You are on page 1of 3

Salam sejahterah untuk kita semua

Berikut pendapat saya atas diskusi yang ke-3 ini.

Bagaimana proses komunikasi bisnis antar budaya dan lintas budaya serta apa yang harus diperhatikan dalam
menyusun pesan bisnis?

Menurut saya dan berdasarkan bmp serta materi pendukung, pengertian dari komunikasi antarbudaya dan
komunikasi lintasbudaya yaitu satu proses komunikasi yang sama yakni komunikasi yang dilakukan orang yang
berbeda budayanya. Bahkan kedua istilah itu sering dipertukarkan dalam penggunaannya, karena pada dasarnya
memiliki makna yang kurang lebih sama. Namun, ada yang membedakan di antara keduanya. Bila komunikasi
antarbudaya berlangsung di antara dua orang yang berbeda budayanya. Maka komunikasi lintasbudaya
berlangsung di antara beberapa orang atau lebih dsri dua orang yang berbeda budaya. Contohnya, bila seorang
indonesia berkomunikasi dengan seorang amerika maka disebut komunikasi antarbudaya. Tapi bila seorang
indonesia, seorang jepang, seorang cina dan seorang jerman bertemu dalam sebuah kegiatan komunikasi maka
dinamakan komunikasi lintasbudaya.

Secara sederhana, komunikasi bisnis lintas budaya adalah komunikasi yang digunakan dalam dunia bisnis
baik komunikasi verbal maupun nonverbal dengan memperhatikan faktor-faktor budaya disuatu daerah, wilayah
atau negara. Pengertian lintas budaya dalam hal ini bukan hanya mencakup antar budaya pada suatu negara
dengan negara lain (internasional), melainkan juga mencakup budaya-budaya yang terdapat diberbagai daerah dan
wilayah yang terdapat dalam suatu negara.

Kemudian komunikasi antarbudaya bisa dinyatakan sebagai proses komunikasi yang berlangsung di antara
orang-orang yang berbeda budayanya. Dengan demikian, sesungguhnya komunikasi antarbudaya ini berlangsung
hampir setiap waktu. Karena kita selalu bertemu dengan orang-orang yang berbeda budayanya, apalagi bagi kita
yang tinggal di kota-kota besar yang masyarakatnya berasal dari berbagai bagian tanah air atau bahkan dari
berbagai negara.

Berdasar pengertian diatas, bisa kita membayangkan bagaiaman contoh para pedagang di kawasan wisata
internasional seperti di bali atau batam. Di bali, para turis berkomunikasi dengan penduduk setempat yang
menjajakan berbagai cendera mata. Para pelayan toko di batam berkomunikasi dengan turis asal singapura atau
malaysia yang biasanya membanjiri batam pada hari sabtu dan minggu. Ini menunjukan praktik komunikasi
antarbudaya itu berlangsung pada berbagai taraf kehidupan sosial.

Sedangkan pakar komunikasi antarbudaya l. A. Samovar dan r.e. porter (1972) merumuskan komunikasi
antarbudaya sebagai komunikasi yang terjadi ketika orang-orang yang terlibat dalam komunikasi tersebut
melibatkan latar belakang pengalaman budaya yang berbeda yang menunjukkan nilai-nilai yang dianut oleh
kelompoknya yang berupa pengalaman, pengetahuan dan nilai-nilai.

Jadi, komunikasi antarbudaya itu terjadi karena orang yang terlibat dalam komunikasi tersebut membawa
serta pengalaman, pengetahuan dan nilai-nilai dalam budayanya dalam berkomunikasi. Ini bis akita pandang, orang
yang berkomunikasi akan membawa sistem kognitif, sistem etik dan sistem estetikanya masing-masing saat
berkomunikasi. Sistem kognitif yang berkaitan dengan pengetahuan yang dipergunakan untuk menilai benar salah,
sedangkan sistem etik berkenan dengan baik buruk atau patutu dan tidak patut, dan sistem estetika berkenaan
dengan apa yang disebut indah dan tidak indah.

Proses untuk bisa melaksanakan komunikasi bisnis antar budaya dan lintasbudaya yang efektif, McNab (2006)
memberikan beberapa saran sebagai berikut :

1. Mengembangkan pengertian yang mendasar tentang keragaman budaya;


2. Keterbukaan terhadap perspektif yang berbeda;
3. Bisa menerima dan menyesuaikan dengan berbagai komunikasi
4. Memiliki keterampilan menyimak dan bertanya yang efektif.
Dengan demikian hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun pesan bisnis saat melakukan komunikasi
antarbudaya ditunjukkan McNab (2006) seperti berikut. Dia menunjukan ada 8 (delapan) butir penting yang
perlu diketahui, yang cara mempraktikkannya berbeda-beda pada setiap budaya. Kita perhatikan kedelapan
butir penting tersebut :

