Professional Documents
Culture Documents
NITAQHULL
NITAQHULL
a. Maslow
Teori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua hal :
(1) suatu usaha yang positif untuk berkembang
(2) kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu.
Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi
kebutuhan yang bersifat hirarkis.
Pada diri masing-masing orang mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut
untuk berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan
apa yang sudah ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain seseorang juga memiliki dorongan
untuk lebih maju ke arah keutuhan, keunikan diri, ke arah berfungsinya semua kemampuan,
ke arah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat menerima diri
sendiri(self).
Maslow membagi hirarki kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia menjadi.
a) KebutuhanFisiologis
Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan manusia yang paling mendasar untuk
mempertahankan hidupnya secara fisik, yaitu kebutuhan akan makanan, minuman, tempat
tinggal, seks, tidur, istirahat, dan udara.
b) Kebutuhan Keamanan dan Keselamatan
Segera setelah kebutuhan dasariah terpuaskan, muncullah apa yang digambarkan Maslow
sebagai kebutuhan akan rasa aman atau keselamatan. Kebutuhan ini menampilkan diri dalam
kategori kebutuhan akan kemantapan, perlindungan, kebebasan dari rasa takut, cemas dan
kekalutan; kebutuhan akan struktur, ketertiban, hukum, batas-batas, dan sebagainya.
c) Kebutuhan Rasa Cinta dan Kasih Sayang
Setelah terpuaskan kebutuhan akan rasa aman, maka kebutuhan sosial yang mencakup
kebutuhan akan rasa memiliki-dimiliki, saling percaya, cinta, dan kasih sayang akan menjadi
motivator penting bagi perilaku. Misalnya adalah : memiliki teman, memiliki keluarga,
kebutuhan cinta dari lawan jenis, dan lain-lain.
d) KebutuhanPenghargaan
Menurut Maslow, semua orang dalam masyarakat (kecuali beberapa kasus yang patologis)
mempunyai kebutuhan atau menginginkan penilaian terhadap dirinya yang mantap,
mempunyai dasar yang kuat, dan biasanya bermutu tinggi, akan rasa hormat diri atau harga
diri. Karenanya, Maslow membedakan kebutuhan ini menjadi kebutuhan akan penghargaan
secara internal dan eksternal. Yang pertama (internal) mencakup kebutuhan akan harga diri,
kepercayaan diri, kompetensi, penguasaan, kecukupan, prestasi, ketidaktergantungan, dan
kebebasan (kemerdekaan). Yang kedua (eksternal) menyangkut penghargaan dari orang lain,
prestise, pengakuan, penerimaan, ketenaran, martabat, perhatian, kedudukan, apresiasi atau
nama baik. Orang yang memiliki cukup harga diri akan lebih percaya diri. Dengan demikian
ia akan lebih berpotensi dan produktif. Sebaliknya harga diri yang kurang akan menyebabkan
rasa rendah diri, rasa tidak berdaya, bahkan rasa putus asa. Kebebasan atau kemerdekaan
pada tingkat kebutuhan ini adalah kebutuhan akan rasa ketidakterikatan oleh hal-hal yang
menghambat perwujudan diri. Kebutuhan ini tidak bisa ditukar dengan sebungkus nasi
goreng atau sejumlah uang karena kebutuhan akan hal-hal itu telah terpuaskan. Contoh :
pujian, piagam, tanda jasa, hadiah, dan banyak lagi lainnya.
e) Kebutuhan Akutualisasi Diri (Self Actualization)
Setiap orang ingin mengembangkan kapasitas kerjanya dengan baik. Hal ini merupakan
kebutuhan untuk mewujudkan segala kemampuan (kebolehannya) dan seringkali nampak
pada hal-hal yang sesuai untuk mencapai citra dan cita diri seseorang. Dalam motivasi kerja
pada tingkat ini diperlukan kemampuan manajemen untuk dapat mensinkronisasikan antara
cita diri dan cita organisasi untuk dapat melahirkan hasil produktivitas organisasi yang lebih
tinggi.
b. Carl Rogers
Carl R. Rogers kurang menaruh perhatian kepada mekanisme proses belajar. Belajar
dipandang sebagai fungsi keseluruhan pribadi. Ia berpendapat bahwa belajar yang sebenarnya
tidak dapat berlangsung bila tidak ada keterlibatan intelektual maupun emosional peserta
didik. Oleh karena itu, menurut teori belajar humanisme bahwa motifasi belajar harus
bersumber pada diri peserta didik
Roger membedakan dua ciri belajar, yaitu: (1) belajar yang bermakna dan (2) belajar
yang tidak bermakna. Belajar yang bermakna terjadi jika dalam proses pembelajaran
melibatkan aspek pikiran dan perasaan peserta didik, dan belajar yang tidak bermakna terjadi
jika dalam proses pembelajaran melibatkan aspek pikiran akan tetapi tidak melibatkan aspek
perasaan peserta didik.
