Professional Documents
Culture Documents
Rizky Wahyudi - Universitas Negeri Medan - PKM-RSH
Rizky Wahyudi - Universitas Negeri Medan - PKM-RSH
LAMPIRAN ......................................................................................................... 11
Lampiran 1. Penggunaan Dana ........................................................................... 11
Lampiran 2. Dokumentasi Bimbingan Tim PKM dengan Dosen Pendamping ... 34
Lampiran 3. Pengumpulan dan Seleksi Literatur ................................................. 36
Lampiran 4. Daftar Informan ............................................................................... 64
Lampiran 5. Dokumentasi Wawancara dengan Informan .................................... 65
Lampiran 6. Pedoman Observasi dan Wawancara ............................................... 69
Lampiran 7. Transkrip Wawancara ...................................................................... 76
Lampiran 8. Reduksi, Verifikasi dan Penyimpulan Data ..................................... 98
Lampiran 9. Artikel Ilmiah ................................................................................ 104
Lampiran 10. Bukti Accepted Artikel Ilmiah di Jurnal ...................................... 115
i
1
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kota Medan dihuni oleh berbagai kelompok etnik. Penduduk kota ini
berjumlah 2.435.252 orang pada 2020 (Badan Pusat Statistik, 2021), yang terdiri
dari orang Melayu dan Karo sebagai populasi tuan rumah, kemudian orang
Tionghoa, India, Mandailing, Toba, Simalungun, Aceh, Jawa dan Minangkabau
sebagai etnik pendatang. Orang Minangkabau yang berasal dari Sumatera Barat
bermigrasi ke Medan pada akhir abad ke-19, ketika para pengusaha Eropa
membuka lahan untuk perkebunan-perkebunan tembakau (Pelly, 2013). Pada
1930, orang Minangkabau di Medan berjumlah 5.590 orang (Milone, 1964).
Jumlah itu terus meningkat setelah kemerdekaan Indonesia. Antara tahun 1980
dan 2000, jumlah orang Minangkabau di Medan meningkat dari 141.507 orang
menjadi 165.680 orang (Badan Pusat Statistik, 2001; Pelly, 2013).
Orang Minangkabau di Medan jarang sekali bekerja sebagai buruh kasar.
Mereka yang berpendidikan tinggi memasuki bidang pekerjaan profesional,
seperti guru, dokter, pengacara dan pegawai negeri. Namun, kebanyakan orang
Minangkabau lebih memilih untuk mencari dan mengisi lapangan kerja yang
sedapat mungkin membuat mereka “merdeka” atau menjadi “tuan” atas diri
sendiri. Sektor perdagangan adalah bidang pekerjaan yang paling diminati oleh
orang Minangkabau (Pelly, 2013). Para pedagang Minangkabau mendominasi
beberapa pasar di kota Medan, di antaranya adalah Pasar Ikan Lama, Pasar Sentral
dan Pasar Sukaramai (Syafitri dan Sudarwati, 2015). Kebanyakan dari mereka
berjualan tekstil, pakaian, sepatu dan makanan (Pelly, 2013).
Pelly (2013) mengemukakan bahwa banyak pedagang Minangkabau di
Medan menerapkan sistem galeh baparuh (dagang berparuh), yaitu penitipan
barang dagangan dari induak samang (tauke) kepada pedagang baru untuk
dijualkan dengan pembayaran kemudian. Sistem penjualan ini mendorong
terciptanya wirausahawan baru pada masyarakat Minangkabau (Kahn, 2007).
Seorang Minangkabau yang hendak berdagang, tetapi tidak memiliki modal, bisa
mulai sebagai galeh amanah (pedagang titipan) dengan cara meminjam barang
dagangan dari seorang pedagang Minangkabau yang mapan atau induak samang.
Galeh amanah mengambil komisi dari setiap barang yang terjual. Apabila induak
samang merasa puas atas kecakapan dan kejujuran galeh amanah, maka galeh
amanah dapat mengambil barang lebih banyak lagi. Dengan cara ini, galeh
amanah menumpuk inventaris dagangannya dan bisa menjadi induak samang
baru bagi orang Minangkabau yang hendak mulai berdagang (Pelly, 2013).
Orang Minangkabau memanfaatkan modal sosial dalam menjalankan
sistem galeh baparuh. Modal sosial adalah bagian dari organisasi sosial, seperti
kepercayaan, jaringan dan norma yang memudahkan koordinasi dan kerjasama
antaranggota masyarakat untuk mencapai tujuan bersama (Putnam, 2000).
Kepercayaan, jaringan dan norma adalah unsur-unsur pokok dalam modal sosial
2
(Santoso, 2020). Ketiga unsur itu merupakan modal sosial yang digunakan orang
Minangkabau untuk menjalin kerjasama ekonomi dalam bentuk galeh baparuh.
Sistem galeh baparuh disebut konsinyasi (titip-jual) dalam ilmu ekonomi
(Widayat dan Wibowo, 1993). Induk semang dalam konsinyasi disebut consignor,
sedangkan galeh amanah disebut consignee (Fikri, 2019). Pihak consignor dan
consignee, masing-masing mendapatkan keuntungan. Keuntungan consignor
adalah: (1) memperluas area pemasaran; dan (2) mengurangi biaya penyimpanan
barang. Keuntungan consignee adalah: (1) modal usaha tidak besar; (2) tidak
dibebani resiko kerugian apabila barang rusak, gagal terjual, dan terjadi fluktuasli
harga; (3) mendapat komisi dari hasil penjualan (Jalaluddin dan Ulfiyani, 2020).
Galeh baparuh sebagai sistem konsinyasi orang Minangkabau sangat
memungkinkan untuk menurunkan tingkat pengangguran di Medan, karena sistem
tersebut dapat menciptakan entrepreneur baru. Pada 2020, tingkat pengangguran
di Medan mencapai 10,74% dari total angkatan kerja (Badan Pusat Statistik,
2021). Tingkat pengangguran itu didominasi lulusan oleh perguruan tinggi. Oleh
karenanya, sistem konsinyasi berbasis modal sosial seperti galeh baparuh sangat
dibutuhkan oleh generasi muda, bukan hanya bagi etnik Minangkabau, tetapi juga
kelompok etnik lain untuk membuka usaha. Dengan sistem tersebut, modal
finansial tidak lagi menjadi kendala bagi generasi muda untuk memulai usaha.
Berdasarkan pemikiran tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah: (1) bagaimana proses galeh baparuh yang diterapkan para pedagang
Minangkabau di kota Medan? (2) Bagaimana pengaruh sistem galeh baparuh
terhadap munculnya entrepreneur baru pada masyarakat Minangkabau? (3) Modal
sosial apakah yang digunakan dalam sistem galeh baparuh? (4) Bagaimana
mengembangkan sistem galeh baparuh menjadi model konsinyasi berbasis modal
sosial yang dapat diterapkan pada kelompok etnik lain di Medan?
Kajian komprehensif tentang sistem galeh baparuh belum dilakukan.
Galeh baparuh sebagai sistem konsinyasi orang Minangkabau hanya sedikit
diulas dalam kajian Pelly (2013) dan Kahn (2007). Kedua sarjana itu tidak
mengungkap mekanisme dan signifikansi sistem galeh baparuh bagi munculnya
entrepreneur baru pada orang Minangkabau. Kajian-kajian tentang aktivitas
ekonomi orang Minangkabau cenderung berfokus pada pengaruh budaya dalam
keputusan berwirausaha (Eliza, Hariani dan Pratama, 2019), pemanfaatan modal
sosial dalam perdagangan (Syafitri dan Sudarwati, 2015), karakteristik pengusaha
Minangkabau (Hastuti et al., 2015), dan jaringan kekeluargaan dalam bisnis
(Manik, Indarti, dan Lukito-Budi, 2021). Penelitian ini hendak melengkapi kajian
tentang ekonomi orang Minangkabau, dengan fokus pada sistem galeh baparuh
dan mengembangkannya menjadi model konsinyasi berbasis modal sosial.
1.2 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah: (1) mengeksplorasi proses galeh
baparuh yang diterapkan para pedagang Minangkabau di kota Medan; (2)
menganalisis pengaruh sistem galeh baparuh terhadap munculnya entrepreneur
3
baru pada masyarakat Minangkabau; (3) menggali modal sosial yang digunakan
dalam sistem galeh baparuh; dan (4) mengembangkan sistem galeh baparuh
menjadi model konsinyasi berbasis modal sosial yang dapat diterapkan kepada
kelompok etnik lain agar tercipta entrepreneur baru di Medan.
BAB 2. TARGET LUARAN
Target luaran wajib penelitian ini adalah: (1) publikasi artikel ilmiah di
jurnal nasional terakreditasi, (2) laporan kemajuan, dan (3) laporan akhir. Adapun
target luaran tambahan adalah: (1) publikasi hasil penelitian di media massa, dan
(2) Hak Cipta laporan akhir dan artikel ilmiah.
BAB 3. METODE RISET
Fokus penelitian ini adalah mengembangkan model konsinyasi berbasis
modal sosial berdasarkan sistem galeh baparuh orang Minangkabau. Berdasarkan
fokus penelitian tersebut, maka metode penelitian yang digunakan adalah metode
Research and Development (R&D) yang diadaptasi dari Sugiono (2019).
Prosedur riset dan pengembangan dalam kajian ini terdiri dari sembilan langkah,
seperti ditunjukkan pada gambar 1.
2. Analisis data. Teknik analisis data menggunakan analisis data kualitatif yang
diadaptasi dari Miles dan Huberman (1992). Proses analisis data terdiri dari
tiga tahapan. Pertama, reduksi data. Aktivitas reduksi data meliputi meringkas
data, pengkodean, menelusur tema, membuat keterhubungan antardata, dan
membuat partisi. Kedua, penyajian data. Aktivitas penyajian data dilakukan
dengan menyusun informasi secara sistematis. Ketiga, penarikan kesimpulan
dan verifikasi. Verifikasi data memakai teknik trigulasi, yaitu membandingkan
informasi sejenis dari sumber berbeda untuk mendapatkan keabsahan data.
3. Menyusun deskripsi proses galeh baparuh, pengaruh galeh baparuh terhadap
munculnya wirausahawan baru pada orang Minangkabau, dan modal sosial
yang digunakan dalam galeh baparuh.
4. Pengembangan desian model konsinyasi berbasis modal sosial. Desain model
konsinyasi berbasis modal disusun berdasarkan sistem galeh baparuh yang
diterapkan oleh para pedagang Minangkabau.
5. Validasi desain model konsinyasi melalui Focus Group Discussion (FGD).
FGD diselenggarakan secara online pada 5 Agustus 2022. Peserta FGD
berjumlah 15 orang yang berasal dari kalangan akademisi dan para pedagang
Minangkabau, Jawa, Karo, dan Toba. FGD menghasilkan masukan penting
untuk memperbaiki desian model konsinyasi.
6. Revisi model konsinyasi berdasarkan masukan dari para peserta FGD.
7. Validasi model konsinyasi oleh pakar. Adapun pakar yang memvalidasi model
konsinyasi adalah Dr. Erond Litno Damnik, seorang pakar dalam bidang
antropologi ekonomi dan dosen di Jurusan Antropologi Unimed. Validasi pakar
memberikan masukan penting untuk memperbaiki desain model konsinyasi.
8. Revisi model konsinyasi berdasarkan masukan pakar.
9. Publikasi produk model konsinyasi berbasis modal sosial dalam artikel ilmiah,
laporan kemajuan dan laporan akhir PKM.
BAB 4. HASIL YANG DICAPAI
4.1 Proses Galeh Baparuh
Galeh baparuh sebagai sistem konsinyasi sudah lama diterapkan oleh
orang Minangkabau dalam perdagangan tekstil dan pakaian di kota Medan (Pelly,
2013). Sistem itu juga digunakan dalam perdagangan pakaian dan peralatan besi
di Sumatera Barat (Kahn, 2007). Namun, sebagian pedagang Minangkabau di
Medan mengenal sistem galeh baparuh dengan istilah “perdangan bagi hasil”.
