You are on page 1of 28

LAPORAN KASUS

INVAGINASI

Disusun oleh :
Dr. Ainni Putri Sakih

Narasumber :
Dr. Tamsil, Sp.B

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT BUDI KEMULIAAN BATAM
PERIODE FEBUARI 2017-2018

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Invaginasi artinya prolapsus suatu bagian usus ke dalam lumen bagian yang tepat
berdekatan. Invaginasi atau intususepsi sering ditemukan pada anak dan agak jarang pada
orang muda dan dewasa. Kebanyakan ditemukan pada kelompok umur 2-12 bulan, dan
lebih banyak pada anak lelaki. Berdasarkan penelitian O’Ryan et al, dari kasus intususepsi
di RS Santiago tahun 2000-2001 ditemukan bahwa insidens invaginasi pada pasien
berusia kurang dari 12 bulan sebanyak 55 per 100.000 kelahiran hidup, sedangkan untuk
usia 0-24 bulan sebanyak 35 per 100.000 kelahiran hidup. Insidens bervariasi dari 1-4 per
1.000 kelahiran hidup. Laki-laki berbanding perempuan 4:1. Invaginasi pada anak
biasanya idiopatik karena tidak diketahui penyebabnya. Paul Barbette dari Amsterdam
mengenalkan istilah invaginasi pada tahun 1674. Pada tahun 1899, Treves
mendefinisikannya sebagai prolapsus usus ke dalam lumen yang berdampingan
dengannya. Seorang ahli bedah asal Inggris, John Hutchinson adalah orang pertama yang
berhasil melakukan operasi pada kasus invaginasi pada tahun 1873. Penelitian melaporkan
gejala klinis tersering pada invaginasi adalah muntah (89,5%), nyeri perut dan menangis
kuat (89,5%), demam (52,6%), bloody stool (26,3%), massa abdomen (15,8%),
hematemesis (10,5%). Serangan Rinitis atau infeksi saluran napas sering kali mendahului
terjadinya invaginasi. Invaginasi umumnya berupa intususepsi ileosaekal yang masuk dan
naik ke kolon asendens serta mungkin terus sampai keluar dari rektum. Invaginasi dapat
mengakibatkan nekrosis iskemik pada bagian usus yang masuk dengan komplikasi
perforasi dan peritonitis.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi dan Etiologi Invaginasi


Invaginasi disebut juga intususepsi adalah suatu keadaan dimana segmen usus masuk
ke dalam segmen lainnya; yang bisa berakibat dengan obstruksi / strangulasi. Umumnya
bagian yang proksimal (intususeptum) masuk ke bagian distal (intususipien). Insidens
penyakit ini tidak diketahui secara pasti, masing – masing penulis mengajukan jumlah
penderita yang berbeda – beda. Kelainan ini umumnya ditemukan pada anak – anak di bawah
1 tahun dan frekuensinya menurun dengan bertambahnya usia anak. Insidens pada bulan
Maret – Juni meninggi dan pada bulan September – Oktober juga meninggi. Hal tersebut
mungkin berhubungan dengan musim kemarau dan musim penghujan dimana pada musim –
musim tersebut insidens infeksi saluran nafas dan gastroenteritis meninggi. Sehingga banyak
ahli yang menganggap bahwa hypermotilitas usus merupakan salah satu faktor penyebab.

Gambar 1 : Invaginasi di usus halus

Sebagian besar etiologi invaginasi pada anak tidak dapat ditentukan atau disebut juga
invaginasi primer. Faktor presipitasi invaginasi pada anak dapat berupa infeksi virus dan
pertumbuhan tumor intestinum. Dahulu, beberapa kasus invaginasi berhubungan dengan
vaksin rotavirus. Rotavirus adalah virus yang dapat menyebabkan infeksi yang dapat
mengakibatkan terjadinya diare, vomitus, demam, dan dehidrasi. Pada orang dewasa
invaginasi dapat disebabkan oleh tumor jinak maupun ganas saluran cerna, parut (adhesive)
usus, luka operasi pada usus halus dan kolon, IBS (Irritable Bowel Syndrome), dan

3
Hirschsprung. Hipertrofi Payer’s patch di ileum dapat merangsang peristaltik usus sebagai
upaya mengeluarkan massa tersebut sehingga menyebabkan invaginasi. Invaginasi sering
terjadi setelah infeksi saluran napas bagian atas dan serangan episodik gastroenteritis yang
menyebabkan pembesaran jaringan limfoid. Adenovirus ditemukan pada 50% kasus
invaginasi. Invaginasi idiopatik umumnya terjadi pada anak berusia 6 -36 bulan karena tingkat
kerentanannya tinggi terhadap virus. Pada sekitar 5-10% penderita, dapat dikenali hal-hal
pendorong untuk terjadinya intususepsi, seperti appendiks terbalik, divertikulum Meckel,
polip usus, duplikasi atau limfosarkoma. Intususepsi juga dapat terjadi pada penderita kistik
fibrosis yang mengalami dehidrasi.