Bagaimana proses belajar dapat terjadi menurut teori belajar humanisme?. Orang
belajar karena ingin mengetahui dunianya. Individu memilih sesuatu untuk dipelajari,
mengusahakan proses belajar dengan caranya sendiri, dan menilainya sendiri tentang apakah
proses belajarnya berhasil.
Menurut Roger, peranan guru dalam kegiatan belajar siswa menurut pandangan teori
humanisme adalah sebagai fasilitator yang berperan aktif dalam : (1) membantu menciptakan
iklim kelas yang kondusif agar siswa bersikap positif terhadap belajar, (2) membantu siswa
untuk memperjelas tujuan belajarnya dan memberikan kebebasan kepada siswa untuk belajar,
(3) membantu siswa untuk memanfaatkan dorongan dan cita-cita mereka sebagai kekuatan
pendorong belajar, (4) menyediakan berbagai sumber belajar kepada siswa, dan (5) menerima
pertanyaan dan pendapat, serta perasaan dari berbagai siswa sebagaimana adanya
Menurut Rogers yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah pentingnya guru
memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran, yaitu:
1. Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar. Siswa tidak harus
belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya.
2. Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya. Pengorganisasian bahan
pelajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi
siswa
3. Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai
bagian yang bermakna bagi siswa.
4. Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang proses.
Dari penelitian itu diketahui guru yang fasilitatif mengurangi angka bolos siswa,
meningkatkan angka konsep diri siswa, meningkatkan upaya untuk meraih prestasi akademik
termasuk pelajaran bahasa dan matematika yang kurang disukai, mengurangi tingkat problem
yang berkaitan dengan disiplin dan mengurangi perusakan pada peralatan sekolah, serta siswa
menjadi lebih spontan dan menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi.
Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini cocok untuk diterpkan pada materi-
materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap,
dan analisis terhadap fenomena sosial. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa
merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjaadi perubahan pola pikir,
perilaku dan sikap atas kemauan sendiri. Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas,
berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara
bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan , norma ,
disiplin atau etika yang berlaku.
Perilaku internal membedakan seseorang dari yang lain. Combs berpendapat bahwa
banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila materi
pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu
pada materi pelajaran itu. Sehingga yang penting ialah bagaimana membawa si siswa untuk
memperoleh arti bagi pribadinya dari materi pelajaran tersebut dan menghubungkannya
dengan kehidupannya.
Combs memberikan lukisan persepsi diri dalam dunia seseorang seperti dua lingkaran
(besar dan kecil) yang bertitik pusat pada satu.. Lingkaran kecil (1) adalah gambaran dari
persepsi diri dan lingkungan besar (2) adalah persepsi dunia. Makin jauh peristiwa-peristiwa
itu dari persepsi diri makin berkurang pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi, hal-hal yang
mempunyai sedikit hubungan dengan diri, makin mudah hal itu terlupakan.
Untuk itu guru harus memahami perlaku siswa dengan mencoba memahami dunia
persepsi siswa tersebut sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha
merubah keyakinan atau pandangan siswa yang ada. Perilaku internal membedakan seseorang
dari yang lain. Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan
berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan
sebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu. Sehingga
yang penting ialah bagaimana membawa si siswa untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari
materi pelajaran tersebut dan menghubungkannya dengan kehidupannya.
Contoh Didalam Aplikasi Pembelajaran
Peserta Didik Dalam pembelajaran yang humanis ditempatkan sebagai pusat (central) dalam
aktifitas belajar. Peserta didik menjadi pelaku dalam memaknai pengalaman belajarnya
sendiri. Dengan demikian , peserta didik diharapkan mampu menemukan potensinya dan
mengembangkan potensi tersebut secara memaksimal. Peserta didik bebas berekspresi cara-
cara belajarnya sendiri. Peserta didik menjadi aktif dan tidak sekedar menerima informasi
yang disampaikan oleh guru.
Peran guru dalam pembelajaran humanisme adalah menjadi fasilitator bagi para peserta didiknya
dengan cara memberikan motivasi dan memfasilitasi pengalaman belajar, dengan , menerapkan
strategi pembelajaran yang membuat peserta didik aktif, serta menyampaikan materinya
pembelajaran yang sistematis (Sadulloh;2008). Peran guru sebagai fasilitator adalah.
