You are on page 1of 19

Pemilih

Kelompok 3

1. Affandi Anwar Pohan 2110300046

2. Yusuf Pohan 2110300051

DOSEN PENGAMPU:Dr.H.Ali Sati,M.Ag.

HUKUM TATA NEGARA


FAKULTAS SYA’RIAH DAN ILMU HUKUM
UIN SYEKH ALI HASAN AHMAD AD DARY
PADANGSIDIMPUAN
2022/2023

1
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami haturkan kepada Allah SWT, atas rahmat, taufik, serta hidayah-Nya.
Sholawat serta salam tidak lupa kepada junjungkan kita Rasulullah Muhammad SAW, sehingga
penyusunan makalah yang berjudul “PEMILIH” ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu.

Kiranya dalam penulisan ini, kami menghadapi cukup banyak rintangan dan
selesainya makalah ini tak lepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu tak lupa kami ucapkan
terima kasih pada pihak-pihak yang telah membantu Bapak Dr.H.Ali sati,M.Ag. Dan semua
pihak yang telah membantu dalam proses pembuatan yang tidak dapat disebutkan satu-satu,
kami ucapkan terima kasih.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada makalah ini. Oleh karena
itu,kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar makalah ini menjadi
lebih baik lagi.Kami berharap makalah ini dapat memberi bermanfaat bagi kita semua.

SELASA 01-NOVEMBER-2022

Penulis

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................…..ii

BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang..........................................................................................................4

B.Rumusan Masalah.................................................................................................…..5
C.Tujuan Penelitian..................................................................................................…..5

BAB II PEMBAHASAN............................................................................................…..

A.Dalil pemilih ..............................................................................................................…..6


B.Syarat pemilih............................................................................................................…..9
C.Tugas dan Wewenang ……………………………..………………………………………
11
D.Fungsi…………………………………………………………………………………..12
E.Cara memilih pemimpin……………………………………………………………….13

BAB III KESIMPULAN..............................................................................................

A.Kesimpulan................................................................................................................….18
B.Saran...........................................................................................................................…18
C.Daftar pustaka………………………………………………………………………….19

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Pemilihan umum (disingkat Pemilu) adalah proses memilih seseorang untuk


mengisi jabatan politik di Indonesia. Jabatan tersebut beraneka ragam, mulai dari jabatan
presiden/eksekutif, wakil rakyat/Lembaga legislatif di berbagai tingkat pemerintahan,
sampai kepala desa. Pada konteks yang lebih luas, Pemilu dapat juga berarti proses
mengisi jabatan-jabatan seperti ketua OSIS atau ketua kelas, walaupun untuk ini kata
'pemilihan' lebih sering digunakan.

Pemilu juga merupakan salah satu usaha untuk memengaruhi rakyat secara
persuasif (tidak memaksa) dengan melakukan kegiatan retorika, hubungan publik,
komunikasi massa, lobi dan lain-lain kegiatan. Meskipun agitasi dan propaganda di
Negara demokrasi sangat dikecam, namun dalam kampanye pemilihan umum, teknik
agitasi dan teknik propaganda banyak juga dipakai oleh para kandidat atau politikus
selalu komunikator politik.

Dalam Pemilu, para pemilih dalam Pemilu juga disebut konstituen, dan kepada
merekalah para peserta Pemilu menawarkan janji-janji dan program-programnya pada
masa kampanye. Kampanye dilakukan selama waktu yang telah ditentukan, menjelang
hari pemungutan suara.

Setelah pemungutan suara dilakukan, proses penghitungan dimulai.Pemenang


Pemilu ditentukan oleh aturan main atau sistem penentuan pemenang yang sebelumnya
telah ditetapkan dan disetujui oleh para peserta, dan disosialisasikan ke para pemilih.