Pihak-pihak yang terlibat dalam sistem galeh baparuh adalah induak
samang dan galeh amanah (Pelly, 2013). Induak samang adalah seorang
pedagang Minangkabau yang memiliki toko besar di pasar. Dari wawancara
tanggal 27 Juni 2022, Sofyan menjelaskan bahwa toko milik induak samang
bertindak sebagai grosir yang menjual tekstil, pakaian dan jilbab lebih murah
daripada pedagang kecil. Induak samang mendapat barang dagangan dari
pedagang besar di Padang dan Jakarta. Sementara itu, galeh amanah adalah
pedagang kecil atau seseorang yang baru mulai berdagang. Galeh amanah juga
5
disebut anak samang oleh orang Minangkabau. Galeh amanah terdiri dari: (1)
pemilik kios kecil di pasar, (2) pemilik lapak di kaki lima pasar, dan (3) pedagang
keliling. Mereka memperoleh barang dagangan dari induk samang.
Sistem galeh baparuh dapat berjalan karena adanya hubungan keluarga,
ikatan kekerabatan, kesamaan etnik dan daerah asal di antara induak samang dan
galeh amanah. Dari wawancara tanggal 30 Juni 2022, Guzdizamil menjelaskan
bahwa faktor hubungan keluarga lebih mempermudah proses penitipan barang
dagangan dari induak samang kepada galeh amanah, dibandingkan dengan faktor
kesamaan klan, etnik dan daerah asal. Galeh amanah yang tidak memiliki
hubungan keluarga dengan induak semang harus lebih dahulu menjalin hubungan
baik dengan induak samang. Jika induak samang sudah mengenal galeh amanah
dan percaya kepadanya, barulah galeh amanah dapat mengambil barang dari
induak samang. Proses galeh baparuh dapat dilihat pada gambar 2 di bawah ini.
sudah banyak yang terjual; (2) Galeh amanah membayar setiap bulan sebesar 50
persen dari barang yang diambilnya. Pada bulan berikutnya, galeh amanah
membayar 50 persen sisanya dan dapat mengambil barang lebih banyak lagi; (3)
Galeh amanah melunasi sisa uang muka sebesar 40-50 persen dari barang yang
diambilnya, dan dapat mengambil barang baru dengan panjar 50-60 persen. Jika
induak samang merasa puas atas kejujuran galeh amanah, maka galeh amanah
dapat mengambil barang baru tanpa panjar (D Koto, 2022, wawancara, 4 Juli).
Sistem galeh baparuh sangat membantu galeh amanah untuk memulai
usaha dan menumpuk inventaris dagangannya. Apabila induak samang merasa
puas atas kecakapan dan kejujuran galeh amanah, maka induak samang akan
membantu galeh amanah untuk membuka kios di pasar. Bahkan induak samang
dapat memperkenalkan galeh amanah kepada para pedagang besar dari luar
Medan untuk mendapatkan barang dan kredit dari mereka. Dengan cara ini, galeh
amanah dapat membuka toko di pasar dan menjadi induak samang baru bagi
orang Minangkabau yang hendak mulai berdagang (Pelly, 2013).
Berdasarkan wawancara tanggal 27 Juni 2022, Pak Sofyan menjelaskan
bahwa sistem galeh baparuh telah mengalami perubahan selama pandemi Covid-
19. Induk semang tidak lagi menerapkan pengambilan barang tanpa uang muka.
Mereka meminta galeh amanah untuk membayar panjar sebesar 60-70 persen atau
membayar lunas untuk barang yang diambil. Perubahan ini terjadi karena induak
samang takut mengalami kerugian kalau galeh amanah tidak bisa membayar
akibat menurunnya aktivitas perdagangan selama pandemi Covid-19.
4.2 Galeh Baparuh Menciptakan Entrepreneur Baru
Sistem galeh baparuh membuka peluang terciptanya entrepreneur baru di
kalangan orang Minangkabau karena tidak dibutuhkan modal finansial yang besar
untuk memulai usaha. Entrepreneur diartikan sebagai individu yang memiliki
kemampuan melihat dan menilai kesempatan usaha, memolisasi sumber daya
yang dibutuhkan untuk meraup keuntungan, dan mengambil tindakan yang tepat
agar dapat memastikan kesuksesan (Meredith, Nelsin, dan Neck, 1984).
Berdasarkan wawancara tanggal 4 Juli 2022, Y Tanjung menjelaskan
bahwa seorang induak samang bisa memiliki puluhan galeh amanah. Informan Y
Tanjung adalah seorang induak samang yang memiliki 35 galeh amanah. Ia
memulai usahanya sebagai galeh amanah yang menjajakan tekstil dan pakaian di
kaki lima Pusat Pasar. Barang dagangan itu diperolehnya dari seorang induak
samang yang masih ada hubungan keluarga dengannya. Hanya dalam setahun, Y
Tanjung dapat membuka kios di pasar dengan bantuan induak samang-nya.
Setelah memiliki kios, dia menjadi induak samang untuk beberapa orang
Minangkabau yang baru mulai berdagang. Karena usahanya lancar, dia
diperkenalkan oleh induak samang-nya dengan pengusaha tekstil dan pakaian dari
Padang dan Jakarta. Akhirnya, ia bisa mengambil langsung tekstil dari Padang
dan Jakarta. Setelah itu, ia membuka toko besar di Pusat Pasar dan membantu
banyak orang Minangkabau untuk membuka usaha.
7
4 Lain-lain
Masker merk Duckbill 4 Kotak 50.000 200.000
Hand sanitizer merk Dettol 200 Ml 10 Botol 20.500 205.000
5 org×4
Biaya paket data 20.000 400.000
bln
SUB TOTAL 805.000
TOTAL KESELURUHAN Rp 5.700.000
13
Foto 1
Tim PKM Berdiskusi dengan Dosen
Pendamping untuk Merancang
Kegiatan PKM, 31 Mei 2022
Foto 2
Tim PKM Berdiskusi dengan Dosen
Pendamping Membahas Tata Cara
Seleksi Literatur, 9 Juni 2022
Foto 3
Tim PKM Berdiskusi dengan Dosen
Pendamping Membahas Kemajuan
Kegiatan PKM, Timeline Kegiatan,
Pedoman Wawancara dan Pedoman
Observasi, 16 Juni 2022
35
Foto 4
Tim PKM Berdiskusi dengan Dosen
Pendamping Membahas
Perkembangan Hasil Wawancara
dengan Informan, 6 Juli 2022
Foto 5
Tim PKM Berdiskusi dengan Dosen
Pendamping Membahas Prosedur
Reduksi Data, Display Data,
Penarikan Kesimpulan dan
Verifikasi Data, 20 Juli 2022
Foto 6
Tim PKM Berdiskusi dengan Dosen
Pendamping Membahas
Pengembangan Sistem Galeh
Baparuh Menjadi Model
Konsinyasi Berbasis Modal Sosial,
25 Juli 2022
36
Tahun
No Judul Penulis Penerbit Ringkasan Isi Keterangan
Terbit
1 Urbanisasi dan Adaptasi: Usman Pelly Unimed Press 2013 Buku ini membahas tentang misi budaya kelompok etnik Minangkabau dan Buku karya Usman Pelly ini bisa
Peranan Misi Budaya Mandailing serta pengaruh-pengaruhnya pada praktik-praktik rantau, dijadikan referensi karena buku
Minangkabau dan adaptasi dan hubungan-hubungan mereka dengan daerah asal. Misi budaya tersebut tidak hanya membahas
Mandailing didefinisikan sebagai seperangkat tujuan yang diharapkan dicapai oleh pengaruh misi budaya terhadap
anggota-anggota suatu masyarakat tertentu, yang didasarkan pada nilai-nilai peraktik-praktik rantau orang
dominan dari pandangan dunia masyarakat tersebut. Misi budaya orang Minangkabau di kota Medan,
Minangkabau adalah memfungsikan alam rantau untuk memperkaya dan melainkan juga mendeskripsikan
menguatkan alam Minangkabau. Keputusan orang Minangkabau untuk jenis-jenis pekerjaan yang
merantau ke Medan atau kembali dari perantauan dipengaruhi oleh misi digeluti orang Minangkabau, dan
budaya ini, dan keberhasilan atau kegagalan seorang perantau diukur dengan terdapat juga deskripsi singkat
keberhasilan misi budaya tersebut. Lebih lanjut, buku ini juga membahas tentang proses galeh baparuh
pola pemukiman orang Minangkabau, asosiasi-asosiasi sukarela, pilihan dan yang diterapkan pedagang-
apliasi politik, serta jenis-jenis pekerjaan dan sistem galeh berparuh dalam pedagang Minangkabau di
perdagangan mereka. Medan.
2 Budaya Pasar: Masyarakat Robert W. LP3ES 1999 Kapitalisme Belanda dan Inggris memberikan peluang ekonomi baru bagi Buku ini dapat menjadi referensi
dan Moralitas dalam Hefner masyarakat Minangkabau, di mana wilayah Minangkabau yang penuh karena di dalam buku terdapat
Kapitalisme Asia Baru dengan emas, batu besi, dan sumber daya alam lainnya. Belanda dan Inggris pembahasan mengenai latar
bergantian menguasai Minangkabau dengan sistem ekonomi yang berbeda. belakang jiwa wirausaha orang
Orang Minang yang cinta akan kedamaian dan tidak suka berkonflik Minangkabau. Pembahasan
37
mengikuti segala sistem tersebut dan dari sana dimulai jiwa berwirausaha tersebut dinilai sesuai dengan
orang Minangkabau. Tidak hanya itu saja, perubahan tradisi dan kebiasaan tema PKM-RSH kami, yakni
dari ratusan tahun yang lalu hingga sekarang juga memengaruhi munculnya membantu untuk memahami
tradisi merantau. Pada ratusan tahun yang lalu, dikarenakan Minangkabau mengapa orang Minangkabau
menganut sistem matrilineal, maka para istri yang bekerja dan memenuhi memiliki jiwa berwirausaha.
kebutuhan rumah tangga, sedangkan peran suami adalah mengurusi anak- Pembahasan tentang faktor yang
anak dari saudara perempuannya. Perubahan besar terjadi di mana peran mendorong orang Minangkabau
keduanya harus seimbang, suami juga harus turut memenuhi kebutuhan istri merantau dalam buku ini dapat
dan anak-anaknya meskipun sistemnya adalah matrilineal. Ditambah lagi dijadikan sebagai pembanding
dengan anggapan suami tidak boleh berlama-lama di dalam rumah bagi buku Usman Pelly yang juga
dikarenakan rumah itu adalah milik istri, maka para suami Minangkabau membahas alasan-alasan orang
merantau untuk mencari pekerjaan hingga mapan lalu membawa istri dan Minangkabau merantau ke
anak-anak ke kota perantauan. Medan.
3 Minangkabau Social Joel S. Kahn Cambridge 2007 Orang Minangkabau banyak berperan sebagai migran atau melakukan Buku karya Joel S. Kahn ini bisa
Formations: Indonesian University perantauan ke kota-kota besar, kebanyakan yang merantau adalah anak-anak menjadi referensi untuk PKM-
Peasents and the World Press muda dan ketika mereka berusia tua maka mereka kembali ke kampung RSH kami, karena buku tersebut
Economy halaman untuk berhenti kerja/pensiun. Kebanyakan pendatang Minangkabau tidak hanya membahas formasi
dalam mempertahankan hidupnya bekerja sebagai pedagang kecil-kecilan, sosial orang Minangkabau di
atau membuka warung nasi khas makanan Minangkabau yang disajikan pedesaan Sumatera Barat, tetapi
panas dan pedas. Sesama orang Minangkabau biasanya sangat kuat dalam juga mengulas bagaimana
mempertahankan tali persaudaraan, sekedar untuk mempertahankan identitas praktek-praktek konsinyasi yang
sosial atau bahkan dimintai tolong. Terlihat dari pada perantau-perantau diterapkan para pedagang
muda yang menitipkan anak-anak dan istrinya ke kerabat atau orang desa Minangkabau di pedesaan.
terdekat. Uniknya dalam relasi Minangkabau terkenal dengan istilah Pembahasan mengenai praktek
konsinyasi dimana sesama para pedagang yakni pedagang ahli dan pedagang konsinyasi di pedesaan Sumatera
baru, pedagang ahli yang memiliki grosir akan menjual grosirnya ke Barat dapat menjadi informasi
pedagang keliling dengan tawaran setengah harga pasar. Uang bisa diberikan bagi PKM-RSH kami, sekaligus
bahkan apabila seluruh barang sudah habis terjual, kegiatan ini diperlukan sebagai pembanding dengan
kepercayaan antar para pedagang Minangkabau. Hal berbeda degan seorang praktek konsinyasi orang
pedagang besi, dan ahli besi yang mana pedagang besi akan memberitahukan Minangkabau di perkotaan,
secara spesifik mengenai keadaan pasar, dan juga angka peminatan produk terutama di Medan.
untuk dikelola oleh ahli besi. Apabila kondisi pasar stabil, harga stabil, angka
minat tinggi terutama di bulan puasa maka kegiatan produksi juga lancar.