3) Mengatur peserta didik agar bisa berkomunikasi secara langsung secara aktif dengan antar
teman selama proses pembelajaran,
4) Mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang palin luas dan
mudah dimanfaatkan para peserta didik untuk membantu mencapai tujuan mereka,
5) Menempatkan diri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan peserta
didik baik secara individu maupun kelompok (guru dijadikan tempat untuk bertanya peserta
didik tanpa peserta didik merasa takut),
6) Menanggapi dengan baik ungkapan-ungkapan didalam kelompok kelas dan menerima baik
isi yang bersifat intelektual (tidak penuh dengan kritikan sehingga memotifasi peserta didik
untuk mengekspresikan diri),
7) Bersikap hangat dan berusaha memahami perasaan peserta didik ( berempati) dan
meluruskan dianggap kurang relevan dengan cara yang santun,
8) Dalam pembelajaran secara kelompok , dia mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam
kelompok dan mencoba mengungkapkan perasaan serta pikirannya dengan tidak menuntut
dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai suatu andil secara pribadi yang boleh saja
digunakan atau ditolak oleh peserta didik,
9) Sebagai seorang manusia yang tidak selalu sempurna , guru mau mengenali, mengakui dan
menerima keterbatasan-keterbatasan diri dengan cara mau dan senang hati menerima
pandangan yang lebih baik dari peserta didik
II. TEORI SIBERNETIK
Teori belajar sibernetik merupakan teori belajar yang relatif baru dibandingkan
dengan teori-teori yang sudah dibahas sebelumnya. Menurut teori ini, belajar adalah
pengolahan informasi. Proses belajar memang penting dalam teori ini, namun yang lebih
penting adalah system informasi yang diproses yang akan dipelajari siswa. Asumsi lain
adalah bahwa tidak ada satu proses belajarpun yang ideal untuk segala situasi, dan yang
cocok untuk semua siswa. Sebab cara belajar sangat ditentukan oleh sistem informasi.
Bahwa proses pengolahan informasi dalam ingatan dimulai dari proses penyandian
informasi (encoding), diikuti dengan penyimpanan informasi (storage), dan diakhiri dengan
mengungkapkan kembali informasi – informasi yang telah disimpan dalam ingatan
(retrieval).
Salah satu penganut aliran sibernetik adalah Landa. Ia membedakan ada dua macam
proses berpikir, yaitu proses berpikir algoritmik dan proses berpikir heuristik. Proses berpikir
algoritmik, yaitu proses berpikir yang sistematis, tahap demi tahap, linier, konvergen, lurus
menuju ke satu target tujuan tertentu. Contoh-contoh proses algoritmik misalnya kegiatan
menelpon, menjalankan mesin mobil, dan lain-lain. Sedangkan cara berpikir heuristik, yaitu
cara berpikir devergen, menuju ke beberapa target tujuan sekaligus. Memahami suatu konsep
yang mengandung arti ganda dan penafsiran biasanya menuntut seseorang untuk
menggunakan cara berpikir heuristik. Contoh proses berpikir heuristik misalnya operasi
pemilihan atribut geometri, penemuan cara-cara pemecahan masalah, dan lain-lain.
Proses belajar akan berjalan dengan baik jika materi pelajaran yang hendak dipelajari
atau masalah yang hendak dipecahkan (dalam istilah teori sibernetik adalah sistem informasi
yang hendak dipelajari) diketahui ciri-cirinya. Materi pelajaran tertentu akan lebih tepat
disajikan dalam urutan yang teratur, linier, sekuensial, sedangkan materi pelajaran lainnya
akan lebih tepat bila disajikan dalam bentuk “terbuka” dan memberi kebebasan kepada siswa
untuk berimajinasi dan berpikir. Misalnya, agar siswa mampu memahami suatu rumus
matematika, mungkin akan lebih efektif jika presentasi informasi tentang rumus tersebut
disajikan secara algoritmik. Alasannya, karena suatu rumus matematika biasanya mengikuti
urutan tahap demi tahap yang sudah teratur dan mengarah ke satu target tertentu. Namun
untuk memahami makna suatu konsep yang lebih luas dan banyak mengandung interpretasi,
misalnya konsep keadilan atau demokrasi, akan lebih baik jika proses berpikir siswa
dibimbing ke arah yang “menyebar” atau berpikir heuristik, dengan harapan pemahaman
mereka terhadap konsep itu tidak tunggal, monoton, dogmatik atau linier.