4
B. Rumusan Masalah
1. Dalil pemilih?
1. Syarat pemilih?
2. Tugas pemilih?
3. Wewenang pamilih?
4. Fungsi pemilih?
5. Cara memilih pemimpin?
C. Tujuan

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, penulisan makalah ini dimaksudkan untuk
menginformasikan dan menjelaskan tentang teori pemilih dalam pamilu yang baik dan
benar. Secara khusus makalah ini akan menginformasikan dan menjelaskan hal-hal
sebagai berikut:

1. Untuk menjelaskan tentang dalil pemilih.


2. Untuk menjelaskan syarat pemilih.

3. Untuk menjelaskan tugas pemilih.

4. Untuk menjelaskan wewenang pemilih.

5. Untuk menjelaskan fungsi pemilih.

6. Untuk menjelaskan cara memilih pemimpin.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Dalilpemilih

Dalam kajian politik Islam (Siyasatul Islamiyah), memilih atau mengangkat


pemimpin adalah suatu kewajiban. Ada sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Abu
Dawud dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, yang artinya,

“Jika ada tiga orang bepergian, hendaknya mereka mengangkat salah seorang di
antara mereka menjadi pemimpinnya” (HR Abu Dawud dari Abu Hurairah).

Dari hadist itu dapat dipahami, jika dalam jumlah kecil saja harus memilih
pemimpin, apalagi yang berada dalam satu komunitas besar, misalnya kabupaten/kota,
maka wajib memilih atau mengangkat pemimpin. Akan tetapi, kewajiban memilih
pemimpin hanya untuk urusan yang dibenarkan oleh syariah.

6
Merujuk kepada hadist di atas, Frasa fî safar[in] (bepergian) menunjukkan,
bahwa ketiga orang tersebut mempunyai urusan yang sama (umur musytarakah), yaitu
hendak bepergian. Adapun bepergian itu hukum asalnya adalah mubah (dibenarkan
syariah).

Dari frasa itu bisa diambil kesimpulan, dalam urusan yang mubah, mengangkat
pemimpin hukumnya wajib, apalagi dalam perkara yang wajib, pasti lebih wajib lagi.
Inilah mafhum muwafaqah yang bisa kita tarik dari hadist di atas.

Dalam Surat An-Nisa ayat 59, Allah SWT menyuruh kita untuk taat kepada
pemimpin (ulil amri),

‫ُول َوُأولِي األ ْم ِر ِم ْن ُك ْم‬


َ ‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا َأ ِطيعُوا هَّللا َ َوَأ ِطيعُوا ال َّرس‬

”Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya serta
para pemimpin di antara kalian” (QS An-Nisa [4]: 59).

Ayat ini menjelaskan, menaati ulil amri hukumya adalah wajib. Ulil amri adalah
orang yang mendapatkan mandat untuk memerintah rakyat. Namun, ayat ini tidak
berlaku untuk ulil amri yang tidak menjalankan hukum-hukum Allah atau yang
menyuruh kepada kemaksiatan. Pemimpin yang bersifat seperti ini tidak wajib ditaati.

Akan tetapi, yang ingin kita jelaskan dari teks ayat tersebut adalah adanya
kewajiban untuk menaati pemimpin. Kalau menaati pemimpin hukumnya wajib, maka
memilih atau mengangkat pemimpin hukumnya pun wajib.

7
Hal ini sesuai dengan kaidah hukum fikih yang artinya: “Segala sesuatu yang
mana sebuah kewajiban tidak bisa sempurna kecuali dengan melakukannya, maka
sesuatu tersebut wajib dikerjakan“

Contoh sederhana terhadap pemahaman kaidah fikih tersebut yaitu bahwa


kewajiban salat tidak akan bisa terlaksana dengan sempurna kecuali dengan berwudu,
maka berwudu hukumnya menjadi wajib.

Demikian pula, kita tidak akan bisa melaksanakan kewajiban untuk menaati
pemimpin, kalau pemimpin itu tidak ada. Oleh karena itu, memilih atau mengangkat
pemimpin juga menjadi suatu kewajiban.

Dalam konteks bernegara, kewajiban untuk memilih pemimpin telah ditegaskan


oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Komisi Fatwa MUI hasil Musyawarah
Alim Ulama se-Indonesia di Padang Panjang Sumatera Barat Tahun 2009.

Adapun isi fatwa tersebut yaitu,

1. Pemilihan Umum dalam pandangan Islam adalah upaya untuk memilih pemimpin atau
wakil yang memenuhi syarat-syarat ideal bagi terwujudnya cita-cita bersama sesuai dengan
aspirasi umat dan kepentingan bangsa.

