You are on page 1of 17

BAGIAN ILMU PENYAKIT SYARAF TELAAH JURNAL

FAKULTAS KEDOKTERAN September 2022

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

Clinical Features and Outcomes of Tetanus: a Retrospective Study

OLEH :
Anjani Berliana Alitu

11120212031

PEMBIMBING :

dr. Hj. Sri Wahyuni, Sp.S., M.Kes.

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU PENYAKIT SYARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2022
LEMBAR PENGESAHAN

Dengan ini, saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan

bahwa :

Nama : Anjani Berliana Alitu

NIM : 111 2021 2031

Judul : Clinical Features and Outcomes of Tetanus:

A Retrospective Study

Telah menyelesaikan telaah jurnal yang berjudul “Clinical Features

and Outcomes of Tetanus: a Retrospective Study” dan telah

disetujui dan dibacakan dihadapan Dokter Pendidik Klinik dalam

rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Penyakit Syaraf Fakultas

Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.

Makassar, September 2022

Dokter Pendidik Klinik Mahasiswa

dr. Hj. Sri Wahyuni, Sp.S., M.Kes. Anjani Berliana Alitu


NIM: 11120212031
KATA PENGANTAR

Segala puji dan rasa syukur penulis panjatkan kehadirat Allah


SWT, karena berkat limpahan rahmat, hidayah dan inayah-Nya maka
telaah jurnal ini dapat diselesaikan dengan baik. Salam dan salawat
semoga selalu tercurah pada baginda Rasulullah Muhammad SAW
beserta para keluarga, sahabat-sahabatnya dan orang-orang yang
mengikuti ajaran beliau hingga akhir zaman.

Telaah Jurnal yang berjudul “Clinical Features and


Outcomes of Tetanus: a Retrospective Study” ini disusun sebagai
persyaratan untuk memenuhi kelengkapan bagian. Penulis
mengucapkan rasa terimakasih sebesar-besarnya atas semua
bantuan yang telah diberikan, baik secara langsung maupun tidak
langsung selama penyusunan telaah jurnal ini hingga selesai. Secara
khusus rasa terimakasih tersebut penulis sampaikan kepada dokter
pembimbing klinik saya yaitu dr. Hj. Sri Wahyuni, Sp.S., M.Kes.
sebagai pembimbing dalam penulisan telaah jurnal ini.

Penulis menyadari bahwa telaah jurnal ini belum sempurna,


untuk saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan dalam
penyempurnaan penulisan telaah jurnal ini. Terakhir penulis berharap,
semoga telaah jurnal ini dapat memberikan hal yang bermanfaat dan
menambah wawasan bagi pembaca dan khususnya bagi penulis juga.

Makassar, September 2022

Penulis
DESKRIPSI JURNAL

Judul: Clinical features and outcomes of tetanus: A retrospective study

Penulis: Fan Z, Zhao Y, Wang S et al.

Publisher: Infection and Drug Resistance

Date publish: 2019


ABSTRAK

Latar belakang: Tetanus adalah penyakit serius yang menyebabkan

spasme otot, dan bahkan kematian.

Metode: Penelitian retrospektif dngan studi pusat tunggal dilakukan dengan

menganalisis parameter demografi dan klinis.

Hasil: Penelitian ini melibatkan 12 laki-laki (70,6%) dan 5 perempuan

(29,4&). Usia rerata pasien adalah 56.71±9.05 tahun. Pekerjaan pasien

meliputi petani (47.0%), pensiunan (23.5%), bekerja dirumah (23.5%), dan

workers (6.0%). Penyebab cedera pasien adalah sebagai berikut: cedera

logam (52,9%), cedera dalam (29,4%), cedera listrik (5,9%), cedera daerah

maksilofasial dan cedera lutut (5,9%), dan ulserasi kulit (5,9%). Durasi

penyakit berkisar antara 3 hingga 36 hari, dan masa inkubasi rata-rata

adalah 12,65±10,17 hari. Empat pasien memiliki penyakit komorbid. Pasien

yang terinfeksi diberikan antitoksin tetanus (TAT) dan pengobatan

antibiotik. Satu pasien diberikan continous renal replacement therapy

(CRRT) dan hanya satu pasien meninggal.