Pask dan Scott juga termasuk penganut teori sibernetik. Menurut mereka ada dua
macam cara berpikir, yaitu cara berpikir serialis dan cara berpikir wholist atau menyeluruh.
Pendekatan serialis yang dikemukakannya memiliki kesamaan dengan pendekatan
algoritmik. Namun apa yang dikatakan sebagai cara berpikir menyeluruh (wholist) tidak sama
dengan cara berpikir heuristik. Bedanya, cara berpikir menyeluruh adalah berpikir yang
cenderung melompat ke depan, langsung ke gambaran lengkap sebuah sistem informasi.
Ibarat melihat lukisan, bukan detail-detail yang diamati lebih dahulu, melainkan seluruh
lukisan itu sekaligus baru sesudah itu ke bagian-bagian yang lebih detail. Sedangkan cara
berpikir heuristik yang dikemukakan oleh Landa adalah cara berpikir devergen mengarah ke
beberapa aspek sekaligus. Siswa tipe wholist atau menyeluruh ini biasanya dalam
mempelajari sesuatu cenderung dilakukan dari tahap yang paling umum kemudian bergerak
ke yang lebih khusus atau detail. Sedangkan siswa tipe serialist dalam mempelajari sesuatu
cenderung menggunakan cara berpikir secara algoritmik.
Teori sebernetik sebagai teori belajar sering kali dikritik karena lebih menekankan
pada sistem informasi yang akan dipelajari, sementara itu bagaimana proses belajar
berlangsung dalam diri individu sangat ditentukan oleh sistem informasi yang dipelajari.
Teori ini memandang manusia sebagai pengolah informasi, pemikir, dan pencipta.
Berdasarkan pandangan tersebut maka diasumsikan bahwa manusia merupakan makhluk
yang mampu mengolah, menyimpan, dan mengorganisasikan informasi.
Asumsi di atas direfleksikan ke dalam suatu model belajar dan pembelajaran. Model
tersebut menggambarkan proses mental dalam belajar yang secara tersetruktur membentuk
suatu sistem kegiatan mental. Dari model ini dikembangkan prinsip-prinsip belajar seperti:
1. Proses mental dalam belajar terfokus pada pengetahuan yang bermakna.
2. Proses mental tersebut mampu menyandi informasi secara bermakna.
3. Proses mental bermuara pada pengorganisasian dan pengaktualisasian informasi
Kelebihan Teori Sibernetik
1. Cara berfikir yang berorientasi pada proses lebih menonjol.
2. Penyajian pengetahuan memenuhi aspek ekonomis.
3. Kapabilitas belajar dapat disajikan lebih lengkap.
4. Adanya keterarahan seluruh kegiatan kepada tujuan yang ingin dicapai.
5. Adanya transfer belajar pada lingkungan kehidupan yang sesungguhnya.
6. Kontrol belajar memungkinkan belajar sesuai dengan irama masing-masing individu
7. Balikan informative memberikan rambu-rambu yang jelas tentang tingkat unjuk kerja yang
telah dicapai dibandingkan dengan unjuk kerja yang diharapkan.
Metode ini dikembangkan oleh Robert Slavin dan kawan – kawan dari universitas John
Hopkins. Metode ini digunakan para guru untuk mengajarkan informasi akademik baru
kepada siswa setiap minggu, baik melalui penilaian verbal maupun tertulis. Langkah –
langkahnya :
a. Para siswa di dalam kelas dibagi menjadi beberapa kelompok atau tim, masing – masing
terdiri atas 4 atau 5 anggota. Tiap kelompok memiliki anggota yang heterogen, baik jenis
kelamin, ras, etnik, maupun kemampuan ( tinggi, sedang, rendah ).
b. Tiap anggota tim/kelompok menggunakan lembar kerja akademik dan kemudian saling
membantu untuk menguasai bahan ajar melalui tanya jawab atau diskusiantar sesama anggota
tim/ kelompok.
Report this ad
c. Secara individual atau tim, tiap minggu atau tiap dua minggu akan mengevaluasi untuk
mengetahui penguasaan mereka terhadap bahan akademik yang telah dipelajari.
d. Tiap siswa dan tiap tim diberi skor atas penguasaannya terhadap bahan ajar, dan kepada
siswa secara individual atau tim yang meraih prestasi tinggi atau memperoleh skor sempurna
diberi penghargaan. Kadang – kadang beberapa atau semua tim memperoleh penghargaan
jika mampu meraih suatu criteria atau srandar tertentu. Kelebihan Pembelajaran Kooperatif Tipe
STAD
Kelebihan pembelajaran kooperatif tipe STAD menurut Linda Lundgren dan Nur dalam
Ibrahim adalah sebagai berikut.
