You are on page 1of 254
Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi Buku asli berstiker hologram 3 dimensi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta Lingkup Hak Cipta Pasal 1 Hak Cipta adalah hak ksklusif peneipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif sctelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ketentuan Pidana Pasal 113 1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100,000.000 (seratus juta rupiah). Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat(1) hurufe, hurufd, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). 3. Sctiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). 4. Sctiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah), Pentinc Dikeranur Penerbit adalah rekanan pengarang untuk menerbitkan sebuah buku. Bersama pengarang, penerbit menciptakan buku untuk diterbitkan, Penerbit mempunyai hak atas penerbitan buku tersebut serta distribusinya, sedangkan pengarang memegang hak penuh atas karangannya dan berhak mendapatkan royalti atas penjualan bukunya dari penerbit. Percetakan adalah perusahaan yang memiliki mesin cetak dan menjual jasa pencetakan. Percetakan tidak memiliki hak apa pun dari buku yang dicctaknya kecuali upah, Percetakan tidak bertanggung jawab atas isi buku yang dicetaknya Pengarang adalah pencipta buku yang menyerahkan naskahnya untuk diterbitkan di sebuah penerbit. Pengarang memiliki hak penuh atas karangannya, tetapi menyerahkan hak penerbitan dan distribusi bukunya kepada penerbit yang ditunjuknya sesuaj batas-batas yang ditentukan dalam perjanjian. Pengarang berhak mendapatkan royalti atas karyanya dari penerbit, sesuai dengan ketentuan di dalam perjanjian Pengarang-Penerbit. Pembajak adalah pihak yang mengambil kcuntungan dari kepakaran pengarang dan kebutuhian belajar masyarakat. Pembajak tidak mempunyai hak mencetak, tidak memiliki hak menggandakan, mendistribusikan, dan menjual buku yang digandakannya Karena tidak dilindungi copyright ataupun perjanjian pengarang-penerbit. Pembajak tidak peduli atas jerih payah pengarang. Buku pembajak dapat lebih murah karena mereka tidak perlu ‘mempersiapkan naskah mulai dari pemilihan judul, editing sampai persiapan pracetak, tidak membayar royalti, dan tidak terikat perjanjian dengan pihak mana pun. Pemaasakan Buku Apaian Kerman! ‘Anda jangan menggunakan buku bajakan, demi menghargai jerih payah para pengarang yang notabene adalah para guru. Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi EDISI 3 Editor: Prof. Dr. Djamhoer Martaadisoebrata, dr., SoOG(K), MSPH Prof. Dr. Firman F. Wirakusumah, dr., SpOG(K) Prof. Dr. Jusuf S. Effendi, dr., SpOG(K) Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran PENERBIT BUKU KEDOKTERAN [lee EGC 2184 OBSTETRI PATOLOGI: ILMU KESEHATAN REPRODUKSI, Ed. 3 Penulis: Tim Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Editor: Prof. Dr. Djamhoer Martaadisoebrata, dr., SpOG(K), MSPH Prof. Dr. Firman F. Wirakusumah, dr, SpOG(K) Prof. Dr. Jusuf S. Effendi, dr., SpOG(K) Editor penyelaras: dr. Aryandhito Widhi Nugroho Diterbitkan pertama kali oleh Penerbit Buku Kedokteran EGC © 2012 Penerbit Buku Kedokteran EGC P.O. Box 4276/lakarta 10042 Telepon: 6530 6283 Anggota IKAPI Desain kulit muka: Agus Prabowo Penata letak: M. Imron Hak cipta dilindungi Undang-Undang. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apa pun, baik secara elektronik maupun mekanik, termasuk memfotokopi, merekam, atau dengan menggunakan sistem penyimpanan lainnya, tanpa izin tertulis dari Penerbit, Cetakan 2018 Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT) Obstetri patologi : ilmu keschatan reproduksi / edi Firman F, Wirakusumah, Jusuf S. Effendi, — viii, 225 him. ; 15,5x 240m. , 1, Djamhoer Martaadisoebrata, . 3. — Jakarta : EGC, 2013. Diterbitkan atas kerja sama dengan Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran ISBN 978-979-044-364-8 1, Kebidanan, Ilmu. 2. Patologi I. Djamhoer Martaadisoebrata. Il. Firman F, Wirakusumah. II]. Jusuf §. Effendi. 1V. Universitas Padjadjaran, Fakultas Kedokteran. 618.2 isi di luar tanggung jawab percetakan DAFTAR PENYUSUN Prof. Dr. Djamhoer Martaadisoebrata, dr. SpOG(K), MSPH Prof. Dr. Dinan Bratakoesoema, dr, SpOG(K) Prof. Dr. Firman F. Wirakusumah, dr, SpOG(K) Prof. Dr Sofie R. Krisnadi, dr, SpOG(K) Prof. Dr. Johanes C. Mose, dr, SpOG(K) Prof. Dr. Jusuf S. Effendi, dr., SpOG(K) Udin Sabarudin, dr,, SpOG(K). MM., MHKes Maringan D. L. Tobing, dr, SpOG(K), MKes Dr. Anita D, Anwar, dr, SpOG(K) Dr. Budi Handono, dr, SpOG(K) Setiorini Irianti, dr, SpOG(K) Ali Budi Harsono, dr, SpOG(K) Doddy Suardi, dr, SpOG(K) Rizkar A. Sukarsa, dr, SpOG(K) Adhi Pribadi, dr, SpOG(K) Muhammad Alamsyah, dr., SpOG(K) KATA PENGANTAR Buku ini merupakan edisi ke-3 sejak awal diterbitkan pada tahun 1983. Sepanjang perjalanannya, buku ini telah dipakai sebagai buku pegangan mahasiswa di berbagai pusat pendidikan dalam rumpun Imu Kesehatan; Kedokteran, Kebidanan, Keperawatan dan lainnya. Edisi ke-2 saat ini sudah dirasa ketinggalan karena di dalam satu dekade terakhir perkembangan ilmu sangat pesat, banyak hal baru yang diungkap dan teori baru muncul. Isi dan bab-bab yang disajikan dalam buku ini bertambah tanpa banyak mengubah tampilan buku sehingga mudah dibaca dan dibawa. Format buku tetap berpegang kepada fungsi-fungsi dasar agar mudah dimengerti dan dapat dipakai sebagai buku penuntun praktis bagi mahasiswa dalam mempelajari Ilmu Kesehatan Reproduksi, khususnya Obstetri Patologi. Dengan tambahan gambar, pembaca diharapkan lebih mudah memahami masalah yang diuraikan dalam masing-masing bab. Masing-masing bab ditulis oleh para pakar dalam bidangnya. Kami menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya kepada para Sejawat yang telah mengisi bab-bab dalam buku ini hingga dapat diterbitkan, Semangat menulis para Sejawat yang telah diberikan diharapkan semakin tinggi dalam usaha membantu menyebarluaskan Ilmu Kesehatan Reproduksi. Kami turut berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan buku ini. Bandung, Juli 2012 Editor vi SAMBUTAN KEPALA DEPARTEMEN/UPF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FK UNPAD/RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas karunia dan hidayah-Nya kita masih diberi kesempatan meluangkan waktu menyusun sebuah buku pelajaran dalam bidang Obstetri Patologi, suatu bagian dari mu Kesehatan Reproduksi. Buku Ilmu Kesehatan Reproduksi edisi ke-3 membahas mengenai Obstetri Patologi, merupakan revisi buku Patologi yang diterbitkan oleh Departemen/ UPF Obstetri dan Ginekologi FK Unpad/RS dr: Hasan Sadikin, Bandung yang edisi pertamanya terbit tahun 1983. Di dalam buku Obstetri Patologi, dimuat pandangan-pandangan baru sesuai dengan kemajuan dalam bidang Obstetri dan Ginekologi saat ini. Meskipun demikian, kami tidak mungkin memuat hal-hal secara rinci, mengingat buku ini ditujukan terutama untuk mahasiswa program sarjana kedokteran, kebidanan, keperawatan, dan program-program di lingkungan Ilmu Kesehatan umumnya. Bagi yang ingin memperdalam salah satu bab dalam buku ini, dipersilakan membaca literatur lain. Buku Obstetri Patologi ini disajikan dalam kalimat-kalimat pendek, dan gambar-gambar praktis yang dapat memperjelas maksud uraian-uraiannya. Buku ini melengkapi seri buku Ilmu Kesehatan Reproduksi yang telah kami terbitkan, yaitu buku Obstetri Fisiologi. Mudah-mudahan buku ini bermanfaat bagi para pembaca dan akan menambah kekayaan buku mengenai IImu Kesehatan Reproduksi di Indonesia. Kami menyadari bahwa dalam pembuatan buku ini masih terdapat kekurangan. Oleh sebab itu, kami sangat mengharapkan usulan-usulan atau perbaikan dari para pembaca. Akhirul kalam Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melindungi dan membimbing kita dalam melaksanakan tugas mulia kita sehari-hari. Bandung, Juli 2012 Prof. Dr. Jusuf S. Effendi, dr., SpOG(K) vil DAFTAR ISI Bab 1 Keguguran (Abortus) Sofie Rifayani Krisnadi, Anita D, Anwar Bab 2 Penyakit Trofoblas Gestasional Djamhoer Martaadisoebrata, Ali Budi Harsono. Bab 3 Kelainan Tempat Kehamilan Firman F. Wirakusumah, Budi Handono........... ent, Bab 4 Kelainan Hasil Kehamilan; Plasenta, Air Tuban, Janin, dan Cacat Bawaan Firman FE. Wirakusumah, Budi Handono... Bab 5 Hiperemesis Gravidarum Johanes C. Mose, Setyorini Iriani... Bab 6 Kehamilan Lewat Waktu Sofie R. Krisnadi, Anita D. Anwar. Bab 7 Perdarahan Antepartum Johanes C Mose, Udin Sabarudin.. Bab 8 Hipertensi dalam Kehamilan Johanes C. Mose, Setyorini Irianti.... Bab 9 Persalinan Kurang Bulan (Prematur) Sofie R. Krisnadi, Anita D. Anwar.. Bab 10 Penyakit dan Penyulit yang Menyertai Kehamilan Maringan D. L. Tobing, Doddy Suardi.. Bab 11 Patologi Kala I dan II Dinan S. Bratakoesoema dan Alamsyah.. Bab 12 Patologi Kala III dan IV Firman F. Wirakusumah, Adhi Pribadi Bab 13 Kerusakan Jalan Lahir karena Persalinan Maringan D. L. Tobing, M. Riskar A.Sukarsa........ Bab 14 Patologi Nifas Sofie R. Krisnadi, Anita D. Anwat Bab 15 Patologi Menyusui Sofie R. Krisnadi, Anita D. Anwar.. Bab 16 Diagnosis Prenatal dan Kesejahteraan Janin Hidayat Wijayanegara, Adhi Pribadi #12 vill KEGUGURAN (ABORTUS) Sofie Rifayani Krisnadi Anita D. Anwar a BAB 1 Dbstetri Patoloa! PENDABULUAN Keguguran atau abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum janin dapat hidup di dunia Iuas, tanpa mempersoalkan sebabnya, Menurut WHO, aborsi berarti keluarnya janin dengan berat badan janin <500 gram atau usia kehamilan <22 minggu. Mengingat kondisi penanganan bayi baru lahir berbeda-beda di berbagai negara, usia kehamilan seperti pada definisi abortus dapat berbeda- beda pula. Di negara maju, oleh karena teknologi ilmu kedokteran yang canggih, keguguran saat ini diartikan sebagai keluarnya hasil konsepsi ketika usia Kehamilan <20 minggu atau berat badan janin <400 gram. Klasifikasi Menurut waktu, abortus dapat dikelompokkan sebagai: 1, Abortus dini—bila terjadi pada trimester pertama (kurang dari 12 minggu); 2, Abortus lanjut—bila terjadi antara 12-24 minggu (trimester kedua), | Sementara itu, menurut kejadiannya, abortus dikelompokkan sebagai: 1. Abortus spontan (spontaneous abortion, miscarriage, pregnancy loss)— keluarnya hasil konsepsi tanpa intervensi medis maupun mekanis; 2. Abortus buatan (abortus provocatus, aborsi disengaja, digugurkan)—yang dapat dikelompokkan lebih lanjut menjadi: a. Abortus buatan menurut kaidah ilmu (abortus provocatus artificialis atau abortus therapeuticus)—Abortus sesuai indikasi untuk kepentingan ibu, misalnya penyakit jantung, hipertens! maligna, atau karsinoma serviks. Keputusan pelaksanaan aborsi ditentukan oleh tim abli yang terdiri atas dokter ahli kebidanan, penyakit dalam, dan psikiatri atau psikolog; b, Abortus buatan kriminal (abortus prevecatus criminalis)—pengguguran kehamilan tanpa alasan medis yang sah, dilarang oleh hukum atau dilakukan oleh pihak yang tidak berwenang, Kecurigaan terhadap abortus provokatus kriminalis harus dipertimbangkan bila terdapat abortus febrilis. Aspek hukum tindakan abortus buatan harus diperhatikan. Beberapa bahaya abortus buatan kriminalis: = Infeksi; = Infertilitas sekunder: = Kematian. Angka Kejadian . Angka kejadian abortus sulit ditentukan karena terkadang seorang wanita dapat mengalami abortus tanpa mengetahui bahwa ia hamil dan tidak menunjukkan gejala yang hebat sehingga hanya dianggap sebagai menstryasi yang terlambat (siklus memanjang). Insidens abortus kriminalis sangat sulit ditentukan karena biasanya tidak dilaporkan. Angka kejadian abortus dilaporkan oleh rumah sakit sebagai rasio jumlah abortus terhadap jumlah kelahiran hidup. Dj Amerika Serikat, angka kejadian abortus secara nasional berkisar antara 10-20%, sementara di RS Hasan Sadikin Bandung, Indonesia, angka kejadian abortus 2 Keguguran (abortus) berkisar antara 18-19%. Kebanyakan abortus terjadi ketika usia kehamilan <12 minggu; hanya sekitar 4% abortus yang terjadi pada trimester kedua dan hanya sekitar 5% abortus yang terjadi setelah bunyi jantung janin dapat diidentifikasi. Etiologi Penyebab abortus merupakan gabungan dari beberapa faktor. Umumnya abortus didahului oleh kematian janin. Faktor-faktor yang dapatmeningkatkan terjadinya abortus antara lain: 1. Faktor janin—kelainan yang paling sering dijumpai adalah gangguan pertumbuhan zigot, embrio, janin atau plasenta. Kelainan tersebut biasanya menyebabkan abortus pada trimester pertama, berupa: a, Kelainan telur—telur kosong (blighted ovum), kerusakan embrio, kelainan kromosom (monosomi, trisomi atau poliploidi), merupakan sekitar 50% penyebab abortus; b. Trauma embrio—pasca-sampling vili korionik, amniosentesis; c. Kelainan pembentukan plasenta—hipoplasia trofoblas. 