You are on page 1of 13

ISSN: 2477-2771 Jurnal Candrasangkala

E-ISSN: 2477-8214 Vol 4 No.2 Tahun 2018

Analisis Strukturalisme Lévi-Strauss dalam Cerita Rakyat Tundung


Mediyun: Sebagai Alternatif Baru Sumber Sejarah

Hendra Afiyanto (1)


Jurusan IPS, IAIN Ponorogo
afianto@iainponorogo.ac.id

Hervina Nurullita (2)


Pendidikan Sejarah, FKIP, Universitas PGRI Banyuwangi
hervina.nurullita@gmail.com

Abstrak:Penelitian ini dilatarbelakangi oleh sebuah pertanyaan, mengapa mitos, cerita


rakyat, karya sastra, legenda selalu ditempatkan pada ranah fiksi, sehingga tidak bisa
digunakan sebagai sumber sejarah? Sutherland mengatakan esensinya historiografi yang
dibutuhkan adalah historicizing history. Demikianlah, artinya sebuah historiografi saat ini
haruslah memahamkan sejarah itu sendiri. Untuk memahamkan sejarah yang diperlukan
adalah semangat dekonstruksi. Ketika dekonstruksi menyisip dalam sebuah peristiwa
sejarah akan terjadi kecenderungan historiografi mulai meninggalkan narasi besarnya.
Historiografi akan bergeser dari makro ke mikro dengan bantuan sumber-sumber
alternatif. Salah satu sumber alternatif yang bisa digunakan adalah mitos, cerita rakyat,
karya sastra, atau legenda. Ketika sumber-sumber sejarah tersebut masih dianggap penuh
unsur fiksinya, maka diperlukan alat bantu untuk membuatnya memiliki unsur fakta.
Untuk menjawab permasalahan tersebut, maka digunakanlah cerita rakyat Keris Tundung
Mediyun yang akan dianalis menggunakan Strukturalisme Lévi-Strauss sehingga nantinya
dapat ditemukan unsur-unsur faktanya sebagai sumber alternatif historiografi.

Kata kunci: strukturalisme, cerita rakyat, sumber alternatif

Abstract:The background of this research begin from the question, why myth, literature,
legend always catagorized on a fiksi? So it can’t be hstory resources. Suterland said that
historigraphical essensial need historicizing history. It mean historigraphy must
understanding it self. To undestanding the history, we need spirit deconstruction. When
deconstruction used in some event it will be historiography leave a big naration.
Historiography move from macro naration to mikro naration with alternative resource.
One of alternative resource is myth, literarature and legend. When those resource still
considered a fiction, we need aids to reveal the fact. To answer this question, we analys
folklore Keris Tundung Mediyun using Structuralisme Lévi-Strauss to find a fact.

Keyword: structuralism, folklore, alternative resource.

81
ISSN: 2477-2771 Jurnal Candrasangkala
E-ISSN: 2477-8214 Vol 4 No.2 Tahun 2018

PENDAHULUAN dipahami serta dipelajari melalui bantuan


teori atau pendekatan. Menurutnya dalam
Budaya pada hakikatnya adalah menjelaskan sebuah budaya, teori dan
suatu sistem simbolik. Jika budaya pendekatan memiliki fungsi ganda yaitu
diartikan sebagai sebuah sistem simbolik, menjelaskan fakta yang sudah diketahui
tentunya budaya memiliki makna, fungsi dan kedua membuka celah pemandangan
dan relasi antar unsurnya baru yang mengantar kita menemukan
(Kaplan&Manners, 2002). Sedangkan fakta baru (Kaplan&Manners, 2002).
menurut Berkhofer budaya diartikan Teori dan pendekatan menjadi semacam
sebagai sesuatu yang akan memengaruhi generalisasi dalam arti sebagai proposisi
tingkat pengetahuan dan meliputi sistem yang menjadikan dua atau lebih kelas
ide atau gagasan yang terdapat dalam fenomena yang saling berhubungan.
pikiran manusia, sehingga dalam Jadi dengan menggunakan teori
kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu dan pendekatan yang tepat maka relasi,
bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan makna dan fungsi dari cerita rakyat
kebudayaan adalah benda-benda yang sebagai bagian dari perwujudan budaya
diciptakan oleh manusia sebagai makhluk dapat dijelaskan. Di dunia ini tidak ada
yang berbudaya, berupa perilaku dan budaya yang tidak bisa dipahami. Semua
benda-benda yang bersifat nyata, budaya dapat dimengerti, dipahami dan
misalnya pola-pola perilaku, tradisi, dipelajari, tergantung pada ketepatan
bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, seorang peneliti dalam menggunakan
religi, seni, dan lain-lain, yang teori dan pendekatannya.
kesemuanya ditujukan untuk membantu Pada ranah penelitian sejarah,
manusia dalam melangsungkan tulisan ini dikaitkan dengan
kehidupan bermasyarakat (Berkhofer, pertimbangan asas pragmatis sejarah,
1971). yang sering mengungkapkan “No
Cerita rakyat sebagai salah satu Document No History” mendorong
perwujudan dari budaya memiliki unsur- penulis melakukan analisis
unsur pembentuk cerita. Unsur-unsur Strukturalisme Lévi-Strauss pada cerita
yang dimaksud adalah penokohan, setting rakyat. Cerita rakyat adalah salah satu
tempat (spasial), setting waktu (temporal) bentuk historiografi tradisional yang
dan alur. Unsur-unsur dalam cerita rakyat biasanya mengisahkan tentang sejarah
ini tidak berdiri sendiri, melainkan saling kerajaan-kerajaan, pahlawan-pahlawan,
berhubungan satu dengan yang lain. atau kejadian-kejadian tertentu tentang
Adanya relasi ini memungkinkan cerita suatu daerah. Cerita rakyat dalam sejarah
rakyat untuk dapat diketahui makna, termasuk tradisi lisan. Seperti diketahui
fungsi serta kemanfaatannya bagi bahwa Sejarawan jarang sekali
masyarakat. menggunakan tradisi lisan sebagai
Keterkaitan makna, fungsi dan sumber sejarah karena sarat dengan
relasi dalam unsur cerita rakyat pengaburan, pengingkaran, separuh
memunculkan wacana baru. kebenaran, kesenjangan bahkan dusta. Di
Bagaimanakah cara mengetahui dan sisi lain, perkembangan historiografi
menggali makna, fungsi serta modern membuat sejarah lisan tampak
kemanfaatannya bagi masyarakat? sebagai sebuah metode untuk menggali
Pertanyaan tersebut langsung menyentuh pengalaman orang orang biasa, mengatasi
hakikat dari sebuah cerita rakyat keterbatasan dokumen-dokumen tertulis
(budaya). Dengan kata lain budaya tidak yang tidak banyak dan sering tidak
dapat dijelaskan dan dipahami serta terawat (Nordholt dkk, 2008). Mereka
dipelajari tanpa adanya bantuan dari mempertanyakan ketiadaan aspek faktual
faktor luar (ekstern). dalam sebuah tradisi lisan (cerita rakyat).
Kaplan dalam bukunya yang Dan menganggap cerita rakyat adalah
berjudul Teori Budaya menjelaskan, dongeng yang tidak berguna. Penggunaan
bahwa budaya bisa dijelaskan dan cerita rakyat sebagai sumber sejarah

