You are on page 1of 19

TUGAS

MAKALAH MANAJEMEN PERUBAHAN DAN KOMPETENSI

Oleh :

PUJIONO

NPM : 1911322025391

PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI PANCASETIA

BANJARMASIN

TAHUN 2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Dalam menghadapi lingkungan pekerjaan yang semakin dinamis dan terus
berubah, maka organisasi dituntut untuk dapat menyesuaikan diri. Jika tidak maka
bersiaplah organisasi tersebut untuk mati. Hal ini sebagai konsekuensi hidup pada
saat ini dmana persaingan antar organisasi selalu berubah. Ekonomi global membawa
pesaing yang datang dari berbagai tempat. Organisasi yang berhasil adalah organisasi
yang dapat berubah untuk menghadapi persaingan, mereka akan tangkas, mampu
secara cepat mengembangkan inovasi-inovasi baru dan siap menghadapi persaingan
baru. Akan tetapi perubahan dilakukan secara matang melalui berbagai pemikiran
terlebih dahulu.
Perubahan memiliki arti Membuat sesuatu menjadi lain. Melakukan perubahan
haruslah dengan rencana yang matang, Perubahan terencana disini maksudnya
adalah kegiatan perubahan yang disengaja dan berorientasi pada tujuan. Adapun
beberapa tujuan perubahan adalah :
a. Perubahan mengupayakan perbaikan kemampuan organisasi untuk
menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan.
b. Perubahan mengupayakan perilaku karyawan.
c. Pertanyaan berikutnya adalah siapakah yang melakukan perubahan ? Yang
melakukan perubahan adalah “Agen Perubahan”. Agen Perubahan adalah orang
yang bertindak sebagai katalis dan memikul tanggung jawab mengelola kegiatan
perubahan, ini dapat berupa : Manajer, Karyawan atau Konsultan dari luar.
Dikaitkan dengan konsep “Globalisasi”, maka Michael Hammer dan James
Champy menuliskan bahwa Ekonomi Global berdampak terhadap 3C, yaitu Customer,
Competition, dan Change. Pelanggan menjadi penentu, pesaing makin banyak, dan
perubahan menjadi konstan. Tidak banyak orang yang suka akan perubahan, namun
walau begitu perubahan tidak bisa dihindarkan. Harus dihadapi. Karena hakikatnya
memang seperti itu maka diperlukan satu Manajemen Perubahan agar proses dan
dampak dari perubahan tersebut mengarah pada titik positif.
Telah terjadi perubahan lingkungan bisnis di era millenium 4.0 ditandai dengan
perkembangan teknologi, khususnya kemajuan luar biasa dibidang teknologi
komputerisasi dan internet yang membawa pada era revolusi industri 4.0.
Era revolusi industri 4.0 ini ditandai dengan kemunculan teknologi digitalisasi,
otomatisasi dan kecerdasan buatan (artificial intelligence) yang membawa pada
perubahan cara hidup, perilaku, cara bekerja,sifat kerja dan hubungan antar manusia
yang tentunya berdampak pula pada perubahan SDM organisasi dan bahkan
organisasi itu sendiri.
Sejak akhir Maret 2020 Virus Corona yang kemudian disebut pandemi COVID
19 telah masuk ke Indonesia, secara pasti menjangkiti penduduk dihampir 34 provinsi
dan 416 Kabupaten/ Kota diseluruh Indonesia. Pandemi COVId 19 ini memberikan
dampak luar biasa pada kehidupan sosial, ekonomi, politik, keagamaan,
ketatanegaraan dan teknologi serta bisnis, sehingga negara menetapkan status
darurat non alam. Dampaknya bisa terlihat dalam melakukan pekerjaan, belajar,
beraktivitas di rumah saja, dan lain sebagainya. Kondisi menuntut perlunya melakukan
perubahan dalam pola hidup dan berkehidupan dan ini membutuhkan kesiapan serta
kompetensi sebagaimana dijelaskan di atas, agar survive melanjutkan kehidupan
dalam tatanan kehidupan baru yang disebut Normal baru (New Normal). Tatanan
kehidupan normal baru menuntut penyesuaian dalam berbagai aspek kehidupan agar
kehidupan terus berjalan. Kita tidak punya pilihan menghadapi covid 19 ini kecuali
beradaptasi dengan lingkungan normal baru (Mata Najwa, 10 Juni 2020).
Perubahan menuntut kesiapan semua pihak dan stakeholders, utamanya
