You are on page 1of 25

ASKEP

SISTEMIK LUPUS ERITEMATOSUS

Disusun Oleh :

Kelompok 3

Alfina Anggraini 2020205201004

Elsa Fabela 2020205201016

Gusti Tama Aji Setia 2020205201023

Sabrina Izzati Labibah 2020205201048

Suci Nur Fadilah 2020205201051

Verdianto 2020205201052

Shiva Amaria Nur Gumelar 2020205201055

Risa Oktadia 2020205201061

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU
LAMPUNG 2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan tentang Asuhan
Keperawatan dengan SLE. Tulisan ini dibuat untuk menambah khasanah
ilmu pengetahuan khususnya pemberian asuhan keperawatan.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang telah membantu sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan
ini. Tulisan ini diharapkan dapat bermanfaat dalam pemberian asuhan
keperawatan pada anak serta dapat digunakan sebagai acuan dalam
memberikan perawatan.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini jauh dari sempurna. Penulis
mengharapkan masukan dan saran untuk kesempurnaan makalah ini.

PRINGSEWU, 14 NOVEMBER 2022


DAFTAR ISI

COVER...................................................................................................................

KATA PENGANTAR...........................................................................................

DAFTAR ISI..........................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................

A. Latar Belakang..............................................................................................
B. Rumusan Masalah.........................................................................................
C. Tujuan Masalah.............................................................................................

BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................

A. KONSEP PENYAKIT................................................................................
1. Definisi.....................................................................................................
2. Etiologi.....................................................................................................
3. Klasifikasi................................................................................................
4. Tanda Gejala............................................................................................
5. Pemeriksaan Fisik....................................................................................
6. Pemeriksaan Doagnosis...........................................................................
7. Kriteria Diagnosis....................................................................................
8. Tindakan Penanganan..............................................................................
9. Penatalaksanaan Keperawatan.................................................................
B. ASUHAN KEPERAWATAN SLE............................................................
1. Pengkajian................................................................................................
2. Masalah Keperawatan..............................................................................
3. Rencana Keperawatan..............................................................................

BAB III PENUTUP...............................................................................................

A. Kesimpulan .................................................................................................
B. Saran.............................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Systemic lupus erythematosus (SLE) adalah penyakit radang yang menyerang banyak
sistem dalam tubuh, dengan perjalanan penyakit bisa akut atau kronis, dan disertai
adanya antibodi yang menyerang tubuhnya sendiri.
SLE menyerang kepada siapa saja tidak memandang ras apapun. Hanya saja penyakit
ini angka kejadiannya didominasi oleh perempuan diaman perabandingan antara
perempuan dengan laki-laki yaitu 10:1. SLE menyerang perempuan pada usia
produksi puncak insidennya usia anatar 15 – 40.
Pengobatan pada pendeita SLE diunjukan untuk mengatasi gejala dan induksi remisi
serta mempertahankan selama mungkin pada perkembangan penyakit. Karena
manisfatsi klinis yang sangat bervariasi maka pengobatan didasarkan pada masing-
masing individu. Obat0obat yang umum digunakan pada terapi farmakologis
penderita SLE yaitu NSAID ( Non-Steroid Anti-Inflammatory Drugs ), obat
inflamasi. Kortikosteroid, dan obat-obat antikanker ( imunosupresan) selain obat-
obatan ada terapi homone, immunoglonulin intavena, UV A-1 fototerapi, monoclomal
antibody, dan transplasi sumsum tulang belakang yang masih menjadi penelitian para
ilmuwan.

B.Rumusan Masalah
1. Apa itu definisi
2. Bagaimana Etiologi SLE
3. Apa Klasifikasi pada SLE
4. Apa Tanda Gejala SLE
5. Apa Saja pemeriksaan fisik
6. Apa Saja pemeriksaan diagnostik
7. Bagaimana Kriteria Diagnostik
8. Apa Tindakan Penanganan
9. Bagaimana Penatalaksaan Keperawatan
10. Bagaimana ASKEP SLE

C.Tujuan Masalah
Mahasiswa mampu mengetahui definisi,rtiologi,klasifikasi,tanda gejala,pemeriksaan
fisik dan diagnostik begitu juga dengan ASKEP yang dipaparkan
BAB II
PEMBAHASAN
A.KONSEP PENYAKIT
1. DEFINISI
Lupus eritematosus sistemik (SLE) adalah radang kronis yang disebabkan oleh
penyakit autoimun (kekebalan tubuh) di mana sistem pertahanan tubuh yang tidak
normal melawan jaringan tubuh sendiri. Antara jaringan tubuh dan organ yang dapat
terkena adalah seperti kulit, jantung, paru-paru, ginjal, sendi, dan sistem saraf.
Lupus eritematosus sistemik (SLE) merupakan suatu penyakit atuoimun yang
kronik dan menyerang berbagai system dalam tubuh. ( Silvia & Lorraine, 2006 )
Systemic lupus erythematosus (SLE) adalah penyakit radang yang menyerang
banyak sistem dalam tubuh, dengan perjalanan penyakit bisa akut atau kronis, dan
disertai adanya antibodi yang menyerang tubuhnya sendiri.
Systemic lupus erythematosus (SLE) adalah suatu penyakit autoimun multisystem
dengan manifestasi dan sifat yang sangat berubah – ubah, penuakit ini terutama
menyerang kulitr, ginjal, membrane serosa, sendi, dan jantung.(Robins, 2007)
Penyakit Systemic Lupus Erythematosus adalah hasil dari regulasi sistem imun yang
terganggu yang menyebabkan produksi berlebihan dari autoantibodi.
Pada kondisi normal tubuh manusia, antibodi diproduksi dan digunakan untuk
melindungi tubuh dari benda asing (virus, kuman, bakteri, dll). Namun pada
kondisi SLE, antibodi tersebut kehilangan kemampuan untuk membedakan antara
benda asing dan jaringan tubuh sendiri. Secara khusus, sel B dan sel T
berkontribusi pada respon imun penyakit SLE ini (Smeltzer, Bare, Hinkle, &
Cheever, 2010).