Tetapi apabila hal sebaliknya terjadi, pedagang besi bisa membayar kurang
dari 50% harga pasar kepada produsen, dan juga bisa mengambil proporsi
yang lebih besar; hal ini dikarenakan adanya kegiatan konsinyasi tersebut.
4 Identitas dan Kebanggaan Amin Nurdin Hipius 2020 Buku ini membahas tentang peran perkumpulan Sulit Air Sepakat (SAS) Buku ini tidak bisa dijadikan
menjadi Orang dan Ahmad (Himpunan dalam melestarikan identitas dan kebanggaan pada keminangannya. Buku sebagai referensi, karena
Minangkabau: Rido Peminat ini menyimpulkan bahwa SAS adalah satu di antara organisasi perantau pembahasan di dalam buku tidak
Pengalaman Perantau Ilmu-ilmu masyarakat Minangkabau yang terus berkembang. Tidak hanya di dalam ada yang sesuai dengan tema
Minang Asal Nagari Ushuluddin) negeri, cabang organisasi ini juga sudah di luar negeri, seperti: Malaysia, PKM-RSH kami.
Sulit Air Melbourne, Sydney, dan lainnya. Tentunya, keberadaan SAS dan Ikatan
Pemuda Pelajar Sulit Air (IPPSA), menjadi wadah yang sangat penting
dalam proses pembentukan identitas dan kebanggaan menjadi orang
Minagkabau; menjadi orang Sulit Air. Pada titik ini, buku karya Nurdin dan
Rido menekankan bahwa: (1) SAS dan IPPSA merupakan wadah yang
38
atas.
14 Memahami Thomas Saga Buku ini membahas tentang konsep modal sosial dan bagaimana konsep Buku ini dapat diguanakn sebagai
Modal Sosial Santoso Jawadwipa modal sosial ini dapat diaplikasikan dalam upaya percepatan peningkatan referensi karena PKM-RSH kami
keberdayaan masyarakat sebagai salah satu langkah penting untuk mencapai membutuhkan pemahaman
keberhasilan pembangunan di bidang ekonomi. Prinsip dasar dari modal tentang konsep modal sosial agar
sosial dalam buku ini adalah bahwa hanya kelompok-kelompok masyarakat bisa menjadi alat analisis dalam
yang memiliki seperangkat nilai sosial dan budaya yang menghargai mengulas modal sosial yang
pentingnya kerjasama yang dapat maju dan berkembang dengan kekuatan digunakan pedagang
sendiri. Minangkabau dalam sistem galeh
baparuh.
42
dan berwirausaha akan menghadapi beberapa kesulitan. Dalam Minangkabau penting diketahui
berwirausaha dan merantau butuh adanya kemampuan karena PKM-RSH kami hendak
resiliensi. Penelitian ini melibatkan 296 wirausahawan mengeksplorasi galeh baparuh,
perantau Minangkabau yang bertempat tinggal di Medan. suatu sistem perdagangan orang
Skala yang digunakan dalam penelitian ialah adaptasi dari Minangkabau. Jadi artikel ini dan
Resiliency Quotient Test (RQ test). Hasil penelitian PKM-RSH kami saling berkaitan.
menunjukkan mayoritas perantau Minangkabau yang
berwirausaha memiliki resiliensi yang tergolong tinggi. Tidak
ada perantau Minangkabau yang berwirausaha memiliki
resiliensi yang tergolong rendah.
3 Sistem Pewarisan dalam Ulfa Sundari Premise Law Vol. 1, No. 1 (2018) Artikel ini mengkaji tentang sistem pewarisan dalam Artikel ini tidak bisa menjadi
Perkawinan Antara Suku Jurnal perkawinan antara orang Batak dan orang Minangkabau. referensi karena pembahasannya
Batak dan Suku Metode yang digunakan adalah metode deskriptif analitik. berbeda dengan tujuan PKM-
Minangkabau (Studi di Artikel ini menunjukkan bahwa peruntukan harta warisan dari RSH kami.
Kota Medan) orang tua kepada anaknya akan berubah. Peruntukan harta
warisan dalam masyarakat yang menganut sistem patrilineal
telah berubah di mana pembagian harta warisan dalam
perkawinan campuran masyarakat patrilineal biasanya
menggunakan sistem pewarisan perorangan menurut hukum
adat, walaupun ada juga yang menggunakan sistem pewarisan
berdasarkan hukum islam. Pembagian harta warisan dalam
masyarakat yang menganut sistem matrilineal, meskipun
pihak-pihak yang bersangkutan berasal dari sistem
kekerabatan matrilineal, ketika terjadi perkawinan silang,
sistem kekerabatan tidak digunakan. Pembagian harta warisan
dilakukan menurut kesepakatan para ahli waris sebagaimana
yang dipraktikkan dalam sistem patrilineal. Sistem ini juga
mengalami perubahan dalam sistem pembagian warisan yang
dilakukan baik menurut kesepakatan bersama maupun
menurut syariat Islam.
4 Islam dan Modal Sosial Jufri Naldo Jurnal Vol. 13, No. 2 Islam memiliki landasan yang kuat terhadap kontrak sosial dan Artikel ini tidak bisa menjadi
Orang Minangkabau di Penelitian (2019) norma yang telah disepakati umatnya. Orang Minangkabau di referensi karena pembahasannya
Perantauan perantauan berusaha mengoptimalkan wujud nyata dari ajaran berbeda dengan tujuan PKM-
Islam tersebut. Sehingga Islam sangat berpengaruh dan RSH kami.
mewarnai modal sosial mereka. Hal ini terlihat ketika
organisasi-organisasi kelompok etnis Minangkabau yang
terbentuk di perantauan tidak hanya menafsirkan ajaran Islam
hanya sebatas pada ibadah rutinitas biasa, akan tetapi Islam
telah ikut serta dalam dialektika kapital sosial organisasi yang
pada gilirannya mengarahkan kegiatan komunitas etnis itu
kepada gerakan-gerakan sosial yang produktif dan positif
untuk membangun kehidupan masyarakat yang ideal. Dalam
pandangan orang Minangkabau, Islam tidak hanya sebagai
referensi perilaku sosial dalam kehidupan bermasyarakat.
Islam juga merupakan salah satu identitas etnis. Dalam
perspektif antropologis, antara Islam dengan orang
44
kontribusi terhadap PDRB Sumbar. Metodologi yang informasi dalam menelaah peran
digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. perempuan Minangkabau dalam
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa kehadiran perempuan perdagangan di kota Medan.
pedagang di desa merupakan lahirnya jiwa inkubator
kewirausahaan bagi generasi penerus. Keterlibatan perempuan
pedagang di pasar nagari terlepas dari masalah ekonomi dan
sosial. Pelibatan perempuan pedagang untuk
memperdagangkan tanaman tua yang merupakan salah satu
sektor penyumbang pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat.
Selain sub-perkebunan lainnya seperti kelapa sawit, karet,
gambir dan lain sebagainya. Kondisi ini secara tidak langsung
memberikan nilai pajak tidak langsung terhadap peningkatan
PDRB Sumbar.
13 The Use of Minangkabau Meisuri dan Budapest Vol. 2, No. 4 (2019) Artikel ini bertujuan untuk mengetahui gambaran utuh Artikel ini tidak bisa menjadi
Proverbs of Contrast Syamsul International kearifan lokal tentang penggunaan peribahasa Minangkabau referensi karena pembahasannya
Meanings by Minangkabau Bahri Research and yang memiliki makna kontras oleh masyarakat Minangkabau berbeda dengan tujuan PKM-
Society in Medan Critics in di Medan Sumatera Utara, Indonesia. Metode yang digunakan RSH kami.
Linguistics and adalah metode deskriptif kualitatif, dengan melakukan
Education wawancara serta penyebaran kuesioner tentang peribahasa
Journal (Birle yang diberikan kepada total 60 responden dari berbagai
Journal) wilayah masyarakat Minangkabau, yaitu Kota Matsum I, II, III
dan IV. Artikel ini menunjukkan bahwa meskipun ada bukti
kuat tentang filosofi nilai-nilai budaya dan keterbukaan
terhadap modernisasi, orang-orang ini secara konsisten
menggunakan peribahasa makna yang kontras dalam konteks
percakapan mereka yang hampir berbeda. Hal ini juga
menekankan bahwa penggunaan bahasa Minangkabau sebagai
bahasa daerah, telah memberikan kontribusi dalam bidang
studi bahasa dan sastra, khususnya di bidang peribahasa etnis
yang dapat memperkaya khasanah bahasa Indonesia, sebagai
bahasa nasional.
14 Strategi Komunikasi E. Arif Jurnal Vol. 10, No. 1 Artikel ini bertujuan untuk: (1) menganalisis perbedaan Artikel ini dapat menjadi
Pedagang Kaki Lima Komunikasi (2012) strategi komunikasi pedagang eceran suku Minangkabau referensi dan sekaligus
Perantau Minangkabau dan Pembangunan dengan penduduk asli di pasar Jatibarang, (2) menganalisis pembanding untuk mengungkap
Penduduk Asli hubungan strategi komunikasi pedagang eceran suku asli bagaimana strategi komunikasi
Minangkabau dengan persepsi pembeli mengenai pemahaman, pedagang Minangkabau di kota
motivasi dan daya tarik membeli, (3) merumuskan strategi Medan.
komunikasi yang efektif bagi pedagang eceran yang berasal
dari pasar Jatibarang. Metode penelitian yang digunakan
adalah deskriptif data dan analisis korelasi dengan program
SPSS versi 12.00. Uji statistik menggunakan Rank Spearman
untuk melihat hubungan antara uji dan variabel. T-Test
digunakan untuk melihat perbedaan antara dua merchant.
Jumlah responden sebanyak 60 orang pembeli. Hasil
penelitian menunjukkan: (1) strategi komunikasi pedagang
eceran yang berasal dari etnis Minangkabau menggunakan
48
verbal dan non verbal, begitu juga dengan penduduk asli; (2)
secara lisan, tidak ada perbedaan antara pedagang eceran yang
berasal dari etnis Minang dan pribumi. Namun secara non
verbal terdapat perbedaan; (3) Pembeli memiliki persepsi yang
rendah dalam pemahaman terhadap pedagang eceran yang
berasal dari etnis minang, daya tarik yang tinggi serta motivasi
untuk membeli yang tinggi. Sedangkan pedagang pribumi,
pembeli juga rendah pemahamannya, rata-rata dalam daya
tarik dan motivasi belinya tinggi; (4) Strategi komunikasi
verbal pada pedagang eceran yang berasal dari etnis Minang
memiliki hubungan dengan pemahaman, motivasi dan daya
tarik untuk membeli. Secara non verbal hanya berkaitan
dengan pemahaman. Sedangkan pada pedagang eceran yang
berasal dari pribumi, secara verbal berhubungan dengan
pengertian dan secara non verbal dengan daya tarik dan
pengertian; (5) Strategi komunikasi yang efektif untuk
pedagang eceran yang berasal dari pasar Jatibarang adalah
dengan alamat verbal dan lewat, sedangkan dengan senyum
non verbal, posisi tubuh dan tampilan produk.
15 Pelaksanaan Pembagian Huma Sarah, JUNCTO: Vol. 3, No. 1 (2021) Indonesia memiliki adat yang beragam, salah satunya adalah Artikel ini tidak bisa menjadi
Harta Warisan Berdasarkan Zaini Jurnal Ilmiah suku Minangkabau. Banyak masyarakat suku minang pergi referensi karena pembahasannya
Hukum Adat Pada Munawir dan Hukum merantau ke kota-kota besar yang bertujuan untuk merubah berbeda dengan tujuan PKM-
Masyarakat Suku Sri Hidayani nasib. Adat Masyarakat suku Minangkabau diatur menurut RSH kami.