82
ISSN: 2477-2771 Jurnal Candrasangkala
E-ISSN: 2477-8214 Vol 4 No.2 Tahun 2018

hanya menunjukkan ketidakmampuan METODE PENELITIAN


dari penulis untuk membedakan fakta Sejak kemunculan linguistic turn
dari fiksi. pada periode 1970-an membawa akibat
Sejarawan menekankan yang begitu besar terhadap
pentingnya ketersedian sebuah dokumen perkembangan ilmu pengetahuan.
sebagai sumber sejarah, menganggap Berkembangnya linguistic turn juga
bahwa dokumen adalah tonggak membawa angin segar dalam menyokong
kebenaran. Padahal dokumen juga sarat perkembangan strukturalisme. Tetapi
dengan bias subyektifitas dari penulis. munculnya linguistic turn juga membuat
Sama halnya seperti tuturan cerita rakyat ilmu pengetahuan semakin skeptis karena
dalam suatu kelompok masyarakat. keterbatasan dari bahasa itu sendiri.
Pertanyaannya bagaimana seorang Salah satu terobosan penting untuk
sejarawan dapat mengungkap sejarah menunjang rasa skeptis tersebut muncul
pada masa klasik? Padahal diketahui pandangan dari seorang filosof ilmu
bersama bahwa sejarah masa klasik pengetahuan abad 20 yang bernama Karl
mayoritas sumber sejarahnya berupa Popper. Dia menawarkan teori “critical-
tradisi lisan, cerita rakyat, babad, hikayat, rasionalist” (rasionalis kritis). Apa yang
mitos, dan lain-lain. dimaksud oleh Popper Rasionalisme
Berawal dari pertanyaan Kritis adalah memberikan kebebasan
sederhana tersebut, penulis tergerak pada manusia untuk berfikir penuh
memunculkan tradisi lisan sebagai (Poppers, 1959). Jadi dengan
alternatif sumber sejarah. Menurut penggunaan bahasa Popper menyarankan
Kuntowijoyo penjelasan sejarah itu seorang peneliti menggunakan kebebasan
bersifat multi-interpretable berpikirnya dalam menafsirkan tentang
(Kuntowijoyo, 2008). Sejarah dalam obyek yang diteliti secara rasional kritis.
penulisannya menggunakan berbagai Secara garis besar para
disiplin ilmu dan menggunakan antropolog termasuk Lévi-Strauss
pendekatan-pendekatan ilmu sosial lain. membedakan 3 macam pandangan
Seorang sejarawan jika ingin menjadikan mengenai hubungan antara bahasa dan
cerita rakyat sebagai sumber sejarah kebudayaan. Pertama bahwa bahasa yang
alternatif maka mau tidak mau mereka digunakan oleh masyarakat merupakan
harus menggunakan bantuan teori atau refleksi dari kebudayaan masyarakat
pendekatan yang lain. Salah satu yang bersangkutan. Pandangan inilah
pendekatan yang dapat digunakan oleh yang menjadi dasar antropologi untuk
cerita rakyat dalam rangka mempelajari kebudayaan suatu
menjadikannya sebagai sumber sejarah masyarakat melalui bahasanya (Ahimsa,
alternatif adalah pendekatan 2012). Pandangan kedua bahwa bahasa
Strukturalisme Lévi-Strauss. Pendekatan merupakan unsur kebudayaan.
Strukturalisme Lévi-Strauss dipilih Pandangan seperti ini sangat berbeda
karena dengan pendekatan ini Sejarawan dengan pandangan pertama. Jika
akan dapat menemukan relasi, makna pandangan pertama menempatkan bahasa
antar unsur dalam cerita rakyat. setara dengan kebudayaan, maka
Dari uraian pembahasan latar pandangan kedua menempatkan bahasa
belakang diatas maka dapat dirumusan dibawah entitas yang dinamakan
permasalahan sebagai berikut: kebudayaan (Ahimsa, 2012). Pandangan
1) Bagaimanakah analisis ketiga bahwa bahasa merupakan kondisi
strukturalisme cerita rakyat Tundung dari kebudayaan. Jadi dapat disimpulkan
Mediyun? bahasa menjadikan manusia makhluk
2) Bagaimanakah relasi kedua cerita sosial yang berbudaya serta menjadikan
rakyat tersebut dalam kaitannya manusia memperoleh budayanya.
dengan sumber sejarah? Dari ketiga pandangan diatas
disebutkan bahwasanya Lévi-Strauss
lebih memilih pada pandangan ketiga.