2. ETIOLOGI
Penyakit lupus terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang menyebabkan
peningkatan auto antibody yang berlebihan. Gangguan imunorgulasi ini ditimbulkan
oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik,hormonal (sebagaimana terbukti oleh
awitan penyakit yang biasanya terjadi selama usia reproduktif) dan lingkungan
(cahaya matahari, luka bakar termal). Sampai saat ini penyebab Lupus belum
diketahui. Diduga faktor genetik, infeksi, dan lingkungan ikut berperan pada
patofisiologi Lupus. Sistem imun tubuh kehilangan kemampuan untuk membedakan
antigen dari sel dan jaringan tubuh sendiri. Dalam keadaan normal, sistem kekebalan
tubuh berfungsi mengendalikan pertahanan tubuh dalam melawan infeksi.
Pada Lupus dan penyakit autoimun lainya, sistem pertahanan tubuh ini berbalik
menyerang tubuh, dimana antibodi yang dihasilkan menyerang sel tubuhnya sendiri
(Judha & Setiawan,2015)

3. KLASIFIKASI
Ada tiga jenis type lupus :
a. Cutaneous Lupus
Tipe ini juga dikenal sebagai Discoid Lupus Tipe lupus ini hanya terbatas pada
kulit dan ditampilkan dalam bentuk ruam yang muncul pada muka, leher, atau
kulit kepala. Ruam ini dapat menjadi lebih jelas terlihat pada daerah kulit yang
terkena sinar ultraviolet (seperti sinar matahari, sinar fluorescent). Meski terdapat
beberapa macam tipe ruam pada lupus, tetapi yang umum terdapat adalah ruam
yang timbul, bersisik dan merah, tetapi tidak gatal.
b. Discoid Lupus
Tipe lupus ini dapatmenyebabkan inflamasi pada beberapa macam organ. Untuk
beberapa orang mungkin saja hal ini hanya terbatas pada gangguan kulit dan
sendi. Tetapi pada orang yang lain, sendi, paru-paru, ginjal, darah ataupun organ
dan/atau jaringan lain yang mungkin terkena. SLE pada sebagian orang dapat
memasuki masa dimana gejalanya tidak muncul (remisi) dan pada saat yang lain
penyakit ini dapat menjadi aktif (flare).
c. Drug-induced lupus
Tipe lupus ini sangat jarang menyerang ginjal atau sistem syaraf. Obat yang
umumnya dapat menyebabkan druginduced lupus adalah jenis hidralazin (untuk
penanganan tekanan darah tinggi) dan pro-kainamid (untuk penanganan detak
jantung yang tidak teratur/tidak normal). Tidak semua orang yang memakan obat
ini akan terkena drug-induced lupus. Hanya 4 persen dari orang yang
mengkonsumsi obat itu yang bakal membentuk antibodi penyebab lupus. Dari 4
persen itu, sedikit sekali yang kemudian menderita lupus. Bila pengobatan
dihentikan, maka gejala lupus ini biasanya akan hilang dengan sendirinya
Dari ketiganya, Discoid Lupus paling sering menyerang. Namun, Systemic Lupus
selalu lebih berat dibandingkan dengan Discoid Lupus, dan dapat menyerang
organ atau sistem tubuh. Pada beberapa orang, cuma kulit dan persendian yang
diserang.
Meski begitu, pada orang lain bisa merusak persendian, paru-paru, ginjal, darah,
organ atau jaringan lain.
Terdapat perbedaan antara klasifikasi dan diagnosis SLE. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan kombinasi gambaran klinis dan temuan laboratorium dan mungkin
tidak memenuhi kriteria klasifikasi American College of Rheumatology (ACR).

