You are on page 1of 28

MAKALAH SEMINAR PENELITIAN

ADSORPSI Cu MENGGUNAKAN CANGKANG KERANG DAN BEKICOT

Disusun Oleh :
Muhammad Rio 121120127
Muhammad Erwin Cahyo Nugroho 121120134

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA-S1


FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2017
LEMBAR PENGESAHAN
MAKALAH SEMINAR PENELITIAN

ADSORPSI Cu MENGGUNAKAN CANGKANG KERANG DAN BEKICOT

Disusun Oleh :
Muhammad Rio 121120127
Muhammad Erwin Cahyo Nugroho 121120134

Yogyakarta, April 2017

Disetujui,
Pembimbing I Pembimbing II

Siswanti, ST, MT Ir. I Ketut Subawa, MT

ii
KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir Penelitian yang berjudul “Adsorpsi
Cu Menggunakan Cangkang Kerang dan Bekicot”.

Makalah seminar ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas akademik di Program
Studi-S1 Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, UPN “Veteran” Yogyakarta.
Dengan selesainya makalah ini, tidak lupa penyusun mengucapkan terimakasih kepada:

1. Siswanti, ST, MT, selaku dosen pembimbing I yang telah membimbing dan
memberikan saran hingga Penelitian ini selesai.
2. Ir. I Ketut Subawa, MT, selaku dosen pembimbing II yang telah membimbing
dan memberikan saran hingga Penelitian ini selesai.
3. Seluruh pihak yang telah membantu sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian ini.

Akhir kata, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya
mahasiswa Teknik Kimia. Serta penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun
guna perbaikan laporan penelitian ini selanjutnya.

Yogyakarta, April 2017

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI iv
DAFTAR TABEL v
BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan 2
1.3 Tinjauan Pustaka 2
1.3.1 Biodiesel2
1.3.2 Kemiri Sunan 5
1.3.3 Alkohol 8
1.3.4 Katalis. 8
1.3.5 Esterifikasi 9
1.3.6 Transesterifikasi10
1.4 Landasan Teori 11
1.5 Batasan Masalah 13
1.6 Hipotesis 13
BAB 2 METODOLOGI PENELITIAN 14
2.1 Alat dan Bahan 14
2.2 Cara Kerja 15
2.2.1 Esterifikasi 15
2.2.2 Transesterifikasi15
2.2.3 Analisa Bahan Baku 16
BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN 17
3.1 Hasil Analisa Bahan Baku 17
3.2 Hasil Esterifikasi........................................................................................................... 17
3.3 Hasil Transesterifikasi...................................................................................................18
BAB 4 Kesimpulan..................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kandungan dan Komposisi Minyak Nabati Beberapa Tumbuhan

Tabel 2. Perbandingan Emisi Pembakaran Biodiesel dan Solar

Tabel 3. Standar Nasional Biodiesel (SNI 04-7182-2006)

Tabel 4. Karakteristik Minyak Kemiri Sunan

Tabel 5. Produksi minyak kasar berbagai tanaman

Tabel 6. Komposisi Asam Lemak Dalam Minyak Kemiri Sunan

Tabel 7. Konversi Berdasar Jenis Katalis

Tabel 8. Konversi Berdasar Waktu

Tabel 9. Konversi Berdasar Suhu

Tabel 10. Komposisi Metil Ester Biodiesel Kemiri Sunan

v
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kerang merupakan salah satu hasil laut yang melimpah di Indonesia. Kerang

memiliki beberapa kegunaan, salah satunya adalah diolah sebagai makanan, sehingga

cangkang kerang yang merupakan bahan sisa produksi makanan dapat menimbulkan

limbah yang cukup banyak. Pemanfaatan cangkang kerang masih sedikit seperti

bahan baku souvenir dan pembuatan kapur sirih.

Kerang adalah salah satu hewan lunak (Mollusca) kelas Bivalvia atau

Pelecypoda. Secara umum bagian tubuh kerang dibagi menjadi lima, yaitu (1) kaki

(foot byssus),(2) kepala (head), (3) bagian alat pencernaan dan reproduksi (visceral

mass), (4)selaput (mantle) dan cangkang (shell). Pada bagian kepala terdapat organ-

organ syaraf sensorik dan mulut. Warna dan bentuk cangkang sangat bervariasi

tergantung pada jenis, habitat dan makanannya. Kerang biasanya simetri bilateral,

mempunyai sebuah mantel yang berupadaun telinga atau cuping dan cangkang

setangkup. Mantel dilekatkan ke cangkang oleh sederetan otot yang meninggalkan

bekas melengkung yang disebut garis mantel. Fungsi dari permukaan luar mantel

adalah mensekresi zat organik cangkang dan menimbun kristal-kristal kalsit atau

kapur. (Nur Havati, 2009).