2. Memilih pemimpin dalam Islam adalah kewajiban untuk menegakkan imamah dan imarah
dalam kehidupan bersama.

3. Imamah dan imarah dalam Islam menghajatkan syarat-syarat sesuai dengan ketentuan agar
terwujud kemaslahatan dalam masyarakat.

8
4. Memilih pemimpin yang beriman dan bertakwa, jujur (siddiq), terpercaya (amanah), aktif
dan aspiratif(tabligh), mempunyai kemampuan (fathonah), dan memperjuangkan kepentingan
umat Islam hukumnya adalah wajib.

5. Memilih pemimpin yang tidak memenuhi syarat-syarat sebagaimana disebutkan dalam


butir 4 (empat) atau tidak memilih sama sekali, padahal ada calon yang memenuhi syarat
hukumnya adalah haram.

B.Syarat pemilih
Apa saja syarat Pemilih?

1.Genap berusia 17 tahun/lebih pada hari pemungutan suara atau sudah/pernah kawin.

2.Tidak sedang terganggu jiwa/ingatannya berdasarkan surat keterangan dokter.

3.Tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai
4.kekuatan hukum tetap.

5.Berdomisili di daerah Pemilihan yang dibuktikan dengan KTP Elektronik

6.Tidak sedang menjadi anggota TNI/POLRI

Daftar Pemilih Tetap (DPT)

Adalah daftar pemilih yang disusun KPU berdasarkan data pemilih pada pemilu terakhir yang
disandingkan dengan data kependudukan Kemendagri. Pemilih kategori ini akan
mendapatkan surat pemberitahuan memilih atau C6 dan bisa mencoblos pukul 07.00 – 13.00
waktu setempat dengan membawa C6 dan e-KTP.

Daftar Pemilih Tambahan (DPTb)

9
Adalah pemilih yang belum terdaftar dalam DPT, namun ingin pindah memilih di TPS yang
berbeda dari lokasi yang sudah didata. UU Pemilu menyebut beberapa macam pemilih DPTb
sebagai berikut:

1.Pindah memilih karena menjalankan tugas di tempat lain

2.Menjalani rawat inap di rumah sakit atau keluarga yang mendampingi

3.Penyandang disabilitas di panti sosial

4.Menjalani rehabilitasi narkoba

5.Tahanan

6.Siswa atau mahasiswa yang jauh dari rumah

7.Pindah domisili

8.korban bencana

Daftar Pemilih Khusus (DPK)

DPK adalah warga yang punya hak pilih namun belum terdata dalam DPT. Pemilih kategori
ini bisa menggunakan hak pilihnya cukup dengan membawa e-KTP di TPS terdekat sesuai
alamat pada e-KTP. Tidak bisa mencoblos di TPS di luar alamat e-KTP.

Namun, pemilih dalam DPK hanya bisa menggunakan hak pilihnya satu jam terakhir sebelum
TPS ditutup yaitu pukul 12.00 – 13.00 waktu setempat, dengan catatan selama surat suara
masih tersedia.

Mekanisme Warga Negara Untuk Terdaftar Sebagai Pemilih

10
Sebelum akhirnya seseorang terdaftar sebagai pemilih dalam Pemilu, ada beberapa
mekanisme yang dijalankan. Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP) akan mencocokkan
dan meneliti untuk pemutakhiran data para pemilih yang terdaftar.

Kemudian hasil pencocokan dan penelitian (coklit) tersebut akan disusun oleh petugas dalam
Daftar Pemilih Sementara (DPS), lalu kemudian ditetapkan menjadi Daftar Pemilih Tetap
(DPT).

Jika pemilih masih ragu untuk mengetahui apakah namanya sudah terdaftar atau belum, bisa
melakukan beberapa cara berikut:

Pemilih mengecek langsung dari DPT yang dipasang di papan pengumuman di


kelurahan/RT/RW

Jika tidak, anda bisa mengecek langsung di sidalih3.kpu.go.id secara online.