1. Meningkatkan kerja sama, kebaikan budi, kepekaan dan toleransi yang tinggi antar
sesama anggota kelompok;
2. Meningkatkan pencurahan waktu pada tugas;
3. Meningkatkan harga diri dan dapat memperbaiki sikap ilmiah terhadap matematika;
4. Memperbaiki kehadiran peserta didik;
5. Penerimaan terhadap perbedaan individu menjadi lebih besar;
6. Konflik pribadi menjadi berkurang;
7. Meningkatkan pemahaman pada materi pelajaran;
8. Apabila mendapat penghargaan, motivasi belajar peserta didik akan menjadi lebih
besar; dan
9. Hasil belajar lebih tinggi.
Menurut Ibrahim, kekurangan pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah sebagai berikut.
1. Apabila tidak ada kerja sama dalam satu kelompok dan belum bisa menyesuaikan diri
dengan anggota kelompok yang lain maka tugas tidak bisa selesai pada waktu yang
sudah ditentukan;
2. Apabila salah satu anggota berperilaku menyimpang akan mempengaruhi dan
mengganggu anggota kelompok lainnya;
3. Bila situasi kelas gaduh waktu pelaksanaan diskusi maka akan mengganggu kelas
lain;
4. Ketidakhadiran salah satu anggota dalam kelompok akan mempengaruhi kinerja
dalam kelompok tersebut;
5. Apabila peserta didik tidak menggunakan waktu dalam diskusi dengan baik maka
kelompok tersebut tidak bisa menyelesaikan tugas tepat pada waktunya;
6. Peserta didik yang mencapai kinerja yang tinggi keberatan bila skor disamakan
dengan peserta didik yang kinerjanya rendah karena menggunakan sistem skor
perbaikan individual;
7. Beban kerja guru menjadi lebih banyak;
8. Jika aktivitas peserta didik dalam kelompok monoton maka motivasi belajar peserta
didik akan turun;
Salah satu karateristik yang menonjol dari penggunaan model pembelajaran STAD di dalam
proses pembelajaran adalah adanya kerjasama tim. Kerjasama tim ini terbentuk oleh proses
pembelajaran dimana dalam proses pembelajaran model pembelajaran STAD, penyajian
materi serta evaluasi yang dilakukan melibatkan tim dan juga individu, pada tugas selama
proses pembelajaran guru akan memberikan tugas pada tim, dengan mekanisme presentasi
atau kuis. Dalam kerjasama tim, anggota tim dibolehkan saling membantu satu sama lain,
saling bantu seperti ini tentu akan sulit ditemui pada model atau metode pembelajaran
lainnya.
a. Kelas dibagi menjadi beberapa tim yang anggotanya terdiri 4 atau 5 siswa dengan
karakteristik yang heterogen.
b. Bahan akademik disajikan kepada siswa dalam bentuk teks dan setiap siswa bertanggung
jawab untuk mempelajari suatu bagian dari bahan akademik tersebut.
c. Para anggota dari beberapa tim yang berbeda memiliki tanggung jawab untuk
mempelajari suatu bagian akademik yang sama dan selanjutnya berkumpul untuk saling
membantu mengkaji bagian bahan tersebut (kelompok pakar / expert group).
d. Selanjutnya para siswa yang berada dalam kelompok pakar kembali ke kelompok semula
( home teams )untuk mengajar anggota lain mengenai materi yang telah dipelajari dalam
kelompok pakar.
e. Setelah diadakan pertemuan dan diskusi dalam “ home teams “ para siswa dievaluasi
secara individual mengenai bahan yang telah dipelajari.
Metode ini dirancang oleh Herbet Thelen dan diperbaiki oleh Sharn. Dalam metode ini siswa
dilibatkan sejak perencanaan baik dalam menentukan topik maupun mempelajari melalui
investigasi. Dalam metode ini siswa dituntut untuk memiliki kemampuan yang baik dalam
komunikasi dan proses memiliki kelompok.
Langkah-langkahnya :
a. Seleksi topik
b. Merencanakan kerjasama
c. Implementasi
3. Keterlibatan siswa secara aktif dapat terlihat mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir
pembelajaran.
4. Aplikasi metode pembelajaran ini membuat siswa senang dan merasa menikmati proses
belajarnya.
Kelemahannya : Karena siswa bekerja secara kelompok dari tahap perencanaan sampai
investigasi untuk menemukan hasil jadi metode ini sangat komplek, sehingga guru harus
mendampingi siswa secara penuh agar mendapatkan hasil yang diinginkan.
