Ikhsan Arka Putra Utama, 1508015126, Program Studi Ilmu Hukum,
Hukum Pidana, Penerapan Asas Oportunitas Dalam Perkara Pidana Bambang Widjojanto Dihubungkan Dengan Tujuan Hukum Tentang Kepastian Hukum, di bawah bimbingan Dr. Ivan Zairani Lisi, S.H.,S,Sos.,M.Hum dan Rini Apriyani, S.H., M.H. Jaksa selaku Penuntut Umum (PU) menurut Ketentuan Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHAP) dan Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Permasalahan yang dilimpahkan kepada Penuntut Umum (PU) dapat dikesampingkan dengan dasar “kepentingan umum” oleh Jaksa Agung atas kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia Pasal 35 huruf (c) “Mengesampingkan perkara demi kepentingan umum” atau disebut dengan Asas Oportunitas. Penggunaan asas oportunitas itu sendiri dapat membawa efek yang negatif bagi perkembangan hukum dan masyarakat apabila penerapannya disalahgunakan, terutama dalam hal penggunaan bukan karena alasan teknis tetapi karena alasan kebijakan yang oleh undang-undang dibenarkan apabila demi kepentingan umum. Pada penelitian ini pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis normative atau pendekatan doctrinal yaitu mengingat permasalahan yang diteliti berkisar pada peraturan perundang-undangan serta kaitannya dengan penerapan dalam praktik. Dalam hal ini membahas dua pokok pembahasan, yaitu pertama penulis ingin untuk mengetahui dan mengkaji bagaimana peran jaksa agung menggunakan asas opertunitas terhadap Bambang Widjojanto yang dalam penerapan Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia yang dihubungkan dengan tujuan hukum tentang kepastian hukum, kedua untuk mengetahui dan menganalisis hambatan-hambatan yang dialami oleh jaksa dalam penerbitan Surat Keputusan Penyampingan Perkara. Penerapan asas oportunitas dalam perkara pidana Bambang Widjojanto dihubungkan dengan tujuan hukum tentang kepastian hukum oleh Jaksa Agung berdasarkan Pasal 35 huruf c Undang-Undang No. 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia belum memenuhi tujuan hukum tersebut dikarenakan penerapan asas tersebut yang dikeluarkan dalam bentuk SKPP (Surat Keputusan Penyampingan Perkara) masih bisa diajukan ke sidang Pra- Peradilan, meskipun dasar penyampingan perkara tersebut bedasarkan “demi kepentingan umum” masih dianggap lemah karena masih dikhawatirkan menimbulkan multi-tafsir dari pengertian “demi kepentingan umum”. Penjelasan Pasal 35 huruf c Undang-Undang No. 16 tahun 2004 belum mengakomodir makna dari “demi kepentingan umum” itu sendiri sehingga dalam penerapannya seolah hanya menggunakan budaya hukum atau legal culture dari lembaga penegakan hukum yaitu Kejaksaan Republik Indonesia. Kata Kunci : Asas, Oportunitas, Kepastian, Hukum, seponeerinng.