4. TANDA GEJALA
a) Wanita muda dengan keterlibatan dua organ atau lebih.
b) Gejala konstitusional: kelelahan, demam (tanpa bukti infeksi) dan
penurunan berat badan
c) Muskuloskeletal: artritis, artralgia, myositis
d) Kulit: ruam kupu-kupu (butter ly atau malar rash), fotosensitivitas, lesi
membrane mukosa, alopesia, fenomena Raynaud, purpura, urtikaria,
vaskulitis.
e) Ginjal: hematuria, proteinuria, silinderuria, sindroma nefrotik
f) Gastrointestinal: mual, muntah, nyeri abdomen
g) Paru-paru: pleurisy, hipertensi pulmonal,lesi parenkhim paru.
h) Jantung: perikarditis, endokarditis, miokarditis
i) Retikulo-endotel: organomegali (limfadenopati, splenomegali,
hepatomegali)
j) Hematologi: anemia, leukopenia, dan trombositopenia
k) Neuropsikiatri: psikosis, kejang, sindroma otak organik, mielitis
transversus, gangguan kognitif neuropati kranial dan perifer.

5. PEMERIKSAAN FISIK
a) Inspeksi : inspeksi kulit dilakukan untuk menemukan ruam eritematous.
Plak eritematous pada kulit dengan skuama yang melekat dapat terlihat
pada kulit kepala, muka atau leher. Inspeksi kulit kepala dilakukan untuk
menemukan gejala alopesia, dan inspeksi mulut serta tenggorok untuk
ulserasi yang mencerminkan gangguan gastrointestinal. Selain itu juga
untuk melihat pembengkakan sendi.
b) Auskultasi : dilakukan pada kardiovaskuler untuk mendengar friction rub
perikardium yang dapat menyertai miokarditis dan efusi pleura. Efusi
pleura serta infiltrasi mencerminkan insufisiensi respiratorius dan
diperlihatkan oleh suara paru yang abnormal.
c) Palpasi : dilakukan palpasi untuk mengetahui adanya nyeri tekan, dan
sendi yang terasa hangat.

6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
 Pemeriksaan lab :
a. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah bisa menunjukkan adanya antibodi antinuklear,
yang terdapat pada hampir semua penderita lupus. Tetapi antibodi ini
juga bisa ditemukan pada penyakit lain. Karena itu jika menemukan
antibodi antinuklear, harus dilakukan juga pemeriksaan untuk antibodi
terhadap DNA rantai ganda. Kadar yang tinggi dari kedua antibodi ini
hampir spesifik untuk lupus, tapi tidak semua penderita lupus memiliki
antibodi ini. Pemeriksaan darah untuk mengukur kadar komplemen
(protein yang berperan dalam sistem kekebalan) dan untuk menemukan
antibodi lainnya, mungkin perlu dilakukan untuk memperkirakan
aktivitas dan lamanya penyakit.
b. Analisa air kemih menunjukkan adanya darah atau protein.
 Radiology :
- Rontgen dada menunjukkan pleuritis atau perikarditis

7. KRITERIA DIAGNOSTIK
Berdasarkan kriteria American College of Rheumatology (ACR) 1982, diagnosis
SLE dapat ditegakkan secara pasti jika dijumpai empat kriteria atau lebih dari 11
kriteria, yaitu:

