You are on page 1of 26

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Skabies merupakan penyakit epidemik pada banyak masyarakat. Ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemi skabies. Penyakit ini banyak dijumpai pada anak dan orang dewasa muda, tetapi dapat juga mengenai semua umur. Insidensi sama pada pria dan wanita. (Haandoko, R, 2001). Insidensi skabies di negara berkembang menunjukan siklus fluktasi yang sampai saat ini belum dapat dijelaskan. Interval antara akhir dari suatu epidemic dan permulaan epidemik berikutnya kurang lebih 10-15 tahun. Beberapa factor yang dapat membantu penyebarannya adalah kemiskinan, hygiene yang jelek, seksual promiskuitas, diagnosis yang salah, demografi, ekologi dan derajat sensitasi individual. Insidensinya di Indonesia masih cukup tinggi, terendah di Sulawesi Utara dan tertinggi di Jawa Barat. Di Indonesia, penyakit ini masih menjadi masalah tidak saja di daerah terpencil, tetapi juga di kota-kota besar bahkan di Jakarta, kondisi kota Jakarta yang padat merupakan faktor pendukung perkembangan scabies. Berdasarkan pengumpulan data Kelompok Studi Dermatologi Anak Indonesia (KSDAI) tahun 2001, dari 9 rumah sakit di 7 kota besar di Indonesia, jumlah penderita scabies terbanyak didapatkan Jakarta yaitu 335 kasus di 3 rumah sakit. Di berbagai belahan dunia, laporan kasus skabies masih sering ditemukan pada keadaan lingkungan yang padat penduduk, status ekonomi rendah, tingkat pendidikan yang rendah dan kualitas higienis pribadi yang kurang baik atau cenderung jelek. Rasa gatal yang ditimbulkannya terutama waktu malam hari, secara tidak langsung juga ikut mengganggu kelangsungan hidup masyarakat terutama tersitanya waktu untuk istirahat tidur, sehingga kegiatan yang akan dilakukannya disiang hari juga ikut terganggu. Jika hal ini dibiarkan berlangsung lama, maka efisiensi dan efektifitas kerja menjadi menurun yang akhirnya mengakibatkan menurunnya kualitas hidup masyarakat. (Kenneth, F,1995). Skabies ditemukan disemua negara dengan prevalensi yang bervariasi. Dibeberapa negara yang sedang berkembang prevalensi skabies sekitar 6 % - 27

% populasi umum dan cenderung tinggi pada anak-anak serta remaja. (Sungkar, S, 1995). Pada masa awal periode embrionik kulit anak, lapisan epitel tunggal terbentuk dari ectoderm, sementara secara bersamaan korium terbentuk dari mesenkim. Pada bayi dan anak-anak kecil lapisan epidermis masih terikat dengan longgar pada dermis. Pelekatan yang buruk ini menyebabkan lapisan mudah terpisah selama proses inflamasi sehingga membentuk lepuhan. Hal ini terutama jelas terlihat pada bayi premature, yang memiliki kecenderungan lebih besar untuk mengalami lepuhan dan pengelupasan kulit selama perawatan yang ceroboh (seperti pelepasan plester perekat). Kulit bayi dan anak-anak kecil lebih tipis dibandingkan anak-anak besar dan sel-sel pada semua stratum lebih rapat. Beberapa karakteristik mempengaruhi respons kulit bayi dan anak kecil. Kulit mereka jauh lebih rentan terkena infeksi bakteri superficial. Mereka lebih cenderung mengalami gejala sistemik akibat beberapa infeksi dan lebih cepat bereaksi terhadap iritan primer dibandingkan alergen pembuat sensitive. Bayi dan anak kecil sering terserang dermatitis atopic kronis (eksim). Kulit bayi jauh lebih rentan terserang eritema toksik sebagi akibat dari erupsi kulit atau reaksi obat dan merupakan sasaran terjadinya maserasi, infeksi, dan retensi kelembapan akibat ruam popok. Lebih dari separuh masalah dermatologic merupakan dermatitis dalam beragam bentuk. Hal ini menyiratkan suatu rangkaian perubahan inflamasi pada kulit yang secara makroskopik dan mikroskopik terlihat sama tetapi berbeda proses penyakit dan penyebabnya. Respons akut mengakibatkan edema interseluler dan intraseluler, pembentukan vesikel intradermal dan infiltrasi awal inflamatorikke dalam epidermis. Pada area dermis juga terjadi edema, dilatasi vaskuler, dan infiltrasi seluler perivaskuler dini. Lokasi dan cara reaksi ini menghasilkan lesi yang khas pada setiap gangguan. Perubahan bersifat reversible, dan kulit biasanya dapat pulih tanpa kerusakan dan benar-benar utuh kecuali terdapat faktor-faktor komplikasi seperti ulserasi dari iritan primer, garukan dan infeksi atau penyakit vaskuler yang mendasari. Pada kondisi kronis, dampak

