You are on page 1of 19

DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN JULI 2022


UNIVERSITAS HASANUDDIN

DISTOSIA BAHU

DISUSUN OLEH:

Dwi Murtini Widiastuti

C014202169

RESIDEN PEMBIMBING:

dr. Kallan Aruan Bonga Pulio

SUPERVISOR PEMBIMBING:

Dr. dr. Elizabet C. Jusuf , SpOG (K)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN


KLINIK BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2022
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :

Nama : Dwi Murtini Widiastuti

NIM : C014202169

Judul Lapsus : Distosia Bahu

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Obstetrik dan
Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, 31 Juli 2022

Mengetahui,

Supervisor Pembimbing Residen Pembimbing

Dr. dr. Elizabet C Jusuf, SpOG (K) dr. Kallan Aruan Bonga Pulio
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................................1

DAFTAR ISI............................................................................................................................3

BAB 1. STATUS PASIEN.......................................................................................................4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................................8

2.1. Definisi......................................................................................................................8

2.2. Epidemiologi............................................................................................................8

2.3. Faktor Resiko..........................................................................................................8

2.4. Diagnosis..................................................................................................................9

2.5. Tatalaksana............................................................................................................10

2.6. Komplikasi.............................................................................................................18

2.7. Prognosis................................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................19
BAB I

STATUS PASIEN

1.1 Identitas Pasien

Nama : Ny.N
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 28 tahun
Status : Menikah
Alamat : Tamalate Makassar
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
1.2 Anamnesis

1.2.1 Keluhan Utama

Nyeri perut tembus belakang

1.2.2 Anamnesis Terpimpin

Pasien hamil gravid 38 minggu 2 hari, G1P0A0, HPHT 01-11-2021, HPL


08-08-2022, UK 38 Minggu datang dengan keluhan nyeri perut tembus ke
belakang dialami sejak 8 jam sebelum masuk rumah sakit, ada pelepasan lendir
dan darah, tidak disertai air dari jalan lahir.
Pasien telah melakukan pemeriksaan ANC di puskesmas 4 kali selama
kehamilan, dan telah mendapatkan suntik tetanus toxoid sebanyak 2 kali.
Riwayat operasi tidak ada. Riwayat hipertensi, asma, dan DM saat hamil juga
disangkal.

1.2.3 Riwayat Obstetri

2022/ Kehamilan saat ini

1.3 Pemeriksaan Fisis

● Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Tinggi Badan : 160 cm
Berat Badan : 80 kg (saat hamil), sebelum hamil 75 kg
IMT : 31,25 kg/m2 (Obese II)

● Tanda Vital
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 84 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36,5 C

● Pemeriksaan Fisis Umum


Mata : Anemis (-/-), ikterus (-/-)
Jantung : Bunyi jantung S1S2 murni regular, murmur (-), gallop (-)
Paru : Vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Ekstremitas : Edema - -
- -

1.4 Pemeriksaan Obstetrik


Pemeriksaan luar
- TFU: 35 cm
- Lingkar perut: 110 cm
- TBJ: 3850 gr
- Situs : Memanjang
- Punggung : Kanan
- Bagian Terbawah : Kepala
- Perlimaan : 2/5
- His: 4 x 10 (>40”)
- DJJ: 140 / menit
- Janin: Tunggal
- Gerakan Janin : Dapat dirasakan
Pemeriksaan dalam
- Vulva/vagina : Tidak ada kelainan
- Portio : Lunak
- Pembukaan : 8 cm
- Ketuban : Utuh
- Bagian terdepan : Kepala
- Ubun-ubun : Arah jam 11
- Penurunan : Hodge III
- Panggul : Kesan Cukup
- Pelepasan Pervaginam : Lendir (+), Darah (+), Air (-)
1.5 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan

Hemoglobin 14.8 g/dl 13.7-17.7


Leukosit 8.900 10^3/ul 4.4-11.9
Hematokrit 44 % 42-52
Trombosit 255 10^3/ul 150-450
Eritrosit 5.4 10^6/ul 4.5-5.9
GDS 80 mg/dl 70-200

1.6 Penatalaksanaan

● Memastikan hemodinamik ibu stabil dan kesejahteraan janin baik.

● Observasi keadaan umum, tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu tubuh ibu.

● Observasi his dan denyut jantung janin tiap 30 menit.