KRITERIA BATASAN
Ruam malar Eritema yang menetap, rata atau
menonjol, pada daerah
malar dan cenderung tidak melibatkan
lipat nasilabial
Ruam discoid Plak eritema menonjol dengansumbatan
folikular. Pada SLE lanjut dapat
ditemukan parut atrofik
Fotosensitivitas Ruam kulit yang diakibatkan reaksi
abnormal terhadap
sinar matahari, baik dari anamnesis
pasien atau yang
dilihat oleh dokter pemeriksa
Ulkus mulut Ulkus mulut atau orofaring, umumnta
tidak terasa nyeri
dan dapat terlihat oleh pemeriksa
Artritis Atritis non erosif yang melibatkan dua
atau lebih sendi
perifer, ditandai oleh nyeri tekan,
bengkak atau efusia
Serosis a. riwayat penyakit pleuritik berdasarkan
- Pleuritis anamnesa atau
- perikarditis terdapat efusi pleura
b. dapat dilihat pada rekaman EKG atau
pericardial
friction rub atau terdapat efusi pleura
Gangguan renal a. Proteinuria menetap >0,5 gram/hari
atau >3+ bila tidak
dilakukan pemeriksaan kuantitatif
b. Silinder seluler: dapat berupa silinder
eritrosit,
hemoglobin, granular, tubular, atau
campuran
Gangguan neurologi a. Kejang yang bukan disebabkan oleh
obat-obatan atau
gangguan metabolik (misalnya uremia,
ketoasidosis,
atau ketidakseimbangan elektrolit)
b. Psikosis yang bukan disebabkan oleh
obat-obatan atau gangguan metabolik
(misalnya uremia, ketoasidosis,
atau ketidakseimbangan elektrolit)
Gangguan hematologik a. Anemia hemolitik dengan retikulus
b. Lekopenia <4000/mm3 pada dua kali
pemeriksaan
atau lebih, atau
c. Limfopenia <1500/mm3 pada dua kali
pemeriksaan
atau lebih, atau
d. Trombositopenia <100.000/mm3
tanpa disebabkan
obat-obatan
Gangguan imunologik a. Anti-DNA: antibodi terhadap native
DNA dengan titer
yang abnormal, atau
b. Anti-Sm: terdapatnya antibodi
terhadap antigen
nukluear Sm, atau
c. Temuan positif terhadap antibodi
antifosfolipid yang
didasarkan atas:
- Kadar serum antibodi antikordiolipin
abnormal baik
IgG atau IgM
- Tes lupus antikoagulan positif
menggunakan
metode standar, atau
- Hasil tes serologi positif palsu terhadap
sifilis
sekurang-kurangnya selama 6 bulan dan
dikonfirmasi dengan test imobilisasi
Treponema
pallidum atau tes fluoresensi absropsi
antibodi
treponema
Antibodi antinuklear Titer abnormal dari antibodi antinuklear
positif (ANA) berdasarkan
pemeriksaan imunofluoresensi atau
pemeriksaan setingkat
pada kurun waktu perjalanan penyakit
tanpa keterlibatan
obat yang diketahui berhubungan dnegan
sindrom lupus
yang diinduksi obat
8. TINDAKAN PENANGANAN
Pilar pengobatan yang untuk penderita SLE sebaiknya dilakukan secara
berkesinambungan. Pilar pengobatan yang bisa dilakukan:
a. Edukasi dan konseling
Pasien dan keluarga penderita SLE memerlukan informasi yang benar dan
dukungan dari seluruh keluarga dan lingkungannya. Pasien memerlukan
informasi tentang aktivitas fisik, mengurangi atau mencegah kekambuhan
misalnya dengan cara melindungi kulit dari sinar matahari dengan
menggunakan tabir surya atau pakaian yang melindungi kulit, serta melakukan
latihan secara teratur. Pasien juga memerlukan informasi tentang pengaturan
diet agar tidak mengalami kelebihan berat badan, osteoporosis, atau
dislipidemia. Informasi yang bisa diperlukan kepada pasein adalah:
- Penjelasan tentang penyakit lupus dan penyebabnya
- Tipe dari penyakit SLE dan karakteristik dari tipe-tipe penyalit SLE
- Masalah terkait dengan fisik, kegunaan istirahta latihan terutama yang terkait
dengan pengobatan steroid seperti osteoporosis, kebutuhan istirahat,
pemakaian alat bantu, pengaturan diet, serta cara mengatasi infeksi
- Masalah psikologis yaitucara pemahaman diri pasien SLE, mengatasi rasa
leleah, stres, emosional, trauma psikis, masalah terkait dengan hubungan
dengan keluarga, serta cara mengatasi nyeri.
- Pemakaian obat mencakup jenis obat, dosis, lama pemberian, dan yang
lainnya. Kebutuahn pemberian vitamin dan mineral.
- Kelompok pendukung bagi penderita SLE
Edukasi juga perlu diberikan untuk mengurangi stigma psikologis akibat
adanya anggota keluarga yang menderita SLE
b. Program rehabilitasi
Pasien SLE memerlukan berbagai latihan untuk mempertahankan kestabilan
sendi karena jika pasien SLE diberikan dalam kondisi immobilitas selama
lebih dari 2 minggu dapat mengakibatkan penurunan massa otot hingga 30%.
Tujuan, indikasi, dan teknis pelaksanaan program rehabilirasi melibatkan
beberapa hal, yaitu:
- Istirahat
- Terapi fisik
- Terapi dengan modalitas
- Ortotik, dan yang lainnya.
c. Pengobatan medikamentosa
Jenis obat yang dapat digunakan pada pasein SLE adalah:
- OAINS
- Kortikosteroid
- Klorokuin
- Hidroksiklorokuin (saat ini belum tersedia di Indonesia)
- Azatioprin
- Siklofosfamid
- Metotreksat
- Siklosporin A
- Mikofenolat mofetil
Jenis obat yang paling umum digunakan adalah kortikosteroid yang dipakai
sebagai antiinflamasi dan imunosupresi. Namun, penggunaan kortikosteroid
menimbulkan efek samping. Cara mengurangi efek samping dari penggunaan
kortikosteroid adalah dengan mengurangi dosis obatnya segera setelah
penyakit terkontrol. Penurunan dosis harus dilakukan dengan hati-hati untuk
menghindari aktivitas penyakit muncul kembali dan terjadinya defisiensi
kortikol yang muncul akibat penekanan aksis hipotalamus-pituitari-adrenal
kronis. Penurunan dosis yang dilakuakn secara bertahap akan memberikan
pemulihan terhadap fungsi adrenal. Penggunaan sparing agen kortikosteroid
dapat diberikan untuk memudahkan menurunkan dosis kaortokosteroid dan
mengobtrol penyakit dasarnya. Obat yang sering digunakan sebagai sparing
agen kortokosteroid adalah azatioprin, mikofenolat mofenil, siklofosfamid,
danmetotrexate.

