You are on page 1of 6
SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI 2018 P-ISSN:2615-1561 EAISSN: 2615-1553 ‘TINJAUAN PENGELOLAAN RANTAI PASOK PADA INDUSTRI JASA. KONSTRUKSI Mohamad Rizal Podungge Magister Teknik Spi, Konsentrasi Manajemen Proyek Konstksi, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung Jalan Merdeka No. 30, Bandung (40117) rizal1241 @gmail.com ABSTRAK Industri jasa konstruksi di Indonesia secara umum masih hergelut dengan inefisiensi yang menyebabkan peningkatan biaya proyek, keterlambatan pelaksanaan serta dampanya terhadap berkurangnya laba perusahaan. Hal ini lebih disebabkan oleh sifat dari proyek yang terfragmentasi, keterlibatana banyak pihak serta karakteristik yang berbeda pada setiap proyek. Sehingga untuk membentuk rantai pasok yang solid, diperlukan suatu kemitraan yang baik antar pihak dalam setiap tahapan pengeloalaannya. Salah satu bentuk adaptasi sistem manajemen pengelolaan produksi dari industri manufaktur, adalah supply chain management, Makalah int merupakan hasit kajian deskripstif mengenai pengelolaan rantat pasok konstruksi ditinjau dari sistem pengadaan, sistem pembayaran, hubungan kontrak kerja, dan interaksi antar pihak lerkait. Strategi kebijakan pengadaan barang/jasa perusahaan yang memperhatikan aliran material, informasi dan finansial yang baik, dapat membentuk suate rantai pasok yang solid dan memiliki hubungan kemitraan jangka panjang. Pengembangan metode penyelenggaraan konsiruksi yang melibatkan subkontraktor, pemasok serta kontraktor spesialis, perlu di dorong untuk meningkatkan kualitas rantai pasok dan peningkatan daya saing industri onstruksi Kata kunci: Supply chain, industri konstruksi, pengadaan I. PENDAHULUAN Jasa konstruksi adalah jasa yang menghasilkan prasarana dan sarana fisik. Jasa tersebut meliputi kegiatan studi, penyusunan rencana teknisirancang bangun, pelaksanaan dan pengawasan serta pemeliharaannya. Mengingat bahwa prasarana dan sarana fisik merupakan landasan pertumbuhan sektor-sektor dalam pembangunan nasional serta kenyataan bahwa jasa konstruksi berperan pula sebagai penyedia lapangan kerja, ‘maka jasa konstruksi penting dalam Pembangunan Nasional (Suraji, 2003). Industri jasa konstruksi merupakan salah satu industri yang paling dinamis dibandingkan dengan industri lainnya. Mengingat kondisi pasar yang selalu berubah, periode konstruksi yang relatif sangat singkat, serta adanya ‘uktuasi barga material yang sangat sulit di prediksi, serta persaingan kelat antar penyedia jasa, subkontraktor, pemasok dan pihak lainnya, Secara global, sektor konstruksi mengkonsumsi 50 persen sumber daya alam, 40 persen energi, dan 16 persen air. Widjanarko, (2009). Pada proyek konstruksi, material dan peralatan merupakan bagian terbesar dati proyek, yang nilainya bisa meneapai 50 persen sampai 60 persen dari total biaya proyek. Soeharto, (1995). Dalam proses Konstruksi sering terjadi inefisiensi dan scring menjadi kendala yang akan mempengaruhi kinerja kontraktor Vrijboef dan Koskela, (2001). Untuk mengurangi permasalahan dalam pelaksanaan proyek diperlukan pengelolaan rantai pasok konstruksi yang baik. Dimana manajemen rantai pasok konstruksi merupakan salah satt strategi untuk meningkatkan kinerja kontraktor. I, LANDASAN TEORI A. Supply Chain Supply chain merupaken suatu konsep yang relatif baru, yang awal perkembangannya berasal dari industri ‘manufaktur. Konsep supply chain berhubungan erat dengan lahirnya konsep lean production yang berakar pada pemikiran lean thinking yang telah merubah paradigma produksi dalam industri manufaktur. Tuntutan terhadap cfisiensi memaksa perusahean