● Observasi kemajuan persalinan.

● VT kontrol 2 jam berikutnya.

● Planning persalinan pervaginam

1.7 Follow up

Waktu Subjektif Objektif Assessment Planning


Rabu Nyeri perut DJJ : 140 x/m Inpartu kala  Obs. his, DJJ, kemajuan
27/07/2022 tembus HIS : 4 x 10 (40-45) 1 fase aktif persalinan
22.15 belakang PDV :  Kosongkan kandung
Perawatan Vulva : tak ada kelainan kemih
Kamar Portio : lunak, tipis
 VT control
Bersalin Pembukaan : 8 cm
Ketuban : (+)
Kepala : Hodge II
Panggul kesan luas
Lendir (+)
Darah (+) Air (-)

Rabu Ibu ingin DJJ : 148 x/m Inpartu kala  Pimpin persalinan
27/07/2022 meneran HIS : 4 x 10 (40-45) 2
23.25 PDV :
Perawatan Vulva : tak ada kelainan
Kamar Portio : melesap
Bersalin Pembukaan : 10 cm
Ketuban : (-)
Kepala : H.IV
Panggul kesan luas
Lendir (+)
Darah (+)
Air (+)

Rabu Ibu meneran, Dengan HIS yang Kala II ● Pimpin persalinan


27/07/2022 bahu bayi adekuat dan kekuatan + Distosia ALARMER:
23.45 susah lahir mengedan ibu, lahir bahu ● Ask For Help
Perawatan kepala bayi. ● Lift Legs (McRobert’s
Kamar Turtle sign (+)
Bersalin Manouver)
JK; laki-laki ● Anterior Disimpaction
BBL : 4000 g of Shoulder (Massanti
PBL : 49 cm Manouver)
APGAR Score: 5/10 ● Rotation of posterior
shoulder
● Manual removal of
posterior arm
● Episiotomy
● Roll over
● Bersihkan jalan nifas
● Cek TFU
● Injeksi oksitosin 1 amp/IM
● Jepit, potong tali pusat
● Resusitasi Neonatus
Rabu Semburan Plasenta, kotiledon, dan Inpartu kala
27/07/2022 darah selaput ketuban lahir III
● PTT
23.55 lengkap, tali pusat putih
● Lahirkan plasenta
Perawatan terpilin panjang kurang
● Masase uterus
Kamar lebih 50 cm
● Cek perdarahan
Bersalin

Kamis Tidak ada Keadaan umum baik dan Kala IV ● Observasi KU, TTV,
28/07/2022 sadar tanda-tanda perdarahan
01.55 TD : 110/70 mm Hg
Perawatan N : 80x/menit
Kamar Pernafasan : 20 x/menit
Bersalin Suhu : 36 C
TFU : 1 jari dibawah
pusat,
kontraksi uterus baik.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Distosia bahu adalah suatu kondisi yang terdiagnosis saat diperlukan manuver
obstetrik tambahan karena dengan tarikan biasa ke arah belakang pada kepala bayi
tidak berhasil untuk melahirkan bahu bayi. Distosia bahu hanya berlaku pada presentasi
vertex. 1
Distosia bahu merupakan kondisi gawat darurat obstetric karena dapat
menyebabkan cedera bayi yang mengancam jiwa, serta cedera pada ibu.2
2.2 Epidemiologi
Insiden distosia bahu yang dilaporkan sangat bervariasi dan meningkat dalam
beberapa dekade terakhir. Insidennya berada dalam kisaran 2 – 3 %, bahkan >10% jika
menggunakan perhitungan interval persalinan kepala-ke-tubuh. Hal ini disebabkan
karena terjadinya peningkatan insiden lahirnya bayi besar yang lahir dibandingkan
masa lalu.3
2.3 Faktor Resiko
Mengetahui faktor resiko penting agar klinis dapat mendiskusikan kemungkinan
apabila diperlukannya jadwal penanganan berupa seksio sesarea pada wanita yang
resiko tinggi mengalami kala 2 memanjang.

● Berat badan lahir yang berat : berat badan lahir berat merupakan faktor resiko
utama distosia bahu. Faktor resiko lain seperti obesitas ibu, diabetes, dan
kehamilan post-term juga terkait menyebabkan berat badan lahir yang berat.
Insiden distosia bahu meningkat secara progresif seiring dengan peningkatan
berat badan lahir lebih dari 4.000 gram. Morbiditas dan mortalitas distosia
bahu meningkat secara signifikan ketika berat lahir ≥4500 gram.