9. PENATALAKSANAAN
 Manajemen Keperawatan
Asuhan keperawatan didasarkan pada pengelolaan rasa sakit dan
peradangan, mengatasi gejala, dan mencegah komplikasi. Pengobatan rasa
sakit dan peradangan pada SLE ringan umumnya dicapai dengan
nonsteroidal obat anti inflamasi (NSAID).
Obat antimalaria juga digunakan dalam SLE ringan untuk mengontrol
gejala radang sendi, ruam kulit, sariawan, demam, dan kelelahan. Perawat
perlu memberitahu orang tua yang kadang-kadang memakan waktu lama
sebelum terapi efek obat antimalaria yang jelas.
Perawatan SLE membutuhkan penambahan kortikosteroid. Kortikosteroid
diberikan kepada anak ketika anak tidak merespon NSAID atau obat
antimalaria. Kortikosteroid sangat efektif dalam mengurangi peradangan
dan gejala, meskipun mereka juga memiliki efek samping yang serius dari
imunosupresi. Selama periode eksaserbasi, kortikosteroid dapat dimulai
dalam dosis tinggi. Setelah gejala di bawah kontrol, dosisnya adalah
meruncing ke terendah tingkat terapeutik. Hal ini penting untuk
memberitahu orang tua bahwa steroid harus perlahan meruncing ketika
saatnya untuk menghentikan obat. Jenis obat yang paling ampuh yang
digunakan untuk mengobati SLE parah termasuk agen imunosupresif.
obat-obat ini digunakan ketika penyakitnya sudah mencapai keadaan yang
serius di mana tanda-tanda parah dan gejala yang hadir. Agen
Imunosupresif juga dapat ditentukan jika ada kebutuhan untuk
menghindari kortikosteroid. Keputusan untuk menggunakan
immunosuppressives membutuhkan pertimbangan serius karena efek
samping signifikan, terutama yang berkaitan dengan imunosupresi umum.
Contoh agen imunosupresif digunakan dalam pengobatan SLE termasuk
azathioprine (Imuran), siklofosfamid (Cytoxan), dan methotrexate
(Rheumatrex). Setiap obat memiliki risiko yang unik dan serius seperti
depresi sumsum tulang dan hepatotoksisitas. Perawat harus memperkuat
informasi tentang aksi obat sebagai serta efek samping dengan orangtua
sebelum pemberian obat ini Selain obat-obatan , asuhan keperawatan juga
berfokus pada perawatan paliatif dan memberikan dukungan psikososial .
Sekarang penting bahwa mempertahankan gizi anak yang baik , istirahat
dan berolahraga , menghindari matahari , dan mendorong
ekspresi perasaan tentang kondisi tersebut. Meskipun tidak ada yang
spesifik, Diet untuk SLE adalah diet rendah garam. Istirahat dan latihan
termasuk periode di mana anak aktif selama remisi dan beristirahat selama
eksaserbasi . Penghindaran dari paparan sinar matahari ditekankan karena
fotosensitif ruam yang terjadi dengan SLE . Penggunaan tabir surya
kegiatan di luar ruangan yang penting , dan perencanaan di bawah naungan
atau tinggal di dalam rumah mungkin diperlukan . Karena kondisi ini
mungkin terjadi kesulitan bagi anak dan keluarga untuk mengatasi dan
mengerti, mendorong ekspresi perasaan atau bergabung dengan kelompok
pendukung didorong . orangtua harus memberitahu guru, pelatih , dan
orang lain tentang anak mereka kondisi sehingga mereka dapat membantu
memantau anak dan memperoleh pengobatan yang diperlukan jika
diperlukan . Merupakan perawat tanggung jawab untuk membantu anak
dan keluarga mengidentifikasi kemungkinan pemicu , seperti sinar
matahari dan stres emosional, dan membantu keluarga untuk menemukan
cara untuk menghindarinya. (Ward, Susan L and Hisley, Shelton M. 2009)
 Paparan sinar Matahari
Paparan sinar ultraviolet (UV) dapat menyebabkan eksaserbasi ruam lupus
dan juga gejala-gejala sistemik seperti nyeri sendi dan kelelahan. Ada
laporan bahwa pasien yang secara teratur menggunakan tabir surya (SPF
15 atau lebih) telah secara signifikan lebih rendah keterlibatan ginjal,
trombositopenia dan rawat inap, dan membutuhkan treatment
siklofosfamid yang menurun. Semua anak dengan SLE harus disarankan
untuk memakai tabir surya setiap hari untuk semua kulit yang terbuka
(termasuk telinga), tidak hanya pada hari-hari cerah karena awan tidak
menghilangkan paparan sinar UV (Malleson, Pete; Tekano, Jenny. 2007).
 Diit dan Latihan
Tidak ada persyaratan khusus diet tetapi karena kortikosteroid- diinduksi
berat badan, makanan tinggi kalori dan garam harus dihindari. Latihan