2. Faktor maternal, berupa: a. Infeksi—berisiko bagi janin yang sedang berkembang, terutama pada akhir trimester pertama atau awal trimester kedua. Penyebab kematian janin tidak diketahui secara pasti akibat infeksi janin atau oleh toksin yang dihasilkan mikroorganisme penyebab infeksi. Penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan abortus antara lain: * Virus—rubella, sitomegalovirus, herpes simpleks, varicella zoster, vaccinia, campak, hepatitis, polio, ensefalomieliti * Bakteri—Salmonella typhi; * Parasit— Toxoplasma gondii, Plasmodium; Penyakit vaskular—hipertensi, penyakit jantung; . Kelainan endokrin—abortus spontan dapat terjadi bila produksi progesteron tidak mencukupi, terjadi disfungsi tiroid atau defisiensi insulin; |. Imunologi—ketidakcocokan (inkompatibilitas) sistem HLA (human leukocyte antigen), SLE (systemic lupus erythematosus, lupus eritematosus sistemik); e. Trauma—jarang terjadi, umumnya segera setelah trauma, misalnya trauma akibat pembedahan: " pengangkatan ovarium yangmengandung korpus luteum graviditatum sebelum minggu ke-8; = pembedahan intraabdominal dan pembedahan uterus pada saat hamil; f. Kelainan uterus—hipoplasia uterus, mioma (terutama mioma submukosa), serviks inkompeten atau retroflexio uteri gravidi incarcerata; g. Psikosomatik—pengaruh faktor ini masih dipertanyakan. es a Obstetri Patologi 3, Faktor eksternal, berupa: a Radiasi—dosis 1-10 Rad dapat merusak janin berusia 9 minggu; dosis lebih tinggi dapat menyebabkan keguguran; b. Obat-obatan—antagonis asam folat, antikoagulan, dll, Sebaiknya tidak menggunakan obat-obatan ketika usia kehamilan <16 minggu kecuali obat terbukti tidak membahayakan janin atau indikasi pertyakit ibu yang parah; ¢. Zat kimiawi lain—bahan yang mengandung arsen, benzena, dll. d. Sosiockonomi, pendidikan, konsumsi kafein, dan bekerja ketika sedang hamil—tidak terbulti merupakan risiko abortus, Patogenesis Umumnya abortus spontan terjadi segera setelah kematian janin, diikuti oleh perdarahan ke dalam desidua basalis. Selanjutnya, terjadi perubahan nekrotik di daerah implantasi, infiltrasi sel-sel peradangan akut, dan berakhir dengan perdarahan pervaginam. Pelepasan hasil konsepsi, baik seluruhnya maupun sebagian, diinterpretasi sebagai benda asing dalam rongga rahim, sehingga uterus mulaj berkontraksi untuk mendorong benda asing keluar rongga rahim (ekspulsi}. Perlu ditekankan bahwa pada abortus spontan, kematian embrio biasanya terjadi paling lama 2 minggu scbelum perdarahan, sehingga pengobatan untuk mempertahankan janin tidak layak dilakukan jika perdarahan sudah sedemikian banyak karena abortus tidak akan dapat dihindari. Sebelum minggu ke-10, seluruh hasil konsepsi biasanya dapat keluar dengan lengkap karena vili korialis belum menanamkan diri dengan erat ke dalam desidua. Pada kehamilan 10-12 minggu, korion tumbuh cepat dan hubungan antara vili korialis dengan desidua makin erat, sehingga abortus yang mulai di Saat ini sering menyisakan korion (plasenta). Pengeluaran hasil konsepsi didasarkan atas 4 cara: 1. Kantung korion keluar pada kehamilan yang sangat dini, meninggalkan sisa desidua; 2. Kantung amnion dan isinya (janin) didorong ke Ivar, meninggalkan korion dan desidua; 3. Pecah amnion disertai putusnya tali pusat dan pendorongan janin keluar, tetapi sisa amnion dan korion tetap tertinggal (hanya janin yang dikeluarkan); Seluruh janin dan desidua yang melekat didorong keluar secara utub, Sebagian besar abortus termasuk ke dalam tiga tipe pertama sehingga kuretasi perlu dikerjakan untuk membersihkan uterus dan mencegah perdarahan atau infeksi. Terdapat beberapa bentuk abortus yang istimewa, yakni: 1, Telur kosong (blighted ovum)—hanya terbentuk kantong amnion berisi air ketuban tanpa embrio/janin, kantung kuning telur (yolk sac) dapat ada atau tidak ada; 4 Keguguran (Abortus) 2. Mola kruenta—telur dibungkus oleh darah kental. Mola kruenta terbentuk bila abortus berjalan lambat sehingga darah sempat membeku di antara desidua dan korion. Bila darah belcu ini sudah mengeras, konsistensinya seperti daging dan disebut mola karnosa. 3. Mola tuberosa—telur memperlihatkan benjolan akibat hematoma di antara amnion dan korion. 4, Nasib janin yang mati bermacam-macam—bila masih sangat kecil, janin dapat diabsorpsi dan hilang; bila janin sudah agak besar, cairan amnion akan diabsorpsi hingga janin tertekan (foetus compressus). Terkadang janin menjadi kering dan mengalami mumifikasi, sehingga menyerupai perkamen (foetus papyraceus); keadaan ini lebih sering terdapat pada kehamilan kembar (vanished twin). Janin yang sudah agak besar mengalami maserasi. Gambaran Klinis Secara klinis abortus dibedakan sebagai berikut: 1. Abortus iminens (keguguran mengancam/threatened abortion)—terjadi pada usia kehamilan <20 minggu, perdarahan biasanya tidak banyak, baru mulai mengancam, dan masih ada harapan untuk mempertahankan kehamilan. Ostium uteri tertutup dan ukuran uterus sesuai dengan usia kehamila 2. Abortus insipiens (keguguran berlangsung/inevitable abortion)—abortus sedang berlangsung dan tidak dapat dicegah lagi. Ostium uteri terbuka, ketuban teraba dan berlangsung hanya beberapa jam; a. Abortus inkomplet b. Abortus komplet Gambar 1. Berbagai jenis abortus. Sumber: Benson and Pernolis* Obstetri Fotologi 3. Abortus inkompletus (keguguran tidak lengkap/incomplete abortion)— sebagian hasil konsepsi telah dilahirkan tetapi sebagian, biasanya jaringan plasenta, masih tertinggal di dalam rahim. Ostium uteri terbuka dan jaringan dapat teraba; Abortus kompletus (keguguran lengkap/complete abortion)—seluruh hasil konsepsi telah dilahirkan lengkap, Ostium uteri tertutup dan ukuran uterus lebih kecil dari usta kehamilan ATAU ostium uteri terbuka dan kavum uteri Kosong; 5, Abortus tertunda (keguguran tertunda/missed abortion)—janin telah mati sebelum minggu ke-20 tetapi tertahan di dalam rahim selama beberapa minggu setelahjanin mati, Batasan ini berbedadengan batasan ultrasonografi, yakni ditemukan kehamilan yang nonviable tanpa gejala perdarahan: 6, Abortus habitualis (keguguran berulang)—ahortus terjadi 3 kali berturut- turut atau lebih pada seorang wanita. A, ABORTUS IMINENS Definisi Abortus yang disebut juga keguguran mengancam atau threatened ubortion/ miscarriage didiagnosis bila seorang wanita yang sedang hamil <20 minggu mengeluarkan darah petvaginam. Perdarahan dapat berlanjut selama beberapa hari atau berulang, dapat pula disertai sedikit nyeri perut bawah atau nyeri punggung bawah, seperti saat menstruasi. Sekitar 50% abortus iminens akan menjadi abortus komplet atau inkomplet; 502% kasus akan melanjutkan kehamilaninya. Risiko keguguran berkurang bila janin sudah memperlihatkan aktivitas jantung pada pemeriksaan ultrasonografi (USG), tetapi beberapa kepustakaan menyebutkan adanya risiko persalinan preterm atau gangguan pertumbuhan dalam rahim (intrauterine growth restriction) pada kasus seperti int, Perdarahan yang sedikit pada kehamilan muda mungkin juga disebabkan oleh hal lain, misalnya placental sign, yakni perdarahan dari pembuluh-pembuluh darah sekitar plasenta. Gejala ini selalu dijumpai pada kera Macacus rhesus yang sedang hamil. Brasi porsio lebih mudah berdarah pada kehamilan; demikian juga polip serviks, ulserasi vagina, karsinoma serviks, kehamilan ektopik dan kelainan trofoblas harus dibedakan dari abortus iminens karena dapatpula menyebabkan perdarahan per vaginam, Pemeriksaan spekulum dapat membedakan polip, ulserasi vagina, atau karsinoma serviks, sedangkan kelainan lain didiapnosis dengan pemeriksdan ultrasonograli. Dasar Diagnosis Klinis 1, Anamnesis—perdarahan dari jalan lahir (biasanya sedikit) dan nyeri perut tidak ada atau ringan; | 2. Pemeriksaan dalani—terdapat fluksus, ostium utert tertutup, dan ukuran uterus sesuai usia kehaimilan; Keguguran (Abortus) 3. Pemeriksaan penunjang—USG dapat menunjukkan bahwa hasil konsepsi: a. Masih utuh dan terdapat tanda kehidupan janin/embrio; b. Meragukan; , ¢. Tidak baik dan janin/embrio sudah mati atau tidak ada Pengelolaan 1, Bila hasi] konsepsi masih utuh dan terdapat tanda-tanda kehidupan janin: a. Ibu diminta tirah baring dan tidak melakukan aktivitas seksual sampai gejalan perdarahan hilang atau selama 3 x 24 jam; b, Pemberian preparat progesteron masih diperdebatkan karena dapat menyebabkan relaksasi otot polos, termasuk otot uterus. Beberapa penelitian menunjukkan efek buruk progesteron, yakni meningkatkan risiko abortus inkomplet, sehingga hanya diberikan bila terdapat gangguan fase luteal; dosisnya 5-10 mg; 2. Bila hasil USG meragukan, USG diulang kembali 1-2 minggu kemudian; 3. Bila hasil USG tidak baik, segera lakukan evakuasi. ABORTUS INSIPIENS Definisi Abortus insipiens berarti abortus sedang berlangsung (inevitable abortion/ miscarriage). Abortus ini didiagnosis bila seorang wanita yang sedang hamil <20 minggu mengalami perdarahan banyak, terkadang disertai gumpalan darah dan nyeri karena kontraksi kuat uterus serta terdapat dilatasi serviks, sehingga jari pemeriksa dapat masuk dan meraba ketuban. Kadang-kadang, perdarahan dapat menyebabkan kematian ibu dan jaringan yang tertinggal dapat menyebabkan infeksi, sehingga evakuasi harus segera dilakukan. Janin biasanya sudah mati, sehingga upaya mempertahankan kehamilan pada keadaan ini merupakan kontraindikasi. Dasar Diagnosis Klinis 1. Anamnesis—perdarahan dari jalan lahir disertai nyeri/kontraksi rahim; 2. Pemeriksaan dalam—ostium uteri terbuka, hasi] konsepsi masih