You are on page 1of 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Osteoarthritis

Nyeri yang timbul sebagai akibat adanya kerusakan jaringan tulang rawan

pada daerah sendi merupakan masalah utama muskulosksletal. Selain nyeri,

kerusakan daerah sendi juga mengakibatkan kekakuan sehingga mengganggu fungsi

pergerakan. Penyakit yang ditandai dengan nyeri, kekakuan sendi dan gangguan

fungsi akibat dari kerusakan tulang rawan pada daerah sendi ini disebut dengan

Osteoartritis (Smeltzer, O’Connell & Bare, 2003; Center for Disease Control and

Prevention, 2009).

2.1.1 Penyebab Osteoarthritis

Osteoarthritis (OA) dikenal dengan istilah artritis degeneratif, artritis

hipertropi atau artritis yang berhubungan dengan usia. Osteoarthritis menyiratkan

terjadinya inflamasi sendi, patologi Osteoarthritis mencerminkan akibat penyakit

sendi dengan hilangnya dan erosi artikuler tulang rawan,sclerosis subkondral dan

pertumbuhan tulang yang berlebihan (osteofit) (Wilke, 2010)

Osteoarthritis merupakan penyakit sendi degeneratif, dimana keseluruhan

struktur dari sendi mengalami perubahan patologis. Berdasarkan penyebabnya, OA

dibedakan menjadi dua yaitu OA primer dan OA sekunder. OA primer, atau dapat

disebut OA idiopatik, tidak memiliki penyebab yang pasti (tidak diketahui) dan tidak

disebabkan oleh penyakit sistemik maupun proses perubahan lokal pada sendi. OA

sekunder, berbeda dengan OA primer, merupakan OA yang disebabkan oleh

10
11

inflamasi, kelainan sistem endokrin, metabolik, pertumbuhan, faktor keturunan

(herediter), dan immobilisasi yang terlalu lama. Kasus OA primer lebih sering

dijumpai pada praktik sehari-hari dibandingkan dengan OA sekunder (Rifhan, 2010).

Selama ini OA sering dipandang sebagai akibat dari proses penuaan dan tidak

dapat dihindari. Namun telah diketahui bahwa OA merupakan gangguan

keseimbangan dari metabolisme kartilago dengan kerusakan struktur yang

penyebabnya masih belum jelas diketahui ( Soeroso, 2006 ). Kerusakan tersebut

diawali oleh kegagalan mekanisme perlindungan sendi serta diikuti oleh beberapa

mekanisme lain sehingga pada akhirnya menimbulkan cedera ( Felson, 2008).

Mekanisme pertahanan sendi diperankan oleh pelindung sendi yaitu : Kapsula dan

ligamen sendi, otot-otot, saraf sensori aferen dan tulang di dasarnya . Kapsula dan

ligamen-ligamen sendi memberikan batasan pada rentang gerak (Range of motion)

sendi (Felson, 2008).

Cairan sendi (sinovial) mengurangi gesekan antar kartilago pada permukaan

sendi sehingga mencegah terjadinya keletihan kartilago akibat gesekan. Protein yang

disebut dengan lubricin merupakan protein pada cairan sendi yang berfungsi sebagai

pelumas. Protein ini akan berhenti disekresikan apabila terjadi cedera dan peradangan

pada sendi (Felson, 2008). Kartilago berfungsi sebagai pelindung sendi. Kartilago

dilumasi oleh cairan sendi sehingga mampu menghilangkan gesekan antar tulang

yang terjadi ketika bergerak. Kekakuan kartilago yang dapat dimampatkan berfungsi

sebagai penyerap tekanan yang diterima sendi. Perubahan pada sendi sebelum

timbulnya OA dapat terlihat pada kartilago sehingga penting untuk mengetahui lebih
12

lanjut tentang kartilago (Felson, 2008). Kartilago memiliki metabolisme yang

lamban, dengan pergantian matriks yang lambat dan keseimbangan yang teratur

antara sintesis dengan degradasi (Felson, 2008).