Rina Hudaya (2010) mengemukakan bahwa kerang merupakan sumber bahan

makanan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat, karena mengandung protein dan

lemak. Jenis kerang yang sering menjadi konsumsi masyarakat, yaitu kerang hijau

(Mytilusviridis), kerang darah (Anadara granosa), dan kerang simping (Placuna

placenta).

vi
Bekicot termasuk dalam golongan mollusca, mempunyai tubuh lunak yang

dilindungi oleh cangkang yang keras. Bekicot berkembang biak dengan cepat, sumber

makanannya melimpah dan resisten terhadap penyakit. Bekicot mudah ditemukan di

banyak tempat, terutama di daerah yang lembab dan pegunungan (www.bi.go.id).

Karakteristik cangkang bekicot dengan kulit kerang baik secara fisik maupun

kimia relatif sama. Cangkang ini tersusun atas senyawa yang sama berupa kalsium

karbonat yang mencapai 89-99% (Dharma, 1988).

Cangkang kerang memiliki kalsium karbonat (CaCO3) yang secara fisik

mempunyai pori-pori yang memunginkan memiliki kemampuan mengadsorpsi atau

menjerap zat-zat lain kedalam pori-pori permukaanya. Sebagaimana penelitian yang

telah dilakukan Wiyarsi dan Erfan (2012) menggunakan serbuk kulit kerang sebagai

adsorben logam berat. Hasil yang diperoleh menunjukan penyerapan yang relatif

tinggi untuk logam berat yang yang diteliti.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Shinta Marito siregar

(2009) terhadap serbuk cangkang kerang yang hasilnya cukup baik menjerap logam

berat, pada penelitian ini ingin melihat potensi cangkang kerang dalam bentuk lain,

yaitu abu cangkang kerang sebagai adsorben alternatif yang ramah lingkungan, karena

abu cangkang kerang terdiri atas senyawa yaitu 7,88% SiO2, 1,25% Al2O3, 0,03%

Fe2O3, 66,70% CaO, dan 22,28% MgO (Shinta Marito Siregar, 2009).

Berdasarkan komposisi kimia tersebut kandungan CaO pada abu cangkang

cukup tinggi sehingga abu cangkang berpotensi sebagai adsorben. Kalsium oksida

merupakan senyawa kimia yang banyak digunakan untuk dehydrator, pengering gas

dan pengikat CO2 pada cerobong asap. Kalsium oksida merupakan senyawa turunan

dari senyawa kalsium karbonat. Senyawa ini mampu mengikat air pada etanol karena

vii
bersifat sebagai dehydrator sehingga cocok digunakan sebagai adsorben

(Retno,2012). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Retno (2012) diperoleh daya

serap CaO terhadap air dalam etanol sebesar 99%.

Tembaga memiliki lambang Cu dengan nomor atom 29 dan massa relatif

65,37. Tembaga dalam keadaan murni merupakan logam lunak dan lentur serta

berwarna kemereh-merahan. Logam ini memiliki titik leleh 1358 K dan titik didih

2840 K (Housecroft and Sharpe, 2005). Tembaga memiliki elektron s tunggal di luar

kulit 3d yang terisi. Hal ini kurang umum dengan golongan alkali kecuali stoikiometri

formal dalam tingkat oksidasi +1 (Cotton and Wilkinson, 2009). Tembaga merupakan

unsur paling kurang reaktif pada deret pertama blok d. Tembaga merupakan satu-

satunya unsur dalam deret pertama blok d yang stabil dalam keadaan oksidasi +1

(Housecroft and Sharpe, 2005).

Tembaga dapat diperoleh dari hasil pelapukan/pelarutan mineral-mineral yang

terkandung dalam bebatuan. Polusi yang disebabkan oleh logam tembaga berasal dari

industri-industri tembaga, pembakaran batu bara, pembakaran kayu, minyak bumi,

dan buangan di area pemukiman/perkotaan (Lahuddin, 2007). Tembaga merupakan

zat yang esensial bagi metabolisme hewan, tetapi kandungan yang berlebihan dapat

menimbulkan gangguan dan penyakit pada otak, kulit, hati, pankreas, miokardium

(Vijayaraghavan et al., 2006), gangguan pada usus, kerusakan ginjal, dan anemia (Al-

Rub et al., 2006). Selain itu, dapat menyebabkan keracunan, seperti muntah, kejang,

tegang, bahkan kematian (Paulino et al., 2006).