terdapat di dalam rahim, dan ketuban teraba utuh serta mungkin menonjol. Pengelolaan 1._ Evakuasi hasil konsepsi; 2. Pemberian uterotonika pascaevakuasi; 3. Pemberian antibiotik selama 3 hari. © Obstetti ABORTUS INKOMPLET Definisi _Abortus inkomplet (incomplete ahortion/miscarriage) didiagnosis bila sebagian hasil konsepsi telah lahir atau teraba di vagina tetapi sebagian masih tertinggal, _ biasanya jaringan plasenta. Perdarahan biasanya terus berlangsung, dapat banyak dan membahayakan ibu. Ostium uteri sering kali tetap terbtika karena masih ada benda di dalam rahim yang dianggap sebagai benda asing (corpus allienum), sehingga uterus akan berusaha mengeluarkannya dengan berkontraksi sehingga ibu merasa nyeri tetapi tidak sehebat pada abortus insipiens. Pada beberapa kasus, perdarahan tidak banyak dan, bila dibiarkan, serviks akan menutup kembali, Dasar Diagnosis Klinis 1, Anamnesis—perdarahan dari jalan lahin, biasanya banyak, disertai nyeri/ kontraksi rahim; bila perdarahan banyak, ibu dapat mengalami syok; 2, Pemeriksaan dalam—ostium uteri terbuka dan sisa jaringan hasil konsepsi dapat teraba. Pengelolaan, 1. Perbaikan keadaan umum; syok harus diatasi bila muncul; bila Hb <8 gr%, transfusi darah segera diberikan; 2, Evakuasi hasil konsepsi, baik dengan metode digital atau kuretasi; 3. Pemberian uterotonika; 4. Pemberian antibiotik selama 3 hari, ABORTUS FEBRILIS Diagnosis Abortus febrilis merupakan abortus inkompletus atau abortus insipiens yang disertai infeksi (/ebrile abortion, septic abortion). Manifestasinya berupa demam, lokia yang berbau busuk, nyeri di atas simfisis atau di perut bawah, dan distensi atau kembung abdomen yang merupakan tanda peritonitis. Abortus ini dapat menimbulkan syok endotoksin. Hipotermia umumnya menunjukkan keadaan sepsis. Dasar Diagnosis Klinis i, Anamnesis—riwayat perdarahan, demam, upaya pengguguran, infeksi jalan - Jahir; 2, Riwayat penyakit sekarang—mungkin menderita syok septik ketika masuk rumah sakit; 3. Pemeriksaan dalam—ostium uteri umumnya terbuka dan sisa jaringan teraba, perabaan uterus dan adneksa menimbulkan rasa nyeri, fluksus berbau. Kequguron (Abortus) Pengelolaan 1. Perbaikan keadaan umum (infus, transfusi, pengelolaan syok septik bila ada); Posisi Fowler; Pemberian antibiotik yang efektif untuk bakteri aerob dan anaerob; Pemberian uterotonika; Pemberian antibiotik intravena selama 24 jam, dilanjutkan dengan evakuasi digital, aspirasi vakum manual (AVM) atau kuret tumpul. geen ABORTUS KOMPLET Definisi Bila hasil konsepsi lahir lengkap, abortus disebut komplet (complete abortion/ miscarriage), dan kuretasi tidak perlu dilakukan. Pada setiap abortus, jaringan yang terlahir harus selalu diperiksa kelengkapannya untuk membedakan dengan kelainan trofoblas (mola hidatidosa). Pada abortus komplet, perdarahan segera berkurang setelah isi rahim dikeluarkan dan berhenti total selambat-lambatnya setelah 10 hari, karena dalam masa ini luka rahim telah sembuh dan epitelisasi telah selesai. Serviks juga segera menutup kembali. Bila perdarahan masih berlangsung melebihi 10 hari setelah abortus, harus dipikirkan kemungkinan abortus inkomplet atau endometritis pascaabortus. ABORTUS TERTUNDA Definisi Abortus tertunda atau missed abortion terjadi bila hasil konsepsi yang telah mati tertahan di dalam rahim selama 8 minggu atau lebih, USG menunjukkan bahwa janin tidak utuh dan membentuk gambaran kompleks. Diagnosis via USG tidak selalu mengharuskan hasil konsepsi tertahan >8 minggu, asalkan ditemukan kehamilan yang nonviable tanpa gejala perdarahan. Di sekitar janin yang sudah mati terkadang terdapat sedikit perdarahan pervaginam, sehingga menimbulkan gambaran seperti abortus iminens, Namun, rahim selanjutnya tidak membesar tetapi malah mengecil karena air ketuban terabsorpsi dan janin mengalami maserasi. Tidak ada gejala bermakna lainnya, hanya saja amenorea terus berlangsung. Abortus spontan biasanya terjadi selambat-lambatnya 6 minggu setelah janin mati. Bila kematian janin terjadi pada kehamilan yang masih muda sekali, janin akan lebih cepat dikeluarkan. Sebaliknya, bila kematian janin terjadi pada kehamilan yang lebih lanjut, janin akan lebih lama tertahan/retensi. Dasar Diagnosis 1. Anamnesis—dapat terjadi atau tidak terjadi perdarahan; 2. Pemeriksaan obstetri—fundus uteri lebih kecil dari usia kehamilan, tidak terdapat bunyi jantung janin; 9 Obstetri Patologi 3, Pemeriksaan penunjang—USG dan laboratorium (Hb, trombosit, fibrinogen, waktu perdarahan, waktu pembekuan, dan wakta protrombin tidak selalu menunjukkan kelainan,) Pengelolaan 1. Perbaikan keadaan umum; 2. Transfusi darah segar; 3. Transfusl fibrinogen; 4, Pemberian misoprostol peroral atau pervaginam, dosis 200 mikrogram/6 jam, Bila dalam 2 x 24 jam hasil konsepsi tidak keluar, kuretasi segera | dikerjakan; 5. Evakuasidengan kuretasi; bila usia kehamilan >12 minggu, kuretasi didahului dengan pemasangan dilator (laminaria stiff) atau pemberian misoprotol 200 ug/6 jam. ABORTUS HABITUALIS Definisi Abortus habitualis terjadi bila abortus spontan berulang sebanyak 3 kali berturut-turut atau lebih (habitual abortion, recurrent miscarriage, recurrent pregnancy loss). Angka kejadiannya jauh lebih sedikit daripada abortus spontan (kurang dari 1%) dan lebih sering terjadi pada primi tua. Abortus habitualis dapat disebabkan oleh: 1. Kelainan genetik (kromosomal); 2. Kelainan hormonal atau imunologik; $. Kelainan anatomis. Pengelolaan Pengelolaan abortus habitualis bergantung kepada etiologi. Pada kelainan anatomi, misalnya inkompetensi serviks, dapat dilakukan operasi Shirodkar atau McDonald. ABORTUS PROVOKATUS MEDISINALIS | Pengelolaan | Abortus provokatus medisinalis dapat dilakukan dengan cara: 4. Kimiawi—pemberian obat aborttis ekstrauterin atau intrauterin, seperti prostaglandin, antiprogesteron (RU 486) atau oksitosin. 2. Mekanis: a. Pemasangan batang laminaria atau dilapan akan membuka serviks secara perlahan dan tidak traumatik, kemudian dilanjutkan dengan evakuasi menggunakan kuret tajam atau vakum; b. Dilatasi serviks menggunakan dilator Hegar dilanjutkan dengan evakuasi dengan kuretasi; €, Histerotomi/histerektomi. 10 Keguguran (Abortus) Penyulit Penyulit abortus kriminalis (meski juga dapat terjadi pada abortus spontan) antara lain: veene Perdarahan hebat; Kerusakan serviks; Infeksi hingga sepsis—infeksi tuba dapat menimbulkan kemandulan; Perforasi; Faal ginjal—rusak karena infeksi dan syok. Diuresis pasien abortus selalu harus diperhatikan. Pengelolaannya ialah dengan membatasi cairan dan mengatasi infeksi; 6. Syok bakterial—syok berat akibat toksin. Pengelolaannya ialah dengan memberi antibiotik, cairan, kortikosteroid dan heparin. DAFTAR PUSTAKA 1. Queensland Maternity and Neonatal Clinical Guideline: Early pregnancy loss. Diunduh pada tanggal 22 Januari 2012. Tersedia dari http://www.healthqld. gov.au/qcg/documents/g_epl5-0. pdf 2. Benson and Pernoll’s. Handbook of Obstetrics and Gynecology, 10" Ed, Early pregnancy complications, McGraw-Hill, USA.2001, 295- 324. 3. Cunningham, FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, RouseDJ, Spong CY, Williams Obstetrics. Ed. 23: McGrawHill Medical. USA.2010, 215-237. 4. Royal College of Obstetricians and Gynaecologists. The management of early pregnancy loss. Green-top guideline 25. London: RCOG; 2006. 1 PENYAKIT TROFOBLAS GESTASIONAL Djamhoer Martaadisoebrata Ali Budi Harsono Penyokit Trofoblas Gestasional PENDAHULUAN Penyakit trofoblas gestasional (PTG) adalah sekumpulan penyakit yang terkait dengan vili korialis, terutama sel trofoblasnya, dan berasal dari suatu kehamilan. Umumnya, setiap kehamilan berakhir dengan kelahiran anak cukup bulan dan tidak cacat, tetapi hal ini tidak selalu terjadi. Terkadang terjadi kegagalan kehamilan (reproductive failure). Bergantung pada tahap dan bentuk gangguan, kegagalan kehamilan dapat berupa: 1. Abortus; 2. Kehamilan ektopik; 3. Prematuritas; 4, Kematian janin dalam rahim; dan 5. Cacat bawaan. Terdapat satu bentuk kegagalan kehamilan lainnya, ketika seluruh atau sebagian vili korialis berkembang tidak wajar dan berbentuk gelembung- gelembung seperti anggur. Kelainan ini disebut mola hidatidosa (MH). Lima belas sampai dua puluh persen kasus MH dapat berubah menjadi ganas, dan dikenal sebagai tumor trofoblas gestational (TTG) Dengan demikian, PTG meliputi MH yang jinak dan TTG yang ganas. Pembahasan mengenai TTG akan dipaparkan di dalam sub-bagian Onkologi. MOLA HIDATIDOSA Secara umum, MH dibagi menjadi dua bagian: 1, Mola hidatidosa komplet (MHK); 2, Mola hidatidosa parsial (MHP) MOLA HIDATIDOSA KOMPLET (MHK) MHK merupakan kehamilan abnormal tanpa embrio; seluruh vili korialis mengalami degenerasi hidropik, yang secara makroskopis menyerupai buah anggur: MHK sering disebut sebagai kehamilan anggur (ihat Gambar 1). Insidens Insidens MH di negara Barat secara umum lebih rendah daripada di negara Asia dan di beberapa negara Amerika Latin. Namun, angka ini sulit dibandingkan karena umumnya negara maju menggunakan data populasi (population based), sedangkan negara berkembang menggunakan data rumah sakit (hospital based). Di Indonesia, MH harus dianggap penting karena insidensnya tinggi, faktor risikonya banyak dan penyebarannya hampir merata. Dibandingkan dengan tahun 1970-an, insidens MH di RS Hasan Sadikin, Bandung sudah jauh menurun. Salah satu sebabnya adalah karena sekarang sudah terdapat spesialis obstetri- ginekologi yang mampu menangani MH di tiap kabupaten/kota. 13 Obstetri Patologi Gambar 1. Mola hidatidosa komplet (MHK), Insidens MH di beberapa negara antara lain sebagai berikut: Beberapa kabupaten di Jawa Barat Beberapa kota di Indonesia : 28-105 persalinan : 51-141 kehamilan Amerika Serikat 1: 1000-1500 persalinan Korea Selatan 1: 429 persalinan Malaysia 1:357 persalinan Jepang 1: 538 kelahiran hidup 1 tl Etiologi Walau MH sudah dikenal sejak abad ke-6, penyebabnya sampai sekarang belum diketahui. Oleh karena itu, faktor risiko penyakit ini sangat penting dipahami. Faktor risike yang meningkatkan MH meliputi: Usia :risiko meningkat pada ibu hamil berusia <20 tahun dan >35 tahun; Etnik _ : risiko meningkat pada ras Mongoloid daripada ras Kaukasus; Genetik : risiko meningkat pada kaum perempuan yang mengalami translokasi seimbang (balanced translocation); Gizi _:risiko meningkat pada mereka yang kekurangan protein (Acosta Sison), asam folat dan histidin (Reynold), B-karoten (Parazzini, Berkowitz). Patogenesis Banyak teori telah dilontarkan tentang kejadian MHK, antara Jain teori Hertig, teori Park dan teori Sitogenetika. 