2.2 Patofisiologi Invaginasi


Invaginasi sekunder biasanya terjadi karena adanya lesi patologis atau iritan pada
dinding usus yang dapat menghambat gerakan peristaltik normal serta menjadi lokus minoris
untuk terjadinya invaginasi. Invaginasi dideskripsikan sebagai prolaps internal usus proksimal
dalam lekukan mesenterika dalam lumen usus distal. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya
obstruksi pada pasase isi usus dan menurunkan aliran darah ke bagian usus yang mengalami
invaginasi tersebut. Akhirnya dapat mengakibatkan obstruksi usus dan peradangan mulai dari
penebalan dinding usus hingga iskemia dinding usus. Mesenterium usus proksimal tertarik ke
dalam usus distal, terjepit, dan menyebabkan obstruksi aliran vena dan edema dinding usus
yang akan menyebabkan keluarnya feses berwarna kemerahan akibat darah bercampur mucus
( red currant stool / strawberry jam ). Jika reposisi intususepsi tidak dilakukan, terjadi
insufisiensi arteri yang akan menyebabkan iskemik dan nekrosis dinding usus yang akan
menyebabkan pendarahan, perforasi, dan peritonitis. Perjalanan penyakit yang terus berlanjut
dapat semakin memburuk hingga menyebabkan sepsis.

4
Gambar 2 : Patofisiologi Invaginasi

Lokasi pada saluran cerna yang sering terjadi invaginasi merupakan lokasi segmen
yang bebas bergerak dalan retroperitoneal atau segemen yang mengalami adhesive. Invaginasi
diklasifikasikan menjadi 4 kategori berdasarkan lokasi terjadinya:

1. Entero-enterika : usus halus masuk ke dalam usus halus

2. Colo-kolika : kolon masuk ke dalam kolon

3. Ileo-colica : ileum terminal yang masuk ke dalam kolon asendens

4. Ileosekal : ileum terminal masuk ke dalam sekum di mana lokus


minorisnya adalah katup ileosekal.

Invaginasi umumnya berupa intususepsi ileosekal yang masuk naik ke kolon asendens
dan mungkin terus sampai keluar dari rektum.

5
Gambar 3: Laparoskopi pada invaginasi jejuno-jejunal

Pada invaginasi dapat berakibat obstruksi strangulasi. Obstruksi yang terjadi secara
mendadak ini, akan menyebabkan bagian apex invaginasi menjadi oedem dan kaku, jika hal
ini telah terjadi maka tidak mungkin untuk kembali normal secara spontan. Pada sebagian
besar kasus invaginasi keadaan ini terjadi pada daerah ileo – caecal. Apabila terjadi obstruksi
sistem limfatik dan vena mesenterial, akibat penyakit berjalan progresif dimana ileum dan
mesenterium masuk kedalam caecum dan colon, akan dijumpai mukosa intussusseptum
menjadi oedem dan kaku. Mengakibatkan obstruksi yang pada akhirnya akan dijumpai
keadaan strangulasi dan perforasi usus.

2.3 Manifestasi Klinik dari Invaginasi


Secara klasik perjalanan suatu invaginasi memperlihatkan gambaran anak atau bayi
yang semula sehat dan biasanya dengan keadaan gizi yang baik, tiba – tiba menangis
kesakitan, terlihat kedua kakinya terangkat ke atas, penderita tampak seperti kejang dan pucat
menahan sakit, serangan nyeri perut seperti ini berlangsung dalam beberapa menit. Diluar
serangan, anak / bayi kelihatan seperti normal kembali. Pada waktu itu sudah terjadi proses
invaginasi. Serangan nyeri perut datangnya berulang – ulang dengan jarak waktu 15 – 20
menit, lama serangan 2 – 3 menit. Pada umumnya selama serangan nyeri perut itu diikuti
dengan muntah berisi cairan dan makanan yang ada di lambung, sesudah beberapa kali
serangan dan setiap kalinya memerlukan tenaga, maka di luar serangan si penderita terlihat
lelah dan lesu dan tertidur sampai datang serangan kembali. Proses invaginasi pada mulanya
belum terjadi gangguan pasase isi usus secara total, anak masih dapat defekasi berupa feses
biasa, kemudian feses bercampur darah segar dan lendir, kemudian defekasi hanya berupa
darah segar bercampur lendir tanpa feses.
6
Karena sumbatan belum total, perut belum kembung dan tidak tegang, dengan
demikian mudah teraba gumpalan usus yang terlibat invaginasi sebagai suatu massa tumor
berbentuk bujur di dalam perut di bagian kanan atas, kanan bawah, atas tengah atau kiri
bawah. Tumor lebih mudah teraba pada waktu terdapat peristaltik, sedangkan pada perut
bagian kanan bawah teraba kosong yang disebut “Dance’s Sign”. Hal ini diakibatkan caecum
dan kolon naik ke atas, mengikuti proses invaginasi.
Pembuluh darah mesenterium dari bagian yang terjepit mengakibatkan gangguan
venous return sehingga terjadi kongesti, oedem, hiperfungsi goblet sel serta laserasi mukosa
usus, ini memperlihatkan gejala berak darah dan lendir, tanda ini baru dijumpai sesudah 6 – 8
jam serangan sakit yang pertama kali, kadang – kadang sesudah 12 jam. Berak darah lendir ini
bervariasi jumlahnya dari kasus ke kasus, ada juga yang dijumpai hanya pada saat melakukan
colok dubur. Sesudah 18 – 24 jam serangan sakit yang pertama, usus yang tadinya tersumbat
partial berubah menjadi sumbatan total, diikuti proses oedem yang semakin bertambah,
sehingga pasien dijumpai dengan tanda – tanda obstruksi, seperti perut kembung dengan
gambaran peristaltik usus yang jelas, muntah warna hijau dan dehidrasi. Oleh karena perut
kembung maka massa tumor tidak dapat diraba lagi dan defekasi hanya berupa darah dan
lendir. Apabila keadaan ini berlanjut terus akan dijumpai muntah feses, dengan demam tinggi,
asidosis, toksis dan terganggunya aliran pembuluh darah arteri, pada segmen yang terlibat
menyebabkan nekrosis usus, ganggren, perforasi, peritonitis umum, shock dan kematian.
Pemeriksaan colok dubur didapatkan tonus sphincter melemah, mungkin invaginat
dapat diraba berupa massa seperti portio. Bila jari ditarik, keluar darah bercampur lendir.
Perlu diperhatikan bahwa untuk penderita malnutrisi gejala – gejala invaginasi tidak khas,
tanda - tanda obstruksi usus berhari – hari baru timbul, pada penderita ini tidak jelas tanda
adanya sakit berat, defekasi tidak ada darah, invaginasi dapat mengalami prolaps melewati
anus, hal ini mungkin disebabkan pada pasien malnutrisi tonus yang melemah, sehingga
obstruksi tidak cepat timbul. Suatu keadaan disebut dengan invaginasi atipikal, bila kasus itu
gagal dibuat diagnosa yang tepat oleh seorang ahli bedah, meskipun keadaan ini kebanyakan
terjadi karena ketidaktahuan dokter dibandingkan dengan gejala tidak lazim pada penderita.