2.1.2 Patomekanisme Osteoarthritis

Osteoarthritis (OA) ditandai dengan kerusakan tulang rawan (kartilago) hyalin

sendi, meningkatnya ketebalan serta sklerosis dari lempeng tulang, pertumbuhan

osteofit pada tepian sendi, meregangnya kapsula sendi, timbulnya peradangan, dan

melemahnya otot–otot yang menghubungkan sendi (Rifhan, 2010).

Penyakit ini merupakan penyakit yang paling sering terjadi pada daerah sendi

terutama sendi lutut. Prevalensi terjadinya gangguan fungsi sendi yang irreversibel

sangat tinggi hingga mencapai 45% pada sendi lutut dan 25% pada sendi panggul dari

seluruh penderita osteoartritis. Hal ini menyebabkan terjadinya ratusan ribu operasi

pergantian sendi lutut dan panggul (Singh, 2012).

Osteoarthritis merupakan penyakit multifaktorial yang disebabkan proses

mekanik seperti trauma dan beban berat pada sendi serta inflamasi yang berlebihan

sehingga menyebabkan terjadinya ketidak stabilan proses degradasi dan sintesis pada

kartilago sendi. Pada OA terjadi katabolisme yang berlebihan sehingga menyebabkan

terjadinya degradasi kartilago sendi. Degradasi tersebut menyebabkan terjadinya

nyeri sendi kronis dan gangguan pada fungsi sendi tersebut (Richter, 2006;

Moskowitz, 2007; Anjuum, 2012). Rasa nyeri sebagai gejala klinis yang paling

dominan terhadap OA sehingga pengembangan obat – obatan selama ini ditujukan


13

untuk mengurangi gejala nyeri dan pembengkakan yang terjadi pada sendi. Non

steroidal anti –inflammatory drugs (NSAID), steroid dan opiate merupakan obat yang

digunakan untuk mengatasi masalah tersebut namun tidak cukup efektif karena tidak

mampu memperbaiki kerusakan sendi yang terjadi sehingga sendi tidak dapat

berfungsi secara maksimal (Arrol, 2004; Flood, 2010).

2.1.3 Patofisiologi Osteoarthritis

Skema 2.1 Patofisiologi Terjadinya Osteoarthritis

MMP

Collagenase Stromelysin Aggrecanas


e

Inhibit Collagen
Production Inhibit Proteoglycan

Nitric
Destruction of Extracellular matrix
Oxide
Production
Influx of Matrix components into synovial fluid

IL-1 inactive & TNF-α


Active IL-1 Inflammation of synovial membrane

Clinical Presentation of Osteoarthritis

(Sumber : Bachtiar,2010)
14

Faktor – faktor resiko OA selanjutnya menyebabkan kerusakan pada daerah sendi

melalui tiga mekanisme yaitu peningkatan Matrix Metalloproteases (MMP),

inflamasi pada membran synovial dan stimulasi produksi nitric oxid. (Current, 2010)

a. Peningkatan Matrix Metalloproteases (MMP)

Collagenase, sebuah enzim MMP bertanggung jawab atas degradasi kolagen. begitu

juga stromelysin bertanggung jawab atas degradasi proteoglikan. Sebuah enzim yang

disebut Aggrecanase juga bertanggung jawab atas degradasi proteoglikan.

b. Inflamasi Membran Sinovial

Sintesis mediator – mediator seperti interleukin-1 (IL-1), interleukin-6 (IL-6) dan

TNF-α (Tumor Necrosis Factor) pada membrane synovial menyebabkan degradasi

tulang rawan. Sitokin ini mampu meningkatkan sintesis enzim MMP, menghambat

sintesis bahan – bahan matriks misalnya kolagen dan proteoglikan. Aksi IL-1 dan

TNF-α pada proses enzim, dikombinasikan dengan penekanan sintesis matriks,

menghasilkan degradasi yang parah dalam tulang rawan.

c. Stimulasi Produksi Nitric Oxide

Disamping 2 mekanisme di atas, terdapat pula mekanisme lain dimana IL-1

memunculkan efek yang dapat menyebabkan inflamasi dengan menstimulasi produk

Nitric Oxide (NO). NO juga dapat menghambat produksi kolagen dan sintesis

proteoglikan.
15

2.2 Histopatologi Jaringan Sendi

Pada gambaran histopatologi jaringan sendi normal meunujukkan bentuk

normal membran synovial yang berisi sinoviosit dan keteraturan serabut kolagen.