permanenterlihat bervariasi sesuai dengan gangguan, kondisi umum individu yang sakit, dan terapi yang tersedia. Lesi kulit pada anak dapat disebabkan oleh berbagai faktor etiologi. Pada umumnya, lesi kulit berasal dari (1) kontak dengan agens penyebab cedera, seperti organism infektif, bahan kimia yang beracun, dan trauma fisik; (2) faktor herediter; (3) faktor-faktor eksterna yang mengakibatkanreaksi pada kulit (missal allergen); atau (4) penyakit sistemik dengan lesi merupakan manifestasi kutaneus (missal campak, lupus, eritematosa, penyakit kurang gizi). Respon alergi sangat berbeda pada masing-masing anak. Suatu agens mungkin tidak berbahaya bagi seorang anak tetapi dapat merusak bagi anak lain, dan satu agens dapat menimbulkan berbagai jenis respons pada individu yang berbeda. Faktor lain yang terkait dengan etiologi menifestasi kulit adalah usia anak. Sebagai contoh, bayi menjadi sasaran malformasi tanda lahir dan dermatitis atopic yang muncul pada awal kehidupan; usia sekolah sangat rentan terkena penyakit kudis tungau (scabies). Gigitan serangga dikaitkan dengan siklus hidup dan aktifitas musiman. Walaupun jarang terjadi pada anak-anak, ketegangan dan kecemasan dapat menyebabkan, mengubah, atau memperlama banyak penyakit kulit.

1.2 Permasalahan 1. Apakah pengertian scabies? 2. Apakah etiologi dari scabies yang menyerang pada anak-anak? 3. Bagaimanakah patofisiologi scabies pada anak? 4. Apa sajakah tanda dan gejala scabies pada anak? 5. Bagaimanakah asuhan keperawatan scabies pada anak?

1.3 Tujuan 1. Untuk mengetahui scabies pada anak 2. Untuk mengetahui etiologi dari scabies yang menyerang pada anak-anak 3. Untuk mengetahui patofisiologi scabies pada anak 4. Untuk mengetahui tanda dan gejala anak yang terkena scabies 5. Untuk mengetahui asuhan keperawatan anak dengan scabies

BAB II. KONSEP TEORI SCABIES

2.1 Pengertian Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitifasi terhadap sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya. Sinonim dari penyakit ini adalah kudis, the itch, gudig, budukan, dan gatal agogo. Scabies merupakan penyakit kulit menular yang disebabkan oleh seekor tungau (kutu/mite) yang bernama Sarcoptes scabei, filum Arthopoda , kelas Arachnida, ordo Ackarina, superfamili Sarcoptes. Pada manusia oleh S. scabiei var homonis, pada babi oleh S. scabiei var suis, pada kambing oleh S. scabiei var caprae, pada biri-biri oleh S. scabiei var ovis.

Penyakit scabies ini merupakan penyakit menular oleh kutu tuma gatal Sarcoptes scabei, kutu tersebut memasuki kulit stratum korneum, membentuk kanalikuli atau terowongan lurus atau berkelok sepanjang 0,6 sampai 1,2 centimeter. Kecil ukurannya, hanya bisa dilihat dibawah lensa mikroskop, yang hidup didalam jaringan kulit penderita, hidup membuat terowongan yang bentuknya memanjang dimalam hari. Itu sebabnya rasa gatal makin menjadi-jadi

dimalam hari, sehingga membuat orang sulit tidur. Dibandingkan penyakit kulit gatal lainnya, scabies merupakan penyakit kulit dengan rasa gatal yang lebih dibandingkan dengan penyakit kulit lain. Akibatnya, penyakit ini menimbulkan rasa gatal yang panas dan edema yang disebabkan oleh garukan. Kutu betina dan jantan berbeda. Kutu betina panjangnya 0,3 sampai 0,4 milimeter dengan empat pasang kaki, dua pasang di depan dengan ujung alat penghisap dan sisanya di belakang berupa alat tajam. Sedangkan, untuk kutu jantan, memiliki ukuran setengah dari betinanya. Dia akan mati setelah kawin. Bila kutu itu membuat terowongan dalam kulit, tidak pernah membuat jalur yang bercabang. Di dalam terowongan ini, kutu bersarang dan mengeluarkan telurnya. Dalam waktu tujuh sampai 14 hari, telur menetas dan membentuk larva yang dapat berubah menjadi nimfa, selanjutnya terbentuk parasit dewasa. Hal yang paling disukai kutu betina adalah bagian kulit yang tipis dan lembab, yaitu daerah sekitar sela jari dan tangan, siku, pergelangan tangan, bahu, dan daerah kemaluan. Pada bayi yang memiliki kulit serba tipis, telapak tangan, kaki, muka, dan kulit kepala sering diserang kutu tersebut. Faktor penunjang penyakit ini antara lain anak dengan keadaan orang tua yang sosial ekonominya rendah, hygiene buruk, kesalahan diagnosis, dan perkembangan demografis serta ekologik. Penularan penyakit skabies ini dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung, karenanya tidak heran jika penyakit gudik (skabies) dapat dijumpai di sebuah keluarga, di kelas sekolah, di asrama, di pesantren.