Langkah-langkah :
a. Thinking : guru mengajukan pertanyaan atau isu terkait dengan pelajaran untuk
dipikirkan oleh peserta didik.
b. Pairing : guru meminta peserta didik berpasang – pasangan. Member kesempatan kepada
pasangan – pasangan untuk berdiskusi.
c. Sharing : hasil diskusi intersubjektif di tiap – tiap pasangan hasilnya dibicarakan dengan
pasangan seluruh kelas. Dalam kegiatan ini diharapkan terjadi tanya jawab yang mendorong
pada pengkonstuksian pengetahuan secara integratif.
Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair ShareThink Pair
Share memiliki kelebihan dan kekurangan, kelebihan yang dimiliki tipe Think Pair Share
sebagai berikut: (a) dapat meningkatkan partisipasi siswa dalam proses pembelajaran; (b)
antar sesama siswa dapat belajar dari siswa lain serta saling menyampaikan idenya untuk
didiskusikan sebelum disampaikan di depan kelas; (c) siswa dapat mengembangkan
ketrampilan berfikir dan
18menjawab dalam komunikasi antara satu dengan yang lain; (d) pemecahan masalah dapat
dilakukan secara langsung.Beberapa kelemahan tipe Think Pair Share sebagai berikut: (a)
siswa yang pandai cenderung mendominasi; (b) membutuhkan perhatian khusus dalam
penggunaan ruangan; (c)peralihan dari seluruh kelas ke dalam kelompok kecil membutuhkan
waktu. kelemahan dapat teratasi dengan peran guru yaang memotivasi siswa agar dapat
berperan aktif.Karakteristik:
1)Berpikir (Thinking). Guru mengajukan suatu pertanyaan atau masalah yang dikaitkan
dengan pelajaran, dan meminta siswa menggunakan waktu beberapa menit untuk berpikir
sendiri jawaban atau masalah. Siswa membutuhkan penjelasan bahwa berbicara atau
mengerjakan bukan langkah berpikir.
3)Berbagi (Sharing). Pada langkah akhir, guru meminta pasangan-pasangan untuk berbagi
dengan keseluruhan kelas yang telah mereka bicarakan.Hal ini efektif untuk berkeliling
ruangan dari pasangan ke pasangan dan melanjutkan sampai sekitar sebagian pasangan
mendapat kesempatan melapor
Langkah – langkahnya :
b. Guru mengajukan beberapa pertanyaan yang harus dijawab oleh tiap – tiap kelompok.
Pada kesempatan ini tiap – tiap kelompok menyatukan kepalanya “ Heads Together”
berdiskusi memikirkan jawaban.
c. Guru memanggil paserta didik yang memiliki nomor yang sama dari tiap – tiap kelompok
dan memberi kesempatan untuk menjawab.
d. Guru mengembangkan diskusi lebih mendalam, sehingga peserta didik dapat menemukan
jawaban pertanyaan itu sebagai pengetahuan yang utuh.
karakteristik model pembelajaraan kooperatif tipe NHT yaitu adanya pendapat yang baik dan
rasa tanggung jawan pribadi mengenai materi pelajaran yang didukung kelewesanuntuk
mengemukakan pendapat dalam meningkatkan keterampilan bekerja sama dalam kelompok
Report this ad
Langkah – langkahnya :
c. Membagikan tugas kepada setiap pasangan untuk dikerjakan atau dibahas ( diskusi ).
d. Usai berdiskusi pasangan berubah dengan menggeser posisi mengikuti arah jarum jam
sehingga tiap- tiap peserta didik mendapat pasangan baru dan berbagi informasi, demikian
seterusnya hingga kembali kepasangan awal.
e. Hasil diskusi tiap – tiap kelompok besar kemudian dipresentasikan kepada seluruh kelas
kelebihan yaitu:
1. Siswa dapat bertukar pengalaman dengan sesamanya dalam proses pembelajaran.
2. Meningkatkan kerjasama diantara siswa
3. Meningkatkan toleransi antara sesame siswa
kekurangan, yaitu :
1. Kelompok belajarnya terlalu gemuk sehingga menyulitkan proses belajar mengajar
2.Siswa lebih banyak bermainnya daripada belajar
3. Sebagian siswa saja yang aktif karena kelompoknya terlalu gemuk
4 . Interaksi pembelajaran tidak terjadi secara baik.