Minangkabau di Kota tertib hukum ibu (matrilineal). Seiring berjalannya waktu adat
Matsum II Medan tersebut mengalami pergeseran terutama dalam hal pembagian
harta warisan khususnya masyarakat Bukit Tinggi, Sumatera
Barat yang merantau atau meninggalkan kampung halamannya
ke Kota Matsum II yang mana masyarakatnya memiliki
penduduk 80% dihuni oleh masyarakat suku Minang. Hal ini
menimbulkan ketertarikan penulis untuk mengetahui apa yang
menjadi penyebab adanya pergeseran adat tersebut terjadi.
Metode penelitian yang dilakukan adalah dengan cara datang
langsung kelapangan dan melakukan wawancara dengan
mengambil sempel berjumlah 10 orang, sampel tersebut
dipilih secara acak dengan kriteria masyarakat yang bersuku
Minangkabau. Berdasarkan hasil penelitian penulis yang
dilakukan di Kelurahan Kota Matsum II, Kecamatan Medan
Area sejatinya 90% tidak lagi menggunakan sistem waris adat
dalam pembagian harta warisan. Adapun faktor penyebab
terjadinya perubahan sistem pembagian harta warisan tersebut
adalah dikarenakan perpindahan masyarakat suku
Minangkabau yang memiliki harta berdasarkan hasil
pencaharian bersama suami dan istri selama di perantauan
sehingga masyarakat suku minangkabau lebih memilih
pembagian harta warisan berdasarkan ketentuan hukum Islam.
49
16 Kearifan Lokal Sosial Erni Hastuti, Proceeding Vol. 5, (2013) Pengidentifikasian kearifan lokal masyarakat Minang dapat Artikel ini tidak bisa menjadi
Budaya Masyarakat Defi Julianti, PESAT dijadikan sebagai contoh untuk mempertahankan berbagai referensi karena pembahasannya
Minang Pedagang Rantau Donny (Psikologi, karakteristikdari masyarakat perantau khususnya bermata berbeda dengan tujuan PKM-
di Jakarta Erlangga, dan Ekonomi, pencarian berdagang. Kearifan lokal masyarakat Minang harus RSH kami.
Teddy Oswari Sastra, diperkuat guna penyelesaian permasalahan dalam sistem
Arsitektur & kemasyarakatan dalam menghadapi isu global dan sekaligus
Teknik Sipil) mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi keberlangsungan
masyarakat lokal. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji
dimensi sosial budaya dari kearifan lokal masyarakat Minang
pedagang rantau di DKI Jakarta, mengetahui jenis-jenis
kearifan lokal sosial budaya yang dapat dipertahankan
masyarakat minang pedagang rantau di DKI Jakarta dan
faktor-faktor apa saja yang mungkin menggeser atau
meningkatkan kearifan lokal social budaya masyarakat minang
pedagang rantau dari kebiasaan normatif menjadi formal.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif
kualitatif, dengan melakukan survey dan Focussed Group
Discussion (FGD) guna mendokumen-tasikan, merekam,
memvisualisasikan dan menyebarluaskan secara digital
dengan menghasilkan produk teknologi informasi e-book bagi
masyarakat Minang pedagang rantau pada khususnya dan
masyarakat Indonesia pada umumnya.
17 Language Attitude and Deliana, Bahasa dan Vol. 45, No. 1 Penelitian ini bertujuan untuk mengamati sikap dan pemilihan Artikel ini tidak bisa menjadi
Choice by Minangkabau Rohani Ganie Seni: Jurnal (2017) bahasa masyarakat Minangkabau yang berdomisili di kota referensi karena pembahasannya
Community: A dan Nilzamy Bahasa, Sastra, Medan. Sikap bahasa mengarah pada sikap positif dan sikap berbeda dengan tujuan PKM-
Sociolinguistic Study in Raswiy Seni, dan negatif. Pemilihan bahasa mengarah pada bahasa Indonesia, RSH kami.
Medan Pengajarannya bahasa Minangkabau, dan bahasa lainnya. Penelitian ini
dilaksanakan di dua kecamatan yang meliputi empat kelurahan
di kota Medan. Data penelitian ini adalah 400 lembar
kuesioner yang berisikan 11 pertanyaan mengarah pada sikap
bahasa dan 18 pertanyaan mengarah pada pemilihan bahasa.
Data yang terkumpul dianalisis dengan Likert Scale untuk
sikap bahasa dan analisis ranah untuk pemilihan bahasa. Hasil
dari sikap bahasa adalah positif tetapi untuk pemilihan bahasa,
responden cenderung menggunakan bahasa Indonesia pada
ranah rumah, teman, tempat, dan media.
18 Eksistensi Pedagang Etnis Nofia Noor Jurnal Online Vol. 7, No. 2 (2020) Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana Meskipun artikel ini mengkaji
Minangkabau di Husanah dan Mahasiswa upaya pengembangan yang dilakukan pedagang sate etnis pedagang sate dari etnik
Perantauan (Studi pada Achmad (JOM) Bidang Minangkabau di Pekanbaru dan untuk mengetahui hambatan Minangkabau di Pekanbaru,
Pedagang Sate Padang di Hidir Ilmu Sosial dan dan faktor pendorong yang dilakukan pedagang sate tersebut tetapi artikel tersebut dapat
Jalan Delima Kota Ilmu Politik untuk mempertahankan eksistensinya. Teori yang digunakan menambah informasi dan
Pekanbaru) yaitu teori strategi dari Pierre Bourdieu. Hasil dari penelitian sekaligus sebagai pembanding
yang dilakukan ini yaitu informan melakukan upaya untuk mengungkap strategi
pengembangan usahanya dengan menggunakan beberapa pedagang Minangkabau di kota
strategi seperti melakukan penghematan dengan cara Medan.
menyisihkan sebagian uangnya dengan menabung,
50
Entrepreneurial Culture of Eri Besra pembelajaran kewirausahaan berbasis budaya informal suatu berwirausaha orang Minangkabau
Minangkabau masyarakat. Sebagai konteks penelitian, penelitian ini terbentuk dari nilai-nilai yang
Tribe in West Sumatra menggunakan suku Minangkabau yang menikmati dukungan dipersepsikan, dimensi budaya
Indonesia sosial yang mendukung dan di mana budaya berwirausaha dan sistem kekerabatan.
secara alami diterima oleh sebagian besar anggota suku
sebagai bagian dari cara hidup mereka. Makalah ini
mempertimbangkan dan berpendapat bahwa nilai yang
dirasakan, dimensi budaya, sistem kekerabatan dan 'merantau'
– pembelajaran kewirausahaan berbasis budaya informal suku
telah membawa dampak positif langsung dan/atau tidak
langsung terhadap penciptaan budaya kewirausahaan di dalam
suku. Sebagai landasan, pendekatan dan analisis kualitatif
dalam bentuk deskriptif-reflektif observatorium digunakan
untuk menganalisis topik, yang selanjutnya disajikan secara
naratif dan deskriptif. Hasil makalah telah menunjukkan
kemungkinan model bagaimana persepsi nilai, dimensi
budaya, sistem kekerabatan dan pembelajaran kewirausahaan
berbasis budaya informal dapat melakukan budaya
kewirausahaan suatu masyarakat, yang dianggap sebagai
kontribusi signifikan dalam penelitian terkait dengan budaya
dan kewiraswastaan.
32 The Minang Entrepreneur Primajati Procedia - Vol. 211 (2015) Budaya Minang berbeda dengan budaya lain, di mana budaya Artikel ini dapat menjadi
Characteristic Candra Social and ini memiliki unsur migrasi yang menjadi ciri khasnya. referensi karena menyajikan
Hastuti, Behavioral Penelitian ini menggunakan pendekatan analisis kualitatif informasi tentang peran karakter
Armanu Sciences untuk mengungkap peran karakter pengusaha Minang dalam pengusaha Minangkabau dalam
Thoyib, Eka mengelola usahanya di bidang rumah makan Padang. Budaya mengelola usaha mereka.
Afnan Troena Minang dengan banyak kata bijak mampu memberikan warna
dan Margono dalam ciri wirausaha Minang. Berdasarkan penelitian, mereka
Setiawan diidentifikasi memiliki karakteristik percaya diri, pekerja
keras, perhitungan cermat/ekonomis, kemandirian, ketekunan,
kontribusi pada keluarga, konsistensi, kecerdikan, fleksibilitas,
keberanian menghadapi tantangan bisnis. Karakteristik ini
berkontribusi pada keberhasilan kewirausahaan etnis Minang
di lokasi migrasi yang ditargetkan.
33 Analisis dan Perancangan Pujianto Jurnal Vol. 12, No. 2 Pada sebuah bisnis terdapat 3 (tiga) metode pembelian dan Artikel ini tidak bisa menjadi
Sistem Informasi Informatika (2012) penjualan yaitu sistem pembelian/penjualan tunai, kridit dan referensi karena pembahasannya
Penjualan Buku dengan konsinyasi. Pada sistem penjualan buku umumnya masih berbeda dengan tujuan PKM-
Konsinyasi Berbasis menggunakan sistem pembelian/penjualan tunai dan kridit. RSH kami.
Client/Server Hal ini akan menjadi kendala bisnis bila saat suplier
ingin menitipkan buku pada toko tersebut untuk dijual.
Metode titip jual atau sering disebut dengan konsinyasi
menjadi salah satu tren model pembelian atau penjualan. Hal
ini memerlukan solusi agar tidak terjadi permasalahan yang
berulang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode modified waterfall yang dikembangkan oleh Winston
Royce. Pada metode ini peneliti melakukan studi dan
57
Kecamatan Tondano Marsa, dan warung, emosional antara keduanya, hubungan bisnis, watak, konsinyasi, dan hubungan antara
Selatan, Provinsi Sulawesi Mardiati nilai budaya, dan lain sebagainya.Pendekatan penelitian yang konsinyor dengan konsinyi.
Utara Etika Putri digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan penelitian
kualitatif. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini
dilakukan dengan wawancara mendalam dan observasi. Jenis
data dalam penelitian ini yaitu: Data primer dan Data
Sekunder. Teknik analisis data dalam penelitian ini
menggunakan teknik analisis data Miles dan Hubermen,
meliputi reduksi data (data reduction), penyajian data (data
display) serta Penarikan kesimpulan dan verifikasi (conclusion
drawing/verification). Hasil penelitian ini menunjukkan
adanya 7 pola interaksi antara pedagang konsinyasi dengan
pemilik warung, yaitu: membuat kesepakatan bisnis yang
saling menguntungkan, kerjasama atas dasar saling percaya,
saling memahami watak masing-masing, menghargai budaya
yang berbeda, perselisihan karena melanggar kesepakatan,
tidak adanya keterbukaan, dan konflik kepentingan.
43 Penjualan Konsinyasi Pada Jalaluddin Jurnal Vol. 6, No. 2 (2020) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah penjualan Artikel ini dapat menjadi
Usaha Mikro, Kecil dan Perspektif konsinyasi sesuai perspektif Ekonomi Islam pada Usaha referensi karena menyajikan
Menengah di Kota Ekonomi Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Lhokseumawe-Aceh. informasi tentang pengertian
Lhokseumawe Menurut Darussalam Adapun jenis penelitian ini menggunakan penelitian studi konsinyasi, keuntungan dan
Perspektif Ekonomi Islam lapangan dengan pendekatan kualitatif deskriptif. Teknik kerungian sistem konsinyasi,
pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, serta hak dan kewajiban
wawancara dan dokumentasi. Berdasarkan hasil penelitian konsinyor dan konsinyi.
diperoleh kesimpulan bahwa penjualan konsinyasi pada
UMKM Lhokseumawe-Aceh merupakan bentuk penerapan
dari akad wakālah bil ujrah. Akan tetapi dalam pelaksanaan
penjualan tersebut belum sepenuhnya sempurna sesuai dengan
syariat Islam. Di mana dalam praktik pelaksanaannya terdapat
tindakan wanprestasi yang dilakukan oleh pihak komisioner
kepada pihak penitip berupa penundaan pembayaran hasil
penjualan dari waktu yang telah disepakati dalam akad.