C.Tugas Dan Wewenang

Dalam Pasal 10 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum dan Pasal 2
Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1999 tentang Pembentukan Komisi Pemilihan Umum
dan Penetapan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Umum Komisi Pemilihan Umum,
dijelaskan bahwa untuk melaksanakan Pemilihan Umum, KPU mempunyai tugas
kewenangan sebagai berikut :

merencanakan dan mempersiapkan pelaksanaan Pemilihan Umum;

menerima, meneliti dan menetapkan Partai-partai Politik yang berhak sebagai peserta
Pemilihan Umum;

11
membentuk Panitia Pemilihan Indonesia yang selanjutnya disebut PPI dan
mengkoordinasikan kegiatan Pemilihan Umum mulai dari tingkat pusat sampai di Tempat
Pemungutan Suara yang selanjutnya disebut TPS;

menetapkan jumlah kursi anggota DPR, DPRD I dan DPRD II untuk setiap daerah pemilihan;

menetapkan keseluruhan hasil Pemilihan Umum di semua daerah pemilihan untuk DPR,
DPRD I dan DPRD II;

mengumpulkan dan mensistemasikan bahan-bahan serta data hasil Pemilihan Umum;

memimpin tahapan kegiatan Pemilihan Umum.

Dalam Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1999 terdapat tambahan huruf:

tugas dan kewenangan lainnya yang ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 1999
tentang Pemilihan Umum.

Sedangkan dalam Pasal 11 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1999 tersebut juga ditambahkan,
bahwa selain tugas dan kewenangan KPU sebagai dimaksud dalam Pasal 10, selambat-
lambatnya 3 (tiga) tahun setelah Pemilihan Umum dilaksanakan, KPU mengevaluasi sistem
Pemilihan Umum.

D.Fungsi

1. Membangun SDM yang kompeten sebagai upaya menciptakan penyelenggara pemilu yang
profesional;

2.Menyusun regulasi di bidang pemilu yang memberikan kepastian hukum, progesif, dan
partisipatif;

3.Meningkatkan kualitas pelayanan pemilu, khususnya untuk para pemangku kepentingan dan
umumnya untuk seluruh masyarakat;

4.Meningkatkan partisipasi dan kualitas pemilih melalui sosialisasi dan pendidikan pemilih
yang berkelanjutan;

5.Memperkuat Kedudukan Organisasi dalam Ketatanegaraan;

12
6.Meningkatkan integritas penyelenggara Pemilu dengan memberikan pemahaman secara
intensif dan komprehensif khususnya mengenai kode etik penyelenggara pemilu;

7.Mewujudkan penyelenggara pemilu yang efektif dan efisien, transparan, akuntabel serta
aksesable.

TUJUAN KPU
1.Terwujudnya lembaga KPU yang memiliki integritas, kompetensi, kredibilitas, dan
kapabilitas dalam menyelenggarakan pemilu;

2.Terselenggaranya pemilu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

3.Meningkatnya partisipasi politik masyarakat dalam pelaksanaan demokrasi di Indonesia;

4.Meningkatnya kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi dalam pemilu;

5.Terselenggaranya pemilu yang efektif dan efisien, transparan, akuntabel, dan aksesable

E. Cara memilih pemimpin dalam islam

1.Mukmin

Beriman kepada Allah (Mukmin) dan beragama Islam (Muslim) yang baik. “Yakni seorang
Muslim yang memiliki dua sifat, seperti disebutkan dalam Alquran Surah Yusuf ayat 55,
“hafizhun ‘alim. Hafizhun” artinya adalah seorang yang pandai menjaga. Yakni, seorang
yang punya integritas, kepribadian yang kuat, amanah, jujur dan akhlaknya mulia, sehingga
patut menjadi teladan bagi orang lain atau rakyat yang dipimpinnya sebagai dasar
kepemimpinan dalam islam .

2.Amanah

Seorang pemimpin yang amanah kan berusaha sekuat tenaga untuk menyejahterakan
rakyatnya, walaupun sumber daya alamnya terbatas seperti pada ayat ayat alquran tentang
amanah . Sebaliknya pemimpin yang khianat sibuk memperkaya diri sendiri dan keluarga
serta kolega-koleganya, dan membiarkan rakyatnya tak berdaya. “Rasulullah SAW
mengingatkan, sifat amanah akan menarik keberkahan, sedangkan sifat khianat akan

13
mendorong kefakiran,” papar Didin yang juga pimpinan Pesantren Mahasiswa dan Sarjana
Ulil Albab, Bogor.