untuk membentuk struktur organisasi yang lebih sederhana, mendorong perusahaan untuk lebih fokus pada bisnis intinya, dan menyerahkan aktifitas pendukungnya pada pihak lain (Wirahadikusumah dan Susilawati, 2006), B, Manajemen Rantai Pasok (Supply Chain Management) Supply Chain Management (SCM) pertama kali diperkenalkan pads industri manufaktur pada tahun 1990an dengan sistem pengiriman Just in Time (JIT) yang diterapkan di Toyota (Vrijhoef dan Koskela, 1999), dengan (ujuan utama untuk mengurangi persediaan dan mengatur interaksi pemasok dengan jalur produksi, Menurut 8 SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI 2018 P-ISSN:2615-1561 EAISSN: 2615-1553 Heizer dan Render (2009), Manajemen rantai pasokan (SCM) adalsh pengintegrasian aktivitas pengadaan bahan dan pelayanan, pengubahan menjadi barang setengah jadi dan produk akhir serta pengiriman ke pelanggan. Kegiatan ini membutuhkan hubungan yang erat antara pemasok barang atau jasa dalam transformasi produk tersebut, kemudian mendistribusikan produk tersebut kepada konsumen . Aliran Rantai Pasok Menurut Chopra dan Meind! (2007), rantai pasok memiliki sifat yang dinamis namun melibatkan tiga alan yang konstan, yaitu aliran informasi, produk dan uang. Disamping itu, dijelaskan juga bahwa tujuan utama dari setiap rantai pasok adalah untuk memenuhi kebutuhan konsumen dan menghasilkan keuntungan, D. Pelaku Rantai Pasok Konstruksi Dalam penelitian yang dilakukan Vrijhoef dan Koskela (1999), dijelaskan bahwa pada dasamya di dalam suatu rantai pasok terdapat keterlibatan berbagai pihak mulai dari hubungan hulu (upstream) hingga ke hilir (downstream), dalam proses dan kegiatan yang berbeda untuk menghasilkan barang dan jasa yang bemnilai hingga sampai kepada pelanggan terakhir. Susilawati (2005) menjelaskan pelaku-pelaku supply chain konstruksi sebagai berikut 1, Owner (Pelaku Hilir/Downstream) Jaringan supply chain proyek konstruksi dimulai dari adanya suatu permintaan atau kebutuhan owner yang mengawali dikerjakannya proyek konstruksi bangunan dan berakhir ‘kembali pada owner untuk digunakan saat proyek telah selesai 2. Kontraktor (Pelaku Utama) Kontraktor adalah perusshean konstruksi yang memberikan jasa layanan pekerjzan pelaksanaan proyek konstruksi sesuai dengan perencanaan dan spesifikasi yang telah ditetapkan pada kontrak konstruksi 3. Subkontraktor, supplier dan mandor (pelaku di hulwupstream) Subkontraktor adalah suatu perusahsan yang berkonirak dengan kontraktor ulama untuk mengerjakan satu atau beberapa bagian pekerjaan kontraktor ‘ulama. Dalam satu proyek kontraktor utama bisa bekerjasama dengan beberapa subkontraktor, Sejalan dengan perkembangan kontrak konstruksi, saat ini sering terjadi owner yang secara langsung bekerja sama dengan subxontraktor maupun supplier dengan tujuan menekan biaya konstruksi E._ Pemilihan Pemasok dan Subkontraktor Dalam rantai pasok, kontraktor akan dibadapkan pada strategi secara teknis dan ekonomi tentang cara penyelesaian pekerjaan yang efektif dan efisien. Pertanyaannya; apasaja pekerjaan yang akan di kerjakan senditi dan pekerjaan apa saja yang akan di subkontrakkan, Salah satu faktor kesuksesan sebuah perusahaan adalah pemiliban pemasok Gencer dan Gurpinar, (2007). Pemasok dan subkontraktor harus menjadi mitra jangka panjang. Namun, Ballard & Howell, (1998) dalam (Herdianti dan Abdub, 2015), menyatakan dalam hubungan antar pelaku dalam industri konstruksi sebagai industri yang berbasiskan proyck merupakan hubungan yang bersifat sementara (temporary multi organization). Henrico dan Sockiman (2013), meyebutkan $ faktor paling dominan yang menjadi pertimbangan ketika kontraktor utama akan melakukan subkontrak konstruksi adalah: 1, Ketersediaan subkontraktor lokal yang memiliki pengalaman yang sesuai 2. Ketersediaan subkontraktor lokal yang memiliki peralatan yang sesuai. 