83
ISSN: 2477-2771 Jurnal Candrasangkala
E-ISSN: 2477-8214 Vol 4 No.2 Tahun 2018

Menurutnya sebagian para ahli bahasa pemikiran-pemikiran sebuah kelompok


dan antropolog memandang bahasa dan atau masyarakat.
kebudayaan dalam perspektif yang Strukturalisme Lévi-Strauss
kurang tepat. Dikatakan kurang tepat dengan pendekatan linguistik sangat
karena mereka memandang bahasa dan dipengaruhi oleh Ferdinand de Saussure,
kebudayaan berasal dari beragam Roman Jakobson dan Nikolay
aktivitas yang mirip atau sama. Jadi Troubetzkoy. Dari pertemuan analisis
korelasi antara bahasa dan kebudayaan strukturalnya dengan ilmu linguistik
bukanlah semacam hubungan kausal, membuat Lévi-Strauss merasa bahwa
tetapi keduanya merupakan produk dari pendekatan linguistik struktural-lah yang
hasil nalar manusia (Ahimsa, 2012). selama ini dicarinya. Berikut ini adalah
Menyikapi pernyataan di atas analisis dari cerita rakyat Tundung
Lévi-Strauss menekankan perlunya Mediyun (Jawa Timur) melalui
kehati-hatian dan perhatian lebih pada Strukturalisme Lévi-Strauss.
tingkat dimana kita mencari korelasi dan
apa yang ingin kita korelasikan dalam
konteks pemahaman antara bahasa dan HASIL DAN PEMBAHASAHAN
kebudayaan. Dia mencontohkan cara
yang digunakan antropolog linguistik Cuplikan Cerita Rakyat Tundung
Amerika Serikat dalam menemukan Mediyun (dikutip dari buku karya Leo
korelasi antara antara istilah-istilah Indra Andriana dengan judul Cerita
kekerabatan dengan interaksi sosial Rakyat Jawa Timur).
antarindividu. Menurut Lévi-Strauss hal Pada jaman dulu ada empu yang
ini sangat tidak tepat karena memiliki termasyhur, Empu Supa namanya. Dia
konteks yang sangat jauh berbeda. Jadi anak Empu Supandriya seorang pandai
menurut Lévi-Strauss hubungan antara besi di Majapahit. Empu Supa kawin
bahasa dan kebudayaan adalah dengan Dewi Rasawulan, adik Sunan
kesejajaran atau korelasi yang mungkin Kali Jaga, putri Harya Tedja Bupati
dapat ditemukan di antara keduanya yang Tuban. Dari hasil perkawinannya dengan
yang berhubungan dengan hal-hal Dewi Rasawulan dia dikarunia seorang
tertentu, sehingga seorang ahli bahasa anak yang bernama Empu Supa Muda.
bisa bekerjasama dengan antropolog Selain itu Empu Supa juga memperistri
dalam membandingkan ekspresi dan Dewi Sugihan atau Lara Upas. Dari
konsep mengenai waktu pada tataran perkawinannya dia dikaruniai anak laki-
bahasa dan pada tataran sistem laki bernama Jaka Sura.
kekerabatan (Ahimsa, 2012). 1) Saat Empu Supadriya tidak
Dalam sebuah analisis dirumah, Empu Supa muda
strukturalisme biasanya menggunakan disuruh Sunan Kalijaga membuat
model linguistik yang berupa sebuah pisau untuk menyembelih
homeomorph atau paramorph. Lévi- kambing. Dengan segera Empu
Strauss memandang model paramorph Supa membuatnya, tetapi takdir
lebih cocok digunakan untuk analisis dewa-dewa berkata lain, bukan
strukturalnya. Lévi-Strauss memandang pisau yang dihasilkan tetapi keris
fenomena sosial seperti mitos, cerita yang sangat indah dan
rakyat, pakaian, upacara adat, adalah menakjubkan. Sebuah keris
suatu bagian dari gejala kebahasaan yang sempurna dengan luk tiga belas,
terdiri dari teks. Sehingga jika fenomena yang konon katanya hanya raja
sosial seperti yang tersebut di atas adalah diraja yang boleh
sebuah gejala kebahasaan, maka dapat menggunakannya. Keris tersebut
disimpulkan fenomena sosial kemudian diberi nama Kyai
mengandung makna tertentu. Makna- Sengkelat.
makna tertentu dalam sebuah fenomena 2) Sunan Kalijaga memerintahakan
sosial adalah sebuah pesan yang berisi agar keris tersebut disimpan

84
ISSN: 2477-2771 Jurnal Candrasangkala
E-ISSN: 2477-8214 Vol 4 No.2 Tahun 2018

dahulu. Kemudian Sunan Betapa kagetnya raja saat akan


Kalijaga bersabda “ Ya sudahlah, mencuci Kyai Condong Campur
hanya Alloh saja Yang Maha melihat citra pusaka tersebut
Mengetahui dan bisa memahami rontok. Maka raja
peristiwa semacam ini”. memerintahkan Empu Supadriya
3) Terceritalah pada saat itu untuk menempanya kembali.
Kerajaan Majapahit sedang Namun sudah menjadi takdir
diserang wabah penyakit yang Yang Kuasa pusaka sakti
sangat mengerikan. Banyak tersebut musnah dan melesat ke
orang yang mati. Konon angkasa dan berubah menjadi
kabarnya banyak orang pagi sakit bintang berekor. Kemudian
dan sore mati, sore sakit pagi bintang tersebut berujar jika
hanya tinggal nama. Menurut Majapahit tidak ingin mengalami
keyakinan rakyat Majapahit dan kehancuran maka buatlah keris
juga diperkuat oleh keluarga yang baik dan bercorak seribu.
istana, wabah penyakit ini 7) Dalam bagian lain dijelaskan
ditimbulkan oleh sebuah pusaka Adipati Blambangan yang
kerajaan yang dinamakan Kyai berdasarkan petunjuk seorang
Condong Campur. ahli nujum bernama Hyang
4) Pada suatu malam yang bertugas Wukir mengetahui bahwa wahyu
menjaga Kerajaan Majapahit Kerajaan Majapahit ada di Tuban
adalah Empu Supadriya dan dan berupa pusaka keris sakti
Empu Supagati. Akan tetapi yang diberi nama Kyai
karena keduanya sedang sakit Sengkelat. Maka Adipati
maka tuga jaga malam Blambangan menyuruh seorang
dilimpahkan kepada puteranya. maling terkenal bernama Cluring
Empu Supadriya diwakili oleh untuk mencurinya. Cluring
puteranya yaitu Empu Supa dan berhasil menyusup ke rumah
Empu Supagati diwakili oleh Empu Supa dan mengambil Kyai
puteranya yaitu Empu Jigja. Sengkelat.
5) Pada waktu jaga malam Empu 8) Sudah menjadi kebiasaan tertentu
Supa memakai keris Kyai Sunan Kalijaga menjenguk ke
Sengkelat dan Empu Jigja Tuban melihat kemenakannya si
memakai keris Kyai Sabuk Intan. Supa muda. Sunan Kalijaga juga
Bertepatan malam itu Kyai sebenarnya ingin mengetahui
Condong Campur keluar dari keadaan Keris Kyai Sengkelat
sarungnya. Menyaksikan Kyai yang dulu disimpan Empu Supa.
Condong Campur keluar dari Betapa terkejutnya Empu Supa
sarungnya, maka sesegera ketika melihat bahwa Kyai
mungkin Kyai Sengkelat diikuti Sengkelat sudah menghilang dari
Kyai Sabuk Intan tempat penyimpanannya. Sunan
melesatmengejarnya. Kyai Kalijaga lalu memberi wejangan-
Condong Campur dikeroyok oleh wejangan kepada Empu Supa
Kyai Sengkelat dan Kyai Sabuk terkait hilangnya Kyai Sengkelat.
Intan. Dalam peperangan yang Sunan Kalijaga juga memberi
amat hebat itu terdesak dan perintah kepada Empu Supa
melarikan diri. Mulai saat itu supaya berusaha dengan
wabah penyakit yang menghantui sungguh-sungguh untuk
Kerajaan Majapahit hilang sama mendapatkan kembali Keris Kyai
sekali. Sengkelat.
6) Sudah menjadi kebiasaan saat 9) Empu Supa segera bersiap pergi
bulan Sura Kerajaan Majapahit mencari hilangnya Keris Kyai
membersihkan pusakanya. Sengkelat. Ia berjalan terus ke