SDM dan kepemimpinan organisasi. Perubahan adalah keniscayaan sebagai respon
untuk menyesuaikan diri terhadap timbulnya perubahan lingkungan ,baik bisnis
maupun lingkungan kehidupan manusia, baik yang bersifat internal maupun eksternal.
Namun perubahan selalu akan menimbulkan konflik atau sebaliknya konflik itu sendiri
yang menuntut terjadinya perubahan. Perubahan juga adalah upaya untuk
mempermudah mencapai tujuan organisasi melalui pencapaian kinerja organisasi.
Perubahan juga adalah upaya untuk mempermudah mencapai tujuan organisasi
melalui pencapaian kinerja organisasi.
Simaklah kisah sukses PT Adaro Energy Tbk, menghadapi perubahan
tantangan dan lingkungan bisnis seperti dungkapkan oleh Presiden Direktur PT Adaro
Energy Tbk, Garibaldi Boy Thohir pada peringatan ulang tahun ke 17 di Jakarta ,
sebagai berikut : “ Perubahan pendulum bisnis yang berlangsung cepat, mendorong
kompetisi menjadi kian ketat. Siapa yang tidak mampu beradaptasi, ia bakal tertinggal,
bahkan mati. Jangan cepat berpuas diri.Jangan terlena, karena keberhasilan hari ini
tidak bisa menjamin bahwa kedepan bakal sama”. Oleh karena itu, Adaro Warriors
harus selalu mawas diri dan bisa menyesuaikan strategi dengan kondisi pasar
batubara yang sangat dinamis seperti sebelumnya. Selalu bersiap menghadapi
apapun yang terjadi. Garibaldi ‘Boy’ Thohir lantas memberi gambaran, situasi bisnis
saat ini begitu rentan, serba tidak pasti, rumit bahkan membingungkan. Beberapa
waktu yang lalu, ramai tersiar berita bahwa Seven-Eleven (gerai waralaba asal
Amerika) menutup operasionalnya di Indonesia. Menyusul perusahaan jamu Nyonya
Meneer dan pusat perbelanjaan dan retailer mengeluh karena omzetnya
melumpuhkan bahkan sampai ada yang menutup beberapa gerainya. Tetapi
sebaliknya perusahaan jasa pengiriman logistik seperti PT. Pos dan JNE malah
mencatatkan pertumbuhan binis.
Untuk Para Leader, Garibaldi ‘Boy’Thohir menyampaikan, untuk mampu
mengikuti perubahan di lingkungan bisnisnya masing-masing, setiap leader di Adaro
harus memperhatikan dua hal penting, yaitu mindset dan manajemen bisnis. Ia juga
berpesan, bahwa kemampuan yang harus dimiliki leader adalah ability to connect the
dots, ability to execute, dan growth mindset.
Ability to connect the dots. Seorang pemimpin harus mampu melihat apa yang
mungkin terjadi di bisnisnya dengan menghubungkan beberapa informasi yang ada.
Titik-titik informasi ini kalau dianalisa dengan baik akan memberikan gambaran yang
jelas mengenai ancaman atau peluang yang ada didepan. Seorang leader, harus
smart,piawai dan lincah.
Ada pelajaran penting dari dua perusahaan kelas dunia dibidang foto film, kata
Garibaldi ‘Boy’ Thohir, Kodak dan Fujifilm, yakni jangan meremehkan sebuah
kompetisi. Saat munculnya kamera digital di awal tahun 2000an, kodak merasa tidak
terganggu karena sangat percaya diri dengan keunggulan brand dan marketingnya.
Perusahaan asal Amerika ini memilih bertahan pada jalur bisnis yang sudah
membesarkannya itu. Sementara Fujifilm, melakukan yang berbeda, ia keluar dari
zona nyaman meskipun harus mengorbankan profit jangka pendek untuk membangun
bisnis baru yang lebih prospektif. Ujungnya Kodak bangkut di tahun 2012, sebaliknya
Fujifilm bisa bertahan bahkan lebih sehat karena berhasil mendiversifikasi ke bisnis
baru seperti LCD, kosmetik, obat-obatan dan alat kedokteran.
Kemampuan lain seorang leader adalah ability to execute atau kemampuan
untuk mengeksekusi. Rencana dan strategi yang dibuat akan sia-sia apabila tidak bisa
dieksekusi dengan baik. Visi dan misi yang besar hanya bagus di atas kertas kalau
tidak ada eksekusinya. Leader juga harus bisa memberi arahan dan membuat
keputusan yang tegas ditengah situasi yang penuh ketidakpastian. Jangan ragu.
Selalu ada kemungkinan terjadi kesalahan, tetapi yang terpenting harus terus belajar
dan memperbaikinya.

