Professional Documents
Culture Documents
Tere Liye - 1. Bumi-181-190
Tere Liye - 1. Bumi-181-190
sekali tidak masuk akal. Tapi aku tidak tahu harus bagaimana
membantahnya. Aku memutuskan bertanya.
”Dan aku tahu kenapa kamu bisa mengerti dan berbicara dalam
bahasa mereka, Ra. Sosok tinggi kurus menyebalkan itu berkali-kali
bilang kamu tidak dimiliki dunia Bumi, bukan? Kamu dimiliki dunia kita
sekarang berada. Itu masuk akal. Aku tidak tahu penjelasan detailnya,
sepertinya kamu menguasai begitu saja bahasa mereka.” Ali mengangkat
bahu.
http://pustaka-indo.blogspot.com
TereLiye “Bumi” 179
http://pustaka-indo.blogspot.com
TereLiye “Bumi” 180
http://pustaka-indo.blogspot.com
TereLiye “Bumi” 181
Aku tahu, apa yang dilakukan Ali adalah pilihan paling rasional.
Memang tidak ada yang bisa kami lakukan. Ini sudah larut, jam di
dinding yang meskipun bentuknya lebih mirip panci, tapi setidaknya
sama dengan jam yang aku kenal, ada dua belas angka—jarum
pendeknya telah menunjuk pukul dua belas. Aku menatap lantai kayu
lamat-lamat. Entah di mana pun kami berada, di dunia lain atau bukan,
setidaknya malam ini kami punya tempat bermalam dengan tuan rumah
yang ramah.
http://pustaka-indo.blogspot.com
TereLiye “Bumi” 182
Aku tersenyum. ”Besok kita akan pulang, dan segera ikut Klub
Menulis Mr. Theo.”
***
Aku menoleh. Ali keluar dari pintu bulat yang ada di kamar.
http://pustaka-indo.blogspot.com
TereLiye “Bumi” 183
Ali memamerkan pakaian yang dia kenakan. Tidak ada lagi seragam
sekolah kotornya. Ali juga memakai sepatu baru. Seperti sepatu boot
hitam setinggi betis.
http://pustaka-indo.blogspot.com
TereLiye “Bumi” 184
Aku mengangguk.
”Apa yang akan kita lakukan, Ra?” Seli bertanya setelah kami
tinggal bertiga.
”Kita mandi pagi, Sel,” aku menjawab pelan. Ali memang yang
paling logis di antara kami bertiga. Kami diundang sarapan, maka akan
lebih baik jika kami datang dengan wajah segar.
http://pustaka-indo.blogspot.com
TereLiye “Bumi” 185
”Kamu juga harus hati-hati mengenakan pakaian ini, Ra.” Ali juga
nyengir melihatku sedang becermin.
”Kan kamu sendiri yang bilang bahwa pakaian ini mahal, jangan
sampai rusak.”
http://pustaka-indo.blogspot.com
TereLiye “Bumi” 186
keluar dari pintu bulat kecil dengan wajah lebih segar lima belas menit
kemudian. Dia mengenakan baju lengan pendek, celana panjang gelap
yang seperti menyatu dengan sepatunya, dilapis rok hingga lutut. Seli
terlihat modis—seperti biasanya, di sekolah dia selalu terlihat paling rapi
berpakaian.
Saatnya sarapan.
***
”Itu sebenarnya bukan pujian buat kalian.” Ibu si kecil ikut tertawa.
Dia sedang meletakkan makanan di atas meja.
http://pustaka-indo.blogspot.com
TereLiye “Bumi” 187
”Perkenalkan, ini istriku, Vey, sedangkan si kecil, Ou. Nah, Ou, tiga
kakak-kakak ini namanya Raib, dengan rambut hitam panjangnya, indah
sekali, kan? Seli, yang rambutnya pendek, dan satu lagi, Ali, yang
rambutnya berantakan.” Ilo memperkenalkan kami.
http://pustaka-indo.blogspot.com