2.4 Diagnosis Pada Invaginasi


Untuk menegakkan diagnosa invaginasi didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik,
laboratorium dan radiologi. Gejala klinis yang menonjol dari invaginasi adalah suatu trias
gejala yang terdiri dari :

7
1. Nyeri perut yang datangnya secara tiba – tiba, nyeri bersifat serangan –serangan.,
nyeri menghilang selama 10 – 20 menit, kemudian timbul lagi serangan baru.

2. Teraba massa tumor di perut bentuk bujur pada bagian kanan atas, kanan bawah, atas
tengah, kiri bawah atau kiri atas.

3. Buang air besar campur darah dan lendir.

Serangan klasik terdiri atas nyeri perut, gelisah waktu serangan kolik, biasanya keluar
lendir campur darah ( red currant jelly / strawberry stool ) per anum yang berasal dari
intususeptum yang tertekan, terbendung, atau mungkin sudah mengalami strangulasi. Anak
biasanya muntah sewaktu serangan, dan pada pemeriksaan perut dapat teraba massa yang
biasanya memanjang dengan batas jelas seperti sosis.

Pada inspeksi, sukar sekali membedakan antara prolapsus rektum dan invaginasi.
Diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan jari di sekitar penonjolan untuk menentukan
ada tidaknya celah terbuka. Selain itu, kadang dapat dilihat gambaran usus / peristaltis usus
pada dinding perut dan didapatkan distensi bila sudah terjadi ileus. Pada Auskultasi
didapatkan bising usus yang meningkat sehingga dapat terdengar metallic sound.

Invaginatum yang masuk jauh dapat ditemukan pada pemeriksaan colok dubur. Ujung
invaginatum teraba seperti portio uterus pada pemeriksaan vaginal sehingga dinamakan
pseudoportio. Jarang ditemukan invaginatum yang sampai keluar dari rektum. Keadaan
tersebut harus dibedakan dari prolapsus mukosa rektum. Pada invaginasi, didapatkan
invaginatum bebas dari dinding anus, sedangkan prolapsus berhubungan secara sirkuler
dengan dinding anus.

Invaginasi dapat diduga atas pemeriksaan fisik, dan dipastikan dengan pemeriksaan
rontgen dengan pemberian enema barium. Pemeriksaan foto polos abdomen, dijumpai tanda
obstruksi dan massa di kuadran tertentu dari abdomen menunjukkan dugaan kuat suatu
invaginasi. Selain itu, pada foto polos abdomen didapatkan distribusi udara didalam usus
tidak merata, usus terdesak ke kiri atas, bila telah lanjut terlihat tanda – tanda obstruksi usus
dengan gambaran ―air fluid level‖. Dapat terlihat ― free air ― bilah terjadi perforasi. USG
membantu menegakkan diagnosis invaginasi dengan gambaran target sign pada potongan
melintang invaginasi dan pseudo kidney sign pada potongan longitudinal invaginasi. Foto
dengan pemberian barium enema dilakukan jika pasien ditemukan dalam kondisi stabil,
digunakan sebagai diagnostik ataupun terapeutik. Sumbatan oleh invaginatum biasanya
tampak jelas pada foto.
8
Gambar : Air-Contrast enema menunjukkan adanya invaginasi dalam caecum

Kriteria diagnosis invaginasi akut:

1. Invaginasi definitif (pasti invaginasi)

a. Kriteria bedah: ditemukannya invaginasi pada pembedahan

b. Kriteria radiologi: adanya baik gas maupun cairan kontras pada enema pada usus
halus yang berinvaginasi, adanya massa intraabdominal yang dideteksi dengan
USG

c. Kriteria autopsi: ditemukan invaginasi pada otopsi.

2. Mungkin invaginasi (probable)

Memenuhi 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 3 kriteria minor 3.