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimanakah tantangan dalam perubahan itu sendiri jika dilihat di dalam sebuah
organisasi sekolah?
2. Bagaimana cara mengatasi tantangan dalam perubahan dalam lingkup organisasi
sekolah?
1.3. Tujuan Masalah
1. Menggambarkan bagaimanakah tantangan dalam perubahan itu sendiri dilingkup
organisasi seperti sekolah;
2. Mengetahui bagaimana cara mengatasi tantangan dalam perubahan di
lingkungan organisasi sekolah.
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Landasan Teori


A. Pengertian Perubahan
Berubah merupakan kegiatan atau proses yang membuat sesuatu ata
seseorang berbeda dengan keadaan sebelumnya (Atkinson,1987). Merupakan
proses yang menyebabkan perubahan pola perilaku individu atau institusi
(Brooten,1978).
Perubahan adalah hal yang pasti terjadi, termasuk di dalam konteks
organisasi. Perubahan terjadi karena yang menjalankan organisasi adalah
manusia, dan manusia terus berubah. Sering dikatakan satu hal yang pasti terjadi
di dunia adalah perubahan.
Jadi Perubahan adalah suatu proses dimana terjadinya peralihan atau
perpindahan dari status tetap (statis) menjadi status yang bersifat dinamis. Artinya
dapat menyesuaikan diri dari lingkungan.menurut hersey dan Blanchard ada 4
tingkat perubahan yaitu :yaitu perubahan pengetahuan,sikap, prilaku individual,
dan prilaku kelompok.
B. Berikut Faktor Pendorong Perubahan
1. Lingkungan Eksternal: tingkat persaingan, politik, ekonomi, kekuatan global,
demografik, sosial, teknologi, konsumen ;
2. Lingkungan Internal: silus kehidupan produk, pergantian pimpinan,
ketersediaan sumber daya internal, konflik.
C. Proses Perubahan.
1. Mencairkan:melibatkan penghancuran cara normal orang yang melakukan
sesuatu-mmemutuskan pola,kebiasaan,dan rutinitas sehingga orang siap
untuk menerima alternatifbaru(hersey, Blanchard) atau mengurangi
kekuatan untuk mengurangi status quo, menciptakan kebutuhan akan
perubahan, meminimalisasi tantangan terhadap perubahan seperti
memberikan masalah proaktif.Contoh :Refresing,kegiatan_kegiatan baru.
2. Memindahkan: mengembangkan perilaku, nilai dan sikap yang baru.
3. Membekukan kembali:akan terjadi jika prilaku baru sudah menjadi bagian
dari kepribadian seseorang.dengan cara memperkuat, mengevaluasi, dan
membuat modifikasi konstruktif.
D. Konsep Perubahan.
1. First order change : berlangsung terus menerus & bukan perubahan besar
bagi keseluruhan organisasi.
2. Second order change: perubahan radikal semua organisasi
E. Karakteristik Agen Perubahan
1. Keteguhan hati – mengakui apa yang terjadi di masa lalu & mampu melihat
perbedaannya.
2. Visibilitas – kemampuan untuk melihat & memberikan dukungan terhadap
ide & tindakan seseorang.
3. Ketekunan – kesabaran & kamantapan usaha yang dibutuhkan untuk
mencapai hasil.
4. Dorongan motivasi – tidak pernah mundur & menyerah apa yang telah
dilakukan & selalu mendorong pada peluang ke depan
F. Ketrampilan Yang Diperlukan Untuk Beerubah
1. Kemampuan mendengarkan.
2. Kemampuan meningkatkan pendidikan.
3. Mengerti akan kebutuhan & bisa memotivasi orang lain.
G. Kegagalan Perubahan
1. Manajer tidak menguasai prinsip manajemen perubahan.
2. Manajer tergoda pada “solusi mudah” dan “perbaikan cepat”.
3. Manajer tidak menganggap penting aspek budaya dan kepemimpinan dalam
perubahan.
4. Manajer mengabaikan aspek manusia dalam mengelola perubahan.
H. Resistensi Pada Perubahan.
Resistensi Terhadap Perubahan
Pada dasarnya, melakukan perubahan merupakan usaha untuk
memanfaatkan peluang untuk mencapai keberhasilan. Karena itu melakukan
perubahan mengandung resiko, yaitu adanya resistensi atau penolakan
terhadap perubahan. Dalam konteks ini Ahmed, Lim & Loh di dalam Learning
Through Knowledge Management (2002) secara tegas menyatakan bahwa
resistensi terhadap perubahan adalah tindakan yang berbahaya dalam
lingkungan yang penuh dengan persaingan ketat. Resistensi terhadap
perubahan dapat dikelompokan menjadi dua kategori, yaitu resistensi individu
dan resistensi organisasi. Pengertian resistensi individu adalah penolakan
anggota organisasi terhadap perubahan yang diajukan oleh pimpinan organisasi.
Beberapa faktor resistensi yang lazim terjadi dalam perubahan organisasi adalah
sebagai berikut:
1. Kebiasaan kerja. Orang sering resisten terhadap perubahan karena
menganggap kebiasaan yang baru dianggap merepotkan atau mengganggu.
2. Keamanan. Seperti takut dipecat, atau kehilangan jabatan
3. Ekonomi. Faktor ekonomi seperti gaji paling sering dipertanyakan, karena