Dalam penelitian ini digunakan senyawa CuSO4•5H2O yang berwarna biru

merupakan senyawa yang tidak berbau, memiliki titik lebur 150°C, memiliki

kelarutan dalam air sebesar 22,37% pada temperatur 0°C dan 117,95% pada

temperatur 100°C, larut dalam metanol, gliserol, dan sedikit larut dalam etanol.

viii
Senyawa CuSO4.5H2O dengan segiempat planar [Cu(H2O)4]2+ dengan dua sulfat atom

O melengkapi tempat yang tersisa dalam perpanjangan koordinasi oktahedral. Dalam

keadaan kristal, struktur ini mengandung satu kumpulan ikatan hidrogen yang

bergabung dengan molekul H2O yang tak terkoordinasi. Pentahidrat kehilangan air

saat dipanaskan dan membentuk kristal putih, higroskopis anhidrat, CuSO4

(Housecroft and Sharpe, 2005). Tembaga (II) sulfat merupakan senyawa logam yang

dapat digunakan sebagai pewarna pada rambutdalam konsentrasi rendah sehingga

tidak berbahaya dalam proses penyerapannya melalui kulit yang luka, tetapi jika

senyawa ini masuk ke dalam tubuh melalui oral dapat mengakibatkan keracunan

(Dirjen POM, 1985).

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui efektivitas penjerapan logam Cu terbaik dengan variasi

jenis abu cangkang. (kerang darah, kerang simping, kerang hijau, dan

bekicot)

2. Untuk mengetahui efektivitas penjerapan logam Cu terbaik dengan variasi

berat abu cangkang. (0,5 g; 2 g; 6 g; 7 g; 8 g; ; 9 g; 10 g)

3. Untuk mengetahui efektivitas penjerapan logam Cu terbaik dengan variasi

volume larutan CuSO4. (10 ml; 15 ml; 20 ml; 25 ml; 30 ml)

1.3 Tinjauan Pustaka

1.3.1 Kerang Darah (Anadara granosa)

Cangkang kerang darah memiliki belahan yang sama melekat satu sama lain

pada batas cangkang. Rusuk pada kedua belahan cangkangnya sangat menonjol.

ix
Cangkang berukuran sedikit lebih panjang dibanding tingginya tonjolan (umbone).

Setiap belahan Cangkang memiliki 19-23 rusuk. Dibanding kerang hijau, laju

pertumbuhan kerang darah relatif lebih lambat. Laju pertumbuhan 0,098 mm/hari.

Untuk tumbuh sepanjang 4-5 mm, kerang darah memerlukan waktu sekitar 6 bulan.

Presentase daging terbesar dimiliki oleh A.granola, yaitu sebesar 24,3 %. Kerang

darah memijah sepanjang tahun dengan puncaknya terjadi pada bulan Agustus /

September. Hewan ini termasuk hewan berumah dua (diocis). Kematangan gonad

terjadi pada saat kerang darah mencapai ukuran panjang 18-20 mm dan berumur

kurang dari satu tahun. Adapun pemijahan mulai terjadi pada ukuran 20 mm. Kerang

ini hidup dalam cekungan-cekungan di dasar perairan di wilayah pantai pasir

berlumpur. Jenis kekerangan ini menghendaki kadar garam antara 13-28 g/kg,

kecerahan 0,5-2,5 m, dan pH 7,5-8,4.

1.3.2 Kerang Hijau (Mytilus viridis)

Kerang hijau hidup di laut tropis seperti Indonesia, terutama di perairan pantai

danmelekatkan diri secara tetap pada benda-benda keras yang ada disekelilingnya.

Kerang ini tidak mati walaupun tidak terendam selama air laut surut. Kerang hijau

termasuk binatang lunak, mempunyai dua cangkang yang simetris, kakinya berbentuk

kapak, insangnya berlapis-lapis satu dengan lainnya dihubungkan dengan cilia.