Possible invaginasi Memenuhi paling sedikit 4 kriteria minor

a. Kriteria mayor pada invaginasi yakni:

- Bukti adanya obstruksi saluran cerna :

a) Riwayat muntah kehijauan

b) Distensi abdomen dan tidak adanya bising usus atau bising usus abnormal
9
c) Foto polos abdomen menunjukkan adanya level cairan dan dilatasi usus halus

- Inspeksi:

a) Massa di abdomen

b) Massa di rectal

c) Prolapsus intestinal

d) Foto polos abdomen, USG, CT menunjukkan invaginasi atau massa dari


jaringan lunak

- Gangguan vaskuler intestinal dan kongesti vena

a) Keluarnya darah per rectal

b) Keluarnya feses yang berwarna red currant jelly

c) Adanya darah ketika pemeriksaan rectum

Adapun kriteria minor untuk invaginasi adalah usia < 1 tahun, laki-laki, nyeri perut,
muntah, letargi, hangat, syok hipovolemik, foto polos abdomen menunjukkan pola gas usus
yang abnormal. Pada pemeriksaan darah rutin ditemukan peningkatan jumlah leukosit
(leukositosis > 10.000/mm3).
Bila penderita terlambat memeriksakan diri, maka sukar untuk meraba adanya tumor, oleh
karena itu untuk kepentingan diagnosis harus berpegang kepada gejala trias invaginasi.
Mengingat invaginasi sering terjadi pada anak berumur di bawah satu tahun, sedangkan
penyakit disentri umumnya terjadi pada anak – anak yang mulai berjalan dan mulai bermain
sendiri maka apabila ada pasien datang berumur di bawah satu tahun, sakit perut yang bersifat
kolik sehingga anak menjadi rewel sepanjang hari / malam, ada muntah, buang air besar
campur darah dan lendir maka pikirkanlah kemungkinan invaginasi.

2.6 Penatalaksanaan Pada Invaginasi


Keberhasilan penatalaksanaan invaginasi ditentukan oleh cepatnya pertolongan
diberikan, jika pertolongan sudah diberikan kurang dari 24 jam dari serangan pertama maka
akan memberikan prognosis yang lebih baik. Tatalaksana invaginasi secara umum mencakup
beberapa hal penting sebagai berikut:

1. Memperbaiki keadaan umum dengan resusitasi cairan dan elektrolit

10
2. Dekompresi, maksudnya menghilangkan peregangan usus dan muntah dengan selang
nasogastrik / Nasogastric Tube ( NGT) dan pemberian antibiotik berspektrum luas

3. Reposisi, bisa dilakukan dengan konservatif / non operatif dan operatif. Pengelolaan
reposisi hidrostatik dapat sekaligus dikerjakan sewaktu diagnosis rontgen tersebut
ditegakkan. Metode ini dengan cara memasukkan barium melalui anus menggunakan
kateter dengan tekanan tertentu. Syaratnya ialah keadaan umum mengizinkan, tidak
ada gejala dan tanda rangsangan peritoneum, anak tidak toksik, dan tidak terdapat
okbtruktif tinggi. Kontraindikasi untuk melakukan reposisi dengan barium enema
adalah adanya tanda obstruksi usus yang jelas baik secara klinis maupun pada foto
abdomen, dijumpai tanda – tanda peritonitis, gejala invaginasi sudah lewat dari 24
jam, dijumpai tanda – tanda dehidrasi berat dan usia penderita diatas 2 tahun. Tekanan
hidrostatik tidak boleh melewati satu meter air dan tidak boleh dilakukan pengurutan
atau penekanan manual di perut sewaktu dilakukan reposisi hidrostatik. Pengelolaan
berhasil jika barium kelihatan masuk ileum.

Hasil reposisi ini akan memuaskan jika dalam keadaan tenang tidak menangis
atau gelisah karena kesakitan oleh karena itu pemberian sedatif sangat membantu.
Kateter yang telah diolesi pelicin dimasukkan ke rektum dan difiksasi dengan plester,
melalui kateter bubur barium dialirkan dari kontainer yang terletak 3 kaki di atas meja
penderita dan aliran bubur barium dideteksi dengan alat floroskopi sampai meniskus
intussusepsi dapat diidentifikasi dan dibuat foto. Meniskus sering dijumpai pada kolon
transversum dan bagian proksimal kolon descendens. Bila kolom bubur barium
bergerak maju menandai proses reposisi sedang berlanjut, tetapi bila kolom bubur
barium berhenti dapat diulangi 2 – 3 kali dengan jarak waktu 3 – 5 menit. Reposisi
dinyatakan gagal bila tekanan barium dipertahankan selama 10 – 15 menit tetapi tidak
dijumpai kemajuan. Antara percobaan reposisi pertama, kedua dan ketiga, bubur
barium dievakuasi terlebih dahulu.

Reposisi barium enema dinyatakan berhasil apabila :

a. Rectal tube ditarik dari anus maka bubur barium keluar dengan disertai
massa feses dan udara.

b. Pada floroskopi terlihat bubur barium mengisi seluruh kolon dan sebagian
usus halus, jadi adanya refluks ke dalam ileum.

c. Hilangnya massa tumor di abdomen.


11
d. Perbaikan secara klinis pada anak dan terlihat anak menjadi tertidur serta
norit test positif.