orang sangat tidak megharapkan gajinya turun.
4. Sesuatu yang tidak diketahui. Istilah lain yang sering dipakai mengenai
resistensi terhadap perubahan adalah karena setiap perubahan akan
mengganggu comfort zone (zona nyaman), yaitu kebiasaan-kebiasaan kerja
yang selama ini dirasakan nyaman, Sonnenberg dalam kaitannya dengan hal
ini mengidentifikasi tujuh alasan mengapa orang resisten terhadap
perubahan, yaitu:
a. Procastination. Kecenderungan menunda perubahan, karena merasa
masih banyak waktu untuk melakukan perubahan.
b. Lack of motivation. Orang berpendapat bahwa perubahan tersebut tidak
memberikan manfaat sehingga enggan berubah
c. Fear of failure. Perubahan menimbulkan pembelajaran baru. Orang takut
kalau nantinya ia tidak memiliki kemampuan yang baik tentang sesuatu
yang baru tersebut sehingga ia akan gagal.
d. Fear of the unkown. Orang cenderung merasa lebih nyaman dengan hal
yang diketahuinya dibandingkan dengan hal yang belum diketahui.
Perubahan berarti mengarah kepada sesuatu yang belum diketahui.
e. Fear of loss. Orang takut kalau perubahan akan menurunkan job
security, power, t atau status.
f. Dislike the innitiator of change. Orang sering sulit menerima perubahan
jika mereka raterhadap kepiawaian inisiator perubahan atau tidak
menyukai anggota agen perubahan.
g. Lack of communication. Salah pengertian akan apa yang diharapkan
dari perubahan, informasi yang disampaikan tidak utuh dan
komprehensif.
I. Penanggulangan Resistensi
Kotter dan Schlesinger, dalam ‘Choosing Strategies for Change’ (Harvard
Business Review-Juli – Agustus, 2008), merumuskan enam cara untuk
menanggulangi resistensi terhadap perubahan. Robbins (2005), mengkaji
berbagai taktik untuk menanggulangi resistensi terhadap perubahan, namun
kemudian memutuskan untuk merangkum keenam taktik yang dirumuskan oleh
Kotter & Schlesinger (2008) sebagaimana rangkuman berikut.
1. Pendidikan dan Komunikasi. Menerapkan komunikasi terbuka kepada
seluruh anggota. Komunikasi dapat dilakukan dalam bentuk lisan, tulisan,
atau lisan dan tulisan. Dengan demikian seluruh anggota organisasi dapat
menerima informasi dari satu sumber. Informasi yang disampaikan harus
jelas, baik alasan mengapa dilakukan perubahan, tujuan melakukan
perubahan, dan manfaat perubahan bagi seluruh organisasi.
2. Partisipasi. Sebelum mengaplikasikan rancangan perubahan yang telah
diformulasikan, pimpinan puncak dan agen perubahan harus dapat
mengidentifikasi siapa-siapa yang resisten terhadap perubahan. Orang
orang yang resisten kemudian dilibatkan dalam membahas faktor faktor yang
menimbulan perubahan.
3. Fasilitas dan dukungan. Agen perubahan harus dilatih sedemikian rupa agar
dapat memfasilitasi dan membantu anggota organisasi yang menghadapi
kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan perubahan yang telah dirancang.
Jika perlu agen perubahan dapat menyelenggarakan pelatiha atau seminar
seminar untuk meningkatkan pemahaman tentang perubahan tersebut.
4. Negoisasi. Dilakukan jika agen perubahan menemui resistensi perubahan
dari orang tertentu. Orang tersebut diundang untuk berdiskusi dan negosiasi.
5. Manipulasi dan kooptasi. Yang dimaksud dengan manipulasi adalah
menonjolkan suatu realita sehingga terlihat dan terasa akan sangat menarik.
Sedangkan kooptasi adalah kombinasi dari manipulasi dan partisipasi.
Dengan menonjolkan suatu realita sehingga terlihat menarik orang yang
resisten diajak berdiskusi dan membuat keputusan tentang faktor faktor yang
mempengaruhi pentingnya melakukan perubahan.
6. Paksaan. Taktik ini adalah penerapan ancaman atau pemaksaan terhadap
orang yang resisten terhadap perubahan. Pemindahan atau rotasi, tidak
promosi, pemecatan, adalah beberapa bentuk paksaan. Dalam rumusan
cara-cara penanggulangan resistensi terhadap perubahan, Kotter dan
Schlesinger (2008) menggabungkan pendidikan dan komunikasi sebagai
satu cara. Dalam praktiknya, pendidikan dapat juga dijadikan sebagai satu
taktik tersendiri. Orang orang yang resisten terhadap perubahan dapat juga
ditanggulangi dengan menyekolahkan mereka untuk memperoleh
pendidikan yang lebih tinggi. Diharapkan, selama mereka mengikuti
pendidikan, pola pikir mereka akan berubah dan akan lebih memahami
perubahan yang akan dilakukan.
J. Strategi Rasional Empirik
1. StrateLingkungan Eksternal: tingkat persaingan, politik, ekonomi, kekuatan
global, demografik, sosial, teknologi, konsumen.
2. Lingkungan Internal: silus kehidupan produk, pergantian pimpinan,