Habitat kerang hijau belum diketahui secara merata di perairan Indonesia, namun

dapat dicatat karakteristik perairan yang sesuai bagi budidaya kerang hijau antara lain

suhu perairan berkisar antara 27-37oC, pH air antara 3-4, arus air dan angin tidak

terlalu kuat dan umumnya pada kedalaman air antara 10-20 m.

x
1.3.3 Kerang Simping (Placuna Placenta)

Kerang simping Placuna Placentaatau juga di kenal dengan nama window-

pane oyster termasuk dalam filum mollusca. Kerang simping memiliki 2 cangkang

yang bundar, halus, tipis, pipih, serta sedikit transparan. Diameter cangkang dari

spesies ini dapat mencapai 150 mm. Kerang simping mendiami zona litoral, hidup

diatas lumpus atau lumpur berpasir di teluk perairan dangkal (Allan, 1962). Kerang

ini dapat tumbuh secara optimal pada suhu 24,5-30 oC dengan pH 6,4-7,7 dan oksigen

terlarut dengan 2,5-5 ppm. (Campbell, 2006).

1.3.4 Bekicot (Achatina fulica)

Bekicot atau Achatina fulica adalah siput darat yang tergolong dalam suku

Achatinidae. Bekicot termasuk dalam golongan mollusca, mempunyai tubuh lunak

yang dilindungi oleh cangkang yang keras. Ciri bekicot jenis Achanita fulica biasanya

warna garis-garis pada tempurung/cangkangnya tidak begitu mencolok. Bekicot

berkembang biak dengan cepat, sumber makanannya melimpah dan resisten terhadap

penyakit. Cangkang bekicot ini tersusun atas senyawa berupa kalsium karbonat yang

mencapai 89-99% (Dharma, 1988).

1.3.5 Adsorpsi

Adsorpsi atau penjerapan merupakan suatu proses dimana suatu molekul

menjadi terserap dalam suatu permukaan bahan penyerap atau adsorben. Adsorpsi

oleh zat padat di tandai oleh kenyataan-kenyataan sebagai berikut.

a. Adsorpsi bersifat selektif, artinya suatu absorben dapat menyerap banyak

sekali suatu zat, tetapi tidak menyerap zat-zat tertentu.

b. Kecepatan adsorpsi berkurang dengan semakin banyaknya zat yang

diserap.

xi
c. Jumlah zat yang diserap tergantung temperatur, semakin jauh jarak anatara

temperatur penyerapan dari temperatur kritis, maka semakin sedikit jumlah

zat yang diserap.

Adsordpsi dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu:

1 . Physisorption (Adsorpsi Fisika)

Terjadi karena gaya Van der Walls dimana ketika gaya tarik molekul antara

larutan dan permukaan media lebih besar daripada gaya tarik substansi terlarut dan

larutan, maka substansiterlarut akan diadsorpsi oleh permukaan media. Physisorption

ini memiliki gaya tarik Van der Walls yang kekuatannya relatif kecil.

Contoh :

Adsorpsi oleh karbon aktif. Aktivasi karbon aktif pada temperature yang tinggi

akan menghasilkan struktur berpori dan luas permukaan adsorpsi yang besar. Semakin

besar luas permukaan, maka semakin banyak substansi terlarut yang melekat pada

permukaan media adsorpsi.

2. Chemisorption (Adsorpsi Kimia)

Chemisorption terjadi ketika terbentuknya ikatan kimia antara substansi

terlarut dalam larutan dengan molekul dalam media.

Contoh: Ion exchange. Adsorbat adalah substansi yang akan disisihkan.

Adsorben adalah padatan dimana dipermukaannya terjadi pengumpulan substansi

yang disisihkan.

xii
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses adsorpsi adalah sebagai berikut:

a. Luas permukaan

Semakin luas permukaan adsorben, maka makin banyak zat yang teradsorpsi.

Luas permukaan adsorben ditentukan oleh ukuran partikel dan jumlah dari adsorben.

b. Jenis adsorbat

ü  Peningkatan polarisabilitas adsorbat akan meningkatkan kemampuan

adsorpsimolekul yang mempunyai polarisabilitas yang tinggi (polar) memiliki

kemampuan tarik menarik terhadap molekul lain dibandingkan molekul yang tidak

dapat membentuk dipol (nonpolar); ü  Peningkatan berat molekul adsorbat dapat

meningkatkan kemampuan adsorpsi ü  Adsorbat dengan rantai yang bercabang

biasanya lebih mudah diadsorpsi dibandingkan rantai yang lurus.

c. Struktur molekul adsorbat

Hidroksil dan amino mengakibatkan mengurangi kemampuan penyisihan

sedangkan Nitrogen meningkatkan kemampuan penyisihan.