3. Ketersediaan subkontraktor mitra yang memiliki pengalaman yang sosu: 4, Penawaran harga pekerjaan yang lebih murah dibandingkan estimasi biaya pekerjaan mandiri oleh kontraktor ‘tama, 5. Ketersediaan subkontraktor mitra yang memiliki Peralatan yang sesuai Fr Menurut Heizer dan Render (2014), terdapat Lima strategi yang dapat dipilih perusahaan untuk melakukan ‘pembelian kepada pemasok, yaitu adalah sebagai berikut 1, Banyek Pemasok (many supplier) Srategi ini memainkan antara pemasok yang satu dengan pemasok yang lainnya dan membebankan pemasok untuk memenuhi permintaan pembeli, Para pemasok saling bersaing secara agresif, Meskipun banyak pendekatan negosiasi yang digunakan dalam strategi ini, tetapi hubungan jangka panjang bukan menjadi tujuan, Dengan srategi ini, pemasok menanggapi permintaan dan spesifikasi permintaan penawaran, dengan pesanan yang ‘umumnya akan jatuh ke pibak yang memberikan penawaran rendah, 79 SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI 2018 P-ISSN:2615-1561 EAISSN: 2615-1553 2. Sedikit Pemasok (few supplier) Strategi yang memiliki sedikit pemasok mengimplikasikan bahwa daripada mencari atribut jangka pendek, seperti biaya rendah, pembcli Iebih ingin menjalin hubungan jangka panjang dengan pemasok yang sctis. Penggunaan pemasok yang hanya sedikit dapat meneiptakan nilai dengan memungkinkan pemasok memiliki skala ekonomi dan kurva belajar yang menghasilkan biaya transaksi dan biaya produksi yang lebih rendah, 3. _Integrasi Vertikal (Verticallntegration) Integrasi vertikal mengembangkan kemampuan untk memproduksi barang atau jasa yang sebelumnya dibeli atau ‘membeli perusahsan pemasok atau distributor. Integrasi vertikal dapat mengambil bentuk integrasi maju atau ‘mundur. Integrasi mundur menyarankan perusahaan untuk membeli pemasoknya. Integrasi maju menyarankan produsen Komponen untuk membuat produk jadi.Integrasi vertikal dapat berupa: a) Integrasi ke belakang (backward integration) berarti penguasaan kepada sumber daya, misalnya perusahaan ‘mobil mengakuisisi pabrik baj b)_ Integrasi kedepan (forward integration) berarti penguasaan kepada konsumennya, misalnya perusahaan ‘mobil mengakuisisi dealer yang semula sebagai distributornya, 4. Kairetsu Network Kebanyakan perusahaan manufaktur mengambil jalan tengah antara membeli dari sedikit pemasok dan integrasi vertikal dengan cara misalnya mendukung secara finansial pemasok melalui kepemilikan atau pinjaman, Pemasok kemudian menjadi bagian dari Koalisi perusahaan yang lebih dikenal dengan kairetsu, Keanggotaannya dalam bubungan jangka panjang olch sebab itu diharapkan dapat berfungsi sebagai mitra, menularkan keahlian tehnis dan kualitas produksi yang stabil kepada perusahaan manufaktur. Para anggota kairetsu dapat beroperasi sebagai subkontraktor rantai dari pemasok yang lebih kecil 5. Perusahaan Maya (Virtual Company) Perusahaan yang mengandalkan beragam hubungan pemasok untuk menyediakan jasa atas permintaan yang diinginkan pada saat diperlukan. Jugs dikenal sebagai korporasi berongga atau perusabaan jaringan. Perusahaan maya mempunyai batasan organisasi yang tidak tetap dan bergerak sehingga _memungkinkan terciptanya perusahaan yang unik agar dapat memenubi permintaan pasar yang cenderung berubah. Hubungan yang {erbentuk dapat memberikan pelayanan jasa diantaranya meliputi pembayaran gaji, pengangkatan karyawan, disain produk atau