ketersediaan sumber daya internal, konflik.
3. Lingkungan Eksternal: tingkat persaingan, politik, ekonomi, kekuatan
global, demografik, sosial, teknologi, konsumen.
4. Lingkungan Internal: silus kehidupan produk, pergantian pimpinan,
ketersediaan sumber daya internal, konflik .
Strategi ini didasarkan karena manusia sebagai komponen dalam
perubahan memiliki sifat rasional untuk kepentingan diri dalam berperilaku.
Untuk mengadakan suatu perubahan strategi rasional dan empirik yang
didasarkan dari hasil penemuan atau riset untuk diaplikasikan dalam perubahan
manusia yang memiliki sifat rasional akan menggunakan rasionalnya dalam
menerima sebuah perubahan. Langkah dalam perubahan atau kegiatan yang
diinginkan dalam strategi rasional empirik ini dapat melalui penelitian atau
adanyadesiminasi melalui pendidikan secara umum sehingga melalui
desiminasi akan diketahui secara rasional bahwa perubahan yang akan
dilakukan benar-benar sesuai dengan rasional.Strategi ini juga dilakukan pada
penempatan sasaran yang sesuai dengan kemampuan dan keahlian yang
dimiliki sehingga semua perubahan akan menjadi efektif dan efisien, selain itu
juga menggunakan sistem analisis dalam pemecahan masalah yang ada.
K. Strategi Reedukatif Normatif.
Strategi ini dilaksanakan berdasarkan standar norma yang ada di
masyarakat. Perubahan yang akan dilaksanakan melihat nilai nilai normatif yang
ada di masyarakat sehingga tidak akan menimbulkan permasalahan baru di
masyarakat. Standar norma yang ada di masyarakat ini di dukung dengan sikap
dan sistem nilai individu yang ada di masyarakat. Pendekatan ini dilaksanakan
dengan mengadakan intervensi secara langsung dalam penerapan teori-teori
yang ada.Strategi ini dilaksanakan dengan cara melibatkan individu, kelompok
atau masyarakat dan proses penyusunan rancangan untuk perubahan. Pelaku
dalam perubahan harus memiliki kemampuan dalam berkolaborasi dengan
masyarakat. Kemampuan ilmu perilaku harus dimiliki dalam pembaharu.
L. Strategi Paksaan- Kekuatan.
Dikatakan strategi paksaan-kekuatan karena adanya penggunaan
kekuatan atau kekuasaan yang dilaksanakan secara paksa dengan
menggunakan kekuatan moral dan kekuatan politik.Strategi ini dapat
dilaksanakan dalam perubahan sistem kenegaraan, penerapan sistem
pendidikan dan lain-lain.
M. Menurut Tiffany Dan Lutjens (1989) Telah Mengidentifikasi Tujuh Strategi
Berubah Yang Cocok Dengan Kontinum Dari Yang Paling Netral Sampai Yang
Paling Koersif.
1. Edukasi
Strategi ini memberikan suatu presentasi fakta yang relatif tidak bisa yang
dimaksudkan untuk berfungsi sebagai justifikasi rasional atas tindakan yang
terencana.
2. Fasilitatif
Strategi ini memberikan sumber penting untuk berubah.Strategi ini
mengasumsikan bahwa orang ingin berubah, tetapi membutuhkan sumber-
sumber untuk membuat perubahan tersebut.
3. Teknostruktural
Strategi ini mengubah teknologi untuk mengakses struktur sosial dalam
kelompok atau mengubah srtuktur sosial untuk mendapatkan
teknologi.Strategi ini memengaruhi hubungan antara teknologi, ruang dan
struktur. Penggunaan ruang dapat diubah untuk memengaruhi struktur
sosial.
4. Data-based
Strategi ini mengumpulkan dan menggunakan data untuk membuat
perubahan sosial. Data digunakan untuk menemukan inovasi yang paling
baik guna memecahkan masalah yang dihadapi.
5. Komunikasi
Strategi komunikasi menyebarkan informasi sepanjang waktu melalui
saluran dalam sistem sosial.
6. Persuasif
Pemakaian penalaran, debat,dan bujukan dilakukan untuk menyebabkan
perubahan.
7. Koersif
Terdapat hubungan wajib antara perencan dan pengadopsi. Kekuasaan
digunakan untuk menyebabkan perubahan.
N. Tahap-tahap dalam perubahan
Secara umum tahap tahap perubahan akan meliputi tiga tahap: persiapan,
penerimaan, dan komitmen.
1. Pada tahap persiapan dilakukan berbagai kontak melalui ceramah,
pertemuan, maupun komunikasi tertulis. Tujuannya agar tercapai kesadaran
akan pentingnya perubahan (change awareness). Ketidakjelasan tentang
pentingnya oerubahanakan menjadi penghambat upaya-upaya dalam
pembentukan komitmen. Sebaliknya kejelasan akan menimbulkan
pemahaman yang baik terhadap pentingnya perubahan, yang mendukung
upaya-upaya dalampembentukan komitmen.
2. Dalam penerimaan, pemahaman yang terbentuk akan bermuara ke dalam
dua kutub, yaitu persepsi yang positif di satu sisi atau persepsi negatif di sisi
yang lain. Persepsi yang negatif akan melahirkan keputusan untuk tidak
mendukung perubahan, sebaliknya persepsi positif yang melahirkan