1. Membuka dan menutup percakapan. Ini penting diperhatikan karena budaya yang berbeda memiliki adat
kebiasaan yang berbeda tentang siapa yang berbicara pada siapa, kapan dan bagaimana serta siapa yang
dipandang berhak, atau bahkan kewajiban, untuk memulai pembicaraan, dan apa yang tepat untuk
menyimpulkan percakapan.
2. Mengubah peran dalam percakapan. Pada beberapa kebudayaan, cara yang paling baik mengubah peran
dalam percakapan adalah dengan cara interaktif. Artinya peran sebagai pembicara dan pendengar
berganti-ganti karena kehendak kedua belah pihak. Pada kebudayaan yang lain, justru dianggap sangat
penting lawan bicara menyelesaikan dulu semua yang hendak disampaikannya, baru kemudian kita
berbicara untuk memberi komentar atau sekedar memberi tanggapan.
3. Memotong pembicaraan. Persoalan lain dalam komunikasi antar budaya adalah memotong atau menyela
pembicaraan. Ada kebudayaan yang memandang memotong pembicaraan dianggap sebagai bagian dari
gaya percakapan. Hal seperti ini biasanya terjadi pada budaya yang egaliter. Sedangkan pada kebudayaan
yang lain, memotong pembicaraan dianggap tidak sopan bahkan dipandang menantang.
4. Jeda percakapan. Ada kalanya, saat kita bicara kita berdiam sejenak, barang beberapa detik. Rupanya
makna berdiam sejenak itu berbedabeda pada setiap kebudayaan. Pada kebudayaan tertentu, berdiam
sejenak dipandang sebagai bentuk memikirkan semua apa yang dikatakan dengan penuh pertimbangan,
namun pada saat yang lain bisa saja ini dipandang sebagai sikap bermusuhan. Bagi masyarakat barat,
berdiam selama 20 detik dalam sebuah pertemuan dipandang sebagai tanda kekurangnyamanan, dan
banyak orang akan merasa tidak enak dengan suasana seperti itu. Namun pada masyarakat lain dipandang
sebaliknya.
5. Topik pencakapan yang tepat. Ada beberapa topik yang bila dibicarakan dipandang tidak tepat. Berbicara
mengenai uang atau harta kekayaan secara terbuka, pada satu masyarakat dianggap sebagai bentuk
kesombongan namun pada masyarakat lain justru dianggap sebagai tanda keakraban atau kedekatan.
6. Humor sering kali dianggap sebagai bumbu percakapan yang berfungsi mengakrabkan atau membangun
kedekatan. Dalam kehidupan seharihari, kita biasa berusaha membangun kedekatan dengan humor.
Namun hendaknya ini tidak kita pandang berlaku universal, atau berlaku untuk semua situasi. Pada orang
yang baru kita kenal dan sedang berdua, tidak sepatutnya kita berhumor.
7. Tahu seberapa banyak kita berbicara. Ini salah satu persoalan dalam komunikasi lintasbudaya. Kita tidak
memiliki ukuran atau takaran, seberapa banyak seseorang dianggap patut dalam berbicara. Bagi satu
kelompok budaya, pembukaan yang sekedar basa-basi tidak begitu disukai, sehingga dipandang lebih baik
berbicara langsung pada pokok permasalahan. Pada masyarakat yang lain, pembukaan yang panjanglebar
bagian dari kesantunan dan menunjukkan diri sebagai manusia yang beradab.
8. Menyusun tahapan untuk unsur-unsur percakapan. Bila kita berbicara isu yang sensitif, permasalahan
yang muncul biasanya tentang pada isu sensitif saat mana kita dianggap tepat untuk memulai berbicara
tentang isu sensitive itu. Disinilah kita perlu memiliki kepekaan kapan saat yang tepat untuk mulai masuk
kedalam pokok bahasa yang sensitif itu, dengan mempertimbangkan budaya.

Intinya itulah seluk-beluk sisi praktis komunikasi antarbudaya yang diharapkan membuat kita makin
memiliki kepekaan atas perbedaan-perbedaan yang ada di sekeliling kita. Kepekaan tersebut tentunya akan
sangat penting dan sangat membantu kita dalam menjalankan kegiatan komunikasi yang berlangsung dalam
lingkungan internal organisasi. Karena kini, organisasi apa pun organisasi pemerintahan, bisnis dan akademis-
niscaya tidak hanya diisi oleh orang dari kebudayaan yang sama. Pasti akan diisi oleh orang-orang yang
berbeda budayanya. Bahkan perbedaan tersebut, bukan hanya perbedaan kecil seperti perbedaan di antara
berbagai suku bangsa di indonesia namun bisa saja perbedaan yang sangat besar, seperti perbedaan antara
cara "barat" dan "timur" yang sering kali menjadi bahan percakapan sehari-hari.

Perbedaan-perbedaan tersebut tentu bukan untuk dihilangkan melalui komunikasi, melainkan kita justru
mengembangkan komunikasi yang menghargai perbedaan-perbedaan budaya tersebut. Artinya, kita
berkomunikasi dengan memperhatikan, memperhitungkan dan mempertimbangkan aneka perbedaan budaya
tersebut untuk mencapai tujuan organisasi bisnis kita. Budaya bukan sekedar dijadikan alat untuk menyusun
pesan komunikasi, melainkan budaya dihargai sebagai salah satu kekayaan komunikasi manusia.

Demikianlah tanggapan atas dikusi kali ini, terimakasih.

You might also like