distribusinya, Hubungan bisa bersifat jangka pendek maupun jangka panjang, mitra sejati atau kolaborasi, pemasok atau subkontraktor. Apapun bentuk hubungannya diharapkan akan menghasilkan kinerja kelas dunia yang ramping. Keuntungan yang bisa diperoleh diantaranya adalah: keablian manajemen yang terspesialisasi investasi modal yang rendah, fleXsibilitas dan kecepatan, Hasil yang diharapken adalah cfisiens 6, Perusahaan Patungan (Join Ventures) Perusahaan melakukan penggabungan untuk —menambahkan kemampuan dan keterampilan dalam —bidang ‘eknofogi ataupun strategi perusabaan yang dilakukan besama untuk menjaga persediaan atau mengurangi biaya II, METODE PENELITIAN Makalah ini merupakan basil kajian deskripstif dari berbagai literatur, peraturan terkait dan berbagai informasi yang relevan dengan pelaksanaan pengadaan pada perusahaan konstruksi, Pada analisis pengclolaan rantai pasok ini, akan ditinjau dari sistem pengadaan, sistem pembayaran, hubungan kontrak Kerja, dan interaksi antar pibak terkait IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Industri konstruksi mengkonsumsi lebih banyak bahan mentah datipada sektor industri lainnya Tuer et al, (2010), Selain itu, Industri konstruksi dapat dikategorikan sebagai salah satu industri yang berperan penting pada proses pembangunan ekonomi sustu Negara, Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2017, Sektor konstruksi menempati posisi ke-empat sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia sepanjang. 2017, dengen kontribusi sebesar 5 persen setelah sektor jase Keuangan, sektor perdagangan dan industri ‘manufatur, Secara kuantitatif, kontribusi yang dibuat oleh pekerjaan konstruksi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) cukup signifikan Dalam industri konstruksi, procurement atau pengadaan merupakan semua kegiatan yang diperlukan tuntuk mendapatkan barang/jasa yang diperlukan untuk sebuah proyek Huston (2004). Etektivitas dan efisiensi dari proses yang dilaksanakan memiliki dampak yang besar terhadap keberhasilan atau kegagalan suatu proyek. 80 SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI 2018 P-ISSN:2615-1561 EAISSN: 2615-1553 Bertelsen (2002) dalam (Susilawati dan Wirahadikusuma, 2006), menemukan bahwa disain supply chain yang bburuk dapat meningkatkan biaya proyek hingga 10%. Strategi pengadaan yang baik dapat menjadi suatu peluang dalam usaha peningksten efisiensi pelaksansan Konsiruks. Semakin spesfik jenis proyek yang menjadi lingkup pelayanan fungsi pengadaan Kontraktor, maka akan semakin besar kemungkinan pengulangan kebutuban material tertentu, Semakin rendah tingkat variabilitas yang terjadi maka akan semakin tinggi tingkat kestrategisan material tertenta yang diperlukan. (Susilawati dan ‘Wirahadikusumah, 2006). Lebih lanjut dijelaskan Kebutuhan volume pengadaan yang besar pada item tertenta yang. diperlukan ‘oleh beberapa.proyek, memungkinkan Kontraktor untuk melakukan hubungan Kontak ppengadaan dengan pihak yang lebih hulu, schingga memotong rantai pasokan material (supply chain) yang, biasanya terjadi. Hal ini memungkinkan Kentraktor untuk melakukan pengadaan yang inovatif melalui kontrak pengadaan terpadu, yang hanya dapat dilakukan oleh fungsi pengadaan yang terdapat pada tingkat ust. Aliran material rantai merupakan faktor yang mempengarubi pelaksanaan proyck konstruksi (Welsh, dikk, 2004). Keterlambatan pengiriman material, Kerusakan material, seta kurangnya perencanaan dan kontrol inventori material berisiko menimbulkan keterambatan Konstruksi. Dalam pengadaan material sering terjadi kemungkinan-kemungkinan seperti: perubahan gambar, penundaan