keputusan untuk memulai perubahan dan merupakan suatu bentuk
komitmen untuk berubah.
3. Tahap komitmen melalui beberapa langkah yaitu instalasi, adopsi,
instusionalisasi, dan internalisasi. Langkah instalasi merupakan periode
percobaan terhada perubahan yang merupakan preliminary testing terdapat
dua konsekuensi dari langkah ini. Konsekuensi pertama, perubahan dapat
diadopsi untuk pengujian jangka panjang. Kedua, perubahan gugur setelah
implementasi pendahuluan yang mungkin disebabkan oleh masalah
ekonomi-finansial –politik,perubahan dalam tujuan strategis, dan
tingginya vested interest.
Kompetensi
Pada tahun 1960 dan awal 1970, gerakan tentang kompetensi telah
dimulai. Hasil dari studi yang menunjukkan hasil tes sikap dan pengetahuan,
prestasi belajar di sekolah dan diploma tidak dapat memprediksi kinerja atau
keberhasilan dalam kehidupan. Hal ini mendorong untuk melskuksn penelitian
terhadap variable kompetensi yang diduga memprediksi kinerja individu. Oleh
sebab itu, beberapa prinsip yang perlu diperhatikan:
a. Membandingkan individu yang secara jelas berhasil di dalam pekerjaannya
Kdengan individu yang tidak berhasil. Melalui cara ini perlu diidentifikasi apa
sebab yang berkaitan dengan keberhasilan.
b. Mengiidentifikasi pola pikir dan perilaku individu yang berhasil. Pengukuran
kompetensi harus menyakut reaksi individu terhadap situasi yang terbuka
ketimbang menggantungkan kepada pengukuran responden.
Secara harfiah (terjemahan) berasal dari kata competence yang artinya
kecakapan, kemampuan, dan wewenang. Adapun secara etimologi (asal-usul
kata), kompetensi diartikan sebagai dimensi perilaku keahlian atau keunggulan
seorang pemimpin atau staf yang mempunyai keterampilan, pengetahuan , dan
perilaku yang baik.
Kompeten adalah keterampilan yang diperlukan seseorang yang
ditunjukkan oleh kemampuannya untuk dengan konsisten memberikan tingkat
kinerja yang memadai atau tinggi dalam suatu fungsi pekerjaan spesifik. Kompeten
harus dibedakan dengan kompetensi, walaupun dalam pemakaian umum istilah ini
digunakan dapat dipertukarkan. Pendapat yang hampir sama dengan konsep
Inggris dikemukakan oleh Kravetz (2004), bahwa kompetensi adalah sesuatu yang
seseorang tunjukkan dalam kerja setiap hari. Fokusnya adalah pada perilaku di
tempat kerja, bukan sifat-sifat kepribadian atau keterampilan dasar yang ada di
luar tempat kerja ataupun di dalam tempat kerja.
Kompetensi mencakup melakukan sesuatu, tidak hanya pengetahuan
yang pasif. Seorang karyawan mungkin pandai, tetapi jika mereka tidak
menterjemahkan kepandaiannya ke dalam perilaku di tempat kerja yang efektif,
kepandaian tidak berguna. Jadi kompetensi tidak hanya mengetahui apa yang
harus dilakukan.
Kompetensi dapat digambarkan sebagai kemampuan untuk
melaksanakan satu tugas, peran atau tugas, kemampuan mengintegrasikan
pengetahuan, ketrampilan-ketrampilan, sikap-sikap dan nilai-nilai pribadi, dan
kemampuan untuk membangun pengetahuan dan keterampilan yang didasarkan
pada pengalaman dan pembelajaran yang dilakukan. Pengertian ini sebagai
kecakapan atau kemampuan yang dikemukakan oleh Robert A. Roe (2001:73).
Menurut Spencer and Spencer (1993) Kompetensi didefinisikan sebagai
Underlying characteristic’s of an individual which is causally related to criterion-
referenced effective and or superior performance in a job or situation. Kompetensi
merupakan karakteristik yang mendasari seseorang dan berkaitan dengan
efektivitas kinerja individu dalam pekerjaannya.
Secara general, kompetensi sendiri dapat dipahami sebagai sebuah
kombinasi antara ketrampilan (skill), atribut personal, dan pengetahuan
(knowledge) yang tercermin melalui
perilaku kinerja (job behavior) yang dapat diamati, diukur dan dievaluasi.
Dalam sejumlah literatur, kompetensi sering dibedakan menjadi dua tipe, yakni soft
competency atau jenis kompetensi yang berkaitan erat dengan kemampuan untuk
mengelola proses pekerjaan, hubungan antar manusia serta membangun interaksi
dengan orang lain. Contoh soft competency adalah: leadership, communication,
interpersonal relation, dan lain-lain. Tipe kompetensi yang kedua sering disebut
hard competency atau jenis kompetensi yang berkaitan dengan kemampuan
fungsional atau teknis suatu pekerjaan. Dengan kata lain, kompetensi ini berkaitan
dengan seluk beluk teknis yang berkaitan dengan pekerjaan yang ditekuni. Contoh
hard competency adalah : electrical engineering, marketing research, financial
analysis, manpower planning.
BAB III
HASIL PENELITIAN