44 Modal Sosial Pedagang Dini Gusana Jurnal Vol. 5, No. 2 (2021) Penelitian ini dilatar belakangi oleh adanya kebertahanan Artikel ini dapat menjadi
Durian Kelurahan Limau Putri dan Pendidikan pedagang dan petani durian dalam perdagangan. Dalam proses referensi karena menyajikan
Manis Selatan Kecamatan Ikhwan Tmbusai jual beli durian ini melibatkan antara petani durian dengan informasi tentang modal sosial
Pauh Kota Padang pedagang yang biasa disebut sebagai toke yang berjumlah 4 yang digunakan etnik
orang sebagai toke lapangan yang masing-masing petani sudah Minangkabau dalam berdagang.
mempunyai tokenya masing-masing dan tidak diperbolehkan
atau tidak adanya kebebasan petani menjual hasil ladangnya
kepada toke yang berbeda. Teori yang relevan peneliti
gunakan dalam penelitian ini adalah teori modal sosial (social
capital) oleh Robert Putman. Menurut Putman bahwa modal
sosial merupakan serangkaian nilai-nilai atau norma-norma
informal yang dimiliki bersama diantara para anggota suatu
kelompok masyarakat yang memungkinkan terjalinnya
kerjasama diantara mereka, sebagai ciri-ciri organisasi sosial
62
Foto 1
Wawancara dengan Informan
Sofyan, 23 Juni 2022
Foto 2
Wawancara dengan Informan
Ermalina, 27 Juni 2022
Foto 3
Wawancara dengan Informan
Guzdizamil, 30 Juni 2022
66
Foto 4
Wawancara dengan Informan
Nanda, 30 Juni 2022
Foto 5
Wawancara dengan Informan
Novriadi Sikumbang, 4 Juli 2022
Foto 6
Wawancara dengan Informan Iwan
Koto, 4 Juli 2022
Foto 7
Wawancara dengan Informan
Zulkarnaen Koto, 4 Juli 2022
67
Foto 8
Wawancara dengan Informan
Dona Koto, 4 Juli 2022
Foto 9
Wawancara dengan Informan
Yusrizal Tanjung, 4 Juli 2022
Foto 10
Wawancara dengan Informan H.
Syaf, 8 Juli 2022
Foto 11
Wawancara dengan Informan
Ulfaran, 8 Juli 2022
68
Foto 12
Wawancara dengan Informan
Hendrizal, 14 Juli 2022
Foto 13
Wawancara dengan Informan
Abdul Aziz, 14 Juli 2022
69
C. Catatan Observasi
1. Tempat berdagang
2. Barang dagangan
PEDOMAN WAWANCARA
A. Jadwal Wawancara
1. Hari dan tanggal :
2. Waktu mulai dan selesai :
3. Lokasi wawancara :
B. Identitas Informan
1. Nama :
2. Jenis kelamin :
3. Usia :
4. Pekerjaan :
5. Pendidikan terakhir :
6. Alamat :
berdagang?
YT : Sangat membantu. Saya contohnya dan 35 anak samang saya. Kalau
tidak ada dagang bagi hasil, kami tidak bisa punya usaha.
Tim : Apakah di keluarga Bapak ada yang baru bisa mulai berdagang karena
galeh baparuh?
YT : Abang ipar saya, saya, adik saya, keponakan saya. Ada banyaklah.
Tim : Sepengetahuan Bapak, seberapa banyak orang Minangkabau di
lingkungan tempat tinggal Bapak yang berdagang karena adanya
galeh baparuh?
YT : Pastinya saya tidak tau. Tapi, anak samang saya semuanya orang
Minang dan beberapa tinggal di dekat rumah saya.
Tim : Apakah keinginan Bapak untuk berdagang terinspirasi dari orang tua,
keluarga dekat atau teman?
YT : Dari abang ipar saya.
Tim : Bagaimana kiat atau cara Bapak hingga bisa sukses dalam berdagang?
YT : Bekerja keras, jujur dan tidak boros.
Tim : Bagaimana tanggapan Bapak terhadap “rumor” yang menyatakan
bahwa orang Minang itu pintar berdagang?
YT : Orang Minang itu memang pintar berdagang. Sudah dari dulu.
Tim : Apakah keinginan Bapak untuk berdagang dipengaruhi karena banyak
orang Minang yang berprofesi sebagai pedagang?
YT : Ya, benar.
Tim : Apakah berdagang dalam orang Minang dipengaruhi oleh budaya?
YT : Ya, selain jualan pakaian, kami jugakan terkenal dengan pedagang
masakan. Buktinya itu rumah makan Padang ada di mana-mana.
Tim : Motivasi apakah yang sering Bapak berikan kepada anak-anak dan
keluarga dekat agar mau ikut berdagang dan menjadi usahawan
sukses?
YT : Contohlah ayah mu nak, bekerja keras untuk bisa punya toko grosir di
Pajak Sentral.
Tim : Apakah anak samang yang menjual barang dagangan Bapak masih
memiliki hubungan keluarga dengan Bapak?
YT : Ada yang masih keluarga. kalau masih ada ikatan keluarga, sulit untuk
menolaknya menjadi anak samang. Di satu sisi ada rasa empati dan
pingin lihat keluarga kita sukses semuanya. Tapi, kalau beberapa kali
dia ketahuan tidak jujur, tidak terpat waktu menyetor, ya tidak saya
kasi lagi ambil barang dagangan baru.
Tim : Apakah keluarga dari kampung asal atau keluarga yang ada di Medan?
YT : Ada keluarga dari Padang. Ada juga dari Medan.
Tim : Apakah teman satu kampung Bapak juga menjadi anak samang yang
menjual barang dagangan Bapak?
YT : Kalau teman satu kampung, saya lihat dulu, dia bisa dipercaya atau
tidak. Kalau dia jujur, terbuka dan toleran, ya saya kasi.
Tim : Bisakah orang dari luar etnik Minangkabau bisa menjadi anak samang
yang menjual barang dagangan Bapak?
YT : Bisa, kalau dia langganan tetap, jujur, terbuka dan toleran.
Tim : Mengapa Bapak mempercayai anak samang untuk menjual barang
dagangan Bapak?
79
Tim : Ada berapa anak samang yang menjual barang dagangan Bapak
sekarang?
S : Ada sekitar 18 orang yang ambil pakaian ke toko saya. Ada yang
ambil setiap minggu. Ada yang dua mingu sekali. Ada juga yang per
bulan. Tergantung merekalah.
Tim : Apakah Bapak yang mencari anak samang atau anak samang yang
mencari Bapak agar dapat menjual barang dagangan milik Bapak?
S : Ya, merekalah yang cari saya. Kan mereka yang butuh barang kalau
mau jualan. Yang jadi anak samang saya, ada yang masih saudara.
Ada juga yang satu marga sama saya, tapi udah kenal dekat. Ada juga
yang satu kampung asal sama saya, tapi udah kenal dekatlah. Kalau
enggak kenal dekat, ya enggak bisa dipercaya kalau mau ambil barang
tanpa uang panjar. Kalau belum kenal dekat, mereka saya minta uang
panjar 50 sampai 60 persen dari total harga barang yang dia ambil.
Baru, kalau sudah laku, dia bayar kekuarannya. Tapi, kalau dia sudah
10 sampai 15 kali ambil barang dan enggak susah bayarnya, biasanya
saya kasi ambil barang tanpa uang panjar.
Tim : Ketika anak semang Bapak hendak membuka toko atau lapak di pasar,
apakah Bapak ikut membantu mencarikan lokasi dan membiayai
pembukaan toko atau lapaknya?
S : Saya bantu lihat-lihat orangnya. Kalau orangnya bisa dipercaya, saya
bantu carikan lokasi kios atau toko yang bagus dan strategis
tempatnya. Kalau bantu uang, ya enggak banyak. Tapi, kita lihat dulu,
orang yang dibantu itu punya uang apa enggak untuk buka kios atau
toko. Kalau dia enggak punya modal, kan enggak mungkin kita bayari
semua modalnya. Ya, lihat-lihat orangnya lah, punya uang apa enggak,
jujur apa enggak, trus bagus apa enggak dia jualannya.
Tim : Barang dagangan apa saja yang Bapak titipkan ke anak samang?
S : Bakal baju, kemeja, kaos, celana, pakaian sekolah, sama pakaian
muslim.
Tim : Apakah Bapak membeli barang dagangan langsung dari pabrik atau
melalui distributor?
S : Saya ambil barang dari pedagang besar di Tanah Abang, Jakarta. Tapi,
ada juga dari Padang.
Tim : Apakah Bapak memperoleh barang dagangan dari sesama pedagang
Minang atau pedagang dari etnik lain?
S : Kalau ambil bakal baju dari orang Cina. Kalau kemeja, kaos, celana,
pakaian sekolah dan pakaian muslim dari orang Minang.
Tim : Apakah Bapak langsung membayar barang dagangan yang dibeli atau
baru dibayar setelah barang dagangan laku terjual?
S : Kalau sama orang Cina, saya bayar panjar. Tapi kalau ambil barang
dari sesama orang Minang, saya bayarnya belakangan, kalau sudah
laku.
Tim : Berapa persen kira-kira Bapak mendapat keuntungan dari barang
dagangan yang dititipkan ke anak samang?
S : Lihat jenis barang yang dia ambil. Kalau bakal baju, saya naikkan
harganya 20 persen dari harga beli. Kalau kemeja, kaos, pakaian
sekolah dan pakaian muslim, saya naikkan harganya 30 sampai 50
81
galeh baparuh?
S : Saya sendiri, adik saya sama keponakan-keponakan saya.
Tim : Sepengetahuan Bapak, seberapa banyak orang Minangkabau di
lingkungan tempat tinggal Bapak yang berdagang karena adanya
galeh baparuh?
S : Kalau itu saya enggak tau. Tapi, rata-rata yang enggak punya modal,
ya ambil barang dulu, lalu dijual, setelah itu disetor. Kita tinggal ambil
keuntungan saja dari setiap barang yang terjual.
Tim : Apakah keinginan Bapak untuk berdagang terinspirasi dari orang tua,
keluarga dekat atau teman?
S : Ya dari keluarga. Ya, dari teman dekat juga.
Tim : Bagaimana kiat atau cara Bapak hingga bisa sukses dalam berdagang?
S : Yang pertama harus jujur. Kedua, bekerja keras, pantang menyerah.
Ketiga, harus punya perhitungan. Barang ini kalau dijual, laku atau
tidak, bisa dijual banyak atau tidak. Keempat, jangan gunakan modal
untuk keperluan yang lain. Kita cukup ambil keuntungan untuk
kebutuhan sehari-hari. Keuntungan bisa diputar lagi untuk modal, biar
keuntungan berlimpat ganda.
Tim : Bagaimana tanggapan Bapak terhadap “rumor” yang menyatakan
bahwa orang Minang itu pintar berdagang?
S : Kami punya pepatah, elok jadi kapalo samuik, daripado jadi ikua
gajah. Artinya, lebih baik jadi kepala semut daripada jadi ekor gajah.
Kalau kita berdagang, tidak ada yang ngatur-ngatur kita. Jadi, banyak
orang Minang itu lebih suka berdagang daripada kerja kantoran,
apalagi kerja pabrik.
Tim : Apakah keinginan Bapak untuk berdagang dipengaruhi karena banyak
orang Minang yang berprofesi sebagai pedagang?
S : Iya
Tim : Apakah berdagang dalam orang Minang dipengaruhi oleh budaya?
S : Ya, sesuai pepatah yang saya bilang tadi. Itulah budaya kami.
Tim : Motivasi apakah yang sering Bapak berikan kepada anak-anak dan
keluarga dekat agar mau ikut berdagang dan menjadi usahawan
sukses?
S : Yang penting selalu bersikap jujur di manapun dan pekerjaan apapun.
Kemudian bekerja keras dan pantang menyerah. Punya perhitungan
dalam berdagang. Jangan boros.
Tim : Apakah anak samang yang menjual barang dagangan Bapak masih
memiliki hubungan keluarga dengan Bapak?
S : Ada adik saya. Ada keponakan saya. Ada juga teman satu marga dan
teman sekampung saya. Tapi yang saya percayai saja.
Tim : Apakah keluarga dari kampung asal atau keluarga yang ada di Medan?
S : Keluarga saya yang tinggal di Medan, asalnya ya dari Padang. Tapi
sudah lama tinggal di Medan.
Tim : Apakah teman satu kampung Bapak juga menjadi anak samang yang
menjual barang dagangan Bapak?
S : Ada teman sekampung, ada juga teman semarga. Tapi kalau sudah
saya kenal dekat dan saya percaya sama mereka.
Tim : Bisakah orang dari luar etnik Minangkabau bisa menjadi anak samang
83
G : Cuma pakaian.