harus didorong. Cukup banyak anak berpartisipasi di sekolah penuh waktu,
kecuali selama periode penyakit aktif berat. Kegagalan untuk menghadiri
sekolah harus diwaspadai tim kesehatan untuk kemungkinan masalah
psikososial. Komunikasi dengan guru sekolah diserahkan kepada
kebijaksanaan keluarga, dengan keterlibatan tim klinis jika diminta
(Malleson, Pete; Tekano, Jenny. 2007).
 Fatique dan Tidur
Kelelahan adalah salah satu gejala yang paling umum. Hal ini biasanya
akan membaik sebagaimana perbaikan penyakit. Beberapa orang tua
merasa sulit selama ini untuk memungkinkan anak-anak mereka untuk
berpartisipasi dalam kegiatan. Terapis okupasi dan fisik dapat sangat
membantu dalam membantu untuk mengembangkan kegiatan yang lebih
baik dan perilaku tidur. Beberapa pola tidur anak-anak bisa berubah pada
awal SLE. Hal ini biasanya berhubungan dengan kortikosteroid. Beberapa
anak menjadi hiperaktif dan murung, dan mengalami kesulitan tidur. Hal
ini dapat ditingkatkan dengan mengambil dosis kortikosteroid sore hari
lebih awal. Beberapa anak pada kortikosteroid dosis tinggi perlu buang air
kecil beberapa kali di malam hari dan bisa sulit untuk jatuh kembali untuk
tidur. Keterkaitan dosis dan kortikosteroid sekali memunculkan sedikit
masalah (Malleson, Pete; Tekano, Jenny.2007).
 Dampak SLE untuk anak dan Keluarga
Ketika diagnosis ditegakkan, kemampuan sumber daya keluarga dan
dukungan sangat diperlukan. Pendidikan sering merupakan langkah
pertama dalam membantu keluarga merasa bahwa mereka memiliki
kontrol. Hal ini penting untuk diingat untuk tidak terlalu membebani
keluarga pada beberapa kunjungan pertama setelah diagnosis. Perawat
dapat memainkan peran kunci dalam membantu mereka dengan belajar
tentang penyakit dengan sering telepon tindak lanjut dan kunjungan.
Informasi tertulis dan review dari penyakit dan efek samping pengobatan
yang sering diperlukan(Malleson, Pete; Tekano, Jenny. 2007). Remaja
sering memberikan tantangan yang unik karena mereka dapat
menggunakan penyangkalan sebagai mekanisme koping. Hal ini tidak
selalu mekanisme buruk, tetapi bisa membuat frustasi bagi anggota
keluarga. Sbagian besar anak mampu bersekolah penuh waktu. Banyak
yang memilih untuk tidak memberitahu teman- teman atau guru tentang
penyakit mereka. Seringkali remaja akan melanjutkan semua kegiatan
mereka sebelumnya karena mereka tidak ingin berbeda dari yang
lain(Malleson, Pete; Tekano, Jenny. 2007).
Seringkali kronisitas SLE tidak sepenuhnya dipahami oleh keluarga atau
anak hingga memasuki tahun kedua atau ketiga setelah diagnosis. Saat ini,
meskipun penyakit ini mungkin terkontrol baik dengan obat dan hanya
sedikit obat yang diperlukan, dukungan dan pendidikan yang lebih lanjut
diperlukan. Ketidakpastian SLE, di mana seorang anak dapat berjalan
dengan baik selama beberapa tahun dan kemudian memiliki flare dari
penyakit mereka, sangat menegangkan. Hal ini kembali memperkuat
kronisitas SLE dan keluarga mungkin memiliki waktu yang lebih sulit
menghadapi flare penyakit daripada di diagnosis asli. Sebuah hubungan
saling percaya dengan tim perawatan medis sangat penting dengan
komunikasi terbuka dan jujur dengan baik anak dan orang tua(Malleson,
Pete; Tekano, Jenny. 2007). Anak-anak dengan SLE dan keluarga mereka
memerlukan tim kesehatan profesional untuk membantu mereka melalui
sampai dewasa. Sebagai anak-anak bertambah tua adalah penting bahwa
tim kesehatan mendorong keluarga untuk memberikan peningkatan kontrol
manajemen penyakit pada anak. Ini transisi dari manajemen penyakit dari
orang tua kepada anak dapat dibantu dengan memiliki transisi yang klinik
remaja spesifik dijalankan bersama oleh anak dewasa dan dokter.
Ketidakpastian lupus dengan flare dan remisi berarti bahwa pemantauan
ketat akan selalu dibutuhkan, tetapi banyak anak beradaptasi dengan
tantangan ini dan tidak membiarkan Penyakit mereka mengganggu
berlebihan dengan kehidupan mereka. Hal ini dapat sangat diperlukan
penghargaan untuk mmembantu tumbuh menjadi orang-orang dewasa
yang sehat sukses (Malleson, Pete; Tekano, Jenny. 2007).
B.ASKEP SLE
1. PENGKAJIAN