14 Penyokit Trofoblas Gestasional Hertig et al menganggap bahwa MH disebabkan oleh insufisiensi peredaran darah akibat kematian embrio pada minggu ke-3 hingga ke-5 (missed abortion), sehingga cairan tertimbun di dalam jaringan vili dan membentuk kista-kista kecil yang kian membesar, hingga akhirnya terbentuk gelembung mola. Proliferasi trofoblas terjadi akibat tekanan vili yang membengkak. Di lain pihak, Park mengatakan bahwa penyebab primer MH adalah abnormalitas jaringan trofoblas beserta fungsinya, sehingga terjadi absorpsi cairan berlebih ke dalam vili. Keadaan ini menekan pembuluh darah dan akhirnya mematikan embrio. Teori sitogenetika menerangkan bahwa kehamilan MHK terjadi karena sebuah ovum yang tidak berinti (kosong), atau yang intinya tidak berfungsi, dibuahi oleh sebuah sperma haploid 23 X, sehingga terbentuk hasil konsepsi dengan kromosom 23 X. Kromosom ini kemudian mengadakan penggandaan sendiri (endoreduplikasi) menjadi 46 XX. Jadi, kromosom MHK ini menyerupai kromosom seorang perempuan, yakni homozigot, tetapi kedua kromosom X-nya berasal dari ayah dan tidak ada faktor ibu. Dengan demikian, teori ini disebut sebagai teori Diploid Androgenetik. Kehamilan yang sempurnaharus terdiri dari unsuribu, yangakan membentuk bagian embrional (anak), dan unsur ayah yang akan membentuk bagian ekstraembrional (plasenta, air ketuban, dil.) secara seimbang. Oleh karena tidak ada unsur ibu, pada MHK tidak ditemukan janin; yang ada hanya bagian ekstraembrional patologis berupa vili korialis yang mengalami degenerasi hidropik seperti anggur. Mengapa ada ovum yang kosong? Kekosongan ovum terjadi karena gangguan proses meosis: diploid 46 XX, yang seharusnya pecah menjadi 2 haploid 23 X, gagal terpisah oleh suatu peristiwa yang disebut non-disjungsi, sehingga hasil pemecahannya malah berupa 0 dan 46 XX. Gangguan proses meosis ini antara lain dapat terjadi pada kelainan struktur kromosom, berupa translokasi seimbang. Terkadang pembuahan terjadi oleh dua buah sperma 23 X dan 23 Y (dispermi), sehingga terjadi 46 XX atau 46 XY. Dalam keadaan ini, MHK bersifat heterozigot tetapi tetap androgenetik, sehingga dapat terjadi kehamilan kembar dizigotik, yang terdiri atas satu bayinormal dan satu MHK, walaukemungkinannya sangat jarang. Gambaran Klinis Gambaran Klinis MHK dapat dibagi ke dalam tiga bagian: 1. Keluhan utama—amenorea, mual muntah (lebih hebat daripada kehamilan biasa), perdarahan vaginam; 2. Perubahan yang menyertai—uterus lebih besar dari lamanya amenorea; 3. Kadar 8-hCG—jauh lebih tinggi dari kchamilan biasa, Pada kehamilan biasa, kadar B-hCG darah paling tinggi 100.000 mIU/ml, sedangkan pada MHK dapat mencapai 5.000.000 mIU/ml; 415 Obstetri Patologi 4, Sering disertai kista lutein, baik unilateral maupun bilateral, akibat rangsangan kadar B-hCG yang tinggi. Penyulit 1. Preeklamsia—terjadi lebih cepat daripada kehamilan biasa. Pada kehamilan biasa, preeklamsia terjadi pada trimester ketiga, sedangkan preeklamsia pada MHK sudah dapat terjadi pada kehamilan di bawah 24 minggu; 2, Tirotoksikosis—akibat rangsangan kadar f-hCG yang tinggi; 3, Emboli paru-paru—jarang terjadi tetapi dapat mematikan. Diagnosis MHK dapat diperkirakan bila ditemukan hal-hal tersebut di bawah ini: 1. Amenorea; 2, Perdarahan per vaginam; 3. Uterus lebih besar dari lamanya amenorea; 4, Tidak ditemukan tanda-tanda pasti kehamilan, seperti balotemen atau denyut jantung anak; Kadar B-hCG lebih tinggi daripada normal; Pada pemeriksaan USG, tampak gambaran vesikuler di kavum uteri (lihat Gambar 2). aon Gambar 2. USG mola hidatidosa komplet (MHK). 16 Penyakit Trofoblas Gestasional Diagnosis pasti ditentukan melalui pemeriksaan patologi anatomi, yang secara mikroskopis memperlihatkan: 1. stroma vili korialis yang membengkak; 2. ketiadaan vaskularisasi; dan 3. hiperplasia sel sito- dan sinsitiotrofoblas. Pengelolaan Oleh karena MH adalah suatu kehamilan patologis dan tidak jarang disertai penyulit yang membahayakan jiwa, MH pada prinsipnya harus segera dikeluar- kan. Terapinya terdiri dari tiga tahap: 1, Perbaikan keadaan umum; 2. Transfusi darah untuk mengatasi syok hipovolemik atau anemia; 3. Penanganan penyulit, seperti precklamsia berat atau tirotoksikosis. Evakuasi jaringan dengan kuretasi vakum Kuretasi vakum dapat segera dilakukan bila gelembung mola sudah keluar dan keadaan umum penderita stabil, atau dapat dilakukan dengan persiapan bila gelembung mola belum keluar dan serviks masih tertutup. Sebagai contoh, pada pukul 20.00, laminaria stift dipasang beserta tampon vagina, kemudian pada pukul 08.00, penderita diberi infus Dekstrosa 5% dan obat uterotonika. Perlu diingat bahwa setelah kuretasi vakum, dinding uterus dibersihkan dengan kuret tajam. Sediaan patologi anatomi diambil dari jaringan yang melekat ke dinding uterus. Laporan pascakuretasi vakum harus lengap, meliputi jumlah jaringan, darah, diameter gelembung, dan ada tidaknya bagian janin. Kuretasi hanya dikerjakan sebanyak satu kali, Kuretasi selanjutnya harus dikerjakan atas indikasi. Profilaksis: histerektomi totalis Histerektomi totalis (HT) hanya dikerjakan pada penderita golongan risiko tinggi (GRT), yakni berusia >35 tahun dengan jumlah anak hidup cukup, sebagai tindakan profilaksis kemungkinan keganasan uterus. HT dapat dilakukan dengan jaringan mola in toto atau beberapa hari setelah kuretasi. Kista lutein tidak perlu diangkat; bila memang mengganggu, kista cukup didekompresi. Profilaksis: kemoterapi Kemoterapi diberikan kepada penderita GRT bila mereka menolak atau tidak dapat menjalani HT, atau bila penderita masih berusia muda dan menunjukkan hasil patologi anatomi yang mencurigakan. Kemoterapi yang diberikan berupa: 1. Methotrexate (MTX) 20 mg/hari selama 5 hari berturut-turut; 2, Asam folat sebagai antidotum; dan 3. Actinomycin D 1 flakon/hari selama 5 hari berturut-turut. 17 Obstetd Patoloai Tindak Lanjut Tindak lanjut/follow up bertujaan untuk: 1, Menilai normal-tidaknya involusi dari Seyi anatomis(uterus), laboratoris (kadar 8-hCG) maupun fungsional (menstruasi); dan 2. Menentukan adanya transformasi keganasan, terutama pada tingkat yang sangat dini. Tindak lanjut dilakukan selama satu tahun, dengan jadwal sebagai berikut: 1, Tiga bulan pertama + tap dua mingeu 2. Tiga bulan kedua cap satu bulan 3. Enam bulan terakhir : Hap dua bulan Dalam setiap kunjungan fallow up, dilakukan pemeriksaan ginekologis dan B-HCG serta Réntgen toraks, bila perlu. Follow up dinyatakan selesai bila: 1. Setelah satu tahun pascaevakuasi mola, penderita tidak mempunyai keluhan; kadar B-hCG <5 mlU/ml, atau 2, {bu sudah kembali mengalami kehamilan yang normal, Selama follow up, ibu dianjurkan tidak hamil dahulu dan menggunakan kontrasepsi berupa kondom atau pil. Prognosis Risiko kematian/kesakitan penderita mola hidatidosa meningkat akibat perdarahan, perforasi uterus, precklamsia berat/eklamsia, tirotoksikosis atau infeksi, Akan tetapi, kematian akibat mola saat ini sudah jarang terjadi, Segera setelal jaringan mola dikeluarkan, uterus akan mengecil, kadar 8-hCG menurun dan akan mencapai kadar normal sekitar 10-12 minggu pascaevakuasi, Kista lutein juga akan mengecil; pada beberapa kasus, pengecilan memakan waktu beberapa bulan. Sebagian besar penderita mola akan kembali séhat setélah menjalani kuretasi, Bila kembali hamil, umumnya kehamilan akan berjalan normal. Mola hidatidosa dapat berulang meski jarang. Sekitar 15-20% kasus pasca-mola hidatidosa dapat mengalami degenerasi keganasan menjadi TTG, yang dapat berupa 1. Mola invasif; 2, Koriokarsinoma; 3. Placental site trophoblastic tumor (PSTT); 4. Persistent trophoblastic disease (PTD) atau: 5. Tumor trofoblas gestasional kdlinis (TTG kiinis}. Keganasan biasanya terjadi dalam satu tahun pertama pascaevakuasi, terbanyak dalam enam bulan pertama. MOLA HIDATIDOSA PARSIAL (MHP) MHP berbeda dengan MHK karena ada perbedaan mendasar, bail dari segi patogenesis (sitogenesis), klinis, prognosis maupun gambaran patolog! anatomi. 418 Penyakit Trofoblas Gestasional Pada MHP, hanya sebagian vili korialis mengalami degenerasi hidropik, sehingga unsur janin selalu ada. Perkembangan janin akan bergantung kepada luas plasenta yang mengalami degenerasi, tetapi janin biasanya tidak dapat bertahan Jama dan akan mati dalam rahim, walau dalam kepustakaan ada yang melaporkan kasus MHP yang janinnya dapat bertahan sampai aterm. MHP baru diketahui pada tahun 1977 oleh Vassilokos dkk. Secara epidemiologi klinis, MHP tidak sejelas MHK; angka insidens, faktor risiko, dan penyebarannya belum diketahui betul. Yang pasti, insidens MHP lebih rendah dari MHK, dan prognosisnya pun lebih baik. Secara sitogenetik MHP terjadi karena satu ovum yang normal dibuahi oleh dua sperma; kemungkinan karakter sperma meliputi dua haploid 23 X, satu haploid 23 X dan satu haploid 23 Y, atau dua haploid 23 Y. Hasil konsepsinya dapat meliputi 69 XXX, 69 XX¥,atau 69 XYY. Jadi, MHP mempunyai satu haploid ibu dan dua haploid bapak, sehingga disebut Diandro Triploid. Komposisi unsur ibu dan ayah yang tidak seimbang menyebabkan pembentukan plasenta tidak wajar, yang merupakan gabungan vili korialis yang normal dan yang mengalami degenerasi hidropik. Biasanya kematian janin terjadi sangat dini. Gambaran klinisnya tidak sejelas MHK. Umumnya dianggap sebagai missed abortion, dan diagnosisnya ditegakkan atas dasar pemeriksaan patologi anatomi yang memperlihatkan degenerasi hidropik vili korialis setempat dan hiperplasia sinsitiotrofoblas. Gambaran khas MHP adalah crinkling atau scalloping vili dan inklusi trofoblas di stroma (stromal trophoblastic inclusion), serta terdapat jaringan embrionik atau janin. 19 Obstetri Patoloat DAFTAR PUSTAKA 1. Martaadisoébrata D. Problemattk Penyakit. Trofoblas Ditinjau dari Segi Epidemiologi serta Pengelolaannya, Disertasi, Unpad, 1980. | 2. Martaadisoebrata D. Tirotoksikosis pada Mola Hidatidosa, Simposium Nasional Ili Penyakit Kelenjar Tirojd, Semarang, 5 November 1996. 3. Martaadisoebrata D. Perkembangan Penyakit Trofoblus Gestasional di Jawa : Barat dan Peranan RSHS dalam Upaya Penanggulangannya. Seminar Sehari Penyakit Trofoblas Gestasional, Bandung, 21 Maret 1998; 4. Martaadisoebrata D, Ngantung AW. Problems of Trophoblastic Disease in Indonesia. International Conference on Recent Advances in Perinatology, Yogyakarta, July 28-30, 1992, §, WHO Technical Report, Gestational Trophoblastic Deseases, Geneva, 1983. 6. Kim Cj, Kim JH, Bae SN, Kim S] and Namkoog SE. Epidemiology and Time Trend of GD. 8 World Congress on Gestational Trophoblastic Diseases, Seoul, Korea, November 3-6, 1996. 7. Sivanesaratman V. The Management of Gestational Tropheblastic Disease in Developing Countries such as Malaysia. 8° World Congress on Gestational Trophoblastic Diseases, Seoul, Korea, November 3-6, 1996. 8. Vassilokos P, Riotton G, Kajii T. Hydatidiform Mole; Two Entites; A Morphologie and Cytogenetic Study with Some Clinical Consideration, Am } of Obstet. Gynecol.127:167, 1977. 9, Hertig AT, Sheldon WH. Hydatidiform Mole A Pathologic-clinical Correlation of 200 Cases. Am J of Obstet. Gynecol. 53:1, 1947. 10, Park WW, The Pathology of Trophoblastic Tumors. UCH Monograph series 3:3, 1967, 4 11. Acosta Sison H. Trophoblastie Disease, In Biological Principal and Practice of Obstetrics. Greenhill- Friedman, WB Sanders, edition 1974. 12. Renynold SRM. Hydatidiform Mole, A Vascular Congenital Anomaly. Obstet. Gynecol, 47:24, 1976. 13. Parazzini¥, La VechiaC, MangliG, etal, Dietary Factors and Risk of Trophoblastic Disease. Am J Obstet. Gynecol. 1988; 158:93-99. 