Penderita perlu dirawat inap selama 2 – 3 hari karena sering dijumpai


kekambuhan selama 36 jam pertama. Keberhasilan tindakan ini tergantung kepada
beberapa hal antara lain, waktu sejak timbulnya gejala pertama, penyebab invaginasi,
jenis invaginasi dan teknis pelaksanaannya. Sebelum dilakukan tindakan reposisi,
maka terhadap penderita : dipuasakan, resusitasi cairan, dekompressi dengan
pemasangan pipa lambung. Bila sudah dijumpai tanda gangguan pasase usus dan
hasil pemeriksaan laboratorium dijumpai peninggian dari jumlah leukosit maka saat
ini antibiotika berspektrum luas dapat diberikan. Narkotik seperti Demerol dapat
diberikan (1mg/ kg BB) untuk menghilangkan rasa sakit.

Reposisi pneumostatik dengan tekanan udara semakin sering digunakan


karena lebih aman dan hasilnya lebih baik daripada reposisi dengan enema barium.
Jika reposisi konservatif ini tidak berhasil, terpaksa diadakan reposisi operatif.

Pasien dengan keadaan tidak stabil, didapatkan peningkatan suhu, angka


leukosit, mengalami gejala berkepanjangan atau ditemukan sudah lanjut yang ditandai
dengan distensi abdomen, feses berdarah, gangguan sisterna usus yang berat sampai
timbul syok atau peritonitis, pasien segera dipersiapkan untuk suatu operasi. Tindakan
selama operasi tergantung dari penemuan keadaan usus, reposisi manual harus
dilakukan dengan halus dan sabar, juga bergantung kepada keterampilan operator dan
pengalaman operator. Sewaktu operasi akan dicoba reposisi manual dengan
mendorong invaginasi dari oral kearah sudut ileosekal, dorongan dilakukan dengan
hati-hati tanpa tarikan dari bagian proksimal.

Reseksi usus dilakukan pada kasus yang tidak berhasil direposisi dengan cara
manual, bila viabilitas usus diragukan atau ditemukan kelainan patologis sebagai
penyebab invaginasi. Terapi intususepsi pada orang dewasa adalah pembedahan. Pada
intususepsi yang mengenai kolon sangat besar kemungkinan penyebabnya adalah
suatu keganasan. Oleh karena itu, ahli bedah dianjurkan untuk segera melakukan
reseksi, dengan tidak melakukan usaha reposisi. Pada intususepsi dari usus halus harus
dilakukan usaha reposisi dengan hati-hati, tetapi jika ditemukan nekrosis, perforasi,
dan edema, reposisi tidak perlu dilakukan dan reseksi segera dikerjakan. Pada kasus-
kasus yang idiopatik, tidak ada yang perlu dilakukan selain reposisi

12
2.7 Prognosis Pada Invaginasi
Intususepsi pada bayi yang tidak ditangani akan selalu berakibat fatal. Angka
rekurensi pasca reposisi intususepsi dengan enema barium adalah sekitar 10% dan dengan
reposisi bedah sekitar 2-5%; tidak pernah terjadi setelah dilakukan reseksi bedah.
Mortalitas sangat rendah jika penanganan dilakukan dalam 24 jam pertama dan
meningkat dengan cepat setelah waktu tersebut, terutama setelah hari kedua.

2.8 Komplikasi Pada Invaginasi


Invaginasi dapat memutus suplai darah ke daerah usus yang terkena. Jika tifak segera
ditangani, kekurangan suplai darah dapat menyebabkan jaringan dinding usus mati dan
terjadi perforasi. Perforasi adalah salah satu komplikasi serius yang diakibatkan adanya
infeksi dan dapat terjadi peritonitis.

13
BAB III
KESIMPULAN

1. Invaginasi disebut juga intususepsi adalah suatu keadaan dimana segmen usus masuk ke
dalam segmen lainnya; yang bisa berakibat dengan obstruksi / strangulasi. Umumnya
bagian yang proksimal (intususeptum) masuk ke bagian distal (intususipien).
2. Sebagian besar etiologi invaginasi pada anak tidak dapat ditentukan atau disebut juga
invaginasi primer.
3. Invaginasi dapat mengakibatkan terjadinya obstruksi pada pasase isi usus dan
menurunkan aliran darah ke bagian usus yang mengalami invaginasi tersebut. Akhirnya
dapat mengakibatkan obstruksi usus dan peradangan mulai dari penebalan dinding usus
hingga iskemia dinding usus. Jika reposisi invaginasi tidak dilakukan, terjadi insufisiensi
arteri yang akan menyebabkan iskemik dan nekrosis dinding usus yang akan
menyebabkan pendarahan, perforasi, dan peritonitis. Perjalanan penyakit yang terus
berlanjut dapat semakin memburuk hingga menyebabkan sepsis.
4. Secara klasik perjalanan suatu invaginasi memperlihatkan gambaran anak atau bayi yang
semula sehat dan biasanya dengan keadaan gizi yang baik, tiba – tiba menangis kesakitan,
terlihat kedua kakinya terangkat ke atas, penderita tampak seperti kejang dan pucat
menahan sakit, serangan nyeri perut seperti ini berlangsung dalam beberapa menit. Diluar
serangan, anak / bayi kelihatan seperti normal kembali. Pada waktu itu sudah terjadi
proses invaginasi
5. Diagnosis ditegakkan dengan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Beberapa yang khas ditemukan pada invaginasi diantaranya Dance’s Sign, Strawberry
Stool, dan Pseudoportio
6. Tatalaksana invaginasi secara umum mencakup memperbaiki keadaan umum dengan
resusitasi cairan dan elektrolit, dekompresi, dan reposisi
7. Intususepsi pada bayi yang tidak ditangani akan selalu berakibat fatal dan bila tidak
segera ditangani akan menimbulkan perforasi dan peritonitis