Tim : Apakah Bapak membeli barang dagangan langsung dari pabrik atau
melalui distributor?
G : Dari pedagang di Jakarta dan Padang.
Tim : Apakah Bapak memperoleh barang dagangan dari sesama pedagang
Minang atau pedagang dari etnik lain?
G : Orang Minang sama orang Cina.
Tim : Apakah Bapak langsung membayar barang dagangan yang dibeli atau
baru dibayar setelah barang dagangan laku terjual?
G : Dia kirm dulu barangnya. Kalau sudah ada yang terjual, baru saya
bayar. Tapi ada juga yang minta panjar 50 persen.
Tim : Berapa persen kira-kira Bapak mendapat keuntungan dari barang
dagangan yang dititipkan ke anak samang?
G : Bisa 20 persen, tapi bisa juga sampai 50 persen kalau hari-hari besar.
Tim : Berapa persen kira-kira anak samang mengambil keuntungan dari
barang dagangan Bapak?
G : Tergantung mereka. Kalau barangnya banyak dicari, bisa ambil untuk
40 persen. Tapi, minimal bisa ambil untung 30 persenlah.
Tim : Apakah anak samang membayar barang dagangan Bapak setiap hari,
per minggu atau per bulan?
G : Ada yang per minggu, ada juga yang per bulan.
Tim : Jika barang dagangan belum dibayar oleh anak samang, apakah dia
bisa meminta lagi barang dagangan kepada Bapak?
G : Enggak bisalah. Tapi kalau dia keluarga, susuah juga menolaknya.
Tim : Jika barang dagangan tidak laku dijual, apakah barang dagangan itu
dikembalikan oleh anak samang kepada Bapak?
G : Bisa, kan sudah ada perjanjian sejak awal.
Tim : Apakah Bapak membuat buku catatan setiap menitipkan barang ke
anak samang?
G : Buat supaya tidak lupa berapa barang yang dambil sama haranya.
Tim : Bentuk perjanjian seperti apa yang Bapak buat dengan anak samang
ketika menitipkan barang dagangan?
G : Waktu setoran dan barang kembali kalau tidak laku.
Tim : Apakah perjanjian itu dibuat secara lisan atau tertulis?
G : Bisa tertulis, bisa juga lisan.
Tim : Apakah galeh baparuh membantu orang Minangkabau untuk mulai
berdagang?
G : Ya
Tim : Apakah di keluarga Bapak ada yang baru bisa mulai berdagang karena
galeh baparuh?
G : Ada, anak sama adik saya.
Tim : Sepengetahuan Bapak, seberapa banyak orang Minangkabau di
lingkungan tempat tinggal Bapak yang berdagang karena adanya
galeh baparuh?
G : Kalau itu saya kurang tau.
Tim : Apakah keinginan Bapak untuk berdagang terinspirasi dari orang tua,
keluarga dekat atau teman?
G : Ya
85
Tim : Bagaimana kiat atau cara Bapak hingga bisa sukses dalam berdagang?
G : Rajin bekerja dan pintar-pintar berdagang supaya untung.
Tim : Bagaimana tanggapan Bapak terhadap “rumor” yang menyatakan
bahwa orang Minang itu pintar berdagang?
G : Itu bukan rumor, tapi ya memang orang Minang itu pintar berdagang.
Tim : Apakah keinginan Bapak untuk berdagang dipengaruhi karena banyak
orang Minang yang berprofesi sebagai pedagang?
G : Ya
Tim : Apakah berdagang dalam orang Minang dipengaruhi oleh budaya?
G : Ya
Tim : Motivasi apakah yang sering Bapak berikan kepada anak-anak dan
keluarga dekat agar mau ikut berdagang dan menjadi usahawan
sukses?
G : Bekerja keras dan pantan menyerah.
Tim : Apakah anak samang yang menjual barang dagangan Bapak masih
memiliki hubungan keluarga dengan Bapak?
G : Ada keluarga saya. Kalau keluarga lebih percaya kita memberikan
barang dagangan untuk dijualnya. Lagian, kasihan kalau keluarga
tidak dibantu.
Tim : Apakah keluarga dari kampung asal atau keluarga yang ada di Medan?
G : Ada yang dari Padang. Ada juga keluarga yang lahir di Medan.
Tim : Apakah teman satu kampung Bapak juga menjadi anak samang yang
menjual barang dagangan Bapak?
G : Kalau teman sekampung, atau semarga, saya harus tau dulu
keperibadiannya. Apakah dia bisa dipercaya dan jujur. Kalau sudah
kenal dekat, dan dia orangnya bisa dipercaya, barulah saya kasi dia
menjadi anak samang.
Tim : Bisakah orang dari luar etnik Minangkabau bisa menjadi anak samang
yang menjual barang dagangan Bapak?
G : Bisa, tapi harus langganan toko saya. Dan saya harus tau kenal dulu
kepribadiannya. Kalau bisa dipercaya, baru saya kasi.
Tim : Mengapa Bapak mempercayai anak samang untuk menjual barang
dagangan Bapak?
G : Karena keluarga. Dia jujur, amanah, dan bisa dipercaya.
Tim : Bagaimana cara Bapak memutuskan bahwa seorang anak samang bisa
dipercaya atau tidak?
G : Lihat kepribadiannya. Lihat kejujurannya.
Tim : Sebelum menjadi induak semang, apakah Bapak pernah menjadi anak
samang?
G : Sebelum jadi induak samang, saya dulu anak samang. Saya dulu ambil
barang pakaian dari induak samang yang kebetulan satu marga dan
satu kampung sama saya. Jadi, saya dipercaya sama dia untuk
menjualkan barang dagangannya. Setelah jualan saya laku, saya bisa
buka kios. Kemudian, pelan-pelan saya bisa punya toko.
Tim : Berapa lama waktu yang Bapak lalui dari seorang anak samang hingga
menjadi induk semang?
G : Sekitar 2 tahun.
Tim : Ada berapa anak samang yang menjual barang dagangan Bapak
sekarang?
G : Anak samang yang ambil pakaian di toko saya ada 14 orang.
Tim : Apakah Bapak yang mencari anak samang atau anak samang yang
mencari Bapak agar dapat menjual barang dagangan milik Bapak?
G : Tidak, mereka yang mencari saya.
Tim : Ketika anak semang Bapak hendak membuka toko atau lapak di pasar,
apakah Bapak ikut membantu mencarikan lokasi dan membiayai
pembukaan toko atau lapaknya?
G : Tidak
Tim : Barang dagangan apa saja yang Bapak titipkan ke anak samang?
G : Pakaian dan jilbab
Tim : Apakah Bapak membeli barang dagangan langsung dari pabrik atau
melalui distributor?
G : Dari Padang
Tim : Apakah Bapak memperoleh barang dagangan dari sesama pedagang
Minang atau pedagang dari etnik lain?
G : Ya, sesama orang Minang
Tim : Apakah Bapak langsung membayar barang dagangan yang dibeli atau
baru dibayar setelah barang dagangan laku terjual?
G : Tidak, laku dulu baru bayar.
Tim : Berapa persen kira-kira Bapak mendapat keuntungan dari barang
dagangan yang dititipkan ke anak samang?
G : Tergantung, bisa 20 sampai 50 persen.
Tim : Berapa persen kira-kira anak samang mengambil keuntungan dari
barang dagangan Bapak?
G : Kalau itu ya terserah mereka. Ada yang ambil 30 persen. Tap ada juga
yang sampai 50 persen.
Tim : Apakah anak samang membayar barang dagangan Bapak setiap hari,
per minggu atau per bulan?
G : Bisa per mnggu. Bisa juga per bulan.
Tim : Jika barang dagangan belum dibayar oleh anak samang, apakah dia
bisa meminta lagi barang dagangan kepada Bapak?
G : Tidak bisa, kecuali dia pernah menyetor 50 persen dari seluruh barang
yang dia ambil.
Tim : Jika barang dagangan tidak laku dijual, apakah barang dagangan itu
dikembalikan oleh anak samang kepada Bapak?
G : Bisa
87
AA : Tergantung, kalau hari biasa saya ambil untung 30 persen. Tapi, kalau
hari besar bisa sampai 40 atau 50 persen.
Tim : Berapa persen kira-kira induak samang mengambil keuntungan dari
barang dagangan yang Bapak jual?
AA : Kalau itu saya kurang tau.
Tim : Apakah Bapak membayar barang dagangan itu per hari, per minggu
atau per bulan kepada induak samang?
AA : Kalau saya membayar setiap bulan. Saya bayar 50 persen dulu kepada
induak samang setelah satu bulan saya ambil barang. Sisanya saya
bayar bulan berikutnya.
Tim : Jika Bapak belum membayar barang dagangan kepada induk semang,
apakah induak samang memperbolehkan Bapak untuk mengambil lagi
barang dagangan?
AA : Ketika saya masih punya tunggakan 50 persen pembayaran, saya bisa
mengambil barang baru lagi karena saya sudah dipercaya oleh induak
samang.
Tim : Jika barang dagangan tidak laku dijual, apakah barang dagangan bisa
Bapak kembalikan kepada induak samang?
AA : Bisa, kan ada perjanjian di awal pengambilan barang.
Tim : Apakah Bapak membuat buku catatan setiap memperoleh barang
dagangan dari induak samang?
AA : Biasanya saya dikasi faktur sama induak samang. Faktur itulah yang
jadi dasar setiap bulan saat pembayaran.
Tim : Bentuk perjanjian seperti apa yang Bapak buat dengan induak samang
ketika mengambil barang dagangan?
AA : Kapan saya hars bayar dan saya bisa mengembalikan barang kepada
induak samang kalau barang itu tidak laku dijual.
Tim : Apakah perjanjian itu dibuat secara lisan atau tertulis?
AA : Lisan
Tim : Apakah galeh baparuh membantu orang Minangkabau untuk mulai
berdagang?
AA : Ya, sangat membantu. Kalau tidak ada itu, saya tidak bisa berdagang
dan punya kios sekarang.
Tim : Apakah di keluarga Bapak ada yang baru bisa mulai berdagang karena
galeh baparuh?
AA : Ada, adik kandung dan adk ipar saya.
Tim : Sepengetahuan Bapak, seberapa banyak orang Minangkabau di
lingkungan tempat tinggal Bapak yang berdagang karena adanya
galeh baparuh?
AA : Cukup banyak, karena dagang bagi hasil membuat kita tidak butuh
modal banyak untuk berdagang.
Tim : Apakah keinginan Bapak untuk berdagang terinspirasi dari orang tua,
keluarga dekat atau teman?
AA : Ya
Tim : Bagaimana kira-kira kiat atau cara Bapak bisa menjadi pedagang
sukses?
AA : Dengan bekerja keras, perbanyak teman dagang, dan hemat.
Tim : Bagaimana tanggapan Bapak terhadap “rumor” yang menyatakan
90
Tim : Bisakah orang dari luar etnik Minangkabau bisa menjadi anak samang
yang menjual barang dagangan induak samang?
DK : Kurang tau saya
Tim : Menurut Ibu, mengapa induak samang bisa mempercayai Ibu untuk
menjual barang dagangannya?
DK : Karena saya jujur dan barang yang saya jual tidak rusak.
Tim : Bagaimana cara Ibu memutuskan bahwa seorang induak samang bisa
dipercaya atau tidak?
DK : Dia jujur. Tidak menaikkan harga sesuka hatinya.
Tim : Apakah kepercayaan Ibu terhadap induak samang dipengaruhi oleh
hubungan keluarga, pertemanan, atau karena satu kampung?
DK : Iya
96
laku, dia bayar dipercaya dan jujur. samang tidak akan dan daerah asal.
kekuarannya. Tapi, kalau Kalau sudah kenal meminta uang muka
dia sudah 10 sampai 15 kali dekat, dan dia orangnya saat kita mengambil
ambil barang dan enggak bisa dipercaya, barulah barang darinya. Tapi,
susah bayarnya, biasanya saya kasi dia menjadi kalau kita belum
saya kasi ambil barang anak samang dikenal dan belum
tanpa uang panjar. dipercaya, kita
diminta untuk
membayar uang muka
50 sampai 60 persen.
Sisanya, bisa kita
bayar setelah barang
kita laku terjual.