pekerjaan, babkan percepatan pekerjaan yang berpengaruh terhadap kebutuban material. Untuk itu perlu penguasaan terhadap kontrol persediaan (inventory control) dan antisipasi luktuasi kebutuhan dan perusahan harga, Dalam perencanaan kebutuhan material, tknik MRP (Material Requirement Planning) dapat membanta dalam merinci untuk pemesanan material. MRP rmenetukan urutan poin berdasarkan waktu pengitiman dan kebutuhan produksi di lokasi proyek. Rencana kebutuban material berasal dari dari jadwal induk (master schedule), catatan persediaan, gambar kerja dan Bill of Quantity (BOQ) yang dirubah menjadi jadwal penyediaan material. Dimana keluaran dari MRP adalah jadwal Kapan baban dibutubkan, kapan material harus dipesan, pekerjaan apasaja yang dilaksanakan sendiri dan paling penting adalah memastikan tersedianya material bila diperlukan, Kebijakan pengadaan material dilakukan berdasarkan pertimbangan lead time yang singkat, Salah satu kebijakan perusahaan dalam pengclolaan persedisan yaitu pemiesanan material sesuai dengan yang dipcrlukan. Hal ini sesuai dengan prinsip Just in Time (JIT), yaitu dengan menghilangkan sumber-sumber pemborosan produksi dengan cara menerima jurlah yang tepat dari material dan memproduksinya dalam jumlah yang tepat pada tempat yang tepat dan waktu yang tepat. Contoh penerapan JIT pada industri konstruksiyaitu pada material yang frekuensi penggunaan sering digunakan seperti ready mix concrete, Karena tidak membutubkan inventory, schingga, dalam pemilihan pemasok, fakior basis lokasi yang terdckat dengan lokasi proyek menjadi pertimbangan utama untuk memperpendek lead time. Aliran informasi rantai pasok adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja kontraktor. Pengetotaan aliran informasi rantai pasok konstruksi merupakan strategi utams untuk mengurangi permasalahan dalam proses pelaksanaan proyek Ketchen dan Slater (2003). Praktek subkontak terjadi jika Kontraktor utama tidak memiliki sumber daya yang dibutubkan, schingga kontraktor akan memleli sumber dayatersebut dari Iuar. Hal tersebut lebih pada upaya untuk mengurangi risiko yang disebabkan oleh keterbatasan kapasitas serta memenuhi kebutuban akan pekerja dengan skill Khusus dan peralatan Khusus merupakan faktor yang mendorong kontraktor unfuk mensubkontrakkan sebagian pekerjaannya kepada pihsk Iain yang lebih Kompcten, yang dikenal dengan istilah"kontaktor spesialis" Hinze (1993), dalam (Susilawati dan Wirahadikusummah, 2006). Pada proyek yang beriokasi di luar wilayah operasi perusabaan, praktik subkontrak merupakan alteratif dalam rangka pemenukan output proyek, yaitu penyelesaian proyek sesuaibiaya, mutu dan waktu, Praktk subkontrak harus dikuti dengan kemampuan Kontraktor Tokal dalam hal peningkstan Kompetensi dan harga yang kop. Keengganan Kontrakior utama dalam melakukan subkontrak Konstruksi menurut Hendrico dan Sockimen (2013), lebia cenderung disebabkan oleh ketersediaan subkontraktor lokal yang memiliki pengalaman dan peralaten masih sanget terbatas atau dengan kata lain subkontraktor yang memiliki kemampuan yang sesuai mash sangat minim, Dari sisi finansial, Keterlambatan pembayaran akan mempengarubi Kelancaran arus dana proyek serta ‘mempengaruhi kelancaran proses pelaksanaan konstruksi. Chen dan Chen (2005). Pada proyek konstruksi dengan skala besar, skema pembayaran kepada pemasok dan subkontraktor dilaksanakan berdasarkan kesepakatan yang tereantum dalam perjanjian atau Kontrak melalui skema Supply Chain Financial (SCF), keuntungan skema SCF bagi perusehaan lebih pads menjaga arus dana perusshan dan mengurangi modal kerja. Pembayaran dilakukan