Kesimpulan: Di departemen kami, meskipun tetanus adalah penyakit

serius, dengan pengobatan yang efektif, pasien memiliki kesembuhan yang

normal dan tingkat kematian yang rendah.

Keywords: tetanus, intensive care unit, retrospective study


PENDAHULUAN

Tetanus adalah penyakit menular akut yang disebabkan oleh bakteri,

Clostridium tetani (C. tetani), seperti yang didefinisikan oleh WHO, yang

menghasilkan toksin neurologis, karena angka kematian yang tinggi,

tetanus masih menjadi masalah yang signifikan di seluruh dunia, terutama

di negara berkembang. Di negara maju, tetanus memiliki insiden yang

rendah; khususnya ada 43 kasus per tahun antara tahun 1998 dan 2000.

Selain proses penyakit, kurangnya pengalaman dalam mendiagnosis

tetanus berkontribusi pada tingginya angka kematian. Tetanus sering

menyebabkan kematian, dengan 213.000-293.000 kematian dilaporkan di

seluruh dunia. Insiden tetanus adalah sekitar 1 kasus per 10.000.000 di AS.

Tidak ada pedoman sehubungan dengan imunisasi tetanus untuk orang

dewasa di Cina; namun, pada tahun 2012, Cina divalidasi untuk

mengeliminasi tetanus ibu dan bayi. Basil tetanus menghasilkan

tetanospasmin dan tetanolysin; toksin tetanospasmin menyebabkan

peradangan lokal dengan bekerja pada gangliosida dalam terminal saraf

lokal, menghasilkan sindrom klinis. Spasme otot adalah ciri utama tetanus;

trismus mempengaruhi 95,7%, kaku pada leher mempengaruhi 89,3%,

kejang/kekakuan tubuh mempengaruhi 73%, dan disfagia mempengaruhi

38,9% pasien. Penelitian ini menyelidiki data demografi, prognosis, dan

kematian pasien dengan tetanus.

Tetanus adalah infeksi yang dapat dicegah, yang mengakibatkan masalah

parah di seluruh dunia, terutama di negara berkembang. Dipercaya bahwa


perawatan luka yang buruk dan kurangnya kesadaran akan imunisasi

menyebabkan tingginya prevalensi tetanus di negara berkembang. Insiden

tetanus rendah di negara-negara berpenghasilan tinggi, yang telah

dikaitkan dengan program imunisasi yang kuat. Di Cina, pemerintah telah

menawarkan vaksin difteri-pertusis-tetanus kepada anak-anak sejak tahun

1978. Oleh karena itu, orang yang terinfeksi tetanus berusia >33 tahun.

Dalam penelitian ini, pasien termuda terinfeksi tetanus berusia 46 tahun

sebagai akibat dari program pemerintah tersebut. Telah dilaporkan bahwa

ada 35-70 orang yang terinfeksi tetanus setiap tahun, dan sebagian besar

pasien berusia >65 tahun di Amerika Serikat, yang dianggap mewakili

penurunan imunitas tubuh.

METODE

Kami secara retrospektif menganalisis 17 pasien yang terinfeksi tetanus

dari unit perawatan intensif (ICU) Rumah Sakit Afiliasi Kedua Universitas

Kedokteran Dalian. Diagnosis memenuhi definisi World Health Organization

(WHO) untuk tetanus. Persetujuan diperoleh dari semua pasien. Penelitian

ini disetujui oleh Komite Etik Rumah Sakit Afiliasi Kedua Universitas

Kedokteran Dalian.