2.2 Etiologi Scabies dapat disebabkan oleh kutu atau kuman Sercoptes scabei varian hominis. Sarcoptes scabiei ini termasuk filum Arthopoda, kelas Arachnida, ordo Ackarina, superfamili Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei var hominis. Kecuali itu terdapat S. scabiei yang lainnya pada kambing dan babi. Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini transient, berwarna putih kotor,

dan tidak bermata. Ukurannya yang betina berkisar antara 330-450 mikron x 250350 mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200-240 mikron x 150-200 mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang longlegs di depan sebagai alat alat untuk melekat dan 2 pasang longlegs kedua pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada yang jantan pasangan longlegs ketiga berakhir dengan rambut dan keempat berakhir dengan alat perekat. Siklus hidup tungau ini sebagai berikut. Setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat hidup dalam terowongan yang digali oleh yang betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2-3 milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai jumlah 40 atau 50. Bentuk betina yang telah dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya. Telurnya akan menetas, biasanya dalam waktu 3-5 hari, dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam terowongan, tetapi dapat juga keluar. Setelah 2-3 hari larva akan menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina, dengan 4 pasang kaki. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8-12 hari. Telur menetas menjadi larva dalam waktu 3-4 hari, kemudian larva meninggalkan terowongan dan masuk ke dalam folikel rambut. Selanjutnya larva berubah menjadi nimfa yang akan menjadi parasit dewasa. Tungau betina akan mati setelah meninggalkan telur, sedangkan tungau jantan mati setelah kopulasi. Sarcoptes scabiei betina dapat hidup diluar pada suhu kamar selama lebih kurang 7-14 hari.Yang diserang adalah bagian kulit yang tipis dan lembab, contohnya lipatan kulit pada orang dewasa. Pada bayi, karena seluruh kulitnya masih tipis, maka seluruh badan dapat terserang penyakit skabies ini.

2.3 Pengklasifikasian Skabies Terdapat beberapa bentuk skabies atipik yang jarang ditemukan dan sulit dikenal, sehingga dapat menimbulkan kesalahan diagnosis. Beberapa bentuk tersebut antara lain (Sungkar, S, 1995): 1. Skabies pada orang bersih (scabies of cultivated). Bentuk ini ditandai dengan lesi berupa papul dan terowongan yang sedikit jumlahnya sehingga sangat sukar ditemukan. 2. Skabies incognito. Bentuk ini timbul pada scabies yang diobati dengan kortikosteroid sehingga gejala dan tanda klinis membaik, tetapi tungau tetap ada dan penularan masih bisa terjadi. Skabies incognito sering juga menunjukkan gejala klinis yang tidak biasa, distribusi atipik, lesi luas dan mirip penyakit lain. 3. Skabies nodular. Pada bentuk ini lesi berupa nodus coklat kemerahan yang gatal. Nodus biasanya terdapat didaerah tertutup, terutama pada genitalia lakilaki, inguinal dan aksila. Nodus ini timbul sebagai reaksi hipersensetivitas terhadap tungau scabies. Pada nodus yang berumur lebih dari satu bulan tungau jarang ditemukan. Nodus mungkin dapat menetap selama beberapa bulan sampai satu tahun meskipun telah diberi pengobatan anti scabies dan kortikosteroid. 4. Skabies yang ditularkan melalui hewan. Di Amerika, sumber utama skabies adalah anjing. Kelainan ini berbeda dengan skabies manusia yaitu tidak terdapat terowongan, tidak menyerang sela jari dan genitalia eksterna. Lesi biasanya terdapat pada daerah dimana orang sering kontak/memeluk binatang kesayangannya yaitu paha,

perut, dada dan lengan. Masa inkubasi lebih pendek dan transmisi lebih mudah. Kelainan ini bersifat sementara (4 8 minggu) dan dapat sembuh sendiri karena S. scabiei var. binatang tidak dapat melanjutkan siklus hidupnya pada manusia. 5. Skabies Norwegia. Skabies Norwegia atau skabies krustosa ditandai oleh lesi yang luas dengan krusta, skuama generalisata dan hyperkeratosis yang tebal. Tempat predileksi biasanya kulit kepala yang berambut, telinga bokong, siku,

lutut, telapak tangan dan kaki yang dapat disertai distrofi kuku. Berbeda dengan scabies biasa, rasa gatal pada penderita skabies Norwegia tidak menonjol tetapi bentuk ini sangat menular karena jumlah tungau yang menginfestasi sangat banyak (ribuan). Skabies Norwegia terjadi akibat defisiensi imunologik sehingga sistem imun tubuh gagal membatasi proliferasi tungau dapat berkembangbiak dengan mudah. 6. Skabies pada bayi dan anak. Lesi skabies pada anak dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk seluruh kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki, dan sering terjadi infeksi sekunder berupa impetigo, ektima sehingga terowongan jarang ditemukan. Pada bayi, lesi di muka. (Harahap. M, 2000). 7. Skabies terbaring ditempat tidur (bed ridden). Penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa harus tinggal ditempat tidur dapat menderita skabies yang lesinya terbatas. (Harahap. M, 2000).