● Diabetes mellitus : diabetes mellitus pada ibu meningkatkan distosia bahu


beberapa kali lipat dibanding populasi non diabetes. Peningkatan ini
disebabkan karena prevalensi berat badan lahir yang berat lebih tinggi terjadi
pada ibu dengan diabetes mellitus.

● Riwayat distosia bahu sebelumnya : sebagian besar penelitian melaporkan


resiko terjadinya kekambuhan yaitu minimal 10%, dengan resiko mencapai
sekitar 25%. Kekambuhan wajar terjadi karena berat badan lahir tinggi
merupakan faktor resiko mayor yang cenderung berulang. Distosia bahu
berulang mungkin terjadi apabila berat lahir lebih besar daripada kehamilan
yang terkena sebelumnya, berat badan sebelum hamil lebih besar dibanding
kehamilan sebelumnya, persalinan kala dua lebih lama daripada kehamilan
yang terkena sebelumnya.

● Kehamilan post term : hal ini dikaitkan dengan berat badan lahir yang semakin
berat meningkat seiring dengan bertambahnya usia kehamilan.

● Janin laki-laki : jenis kelamin laki-laki lebih sering mengalami komplikasi


distosia bahu dibandingkan dengan populasi kelahiran secara keseluruhan
(sekitar 55% – 68%).

● Obesitas dan peningkatan berat badan yang berlebihan saat kehamilan pada
ibu : indeks massa tubuh (IMT) ibu yang tinggi dan kenaikan berat badan saat
kehamilan yang berlebihan merupakan faktor resiko yang menyebabkan berat
badan lahir bayi menjadi berat, dan diabetes yang juga merupakan faktor
resiko distosia bahu.

● Umur ibu yang tua : usia ibu yang tua merupakan faktor resiko penyebab
distosia bahu, dikaitkan dengan variable perancu yaitu peningkatan usia juga
meningkatkan resiko diabetes dan peningkatan berat badan ibu. Peningkatan
usia ibu juga dikaitkan dengan peningkatan jumlah paritas, dimana setiap bayi
berturut-turut cenderung 200 g lebih besar dari bayi sebelumnya hingga
kehamilan kelima.2
2.4 Diagnosis
Distosia bahu adalah diagnosis klinis subjektif. Diagnosis ini dicurigai apabila kepala
janin masuk kembali ke perineum (turtle sign) setelah awalnya keluar karena traksi
berlawanan yang terjadi akibat bahu yang terhambat di simfisis pubis di panggul.
Diagnosis ini ditegakkan ketika praktik traksi pada kepala tidak berhasil melahirkan
bahu anterior yang tetap tertahan di kranial simfisis pubis, padahal telah disertai
dengan ibu yang meneran dengan baik. Keparahan distosia bahu juga subjektif dan
diputuskan secara retrospektif berdasarkan kebutuhan penggunaan maneuver-manuver
untuk melaksanakan persalinan dan apakah janin dan / atau ibu mengalami cedera
sebagai akibatnya.4
Gambar 1. Turtle sign
2.5 Tatalaksana
Dalam tatalaksana distosia bahu, dikenal menomik ALARMER seperti yang
tertera pada tabel5
Tabel 1. Mnemonik untuk distosia bahu adalah :

ALARMER

A Ask for help

L Lift legs (Manuver McRobert’s)

A Anterior disimpaction of shoulder (Manuver Massanti)

R Rotation of posterior shoulder (Manuver Rubin II, Woods Corkscrew)

M Manual removal of posterior arm

E Episiotomy

R Roll over (Manuver Gaskin)