Rekam medik pasien dikumpulkan dari Januari 2011 hingga Desember

2017. Ketika dirawat di rumah sakit, karena tingkat cedera lokal yang

berbeda, semua pasien menerima pengobatan antibiotik; karena kejang

otot, semua pasien diberikan TAT. Data berikut dikumpulkan yaitu usia,

jenis kelamin, pekerjaan, etiologi, masa inkubasi, penyakit komorbid, onset


gejala, derajat dispnea, Skor SOFA (Sequential Organ Failure

Assessment), menggunakan ventilasi mekanis atau tidak, dosis

imunoglobulin tetanus, continous renal replacement therapy (CRRT),

antibiotik; lama perawatan di rumah sakit, pneumonia (didefinisikan oleh

temuan pada CT-Scan Thorax), dan kematian. Persetujuan pasien

diperoleh dengan informed consent tertulis, dan penelitian ini dilakukan

sesuai dengan Deklarasi Helsinki.

HASIL

Penelitian ini melibatkan 12 pria (70,6%) dan 5 wanita (29,4%),

dengan rasio pria-wanita 2,4:1. Usia rata-rata pasien adalah 56,71±9,05

tahun (kisaran, 46-70 tahun) dan 76,5% pasien berusia >50 tahun.

Pekerjaan pasien meliputi bertani (47,0%), pensiunan (23,5%), bekerja di

rumah (23,5%), dan pekerja (6,0%). Penyebab cedera pasien adalah

sebagai berikut: cedera logam (52,9%), cedera dalam (deep injury) (29,4%),

cedera listrik (5,9%), cedera daerah maksilofasial dan lutut (5,9%), dan

ulkus kulit (5,9%). Tidak ada pasien yang menerima vaksinasi DTP, Td,

Tdp, atau Tdap (Tabel 1).

Tabel 1: Karakteristik demografis pasien


Parameter
Usia (Tahun) 56,71±9,05
Pria 12/17 (70,6%)
Wanita 5/17 (29,4%)
Tabel 1: Karakteristik demografis pasien
Parameter
Pekerjaan
Petani 8 (47,6%)
Pensiunan 4 (23,5%)
Bekerja di rumah 4 (23,5%)
Pekerja 1 (6,0%)

Durasi penyakit berkisar antara 3 hingga 36 hari, dan masa inkubasi

rata-rata adalah 12,65 ± 10,17 hari. Empat pasien memiliki penyakit

komorbid. Ketika pasien datang ke rumah sakit, timbulnya gejala berbeda:

trismus adalah presentasi yang paling umum terhitung 70,6%, diikuti oleh

disartria (35,3%), dan spasme otot (17,6%). Ada berbagai derajat dispnea

berdasarkan indeks oksigenasi (PaO2/FiO2), yang mencerminkan tingkat

keparahan penyakit, sebagai berikut:

1. Dispnea derajat berat (PaO2/FiO2 100 mmHg; 11,8%),

2. Dispnea derajat sedang (100 mmHg < PaO2/FiO2 ≤ 200 mmHg;

17,6%),

3. Dispnea derajat ringan (200 mmHg < PaO2/FiO2 ≤ 300 mmHg;

58,8%), dan

4. Tidak ada dispnea (11,8%).

Pasien dengan dispnea berat dan sedang dirawat di ICU; pasien lain

diobservasi di bangsal umum dengan pengawasan oleh staf ICU.

Nilai rata-rata SOFA adalah 5,29 ± 4,37 (kisaran, 2-19; Tabel 2).
Tabel 2: Karakteristik penyakit pasien
Parameter
Etiologi
Cedera logam 9 (52,9%)
Cedera dalam (deep injury) 5 (29,4%)
Cedera listrik 1 (5,9%)
Cedera regio maksilofasial dan cedera lutut 1 (5,9%)
Ulkus kulit 1 (5,9%)
Masa Inkubasi (hari) 12,65 ± 10,17
Penyakit Komorbid
Diabetes melitus 1 (5,9%)
Hipertensi 1 (5,9%)
Sekuel Infark Cerebral 1 (5,9%)
Herniasi Diskus Lumbal 1 (5,9%)
Gejala
Kesulitan menelan 6 (35,3%)
Spasme otot / kejang otot 3 (17,6%)
Trismus 12 (70,6%)
Derajat Dispnea
Berat (PaO2/FiO2 100 mmHg) 2 (11,8%)