2.4 Patofisiologi Scabies Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya dari tungau scabies, akan tetapi juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Dan karena bersalaman ata u bergandengan atau bermain bersama dengan anak lain sehingga terjadi kontak kulit yang kuat, menyebabkan lesi timbul pada pergelangan tangan. Gatal yang terjadi disebabkan leh sensitisasi terhadap secret dan ekskret tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemuannya papul, vesikel, dan urtika. Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta, dan infeksi sekunder. Kelainan kulit dan gatal yang terjadi dapat lebih luas dari lokasi tungau. Tungau scabies penderita sendiri dan digaruk

Kontak kulit kuat

Bersalaman bergandengan

Timbul lesi

Pergelangan tangan

Gatal

Sensitivitas terhadap secret

Waktu 1 bulan setelah infestasi

Timbul papul,vesikel,urtika timbul erosi, krusta

Digaruk infeksi skunder

Kelainan kulit dermatitis menyebar luas

2.5 Tanda dan Gejala


y Rasa gatal yang sering menjadi parah dan biasanya memburuk pada malam

hari
y Penggalian kulit dapat menimbulkan benjolan kecil pada kulit

10

Pada anak-anak, bagian yang terkena antara lain: Kulit kepala Wajah Leher Telapak tangan Telapak kaki Efek utama pada anak yang terkena scabies adalah gatal pada badan terutama pada waktu malam. Efek pada kulit seperti bintik-bintik kecil berair (vesicles), efek truk scabies dalam kulit (burrowing) dan efek mengelupas terdapat di celah-celah jari tangan atau kaki. Efek ini juga sering terdapat pada pusat, ketiak. Diagnosis dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda cardinal berikut : 1. Pruritus noktuma (gatal pada malam hari) karena aktivitas tungau lebih tinggi pada suhu yang lembab dan panas. 2. Umumnya ditemukan pada sekelompok anak 3. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang 1cm, pada ujung menjadi pimorfi (pustu, ekskoriosi). Tempat predileksi biasanya daerah dengan stratum komeum tpis, yaitu sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, aerola mammae dan lipat glutea, umbilicus, bokong, genitalia eksterna, dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang bagian telapak tangan dan telapak kaki bahkan seluruh permukaan kulit. Pada remaja dapat timbul pada kulit kepala dan wajah. 4. Menemukan tungau merupakan hal yang paling diagnostk. Dapat ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini. Pada orang tua yang selalu menjaga hygiene anaknya, lesi yang timbul hanya sedikit sehingga diagnosis kadang kala sulit ditegakkan. Jika penyakit berlangsung lama, dapat timbul likenifikasi, impetigo, dan furunkulsis.

11

2.6 Komplikasi Bila skabies tidak diobati selama beberapa minggu atau bulan, dapat timbul dermatitis akibat garukan. Erupsi dapat berbentuk impetigo, ektima, sellulitis, limfangitis, dan furunkel. Infeksi bakteri pada bayi dan anak kecil yang diserang scabies dapat menimbulkan komplikasi pada ginjal. Dermatitis iritan dapat timbul karena penggunaan preparat anti skabies yang berlebihan, baik pada terapi awal ataupun pemakaian yang terlalu sering. 2.7 Prognosis Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat serta syarat pengobatan dan menghilangkan faktor predisposisi, penyakit ini dapat di berantas dan memberikan prognosis yang baik. (Harahap, M, 2000). 2.8 Penatalaksanaan Terapi scabies adalah dengan pemberian skabisida. Skabisida seperti krim permetrin 5% (Elimite) dan linden telah digunakan untuk menangani scabies. Perawat yang member instruksi kepada keluargadalam penggunaan skabisidaharus menekankan pentingnya mematuhi petunjuk dengan cermat. Jika losion linden diresepkan. Losion dioleskan ke kulit yang keringdan dingin pada semua permukaan kutaneus dari leher ke bawah. Linden dibiarkan selama waktu yang dianjurkan, biasanya 4 sampai 6 jam. Akan tetapi, sekarang ini, krim permetrin 5% lebih dipilih sebagai terapi topical untuk scabies karena lebih aman, menghindari resiko neurotoksik, dan lebih efektif daripada linden. Permetrin dioleskan pada semua permukaan kulit (tidak hanya pada area dengan ruam, tetapi juga diantara jari-jari tangan dan kaki, umbilicus, dan belahan bokong). Krim permetrin harus dibiarkan di kulit selama 8 sampai 14 jam. Satu kali pemberian yang banyak sudah cukup, tetapi semua orang di keluarga (termasuk pengasuh bayi dan orang lain yang kontak dekat dengan anak) harus diberikan juga. Keluarga perlu mengetahui bahwa meskipun tungau akan mati, ruam dan rasa gatal tidak akan sampai stratum korneum digantikan, yaitu sekitar 2 sampai 3 minggu. Salep penyejuk atau losion dapat diberikan untuk mengatasi gatal. Antibiotic diberikan untuk infeksi sekunder.