d. Konsentrasi Adsorbat

Semakin besar konsentrasi adsorbat dalam larutan maka semakin banyak jumlah

substansi yang terkumpul pada permukaan adsorben.

e. Temperatur 

ü   pemanasan atau pengaktifan adsorben akan meningkatkan daya serap

adsorben terhadap adsorbat menyebabkan pori-pori adsorben lebih terbuka

ü   pemanasan yang terlalu tinggi menyebabkan rusaknya adsorben sehingga

kemampuan penyerapannya menurun.

xiii
f. pH

pH larutan mempengaruhi kelarutan ion logam, aktivitas gugus fungsi pada

biosorbendan kompetisi ion logam dalam proses adsorpsi.

g. Kecepatan pengadukan

Menentukan kecepatan waktu kontak adsorben dan adsorbat. Bila pengadukan

terlalulambat maka proses adsorpsi berlangsung lambat pula, tetapi bila pengadukan

terlalu cepat kemungkinan struktur adsorben cepat rusak, sehingga proses adsorpsi

kurang optimal.

h. Waktu Kontak

Penentuan waktu kontak yang menghasilkan kapasitas adsorpsi maksimum

terjadi pada waktu kesetimbangan. Waktu kesetimbangan dipengaruhi oleh:

1. tipe biomasa (jumlah dan jenis ruang pengikatan), 

2. ukuran dan fisiologi biomasa (aktif atau tidak aktif)

3. ion yang terlibat dalam sistem biosorpsi

4. konsentrasi ion logam

(Atkins,  1990).

1.3.6 Pengertian Spektrometri Serapan Atom (SSA)

Spektrometri Serapan Atom (SSA) adalah suatu alat yang digunakan pada

metode analisis untuk penentuan unsur-unsur logam dan metalloid yang

pengukurannya berdasarkan penyerapan cahaya dengan panjang gelombang tertentu

oleh atom logam dalam keadaan bebas (Skooget al., 2000). Metode ini sangat tepat

untuk analisis zat pada konsentrasi rendah. Teknik ini mempunyai beberapa kelebihan

dibandingkan dengan metode spektroskopi emisi konvensional. Memang selain

xiv
dengan metode serapan atom, unsur-unsur dengan energi eksitasi rendah dapat juga

dianalisis dengan fotometri nyala, akan tetapi fotometri nyala tidak cocok untuk

unsur-unsur dengan energi eksitasi tinggi. Fotometri nyala memiliki range ukur

optimum pada panjang gelombang 400-800 nm, sedangkan SSA memiliki range ukur

optimum pada 200-300 nm (Skoog et al., 2000). Kemonokromatisan dalam SSA

merupakan syarat utama. Suatu perubahan temperature nyala akan mengganggu

proses eksitasi sehingga analisis dari fotometri nyala berfilter. Dapat dikatakan bahwa

metode fotometri nyala dan SSA merupakan komplementer satu sama lainnya.

Apabila cahaya dengan panjang gelombang tertentu dilewatkan pada suatu sel

yang mengandung atom-atom bebas yang bersangkutan maka sebagian cahaya

tersebut akan diserap dan intensitas penyerapan akan berbanding lurus dengan

banyaknya atom bebas logam yang berada pada sel. Hubungan antara absorbansi

dengan konsentrasi diturunkan dari:

Hukum Lambert: bila suatu sumber sinar monkromatik melewati medium

transparan, maka intensitas sinar yang diteruskan berkurang dengan bertambahnya

ketebalan medium yang mengabsorbsi.

Hukum Beer: Intensitas sinar yang diteruskan berkurang secara eksponensial

dengan bertambahnya konsentrasi spesi yang menyerap sinar tersebut.

Dari kedua hukum tersebut diperoleh suatu persamaan:

It = Io.e-(εbc), atau

A = - Log It/Io = εbc

Dimana:          

xv
Io = intensitas sumber sinar

It = intensitas sinar yang diteruskan

ε = absortivitas molar

b = panjang medium

c = konsentrasi atom-atom yang menyerap sinar

A = absorbansi

Dari persamaan di atas, dapat disimpulkan bahwa absorbansi cahaya

berbanding lurus dengan konsentrasi atom (Day & Underwood, 1989).