14, Berkowitz RS, Cramer DW, Berstein, et al. Risk Factors for Complete Molar Pregnancy from a Case Control Study. Am J Obstet. Gynecol. 1985; 52:1016- 1021. 20 KELAINAN TEMPAT KEHAMILAN Firman F. Wirakusumah Budi Handono _ Obstetri Patoiog? PENDAHULUAN Kelainan tempat kelamilan adalah kehamilan yang berada di luar kavum uteri, Kehamilan disebat ektopik bila berada di tempat yang luar biasa, seperti di dalam tuba, ovarium atau rongga perut—atau juga di tempat yang luar biasa walauptin masih dalam rahim—serviks, pars interstisialis tuba atau tanduk rudimenter rahim. Kebanyakan kehamilan ektopik terjadi di dalam tuba, Angka kejadian kehamilan tuba talah 1 di antara 150 persalinan (Amerika). Angka kejadian kehamilan ektopik cenderung meningkat, dan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti: 1 Peningkatan prevalensi penyakit tuba—penyakit menular selsual (PMs) menyebabkan oklusi parsial tuba. Salpingitis, terutama tadang endosalping, akan menyempitkan lumen tuba dan mengurangi silia mukosa tuba akibat infeksi, sehingga memudahkan implantasi zigot di dalam tuba; 2. Adhesi peritubal—pascainfeks apendisitis atau endometriosis. Dapat terjadi penekukan tuba atau penyempitan lumen menyempit: 3. Riwayat kehamilan ektopik—visiko ini kemungkinan meningkat juga karena riwayat salpingitis sebelumnya; Peningkatan penggunaan kontrasepsi untuk mencegah kehamilan—AKDR dan KB suntik derivat progestin; . Pembedahan—perbaikan patensi tuba dan kegagalan sterilisast; . Abortus provokatus disertat infeksi—peningkatan risiko salpingitis selalan dengan peningkatan kekerapan abortus provokatus: 7. Fertilitas—obat-cbatan pemacu oyulasi, fertilisasi in vitro; Tumor pengubah bentuk tba—mioma uteri dan tumor adneksa; Teknik diagnosis—lebih baik dari masa Jalu schingga dapat mendeteksi kehamilan ektopik secara dini. 4, aa s Re KEHAMILAN TUBA Patogenesis Menurut tempat nidasi, kehamilan tuba dapat dibagi menjadi: 1. kehamilan ampula—dalam ampula tuba; 2. kehamilan iscmus—dalam istmus tuba; © 3. kehamilan interstisial—dalam pars interstisialis tuba. Terkadang nidasi terjadi di fimbria. Dari bentuk-bentuk di atas, secara sekunder dapat terjadi kehamilan tuba-abdominal, tuba-ovarial atau kehamilan dalam ligamentum latum., Kehamilan paling sering terjadi di dalam ampula tuba, Implantasi telur dapat bersifat kolumnar, artinya terjadi di puncak lipatan selaput tuba, dan telur terletak di dalam lipatan selaput lendir. Bila kehamilan pecah, pecahan masuk ke dalam lumen tuba (abortus tuber). 22 Kelainan Tempat Kahamilan Gambar 2. Kehamilan di dalam tanduk rudimeter. Sumber, de Gruyter Praktische Geburtshilfe! 23 Obstetei Patologi Telur dapat pula menembus epitel dan terimplantasi interkolumnar artinya | terjadi di dalam lipatan selaput lendir, dan telur masuk ke dalam lapisan otot tuba karena tuba tidak mempunyai desidua, Bila kehamilan pecah, hasil konsepsi akan memasuki rongga peritoneum (ruptur tuba), Walau kehamilan terjadi di luar rahim, rahim turut membesar karena otot- ototnya mengalami hipertrofi akibat pengaruh hormon yang dihasilkan trofoblas, Endometriumnya turut berubah menjadi desidua vera. Menurut Aria-Stella, perubahan histologi endometrium ini cukup Khas untuk membantu diagnosis. Setelah janin mati, desidua mengatami degenerasi dan dikeluarkan sepotong demi sepotong, tetapi terkadang terlahir scluruhnya sehingga merupakan cétakan kavum uteri (decidual cast). Pelepasan desidua disertai dengan perdarahan; kejadian ini menerangkan gejala perdarahan per vaginam pada kehamilan ektopik terganggu. Perkembangan Kehamilan Tuba Kehamilan tuba tidak dapat mencapai culaip bulan, biasanya berakhir pada minggu ke 6 hingga ke-12, yang paling sering antara minggu ke 6-8. Kehamilan tuba dapat berakhir dengan 2 cara, yakni abortus tuba atau ruptur tuba. Abortus tuba Oleh karena senantiasa membesar, telur menembus endosalping (selaput lendir tuba), masuk ke dalam lumen tuba, lalu keluar ke arah infundibulum, Peristiwa ini terutama terjadi bila telur berimplantasi di ampula tuba implantasi telur di ampula tuba biasanya bersifat kolumnar karena lipatan-lipatan selaput lendir di tempat ini tinggi dan banyak. Lagi pula, rongga tuba di ampula tuba juga agak besar hingga telur mudah tumbuh ke arah rongga tuba dan lebih mudah menembus desidua kapsularis yang tipis dari lapisan otot tuba. Abortus tuba kira-kira terjadi antara minggu ke-6 hingga ke-12, Keluarnya abortus keluar dari ujeng tuba menimbulkan perdarahan yang mengisi kavum Douglasi, yang disebut hematokel retrouterin, Ada kalanya ujung tuba tertutup oleh perlekatan sehingga darah terkumpul di dalam tuba dan menggembungkan tuba, Keadaan ini disebut hematosalping. Ruptur tuba Implantast telur di dalam istmus tuba menyebabkan telur mampu menembus lapisan otot tuba ke arah kavum peritoneum, Lipatan-lipatan selaput lendir di istmus tuba tidak seberapa banyak, sehingga besar kemungkinan telur berimplantasi secara interkolumnar, Dengan demikian, trofoblas cepat sampai ke lapisan otot tuba. Kemungkinan pertumbuhan ke arah rongga tuba pun kecil karena rongga tuba sempit, sehingga telur menembus dinding tuba ke arah tongga perut atau peritoneum. Ruptur istmus tuba terjadi sehelum minggu ke-12 karena dinding tuba di daerah ini cukup tipis. Namun, ruptur pars interstisialis terjadi lebih lambat, 24 Kelainan Tempat Kahamitan Gambar 3. Darah di dalam kavum Douglasi akibat abortus tuba, Sumber. de Gruyter Praktische Geburtshilfe’, bahkan terkadang baru terjadi pada bulan ke-4, karena lapisan otot di daerah ini cukup tebal. Ruptur dapat terjadi dengan sendirinya/spontan atau akibat manipulasi kasar, misalnya akibat periksa dalam, defekasi atau koitus. Ruptur biasanya terjadi ke dalam kavum peritoneum, terkadang ke dalam lig, latum bila implantasi terjadi di dinding bawah tuba. Pada ruptur tuba, seluruh bagian telur yang sudah mati dapat keluar dari tuba melalui robekan dan masuk ke dalam kavum peritoneum. Bila pengeluaran janin melalui robekan tidak diikuti oleh plasenta yang tetap melekat pada 25 Obstetri Patologt dasarnya, kehamilan dapat berlangsung terus dan berkembang sebagai kehamilan abdominal. Oleh karena awalnya merupakan kehamilan tuba dan batu kemudian menjadi kehamilan abdominal, kehamilan ini disebut kehamilan abdominal sekunder, Plasenta dalam kehamilan ini dapat meluas ke dinding belakang uterus, ligamentum latum, omentum dan usus, Bila insersi telur terjadi di dinding bawah tuba, ruptur akan meéngarah ke dalam lig, latum, Pascaruptur, telur dapat mati dan menciptakan hematom di dalam lig, latum, atau malah terus hidup, sehingga kehamilan berlangsung terus di dalam lig, latum. Kehamilan tuba-abdominal ialah kehamilan yang asalnya berada di ujung tuba dan kemudian tumbuh ke dalam kavum peritoneum, Kehamilan tuba- ovarial ialah kehamilan yang awalnya berada di ovarium atau tuba, tetapi kemudian kantongnya terbentuk dari jaringan tuba maupun ovarium. Gejala dan Tanda Kehamilan ektopik yang masih utuh menimbulkan gejala dan tanda serupa dengan kehamilan muda intrauterin, Kehamilan ektopik biasanya baru menimbulkan beragam gejala dan tanda yang jelas dan khas bila sudah terganggu. Kehamilan ektopik terganggu memunculkan kisah yang khas; seorang wanita yang sudah terlambat haid sekonyong-konyong menderita nyeri perut, terkadang jelas lebih ke sebelah kiri atau sebelah kanan perut. Selanjutnya, penderita pusing, sesekali pingsan, dan sering mengalami sedikit perdarahan per vaginam. Pemeriksaan fisik menunjukkan bahwa wanita tersebut pucat dan menampilkan gejala syok; perut teraba tegang; nyeri hebat tercetuskan oleh pemeriksaan dalam, terutama bila serviks digerakkan, atau oleh perabaan kavum Douglasi (forniks posterior); tumor yang lunak dan kenyal juga dapat teraba. Jadi, gejala dan tanda kehamilan ektopik terganggu yang patutdiketahui antara lain: 1. Nyeri perut—gejala ini paling sering dijumpai dan terdapat pada hampir semua penderita, Nyeri perut dapat bersifat unilateral atau bilateral di bagian bawah perut, dan terkadang terasa sampai ke bagian atas perut. Bila kavum abdomen terisi darah lebih dari 500 ml, perut akan menegang dan terasa nyeri bila ditekan, usus terdistens!, dan terkadang timbul nyeri menjalar ke bahu dan leher akibat rangsang darah terhadap diafragma. Nyeri tekan dapat tercetuskan oleh palpasi abdomen atau pemeriksaan dalam (nyer! goyang ketika porsio digerakkan); 2, ,Amenorea—walau amenorea sering dikemukakan dalam anamnesis, kehamilan ektopik tidak boleh dianggap mustahil terjadi bila gejala ini tidak ditermukan, lebihlebih pada wanita Indonesia, yang kurang memperhatikan haid, Perdarahan patologts akibat kehamilan ektopik tidak jarang dianggap haid biasa; Perdarahan pervaginam—kematian telur menyebabkan desidua mengalami degenerasi dan nekrosis. Desidua kemudian dikeluarkan dalam bentuk 3, 26 Keloinon Tempot Kahomitan Gambar 4. Ragam ruptur tuba, A. Ruptur tuba dengan perdarahan ke dalam rongga peritoneum; 8. Ruptur tuba dengan perdarahan ke dalam ligamentum latum, Sumber: de Gruyter Praktische Geburtshilfe! 27 Obstetri Potoiogh perdarahan, Umumnya volume perdarahan sedikit; bila perdarahan per — vaginam banyak, kecurigaan mengarah ke abortus biasa. ‘Syok hipovolemik—tanda-tanda syok lebih nyata bila pasien duduk, Selain itu, oliguria dapat pula menyertai;, 5, Pembesaran uterus—pada kehamilan ektopik uterus turut membesar akibat pengaruh hormon-hormon kehamilan, tetapi umumnya sedikit lebih kecil dibandingkan dengan uterus pada kehamilan intrauterin yang berusia sama} 6, Tumor di dalam rengga panggul—dapat teraba tumor lunak kenyal yang merupakan kumpulan darah di tuba dan sekitarnya; Perubakan darah—kadar hemoglobin kemungkinan menurun pada kehamilan ektopik terganggu akibat perdarahan yang banyak ke dalam rongga perut. Namun, kita harus insaf hahwa penurunan Hb discbabkan oleh pengenceran darah oleh air dari jaringan untuk mempertahankan volume darah. Hal ini memerlukan waktu 1-2 hari schingga kadar Hb pada pemeriksaan pertama-tama mungkin saja belum seberapa menurun. Kesimpulan adanya perdarahan harus didasarkan atas penurunan kadar Hb pada pemeriksaan berturut-turut. Perdarahan juga meningkathan angka Jeukosit, terutama perdarahan hebat; angka leukosit tetap normal atau hanya naik sedikit bila perdarahan terjadi sedikit demi sedildt. & Diagnosis Banding Kehamilan ektopik terganggu harus dibedakan dari: 1, Radang alat-alat dalam panggul—terutama salpingitis, yang menunjukkan fanda-tanda; a, Riwayat serangan nyeri perut; b. Nyeri bilateral; ¢ Demam; d. Tes kehamilan: bila positif, kemungkinan terjadi kehamilan ektopik, sementara bila negatif, tidak ada artinya; 2, Abortus biasa—pada abortus biasa, volume perdarahan lebih banyak, sering terjadi pembukaan serviks dan uterus biasanya besar dan lunak; Perdarahan akibat ruptur kista folikel atau korpus luteum—tak dapat dibedakan dengan kehamilan ektopik terganggu, tetapi ini tidak menjadi persvalan penting karena tetap harus dioperasi. 4. Kista torst atau apendisitis—pada kista torsi, ditemukan massa yang lebih jelas, sedangkan pada kehamilan tuba batasnya tidak jelas. Nyeri akibat apendisitis sering terletak lebih tinggi, tepatnya di titik McBurney. 