● A : ASK FOR HELP


Langkah pertama dalam tatalaksana distosia bahu adalah meminta bantuan (A,
Ask for help). Bantuan yang lebih seringkali dibutuhkan pada persalinan yang
terhambat, di mana akan dilakukan beberapa maneuver. Selain itu, distosia bahu
juga menimbulkan potensi yang lebih besar akan terjadinya cedera hingga resusitasi
janin.5
● L : LIFT LEGS
Langkah selanjutnya, manuver utama pada distosia bahu, adalah maneuver
McRoberts (L, Leg hyperflexion). Langkah ini memiliki tingkat keberhasilan yang
paling tinggi dan risiko cedera janin yang paling rendah. Manuver McRoberts
membutuhkan 2 orang asisten di mana setiap asisten akan memegang kaki ibu
dengan lutut dan panggul fleksi serta paha akan menempel pada abdomen (Gambar
2). Gambaran x-ray menunjukkan manuver McRoberts tidak meningkatkan
diameter pelvis namun tetap memungkinkan rotasi cephalad simfisis pubis dengan
pendataran sacrum. Ini memungkinkan bahu posterior untuk didorong melalui
promontorium sakrum dan menuju lekukan sakrum, sementara simfisis berotasi
melalui bahu anterior.

● A : ANTERIOR DISIMPACTION OF SHOULDER


Pendekatan perut: Tekanan suprapubik diterapkan dengan tumit tangan yang
tergenggam dari aspek posterior bahu anterior untuk melepaskannya (manuver
Mazzanti). Berikan tekanan yang stabil terlebih dahulu dan, jika tidak berhasil,
berikan tekanan goyang. Jangan gunakan tekanan fundus.6
Pendekatan vagina: Adduksi bahu anterior dengan tekanan yang diterapkan ke
aspek posterior bahu. Bahu didorong ke arah dada, atau tekanan diberikan ke
skapula bahu anterior.6
Dalam kombinasi dengan manuver McRoberts, ini akan melahirkan bayi dalam
91% kasus. Kedua manuver ini akan menggerakkan simfisis pubis ibu menuju
kepala dan melepaskan bahu anterior. Salah satu asisten mengaplikasikan tekanan
suprapubic dengan tumit tangan di atas os pubis ibu dan bahu anterior janin.
Tekanan diterapkan dengan tumit tangan ke bahu anterior yang terjepit di atas dan
di belakang simfisis. Dengan demikian bahu anterior akan tertekan atau terputar,
atau keduanya, sehingga bahu menempati bidang miring panggul. Di sini, bahu
anterior bisa dibebaskan. 5
Gambar 2. Manuver McRoberts bersama dengan penekanan suprapubik
dilakukan dengan bantuan 2 orang asisten. Asisten di sebelah kiri melakukan tekanan
suprapubik5

● R – ROTATION OF POSTERIOR SHOULDER


Jika maneuver McRoberts dan penekanan suprapubik tidak berhasil, langkah
selanjutnya adalah pertimbangan untuk melakukan maneuver rotasi (R, Rotational
maneuvers) atau melahirkan lengan posterior (M, Manual delivery of posterior
arm).5
Dari manuver rotasi, Woods (1943) melaporkan bahwa dengan memutar bahu
posterior 180 derajat secara progresif dengan cara membuka tutup botol, bahu
anterior yang terkena dampak dapat dilepaskan. Ini sering disebut sebagai manuver
Woods Corkscrew (Gambar 3).5
Manuver Woods adalah manuver seperti sekrup. Tekanan diberikan ke aspek
anterior bahu posterior, dan upaya dilakukan untuk memutar bahu posterior ke
posisi anterior. Keberhasilan dari manuver ini memungkinkan pelahiran bahu yang
mudah setelah melewati simfisis pubis. Dalam prakteknya, manuver disimpaksi
anterior dan manuver Woods dapat dilakukan secara bersamaan dan berulang untuk
mencapai disimpaksi bahu anterior.6

Gambar 3. Manuver Wood Corkscrew. Tangan diletakkan di belakang bahu


posterior janin. Bahu kemudian diputar dengan cara seperti membuka tutup botol
sehingga bahu anterior yang terkena benturan dilepaskan.

Rubin (1964) merekomendasikan dua maneuver. Pertama, bahu janin diguncang


dari satu sisi ke sisi lain dengan memberikan gaya pada perut ibu. Jika ini tidak
berhasil, tangan mencapai bahu janin yang paling mudah dijangkau, yang kemudian
didorong ke permukaan anterior dada. Manuver ini paling sering menjangkau kedua
bahu, yang pada gilirannya menghasilkan diameter bisakromial yang lebih kecil. Ini
memungkinkan perpindahan bahu anterior dari belakang simfisis (Gambar 4).5
Manuver ini mencoba memposisikan bahu untuk memanfaatkan diameter janin
sekecil mungkin melalui diameter terbesar ibu.6
Gambar 4. Manuver Rubin II. A. Diameter bisakromial disejajarkan secara
vertikal. B. Bahu janin yang lebih mudah dijangkau (yang ditunjukkan di sini adalah
anterior) didorong ke arah dinding dada anterior janin (panah). Paling sering, hal ini
mengakibatkan abduksi kedua bahu, yang mengurangi diameter bisakromial dan
membebaskan bahu anterior yang terkena impaksi.

