Strukturalisme Lévi-
dianalisis secara struktural, selain dapat Strauss merupakan suatu alternatif yang
ditemukan relasinya, maka dapat juga sangat membantu ilmu sejarah dalam
dilihat makna atau pesan yang menganalisis sumber sejarah tradisi lisan.
terkandung dalam cerita rakyat tersebut. Dengan berbagai pendekatan yang ada
Sehingga nantinya cerita rakyat tersebut seperti Strukturalisme Lévi-Strauss,
dapat dibaca secara cerdas oleh sejarawan tidak perlu lagi takut
pembacanya. menggunakan tradisi lisan sebagai
Sebelum masyarakat mengenal sumber sejarah. Cerita rakyat pada
media tulisan seperti: lontara, batu, dan awalnya sebagai bagian dari tradisi lisan
kertas, maka pewarisan tradisi, adat serta yang selalu dikesampingkan. Munculnya
sejarah leluhur dalam suatu masyarakat pendekatan Strukturalisme Lévi-Strauss
dilakukan melalui tradisi lisan. Tradisi sebagai ilmu bantu menjadikan cerita
lisan dapat berupa cerita rakyat rakyat yang dahulu terabaikan dapat
(folklore), mitos (babad, hikayat). Dalam digunakan rujukan sumber sejarah, tetapi
relevansinya sebagai sumber sejarah juga perlu dilakukan verifikasi terlebih
tradisi lisan ini selalu terabaikan karena dahulu dengan sumber sejarah lain
dianggap sangat sarat dengan sebelum menggunakannya.
pengaburan, pengingkaran, separuh
kebenaran, kesenjangan bahkan dusta.
Sehingga asas pragmatisnya sering kali DAFTAR RUJUKAN
masih dipertanyakan.
Padahal yang terpenting dalam Ahimsa, Heddy Shri. 2012.
penggunaan tradisi lisan (cerita rakyat Strukturalisme Lévi-Strauss Mitos
dan mitos) sebagai sumber sejarah bukan Dan Karya Sastra. Yogyakarta:
mempertanyakan asas pragmatisnya, Kepel Press.
tetapi lebih pada fungsi dan relasi antar
maknanya. Menurut Sartono Kartidirdjo Andriana, Leo Indra. 1981. Cerita Rakyat
bahwa sejarah bersifat multidimensional. Jawa Timur. Jawa Timur:
Pengertian dari maksud tersebut adalah Departemen Pendidikan dan
sejarah dalam penulisannya Kebudayaan.
menggunakan berbagai disiplin ilmu dan
menggunakan pendekatan-pendekatan Badcock, Christopher. 2006. Lévi-Strauss
ilmu sosial lain. Strukturalisme dan Teori
Pernyataan tersebut sangat Sosiologi. Insight
memungkinkan, antropologi sebagai
bagian dari disiplin ilmu sosial, dapat Berkhofer, Robert F. 1971. A Behavioral
digunakan sebagai ilmu bantu dalam Approach Historical Analysis.
menafsirkan sumber sejarah. Pendekatan London: Free
Strukturalisme Lévi-Strauss adalah salah
92
ISSN: 2477-2771 Jurnal Candrasangkala
E-ISSN: 2477-8214 Vol 4 No.2 Tahun 2018
93