3.1. Hasil Penelitian


Banyak masalah yang bisa terjadi ketika perubahan akan dilakukan. Masalah
yang paling sering dan menonjol adalah “Penolakan atas Perubahan itu sendiri”. Istilah
yang sangat populer dalam manajemen adalah Resistensi Perubahan (Resistance To
Change). Penolakan atas perubahan tidak selalu negatif, justru karena adanya
penolakan tersebut maka perubahan tidak bisa dilakukan secara sembarangan.
Penolakan atas perubahan tidak selalu muncul dipermukaan dalam bentuk yang
standar. Penolakan bisa jelas kelihatan (Eksplisit) dan segera, misalnya mengajukan
protes, mengancam mogok, demonstrasi, dan sejenisnya; atau bisa juga tersirat
(Implisit), dan lambat laun, misalnya loyalitas pada organisasi berkurang, motivasi
kerja menurun, kesalahan kerja meningkat, tingkat absensi meningkat, dan lain
sebagainya. Mengapa Perubahan Ditolak ?
Untuk keperluan analitis, dapat dikategorikan bahwa sumber penolakan atas
perubahan, ada 2 (dua), yaitu penolakan yang dilakukan oleh Individual dan yang
dilakukan oleh kelompok atau Organisasional.
1. RESISTENSI INDIVIDUAL
Karena persoalan kepribadian, persepsi, dan kebutuhan, maka individu punya
potensi sebagai sumber penolakan atas perubahan.
a. Kebiasaan :
Kebiasaan merupakan pola tingkah laku yang kita tampilkan secara
berulang-ulang sepanjang hidup kita, sehingga terbentuk satu pola
kehidupan sehari-hari. Jika perubahan berpengaruh besar terhadap pola
kehidupan tadi maka muncul mekanisme diri, yaitu penolakan.
b. Rasa Aman :
Jika kondisi sekarang sudah memberikan rasa aman, dan kita memiliki
kebutuhan akan rasa aman relatif tinggi, maka potensi menolak perubahan
pun besar. Mengubah cara kerja padat karya ke padat modal memunculkan
rasa tidak aman bagi para pegawai.
c. Faktor Ekonomi :
Faktor lain sebagai sumber penolakan adalah soal menurunnya
pendapatan.

d. Takut Akan Sesuatu Yang Tidak Diketahui :


Sebagian besar perubahan tidak mudah diprediksi hasilnya. Oleh karena itu
muncul ketidak pastian dan keraguraguan. Kalau kondisi sekarang sudah
pasti dan kondisi nanti setelah perubahan belum pasti, maka orang akan
cenderung memilih kondisi sekarang dan menolak perubahan.
e. Persepsi :
Cara pandang individu terhadap dunia sekitarnya. Cara pandang ini
mempengaruhi sikap. Pada awalnya program keluarga berencana banyak
ditolak oleh masyarakat, karena banyak yang memandang program ini
bertentangan dengan ajaran agama, sehingga menimbulkan sikap negatif.

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1. Pembahasan
Organisasi, pada hakekatnya memang konservatif. Secara aktif mereka menolak
perubahan. Misalnya saja, organisasi pendidikan yang mengenalkan doktrin
keterbukaan dalam menghadapi tantangan ternyata merupakan lembaga yang paling
sulit berubah. Sistem pendidikan yang sekarang berjalan di sekolah-sekolah hampir
dipastikan relatif sama dengan apa yang terjadi dua puluh lima tahun yang lalu, atau
bahkan lebih. Begitu pula sebagian besar organisasi bisnis. Terdapat enam sumber
penolakan atas perubahan :
a. Inersia Struktural :
Artinya penolakan yang terstrukur. Organisasi, lengkap dengan tujuan, struktur,
aturan main, uraian tugas, disiplin, dan lain sebagainya menghasilkan stabilitas.
Jika perubahan dilakukan, maka besar kemungkinan stabilitas terganggu.
b. Fokus Perubahan Berdampak Luas :
Perubahan organisasi tidak mungkin terjadi hanya difokuskan pada satu bagian
saja karena organisasi merupakan suatu sistem. Jika satu bagian dubah maka
bagian lain pun terpengaruh olehnya. Jika manajemen mengubah proses kerja
dengan teknologi baru tanpa mengubah struktur organisasinya, maka perubahan
sulit berjalan lancar.
c. Inersia Kelompok Kerja :
Ketika individu mau mengubah perilakunya, norma kelompok punya potensi untuk
menghalanginya. Sebagai anggota serikat pekerja, sebagai pribadi kita setuju
atas suatu perubahan, namun jika perubahan itu tidak sesuai dengan norma
serikat kerja, maka dukungan individual menjadi lemah.
d. Ancaman Terhadap Keakhlian :
Perubahan dalam pola organisasional bisa mengancam keakhlian kelompok kerja
tertentu. Misalnya, penggunaan komputer untuk merancang suatu desain,
mengancam kedudukan para juru gambar.
e. Ancaman Terhadap Hubungan Kekuasaan Yang Telah Mapan :
Mengintroduksi sistem pengambilan keputusan partisipatif seringkali bisa
dipandang sebagai ancaman kewenangan para penyelia dan manajer tingkat
menengah.