Data subyektif :
- Pasien mengeluh terdapat ruam-ruam merah pada wajah yang menyerupai
bentuk kupu-kupu.
- Pasien mengeluh rambut rontok.
- Pasien mengeluh lemas
- Pasien mengeluh bengkak dan nyeri pada sendi.
- Pasien mengeluh sendi merasa kaku pada pagi hari.
- Pasien mengeluh nyeri

Data obyektif :
- Terdapat ruam – ruam merah pada wajah yang menyerupai bentuk kupu-kupu.
- Nyeri tekan pada sendi.
- Rambut pasien terlihat rontok.
- Terdapat luka pada langit-langit mulut pasien.
- Pembengkakan pada sendi.
- Pemeriksaan darah menunjukkan adanya antibodi antinuclear.

2. MASALAH KEPERAWATAN
- Nyeri akut
- Fatigue
- Risiko infeksi
- Gangguan citra tubuh
- Risiko injuri
- Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

3. RENCANA KEPERAWATAN
DIAGNOSA NOC NIC
Nyeri akut Pain control Pain management
Factor yang Indicator Aktivitas
berhubungan: - Mengenali onset - Melakukan
Agen injuri fisik nyeri pengkajian
- Menjelaskan nyeri termasuk
factor lokasi,
penyebab karateristik,
- Melaporkan onset/durasi,
perubahan nyeri frekuensi, kualitas
- Melaporkan atau
gejala yang keparahan nyeri,
tidak terkontrol dan
- Menggunakan factor pencetus
sumber daya nyeri
yang tersedia - Observasi tanda
untuk nonverbal
mengurangi nyeri dari
- Mengenali ketidaknyamanan,
gejala nyeri yang terutama pada
berhubungan pasien yang
dengan tidak bisa
penyakit berkomunikasi
- Melaporkan secara efektif
nyeri terkontrol - Gunakan strategi
komunikasi
terapeutik
untuk mengetahui
pengalama nyeri
pasien
dan respon pasien
terhadap
nyeri
- Kaji pengetahuan
dan
kepercayaan pasien
tentang nyeri
- Tentukan dampak
dari
nyeri terhadap
kualitas
hidup (tidur, selera
makan,
aktivitas, dll)
- Evaluasi
keefektifan
manajemen nyeri
yang
pernah diberikan
sebelumnya
- Control factor
lingkungan yang
dapat
mempengaruhi
ketidaknyamanan
pasien
- Kolaborasi dengan
pasien,
anggota keluarga,
dan
tenaga kesehatan
lain
untuk implementasi
manajemen nyeri
nonfarmakologi
- Dukung pasien
untuk
menggunakan
pengobatan
nyeri yang adekuat
Fatigue Fatigue level Energy
Karakteristik : Indicator Management
Factor yang - Kelelahan Aktivitas:
berhubungan : - Kualitas tidur - Kaji status fisik
anemia - Kualitas istirahat pasien
- Hematocrit untuk kelelahan
dengan
memperhatikan
umur dan
perkembangan
- Dorong pasien
untuk
mengungkapkan
perasaan
tentang
keterbatasan
- Gunakan
instrument yang
valid untuk
mengukur
kelelahan
- Tentukan aktivitas
yang
boleh dilakukan dan
seberapa berat
aktivitasnya
- Monitor asupan
nutrisi
untuk mendukung
sumber
energy yang
adekuat
- Konsultasi dengan
ahli gizi
tentang
peningkatan
asupan
energy
- Bantu pasien
untuk beristirahat
sesuai jadwal
- Dorong pasien
untuk tidur
siang
- Bantu pasien
melakukan
aktivitas fisik
reguler
Risiko infeksi Infection severity Infection Control
Factor risiko : Indicator : Aktivitas:
Imunosupresi - Demam - Pertahankan
- Nyeri teknik isolasi
- Limpadenopati jika diperlukan
- Penurunan - Batasi jumlah
jumlah sel darah pengunjung
putih - Ajarkan kepada
Risk control tenaga
kesehatan untuk
meningkatkan cuci
tangan
- Ajarkan pasien
dan
pengunjung untuk
cuci
tangan
- Cuci tangan
sebelum dan
sesudah melakukan
perawatan kepada
pasien
- Lakukan
perawatan aseptic
pada IV line
- Tingkatkan
asupan nutrisi
yang adekuat
- Dorong pasien
untuk
istirahat
- Ajarkan pada
pasien dan
keluarga cara untuk
mencegah infeksi
Gangguan citra Body image Body image
tubuh Indicator: enhancement
Karakteristik: - Gambaran Aktivitas:
- Perilaku internal diri - Tentukan harapan
menghindari - Keserasian pasien
salah satu bagian anatara realitas tentang citra
tubuh tubuh, ideal tubuhnya
- Respon nonverbal tubuh, dan berdasarkan tingkat
terhadap perubahan penampilan tubuh perkembangan
pada - Kepuasan - Bantu pasien
tubuh terhadap mendiskusikan
penampilan tubuh penyebab
- Perilaku penyakit dan
menggunakan penyebab
strategi untuk terjadinya
meningkatkan perubahan pada
fungsi tubuh tubuh
- Bantu pasien
menetapkan
batasan perubahan
actual
pada tubuhnya
- Gunakan
anticipatori
guidance untuk
menyiapkan pasien
untuk
perubahan yang
dapat
diprediksi pada
tubuhnya
- Bantu pasien
menentukan
pengaruh dari
kelompok
sebaya dalam
mempresentasikan
citra
tubuh
- Bantu pasien
mendiskusikan
perubahan
yang disebabkan
karena
masa pubertas
- Identifikasi
kelompok
dukungan unutk
pasien
- Monitor frekuensi
pernyataan pasien
tentang
kritik terhadap
dirinya
- Gunakan latihan
pengakuan
diri dengan
kelompok
sebaya
Risiko Injuri Risk control Risk identification
Factor Risiko: Indicator: Aktivitas:
Disfungsi autoimun - Mencari - Review riwayat
informasi tentang kesehatan
risiko pada pasien
kesehatannya - Review data yang
- Identifikasi factor berasal
risiko dari pengkajian
- Mengakuir factor risiko
risiko - Tentukan sumber
personal daya
- Monitor factor yang tersedia
risiko seperti
lingkungan tingkat pendidikan,
- Melakukan psikologis, finansial,
strategi untuk dan
control risiko dukungan keluarga
- Identifikasi
sumber-sumber
ynag dapat
meningkatkan
risiko
- Identifikasi factor
risiko
biologis,
lingkungan, dan
perilaku serta
hubungan
antara factor risiko
- Tentukan rencana
untuk
mengurangi risiko
- Diskusikan dan
rencanakan
aktivitas
mengurangi risiko
dengan
berkolaborasi
dengan pasein dan
keluarga
- Implementasikan
rencana
aktivitas
mengurangi risiko
Ketidakseimbangan NOC:  Kaji adanya
nutrisi kurang dari a. Nutritional alergi makanan
kebutuhan tubuh status: Adequacy  Kolaborasi
Berhubungan of nutrient dengan ahli gizi
dengan : b. Nutritional untuk menentukan
Ketidakmampuan Status : food and jumlah
untuk Fluid Intake kalori dan nutrisi
memasukkan atau c. Weight Control yang
mencerna nutrisi Setelah dilakukan dibutuhkan pasien
oleh tindakan  Yakinkan diet
karena faktor keperawatan yang dimakan
biologis, selama....nutrisi mengandung tinggi
psikologis atau kurang teratasi serat
ekonomi. dengan indikator: untuk mencegah
DS:  Albumin serum konstipasi
- Nyeri abdomen  Pre albumin  Ajarkan pasien
- Muntah serum bagaimana
- Kejang perut  Hematokrit membuat catatan
- Rasa penuh tiba-  Hemoglobin makanan
tiba  Total iron harian.
setelah makan binding capacity  Monitor adanya
DO:  Jumlah limfosit penurunan
- Diare BB dan gula darah
- Rontok rambut  Monitor
yang lingkungan selama
berlebih makan
- Kurang nafsu
 Jadwalkan
makan
pengobatan dan
- Bising usus
tindakan tidak
berlebih
selama jam
- Konjungtiva pucat
makan
- Denyut nadi lemah
 Monitor turgor
kulit
 Monitor
kekeringan, rambut
kusam, total
protein, Hb dan
kadar Ht
 Monitor mual dan
muntah
 Monitor pucat,
kemerahan,
dan kekeringan
jaringan
konjungtiva
 Monitor intake
nuntrisi
 Informasikan
pada klien dan
keluarga tentang
manfaat
nutrisi
 Kolaborasi
dengan dokter
tentang kebutuhan
suplemen
makanan seperti
NGT/ TPN
sehingga intake
cairan yang
adekuat dapat
dipertahankan.
 Atur posisi semi
fowler atau
fowler tinggi selama
makan
 Kelola pemberan
anti
emetik:.....
 Anjurkan banyak
minum
 Pertahankan
terapi IV line
 Catat adanya
edema,
hiperemik,
hipertonik papila
lidah dan cavitas
oval
BAB III
PENUTUP