14
DAFTAR PUSTAKA

 
1. Blanco FC. Intussusception. Medscape Reference [serial online] 2012 Jan 13 [disitasi
tanggal 2013 Des 25]; dapat diakses pada :
URL: http://emedicine.medscape.com/article/930708-overview#showall
2. Irish MS. Pediatric intussusception surgery. Medscape Reference [serial online] 2011
Apr 14 [disitasi pada 2013 Des 25]; dapat diakses pada :
URL: http://emedicine.medscape.com/article/937730-overview#showall
3. Wyllie R. Ileus, adhesi, insusepsi dan obstruksi lingkar tertutup in Nelson Ilmu
Kesehatan Anak. Behrmen, Kliegmen, Arvin editors. 15th ed. Vol 2. EGC: Jakarta.
1999. p.1319.
4. Ramachandran P. Intussusception in pediatric surgery diagnosis and management. Puri
P, Hollwarth M editors. Spinger: Dordrecht Heidelberg. 2009.
5. Kartono D. Invaginasi dalam Kumpulan kuliah ilmu bedah. Reksoprodjo S,
Pusponegoro AD, et al. Binarupa Aksara: Tangerang. 2005.
6. Pendergast LA & Wilson M. Intussusception: a sonographer’s perspective. JDMS
19:231-238. Jul-Aug. 2003.
7. Fallan ME. Intussusception in Pediatric Surgery, Ashcraft KW, Holder TM (eds). 4th
ed. Philadelphia: WB Saunders Company, 2005.
8. Bines J, Ivanoff B. Acute Intussusception in Infants and Children: Incidence, Clinical
Presentation and Management: A Global Perspective. Geneva, Switzerland: World
Health Organization, 2002.
9. Boudville IC, Phua KB, Quak SH, Lee BW, Han HH, Verstraeten T, et al. The
epidemiology of Paediatric Inturssusception in Singapore: 1997 to 2004. Ann Acad
Med Singapore 2006;35:674-9.e
10. Ekenze SO, Mgbor SO. Childhood intussusception: The implications of delayed
presentation. Afr J Paediatr Surg 2011;8:15-8.
11. Van Heek NT, Aronson DC, Halimun EM, Soewarno R, Molenaar JC, Vos A.
Intussusception in a tropical country: comparison among patient populations in
Jakarta, Jogyakarta, and Amsterdam. J Pediatr Gastroenterol Nutr 1999;29:402-5.
12. http://www.netterimages.com/images/vpv/000/000/006/6710-0550×0475.jpg
13. Santoso MIJ, Yosodiharjo A, Erfan F. Hubungan antara lama timbulnya gejala klinis
awal hingga tindakan operasi dengan lama rawatan pada penderita invaginasi yang
dirawat di RSUP. H. Adam Malik Medan. Universitas Sumatera Utara: Medan. 2011.
14. http://www.virtualpediatrichospital.org/providers/CAP/Case05/Images/Case05.01.jpg
15. http://dynamic.psu.ac.th/kidsurgery.psu.ac.th/Pediatric%20surgery/KID/Atlas/
Images/E/E5/DSC01002.jpg
16. Ignacio RC, Fallat ME. Intussusception. In: Holcomb GW. III, Murphy JM, eds.
Ashcraft’s Pediatric Surgery. Philadelphia, PA: Elsevier, 2010.p.508.

15
17. Hooker RL, Schulman MH, Yu Chang, Kan JH. Radiographic evaluation of
intussusception: utility of left side down decubitus view. RSNA 2008;248:3.
18. http://onradiology.blogspot.com/2011_02_01_archive.html
19. http://www.erpocketbooks.com/er-ultrasounds/other-ultrasounds/
20. Chung DH. Intussusception. In: Atlas of General Surgical Techniques. Townsend CM
& Evers. Philadelphia, PA: Elsevier, 2010.

16
STATUS PASIEN

Identitas Pasien :

• Nama : An. N

• Umur : 3 tahun

• Jenis Kelamin : Laki-laki

• Berat badan : 15 kg

• Alamat : Perumahan sierra H/5 , Batu Aji

• Agama : Kristen

• Suku : Batak

• Nama orang tua :

– Ayah : Verenki Nadapdap

– Ibu : Ratna Simanjuntak

• Tanggal Masuk RS : 28 September 2017

• Tanggal keluar RS : 02 Oktober 2017

• No. RM : 418763

Keluhan Utama : Nyeri Perut Hilang Timbul 5-10 Menit SMRS

Keluhan Tambahan :

• Mual Dan Muntah

• Demam

Riwayat penyakit sekarang :

Pasien merupakan rujukan RS Mutiara Aini batu aji dengan keluhan nyeri perut hilang
timbul 5-10 menit, keluhan ini muncul sejak ± 4 hari yang lalu SMRS. Diantara nyeri
berulang anak cenderung tenang.