1.4 Landasan Teori

a. Pengambilan Sampel

Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah limbah cangkang

kerang dan bekicot yang diambil secara acak di Pasar Ikan Juwana.

b. Pembuatan Abu Cangkang Kerang dan Bekicot

Proses pembuatan abu cangkang kerang dan bekicot diawali dengan

pemisahan daging yang melekat pada cangkang lalu dicuci dan dikeringkan,

kemudian cangkang dipotong-potong atau dipecah menjadi ukuran yang lebih kecil.

Cangkang yang sudah bersih dan kering, ditimbang kemudian dipanaskan pada

furnace dengan suhu 800 0C sampai berat konstan. Abu didinginkan dalam desikator

selama 30 menit kemudian ditimbang dan diayak yang lolos pada ayakan 200 mesh

dan disimpan dalam desikator.(G. Afranita, 2014).

c. Penentuan Daya Serap Abu cangkang Kerang dan Bekicot terhadap Cu.

xvi
Abu cangkang kerang dan bekicot masing-masing dimasukan kedalam

gelas beker sebanyak 0,5 g, kemudian ditambahkan larutan Cu 100 ppm sebanyak 20

ml. Campuran diaduk dan didiamkan selama 24 jam, kemudian disaring dengan kertas

saring whattman 42. Filtratnya dianalisis dengan Spektroskopis Serapan Atom untuk

mengetahui penjerapan logam Cu terbaik dari berbagai abu cangkang kerang dan

bekicot. (G. Afranita, 2014).

1.5 Hipotesis

1. Semakin besar perbandingan konsentrasi larutan Cu maka semakin besar

penjerapan logam Cu, karena daya tarik menarik antara zat terlarut dengan

adsorben lebih besar dari daya tarik menarik antara zat terlarut dengan

pelarutnya.

2. Semakin rendah suhu operasi maka semakin lama waktu proses penjerapan

dibutuhkan untuk mendapatkan hasil optimal, karena dengan suhu yang

terlalu tinggi akan merusak adsorben sehingga kemampuan penjerapannya

menurun.

1.6 Batasan Masalah.

Batasan masalah pada penelitian ini adalah :

1. Suhu pembakaran yang digunakan adalah 800 0C.

2. Waktu pembakaran 9 jam

3. Variasi berat abu cangkang kerang dan bekicot yaitu 2 g; 5 g; 6 g; 7 g; 8 g;

9 g; dan 10 g.

4. Variasi larutan Cu 100 ppm sebanyak 10 ml, 15 ml, 20 ml, 25 ml, dan 30

ml.

5. Waktu penjerapan 24 jam.

xvii
BAB 2

PELAKSANAAN PENELITIAN

2.1 Bahan dan Alat

2.1.1 Bahan

1. Macam-macam kerang dan bekicot

2. CuSO4.5H2O padat

3. Air (H2O)

2.1.2 Alat

1. Wadah bahan ( Cawan )

2. Furnace

3. Pengayak 200 mesh

4. Sendok

5. Gelas Beker

6. Stopwatch/Timer

7. Timbangan Analitik

8. pH meter

xviii
2.1.3 Rangkaian Alat

2.2 Cara Kerja

2.2.1 Proses penghancuran cangkang kerang dan bekicot

Bahan baku yang di gunakan dalam penelitian ini adalah limbah cangkang

kerang dan bekicot. Proses pembuatan abu cangkang di awali pencucian dan

pengeringan, kemudian cangkang dipecah menjadi ukuran yang lebih kecil.

xix
2.2.2 Pembuatan abu cangkang kerang dan bekicot

Cangkang kerang dan bekicot yang sudah bersih dan hancur ditimbang

kemudian dipanaskan pada furnace dengan suhu 800 oC selama 9 jam. Abu di

dinginkan dalam desikator selama 30 menit dan diayak yang lolos pada ayakan 200

mesh dan disimpan dalam desikator. Hasil ayakan di timbang. Menganalisis kadar

CaO yang terkandung dalam abu cangkang kerang dan bekicot. (G. Afranita, 2014).

2.2.3 Preparasi Sampel (CuSO4)

Membuat larutan Cu dengan konsentrasi 100 ppm dari 0,25 gram padatan

CuSO4.5H2O dilarutkan dalam 1 liter aquades. (Kusmiyati, 2012).

2.2.4 Penentuan daya serap abu cangkang kerang dan bekicot terhadap

logam Cu

Abu cangkang kerang dan bekicot masing-masing dimasukan kedalam gelas

beker sebanyak 0,5 g, kemudian ditambahkan larutan Cu 100 ppm sebanyak 20 ml.

