You are on page 1of 11

Effects Of Acids Pre‑treatment On The

Microbial Fermentation Pocess For


Bioethanol Production From Microalgae

Azra Intania Putri C3501212019


Fanny Indah Sari Berutu C3501212020
Pendahuluan
Pertumbuhan penduduk dunia yang pesat dan perkembangan yang terjadi selama beberapa
tahun terakhir telah meningkatkan permintaan energi yang terutama berasal dari bahan bakar
fosil.

Bioetanol merupakan salah satu bahan bakar


alternatif potensial yang dapat mengurangi
ketergantungan terhadap bahan bakar fosil
dalam waktu dekat.
Metode Bioetanol
Hasil dan Pembahasan
MENGURANGI PENGUJIAN GULA DENGAN METODE DNS

Pada gambar a dan b menunjukkan variasi


konsentrasi gula pereduksi pada mikroalga
chlorella yang diberi perlakuan dengan asam
sulfat dan asam asetat (CH3COOH) dalam
periode waktu yang berbeda selama 84 jam
proses fermentasi. Selain itu, perbedaan
konsentrasi gula pereduksi dihitung dan
dibandingkan setelah proses fermentasi.
Seperti yang ditunjukkan pada Gambar. 3, kandungan gula
pereduksi sangat dikonsumsi oleh sampel yang diberi perlakuan
sebelumnya dengan 5% (v/v) Asam sulfat (S5) dan 5% (v/v)
asam asetat (A5) yang masing-masing dari 32,04 hingga 6,95
g/L dan 30,05 hingga 5,63 g/L, setelah proses fermentasi 84
jam. Sampel kontrol menunjukkan konsentrasi gula pereduksi
hanya 20,25–5,63 g/L. Selanjutnya, perbedaan besar
konsentrasi gula reduksi S5 dan A5 setelah fermentasi 84 jam
yaitu masing- masing 25,09 g/L dan 24,42 g/L. Akibatnya,
sampel pra-treatment untuk asam sulfat dan asam asetat
sebanding.
karakterisasi Fourier-transform infrared (FTIR)
Hasil FTIR yang diperoleh dalam penelitian ini
menunjukkan beberapa puncak di kedua bioetanol dari
mikroalga Chlorella pra-diperlakukan dengan asam asetat
dan sulfat. Spektrum penyerapan pada Gambar.4
menunjukkan puncak antara kisaran 3400–3200 cm1
(gugus hidroksil), puncak antara 2356– 2322 cm1 1(gugus
alkena) yang ditemukan di daerah gelombang antara
1658–1638 cm, puncak antara 1384– 1377 cm1 (etanol dan
glukosa) yang ditemukan di daerah gelombang antara
1060–1001 cm1. Dengan membandingkan hasil FTIR yang
diperoleh dalam penelitian ini dengan penelitian lain,
Kassim dan Bhattacharya (2016) melaporkan bahwa
puncak antara 3400 dan 3200 cm1 mewakili gugus hidroksil
(OH) dalam sampel. Selain itu, adanya gelombang serapan
antara 1658 dan 1638 cm1 menunjukkan adanya gugus
alkena dengan variabel ikatan C=C antar atom dengan
intensitas sedang.Veale dkk (2007) melaporkan bahwa
puncak antara 1060 dan 1001 cm1 adalah refleksi dari
etanol dan glukosa yang ditemukan di daerah gelombang
antara 1200 dan 800 cm1 karena pita serapan C-O dan
regangan C-C.
GC‑FID ANALISIS KONSENTRASI ETANOL
Gambar 5 menunjukkan konsentrasi etanol yang
diidentifikasi dengan GC-FID. Konsentrasi etanol tertinggi
ditemukan pada sampel S5 (2,71%) diikuti oleh A5
(2,22%).Konsentrasi etanol 0,68% ditemukan pada sampel
kontrol yang tidak diberi perlakuan. Hasil ini jauh lebih
rendah daripada sampel yang diberi perlakuan sebelumnya
dengan hidrolisis asam. Oleh karena itu, penggunaan
pre-treatment sangat penting sebelum proses fermentasi
untuk meningkatkan produktivitas etanol. Selain itu,
konsentrasi etanol terendah pada asam sulfat adalah
0,77% (S9) sedangkan pada asam asetat adalah 0,80%
(A9), keduanya memiliki nilai yang cukup sebanding dan
berada pada konsentrasi asam tertinggi yang digunakan.
Sedangkan A1 dan S1 sama-sama memperoleh
konsentrasi etanol masing-masing 1,11% dan 1,37%,
meskipun memiliki konsentrasi asam terendah. Hal ini
mungkin disebabkan oleh pra-treatment konsentrasi asam
yang lebih rendah yang membantu meningkatkan
fermentasi hilir dengan melepaskan nutrisi penting
ANALISIS DUA ARAH ANOVA KONSENTRASI ETANOL