● M – MANUAL REMOVAL OF POSTERIOR ARM


Lengan biasanya ditekuk di siku. Jika tidak, tekanan pada fossa antekubiti
dapat membantu fleksi. Tangan digenggam, disapu melintasi dada dan dilahirkan.
Manuver ini dapat menyebabkan fraktur humerus, namun tidak menyebabkan
kerusakan neurologis permanen.6
Gambar 5. Pelahiran bahu posterior pada distosia bahu. A. Tangan operator
dimasukkan ke dalam vagina di sepanjang humerus posterior janin. B. Lengan dibidai
dan disapu di dada, menjaga lengan tetap tertekuk di siku. C. Tangan janin
digenggam dan lengan direntangkan di sepanjang sisi wajah. Lengan posterior
dikeluarkan dari vagina.5

● E – EPISIOTOMY
Episiotomi adalah pilihan yang dapat memfasilitasi manuver Woods atau
pengangkatan lengan posterior secara manual dengan menciptakan lebih banyak
ruang untuk tangan penerima.6

● R – ROLL OVER
Dengan manuver merangkak yang juga disebut dengan manuver Gaskin, ibu
melahirkan dengan mengambil posisi merangkak. Di sini, traksi ke bawah
terhadap kepala dan leher mencoba membebaskan bahu posterior. Manuver ini
tampaknya meningkatkan dimensi panggul yang efektif, memungkinkan posisi
janin bergeser; ini mungkin merusak bahu. Dengan tekanan lembut ke bawah pada
bahu posterior, bahu anterior mungkin menjadi lebih impaksi (dengan gravitasi),
tetapi akan memfasilitasi pembebasan bahu posterior. Juga, posisi ini
memungkinkan akses yang lebih mudah ke bahu posterior untuk manuver rotasi
atau pengangkatan lengan posterior. Tantangan dalam maneuver ini termasuk
imobilitas dari analgesia regional dan waktu yang terbuang dalam reposisi pasien.
Pada beberapa kasus, lengan posterior tidak dapat diakses untuk dilahirkan.
Cluver dan Hofmeyr (2009) menjelaskan traksi sling aksila posterior untuk
mengantarkan lengan posterior. Dengan metode alternatif ini, kateter isap
diulirkan di bawah ketiak dan kedua ujungnya disatukan di atas bahu. Traksi ke
atas dan ke luar pada loop kateter mengantarkan bahu. Dari 19 kasus kecil,
manuver ini berhasil dalam 18 kasus. Namun, cedera neonatal termasuk tiga kasus
yakni fraktur humerus dan satu kasus permanen dan empat kasus erb palsy
sementara.5

Gambar 6. Manuver Gaskin

Apabila langkah-langkah di atas tidak berhasil, ada beberapa maneuver yang


dapat dilakukan, yaitu :
1. Fraktur yang disengaja pada klavikula
Fraktur yang disengaja pada klavikula anterior menggunakan ibu jari untuk
menekannya ke arah dan ke arah ramus pubis dapat dicoba untuk membebaskan
impaksi bahu. Namun, dalam praktiknya, fraktur yang disengaja pada klavikula
neonatus besar sulit dilakukan. Jika berhasil, patah tulang akan sembuh dengan
cepat dan biasanya sepele dibandingkan dengan cedera saraf brakialis, asfiksia,
atau kematian. Cleidotomy terdiri dari pemotongan klavikula dengan gunting atau
alat tajam lainnya dan biasanya dilakukan untuk janin yang sudah mati.6
Gambar 7. Fraktur yang disengaja pada klavikula