85
ISSN: 2477-2771 Jurnal Candrasangkala
E-ISSN: 2477-8214 Vol 4 No.2 Tahun 2018

timur dan sampai di Pulau itu semua hadir kecuali Empu


Madura. Di Madura ia mengganti Supa.
namanya menjadi Kasa dan 13) Kemudian Empu Supadriya
berguru serta mengabdi kepada memberi laporan kepada raja
pandai besi bernama Empu bahwa anaknya Empu Supa baru
Singkir. Dari Madura ia saja mengadakan pengembaraan
melanjutkan perjalanannya dan pulangnya belum dapat
sampai ke Blambangan dan dipastikan. Sebagai ganti Empu
mengganti namanya dengan Supa, maka Empu Supa Muda
Pitrang. Di sana ia berguru dan disuruh raja membuat keris
mengabdi kepada Empu Sarap. tersebut.
10) Pada waktu itu Blambangan 14) Dengan kesanggupan, Empu
sedang mempersiapan diri untuk Supa Muda mengumpulkan
memerangi Majapahit. Oleh semua besi dan menempanya.
karena itu Empu Sarap dan Namun usahanya sia-sia, besi-
Pitrang mendapat pesanan besi itu selalu melebur.
membuat senjata yang sangat Kebetulan saat itu Sunan
banyak. Keahlian Pitrang Kalijaga melihatnya maka
membuat senjata, melambungkan diberilah dia besi Pulosari. Pada
namanya sampai terdengar Patih saat itu kebetulan juga sang ayah
Mangkubumi Blambangan. Empu Supa datang. Maka
Akhirnya Pitrang disuruh Adipati dibimbinglah Empu Supa Muda
Blambangan (atas petunjuk ahli oleh sang ayah.
nujum Hyung Tingkir, yang dia 15) Dengan restu orang tua dan
peroleh dari semedi) membuat Sunan Kalijaga, maka pekerjaan
keris yang mirip dengan Kyai yang rumit dan mulia dapat
Sengkelat. Karena Pitrang diselesaikannya juga. Jadilah
seorang pembuat keris yang keris yang mirip dengan Kyai
pandai, maka pusaka pesanan Sengkelat, tetapi lebih hebat dan
raja pun sama persis dengan Kyai ampuh, karena pusaka tersebut
Sengkelat yang asli. bercorak seribu. Keris yang
11) Sang Adipati Blambangan yang sudah jadi itu sangat
berkenan dengan hasil karya menakjubkan dan penuh wibawa.
Pitrang memberinya anugerah Karena keris tersebut bercorak
putri yang bernama Dewi seribu maka disebutlah Keris
Sugihan, yang lazim disebut Nagasasra. Kemudian keris
Dewi Lara Upas. Sesudah tersebut diserahkan kepada sang
memperoleh Keris Kyai Raja. Oleh Raja Brawijaya dia
Sengkelat yang asli maka Empu diberi hadiah isteri cantik dan
Supa pun kembali ke Tuban. dijadikan Bupati Tuban.
Pada saat itu Dewi Sugihan 16) Dicerita lain Jaka Sura anak
mengandung dan melahirkan Empu Supa dengan Dewi
putra laki-laki yang diberi nama Sugihan, membuka peti
Jaka Sura. kepunyaan sang ibu. Begitu
12) Singkat cerita pada saat itu terkejutnya Jaka Sura, karena di
Kerajaan Majapahit sedang dalam peti tersebut hanyalah
mengumpulkan semua empu di potongan-potongan besi belaka.
wilayahnya. Tujuannya ialah Sang inu pun bercerita bahwa ia
untuk menciptakan keris anak seorang empu masyhur di
bercorak seribu seperti yang Majapahit yang bernama Empu
telah diungkapkan oleh Kyai Supa. Jaka Sura pun senang
Condong Campur. Pada waktu sekali dan ingin pandai membuat
keris seperti ayahnya. Atas