Langkah – langkahnya :
e. Buat evaluasi sehingga peserta didik dapat mencari jawaban sebagai titik temu dari
argumentasi – argumentasi yang telah mereka munculkan.
b. Efektik digunakan pada pelajaran-pelajaran Agama, sosial atau tentang lingkunganan
c. Dapat menciptakan kerja sama siswa dalam proses pembelajaran untuk memecahkan
masalah dalam belajar.1[6] Misalnya siswa berkelompok untuk belajar sendiri untuk mencari
suatu masalah dan memecahkannya walaupun tidak ada guru di dalam kelas. Dengan begitu
siswa akan belajar dengan giat.
Langkah – langkahnya :
c. Minta peserta didik mencari pasangan, dan masing – masing saling menjelaskan
jawabannya kemudian menyusun jawaban baru yang disepakati bersama.
e. Buat rumusan – rumusan rangkuman sebagai jawaban – jawaban atas pertanyaan yang
telah diajukan. Rumusan tersebut merupakan konstruksi atas keseluruhan pengetahuan yang
telah dikembangkan selama diskusi.
A.problem salving
Problem solving adalah suatu proses mental dan intelektual dalam menemukan masalah dan
memecahkan berdasarkan data dan informasi yang akurat, sehingga dapat diambil
kesimpulan yang tepat dan cermat (Hamalik, 1994:151). Problem solving yaitu suatu
pendekatan dengan cara problem identifikation untuk ketahap syntesis kemudian dianalisis
1
yaitu pemilahan seluruh masalah sehingga mencapai tahap application selajutnya
komprehension untuk mendapatkan solution dalam penyelesaian masalah tersebut.
Penulis perlu menggunakan pendekatan yang terdiri dari tiga langkah untuk problem solving, dengan
demikian konsep problem solving ini bukan teoribelaka, tetapi telah terbukti keberhasilannya.
Adapun tiga langkah problem solving adalah :
Secara konseptual suatu masalah (M) didefinisikan sebagai kesenjangan atau gap antara nerja
actual dan targetkinerja (T ) yang diharapkan, sehingga secara simbolik dapat dituliskan bersamaan;
M=T – A.berdasarkan konsep seorang problem solver yang professional harus terlebih dahulu nanpu
mengetahui berapa atau pada tingkat mana kinerja actual saat ini, dan berapa atau tingkat mana
kinerja serta kita harus mampu mendefinisikan secara tegas apa masalah utama kita kemudian
menetapkan pada tingkat mana kinerja actual kita sekarang dan kapan waktu pencapain target
kinerja itu.
Suatu solusi masalah yang efektif, apabila kita berhasil menemukan sumber-sumber dan akar-akar
dari masalah itu, kemudian mengambil tindakan untuk menghilangkan masalah-masalah tersebut.
c. Solusi masalah secara efektif dan efisien.
B. Pendekatan CTL
Model Pembelajaran CTL menurut Sanjaya (2006) menyatakan bahwa belajar dalam CTL bukan
hanya sekadar duduk, mendengarkan dan mencatat, tetapi belajar adalah proses berpengalaman
secara langsung. Lebih jauh ia mengupas bahwa Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah
suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk
menemukan materi yang dipelajarinya dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata,
sehingga siswa didorong untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Sedangkan
Blanchard (Trianto, 2007) mengemukakan bahwa pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran
yang terjadi dalam hubungan yang erat dengan pengalaman sesungguhnya.
a. Dalam pemilihan informasi atau materi dikelas didasarkan pada kebutuhan siswa
padahal,dalam kelas itu tingkat kemampuan siswanya berbeda-beda sehinnga guru akan
kesulitan dalam menetukan materi pelajaran karena tingkat pencapaianya siswa tadi tidak
sama
b.Tidak efisien karena membutuhkan waktu yang agak lama dalam PBM
c. Dalam proses pembelajaran dengan model CTL akan nampak jelas antara siswa yang
memiliki kemampuan tinggi dan siswa yang memiliki kemampuan kurang, yang kemudian
menimbulkan rasa tidak percaya diri bagi siswa yang kurang kemampuannya
d. Bagi siswa yang tertinggal dalam proses pembelajaran dengan CTL ini akan terus
tertinggal dan sulit untuk mengejar ketertinggalan, karena dalam model pembelajaran ini
kesuksesan siswa tergantung dari keaktifan dan usaha sendiri jadi siswa yang dengan baik
mengikuti setiap pembelajaran dengan model ini tidak akan menunggu teman yang tertinggal
dan mengalami kesulitan.
e. Tidak setiap siswa dapat dengan mudah menyesuaikan diri dan mengembangkan
kemampuan yang dimiliki dengan penggunaan model CTL ini.