A.Kesimpulan
Penyakit lupus merupakan salah satu penyakit berbahaya selain AIDS dan Kangker,
penyakit ini merupakan salah satu penyakit autoimun, dimana system imun terbentuk
secara berlebihan sehingga kelainan ini lebih dikenal dengan nama autoimunitas.
Penyebab penyakit ini belum diketahui secara pasti apa yang menyebabkannya tetapi
yang diduga menjadi penyebabnya adalah faktor genetik, infeksi( kuman dan virus),
sinar ultraviolet, obat obatan tertentu, dan lingkungan.
Penyakit ini menimbulkan gejala-gejala umum yang sering dianggap sepele tetapi
justru perlu untuk ditangani sejak awalagar terhindar dari penyebarannya sampai ke
organ-organ.

B.Saran
Meskipun penulis menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan makalah ini, akan
tetapi pada kenyataannya masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki. Hal ini
dikarenakan masih minimnya pengetahuan penulis.
Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sangat
diharapkan sebagai bahan evaluasi untuk kedepannya.
Sehingga bia terus menghasilkan penelitian dan karya tulis yang bermanfaat bagi
banyak orang.

DAFTAR PUSTAKA
Bulechek G.M., Howard B.K, Dochterman J.M. (2008). Nursing Interventions Classifivation
(NIC) fifth edition. St. Louis: Mosby Elseiver

Herdman, T. Heather. (2012). NANDA International Nursing Diagnoses: Definitions &


Classification 2012-2014. UK: Wiley‐Blacwell, A John Wiley & Sons Ltd

King, Jennifer K; Hahn, Bevra H. (2007). Systemic lupus erythematosus: modern strategies
for management – a moving target. Best Practice & Research Clinical Rheumatology Vol. 21,
No. 6, pp. 971–987, 2007 doi:10.1016/j.berh.2007.09.002 available online at
http://www.sciencedirect.com

You might also like