5, Gastroenteritis; 6. Komplikasi AKDR. Pemeriksaan penunjang yang dapat dipergunakan untuk membantu penegakan diagnosis antara lain: ~ 1. Tes kehamilan—bila positif, terdapat kehamilan. Metode tes kehamilan yang. sensitif meliputi immunoassay dan ELISA; : 3. 28 Keloinan Tempat Kehamitan 2. Pungsi Douglas (kuldosentesis)—jarum besar yang dihubungkan dengan semprit ditusukkan ke dalam kavum Douglasi di penonjolannya ke fornik posterior. Bila yang terisap adalah darah, terdapat 2 kemungkinan: a. Darah berasal dari dalam kavum Douglasi—terjadi perdarahan ¢i daiar rongga perut; b. Darah berasal dari vena yang tertusuk dan terisap. Pungsi Douglas dinyatakan positif bila terdapat perdarahan di dai rongga perut. Darah yang diisap berwarna merah tua, tidak membeku setela diisap, dan biasanya tersusun atas gumpalan-gumpalan darah yang ke Bila darah kurang tua warnanya dan membeku, darah berasal dari vena ya: tertusuk. 3. Ultrasonografi—Bila kantung kehamilan intrauterin dapat terlil kemungkinan kehamilan ektopik sangatkecil, Kantung kehamilan intrauter'r sudah dapat dilihat dengan ultrasonografi pada usia kehamilan 5 min; Kehamilan ektopik pada usia kehamilan 5 minggu lebih sulit dicari darip: kehamilan intrauterin. Ada pula kemungkinan kehamilan kombinasi (combined pregnancy), yakni kehamilan intrauterin terjadi bersamaar: dengan kehamilan ektopik, meski kemungkinannya sangat kecil. Gerakan jantung janin yang terlihat di luar uterus merupakan bukti pasti kehamilan ektopil. Massa di luar kavum uteri belum tentu merupakan massa kehamilar ektopik. Kavum uteri yang kosong, disertai peningkatan kadar 8-hCG >6.000 mlU/ml, amat meningkatkan kemungkinan kehamilan ektopik. Pencariar kantung kehamilan di luar rahim secara ultrasonografi memang sang! membantu, tetapi terkadang cukup sulit. Secara empiris, kadar B-hC dimanfaatkan untuk meningkatkan dugaan kehamilan ektopils. 4. Laparoskopi—Sistem optik dan elektronik dapat dipakai untuk melihat organ-organ di panggul. Dibandingkan dengan ultrasonografi, laparoskopi lebih menguntungkan karena mampu melihat keadaan rongga pelvis secara a vue sehingga ketepatan diagnostik lebih tinggi. Namun, laparoskopi lebit invasif dibanding ultasonografi. Laparoskopi maupun ultrasonografi akan sangatberguna bila dikerjaka oleh tenaga yang berpengalaman. Prognosis Kehamilan ektopik merupakan sebab kematian yang penting sehingga diagnosis harus cepat ditegakkan dan persediaan darah untuk transfusi serta antibiotik harus mencukupi. Prognosis baik bila kita dapat menemukan kehamilan ektopik secara dini, Keterlambatan diagnosis akan menyebabkan prognosis buruk akibat risiko perdarahan arterial intraabdomen, yang akan menyebabkan kematian akibat syok hipovolemik bila tidak segera ditangani. 29 Obstetri Patologi Pengobatan Salpingektomi disertai transfusi darah harus segera dikerjakan. Operasi tidak perlu ditangguhkan hingga syok teratasi, asalkan transfusi berjalan baik. KEHAMILAN INTERSTISIAL Implantasi telur terjadi di dalam pars interstisialis tuba. Oleh karena lapisan miometrium di tempat ini lebih tebal, ruptur terjadi lebih lambat, kira-kira pada bulan ke-3 atau ke-4. Bila terjadi ruptur, perdarahannya begitu hebat karena terdapat banyak pembuluh darahnya, sehingga dalam waktu singkat dapat menyebabkan kematian. Pengelolaan Kehamilan interstisial ditangani dengan histerektomi. KEHAMILAN ABDOMINAL Menurut kepustakaan, kehamilan abdominal jarang terjadi, hanya sekitar 1 di antara 1.500 kehamilan, Terdapat dua macam kehamilan abdominal, yakni: 1. Kehamilan abdominal primer—telur dari awal berimplantasi di dalam rongga perug; Gambar 5. Salpingektomi pada kehamilan tuba. Sumber: de Gruyter Praktische Geburtshilfe’. 30 Kelainan Tempat Kahamilan 2. Kehamilan abdominal sekunder—diawali oleh kehamilan tuba dan setelah ruptur baru menjadi kehamilan abdominal. Kebanyakan kehamilan abdominal adalah kehamilan abdominal sekunder. Plasenta biasanya terdapat di daerah tuba, permukaan belakang rahim, dan ligamentum latum. Walaupun ada kalanya kehamilan abdominal mencapai umur cukup bulan, hal ini jarang terjadi; lazimnya, janin mati sebelum cukup bulan (bulan ke-5 atau ke-6) karena ambilan makanan kurang sempurna. Janin dapat tumbuh sampai cukup bulan. Prognosis janin kurang baik karena banyak yang mati setelah dilahirkan. Selain itu, risiko kelainan kongenital lebih tinggi daripada kehamilan intra-uterin. Kematian janin intra-abdominal akan mengalami nasib sebagai berikut: 1. Pernanahan—kantong kehamilan mengalami abses yang dapat pecah melalui dinding perut, ke dalam usus atau kandung kemih. Bersama nanah, keluar bagian-bagian janin seperti tulang, potongan kulit, rambut, dll.; 2. Pengapuran (kalsifikasi}—anak mengapur, mengeras karena endapan- endapan garam kapur, lalu berubah menjadi anak batu (lithopedion); 3. Perlemakan—janin berubah menjadi zat kuning seperti minyak kental (adipocere). Bila kehamilan berlanjut sampai cukup bulan, timbul his, artinya pasien merasa nyeri dengan teratur seperti pada persalinan biasa. Akan tetapi, bila kita memeriksa dengan teliti, tumor yang mengandung anak tidak pernah mengeras (tidak ada kontraksi Braxton-Hicks). Pada pemeriksaan dalam, pembukaan ternyata tidak membesar, paling- paling sebesar 1-2 jari, dan serviks tidak merata. Bila jari jari ke dalam kavum uteri, akan teraba uterus yang kosong. Bila penderita tidak lekas ditolong dengan laparotomi, anak akhirnya mati. ‘Gambar 6. Kehamilan abdominal. Sumber: Cunningham. Williams Obstetrics®, 31 Qbstetri Fotolog! Gejala dan Tanda Kehamilan abdominal biasanya baru terdiagnosis bila kehamilan sudah agak lanjut. Gejala dan tanda kehamilan abdominal adalah sebagai berikut: 1. Segala tanda-tanda kehamilan dapat dijumpai, tetapi pada kehamilan abdominal, pasien biasanya lebih menderita karena rangsang peritoneum, misalnya sering mual, muntah, gembung perut, obstipasi atau diare dan nyeri perut; 2. Pada kehamilan abdominal sekundex, pasien mungkin pernah mengalami nyeri perut hebat disertai pusing atau pingsan waktu terjadi ruptur tuba; 3, Tumor yang mengandung anak tidak pernah mengeras (tidak ada kontraksi Braxten-Hicks); 4. Pergerakan anak dirasa nyeri oleh ibu; 5. Bunyi jantung anak lebih jelas terdengar; 6, Bagian-bagian tubuh anak lebih mudah teraba karena hanya terpisah oleh dinding perut; 7. Selain tumor yang mengandung anak, terkadang dapat teraba tumor lain, yakni rahim yang membesar; 8 Pada Rintgen abdomen atau USG, biasanya tampak kerangka anak yang terletak tinggi dan berada dalam letak paksa; Pada foto lateral, tampak bagian-bagian janin menutupi vertebra ibu; . Terdapat shuffle vaskular di sisi medial spina iliaka, Shuffle ini diduga berasal dari arteria ovarika; 11, Bila sudah ada his, dapat terjadi pembukaan sebesar +1 jari dan tidak membesar; bila jari dimasukkan ke dalam kayum uteri, uterus ternyata kosong. i mo Bs Diagnosis Untuk menentukan diagnosis dilakukan percobaan sebagai berikut: 1. Uji oksitosin test—2 unit oksitosin disuntikkan secara subkutan, lalu tumor yang mengandung anak dipalpasi dengan teliti. Bila tumor tersebut mengeras, kehamilan terjadi intrauterin; 2. Bila tidak ada pembukaan, dapat dilakukan sondasi untuk mengetahui Kosong-tidaknya uterus, Selanjutnya, dibuat Rontgen dengan sonde di dalam rahim; 3. Histerografi dikerjakan dengan memasukkan lipiodol ke dalam kavum uteri. Pengelolaan Bila diagnosis sudah ditentukan, kehamilan abdominal harus dioperasi secepat mungkin mengingat bahaya perdarahan dan ileus; selain itu, seperti telah diterangkan sébelumnya, prognosis anak kurang baik sehingga penundaan operasi untuk kepentingan kurang bermanfaat, kecuali pada keadaan-keadaan tertentu, Tujuan operasi hanya melahirkan anak, sedangkan plasenta biasanya ditinggalkan. Pelepasan plasenta dari dasarnya pada kehamilan abdominal 32 Keloinan Tempat Kahomilan menimbulkan perdarahan hebat karena plasenta melekat pada dinding yang tidak mampu berkontraksi. Plasenta yang ditinggalkan lambat-laun akan diresorbsi. Mengingat kemungkinan perdarahan yang hebat, persediaan darah harus cukup KEHAMILAN OVARIAL Kehamilan ovarial jarang terjadi dan biasanya berakhir dengan ruptur pada hamil muda. Menegakkan diagnosis kehamilan ovarial harus memenuhi_ kriteria Spiegelberg, yakni: 1. Tuba di sisi kehamilan masih tampak utuh; 2. Kantung kehamilan menempati daerah ovarium; 3. Ovarium dihubungkan dengan uterus oleh ligamentum ovarii proprium; 4. Pemeriksaan histopatologi menemukan jaringan ovarium di dalam dinding kantung kehamilan. KEHAMILAN SERVIKAL Kehamilan servikal jarang sekali terjadi. Nidasi terjadi dalam selaput lendir serviks. Pertumbuhan telur menyebabkan serviks menggembung. Kehamilan serviks biasanya berakhir pada kehamilan muda, karena menimbulkan perdarahan hebat yang memaksa tindakan operasi. Plasenta sukar dilepaskan, dan pelepasan plasentamenimbulkan perdarahan hebat hingga serviks perlu ditampon; bila tindakan ini tidak menolong, dilakukan histerektomi, Gambar 7. Kehamilan servikal. Sumber. Cunningham. Williams Obstetrics*. 33 Obstetri Patologi DAFTAR PUSTAKA 1. de Gruyter, Praktische Geburtshilfe : Ed. 14. Borkhi. 2, Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rause DJ, Spancy CY. Williams Obstetrics. Edisi ke-23. New York: Mc Graw Hill; 2010. 34 BAB 4 KELAINAN HASIL KEHAMILAN; PLASENTA, AIR TUBAN, JANIN, DAN CACAT BAWAAN Firman F. Wirakusumah Budi Handono | Co Patologt : _ PENDAHULUAN Di dalam bab ini, akan dibahas mengenai kelainan-kelainan yang terjadi pada plasenta, air tuban, janin dan cacat bawaan. Kelainan plasenta terdiri dari kelainan; besar, bentuk dan berat plasenta. Plasenta normal berbentuk ceper dan bulat, diameternya 15-20 cm dan tebal 134-3 cm, Pada kehamilan cukup bulan, berat plasenta 1/6 kali berat anak atau 4500 gram. Plasenta yang besar dan berat sekali dijumpai pada eritroblastosis, sifilis (Ines) dan penyakit ginjal, Ragam plasenta meliputi: 1, Plasenta fenestrata—plasenta berlubang di tengah-tengahnya; 2, Plasenta bilovata—plasenta terdiri dari 2 lobi; 3, Plasenta suksenturiata—di samping plasenta, terdapat plasenta tambahan berukuran kecil yang dihubungkan dengan plasenta sesungguhnya oleh pembuluh-pembuluh darah, Angka kejadiannya 3%. Plasenta tipe ini perlu diketahui sebab dapat tertinggal pada pelepasan plasenta dan menyebabkan perdarahan. Kita dapat mengetahui tertinggalnya plasenta tambahan dengan memeriksa selaput janin dengan teliti; bila terdapat lubang di selaput dekat pinggir plasenta, dan di pinggir lubang ini terdapat pembuluh-pembuluh darah yang terkoyak, dugaan adanya plasenta tambahan harus diperhatikan, 4, Plasenta membranasea—plasenta lebar dan tipis meliputi hampir seluruh permukaan korion. Rupanya pasokan darah begitu baik, schingga jonjot- jonjot korion di dalam desidua kapsularis tidak mati tapi terug tumbuh. Plasenta membranasea dapat menimbulkan perdarahan antepartum dan menyulitkan kala Hf karena plasenta yang tipis ini sukar terlepas, S. Plasenta sirkumvalata—pada permukaan fetal dekat di pinggir plasenta terdapat cincin putih. Cincin putih ini menandakan pinggir plasenta, sedangkan jaringan di sebelah luarnya terdiri dari vili yang timbul ke samping di bawah desidua, jadi bukan vilus pancang. Diduga bahwa korion frendosum terlalu kecil, sehingga untuk mencukupi kcbutuhan, vili menyerbu ke dalam desidua di luar permukaan korion frondosum. Gejela klinis plasenta sirkumvalata belum jelas; menurut beberapa penyelidik, plasenta tipe ini dapat menimbulkan perdarahan dan abortus, KELAINAN INSERSI PLASENTA Plasenta biasanya melekat di dinding belakang atau depan rahim dekat fundus. Jonjot-jonjot menyerbu ke dalam dinding rahim hanya sampai ke lapisan alas stratum spongiosum. Bila letak implantasi plasenta rendah, yakni di segmen bawah rahimn dan menutupi sebagian atau seluruh ostium internum, plasenta discbut placenta praevia (prae = di depan; vias = jalan; jadt artinya di depan jalan lahir atau menghalangi jalan lahir). 