12

Akhir-akhir ini obat oral, ivermektin telah digunakan untuk mengatasi scabies (Dourmishev, Serafimova, dan Dourmishev , 1998, Offidani dkk, 1999). Obat ini efektif, aman dan mudah digunakan, dan khususnya bermanfaat pada pasien dengan ekskoriasi sekunder, untuk pasien tersebut penggunaan skabisida sangat iritatif dan kurang dapat ditoleransi dengan baik. Pada saat ini, keamanan dan kefektifan pengobatan ini untuk pasien pediatric dengan berat badan kurang dari 15 kg (33 pon) belum ditetapkan.

2.9 Pemeriksaan Penunjang Cara menemukan tungau : 1. Carilah mula-mula terowongan, kemudian pada ujung dapat terlihat papul atau vesiel. Congkel dengan jarum dan letakkan diatas kaca obyek, lalu tutup dengan aca penutup dan lhat dengan mikroskop cahaya. 2. Dengan cara menyikat dengan siat dan ditampung diatas selembar kertas putih dan dilihat dengan kaca pembesar. 3. Dengan membuat biopsi irisan, caranya; jepit lesi dengan 2 jari kemudian buat irisa tipis dengan pisau dan periksa dengan miroskop cahaya. 4. Dengan biopsy eksisional dan diperiksa dengan pewarnaan HE (Haematoxillin Eosin).

13

PATHWAY
Tungau scabies penderita sendiri dan digaruk

Kontak kulit kuat

Timbul lesi di pergelangan tangan

Gatal-gatal

Tidak dapat tidur pada malam hari

Gangguan pola tidur

Ansietas

Sensitivitas terhadap secret

Waktu 1 bulan setelah infeksi

Anak cemas terhadap proses penyakitnya

Timbul papul, vesikel, urtika, erosi, krusta

Kelainan kulit dermatitis menyebar luas

Resiko infeksi

Nyeri akut

Kerusakan integritas jaringan kulit

Anak malu dengan penampilan tubuhnya, anak kurang PD

Gangguan citra tubuh

14

BAB IV PROSES KEPERAWATAN A. Pengkajian

1. Biodata Mengkaji identitas anak dan orang tua seperti nama, alamat untuk menentukan penyebab mengapa pasien terkena scabies karena apabila anak yang terkena scabies tinggal di tempat yang endemik scabies dan daerah tersebut padat penduduknya akan terjadi peningkatan resiko penularan scabies. Selain itu dikaji juga usia anak karena semakin muda, system imunnya rendah sehingga mudah sekali untuk masuknya S. scabiei dan S.scabiei senang dengan kulit yang tipis seperti pada kulit anak. Perawat juga harus mengkaji jenis kelamin, anak laki-laki banyak yang terkena scabies karena aktivitas anak laki-laki lebih banyak dibanding anak perempuan dan hygiene anak laki-laki kurang sehingga mudah terkena scabies. 2. Riwayat kesehatan a. Keluhan utama Pada anak penderita scabies terdapat lesi dikulit di seluruh tubuh terutama pada kulit yang tipis seperti kulit kepala, wajah, leher, telepak tangan dan kaki. Anak juga merasakan gatal terutama pada malam hari karena S.scabiei bekerja membuat terowongan pada malam hari dan S.scabiei senang dengan suhu yang lembab dan panas. b. Riwayat kesehatan sekarang Pasien mulai merasakan gatal yang memanas dan kemudian menjadi edema karena garukan akibat rasa gatal yang sangat hebat. c. Riwayat kesehatan dahulu Pasien pernah masuk RS karena alergi. d. Riwayat kesehatan keluarga Scabies merupakan penyakit menular, sehingga apabila ada anggota keluarga yang terkena scabies akan menularkan ke anggota keluarga yang lain. 3. Pola fungsi kesehatan

15

a. Pola persepsi terhadap kesehatan Apabila sakit, anak biasa membeli obat di toko obat terdekat atau apabila tidak terjadi perubahan pasien memaksakan diri ke puskesmas atau RS terdekat. b. Pola aktivitas latihan Anak yang terkena scabies akan menjadi malas melakukan kegiatan sehari hari seperti mandi, makan, bermain, dll karena anak focus terhadap rasa gatal dan nyeri yang dirasakan c. Pola istirahat tidur Pada pasien scabies terjadi gangguan pola tidur akibat gatal yang hebat pada malam hari. d. Pola nutrisi metabolik Pada pasien scabies tidak ada gangguan dalam nutrisi metaboliknya. e. Pola eliminasi Pada pasien scabies tidak terjadi gangguan terhadap pola eliminasinya. f. Pola kognitif perceptual Pada pasien scabies tidak terjadi gangguan terhadap pola kognitif perceptualnya g. Pola peran hubungan : Pada anak yang terkena scabies membutuhkan dukungan dari orang tua atau orang terdekat karena kebanyakan penderita scabies kepercayaan dirinya kurang akibat dari adanya gatal-gatal, kulit bintik-bintik dan mengelupas. Dukungan dari orang tua akan meningkatkan kepercayaan diri anak dan anak dapat cepat sembuh. h. Pola konsep diri: Pada anak yang terkena scabies akan menjadi kurang percaya diri akibat gatalgatal, kulit bintik-bintik dan mengelupas i. Pola koping Kehilangan atau perubahan yang terjadi pada penderita scabies adalah anak malas untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Sehingga masalah utama yang terjadi selama anak sakit, anak selalu merasa gatal, dan pasien menjadi malas untuk bermain, bersosialisasi.