C. MENGATASI PENOLAKAN ATAS PERUBAHAN


Stephen P. Robbins dalam bukunya Organizational Behavior mengusulkan 6
(enam) strategi yang bisa dipakai untuk mengatasi Resistensi perubahan :
1. Pendidikan dan Komunikasi :
Berikan penjelasan secara tuntas tentang latar belakang, tujuan, akibat, dari
diadakannya perubahan kepada semua pihak. Komunikasikan dalam berbagai
macam bentuk. Ceramah, diskusi, laporan, presentasi, dan bentuk-bentuk
lainnya.
2. Partisipasi :
Ajak serta semua pihak untuk mengambil keputusan. Pimpinan hanya bertindak
sebagai fasilitator dan motivator. Biarkan anggota organisasi yang mengambil
keputusan.
3. Memberikan kemudahan dan dukungan :
Jika pegawai takut atau cemas, lakukan konsultasi atau bahkan terapi. Beri
pelatihan-pelatihan. Memang memakan waktu, namun akan mengurangi tingkat
penolakan.

4. Negosiasi :
Cara lain yang juga bisa dilakukan adalah melakukan negosiasi dengan pihak-pihak
yang menentang perubahan. Cara ini bisa dilakukan jika yang menentang mempunyai
kekuatan yang tidak kecil. Misalnya dengan serikat pekerja. Tawarkan alternatif yang
bisa memenuhi keinginan mereka.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Dalam kehidupan manusia, perubahan tidak dapat dihindari. Dimulai oleh
dunia usaha yang lebih dulu menyadari pentingnya perubahan bagi peningkatan
kualitas produksi yang dihasilkan, sampai ke administrasi pemerintahan. Berbagai
upaya dan pendekatan telah dilakukan untuk memecahkan masalah yang timbul
akibat adanya perubahan. Oleh karena perubahan memang selalu terjadi dan pasti
akan selalu terjadi, pimpinan organisasi baik organisasi pemerintah maupun non-
pemerintah disamping harus memiliki kepekaan terhadap perubahan-perubahan yang
terjadi diluar organisasi yang dipimpinnya dan mampu memperhitungkan dan
mengakomodasikan dampak dari perubahan-perubahan yang terjadi itu, mutlak perlu
pula untuk mempunyai keterampilan dan keberanian untuk melakukan perubahan
didalam organisasi demi peningkatan kemampuan organisasional untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu untuk menghadapi perubahan
kita perlu melakukam manajemen perubahan yang berarti upaya yang dilakukan untuk
mengelola akibat-akibat yang ditimbulkan karena terjadinya perubahan dalam
organisasi.
Tidak banyak orang yang suka akan perubahan, namun walau begitu
perubahan tidak bisa dihindarkan. Harus dihadapi. Karena hakikatnya memang seperti
itu maka diperlukan satu manajemen perubahan agar proses dan dampak dari
perubahan tersebut mengarah pada titik positif.

5.2. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekuarangan. Untuk
kedepannya penulis akan menjelaskan makalah secara lebih fokus dan detail dengan
sumber yang lebih banyak dan dapat dipertanggungjawabkan. Kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca sangat dibutuhkan penulis.

DAFTAR PUSTAKA

 Kurt Lewin, Field Theory in Social Science, 1951


 Michael Hammer dan James Champy, Reengineering the Corporation :
 Manifesto for Business Revolution, 1994
 Stephen P. Robbins, Organizational Behavior, Concepts, Controversies, and Application,
1991
 Jurnal Ekonomi dan Kewirausahaan Vol. 7, No. 2, Oktober 2007 : 124 – 129
 Burnes, Bernard, 2000, Managing Change. Peorson Education Limited, Essex-England
 Kotter, J. P., 1990, A Force for Change: How Leadership Differs from Management, Free
Press, New York
 Maxwell, John C., 1995, Mengembangkan Kepemimpinan di Dalam Diri Anda
(terjemahan), Binarupa Aksara, Jakarta
 Pott,Rebecca and Jeanne La Marsh, 2004, Managing Change for Success, Ducan Baird
Publishers, London
 Wibowo, 2005, Manajemen Perubahan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta
 Winardi, 2004, Manajemen Perubahan, Kencana, Jakarta

You might also like