3.Alim

Artinya adalah seorang yang memiliki kemampuan dan pengetahuan yang memadai untuk
memimpin rakyatnya dan membawa mereka hidup lebih sejahtera. Fakta menunjukkan
Indonesia pernah mempunyai seorang pemimpin Muslim yang amanah dan berpengetahuan
tinggi (hafizhun ‘alim), yakni Prof Dr BJ Habibie. “Beliau ahli tahajud, ahli puasa Senin
Kamis, gemar membaca Alquran, dan seorang ahli pesawat yang keilmuannya diakui oleh
dunia internasional. Selama menjadi presiden RI, beliau terbukti sukses melaksanakan
tugasnya.

4.Rajin Menegakkan Ibadah

Shalat adalah barometer akhlak manusia. “Pemimpin yang baik dan layak dipilih adalah
pemimpin yang menegakkan shalat. Shalat melahirkan tanggung jawab. Kesadaran
keimanan / tauhid / transendental dibangun melalui shalat sebagimana doa pemimpin dalam
islam .

5.Gemar Berzakat dan Sedekah

Zakat itu bukan membersihkan harta yang kotor, melainkan membersihkan harta kita (harta
yang bersih) dari hak orang lain. seorang pemimpin yang rajin berzakat dan berinfak, tidak
akan korupsi.”Sebab dia yakin Allah sudah menjamin rezekinya, dan sesungguhnya rezeki
yang halal lebih banyak daripada rezeki yang haram. Kalau sudah yakin seperti itu, untuk apa
melakukan korupsi yang sangat dibenci Allah?.

6.Suka Berjamaah / Bergaul dengan Masyarakat

14
suka berjamaah, Artinya suka bergaul dengan masyarakat, berusaha mengetahui keadaan
rakyatnya dengan sebaik-baiknya, dan mencarikan jalan keluar atas persoalan-persoalan yang
dihadapi masyarakatnya. Sifat suka berjamaah atau memperhatikan masyarakat ini
ditunjukkan dalam shalat fardhu berjamaah. Rasulullah setiap selesai shalat fardhu berjamaah
lalu duduk menghadap kepada jamaah sebgai cara menguatkan iman dan taqwa .

hal itu, bertujuan untuk mengetahui kondisi jamaah, termasuk memperhatikan apakah jumlah
jamaah tersebut lengkap atau tidak. Kalau ada yang tidak hadir shalat berjamaah, ditanya apa
penyebabnya. Kalau ternyata orang tersebut sakit, Rasulullah bersama para sahabatnya lalu
menjenguk orang yang sakit tersebut.

7.Larangan Memilih Pemimpin Kafir

Salah satu bagian dari topik kepemimpinan yang banyak dibahas dalam al-Quran adalah soal
memilih non Muslim bagi kaum Muslimin. Al-Quran telah memberikan begitu banyak
tuntunan dan petunjuk bagi kaum Muslimin agar tepat dalam memilih figur seorang
pemimpin. Al-Quran dengan sangat benderang saat menjelaskan larangan memilih pemimpin
non Muslim ini.

ْ pُ‫ ْي ٍء ِإالَّ َأن تَتَّق‬p ‫ْس ِمنَ هّللا ِ فِي َش‬


‫ ِّذ ُر ُك ُم‬p‫اةً َويُ َح‬ppَ‫وا ِم ْنهُ ْم تُق‬p َ ِ‫الَّ يَتَّ ِخ ِذ ْال ُمْؤ ِمنُونَ ْال َكافِ ِرينَ َأوْ لِيَاء ِمن ُدوْ ِن ْال ُمْؤ ِمنِينَ َو َمن يَ ْف َعلْ َذل‬
َ ‫ك فَلَي‬
‫صي ُر‬ ِ ‫هّللا ُ نَ ْف َسهُ َوِإلَى هّللا ِ ْال َم‬

“Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi WALI (waly)


pemimpin, teman setia, pelindung) dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa
berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat)
memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu
terhadap diri (siksa)-Nya, dan hanya kepada Allah kamu kembali.” (QS: Ali Imron [3]: 28)