86
ISSN: 2477-2771 Jurnal Candrasangkala
E-ISSN: 2477-8214 Vol 4 No.2 Tahun 2018

petunjuk seorang pandai besi dia dan diberi nama Keris


disuruh berguru pada Jaka Sura Mangkurat. Dengan keberhasilan
anak dari Empu Supa, yang tak itu Jaka Sura dihadiahi seorang
kalah hebatnya. Betapa puteri cantik dan dinobatkan
terkejudnya dia dan merasa sakit menjadi Pangeran Merdeka di
hati karena sindiran dari pandai Sendang Sedayu, menggantikan
besi tersebut. Dalam hati dan ayahnya Empu Supa yang telah
angannya dia ingin membuktikan naik pangkat menjadi bupati para
dan bertekad tidak akan pulang empu di Majapahit (Andriana,
kalau belum berhasil. 1981).
17) Karena lelah dalam perjalanan ia
beristirahat di bawah pohon Analisis Struktural Cerita Rakyat
beringin yang sangat besar. Tundung Mediyun
Tanpa terasa ia pun sedih dan
menangis. Karena angin Setelah membaca dan
berhembus sejuk dan Jaka Sura menganalisis keseluruhan isi teks yang
lelah, maka dia terkantuk. Dalam panjang, maka dapat dibagi menjadi
kantuknya muncullah sosok beberapa episode-episode. Pembagian
dihadapannya. Jaka Sura terkejut episode-episode ini memudahkan kita
dan bertanyalah siapakah tuan? untuk memaknai dan mencari relasinya.
18) Sosok itu menjawab heh Jaka Episode I : Relasi Genealogis dan
Sura aku ini Empu Anjani, Ekonomis
empunya para siluman. Jaka Sura Episode I ini diambil dari
kamu ingin menjadi empu yang paragraf 1 dan 2 (mengenai Empu Supa),
masyhurkan? Jika kamu ingin 16 (mengenai Empu Supa Muda) dan 12,
menjadi empu yang masyhur, 21 (mengenai Jaka Sura). Pada episode I
aku tidak keberatan ini menceritakan kehidupan sang tokoh
mengajarimu, jawab Empu serta garis keturunannya. Dikisahkan
Anjani. Kemudian Empu Anjani dalam paragraf 1 dan 2 tentang
memberikan wejangan dan kehidupan tokoh Empu Supa. Dia
pengajaran segala macam ilmu diceritakan seorang Empu termasyhur
membuat keris. Kerajaan Majapahit. Sebagai seorang
19) Kebetulan pada saat itu Raja empu masyhur dia mendapatkan status
Brawijaya mendapatkan ilham yang tinggi dalam kerajaan. Dia menjadi
supaya membuat keris. Tetapi masyhur karena berhasil membuat keris
keris tersebut harus dibuat oleh sakti bernama Kyai Sengkelat.
empu yang masih muda. Lagi Pada pararaf 16 menceritakan
pula besinya bukan besi kehidupan Empu Supa Muda anak Empu
sembarangan tetapi besi hasil Supa dengan Dewi Rasawulan. Pada
memuja. Kemudian Jaka Sura paragraf ini memiliki relasi yang
menghadap raja dan berbanding lurus dengan paragraf 1 dan
memperkenan diri agar 2. Paragraf ini sebenarnya dapat
dipersilahkan membuatnya. Jaka dikatakan sebagai pengulangan situasi
Sura pun segera mengerjakan paragraf 1 dan 2 tetapi dengan tokoh
keris tersebut, dimana besinya yang berbeda. Empu Supa Muda
berasal dari hasil semedi. Besi nantinya juga menjadi empu masyhur di
tersebut kemudian ditempa dan Kerajaan Majapahit setelah membuat
dibuat keris hanya dengan jari- keris Nagasasra. Begitupula dengan
jarinya. paragraf 21 yang menceritakan Jaka
20) Orang yang menyaksikannya Sura, sebenarnya juga pengulangan
sangat kagum, demikian juga kehidupan tokoh yang sebelumnya,
sang Raja Brawijaya. Dan dimana diceritakan dia anak Empu Supa
akhirnya keris pusaka itu jadi, dengan Dewi Sugihan dan kelak dia akan

87
ISSN: 2477-2771 Jurnal Candrasangkala
E-ISSN: 2477-8214 Vol 4 No.2 Tahun 2018

menjadi empu yang masyhur juga setelah memiliki keahlian membuat pusaka.
membuat keris Mangkurat. Dari Untuk pusaka-pusaka seperti Keris Kyai
penjelasan relasi singkat tersebut dapat Sengkelat, Keris Nagasasra dan Keris
digambarkan sebagai berikut. Mangkurat adalah sebuah simbolisasi
dari jerih payah dan usaha mereka untuk
Eps mendapatkan kedudukan serta status
. sosial yang tinggi dalam masyarakat.
1
Episode II : Puncak Kesuksesan Empu
Supa, Empu Supa Muda, dan Jaka Sura
Puncak kesuksesan tokoh Empu
Supa diceritakan dalam paragraf 11,
sedangkan puncak kesuksesan Empu
Empu Supa Jaka Sura Supa Muda terdapat pada paragraf 16,
Empu Supa
MUda
dan puncak kesuksesan Jaka Sura
diceritakan pada paragraf 21.
Sebagaimana kita lihat dalam cerita
rakyat di atas Empu Supa meraih
Hubungan Hubungan
Hubungan Anak kesuksesan dan status di Majapahit
Ayah
Anak setelah ia membuat Keris Kyai
Sengkelat. Dia juga mendapat hadiah dari
Adipati Blambangan berupa isteri Dewi
Empu Empu
Empu Sugihan, manakala setelah ia berhasil
Majapahi Majapahit
Majapahi membuat tiruan Keris Kyai Sengkelat.
t
t
Pengulangan kejadian serupa
juga terlihat pada saat Empu Supa Muda
memulai karirnya sebagai Empu. Pada
Kyai Keris Keris saat itu Raja Brawijaya menginginkan
Sengkalet Naga Mangkurat Empu Supa membuatkan keris bercorak
sasra
seribu. Tetapi ternyata Empu Supa
Untuk dapat memahami relasi sedang mengembara mencari keberadaan
bagan di atas kita perlu mengetahui Kyai Sengkelat. Tanpa pengalaman yang
hubungan sosial dan kekerabatan cukup Empu Supa Muda berupaya
masyarakat Jawa. Ada pepatah lama membuat Pusaka tersebut. Dia berusaha
Jawa yang mengatakan “Kacang Ora keras agar bisa menyelesaikan tugas
Ninggal Saka Lanjaran”, pepatah lama mulia dari raja. Dia terus berusaha
dapat tersebut digunakan untuk meskipun selalu mengalami kegagalan.
menafsirkan episode I : Dalam mindset Pada akhirnya dia mendapat hasil manis
masyarakat Jawa pepatah tersebut dari usahanya. Empu Supa Muda berhasil
memiliki arti bahwa nantinya seorang membuat Keris bercorak seribu yang
anak itu, tidak akan jatuh jauh dari orang diberi nama Keris Nagasasra. Sebagai
tuanya, baik itu dalam sifat, pekerjaan, hadiah dari kesuksesannya Raja
status serta keberuntungannya. Empu Brawijaya memberikannya isteri yang
Supa yang notabene seorang empu cantik dan status sosial yang tinggi yaitu
masyhur, maka mewariskan keahliannya menjadi Bupati di daerah Tuban.
pada anak-anaknya. Anak-anaknya yang Pada paragraf yang menceritakan
terbiasa hidup dalam lingkungan pandai Jaka Sura juga tidak luput mengalami
besi, maka secara tidak langsung akan pengulangan. Dikisahkan pada saat Raja
memiliki keahlian membuat pusaka. Brawijaya mendapat sebuah ilham untuk
Begitu juga di saat Empu Supa mendapat membuat keris yang lebih hebat dari
kedudukan di Kerajaan karena Kyai Sengkelat den empu pembuatnya
keahliannya membuat pusaka, maka haruslah masih muda, maka Raja
status tersebut kelak juga akan dimiliki Brawijaya membuat sayembara. Jaka
anak-anaknya yang notabene juga Sura yang telah selesai berguru pada