Perjanjian Kapan waktu setor sama Waktu setoran dan Kapan saya harus Saya wajib menyetor Kapan saya harus Waktu pembayaran
barang yang tidak laku barang kembali kalau bayar dan saya bisa setiap minggu. Bisa menyetor ke induak dan pengembalian
dijual bisa dikembalikan. tidak laku. mengembalikan memunglankan barang samang. Bisa barang yang tidak laku
barang kepada induak yang rusak dan tidak memunglangkan terjual.
samang kalau barang laku. barang yang rusak dan
itu tidak laku dijual. tidak laku.
Catatan atau Dibuatlah. Kalau tidak Buat (catatan) supaya Biasanya saya dikasi Saya dikasi faktur Saya dikasi faktur. Induak samang dan
faktur dibuat, ya saya bisa lupa tidak lupa berapa faktur sama induak sama induak samang. anak samang membuat
berapa barang yang dia barang yang dambil samang. Faktur itulah Dari faktur itu saya catatan dan faktur.
ambil, berapa harga sama haranya. yang jadi dasar setiap buat catatan sendiri.
semuanya. Biasanya, saya bulan saat Isinya, berapa barang
buat faktur setiap mereka pembayaran. yang saya ambil,
ambil barang baru. Faktur berapa yang sudah
itu mereka pegang, dan saya saya bayar, dan berapa
juga punya pertinggalnya. sisa yang belum saya
bayar.
Keuntungan Lihat jenis barang yang dia Bisa 20 persen, tapi Keuntungan induak
induak ambil. Kalau bakal baju, bisa juga sampai 50 samang sekitar 20-50
samang saya naikkan harganya 20 persen kalau hari-hari persen dari setiap
persen dari harga beli. besar. barang.
Kalau kemeja, kaos,
pakaian sekolah dan
pakaian muslim, saya
naikkan harganya 30
sampai 50 persen dari harga
beli.
99
Keuntunan Kalau itu tergantung Tergantung mereka. Tergantung, kalau hari Saya ambil Bisa 30 persen. Bisa Keuntungan anak
galeh manah mereka. Bisa mereka Kalau barangnya biasa saya ambil keuntungan 30 sampai juga 40 persen. samang sektar 30-40
naikkan harganya 30 persen banyak dicari, bisa untung 30 persen. 40 persen dari harga Tergantung jenis persen dari setiap
atau 40 persen dari harga ambil untuk 40 persen. Tapi, kalau hari besar barang yang saya barang yang dijual. barang yang dijual.
yang saya kasi. Tapi, minimal bisa bisa sampai 40 atau 50 ambil di induak
ambil untung 30 persen. samang. Kalau harga
persenlah. barangnya Rp. 50.000,
saya bisa jual Rp.
70.000 sampai Rp.
80.000.
Mekanisme Ada yang setiap minggu. Ada yang per minggu, Kalau saya membayar Saya membayar ke Saya punya tiga Pertama, anak samang
pembayaran Jadi, dia setor ke saya ada juga yang per setiap bulan. Saya induak samang setiap induak samang. Ada membayar untuk
berapa barang yang laku bulan. bayar 50 persen dulu minggu. Berapa yang minta saya semua barang yang
dalam seminggu. Minggu kepada induak samang barang yang laku membayar setiap terjual setiap minggu
depan begitu lagi. Kalau setelah satu bulan saya terjual setiap minggu. Berapa kepada induak
barang dagangannya sudah ambil barang. Sisanya minggunya, segitulah barangnya laku, maka samang. Kedua,
mau habis, dia bisa ambil saya bayar bulan yang saya setor. setiap minggu saya membayar setiap
lagi. Ada juga yang setor berikutnya. Ketika bayar sama dia. Ada bulan sebesar 50
per bulan. Kalau yang setor saya masih punya juga yang bisa bayar persen dari barang
per bulan, dia setor ke saya tunggakan 50 persen per bulan. Kalau bayar yang diambilnya. Pada
50 persen dulu pada bulan pembayaran, saya bisa per bulan, saya bisa bulan berikutnya,
ini. Bulan depan, dia lunasi mengambil barang bayar 50 persen dulu, galeh amanah
sisanya. Yang banyar per baru lagi karena saya sisanya saya bayar membayar 50 persen
bulan, dia bisa ambil barang sudah dipercaya oleh bulan depannya. Tapi sisanya. Ketiga, anak
baru lagi kalau barang induak samang. ada juga induak samang melunasi sisa
persediaannya sudah samang yang minta uang muka sebesar
menipis. Tidak semua bisa saya membayar uang 40-50 persen dari
bayar per bulan, karena itu panjar 50 atau 60 barang yang
khusus untuk anak samang persen baru boleh diambilnya, dan dapat
yang saya percaya saja. ambil barang. Sisa mengambil barang
Kalau yang pakai uang pembayaran, saya baru dengan panjar
panjar, dia setor ke saya lunasi bulan depan 50-60 persen.
sisanya kalau barang atau setelah barangnya
dagangannya sudah laku. laku.
Baru dia bisa ambil barang
baru lagi.
Perubahan Tapi, sekarang karena Tapi masa Covid gini, Induak samang tidak
galeh baparuh Covid banyak toko-toko dagang bagi untung lagi menerapkan
masa Covid- grosir punya induak samang sulit dilakukan karena pengambilan barang
19 enggak lagi pakai bagi hasil kita takut rugi. tanpa uang muka
100
1
Universitas Negeri Medan, Jl. Willem Iskandar Psr. V Medan
2
Universitas Negeri Medan, Jl. Willem Iskandar Psr. V Medan
ABSTRAK
Masyarakat Minangkabau di Medan menerapkan sistem galeh baparuh dalam aktivitas
perdagangan. Galeh baparuh merupakan sistem konsinyasi yang memanfaatkan modal
sosial. Sistem konsinyasi berbasis modal sosial tersebut mampu mendorong munculnya
entrepreneur baru pada masyarakat Minangkabau. Sistem konsinyasi seperti galeh
baparuh jika diterapkan ke berbagai kelompok etnik tentu dapat berperan untuk
mengurangi tingkat pengangguran di Medan. Penelitian ini bertujuan untuk: (1)
mengeksplorasi proses galeh baparuh, pengaruh galeh baparuh terhadap munculnya
entrepreneur baru pada masyarakat Minangkabau, dan modal sosial yang digunakan
dalam galeh baparuh; dan (2). mengembangkan sistem galeh baparuh menjadi model
konsinyasi berbasis modal sosial yang dapat diterapkan kepada kelompok etnik lain agar
tercipta entrepreneur baru di Medan. Kajian ini menggunakan metode Research and
Development yang terdiri dari tiga langkah: (1) prapengembangan model, (2)
pengembangan model, dan (3) validasi model. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
galeh baparuh merupakan hubungan ekonomi yang dibangun pedagang Minangkabau
berdasarkan jaringan sosial, kepercayaan dan norma. Melalui tiga unsur modal sosial itu,
galeh baparuh mampu mendorong terciptanya entrepreneur baru pada masyarakat
Minangkabau. Kajian ini menempatkan jaringan sosial, kepercayaan dan norma sebagai
dasar pengembangan model konsinyasi.
ABSTRACT
The Minangkabau community in Medan applies the galeh baparuh system in trading
activities. Galeh baparuh is a consignment system that utilizes social capital. The
consignment system based on social capital is able to encourage the emergence of new
entrepreneurs in the Minangkabau community. A consignment system such as galeh
baparuh if applied to various ethnic groups can certainly play a role in reducing the
unemployment rate in Medan. This study aims to: (1) explore the process of galeh
baparuh, the influence of galeh baparuh on the emergence of new entrepreneurs in
Minangkabau society, and the social capital used in galeh baparuh; and (2). developing
the galeh baparuh system into a consignment model based on social capital that can be
applied to other ethnic groups in order to create new entrepreneurs in Medan. This study
uses the Research and Development method which consists of three steps: (1) model pre-
development, (2) model development, and (3) model validation. The results show that
galeh baparuh is an economic relationship built by Minangkabau traders based on social
networks, beliefs and norms. Through these three elements of social capital, galeh
baparuh is able to encourage the creation of new entrepreneurs in the Minangkabau
community. This study places social networks, beliefs and norms as the basis for
developing a consignment model.
Pendahuluan
Kota Medan dihuni oleh berbagai kelompok etnik. Penduduk kota ini
berjumlah 2.435.252 orang pada 2020 (Badan Pusat Statistik, 2021), yang terdiri
dari orang Melayu dan Karo sebagai populasi tuan rumah, kemudian orang
Tionghoa, India, Mandailing, Toba, Simalungun, Aceh, Jawa dan Minangkabau
sebagai etnik pendatang. Orang Minangkabau yang berasal dari Sumatera Barat
bermigrasi ke Medan pada akhir abad ke-19, ketika para pengusaha Eropa
membuka lahan untuk perkebunan-perkebunan tembakau (Pelly, 2013). Pada
1930, orang Minangkabau di Medan berjumlah 5.590 orang (Milone, 1964).
Jumlah itu terus meningkat setelah kemerdekaan Indonesia. Antara tahun 1980
dan 2000, jumlah orang Minangkabau di Medan meningkat dari 141.507 orang
menjadi 165.680 orang (Badan Pusat Statistik, 2001; Pelly, 2013).
Orang Minangkabau di Medan jarang sekali bekerja sebagai buruh kasar.
Mereka yang berpendidikan tinggi memasuki bidang pekerjaan profesional,
seperti guru, dokter, pengacara dan pegawai negeri. Namun, kebanyakan orang
Minangkabau lebih memilih untuk mencari dan mengisi lapangan kerja yang
sedapat mungkin membuat mereka “merdeka” atau menjadi “tuan” atas diri
sendiri. Sektor perdagangan adalah bidang pekerjaan yang paling diminati oleh
orang Minangkabau (Pelly, 2013). Para pedagang Minangkabau mendominasi
beberapa pasar di kota Medan, di antaranya adalah Pasar Ikan Lama, Pasar Sentral
dan Pasar Sukaramai (Syafitri dan Sudarwati, 2015). Kebanyakan dari mereka
berjualan tekstil, pakaian, sepatu dan makanan (Pelly, 2013).
Pelly (2013) mengemukakan bahwa banyak pedagang Minangkabau di
Medan menerapkan sistem galeh baparuh (dagang berparuh), yaitu penitipan
barang dagangan dari induak samang (tauke) kepada pedagang baru untuk
dijualkan dengan pembayaran kemudian. Sistem penjualan ini mendorong
terciptanya wirausahawan baru pada masyarakat Minangkabau (Kahn, 2007).
Seorang Minangkabau yang hendak berdagang, tetapi tidak memiliki modal, bisa
mulai sebagai galeh amanah (pedagang titipan) dengan cara meminjam barang
dagangan dari seorang pedagang Minangkabau yang mapan atau induak samang.
Galeh amanah mengambil komisi dari setiap barang yang terjual. Apabila induak
samang merasa puas atas kecakapan dan kejujuran galeh amanah, maka galeh
amanah dapat mengambil barang lebih banyak lagi. Dengan cara ini, galeh
amanah menumpuk inventaris dagangannya dan bisa menjadi induak samang
baru bagi orang Minangkabau yang hendak mulai berdagang (Pelly, 2013).
Orang Minangkabau memanfaatkan modal sosial dalam menjalankan
sistem galeh baparuh. Modal sosial adalah bagian dari organisasi sosial, seperti
kepercayaan, jaringan dan norma yang memudahkan koordinasi dan kerjasama
antaranggota masyarakat untuk mencapai tujuan bersama (Putnam, 2000).
Kepercayaan, jaringan dan norma adalah unsur-unsur pokok dalam modal sosial
(Santoso, 2020). Ketiga unsur itu merupakan modal sosial yang digunakan orang
Minangkabau untuk menjalin kerjasama ekonomi dalam bentuk galeh baparuh.
3
Metode
Fokus penelitian ini adalah mengembangkan model konsinyasi berbasis
modal sosial berdasarkan sistem galeh baparuh orang Minangkabau. Berdasarkan
fokus penelitian tersebut, maka metode penelitian yang digunakan adalah metode
Research and Development (R&D) yang dimodifikasi dari Sugiono (2019).
Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahapan: (1) tahap prapengembangan, berupa
pengumpulan data dan analisis data untuk mengungkap proses galeh baparuh,
modal sosial yang digunakan, dan penaruhnya terhadap munculnya entrepreneur
baru pada masyarakat Minangkabau; (2) tahap pengembangan sistem galeh
baparuh menjadi model konsinyiasi berbasis modal sosial yang dapat
diaplikasikan kepada beragam kelompok etnik; (3) validasi model, uji validasi
dilakukan oleh para pakar yang dihimpun melalui Focus Group Discussion dan
bimbingan langsung.
Subjek penelitian adalah 13 orang pedagang Minangkabau, yang terdiri
dari 4 induak samang dan 9 galeh amanah. Informan merupakan para pedagang
tekstil, pakaian dan jilbab di Pasar Sukaramai, Pasar Ikan Lama dan Pasar Sentral.
Penentuan pedagang tekstil, pakaian dan jilbab sebagai informan dikarenakan
hanya jenis perdagangan itu yang masih menerapkan sistem galeh baparuh.
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi pustaka, observasi
dan wawancara. Studi pustaka bertujuan untuk memperoleh jurnal dan buku yang
terkait dengan tema penelitian. Observasi dilakukan untuk mengetahui kondisi
toko, kios, dan aktivitas para pedagang Minangkabau. Wawancara difokuskan
pada proses galeh baparuh, modal sosial yang digunakan dalam galeh baparuh,
dan pengaruh galeh barapruh terhadap munculnya entrepreneur baru pada orang
Minangkabau.
Teknik analisis data menggunakan analisis data kualitatif yang diadaptasi
dari Miles dan Huberman (1992). Proses analisis data terdiri dari tiga tahapan.
Pertama, reduksi data. Aktivitas reduksi data meliputi meringkas data,
pengkodean, menelusur tema, membuat keterhubungan antardata, dan membuat
partisi. Kedua, penyajian data. Aktivitas penyajian data dilakukan dengan
menyusun informasi secara sistematis. Ketiga, penarikan kesimpulan dan
verifikasi. Verifikasi data memakai teknik trigulasi, yaitu membandingkan
informasi sejenis dari sumber berbeda untuk mendapatkan keabsahan data.
ke konsumen. Jika harga pakaian dari induak semang adalah Rp. 50.000, maka
galeh amanah menjualnya seharga Rp. 70.000 atau Rp. 80.000 kepada konsumen.
Tahap ketiga, galeh amanah membayar tagihan kepada induak samang.
Waktu pembayaran tagihan sesuai dengan perjanjian yang dibuat antara galeh
amanah dan induak samang, bisa setiap minggu atau per bulan. Menurut
penuturan informan D Koto, mekanisme pembayaran terdiri dari tiga jenis: (1)
galeh amanah membayar untuk semua barang yang terjual setiap minggu kepada
induak samang. Galeh amanah dapat mengambil barang baru kalau barang lama
sudah banyak yang terjual; (2) Galeh amanah membayar setiap bulan sebesar 50
persen dari barang yang diambilnya. Pada bulan berikutnya, galeh amanah
membayar 50 persen sisanya dan dapat mengambil barang lebih banyak lagi; (3)
Galeh amanah melunasi sisa uang muka sebesar 40-50 persen dari barang yang
diambilnya, dan dapat mengambil barang baru dengan panjar 50-60 persen. Jika
induak samang merasa puas atas kejujuran galeh amanah, maka galeh amanah
dapat mengambil barang baru tanpa panjar (D Koto, 2022, wawancara, 4 Juli).
Sistem galeh baparuh sangat membantu galeh amanah untuk memulai
usaha dan menumpuk inventaris dagangannya. Apabila induak samang merasa
puas atas kecakapan dan kejujuran galeh amanah, maka induak samang akan
membantu galeh amanah untuk membuka kios di pasar. Bahkan induak samang
dapat memperkenalkan galeh amanah kepada para pedagang besar dari luar
Medan untuk mendapatkan barang dan kredit dari mereka. Dengan cara ini, galeh
amanah dapat membuka toko di pasar dan menjadi induak samang baru bagi
orang Minangkabau yang hendak mulai berdagang (Pelly, 2013).
Berdasarkan wawancara tanggal 27 Juni 2022, Pak Sofyan menjelaskan
bahwa sistem galeh baparuh telah mengalami perubahan selama pandemi Covid-
19. Induk semang tidak lagi menerapkan pengambilan barang tanpa uang muka.
Mereka meminta galeh amanah untuk membayar panjar sebesar 60-70 persen atau
membayar lunas untuk barang yang diambil. Perubahan ini terjadi karena induak
samang takut mengalami kerugian kalau galeh amanah tidak bisa membayar
akibat menurunnya aktivitas perdagangan selama pandemi Covid-19.
kaki lima Pusat Pasar. Barang dagangan itu diperolehnya dari seorang induak
samang yang masih ada hubungan keluarga dengannya. Hanya dalam setahun, Y
Tanjung dapat membuka kios di pasar dengan bantuan induak samang-nya.
Setelah memiliki kios, dia menjadi induak samang untuk beberapa orang
Minangkabau yang baru mulai berdagang. Karena usahanya lancar, dia
diperkenalkan oleh induak samang-nya dengan pengusaha tekstil dan pakaian dari
Padang dan Jakarta. Akhirnya, ia bisa mengambil langsung tekstil dari Padang
dan Jakarta. Setelah itu, ia membuka toko besar di Pusat Pasar dan membantu
banyak orang Minangkabau untuk membuka usaha.
Pengaruh sistem galeh baparuh dalam membuka peluang usaha juga
dijelaskan oleh informan H Syaf, seorang galeh amanah. Ia dapat mulai berjualan
pakaian karena dibantu oleh seorang induak samang yang berasal dari klan dan
kampung asal yang sama. Galeh baparuh bagi H Syaf merupakan “penjualan bagi
hasil” yang menguntungkan, karena banyak orang Minangkabau dapat memulai
usaha tanpa mengeluarkan modal yang besar (H Syaf, 2022, wawancara, 8 Juli).
dalam bersikap dan bertindak. Perilaku dan sikap menjadi modal penting
mencapai kesepakatan kerjasama dalam sistem galeh baparuh.
Jaringan sosial yang dibangun dalam sistem galeh baparuh didasarkan
pada hubungan keluarga, ikatan kekerabatan, kesamaan etnik dan daerah asal.
Hubungan kerjasama antaranggota dalam jaringan tersebut dapat terjalin dengan
adanya kepercayaan dan norma. Norma menjadi rambu agar rasa saling percaya
dalam suatu jaringan dapat terus terjalin. Norma yang dipegang oleh induak
samang dan galeh amanah bersifat resiprositas, berupa hak dan kewajiban untuk
saling membantu dan menjamin keuntungan yang akan diperoleh.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa unsur modal sosial
yang paling berpengaruh dalam sistem galeh baparuh adalah kepercayaan.
Kepercayaan dapat dibangun atas dasar hubungan keluarga, ikatan kekerabatan,
kesamaan etnik dan daerah asal, yang berlandaskan kejujuran, keterbukaan,
toleransi dan norma resiprositas.
konsinyasi dijalankan oleh consignor dan consignee dari etnik yang berbeda.
Bridging network sebenarnya tercermin dari lembaga-lembaga pengusaha dan
pedagang yang beranggotan lintas etnik, seperti Asosiasi Pengusaha Indonesia
Cabang Medan, Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Cabang Medan, dan
Ikatan Pedagang Pasar Medan. Para pengusaha dan pedagang besar yang terlibat
dalam ketiga lembaga itu dapat menjadi consignor yang memfasilitasi para
generasi muda dari lintas etnik untuk membuka usaha.
Sistem konsinyasi dalam bonding network dan bridging network
didasarkan atas kepercayaan dan norma. Kepercayaan antara consignor dan
consignee dibangun melalui kejujuran, keterbukaan dan tolorensi. Norma sebagai
aturan dalam berperilaku dan bertindak dapat memperkuat rasa saling percaya
sehingga tercipta kerjasama konsinyasi yang saling menguntungkan.
Kesimpulan
Tahapan proses galeh baparuh terdiri dari: pertama, penitipan barang
dagangan dari: (1) induak samang kepada galeh amanah. Pada tahap ini, galeh
amanah dan induak samang membuat perjanjian tentang waktu pembayaran dan
pengembalian barang kalau tidak terjual. Galeh amanah yang memiliki hubungan
keluarga, sudah dikenal dan dipercaya oleh induak samang dapat mengambil
barang dagangan tanpa uang muka; (2) galeh amanah menjual barang dagangan
kepada konsumen. Galeh amanah mengambil komisi dari setiap barang yang
dijual ke konsumen; (3) galeh amanah membayar tagihan kepada induak samang,
kemudian mengambil barang baru dari induak samang.
Sistem galeh baparuh memiliki pengaruh besar terhadap munculnya
entrepreneur baru pada masyarakat Minangkabau. Mereka tidak membutuhkan
modal finansial yang besar untuk mulai berdagang. Bahkan galeh baparuh dapat
menaikkan posisi tingkat usaha. Seorang galeh amanah yang mulai berdagang di
kaki lima pasar atau berkeliling kampung-kampung, tidak mutuh waktu bertahun-
tahun untuk memiliki kios di pasar. Induak samang membantu galeh amanah-nya
yang dinilai cakap dan dipercaya untuk membuka kios di pasar. Kalau galeh
amanah dapat terus menjalin hubungan baik dengan induak semang-nya, ia akan
dibantu untuk menjadi pedagang besar yang memiliki toko di pasar. Galeh
amanah yang berhasil meningkatkan usahanya, ia akan menjadi induak samang
bagi galeh amanah yang baru mulai berdagang.
Galeh baparuh dapat berjalan karena kepercayaan. Kejujuran, keterbukaan
dan toloransi merupakan elemen-elemen utama terciptanya rasa saling percaya
antara induak samang dengan galeh amanah. Kepercayaan merupakan unsur
modal sosial yang paling berpengaruh dalam sistem galeh baparuh. Namun,
kepercayaan itu dapat dibangun karena adanya jaringan sosial berupa hubungan
keluarga, kesamaan klan, etnik atau daerah asal, dan norma-norma yang dipegang
bersama.
10
Ucapan Trimakasih
Terimakasih kepada Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan
(Belmawa) yang telah memberikan hibah PKM-RSH sehingga kajian ini dapat
dilakukan. Terimakasih kepada Universitas Negeri Medan yang telah memberikan
tambahan funding sehingga kajian ini dapat berjalan baik.
Daftar Pustaka
Badan Pusat Statistik. 2001. Kota Medan dalam Angka 2000. Badan Pusat
Statistik Kota Medan. Medan. Indonesia.
Badan Pusat Statistik. 2021. Kota Medan dalam Angka 2020. Badan Pusat
Statistik Kota Medan. Medan. Indonesia.
Eliza, Hariani, D. and Pratama, D. 2019. Cultural Effects of Economic Activity
Minangkabau Society. Proceedings of the 1st Workshop on Environmental
Science, Society, and Technology. December 8th, 2018, Medan, Indonesia.
EAI. doi: 10.4108/eai.8-12-2018.2283853.
Fikri, M.K. 2019. Perspektif Etika Bisnis Islam Pada Sistem Konsinyasi dalam
Strategi Reseller. BISNIS: Jurnal Bisnis dan Manajemen Islam. 7(2): 161–
172. doi: 10.21043/bisnis.v7i2.5731.
Fukuyama, F. 1995. Trust: The Social Virtues and the Creation of Prosperity. The
Free Press. NewYork. USA.
Hastuti, P.C. Thoyib, A., Troena, E.A. and Setiawan, M. 2015. The Minang
Entrepreneur Characteristic. Procedia-Social and Behavioral Sciences. 211:
819–826. doi: 10.1016/j.sbspro.2015.11.108.
Jalaluddin dan Ulfiyani, N. 2020. Penjualan Konsinyasi Pada Usaha Mikro, Kecil
dan Menengah di Kota Lhokseumawe Menurut Perspektif Ekonomi Islam.
Jurnal Perspektif Ekonomi Darussalam. 6(2): 190–211. doi: 10.24815/jped.
v6i2.17293.
Kahn, J.S. 2007. Minangkabau Social Formations: Indonesian Peasants and the
World Economy. Cambridge University Press. Cambridge. USA.
Manik, H.F.G.G., Indarti, N. and Lukito-Budi, A.S. 2021. Examining Network
Characteristic Dynamics of Kinship-Based Families on Performance within
Indonesian SMEs. Journal of Enterprising Communities: People and Places
11