Sebelumnya pasien mengeluhkan demam sempat diukur dengan termometer 39,0°C


kemudian orang tuanya membawa pasien ke klinik Alam sehat diberikan obat penurun panas
dan antibiotik, namun demamnya tidak kunjung turun, lalu tengah malam pasien dibawa ke
bidan kemudian di masukkan obat penurun panas melalui dubur kemudian panasnya turun.
17
Keesokan harinya pasien mengeluhkan nyeri perut yang tak tertahankan dengan
intensitas 10-15 menit sekali disertai mual dan muntah dengan frekuensi > 6 kali muntah
berwarna jernih dengan volume ¼ Aqua gelas tiap kali muntah, dan pasien langsung dibawa
ke IGD RS mutiara aini, lalu dokternya mengusulkan pasien untuk dilakukan USG abdomen
di Aeskulap Health Center dari hasilnya yaitu dicurigai adanya invaginasi ileoileal, kemudian
atas saran dokter igd pasiennya dirujuk ke RSBK untuk mendapat penanganan lebih lanjut
oleh dokter bedah. Sebelumnya pasien memiliki riwayat batuk pilek yang dialami ± 1 minggu
sebelum mengalami keluhan nyeri perut disertai demam.

BAB mencret kuning tidak ada darah dan lendir. Os memiliki kebiasaan makan seperti
biasa tetapi cenderung makan sambil minum air.

Riw. Kehamilan ibu

ANC teratur ke spesialis kandungan, ibu hamil aterm 39 minggu dan ibunya tidak pernah
mengalami kelainan selama masa kehamilan

Riw. Persalinan ibu

Pasien lahir secara pervaginam dengan BBL 2900 gr dan panjang 50 cm. pasien merupakan
anak pertama dengan jenis kelamin laki-laki, lahir cukup bulan

Riw.Pemberian Makan

Pasien sering makan makanan tidak dikunyah langsung dengan minum

Riw. Imunisasi

Hepatitis B + Polio + BCG + DTP

II. PEMERIKSAAN FISIK

Vital Sign

• Keadaan Umum : Lemah

• Kesadaran : Compos Mentis

• Heart rate : 103 x/menit

• Pernapasan : 22 x/menit

• Suhu : 37,8 oC

• Berat Badan : 15 Kg

18
Status generalis

– Kepala:

Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), airmata(-)

Hidung : tidak ada sekret/ bau/ perdarahan

Telinga : tidak ada sekret/bau/perdarahan

Mulut : bibir tidak sianosis, tidak ada pigmentasi,


mukosa tidak pucat, mulut kering.

– Leher:

KGB : tidak ada pembesaran

Tiroid : tidak ada pembesaran

• Thoraks:

– Cor:

I: ictus cordis tidak tampak

P: ictus codis teraba di ICS IV MCLS

P: batas jantung ICS IV PSL dekstra sampai ICS V

MCL sinistra

A: S1S2 tunggal, ekstra sistol (-), gallop (-), murmur (-)

– Pulmo:

I: Simetris, tidak ada retraksi

P: Fremitus raba normal +/+

P: Sonor +/+

A: Vesikuler +/+, Ronkhi:-/- Wheezing : -/-

• Abdomen:

I: Flat(+) , darm contour (-), darm steivung (-)

A: Peristaltik meningkat,Bising usus (-), methalic sound (-)

19
P: Thympani

P:Flat (+), H/L tidak ada nyeri tekan, turgor kulit 2 detik

• Ekstremitas:

Akral hangat + + Oedem - -

+ + - -

• Genitalia :

RT : Sfingter ani normal, tidak ada darah

Laboratorium Darah (27-09-2017)(RS Mutiara aini)

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan

Hemoglobin 11,0 11 g/dl

Leukosit 11.200 5000-11.000/ul

Trombosit 487.000 15.000-50.000/ul

Hematokrit 31 53,0-63,0 %

Eritrosit 4,4 4,4-5,8 x 103/ul

20
Laboratorium Darah (28-09-2017)(RSBK)

Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan

Glukosa sewaktu (stick) 97 90-199 mg/dl

Golongan darah A/+

Waktu pendarahan (BT) 3 1-4 menit

Waktu pembekuan (CT) 6 3-7 menit

HbsAg (rapid) negatif negatif

Anti HIV (rapid 1) Non-reaktif Non-reaktif

21
Hasil pemeriksaan USG

• Pada abdomen tengah tampak gambaran sandwich sign dan gambaran menyerupai
doughnut sign .

• KESAN

– USG tampak gambaran mengarah ke invaginasi illeoileal.

– Hepatobillier, lien, pankreas, ginjal kiri dan kanan.

Foto rontgen (28-09- 2017)

Hasil pemeriksaan Foto rontgen Thoraks AP semi errect dan BOF

Thoraks AP semi errect


22
• Kesan :

– Cor pulmo tak tampak kelainan.

BOF

• Kesan :

– Massa intra abdomen intra peritoneal dengan cresent sign regio abdomen atas-
bawah susp.intususepsi colo-colica

– Terpasang NGT dengan ujung proyeksi bulbus duodenum.