dalam bentuk rekening pasif yang tidak dapat diambil secara tunai dan hanya dapat digunakan untuk melunasi hutang dagang kepada supplier. Berkat skema pembayaran melalui SCF, Arus finansial perusahaan berjalan stabil, seta meningkatkan kualitas pelayanan seta kinerja pemasok dan subkontraktor. Pada penelitian Wirahadikusumah dan Susilawati (2006), menemukan bahwa peran pengguna jasa dalam pembentukkan jeringan supply chain konstraksi sangat besar. Hal tersebut merupakan strategi pengadaan guna menekan biaya proyek seperti dengan metode pola khusus dan metode Kontak terpisah, Terkait hal 81 SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI 2018 P-ISSN:2615-1561 EASSN: 2615-1553 tersebut, bedasarkan tingkatan organisasi dan hubungan antar pelaku rantai pasok, pada penelitian Wirahadikusumah dan Susilawati (2006), dihubungan dengan penelitian Pribadi dkk. (2007) yang membahas pola hubungan kerja pada tingkatan organisasi rantai pasok, dimana kontrak kerja secara langsung terjadi antara organisasi tingkat dua (kentraktor) dengan organisasi tingkat satu (owner) dan antara organisasi tingkat dua (Kontraktor) dengan organisasi tingkat tiga (spesiatis/subkontraktor dan kontraktor pemasok-pemasok tenaga kerja, pemasok alat, dan pemasok material). Kontrak kerja secara tidak langsung terjadi antara organisasi tingkat dua dengan organisasi tingkat empat. Organisasi tingkat empat memiliki kontrak kerja secara langsung hanya dengan organisasitingkat tiga. Hal ini menggambarkan tingkatan formal kontrak yang terjadi juga memiliki jenis dan karakteristik yang berbeda pula, sesuai tingkatan organisasinya. Makin menuju bilir makin kuat formal jenis ddan karakteristik kontrak, sebatiknya makin ke hulu, makin lemah karakteristik formal kontrak yang mengatir. roses seleksi subkontraktor dan pemasok yang banyak diterapakan kontraktor utama untuk mendukung rantai pasok yang solid adalah dengan strategi kemitraan dengan sedikit pemasok, Pibak pemasok dan subkontraktor yang setia, akan saling menjaga dan makin meningkatkan kualitas demi hubungan kerjasama Jjangka panjang. Matthews dkk, (2000), menunjukkan bahwa peningkatan hubungan baik antar pelaku dalam rantai pasok dalam bentuk kemitraan dapat meningkatkan pencapaian kualitas, Hal ini dapat terwujud dengan melakukan kerjasama kemittaan (parmmership) dengan pihak-pihak yang mempunyai kinerja yang baik dan terseleksi, Kemitrazn merupakan wujud dari asas kesetaraan, Para pemasok, subkontraktor, dan spesialis dalam persepektif bisnis harus dalam posisi setara kerena merupakan mitra kerja yang menghasilkan kinerja untuk kontraktor utama, Pada tingkat proyek, kemitraan umumnya memiliki perspektif jangka pendek dan tidak ‘memiliki ruang untuk inovasi. Sementara itu pada tingkat perusahean, kemitraan bisa berjalan dengan perspektif jangka panjang yang membuka kesempatan untuk inovasi dan kreatifitas, seperti dinyatakan oleh Dubois dan Gadde (2002), yang dikutip dalam (Othman dan Rahman, 2010). Untuk itu sangat penting untuk membina hhubungan kerjasama yang transparan, berdasarkan prinsip hubungan kerja yang baik untuk kelangsungan perusahaan jangka panjang. Rantai pasok Konstruksi di industri konstruksi berbeda dengan industri manufaktur, dimana banyak pihak (tier) yang terlibat, mulai dari konsultan, perencana, perancang, Kontraktor, subkontraktor, pemasok barang/ material, pemasok peralatan, distributor dan pabrikan, Berdasarkan hasil penelitian Suradji dan Dirohanta (2012) menunjukkan bahwa jumlah fier dan jumlah perusahaan supplier dalam tier tidak memiliki pola hubungan tertentu dengan besaran nilai proyek, jumlah