8.Adil

15
Keadilan yang diserukan al-Qur’an pada dasarnya mencakup keadilan di bidang ekonomi,
sosial, dan terlebih lagi, dalam bidang hukum. Seorang pemimpin yang adil, indikasinya
adalah selalu menegakkan supremasi hukum sebagaimana ayat alquran akan tanggung jawab ;
memandang dan memperlakukan semua manusia sama di depan hukum, tanpa pandang bulu.
Hal inilah yang telah diperintahkan al-Qur’an dan dicontohkan oleh Rasulullah ketika
bertekad untuk menegakkan hukum (dalam konteks pencurian), walaupun pelakunya adalah
putri beliau sendiri, Fatimah, misalnya.

“Hai orang-orang yang beriman! Tegakkanlah keadilan sebagai saksi karena Allah. Dan
janganlah rasa benci mendorong kamu berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena itu lebih
dekat dengan taqwa“. (Q.s. Al-Maidah 5: 8).

9.Jujur

Dari Ma’qil ra. Berkata: saya akan menceritakan kepada engkau hadist yang saya dengar dari
Rasulullah saw. Dan saya telah mendengar beliau bersabda: “seseorang yang telah ditugaskan
Tuhan untuk memerintah rakyat (pejabat), kalau ia tidak memimpin rakyat dengan jujur,
niscaya dia tidak akan memperoleh bau surga” (HR. Bukhari).

Pilih pemimpin yang Ahli/Amanah sebab jika tak ahli kita semua akan hancur/binasa:
Sebagaimana dalam hadist “Apabila perkara (urusan) diserahkan kepada selain ahlinya, maka
nantikanlah kiamat/kehancuran“.[HR Bukhari]

9. yang Mau Mencegah Kemungkaran

Pilih pemimpin yang mau mencegah dan memberantas kemungkaran seperti korupsi,
nepotisme, manipulasi, dll sebagai model kepemimpinan dalam perspektif islam :

“Barang siapa melihat kemungkaran, maka hendaknya ia merubah dengan tangannya, jika
tidak mampu, maka hendaknya merubah dengan lisannya, jika tidak mampu, maka dengan
hatinya. Dan yang demikian itulah selemah-lemahnya iman“. (HR. Muslim)
16
10.Mampu Mempersatukan Ummat

Pilih pemimpin yang bisa mempersatukan ummat, bukan yang fanatik terhadap kelompoknya
sendiri sebagimana shalat doa dan dzikir : Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala telah
menyatakan dalam Al Qur’an :

“Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian, orang-orang Muslim, dari dahulu” (QS. Al Hajj :
78)

11.Sederhana

Pilih pemimpin yang hidup sederhana. Tidak menumpuk harta, tapi mensedekahkan sebagian
besar hartanya untuk rakyatnya. Karena pemboros itu menurut Allah adalah temannya Setan:

“Berikanlah hartamu kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin
dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan hartamu
secara boros“.

17
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian di atas adapat disimpulkan bahwa peran serta atau partisipasi
masyarakat dalam politik adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk turut
serta secara aktif dalam kehidupan politik, dengan jalan memilih pimpinan negara, dan
secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kebijakan pemerintah, public policy.
Secara konvensional kegiatan ini mencakup tindakan seperti, memberikan suara dalam
pemilihan umum, menghadiri rapat umum, menjadi anggota suatu partai atau kelompok
kepentingan mengadakan pendekatan atau hubungan dengan pejabat pemerintah atau
anggota parlemen dan sebagainya.

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang dikemukakan diatas, ada sejumlah saran yang perlu
disampaikan kepada semua pihak agar lebih memahami tentang bagaimana kita sebagai
masyarakat khususnya agar menjadi pemilih yang sesuai dengan ketentuan syariat islam
dan UU di Indonesia itu sendiri.

18
DAFTAR PUSTAKA

Political science ,(agustus 2009)

Arifin anwar ,pencitraan politik (jakarta :pustaka Indonesia ,2006)

suprihanati ,partai politik dan pemilu di indonesia.2012

19

You might also like