88
ISSN: 2477-2771 Jurnal Candrasangkala
E-ISSN: 2477-8214 Vol 4 No.2 Tahun 2018

Empu Anjani (empu para silman), sosial yang tinggi karena usaha.
kemudian memintakan dirinya ke raja Dicontohkan pada tokoh Empu Supa,
untuk diberi kesempatan membuat keris. Empu Supa Muda dan Jaka Sura. Empu
Raja pun menyetujuinya karena melihat Supa untuk mendapatkan statusnya di
dia seorang empu yang masih muda. Kerajaan Majapahit yang dia peroleh
Berkat kemampuan yang diperolehnya melalui usahanya. Status sosial yang
dari Empu Anjani, maka dia berhasil tinggi dia dapatkan setelah
membuat keris yang penuh wibawa keberhasilannya membat Kyai Sengkelat.
hanya dengan jari tangannya. Keris itu Dia tidak mendapat warisan status sosial
dinamakan Keris Mangkurat. Karena dari ayahnya Empu Supandriya. Kasus
keberhasilannya membuat keris yang serupa juga dialami oleh Empu Supa
lebih hebat dari Kyai Sengkelat maka dia Muda, dia mendapatkan status sebagai
dihadiahi isteri yang cantik dan mendapat Bupati Tuban juga diperoleh dari
status sosial yang tinggi sebagai usahanya membuat Keris Nagasasra. Dia
Pangeran Merdeka di daerah Sendang juga tidak mendapat warisan status sosial
Sedayu. dari ayahnya Empu Supa. Begitu juga
Eps.
dengan Jaka Sura dia mendapat status
2 sosial tinggi sebagai Pangeran Merdeka
di daerah Sendang Sedayu juga karena
keberhasilannya membuat Keris
Mangkurat.
Empu Supa Bagan di atas juga
Empu
MUda Jaka menganalogikan bahwa masyarakat Jawa
Supa
Sura
Timur adalah tipe masyarakat pekerja
keras. Hal ini ditunjukkan dalam usaha
Membuat Keris Membuat Keris Membuat Keris Empu Supa, Empu Supa Muda dan Jaka
Saat Masih Saat Masih Muda Saat Masih Muda Sura sejak masih muda sudah berusaha
Muda mencapai cita-citanya. Mereka bertiga
sejak masih muda giat berusaha agar bisa
mendapatkan status sosial tinggi. Dari
Perintah Adipati Perintah Raja Perintah Raja bagan ini kita juga bisa menggali
Blambangan Brawijaya Brawijaya informasi, bahwa Jawa Timur pada masa
klasik memiliki Kerajaan besar yang
dinamakan Majapahit. Sistem
pemerintahan dipegang raja dan juga
Berhasil Dengan Berhasil Dengan Berhasil Dengan terdapat negara-negara di bawahnya
Baik, dan Baik, dan Baik, dan (kadipaten).
Mendapat Hadiah Mendapat Hadiah Mendapat Hadiah
Isteri Isteri dan Tanah Isteri dan Tanah
di Tuban di Sendang Episode III : Kesamaan Relasi Dalam
Sedayu Tujuan Pembuatan Pusaka
Pusaka dalam Jawa merupakan
suatu senjata sakti yang memiliki tuah
dan roh. Masyarakat Jawa memandang
Dari bagan di atas kita bisa pusakalah yang sering kali memilih
melihat bahwa konsep status sosial pemakainya, bukan pemakai yang
masyarakat Jawa Timur saat itu sudah memilih pusakanya. Dalam cerita rakyat
mulai berubah. Jika pada masa Tundung Mediyun yang notabene cerita
sebelumnya seseorang untuk pada masa klasik (Kerajaan Majapahit)
mendapatkan status sosial melalui peranan pusaka sangat penting. Pusaka
warisan/genealogi (ascribed status), saat itu dianggap sebagai simbolisasi tuah
maka jika dilihat dari bagan di atas kerajaan. Pusaka juga selalu diidentikkan
seseorang dapat mencapai suatu status sebagai alat legitimasi raja. Jika raja
memiliki pusaka, maka seolah-olah

89
ISSN: 2477-2771 Jurnal Candrasangkala
E-ISSN: 2477-8214 Vol 4 No.2 Tahun 2018

pusaka tersebut adalah simbolisasi restu leluhur-leluhurnya untuk memerintah


dari leluhur mereka. kerajaan (alat legitimasi).
Dalam cerita rakyat ini peranan
pusaka juga sangat penting. Jika dilihat Episode IV : Relasi Dari Genealogi
dalam cerita ini adanya relasi kesamaan Keahlian
tujuan dalam pembuatan pusaka-pusaka, Eps
relasi tersebut dapat dilihat dalam bagan .
4
berikut.