16

B. No

Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawat an Nyeri akut berhubung an dengan agen cidera biologi ditandai dengan anak mengungk apkan secara verbal, anak meringis kesakitan, rewel Perencanaan Tujuan Intervensi (NIC) (NOC) Tujuan : 1. Kaji intensitas Setelah nyeri, dilakukan karakteristik tindakan dan catat lokasi. asuhan keperawata n diharapkan nyeri anak dapat teratasi dengan KH: 1. Nyeri terkontrol 2. Gatal mulai hilang 3. Pus hilang 4. kulit tidak 2. Berikan memerah perawatan kulit dengan sering, hilangkan rangsangan lingkungan yang kurang menyenangkan. 3. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesic.

Rasional 1. Nyeri selalu dirasakan pasien terutama pada malam hari karena akibat dari aktivitas S.scabiei di malam hari. Nyeri tergantung pada beberapa derajat beratnya keterlibatan jaringan. Perubahan lokasi/karakter/intensitas nyeri dapat menindikasikan terjadinya komplikasi (contoh iskemia tungkai) atau perbaikan/kembalinya fungsi saraf/sensasi.

1.

2. Perawatan kulit dapat membantu menghilangkan S.scabiei sehingga nyeri dapat hilang. Suhu berubah dan gerakan udara dapat menyebabkan nyeri hebat pada pemajanan ujung saraf. 3. Pemberian analgesic membantu untuk meningkatkan ambang nyeri sehingga pasien tidak dapat merasakan nyerinya lagi. Metode IV sering digunakan pada awal untuk memaksimalkan efek obat.

17

4. kolaborasi pemberian antibiotika. 2 Gangguan pola tidur berhubung an dengan sering terbangun pada malam hari akibat rasa ketidaknya manan nyeri dan gatal pada malam hari ditandai dengan tiap malam anak rewel, mata anak bengkak, anak pucat Tujuan : 1. Kaji tidur anak Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawata 2. Berikan n kenyamanan diharapkan pada anak tidur anak (kebersihan tidak tempat tidur terganggu. anak, kurangi KH : kebisingan 1. Mata anak) anak tidak 3. Kolaborasi bengkak dengan dokter lagi. pemberian 2. Anak analgetic. tidak sering terbangun di malam hari. 3. Anak tidak pucat.

4. Antibiotik dapat diberikan untuk menghilangkan S.scabiei. 1. Mengkaji berapa jam anak tidur dalam sehari, mengkaji penyebab anak mengalami gangguan tidur. 2. Dengan modifikasi lingkungan tempat tidur dapat meningkatkan kenyaman anak saat tidur sehingga anak tidak terbangun lagi. Lingkungan yang bising akan mengganggu anak yang sedang tidur sehingga anak dapat terbangun 3. Analgetik membantu untuk mengurangi nyeri yang biasanya dirasakn pada malam hari yang dapat menimbulkan gangguan tidur, dengan pemberian analgetik berarti membantu anak untuk tidur dengan nyaman. 4. minuman hangat terutama susu dapat merilekskan tubuh sehingga meningkatkan kenyamanan tidur. 5. Musik klasik merupakan musik yang dapat membuat tubuh rileks sehingga dapat memberikan kenyamanan anak saat tidur. 1. Episode traumatik mengakibatkan perubahan tiba-tiba. Tak diatisipasi, membuat

4. Berikan minum hangat (susu) jika perlu.

5. Berikan musik klasik sebagai pengantar tidur

3.

Gangguan citra tubuh berhubung an dengan

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan

1. Dorong individu untuk mengekspresian perasaan

18

perubahan dalam penampila n ditandai dengan anak mengungk apkan bahwa dia malu dengan keadaan kulitnya, anak tidak percaya diri

asuhan keperawata n diharapkan anak tidak mengalami gangguan dalam cara penerapan citra diri. KH : 1. Mengungka pkan penerimaan atas penyakit yang di alaminya. 2. Mengakui dan memantapk an kembali system dukungan yang ada

khususnya mengenai pikiran, pandangan dirinya. 2. Terima dan akui ekspresi frustasi, ketergantungan, marah. Perhatikan perilaku menarik diri dan pengguanaan penyangkalan.

4.