f. Kemampuan setiap siswa berbeda-beda, dan siswa yang memiliki kemampuan intelektual
tinggi namun sulit untuk mengapresiasikannya dalam bentuk lesan akan mengalami kesulitan
sebab CTL ini lebih mengembangkan ketrampilan dan kemampuan soft skill daripada
kemampuan intelektualnya.
g. Pengetahuan yang didapat oleh setiap siswa akan berbeda-beda dan tidak merata.
h. Peran guru tidak nampak terlalu penting lagi karena dalam CTL ini peran guru hanya
sebagai pengarah dan pembimbing, karena lebih menuntut siswa untuk aktif dan berusaha
sendiri mencari informasi, mengamati fakta dan menemukan pengetahuan-pengetahuan baru
di lapanga
C. RealisticMathematics Education(RME)
f.Guru mengamati jalannya diskusi kelas dan memberi taggapan sambil mengarahkan siswa
untukmendapatkan strategi terbaikserta menemukan aturan atau prinsip yang bersifat lebih
umum.
g.Setelah mencapai kesepakatan tentang strategi terbaik melalui diskusi kelas, siswa diajak
menarik kesimpulan dari pelajaran saat itu. Pada akhir pembelajaran siswaharus mengerjakan
soal evaluasi dalam bentuk matematikaformal.
Kelebihan
.c.Siswa merasa dihargai dan semakin terbuka, karena setiap jawaban siswa ada nilainya
Kelemahan
a.Karena sudah terbiasa diberi informasi terlebih dahulu maka siswa masih kesulitan dalam
menemukan sendiri jawaban dari permasalahan.
D.Open Ended
Pendekatan Open-ended merupakan salah satu upaya inovasi pendidikan matematika yang
pertama kali dilakukan oleh para ahli pendidikan matematika Jepang. Pendekatan ini lahir
sekitar duapuluh tahun yang lalu dari hasil penelitian yang dilakukan Shigeru Shimada,
Toshio Sawada, Yoshiko Yashimoto, dan Kenichi Shibuya (Nohda, 2000). Munculnya
pendekatan ini sebagai reaksi atas pendidikan matematika sekolah saat itu yang aktifitas
kelasnya disebut dengan “issei jugyow” (frontal teaching); guru menjelaskan konsep baru di
depan kelas kepada para siswa, kemudian memberikan contoh untuk penyelesaian beberapa
soal.
Kegiatan yang berkaitan dengan pembentukan soal, secara teknis yang dapat dilakukan
adalah:
1. Siswa menyusun soal secara individu. Dalam penyusunan soal ini, hendaknya siswa tidak
asal menyusun soal, akan tetapi juga mempersiapkan jawaban dari soal yang sedang
disusunnya. Dengan kata lain, setelah siswa tersebut dapat membuat soal, maka dia juga
dapat menyelesaikan soal tersebut.
2. Soal yang telah tersusun tersebut kemudian diberikan kepada teman sekelasnya. Distribusi
soal-soal yang telah tersusun tersebut dapat menggunakan cara penggeseran atau dengan cara
bertukar dengan teman semeja. Artinya, distribusi soal tersebut secara individu.
3. Agar lebih bervariasi dan lebih menumbuhkan sikap aktif, interaktif, dan kretaif, maka dapat
dibentuk kelompok-kelompok kecil untuk menyusun soal dan soal tersebut didistribusikan
kepada kelompok lain untuk diselesaikan. Soal dari kelompok tersebut, diharapkan tingkat
kesulitannya lebih tinggi dari soal yang disusun secara individu.
Dalam Ilfi Norman &Md. Nor Bakar (2011: 1) kelebihan model problem posing adalah :
1. Kemampuan memecahkan masalah / mampu mencari berbagai jalan dari suatu kesulitan
yang dihadapi,
2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman siswa/ terampil menyelesaikan soal tentang
materi yang diajarkan
3. Mengetahui proses bagaimana cara siswa memecahkan masalah
4. Meningkatkan kemampuan mengajukan soal
5. Sikap yang positif terhadap matematika / Minat siswa dalam pembelajaran matematika lebih
besar dan siswa lebih mudah memahami soal karena dibuat sendiri.
6. Mendatangkan kepuasan tersendiri bagi siswa jika soal yang dibuat tidak mampu
diselesaikan oleh kelompok lain.
Sedangkan kekurangan model pembelajaran problem posing yaitu pembelajaran
model problem posingmembutuhkan persiapan informasi yang banyak untuk sumber soal,
dan agar pelaksanaan kegiatan dalam membuat soal dapat dilakukan dengan baik perlu
ditunjang oleh buku yang dapat dijadikan pemahaman dalam kegiatan belajar terutama
membuat soal.