Eps.
3

Empu Jaka
Empu Supa Sura
Empu Supa Empu Supa MUda Jaka Sura Supa MUda

Membuat Keris Saat Membuat Keris Saat Membuat Keris Saat


Masih Muda Masih Muda Masih Muda
Empu Empu
Empu Supa Anjani
Sarap

Atas Perintah Atas Perintah Raja Atas Perintah Raja


Adipati Brawijaya, yang Brawijaya, yang
Blambangan, yang mendapat ilham mendapat ilham
mendapat ilham dari Kyai Condong (tidak disebutkan)
dari ahli nujumnya Campur Seorang Seorang
Hyung Tingkir Seorang Manusia Empu-nya
(hasil semedi) Manusia (Dunia Siluman
(Dunia Bawah) (Dunia Atas)
Bawah)
Melihat bagan struktural di atas langsung
dapat diketahui bahwa dalam pembuatan
pusaka Empu Supa, Empu Supa Muda Melihat relasi di atas kita dapat
dan Jaka Sura bukan atas kehendaknya, menentukan bahwa ketiga empu
tetapi atas perintah “pejabat”. Empu Supa Majapahit tersebut memperoleh
yang mendapat perintah dari Adipati keahliannya dengan cara berguru. Sangat
Blambangan, Empu Supa Muda dan Jaka jelas terlihat bahwa untuk mendapatkan
Sura yang mendapat perintah dari Raja sesuatu perlu sebuah usaha maksimal.
Brawijaya. Mereka menganggap bahwa Empu Supa yang digambarkan sebagai
perintah dari orang besar ( Raja, Adipati) ayah dari kedua empu lainnya,
adalah tugas mulia. Mereka yang menjadi mengalami rintangan yang sangat banyak
“klien” dari seorang “patron” sangatlah sebelum menjadi seorang empu yang
bangga mendapatkan tugas ini, karena masyhur. Dia harus mengembara mencari
tidak semua orang mendapatkan hilangnya Kyai Sengkalet, pengembaraan
kesempatan ini. ini yang mengantarkannya untuk belajar
Pusaka kerajaan adalah menjadi seorang empu yang masyhur di
simbolisasi kekuasaan raja, maka secara setiap daerah yang dijumpainya. Empu
berbanding lurus tujuan pembuatannya Supa Muda juga mengalami hal yang
bukan tanpa sebab. Perintah pembuatan hampir sama dengan ayahnya. Sebelum
ketiga pusaka tersebut diperoleh oleh raja dia menjadi empu yang masyhur, dia
dan adipati melalui ilham (perintah dari mendapatkan tantangan yang begitu
dunia atas). Sebenarnya ilham tersebut besar ketika raja secara langsung
sebagai suatu simbolisasi atau isyarat memerintahkannya membuat keris
bahwa raja mendapat doa restu dari bercorak seribu. Dia berulang kali gagal
membuat keris bercorak seribu karena

90
ISSN: 2477-2771 Jurnal Candrasangkala
E-ISSN: 2477-8214 Vol 4 No.2 Tahun 2018

besi yang dia tempa selalu melebur. Jaka ada islamisasi, tentunya islam sudah
Sura juga mengalami nasib yang serupa, menjadi agama besar pada masa
dia sebelum menjadi empu yang masyhur Brawijaya ang notabene memerintah
selalu diremehkan dan dibandingkan setelah Hayam Wuruk. Agama Islam
dengan ayahnya (Empu Supa). Akhirnya dengan Hindhu juga saling toleransi,
berkat kegigihan dan usahanya dalam dalam cerita ini dibuktikan tidak adanya
berguru ketiga empu tersebut mendapat konflik. Tentunya analisis ini dapat
hasil yang ditanamnya. dijadikan sumber sejarah, tetapi tentunya
dengan membandingkan dulu pada
Episode V : Relasi Berkebalikan sumber sejarah lain.
(Opposition)

Eps. KESIMPULAN
5
Dari cerita rakyat tersebut bisa
dicari relasi, konteks sejarah makna,
hingga adat dan budaya masyarakat
Sunan Raja Jawa. Pada cerita rakyat Tundung
Mediyun kita bisa mendapatkan; (1)
Bidang Politik, Adanya suatu entitas
Pemimpin Pemerintahan
berupa kekuasaan besar yang bernama
Pemimpin Agama
Majapahit. Pada waktu itu Kerajaan
Majapahit diperintah oleh Raja
Brawijaya. Dalam struktur
Hindhu pemerintahannya terdapat kadipaten,
Islam
kapangeranan, dll. Majapahit mempunyai
daerah bawahan yang dinamakan
Kadipaten Blambangan, yang saat itu
mempersiapkan diri buat menyerang
Dalam cerita rakyat Tundung
Majapahit, (2) Bidang Religi: Pada saat
Mediyun kiranya inilah satu-satunya
itu pengaruh Islam sangat besar. Antara
episode berkebalikan. Sunan dan Raja
Islam sebagai agama baru dan Hindhu-
dalam status sosial saat itu menempati
Budha sebagai agama lama sudah terjalin
posisi yang tertinggi. Sunan sebagai
komunikasi dan rasa toleransi.
pemimpin agama (Islam) dan raja sebagai
Masyarakat saat itu juga percaya pada
pemimpin pemerintahan. Pada episode
kepercayaan dinamisme (benda-benda
ini kiranya dapat juga menafsirkan
dianggap memiliki kekuatan, sebagai
bagaimana kehidupan di Kerajaan
contoh Keris Kyai Sengkelat, Keris
Majapahit saat itu. Agama islam pada
Nagasasra, dan Keris Mangkurat).
masa itu sudah masuk di Kerajaan
Masyarakat juga mengenal konsep Sunan
Majapahit. Hal ini dapat terbukti dengan
sebagai ulama penyebar agama islam, (3)
adanya tokoh Sunan Kalijaga dan Raja
Bidang Sosial: Sudah adanya pembagian
Brawijya dalam satu garis waktu.
status dan fungsi dalam masyarakat,
Proses islamisasi di Kerajaan
seperti Raja sebagai Pemimpin politik,
Majapahit memang sudah terjadi pada
Sunan sebagai pemimpin agama. Adanya
masa Hayam Wuruk, yang ditandai
hubungan patron-klien dalam Kerajaan
dengan angka tahun 1356 M pada nisan
yaitu Raja dan pengikutnya. Sudah
Troloyo Trowulan dan cerita dari Kidung
adanya perkawinan poligami (seperti
Sundayana terkait bangunan masjid yang
pada Empu Supa yang memiliki dua
merupakan bangunan ibadah umat
istri). Status sosial saat itu tidak hanya
muslimdi kawasan Ibu kota Kerajaan
diperoleh lewat kelahiran /keturunan
Majapahit Trowulan (Perkasa, 2012).
(ascribed status), tetapi juga melalui
Jika pada masa Hayam Wuruk saja sudah
usaha, seperti dicontohkan pada