Campuran diaduk dan didiamkan selama 24 jam, kemudian disaring dengan kertas

saring whattman 42. Filtratnya dianalisis dengan Spektroskopis Serapan Atom

(AAS).

xx
2.3 Bagan Cara Kerja

Bahan Baku
(Cangkang Kerang dan Bekicot)

Mencuci bersih, menyikat, dan


mengeringkan cangkang

Memecahkan cangkang menjadi


ukuran yang lebih kecil

Memanaskan didalam furnace pada


suhu 800 oC selama 9 jam

Melakukan pengayakanyang lolos


pada ayakan 200 mesh, menimbang, Menganalisis kadar Ca
dan menyimpan di dalam desikator pada abu cangkang
kerang dan bekicot

Memasukkan larutan Cu 100 ppm


sebanyak 20 ml kedalam gelas beker

Menambahkan abu cangkang kerang


dan bekicot sebanyak 0,5; 1; 1,5; 2;
dan 2,5 g kedalam gelas beker

Mengaduk dan mendiamkan


Abu cangkang pada
campuran selama 24 kertas saring bisa
jam,kemudian di saring dengan
ditimbang
kertas saring whattman 42

Menganalisis filtrat
Filtrat dengan Spektroskopis
Serapan Atom

xxi
2.4 Analisis Hasil

2.4.1 Kadar Ca pada abu cangkang kerang dan bekicot

Analisis kadar Ca menggunakan metode Atomic Absorption

Spectrophotometry (AAS).

2.4.2 Analisis Filtrat

Analisis filtrat yang terserap oleh abu cangkang kerang dan bekicot

menggunakan metode Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS)

2.4.3 Menghitung efektivitas penjerapan Cu terbaik

1. Menghitung konsentrasi awal Cu (CAO) dalam larutan CuSO4

BM Cu
CAO ¿ x 10 mg/l
BM CuSO 4 .5H 2O

2. Mencari nilai konsentrasi akhir Cu (C A) dari data absorbansi pada

kurva kalibrasi

3. Menghitung efektifitas penjerapan Cu

C A -C A0
%= x 100 %
C A0

xxii
DAFTAR PUSTAKA

Atkins, PW. 1990.Kimia Fisika edisi ke IV.Erlangga. Jakarta.


Dahuri, R., J. Rais, S.P. Ginting & M.J. Sitepu. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah
Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Pradnya Paramita. Jakarta. 3055.

Dharma, B. 1988. Siput dan Kerang Indonesia 1 (Indonesian Shells). PT.


SaranaGraha, Jakarta: 111 hal.
Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Riau. 2012. Statistic Perikanan TangkapProvinsi
Riau. Dinas Kelautan dan Perikanan, Pekanbaru.

Direktorat Jendral Perikanan Tangkap. 2012. Statistik Perikanan Tangkap Indonesia,


2011. Kementrian Kelautan dan Perikanan, Jakarta. ISSN : 1858-0505, Vol
12,No. 1.

G.Afranita,S. Anita,T.A.Hanifah. 2014. Potensi bu Cangkang Keang Darah (Anadara


Granosa) Sebagai Adsorben Ion Timah Putih. Jurusan Kimia. Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Kampus Binawidya. Pekanbaru.

Khopkar, S. M. 1990.Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Kumiyati, Puspita A. L., dan Kunthi P. 2012. Pemanfaatan Karbon Aktif Arang Batubara
(KAAB) untuk Menurunkan Kadar Ion Logam Berat Cu2+ DAN Ag+ pada Limbah
Cair Industri. Jurnal Reaktor, Vol. 14 No. 1, April 2012, Hal. 51-60. Teknik
Kimia. Fakultas Teknik. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Maryam, S. 2006. Pengaruh Serbuk Cangkang Kerang Sebagai Filter Terhadap Sifat-Sifat
dari Mortar. Skripsi. FMIPA. USU

No, H.K. Lee, S.H, Park, N.Y dan Meyers, S.P. 2003. Comparison Of Phsycochemical

Binding And Antibacterial Properties Of Chitosans prepared Without And With


Deprotei Ization Process.Journal of agriculture and food chemistry 51:7659-7663.

Retno, E dkk. 2012. Pembuatan Ethanol Fuel Grade Dengan Metode


AdsorbsiMenggunakan Adsorben Granulated Natural Zeolite dan CaO.
SpionsiumNasional RAPI XI FT UMS-2K012. Teknik Kimia. Fakultas Teknik.
Universitas Sebelas Maret.