36 Kelainan Hasi! Kahamtian; Plasenta, Air Tuban, Janin, dan Cocat Bawaan Bila jonjot-jonjot korion menyerbu dinding rahim lebih dalam daripada semestinya, plasenta disebut plasenta akreta. Ragam plasenta akreta menurut kedalaman penyerbuan dinding rahim oleh jonjot-jonjot plasenta dapat dibagi sebagai berikut: 1 Plasenta akreta—jonjot menembus desidua sampai berhubungan dengan miometrium; Plasenta inkreta—jonjot-jonjot sampai ke dalam lapisan miometrium; . Plasenta perkreta—jonjot-jonjot menembus miometrium hingga mencapai perimetrium dan terkadang juga menembus perimetrium dan menimbulkan ruptur uteri. Plasenta akreta dapat bersifat komplet, artinya seluruh permukaan plasenta melekat erat ke dinding rahim, atau bersifat parsial, artinya hanya sebagian melekat erat di beberapa tempat di dinding rahim. Plasenta akreta menimbulkan penyulit pada kala III karena sulit lepas dari dinding rahim. Plasenta akreta tidak boleh dilepaskan secara manual karena mudah menimbulkan perforasi. Pengelolaan Kelainan insersi plasenta lazim ditangani melalui histerektomi. PENYAKIT PLASENTA Beberapa penyakit plasenta yang perlu diketahui antara lain: bs Infark putih plasenta—ialah bagian-bagian yang lebih pucat daripada permukaan maternal plasenta. Infark ini ditimbulkan oleh degenerasi trofoblas (degenerasi fibrinoid); Infark merah—oleh karena sinsitium terdegenerasi lalu melepaskan diri, jaringan ikat vilus langsung berhubungan dengan darah, sehingga timbul pembekuan darah di tempat ini. Infark merah ini akhirnya menjadi putih karena proses reorganisasi; Kista plasenta—terkadang terdapat kista di permukaan fetal plasenta yang berisi cairan jernih kuning atau sesckali kemerah-merahan. Kista timbul akibat karena pencairan korion; Tumor-tumor plasenta—berbagai tumor plasenta yang umum dijumpai meliputi korioangioma, mola hidatidosa dan koriokarsinoma. Korioangioma plasenta terdiri atas pembuluh-pembuluh darah jonjot korion, berwarna coklat kuning dan memiliki konsistensi seperti jaringan hati. Korioangioma dapat menimbulkan hidramnion karena menekan jaringan sekitar. Pembahasan mola hidatidosa dapat ditemukan di dalam Bab 2, sementara pembahasan koriokarsinoma akan ditemukan di dalam buku Ginekologi; Radang plasenta—dapat terjadi karena perjalanan infeksi desidua, misalnya oleh gonokokus atau kuman lain. Radang plasenta dapat juga terjadi pada partus lama; 37 Obstet Patologi 6, Perkapuran plasenta-—di permukaan maternal, terkadang terdapat tempat- tempat yang mengalami perkapuran; 7. Edema plasenta—terjadi pada kasus hidrops fetalis dan gangguan peredaran darah dalam tali pusat, DISFUNGSI PLASENTA Istilah disfungsi plasenta dipakai untuk menerangkan faal plasenta yang kurang baik, sehingga membahayakan janin, neonatus atau berdampak buruk terhadap pertumbuhan fisik atau mental anak di kelak kemudian hari. Dalam periatologi, sering dipakai istilah insufisiensi plasenta. Gejala dan tanda disfungsi plasenta meliputi: 1. Berat plasenta kurang dari 500 gr; 2. Indeks plasenta rendah——meningkatkan kejadian kelahivan mati dan fetal distress (gawat janin); bentuk makroskopis dan mikroskopis yang luar biasa (infark) juga menjurus ke disfungsi plasenta; Uterus kurang membesar dan berat badan {bu turun, terutama bila disertai pejala gawat janin; 4. Penurunan kadar oestriol, yang ditentukan melalui pengukuran kuantitatif atau pemeriksaan tidak langsung, misalnya dengan fern test (uji daun paku); Persalinan juga merupakan tes untuk mengetahui cadangan faal plasenta dengan memperhatikan berat janin/anak sewaktu persalinan. 3, KELAINAN SELAPUT PLASENTA ROBEKAN SELAPUT DALAM KEHAMILAN Selaput janin dapat robek dalam kehamilan secara: 1. spontan akibat selaput lemah atau kurang terlindung karena serviks terbuka (inkompetensi serviks); 2. traumatik Karena jatuh, koitus atau alat-alat. Gejala dan Tanda 1, Air tuban mengalir ke luar, uterus lebih kecil dan sesuai dengan tuanya kehamilan, konsistensinya lebih keras; 2. Biasanya terjadi persalinan; 3. Keluar eairan dari jalan lahir, yang disebut hydrorrhoea amniotica. Kepastian bahwa cairan yang keluar betul-betul air tuban ditentukan melalui -pemeriksaan pH menggunakan lakmus atau nitrazin. Pengelolaan 1. Bila kehamilan sudah cukup bulan, dilakukan induksi; 2. Bila usia janin prematur, diusahakan supaya kehamilan dapat berlangsung terus, misalnya dengan istirahat dan pemberian progesteron; 3. Bila kehamilan masih sangat muda (di bawah 28 minggu) dilakukan induksi, 38 Kelainan Hasit Kahamilon; Plasenta, Air Tuban, Jonin, dan Cacat Bavaan Kadang-kadang, selaput robek pada kehamilan yang masih sangat muda, misalnya pada minggu-minggu pertama kehamilan sehingga anak keluar dari kantong dan tumbuh ekstrakorial. Gejala dan tandanya meliputi: Hydrorrhoea amniotica yang sering bercampur darah; Uterus berukuran kecil; Nyeri akibat pergerakan anak; Bunyi jantung lekas terdengar (fase janin); Dapat timbul cacat bawaan karena tidak ada air tuban. ‘Ada kalanya pada kehamilan yang sangat muda ini hanya amnion yang robek, sedangkan korion tetap utuh sehingga terjadi kehamilan ekstraamnial. Kehamilan ini biasanya terjadi karena pemisahan amnion dengan permukaan badan anak kurang sempurna sehingga di beberapa tempat amnion tetap melekat ke kulit. Oleh karena air tuban bertambah banyak, perlekatan menjadi teregang dan terbentuk benang-benang amnion atau benang Simonart. Peregangan amnion tidak merata schingga mudah robek dan anak keluar dari ruang amnion, Benang-benang amnion dapat menimbulkan amputasi anggota-anggota badan intrauterin. Penyakit amnion lainnya ialah amnionitis, kista amnion dan amnion nodosa. pwn KELAINAN TALI PUSAT KELAINAN INSERSI TALI PUSAT Insersi tali pusat di plasenta normalnya terletak sedikit di luar titik tengah; insersi ini insersi parasentral. Insersi yang terctak sedikit lebih keluar mendekati pinggir plasenta disebut insersi lateral. Insersi tepat di pinggir plasenta disebut insersi marginal, Insersi di atas tidak mempunyai arti klnis. Insersi velamentosa ialah insersi tali pusat ke selaput janin. Insersi velamentosa sering terdapat pada kehamilan ganda. Pada insersi ini, tali pusat dihubungkan dengan plasenta oleh pembuluh- pembuluh darah yang berjalan dalam selaput janin. Pembuluh darah yang berjalan di daerah ostium uteri internum disebut vasa praevia. Vasa praevia membahayakan anak karena dapat terkoyak sewaktu ketuban pecah dan menimbulkan perdarahan yang berasal dari anak. Gejalanya ialah perdarahan segera setelah ketuban pecah, dan karena perdarahan berasal dari anak, bunyi jantung anak dengan cepat memburuk. KELAINAN PANJANG TALI PUSAT Panjang tali pusat rata-rata 55 cm, tapi dapat terentang dari 44 cm dan 108 cm. Tali Pusat Pendek Terkadang tali pusat sedemikian pendek, schingga perut anak terhubung dengan plasenta. Dalam hal ini, anak selalu menderita hernia umbilikalis. Tali pusat harus lebih panjang daripada 20-35 cm untuk memungkinkan kelahiran anak, dan bergantung letak plasenta (atas atau bawah), Tali pusat yang 39 Obstetri Patologi Marginal Leteral Velamentosa ‘Sentral/prasentral f : Gambar 1. Macam-macam insersi tali pusat. Sumber. de Gruyter’, pendek dapat bersifat absolut, karena ukurannya memang mutlak kurang, atau relatif, artinya tali pusat cukup panjang tetapi memendek karenalilitan tali pusat. Tali pusat yang terlalu pendek dapat menyebabkan hernia umbilikalis, solusio plasenta, persalinan tak maju dalam kala pengeluaran, perburukan bunyi jantung akibat tali pusat tertarik, dan inversio uteri. Tali Pusat Terlalu Panjang Tali pusat yang terlalu panjang memudahkan tali pusat melilit, menumbung atau membentuk simpul sejati. Terdapat 2 macam simpul tali, yakni: 1, Simpul palsu—bagian tali pusat yang menonjol dan menyerupai simpul dibentuk oleh penumpukan sele Wharton atau variks vena umbilicalis; 2. Simpul sejati—biasanya tidak mempunyai arti klinis tapi terkadang simpul dapat tertarik sedemikian erat sehingga menyebabkan kematian janin. Kemungkinan ini paling besar dalam kala pengeluaran, Lilitan tali pusat Lilitan tali pusat biasanya terdapat di leher anak dan membuat tali pusat menjadi relatif pendek dan mungkin juga menyebabkan letak defleksi. Setelah kepala anak lahir,lilitan perlu segera dibebaskan melalui kepala atau digunting di antara 2 jepitan klem Kocher. Tali pusat terkemuka dan tali pusat menumbung Tali pusat dikatakan menumbung jika teraba di samping atau lebih rendah daripada bagian depan, sedangkan ketuban sudah pecah. Tali pusat yang teraba di dalam ketuban disebut tali pusat terkemuka. Tali pusat menumbung dan tali pusat terkemuka menyebabkan penyulit di dalam persalinan sehingga akan dibicarakan lebih lanjut di dalam patologi persalinan. Kelainan Hasil Kcharnilan; Plosenta, Air Tuban, Janin, dan Cacat Bawaan KELAINAN AIR TUBAN POLIHIDRAMNION = HIDRAMNION Volume air tuban paling tinggi pada minggu ke-38, yakni sebanyak 1030 cc. Pada akhir kehamilan, volume air tuban tersisa 790 cc dan terus berkurang, sehingga pada minggu ke-43 hanya tersisa 240 cc, Pada akhir kehamilan, seluruh air tuban diganti dalam 2 jam berhubung adanya produksi dan pengaliran. Volume air tuban yang melebihi 2000 cc disebut polihidramnion atau, singkatnya, hidramnion. Kita mengenal 2 macam hidramnion, yakni: 1. Hidramnion kronik—penambahan air tuban terjadi secara perlahan-lahan dan berangsur-angsur. Bentuk ini paling umum dijumpai. 