Sedang
3 (17,6%)
(100 mmHg < PaO2/FiO2 ≤ 200 mmHg)
Ringan
10 (58,8%)
(200 mmHg < PaO2/FiO2 ≤ 300 mmHg)
Tidak ada dispnea 2 (11,8%)
Intubasi
Ya 4
Tidak 13
Sequential Organ Failure Assessment (SOFA) 5,29 ± 4,37
Setelah masuk ke rumah sakit, pengobatan positif dimulai, termasuk

luka terbuka, antitoksin tetanus (TAT), antibiotik, perbaikan pernapasan,

dan continous renal replacement therapy (CRRT), jika perlu. Para pasien

diberi perawatan O2 yang berbeda berdasarkan derajat dispnea yang

berbeda, sebagai berikut: intubasi untuk dispnea berat (2 pasien); nasal

kanul untuk dispnea sedang (3 pasien [2 dari 3 pasien diintubasi

menggunakan ventilasi tekanan positif intermiten hidung sementara

{NIPPV}]); dan nasal kanul untuk dispnea ringan (10 pasien). Semua pasien

yang terinfeksi diberi pengobatan TAT, dan dosis rata-rata adalah

11.294.12 ± 8970.54 IU/hari (kisaran, 1.500–30.000 IU). Para pasien

diberikan penisilin atau piperacillin-tazobactam secara empiris berdasarkan

presentasi cedera sebagai pasien rawat inap karena lebih mungkin untuk

cedera terkait dengan infeksi kokus. Sekresi luka dikumpulkan untuk

memandu dan mengatur pemberian antibiotik. Ketika infeksi lokal

dikendalikan, antibiotik dihentikan. Kultur dahak dikumpulkan secara rutin

dari semua pasien, dan hasilnya adalah sebagai berikut: bakteri

tenggorokan normal (4), tidak ada (11), dan C. baumanii (1). Pasien dengan

infeksi C. baumanii diberikan tigecycline untuk pengobatan. Antibiotik

diberikan untuk mengatasi infeksi; piperacillin-tazobactam dan penisilin

keduanya efektif. Karena kelelahan otot pernapasan, ada empat pasien

yang ditempatkan pada ventilasi mekanik. Karena sindrom disfungsi organ

multiple (MODS), satu pasien diberikan continous renal replacement

therapy (CRRT). Pneumonia merupakan komplikasi utama dari pasien yang


terinfeksi tetanus dan didiagnosis berdasarkan gejala klinis dan computed

tomography (CT) thorax. Dalam penelitian ini, ada empat pasien dengan

pneumonia; satu pasien memiliki infeksi C. baumanii dan diobati dengan

tigecycline, sedangkan antibiotik tidak diubah pada tiga pasien lainnya

(diobati dengan piperasilin-tazobactam menurut kultur sputum). Setelah

pengobatan agresif, hanya satu pasien meninggal (Tabel 3).

Tabel 3: Karakteristik pengobatan pasien


Parameter
Dosis Imunoglobulin Tetanus (IU/hari) 11.294.12 ± 8970.54
Antibiotik
Piperacillin-tazobactam 9 (52,9%)
Penicillin 8 (47,0%)
Kultur Sputum/Dahak
Bakteri tenggorokan normal 5
Clostridium baumanii 1
Tidak ada 11
Ventilasi Mekanik 4 (23,5%)
Continous renal replacement therapy (CRRT) 1 (5,9%)
Lama rawat inap (hari) 11,88 ± 6,57
Komplikasi
Pneumonia 4 (23,5)
Tidak ada 13 (76,5%)
Kematian 1 (5,9%)
DISKUSI

Dalam penelitian ini, persentase laki-laki (70,6%) lebih besar

daripada persentase perempuan (29,4%), yang berbeda dari penelitian lain:

Fawibe melaporkan 85,7% laki-laki dan 14,3% perempuan dan Chukwubike

dan God’spower melaporkan 58,1% laki-laki dan 41,9% perempuan dalam

studi mereka. Laki-laki sering melakukan pekerjaan di luar ruangan, seperti

pertanian atau pekerjaan terampil, yang memiliki kemungkinan lebih besar

untuk cedera. Dalam penelitian kami, pasien mengalami cedera logam dan

dalam ketika mereka melakukan pekerjaan berat, sementara wanita sering

melakukan pekerjaan ringan dengan cedera yang lebih sedikit. Wanita

mungkin memiliki insiden tetanus yang rendah karena imunisasi selama

kehamilan. Pekerjaan pasien merupakan faktor risiko penting untuk

tetanus. Petani memiliki insiden tetanus 47,0% dalam kasus tetanus saat

ini, sedangkan pensiunan dan tinggal di rumah memiliki insiden 23,5%

dalam kasus tetanus saat ini. Chukwubike et al melaporkan bahwa 46,5%

dari pasien dengan tetanus adalah pelajar dan pegawai negeri, sementara

pengrajin dan pengendara sepeda motor komersial menyumbang 25,6%

dari infeksi dan petani mewakili 4,7%. Penelitian lain menunjukkan dominasi

pertanian di antara pasien yang terinfeksi tetanus, yang sesuai dengan

penelitian kami. Penyebabnya mungkin karena lansia memiliki

pengetahuan medis yang kurang dan kesadaran kesehatan yang kurang.

Di AS, (Centers for Disease Control and Prevention) CDC menyarankan

orang untuk menerima dosis vaksin tetanus setiap 10 tahun untuk tetap
memiliki Imunitas.

Patogenesis tetanus terdiri dari beberapa kasus di mana ada

kontaminasi luka oleh tetanus. Sebagaimana diketahui bahwa tetanus

berasal dari luka tusuk, luka lecet/abrasi, luka bakar, suntikan,

pembedahan, patah tulang majemuk, gigitan atau cakaran hewan, infeksi

saluran cerna, aborsi, dan persalinan. Dalam penelitian ini, cedera logam

dan cedera dalam (deep injuries) secara terpisah menyumbang 52,9% dan

29,4% dari kasus masing-masing. Tetanus adalah basil gram positif dan

anaerob obligat. Logam berkarat penuh dengan anaerob, oleh karena itu

cedera logam memiliki tingkat infeksi yang tinggi. Penyakit ini memiliki

karakteristik daerah yang mirip dengan gigitan ular atau sengatan

kalajengking di Nigeria.

Masa inkubasi berkisar antara 3 hingga 36 hari dengan rata-rata

periode 12,65 hari, yang serupa dengan hasil yang dilakukan oleh Zielinski

dan Rudowska. Karena kurangnya kesadaran kesehatan, seluruh kohort

pasien dalam penelitian kami belum pernah divaksinasi sebelumnya. Masa

inkubasi tidak begitu singkat sehingga pasien tidak punya waktu untuk

menerima imunoterapi. Ada empat pasien dengan penyakit penyerta.

Rogers dan Frykberg melaporkan bahwa kaki diabetik dapat menyebabkan

tetanus karena imunopati, vaskulopati, dan ulserasi meningkatkan risiko.

Oleh karena itu, diabetes mellitus mungkin merupakan faktor yang relevan

dengan tetanus. Hipertensi, sekuele infark serebral, dan herniasi lumbal

tidak berhubungan dengan tetanus.


Trismus adalah gejala awal yang lebih sering, terhitung 70,6% dari

pasien karena otot rahang dengan jalur aksonal yang lebih pendek

memfasilitasi efek toksin pada neuron penghambat (inhibitor neuron).