2. Manuver Zavenelli
Manuver Zavanelli melibatkan penggantian kepala janin ke dalam pelvis
diikuti dengan sesar. Terbutalin, 0,25 mg, diberikan secara subkutan untuk
menghasilkan relaksasi uterus. Bagian pertama dari manuver terdiri dari
mengembalikan kepala ke posisi OA atau OP. Operator menekuk kepala dan
perlahan mendorongnya kembali ke dalam vagina. Kelahiran sesar kemudian
dilakukan. Sandberg (1999) meninjau 103 kasus yang dilaporkan dan berhasil
dalam 91 persen kasus kepala dan dalam semua kasus sungsang. Meskipun
penggantian berhasil, cedera janin sering terjadi tetapi mungkin disebabkan oleh
beberapa manipulasi yang digunakan sebelum manuver Zavanelli. Manuver ini
melibatkan pembalikan gerakan kardinal persalinan. Kepala diputar ke oksiput
anterior. Lenturkan, dorong ke atas, putar melintang, lepas, dan lakukan operasi
caesar.5

Gambar 8. Manuver Zavanelli


2.6 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada kondisi distosia bahu adalah6 :

● Janin dan Neonatus


- Hipoksia dan asfiksia, dengan atau tanpa kerusakan neurologis
- Cedera lahir
- Fraktur : klavikula, humerus
- Palsi pleksus brakhialis
- Kematian

● Ibu
- Perdarahan pasca salin
- Atonia uteri
- Laserasi maternal
- Ruptur perineum
- Robekan derajat 3 atau 4
2.7 Prognosis

Setelah penatalaksanaan distosia bahu7 :


1. Ingat risiko signifikan dari cedera ibu (robekan) dan perdarahan postpartum.
2. Secara aktif kelola tahap ketiga. Terapkan manajemen aktif kala tiga persalinan.
3. Periksa dan perbaiki cedera.
4. Pastikan resusitasi dan penilaian neonatal yang tepat; dokumentasikan semua
tindakan yang diambil untuk menyadarkan bayi baru lahir.
5. Periksa bayi baru lahir untuk mencari bukti trauma. Dokumentasikan terjadinya
distosia bahu di bagan bayi. Dokumentasikan skor Apgar dan setiap memar atau
cedera yang ditemukan pada pemeriksaan bayi baru lahir.
6. Periksa kembali bayi dalam waktu 24 jam atau kapan saja setelah lahir jika timbul
kekhawatiran.
7. Dokumentasikan dan jelaskan manuver yang digunakan, dan, jika mungkin, waktu
antara kelahiran kepala hingga selesainya proses kelahiran, baik dalam grafik ibu
maupun bayi.
8. Jelaskan kepada ibu dan semua yang terlibat dalam persalinan secara persis apa
yang terjadi dan langkah-langkah manajemen apa yang telah diambil. Beri tahu
ibu bahwa ia berisiko mengalami distosia bahu lagi untuk kehamilan berikutnya
(15% relaps setelah satu distosia dan 30% setelah dua distosia bahu).
DAFTAR PUSTAKA

1. Berghella V. Obstetric Evidence Based Guidelines Third Edition [Internet]. 2017.


161–168 p. Available from: http://redlagrey.com/files/OBSTETRIC-EVIDENCE-
GUIDELINES--BERGHELLA.pdf
2. Rodis JF. Shoulder dystocia: Risk factors and planning delivery of high-risk
pregnancies - UpToDate. UpToDate [Internet]. 2020;1–21. Available from:
https://www.uptodate.com/contents/shoulder-dystocia-risk-factors-and-planning-
delivery-of-high-risk-pregnancies?
search=macrossomi&topicRef=4443&source=see_link
3. Menticoglou S. Shoulder dystocia: Incidence, mechanisms, and management
strategies [Internet]. Vol. 10, International Journal of Women’s Health. Dove Medical
Press Ltd; 2018 [cited 2020 Aug 20]. p. 723–32. Available from:
/pmc/articles/PMC6233701/?report=abstract
4. Rodis JF. Shoulder dystocia: Intrapartum diagnosis, management, and outcome.
UpToDate [Internet]. 2015;(figure 1):1–36. Available from: www.uptodate.com
5. F Gary Cunningham, Leveno KJ, Bloom SL, Dashe JS, Hoffman BL, Casey BM, et
al. Williams Obstetrics. 25th ed. New York: McGraw-Hill Education; 2018.
6. https://www.glowm.com/pdf/AIP%20Chap13%20Shoulder%20Dystocia.pdf. Diakses
pada 20 September 2020

You might also like