2, Hidramnion akut—penambahan air tuban terjadi dalam beberapa hari. Biasanya terjadi pada kehamilan muda pada bulan ke-4 atau ke-5, Hidramnion sering terjadi pada: 1. Cacat janin terutama pada anensefali dan atresia esofagus; 2. Kehamilan kembar; 3. Beberapapenyakitseperti diabetes, preeklamsia, eklamsia, dan eritroblastosis fetalis. Etiologi Etiologi hidramnion belum jelas, Secara teori, hidramnion dapat terjadi karena: 1. Produksi air tuban bertambah—air tuban diduga dihasilkan oleh epitel amnion, tetapi air tuban juga diperkirakan bertambah karena ada cairan lain yang masuk ke dalam ruangan amnion, misalnya air kencing anak atau cairan otak pada anensefali; 2, Pengaliran air tuban terganggu—air tuban yang telah dihasilkan lalu dialirkan dan diganti dengan yang baru. Salah satu jalan pengaliran ialah ditelan oleh janin, diabsorpsi oleh usus dan dialirkan ke plasenta, akhirnya masuk ke dalam peredaran darah ibu. Jalan ini kurang terbuka bila anak tidak menelan, seperti pada atresia esofagus, anensefali atau tumor-tumor plasenta. Pada anensefali dan spina bifida, hidramnion diduga terjadi karena transudasi cairan dari selaput otak dan selaput sumsum belakang. Selain itu anak anensefali tidak menelan. Pada kehamilan ganda, hidramnion mungkin disebabkan karena jantung salah satu janin pada kehamilan satu telur lebih kuat, sehingga menghasilkan banyak air kencing. Hidramnion juga terjadi karena amnion pada kehamilan ganda lebih luas. Pada hidramnion sering diketemukan plasenta yang besar. Gejala dan Tanda Gejala dan tanda muncul akibat tekanan oleh uterus yang sangat besar terhadap alat sekitarnya, schingga timbul 1. Sesak napas; 2. Edema labia, vulva dan dinding perut; 41 Obstetd Patotogi 3. Nyeri akibat regangan dinding rahim. Gejala ini lebih menonjol pada hidramnion akut; 4, Anak sulit dipalpasi; S. Bunyi jantung sulit terdengar Diagnosis Hidramnion harus dibedakan dari asites, kista ovarium dan mola hidatidosa. Untuk menegakkan diagnosis dan mencari etiologi, dibuat foto Rontgen atau | ultrasonogram yang dapat memperlihatican anensefali, kehamilan ganda, dil, Prognosis Prognosis anak kurang baik walau foto Rontgen tidak menunjukkan kelainan. Penyebab prognosis kurang bak antara lain: 1. Cacat bawaan; 2, Persalinan kurang bulan; 3. Prolapsus tali pusat; 4, Eritroblastosis, preeklamsia dan diabetes. Beberapa bahaya yang perlu diperhatikan akibat hidramnion antara lain: 1. Solusio plasenta; 2. Inersia uteri; 3. Perdarahan pascasalin. Pengobatan Hidramnion ringan tidak perlu diterapi, Penderita dapat diberi sedatif dan menjalani diet pantang garam bila perlu. Bila mengalami dispnea dan sukar berjalan, penderita sebailnya dirawat di rumah sakit dan diminta beristirahat rebah dan diberi scdatif. Bila pasien sangat menderita dan kurang tertolong dengan usaha-usaha di atas, pungsi selaput janin dapat dikerjakan melalui serviks atau dinding perut. Cairan hendaknya dikeluarkan perlahan-lahan untuk mencegah solusio plasenta. Pungsi biasanya disusul dengan persalinan. OLIGOHIDRAMNION Volume air tuban kurang dari 500 ce disebut oligohidramnion. Oligohidramnion Kurang baik untuk janin karena pertumbuhannya dapat terganggu oleh perlekatan antara kulit janin dan amnion atau karena janin tertekan ke dinding rahim. Gejala dan Tanda 1. Rahim lebih kecil dari usia kehamilan; 2, Bunyi jantung anak sudah terdengar sebelum bulan ke-5 dan terdengar lebih jelas (dengan stetoskop); 3. Pergerakan anak dirasa nyeri oleh ibu. 4. Sering berakhir dengan partus prematurus. 42 Kelainan Hasil Kahamilan; Plasenta, Air Tuban, Janin, dan Cacat Bawoan Diagnosis Banding Ketuban pecah sebelum waktunya. KELAINAN JANIN KEMATIAN JANIN Sebab-sebab kematian janin antara lai Lues, diabetes, nefritis kronik, gestosis; 1 2. Penyakit infeksi akut atau intoksikasi; 3. Kelainan bawaan berat; 4. Eritroblastosis fetalis. Patologi Bila janin mati pada kehamilan yang telah lanjut, terjadi perubahan-perubahan sebagai berikut: 1. 2 Rigor mortis (tegang mati)—berlangsung 2% jam setelah mati, kemudian janin lemas kembali; Stadium maserasi I—timbul lepuh-lepuh di kulit yang mula-mula terisi cairan jernih tapi kemudian memerah, Stadium ini berlangsung sampai 48 jam setelah janin mati; Stadium maserasi [—lepuh-lepuh pecah dan mewarnai air tuban menjadi merah coklat. Stadium ini terjadi 48 jam setelah janin mati; Stadium maserasi Ili—terjadi kira-kira 3 minggu setelah janin mati. Badan Janin sangat lemas, hubungan antara tulang-tulang sangat longgar, dan timbul edema bawah kulit. Gejala dan Tanda Oe wpe Bunyi jantung anak tidak terdengar lagi; Rahim tidak membesar, bahkan fundus uteri malah turun; Pergerakan anak tidak teraba lagi oleh pemeriksa; Palpasi anak menjadi tidak jelas; Reaksi biologis menjadi negatif setelah anak mati + 10 hari; Foto Rontgen memperlihatkan: a. Tulang-tulang tengkorak saling menutupi satu sama lain (tanda Spalding); b. Tulang punggung janin sangat melengkung (tanda Naujokes); c. Ada gelembung-gelembung gas di badan janin. d. Bila janin mati tertahan selama 5 minggu atau lebih, kemungkinan terjadi hipofibrino-genemia 25%. Pengelolaan Sebaiknya terapi ditunggu selama 2 minggu karena 75% penderita akan melahirkan anaknya yang mati secara spontan dalam masa ini. Bila setelah 2 minggu belum lahir atau kita tidak dapat menunggu 2 minggu karena faktor psikologis, induksi dengan amniotomi dilakukan beserta pemberian oksitosin atau prostaglandin. 43 Obstetri Patologi MORBUS HEMOLITIKUS NEONATORUM Penyakit ini dibagi ke dalam dua golongan besar yaitu: 1. hemolisis isoimunisasi; 2. hemolisis non-isoimunisasi. HEMOLISIS KARENA ISOIMUNISASI Hemolisis sering terjadi pada isoimunisasi Rhesus dan terkadang pada sistem ABO. Dalam kehamilan, terjadi isoimunisasi maternal oleh faktor-faktor janin yang diwariskan secara paternal. [soimunisasi adalah terbentuknya antiserum ibu akibat reaksi antigen-antibodi antara janin dan ibu, misalnya pada janin Rh positif dan ibu Rh negatif. Sensibilisasi terjadi pada ibu Rh negatif yang mengandung anak Rh positif, Keadaan ini dapat terjadi pula pascatransfusi darah. Pada anak pertama, respons imun yang timbul tidak cukup menimbulkan gejala klinis, sementara pada kehamilan berikutnya, terjadi hemolisis dan, bila lebih berat lagi, eritroblastosis fetalis. Sebanyak 30% janin dengan Rh positif yang dikandung oleh ibu Rh negatif akan meninggal dunia. Sekitar 15% ras Kaukasian memiliki Rhesus negatif, sedangkan hampir 100% ras Asia memiliki Rhesus positif. Isoimunisasi dapat terjadi pula, misalnya, pada ibu dengan golongan darah O yang mengandung anak dengan golongan darah A dan B. Namun, pada sistem ABO jarang terjadi eritroblastosis fetalis. Etiologi dan Patogenesis 1, Isoimunisasi Rh—jika darah ayah Rh positif (D) dan ibu Rh negatif (d), janin mendapat faktor darah seperti ayahnya (D). Bila eritrosit anak masuk ke dalam darah ibu, terjadi sensibilisasi ibu terhadap antigen Rh. Zat anti ibu ini akan mengalir melalui plasenta lalu masuk ke dalam badan janin dan menimbulkan reaksi antigen-antibodi. Eritrosit janin mengalami hemolisis yang beratnya tergantung kepada tingkat sensibilisasi ibu; 2. Isoimunisasi ABO—kemungkinan terjadi bila: Akan tetapi, penyakit praktis terjadi bila golongan darah ibu O dan golongan darah anak A, dan jarang terjadi bila golongan darah anak B. Morbus hemolitikus berat jarang terjadi pada isoimunisasi ABO, Sekitar 20% bayi mengalami isoimunisasi ABO, tetapi hanya 5% yang memperlihatkan gejala hemolisis ringan. Jarang terjadi eritroblastosis fetalis. Kelainan Hosil Kchamilan; Plasenta, Air Tuban, Janin, dan Cacat Bawoan Patogenesis hemolisis isoimunisasi adalah sebagai berikut: bila eritrosit janin golongan. A masuk ke dalam darah ibu yang golongan. 0, terjadi sensibilisasi ibu oleh eritrosit janin. Zat ini melalui plasenta masuk ke dalam badan anak dan menimbulkan reaksi antigen-antibodi. Sensibilisasi ibu pada sistem ABO dapat terjadi sebelum kehamilan (misalnya, akibat vaksinasi atau injeksi serum) sehingga anak pertama mungkin mengalami hemolisis ringan. HEMOLISIS NON-ISOIMUNISASI Hemolisis tidak selalu didasari oleh proses imunologis. Hemolisis non- isoimunisasi dapat memberat dan menimbulkan gejala eritroblastosis fetalis non-isoimunisasi. Kelainan ini terjadi pada 1:3.700 kehamilan. Gejala dan Tanda Menurut beratnya penyakit, gejala dan tanda kedua jenis morbus hemolitikus dapat dibedakan menjadi tiga bentuk, yakni: 1. Anemia neonatorum; 2. Ikterus gravis; 3. Hidrops fetalis. Anemia disertai peningkatan jumlah eritroblas dalam darah sehingga dinamakan eritroblastosis fetalis. Diagnosis Sebelum kehamilan 20 minggu hendaknya pada pasien ditentukan: 1. Golongan darah dan faktor Rh; 2. Keberadaan zat anti terhadap antigen darah (D.4.C.cBe); 3. Skrining kelainan kongenital dengan ultrasonografi pada kehamilan 18 minggu. Gambaran ultrasonografi memperlihatkan edema dan efusi setidaknya di dua tempat dalam tubuh janin (asites, efusi pleura, efusi perikardial, atau edema kulit). Kemungkinan morbus hemolitikus harus diingat bila: 1. Golongan darah ibu 0; Rhesus ibu negatif; Terdapat kelainan kromosom, kelainan organ, kelainan darah, kehamilan ganda dan infeksi janin. Bila perlu, zat anti dalam darah ibu juga ditentukan keberadaannya. Amniosentesis dilakukan pada minggu ke-28 bila titer zat anti 1/32 atau lebih, atau juga bila zat anti tidak tinggi tetapi anamnesis jelek, untuk menentukan kadar bilirubin secara spektrofotometris. ve 45 Obstetri Ratologt Anak yang lahir dari ibu yang mempunyai zat anti hendaknya menjalani uji | Coombs setelah lahir Imunoglobulin anti-D diberikan sebagai profilaksis sensibilisasi Rh sensibilisasi kepada tbu yang belum mengalami sénsibilisasi sesudah persalinan dan sesudah abortus. Dosis globulin anti-D biasanya 2%2-3.cc (250-300 mikrogram) dan diberikan intramuskular. » Pengelolaan Bila ibu mempunyai zat anti, pengelolaannya berupa: i, Isoimunisasi: a. Darah anak diambil (biasanya dari kulit kepala janin) untulc menentukan. golongan darah, faktor Rhesus, uji Coombs dan kadar bilirubin serum; b. Tali pusat segera dijepit dan digunting agar sesedikit mungkin zat anti masuk ke dalam badan analy ¢. Tali pusat harus dibuat agak panjang untuk memungkinkan exchange transfusiot d. Bila perlu, davah tali pusatdiambil untuk menentukan golongan darah, wji Coombs dan kadar bilirubin; e. Anak segera diperiksa dan diawasi; exchange transfuston dilakukan bila anak pucat, mengalami pembesaran hati dan limpa, ikterik, dan pemeriksaan hematologis memburuk. Pada isoimunisasi ABO, exchange transfusion dilakukan bila kadar bilirubin serum mencapai 220 mg%. 2. Non-isoimunisasi: 5 a. Pengelolaan bergantung kepada penyebab, misalnya digoksin dan — verapamil bagi janin yang menderita kelainan jantung; b, Umumnya anak dilahirkan bila sudah cukeup bulan; c Transfusi in utero untuk janin kurang bulan. _ Komplikasi Komplikasi pada ibu antara lain peningkatan kejadian preeklampsia dan perdarahan paseasalin pada ibu, sedangkan pada janin, terjadi persalinan kurang bulan, KEHAMILAN KEMBAR Kejadian kebamilan kembar monozigotik kira-kira 1 di antara 250 kehamilan, sedangkan kehamilan kembar dizigotik cenderung meningkat karena penggunaan obat pemacu ovulasi seperti klomifen dan fertilisasi in vitro. Kehamilan ketabar ada 2 macam: 1. Kehamilan kembar 2 telur kehamilan kembar dizigotik, kehamilan kembar fraternal-2 buah sel telur dihamili oleh 2 buah sel mani, Kedua sel dapat berasal dari 1 ovarium atau masing-masing dari ovarium yang berlainan: 2. Kehamilan kembar { telur, kehamilan kembar monozigotik atau kehamilan kembar identik—terjadi dari sebuah sel telur dan sebuah sel mani. Sel telur yang telah dibuahi kemudian membagi diri menjadi 2 bagian yang masing- masing tumbuh menjadi janin. 46

You might also like