Presentasi awal tetanus lockjaw (kaku mulut) termasuk leher kaku, disartria,

dan kekakuan otot perut, yang biasanya dipengaruhi oleh kebisingan dan

cahaya. Gejala lain mengikuti, seperti demam, berkeringat, dan tekanan

darah tinggi. Kekakuan otot juga meluas dari rahang ke otot tungkai. Ada

berbagai derajat dispnea, tetapi gejala ringan terjadi pada sebagian besar

pasien. Skor SOFA mencerminkan tingkat keparahan pasien ICU. Vora et

al menyimpulkan bahwa skor SOFA rata-rata <2,15 lebih aman daripada

pasien yang kedaluwarsa (skor SOFA 2,89). Dalam penelitian ini, rata-rata

SOFA adalah 5,29, yang lebih tinggi dari yang dilaporkan oleh Vora et al.

Kematian pasien dikaitkan dengan skor SOFA yang tinggi yaitu 19.

Perawatan untuk tetanus meliputi hal-hal berikut: menghentikan pelepasan

toksin lebih lanjut, menetralkan toksin, dan mengurangi toksisitas. Dalam

penelitian kami, pasien yang terinfeksi menjalani debridement untuk

membersihkan luka dan diberikan antibiotik untuk mengurangi peradangan;

TAT digunakan untuk menetralkan racun; ventilasi mekanik mendukung

kegagalan pernapasan. Penelitian formal menunjukkan bahwa penisilin dan

metronidazol adalah dua antibiotik yang efektif. Pengalaman kami

menunjukkan bahwa piperasilin-tazobaktam dan penisilin juga efektif.

Menetralisir racun dapat dicapai dengan imunoglobulin tetanus

kuda/manusia dengan imunisasi pasif. Dosis yang disarankan untuk orang


dewasa adalah 3.000-6.000 IU. Dalam penelitian kami, dosis minimal

imunoglobulin tetanus adalah 1.500 IU, dan dosis maksimal adalah 30.000

IU. Sebagian besar pasien yang terdaftar dalam penelitian ini pulih.

Ketika otot-otot pernapasan dipengaruhi oleh toksin tetanus,

ventilasi mekanik harus dilakukan. Di antara pasien yang terinfeksi pada

ventilasi mekanis, ada tiga yang terkena pneumonia dan satu mengalami

gagal ginjal, yang menjalani pengobatan Continous renal replacement

therapy (CRRT). Loan dkk melaporkan >90% pasien dengan tetanus berat

mengalami pneumonia. Nobrega dkk menyimpulkan bahwa 84,8% pasien

menderita pneumonia. Namun, Insiden pneumonia dalam penelitian kami

rendah. Kejang adalah gejala utama, sering berlangsung 1-2 minggu,

sementara kekakuan bertahan lama. Satu laporan menyarankan bahwa

pasien membutuhkan 11-30 hari perawatan di rumah sakit. Studi kami

menunjukkan rata-rata 11,88 hari pengobatan, yang kurang dari laporan

sebelumnya. Sebuah laporan menemukan bahwa 45% kematian terjadi di

Asia Selatan. Hanya satu pasien (5,9%) meninggal karena sindrom

disfungsi organ multipel (MODS) dalam penelitian kami; namun, karena

ukuran sampel yang kecil, sampel yang besar, studi multisenter harus

dilakukan.

Meskipun jumlah infeksi tetanus dari pusat tunggal kecil, tidak ada

vaksin. Ada dua rekomendasi untuk menyelesaikan masalah ini. Pertama,

sangat penting bagi masyarakat umum dan staf kesehatan untuk menyadari

perlunya vaksin tetanus. Kedua, harus ada upaya yang lebih didukung oleh
pemerintah terkait kebijakan vaksin dewasa.

KESIMPULAN

Tetanus merupakan penyakit kritis dan seringkali memiliki angka kematian

yang tinggi. Ketika cedera terjadi, penting untuk memperoleh kekebalan

atau imunitas. Dalam studi pusat tunggal retrospektif, sebagian besar

pasien disembuhkan dengan menghentikan pelepasan toksin lebih lanjut,

menetralkan racun, dan mengurangi toksisitas. Kematian pasien yang

terinfeksi tetanus rendah. Kebijakan dan program vaksinasi harus

dilaksanakan oleh pemerintah kita.

You might also like