dan luas lantai, durasi pelaksanaan proyek dan jumlah material dan peralatan yang diperlukan dalam suatu proyek gedung. Prakick rantai pasok konstruksi di sektor gedung boleh jadi sangat tergantung dari sistem manajemen proyek yang dilaksanakan oleh pihak kontraktor utama dan pihak pemilik proyek V. SIMPULAN DAN SARAN Secara umum dapat ditarik kesimpulan bahwa kencenderungan Kontraktor besar adalah menyerahikan sebagian besar pekerjaan kepada subkontrakior. Kontraktor utama lebih banyak berperan dalam aspek ‘manajemen proyek, walaupun dalam hirarki organisasi proyek, tagas tersebut dilaksanakan oleh konsultan ‘manajemen konstruksi. Hal ini lebih disebabkan karena banyaknya proyek yang ditangani olch perusahaan besar, yang tersebar diberbagai wilayah operasional perusahaan dan membutuhkan banyak sumber daya, Berdasarkan iasil pengamatan, pada pelaksanaan proyek oleh perusahaan besar, Pada umumnya pengadaan peralatan yang digunakan dalam proyek konstruksi menggunakan sistem sewa. Karena kepemilikan alat menimbulkan biaya- biaya tertentu (e.g biaya perawatan, biaya penyimpanan, biaya transportasi, serta depresiasi peralatan. Pada proyek konstruksi, jumlah fier yang terlibat ditentukan berdasarkan kompleksitas dan karakteristik proyek yang dilaksanakan. Keterlibatan para pihak dari organisasi hulu sampai ke hiliz, lebih ditentukan oleh eran pengguna jasa yang kemudian di terjemahkan oleh pelaku utama (kontraktor) untuk membentuk rantai pasok yang sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan proyek. ‘Kebijakan pengadaan barang/jasa pada perusahaan konstruksi skala besar, dominan menggunakan strategi kemitraan jangka panjang, yaitu dengan memperkuat jaringan rantai pasok yang sudah masuk dalam daftar subkontraktor dan pemasok terseleksi. Hal tersebut efektif untuk mengurangi dampak keterlambatan pekerjaan, meminimalkan klsim dan menjaga kualitas, Skema pembayaran yang pasti melalui Supply chain Finance (SCF) ‘menjadikan arus kas perusahaan stabil sehingga tidak mengganggu modal kerja, serta memberikan manfaat bagi kelancaran atiran finansial pemasok dan subkontraktor. Ditinjau dari segi aspek formal hubungan kerjasama, berdasarkan tingkatan organisasi proyek, terdapat gradasi mengenai pengikatan kerjasama, dimana semakin ke organisasi hilir(subkontraktor, pemasok, spesialis), ‘makin lemah sistim Kontrak Kerjasama yang digunakan, misalnya: SPK, Purchasing Order (PO), Nota, dsb. Kesepakatan antara pihak-pihak, jika dikomunikasikan dengan cara yang tepat, dapat membentuk dasar yang 82 SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI 2018 P-ISSN:2615-1561 EAISSN: 2615-1553 sangat baik untuk memastikan bahwa semua elemen yang memiliki kepentingan finansial yang lebih rendah tetapi penting untuk mencapai tujuan proyek. Sayangnya, banyak kontrak dilihat sebagai dasar penyelesaian sengketa dan bukan scbagai mekanisme untuk memperjelas peran, tanggung jawab, dan hukuman. Risiko akibat ketidakpastian jumlah produksi, mutu yang ingin dicapai serta waktu pemenuhan yang tidak secara rinei disebutkan dalam perikatan, dapat menyebabkan Keterlambatan pelaksanaan serta biaya yang meningkat, Peran pengguna jasa yang besar dalam membentuk rantai pasok konstruksi seperti menggunakan kontrak terpisah dapan ‘menjadi solusi alternatif. Kedepan, metode penyelenggaraan konstruksi alternatif seperti Design Build (DB), dan Performance Based Contract (PBC) perlu dikembangkan. Metoda baru yang melibatkan lebih banyak pelaku ini berpotensi meningkatkan kreatifitas dan inovasi dan pada gilirannya daya saing industri konstruksi. Kebijakan ini juga akan mendorong terwujudnya