91
ISSN: 2477-2771 Jurnal Candrasangkala
E-ISSN: 2477-8214 Vol 4 No.2 Tahun 2018

kehidupan Empu Supa, Empu Supa satu contoh yang dapat digunakan
Muda dan Jaka Sura. (4) Bidang Budaya: sejarawan dalam memahami sumber
Adanya tradisi pembersihan pusaka sejarah berupa cerita rakyat dan mitos.
kerajaan pada masa Majapahit. Adanya Dengan melakukan analisis secara
budaya patron-klien, membuat para strukturalis pada cerita rakyat, maka
negara bawahan Kerajaan Majapahit relasi dan maknanya akan dapat dengan
diharuskan membayar pajeg/upeti. mudah dipahami. Jika relasi dan makna
Jika diamati dan dianalisis secara sudah dapat ditemukan, maka sejarawan
struktural akan tampak sangat jelas dapat memverifikasinya dengan sumber
relasi-relasi dari cerita rakyat tersebut. lain. Jika dalam proses verifikasi terdapat
Cerita-cerita rakyat tersebut akan jauh kecocokan maka hasil analisis struktural
lebih dapat berbunyi jika di analisis dari cerita rakyat tersebut dapat langsung
secara struktural, daripada dianalisis digunakan sebagai sumber sejarah.
melalui pendekatan yang lain. Dengan Pendekatan Strukturalisme Lévi-
dianalisis secara struktural, selain dapat Strauss merupakan suatu alternatif yang
ditemukan relasinya, maka dapat juga sangat membantu ilmu sejarah dalam
dilihat makna atau pesan yang menganalisis sumber sejarah tradisi lisan.
terkandung dalam cerita rakyat tersebut. Dengan berbagai pendekatan yang ada
Sehingga nantinya cerita rakyat tersebut seperti Strukturalisme Lévi-Strauss,
dapat dibaca secara cerdas oleh sejarawan tidak perlu lagi takut
pembacanya. menggunakan tradisi lisan sebagai
Sebelum masyarakat mengenal sumber sejarah. Cerita rakyat pada
media tulisan seperti: lontara, batu, dan awalnya sebagai bagian dari tradisi lisan
kertas, maka pewarisan tradisi, adat serta yang selalu dikesampingkan. Munculnya
sejarah leluhur dalam suatu masyarakat pendekatan Strukturalisme Lévi-Strauss
dilakukan melalui tradisi lisan. Tradisi sebagai ilmu bantu menjadikan cerita
lisan dapat berupa cerita rakyat rakyat yang dahulu terabaikan dapat
(folklore), mitos (babad, hikayat). Dalam digunakan rujukan sumber sejarah, tetapi
relevansinya sebagai sumber sejarah juga perlu dilakukan verifikasi terlebih
tradisi lisan ini selalu terabaikan karena dahulu dengan sumber sejarah lain
dianggap sangat sarat dengan sebelum menggunakannya.
pengaburan, pengingkaran, separuh
kebenaran, kesenjangan bahkan dusta.
Sehingga asas pragmatisnya sering kali DAFTAR RUJUKAN
masih dipertanyakan.
Padahal yang terpenting dalam Ahimsa, Heddy Shri. 2012.
penggunaan tradisi lisan (cerita rakyat Strukturalisme Lévi-Strauss Mitos
dan mitos) sebagai sumber sejarah bukan Dan Karya Sastra. Yogyakarta:
mempertanyakan asas pragmatisnya, Kepel Press.
tetapi lebih pada fungsi dan relasi antar
maknanya. Menurut Sartono Kartidirdjo Andriana, Leo Indra. 1981. Cerita Rakyat
bahwa sejarah bersifat multidimensional. Jawa Timur. Jawa Timur:
Pengertian dari maksud tersebut adalah Departemen Pendidikan dan
sejarah dalam penulisannya Kebudayaan.
menggunakan berbagai disiplin ilmu dan
menggunakan pendekatan-pendekatan Badcock, Christopher. 2006. Lévi-Strauss
ilmu sosial lain. Strukturalisme dan Teori
Pernyataan tersebut sangat Sosiologi. Insight
memungkinkan, antropologi sebagai
bagian dari disiplin ilmu sosial, dapat Berkhofer, Robert F. 1971. A Behavioral
digunakan sebagai ilmu bantu dalam Approach Historical Analysis.
menafsirkan sumber sejarah. Pendekatan London: Free
Strukturalisme Lévi-Strauss adalah salah

92
ISSN: 2477-2771 Jurnal Candrasangkala
E-ISSN: 2477-8214 Vol 4 No.2 Tahun 2018

Gardiner, Patrick (ed). 1959. Theories of


History. New York: The Free
Press.

Kaplan, David dan Robert A. Manners.


2002. Teori Budaya. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar

Kuntowijoyo. 2008. Penjelasan Sejarah.


Yogyakarta: Tiara Wacana.

Lévi-Strauss. 1966. The Savage Mind.


London: The Garden City Press.

Nordholt, Henk Schulte, Bambang


Purwanto, Ratna Saptari (ed).
2008. Perspektif Baru Penulisan
Sejarah Indonesia Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia.

Perkasa, Adrian. 2002. Orang-Orang


Tionghoa dan Islam Di Majapahit.
Yogyakarta: Ombak.
Soekanto, Soerjono. 2015. Sosiologi
Suatu Pengantar (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada.

93

You might also like