Diagnosis

• Diagnosis kerja :

– Kolik abdomen ec. Susp. Invaginasi

• Diagnosis komplikasi :

– Appendecitis akut

– Illeus obstruktif

– Massa Intraabdomen

Penatalaksanaan

• IVFD KAeN3B 1500 cc/24 jam

• Inj. Ceftriaxon 2 x 500mg

• Inj. Antrain 3 x ½ amp

• Drip. Metronidazole 3 x 250mg

• Inj. Ranitidin 3x ½ amp

• Inj. Ondancetron 2 x ½ amp

• NGT

• Rencana OP cyto konsul dokter anak dan dokter anastesi

• Siapkan 1 kantong PRC

23
Prognosis

• Quo ad vitam : dubia ad bonam

• Quo ad functionam : dubia ad bonam

• Quo ad sanactionam : dubia ad bonam

Resume

Pasien an.N merupakan rujukan dari RS Mutiara Aini dengan nyeri perut dan demam yang
sangat sudah dirasakan ± 4 hari yang lalu sudah diberikan obat namun tidak membaik.

Nyeri diseluruh lapang perut, disertai muntah bening, BAB mencret kuning tanpa darah dan
lendir dan BAK tidak ada kelainan. Pasien di USG dan rontgen dengan hasil susp.invaginasi,
pasien disiapkan operasi segera

Follow up (pagi 29-07-2017)

S Demam(+), nyeri ↓,pasien rewel, tidur(+).

O KU: membaik, lemah kesan: compos mentis

TTV : nadi :130x/menit RR: 22x/menit temp:37,5°C

Thorax: cor S1S2tunggal M/G = -/-

pulmo : ves : +/+, ronki: - / -, whes : -/-

Abdomen : flat (+), BU (+), soepel, thympani.

Ekstremitas: AH ++/++ oedem - - /- -

Stats. Lokal

1. NGT (+) jernih di aff

2. Verban diregio umbilical

3. Drain diregio suprapubik, isi darah volume 75cc

4. Cateter isi urine kuning 50 cc

A Intususepsi illeocolica post laparotomy

24
P - IVFD Kaen3B 1500/24 jam

- Inj. Antrain 3 x ½ amp

- Inj. Metronidazole 3x 250mg

- inj. Ranitidin 3 x ½ amp

- Inj. Ondancetron 2 x ½ amp

- Masuk tranfusi PRC 1 labu(02.00)

- Boleh minum sedikit, susu, latihan duduk.

Follow up (pagi 30-09-2017)

S Demam(-), nyeri ↓,pasien rewel, tidur(+).

O KU: baik kesan: compos mentis

TTV : nadi :120x/menit RR: 24x/menit temp:37,5°C

Thorax: cor S1S2tunggal M/G = -/-

pulmo : ves : +/+ , ronk : - / -, whes : -/-

Abdomen : flat (+), BU (+), soepel, thympani.

Ekstremitas: AH ++/++ oedem - - /- -

Stats. Lokal

1. Verban diregio umbilical

2. Drain diregio suprapubik, isi darah volume 79cc di aff

3. Cateter isi urine kuning 100 cc di aff

A Intususepsi illeocolica post laparotomy

25
P - IVFD Kaen3B 1500/24 jam

- Inj. Antrain 3 x ½ amp

- Inj. Metronidazole 3x 250mg

- inj. Ranitidin 3 x ½ amp

- Inj. Ondancetron 2 x ½ amp

- Inj. Cefazolin 2x500mg

- Diet susu 6 x 50 cc persendok

- Diet bubur

Follow up (pagi 01-10-2017)

S nyeri ↓,pasien rewel, tidur(+).

O KU: baik,

kesan: compos mentis

TTV : nadi :122x/menit RR: 22x/menit temp:37,5°C

Thorax: cor S1S2tunggal M/G = -/-

pulmo : ves : +/+, ronk : - / -, whes : -/-

Abdomen : flat (+), BU (+), soepel, thympani.

Ekstremitas: AH ++/++ oedem - - /- -

Stats. Lokal

1. Verban diregio umbilical

2. Pasien sudah bisa duduk

A Intususepsi illeocolica post laparotomy

26
P - IVFD Kaen3B 1500/24 jam

- Inj. Antrain 3 x ½ amp

- Inj. Metronidazole 3x 250mg

- inj. Ranitidin 3 x ½ amp

- Inj. Ondancetron 2 x ½ amp

- Inj. Cefazolin 2x 500mg

- Diet susu 6 x 50 cc persendok

- Diet bubur

Follow up (pagi 02-10-2017)

S Tidak ada keluhan

O KU: baik kesan: compos mentis

TTV : nadi :120x/menit RR: 23x/menit temp:37,5°C

Thorax: cor S1S2tunggal M/G = -/-

pulmo : ves : +/+ , ronk : - / -, whes : -/-

Abdomen : flat (+), BU (+), soepel, thympani.

Ekstremitas: AH ++/++ oedem - - /- -

Stats. Lokal

1. Verban diregio umbilical

A Intususepsi illeocolica post laparotomy

27
P p/o : - cefixime 2 x ½ cth

- paracetamol 3 x ½ cth

Edukasi :

a. Kontrol ke poli bedah umum 3 hari setelahnya untuk rawat luka dan angkat
jahitan.

b. Diberikan susu 6 x 50 cc dan bubur serta lauknya yg dicincang halus.

c. Latihan duduk bertahap hingga berjalan.

28

You might also like