rantai pasok dan hadimya kontraktor spesialis, Karena dengan semakin besar dan kompleksnya proyek, kontraktor umum (besar) semakin memerlukan kontraktor spesialis, manufaktur, vendor, dan pemasok, untuk berkooperasi dan berkolaborasi, bersama-sama meningkatkan daya saing DAFTAR PUSTAKA Chen, H.L. dan Chen, W.T. (2005), “Clarifing the Behavioral Patterns of Contractor Supply Chain Payment Conditions”, International Journal of Project Management 23: 463-473, Chopra, Sunil & Peter Meindl. (2007). Supply Chain Management: Strategy, Planning & Operations, 3"Tdition Pearson Prentice Hall Geneer, C., dan Gurpinar, D., (2007). Analytic Network Process in Supplier Selection: A Electronic Firm, Journal of Applied Mathematical Modeling, 31, 2007, p. 2475-2486, Hendrico, Sockiman A., (2013). Analisa Perilaku Kontraktor Utama Dalam Melakukan Subkonttak Konstruksi Bangunan Gedung Di Indonesia Jurnal Konsteuksia, Volume 5 Nomer 1, Desember 2013 Heizer J. dan Render, B. (2014), Manajemen Operasi, Jakarta, Salomba Empat. Herdianti, P. dan Abdub, M, (2015). Kajian Proses Pengadaan Subkontraktor dan Supplier Rantai Pasok Konstruksi Untuk Mendukung Pelaksanaan Bangunan Hijau, Prosiding Konferensi Nasional Teknik Sipil 9 (KoNTekS 9), Komda VI BMPTTSSI - Makassar, 7-8 Oktober 2015 Huston, CL, (2004), Management of Project Procurement, McGraw Hill, NewYork Matthews, J, Pellew, L., Phua, F., dan Rowlinson, S., (2000). “Quality Relationships: Parmnering in the Construction Supply Chain”, International Journal of Quality & Reliability Management Vol. 17 No. 4/5, pp. 493-510. Othman, Akmal Aini dan Sofiah Abd. Rahman, 2010), Supply Chain Management inthe Building Construction Indusiry: Linking Procurement Process Coordination, Market Orientation and Performance, Journal of Surveying, Construction & Property Vol. I Issue 1 2010 pp. 23 —46. Sochatto, |. (1995). "Manajemen Proyek Dari Konseptual Sampai Operasional”, Evlangea, Jakarta Surai, A. (2003). Peta Kesiapan Industri Jasa Konstruksi Menuju Liberalisasi Perdagangan Jasa Konstruksi Proceeding Seminar Nasional Peran Jasa Industi Era Otonomi Dacrah dan AFTA/AFAS, Aryaduta Hotel, Jakarta, Fakullas Teknik Universitas Indonesia Suradji, A. dan Dirohanta, R., (2012) Rantai Pasok Konstruksi di Scktor Gedung, Konstruksi Indonesia 2012: Harmonisasi Rantai Pasok Konstraksi, Konsepsi, Inovasi dan Aplikasi’ di Indonesia, Kementerian Pekerjaan Umum Badan Pembina Kenstruksi, Jakarta pp;202-209 Susilawati (2005). Study Supply Chain Konstruksi Pada Proyek Konstruksi Bangunan Gedung. (Tesis), Institut Teknologi Bandung, Bandung Tumer, R. J, Huemann, M,, Anbar, F. T., & Bredille, C. N. (2010). Perspectives on Projects. New York Routledge. Widjanarko, A (2009), Bangunan dan Konstruksi Hijou, dikumen dipresentasikan di Seminar Nasional Teknik Sipil V-2009, Surabaya, 11 Pebruari Vriihoet, R, Koskela, 1. & Howell, G. (2001). Understanding Construction Supply: An Alternative “Interpretation. In: 9 \ntemational Group for Lean Construction Conference, August 2001, National University of Singapore Vaijhoef, R and L Koskela (1999), "Roles of Supply Chain Management in Construction", Proceedings IGLC-7, University of Califomia, Berkeley, pp 133-146 Walsh, K. D., Hershauer, J.C, Tommelein, ID. 2004), “Srategic Positioning of Inventory to Match Demand in ‘a Capital Project Supply Chain", Journal of Construction Engineering and Management, ASCE, November-Desember. Wirahadikusumah, R. D., dan Susilawati (2006), Pola Supply Chain pada Proyek Konstruksi Bangunan Gedung, Jurnal Teknik Sip, Vol.13 No. 3 Juli 2006 Case Study in an 83

You might also like