Ansietas berhubun gan dengan ancaman konsep diri ditandai

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawata n

3. Bantu anak dan keluarga untuk mengidentifikas i mekanisme koping dan kekuatan personal 4. Berikan realistis dan positif selama pengobatan 5. Berikan harapan dalam parameter situasi individu. Jangan memberikan keyakinan yang salah. 1. Berikan penjelasan dengan sering dan informasi tentang prosedur perawatan

perasaan kehilangan actual/yang dirasakan.. ini memerlukan dukungan dalam perbaikan optimal. 2. Penerimaan perasaan sebagai repons normal terhadap apa yang terjadi membantu perbaikan. Ini tidak membantu atau kemungkinan mendorong pasien sebelum siap untuk menerima situasi. Penyangkalan mungkin lama dan mungkin mekanisme adaptif, karena pasien tidak siap mengatasi masalah tersebut. 3. Mekanisme koping dapat mencegah atau menghindari adanya situasi yang menimbulkan anak tidaak percaya diri. 4. meningkatkan kepercayaan dan mengadakan hubungan antara perawat dan anak. 5. Meningkatkan perilaku positif dan memberikan kesempatan untuk menyusun tujuan dan rencana untuk masa depan berdasarkan realita. 1. Pengetahuan apa yang diharapkan menurunkan ketakutan dan ansietas, memperjelas kesalahan konsep, dan meningkatkan kerjasama.

19

dengan anak cemas, ketakutan, perasaan tidak adekuat, iritabilitas

diharapkan anak tidak cemas lagi. KH : 1. Anak tidak resah 2. Anak tampak tenang dan mampu menerima kenyaataan 3. Anak mampu mengidentif iasi dan mengungka pkan gejala cemas

2. Kaji status mental, etrmasuk suasana hati/afek, ketakutan pada kejadian, dan isi pikiran, contoh ilusi atau manifestasi panic

3. Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan.

4. Berikan informasi aktual tentang diagnosis, tindakan prognosis.

5. Berikan obat untuk mengurangi kecamasan

Kerusakan integritas kulit berhubung an dengan

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan asuhan

1. Kaji/catat ukuran, warna, kedalaman luka, perhatikan jaringan

Pada awal terkena scabies, pasien dapat mengguanakn penyangkalan dan repesi untuk menurunkan dan menyaring informasi keseluruhan karena pada pasien dengan scabies kulitnya akan mengelupas seluruh tubuh. Beberapa pasien menunjukkan tindakan tenang dan status mental waspada, menunjukkan disosiasi kenyataan, yang juga merupakan mekanisme perlindungan. 3. Dengan pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan, pasien akan mecarai koping yang tepat untuk mencegah dan menghindari situasi tersebut. 4. Pernyataan kompensasi menunjukkan realitas situasi yang dapat membantu pasien dan orang terdekat menerima realitas dan mulai menerima apa yang terjadi. 5. Obat ansietas deperlukan untuk periode singkat sampai pasien lebih stabil secara psikis dan fokus internal control ditingkatkan. 1. Mengkaji ukuran untuk mengukur seberapa luas jaringan kulit yang rusak. Warna kulit yang kemerahan

20

adanya edema ditandai dengan kulit mengelup as, memerah, terdapat lesi dikulit seluruh tubuh

keperawata n diharapkan lapisan kulit anak terlihat normal. KH : 1. Integritas kulit yang baik dapat dipetahanka n (sensasi, elastisitas, temperatur). 2. Tidak ada luka atau lesi pada kulit. 3. Mampu melindungi kulit dan mempertaha nkan kelembapan kulit serta perawatan alami. 4. Perfusi jaringan baik .

nekrotik dan kondisi sekitar luka. 2. Anjurkan pasien menggunakan pakaian yang longgar. 3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering.

merupakan salah satu tanda infeksi. Kedalaman luka berguna untuk mengetahui sedalam mana kulit yang terkena. Kulit yang mengalami nekrotik akan berwarna hitam karena kurangnya suplai darah akibat aktivitas S.scabiei. 2. Pekaian yang sempit dapat mengurangi kelancaran suplai darah sehingga integritas kulit menjadi rusak. 3. Kulit yang terkena S.scabiei mudah terjadi infeksi jika tidak sering dibersihkan karena kulit terpapar langsung oleh dunia luar. Pembersihan kulit untuk menyiapkan jaringan untuk penanaman dan menurunkan resiko infeksi. 4. Air hangat membantu melancarkan sirkulasi darah sehingga mencegah kerusakan integritas kulit. Sabun berfungsi untuk mencegah mikroorganisme masuk ke dalam kulit, mencegah jaringan nekrotik dan untuk membantu menghilangkan S.scabiei. 1. Pada penderita scabies kulitnya akan mengelupas sehingga dapat menimbulkan resiko infeksi. Jadi

4. Mandikan pasien dengan air hangat dan sabun

Resiko infeksi berhubung an dengan kerusakan

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan asuhan

1.

Monitor tanda dan gejala infeksi.

21

jaringan dan peningkata n pajanan dengan lingkungan

keperawata n diharapkan anak tidak terjadi resiko infeksi. KH : 1. Anak bebas dari tanda dan gejala infeksi. 2. Menunjuka n kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi. 3. Menunjukk an perilaku hidup sehat. 4. Mendeskrip sikan proses penularan penyakit, factor yang mempengar uhi penularan dan penatalaksa naannya.

2.

3.

Monitor kerentanan terhadap infeksi. Batasi pengunjung bila perlu.

4.

5.

6.

Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah meninggalkan pasien. Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat. Berikan perawatan kulit pada area epidema.

perawat harus selalu memonitor tanda dan gejala infeksi. 2. Anak-anak lebih mudah terkena resiko infeksi karena system imun anak rendah. 3. Mencegah kontaminasi silang dari pengunjung. Masalah resiko infeksi harus seimbang melawan kebutuhan pasien untuk dukungan keluarga dan sosiaslisasi. 4. Individu yang datang ke pasien harus mencuci tangan dulu untuk mencegah kontaminasi silang, menurunkan resiko infeksi.

5. Mencegah terpajan pada mikroorganisme infeksius pada alat yang dipasang. 6. Perawatan kulit berfungsi untuk membersihkan area luka dari kotoran dan kuman yang dapat menginfeksi kulit yang terkena scabies. 7. Membran mukosa yang kemerahan dan panas merupakan tandatanda inflamasi, tanda inflamasi merupakan salah satu tanda infeksi juga 8. Memeriksa apabila luka terdapat pus, kemerahan, bengkak

7.

Inspeksi kulit dan membrane mukosa terhadap kemerahan, panas. Inspeksi kondisi luka

8.

22

9.

Berikan terapi anibiotik bila perlu.

10. Ajarkan cara menghindari infeksi.

karena itu merupakan salah satu tanda infeksi. 9. Antibiotik pilihanpada infeksi scabies berguna melawan organism gram negative/gram positif. 10. Pasien diharuskan melaporkan pada perawat jika ada tandatanda kemerahan, terdapat pus, bengkak, panas, dan nyeri.

23

BAB V PENUTUP

5.1

Kesimpulan

Penyakit scabies ini merupakan penyakit menular oleh kutu tuma gatal sarcoptes scabei tersebut, kutu tersebut memasuki kulit stratum korneum, membentuk kanalikuli atau terowongan lurus atau berkelok sepanjang 0,6 sampai 1,2 centimeter. Akibatnya, penyakit ini menimbulkan rasa gatal yang panas dan edema yang disebabkan oleh garukan. Kutu betina dan jantan berbeda. Kutu betina panjangnya 0,3 sampai 0,4 milimeter dengan empat pasang kaki, dua pasang di depan dengan ujung alat penghisap dan sisanya di belakang berupa alat tajam. Sedangkan, untuk kutu jantan, memiliki ukuran setengah dari betinanya. Dia akan mati setelah kawin. Bila kutu itu membuat terowongan dalam kulit, tak pernah membuat jalur yang bercabang. Syarat obat yang ideal adalah efektif terhadap semua stadium tungau, tidak menimbulkan iritasi dan toksik, tidak berbau atau kotor, tidak merusak atau mewarnai pakaian, mudah diperoleh dan harganya murah.

5.2 Saran Dari penjelasan diatas kita tahu bahwa kita tidak dapat langsung menerima pengetahuan dijadikan sebuah ilmu. Suatu pengetahuan harus kita teliti kembali dan bisa kita tunjukkan kebenarannya, barulah hal itu bisa dikatakan sebagai ilmu. Saran yang dapat penulis tulis dalam makalah ini adalah: 1. Sebagai perawat menanggapi masalah scabies pada anak, perawat harus mempunyai skill dan kemampuan untuk terjadinya suatu masalah scabies yang terjadi pada anak. Perawat dapat berperan dalam upaya preventif, kuratif, rehabilitatif dan promotif. Perawat dituntut sebagai perawat professional dimana perawat dapat berpikir kritis dalam mengatasi masalah yang terjadi pada anak dengan penyakit scabies.

24

Sebagai mahasiswa kesehatan lainnya untuk dapat selalu bekerjasama serta berkolaborasi dalam rangka peningkatan kesembuhan scabies pada anak yang nantinya dapat berujung pada peningkatan kesehatan masyarakat.

25

DAFTAR PUSTAKA . Catlover. 2011. Scabies. www.hidaya.org/documents/healthcare/Scabies.pdf

(diakses tanggal 13 Mei 2011) Defka. 2010. Asuhan Keperawatan Skabies.

http://defkanurse.wordpress.com/2010/08/06/asuhan-keperawatan-skabies/ (diakses tanggal 13 Mei 2011) Engel, Joyce. 1999. Pengkajian Pediatrik. Jakarta: EGC Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 1. Jakarta: Media Aesculapius Merenstein, Gerald B, dkk. 1993. Buku Pegangan Pediatri. Jakarta: Widya Medika Meadow, Sir Roy & Simon J. Newell. 2002. Lecture Notes on Pediatrics. Jakarta: Penerbit Erlangga Muscari, Mary E. 2005. Panduan Belajar Keperawatan Pediatrik. Edisi 3. Jakarta: EGC Nenk. 2009. Skabies. http://www.lenterabiru.com/2009/09/skabies.htm (diakses tanggal 13 Mei 2011) Price, Sylvia Anderson. 1995. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta: EGC Short, John Rendle, dkk. 1992. Penyakit Anak. Jakarta: Bina Rupa Aksara Smeltzer, Suzanne C & Bare, Brenda G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. vol. 3. Jakarta: EGC Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak. 1985. Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Wong, Donna L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC

26

You might also like