Hasil di Tabel 1 menunjukkan signifikan secara statistik ( p<0,05) selisih pengaruh kedua faktor
yaitu konsentrasi asam ( p=0,025) dan jenis asam ( p=0,001) terhadap kandungan etanol dari
10 sampel bioetanol yang dihasilkan dari mikroalga Chlorella. Miranda dkk (2012) melaporkan
bahwa konsentrasi yang lebih tinggi dari pra-treatment asam menyebabkan degradasi gula yang
dapat difermentasi dan konversi menjadi produk lain yang tidak diinginkan. Hal ini berarti
konsentrasi dan jenis asam sangat berperan dalam pra-treatment yang selanjutnya akan
mempengaruhi produktivitas etanol.
PENENTUAN RENDEMEN ETANOL Tabel 2 menunjukkan perhitungan hasil etanol (g etanol/g mikroalga
kering). Di antara sampel, hasil etanol tertinggi yaitu 0,28 g/g
ditemukan pada S5 diikuti oleh 0,23 g/g diperoleh oleh A5. Hasil
etanol dari sampel kontrol yang tidak diberi perlakuan hanya 0,07
g/g. Bahkan, Babujanarthanam dan Kavitha (2014) melaporkan hasil
etanol tertinggi yang dihasilkan dari alga merah Gelidiella acerosa
setelah menggunakan asam encer dan pra-treatment enzimatik
adalah 0,21 g etanol/g ganggang merah sedangkan ganggang merah
yang tidak diberi perlakuan diperoleh 0,05 g/g hasil etanol. Hasil
rendemen etanol untuk mikroalga pra-treatment dan tanpa perlakuan
pada percobaan ini menunjukkan rendemen sedikit lebih tinggi
dibandingkan dengan etanol yang dihasilkan oleh Gelidiella acerosa.

Penurunan rendemen etanol pada asam asetat dengan konsentrasi


9% (v/v) (0,08 g etanol/g biomassa) dan asam sulfat dengan
konsentrasi 9% (v/v) (0,08 g etanol/g biomassa) kemungkinan besar
disebabkan oleh adanya konsentrasi inhibitor fermentasi yang tinggi
seperti asam format, asam levulinat. Pembentukan inhibitor ini
selama pra-treatment hidrolisis menyebabkan dampak negatif pada
pertumbuhan organisme fermentasi dan secara tidak langsung
mempengaruhi produktivitas etanol.
KESIMPULAN

❖ Penerapan pra-treatment asam pada mikroalga untuk


produksi bioetanol akan memberikan dampak pada efektivitas
yang lebih tinggi dan pemanfaatan energi yang lebih rendah.

❖ Konsentrasi asam yang digunakan selama pra-perawatan


mikroalga dapat secara signifikan mempengaruhi pelepasan
gula yang difermentasi dan produktivitas etanol yang
dihasilkan.

❖ Keuntungan menggunakan asam asetat dalam pra-treatment


menghasilkan lebih sedikit pelepasan bahan kimia dan lebih
sedikit korosi terhadap peralatan. Oleh karena itu,
pra-treatment asam asetat dapat berkontribusi pada produksi
bioetanol yang lebih hemat biaya dan hemat energi dari
mikroalga
TERIMA KASIH

You might also like