Wiyarsi. A dan Erfan. P. 2012. Pengaruh Konsentrasi Kitosan Dari


CangkangKerangTerhadap Efesiensi Penjerapan Logam Berat. Universitas
Negeri Yogyakarta.

xxiii
JADWAL KEGIATAN

Tabel 1 Jadwal Kegiatan


No. Kegiatan Bulan Maret Bulan April Bulan Mei Bulan Juni
1 Studi Kepustakaan dan Bimbingan
2 Persiapan Bahan dan Alat
3 Penelitian
4 Analisa Hasil dan Data
5 Pembuatan Laporan

xxiv
No Penulis Adsorben Adsorbat Hasil
1. G.Afranita (2014) Abu cangkang Ion timah putih
Penyerapan yang optimal terjadi
kerang darah pada konsentrasi 30 mg/L dan
waktu 15 jam sebesar 66,53%.
2. Akhmad Anugerah Abu Cangkang Logam Luas permukaan adsorben yang
S,Iriany (2015) kerang bulu Kadmiun(II) Dan diaktivasi pada suhu 110 Co,500
Timbal (II) Co,dan 800 Co sebesar 725,543;
807,94; dan 803,822 m2/kg.Berat
jenis berbanding terbalik dengan
suhu aktivasi,nilai kadar air dan
abu sesuai dengan nilai SNI yang
di tetapkan.Adsorben yang
diaktivasi pada suhu 500 Co sesuai
dengan persamaan Isoterm
Freundlich.
3. Anggraini Cangkang Zat warna Kitosan sulfat dengan kadar abu
Puspitasari (2007) Bekicot Remazol Yellow 93,51% dapat menyerap larutan
FG6 Remazol Yellow FG 6 pada
kondisi optimum pH 4,
konsentrasi 20 ppm dan waktu
kontak 15 menit dengan daya
serap 0,64 mg/g. Adsorpsi kitosan
sulfat terhadap limbah zat warna
menunjukkan 84,5% zat warna
terserap dengan daya serap 0,41
mg/g dan desorpsi sebesar 73,2%.
4. Muqthadin Aqbar Karbon aktif Ion logam Nilai kapasitasadsorpsi adalah
(2013) Sekam Padi 5,26 mg/g dan mengikuti
persamaan orde dua semu dengan
nilai ketetapan laju (k2) 6,405 x
10-3 g.mg-1.menit-1. Energi
adsorpsi ion logam Cu2+ oleh
karbon aktif sekam padi yang
diiradiasi gelombang ultrasonik
yang diperoleh pada tahap I dan II
masing-masing adalah 13,478
kJ/mol dan 6,504 kJ/molsehingga
dikategorikan jenis adsorpsi
fisika.

xxv
JURNAL PENELITIAN

I. PERSIAPAN BAHAN DAN ALAT


a) Berat cangkang sebelum dan setelah pengabuan pada kondisi T=800oC, t= 9 jam

No. Nama Cangkang Berat awal Berat Setelah


(gram) Pengabuan (gram)
1 Kerang Darah
2 Kerang Bulu
3 Kerang Simping
4 Kerang Hijau
5 Bekicot

b) Menganalisis Kadar Ca pada abu Cangkang kerang dan bekicot

No Nama Cangkang Kadar


1 Kerang Darah
2 Kerang Bulu
3 Kerang Simping
4 Kerang Hijau
5 Bekicot

II. PENJERAPAN
1. Mencari penjerapan abu cangkang terbaik pada 2 gram dengan volume larutan
CuSO4 20 ml

No Nama Cangkang Persentase penjerapan


Cu
1 Kerang Darah
2 Kerang Bulu
3 Kerang Simping
4 Kerang Hijau
5 Bekicot

Dari data di atas, penjerapan abu cangkang terbaik adalah

xxvi
2. Mencari penjerapan terbaik dari variasi berat abu cangkang berdasar data yang
diperoleh sebelumnya dengan volume larutan CuSO4 20 ml

No Berat abu cangkang Persentase


(gram) penjerapan Cu
1 0,5
2 1
3 1,5
4 2
5 2,5

3. Mencari penjerapan terbaik dari variasi volume larutan CuSO4 dengan berat abu
cangkang berdasar data sebelumnya

No Volume Persentase penjerapan


larutan Cu
CuSO4 (ml)
1 10
2 15
3 20
4 25
5 30

xxvii
xxviii

You might also like