Kartilago sendi merupakan target utama perubahan degeneratif pada Osteoarthritis.

Kartilago sendi ini secara umum berfungsi untuk membuat gerakan sendi bebas

gesekan karena terendam dalam cairan sinovial dan sebagai “absorb shock”, penahan

beban dari tulang. Pada Osteoarthritis, terjadi gangguan homeostasis dari

metabolisme kartilago sehingga terjadi kerusakan struktur proteoglikan kartilago,

erosi tulang rawan, dan penurunan cairan sendi (Mandelbaum, 2005).

A B

Gambar 2.1 A. Sendi lutut normal, B.Sendi lutut osteoarthritis (Helmi,2012)

Tulang rawan (kartilago) sendi dibentuk oleh sel kondrosit dan matriks

ekstraseluler, yang terutama terdiri dari air (65%-80%), proteoglikan, dan jaringan

kolagen. Kondrosit berfungsi mensintesis jaringan lunak kolagen tipe II untuk

penguat sendi dan proteoglikan untuk membuat jaringan tersebut elastis, serta

memelihara matriks tulang rawan sehingga fungsi bantalan rawan sendi tetap terjaga

dengan baik.
16

Pada tulang rawan sendi (kartilago) dilumasi oleh cairan sendi sehingga

mampu menghilangkan gesekan antar tulang yang terjadi ketika cairan sendi

(sinovial) mengurangi gesekan antar kartilago pada permukaan sendi sehingga

mencegah terjadinya keletihan kartilago akibat gesekan. Protein yang disebut dengan

lubricin merupakan protein pada cairan sendi yang berfungsi sebagai pelumas.

Protein ini akan berhenti disekresikan apabila terjadi cedera dan peradangan pada

sendi.

Gambar 2.2 Perbedaan histologi jaringan sendi normal dan osteoarthritis

Gambaran histopatologi kartilago pada jaringan sendi, kartilago normal

mempunyai susunan sel kondrosit yang teratur. Kondrosit terletak di dalam lakuna

dan sebagian membentuk kelompok isogenous. Pada bagian perikondrium terdapat

jaringan ikat padat (kolagen) yang merupakan salah satu penyusun sel tulang rawan

(kartilago). Terjadi transisi dan diferensiasi sel dari pericondrium dan kartilago
17

ditandai dengan sel – sel fibroblas yang memanjang menjadi lebih besar dan

kondrosit menjadi lebih bulat dengan permukaan yang tidak teratur.

Rawan sendi dibentuk oleh sel rawan sendi (kondrosit) dan matriks rawan

sendi. Kondrosit berfungsi menyintesis dan memelihara matriks rawan sehingga

fungsi bantalan rawan sendi tetap terjaga dengan baik. Gangguan pada fungsi

kondrosit akan memicu proses patogenik osteoarthritis. Rawan sendi pada keadaan

normal melapisi ujung tulang. Matrik rawan sendi mempunyai dua macam

makromolekul, yaitu proteoglikan dan kolagen, disamping mineral, air dan enzim.

Proteoglikan terdiri atas protein dengan rantai glikosaminoglikan, kondroitin sulfat

dan keratan sulfat. Proteoglikan bergabung dengan glikosaminoglikan lain dan

protein lain untuk menstabilkan dan memperkuat rawan sendi. Kolagen rawan sendi

atau kolagen tipe II penting untuk integritas struktur dan kemampuan fungsi rawan

sendi (Kapoor, 2011)

Stres mekanik yang terjadi akan mempengaruhi metabolisme kondrosit,

pelepasan enzim MMP gangguan biokimia sifat matrik sehingga terdapat penurunan

kadar proteoglikan sedangkan kolagen masih normal, sementara sintesis kondrosit

meningkat sebagai tanda usaha memperbaiki diri. Sintesis kondrosit meningkatkan

kuantitas. sitokin seperti interleukin I (IL I), Tumor Necrosis Factor (TNF α) enzim

kolagenase, gelatin IL dan TNF α sebagai media yang akan mengaktifkan enzim

proteolitik. Molekul pro-inflamasi lain seperti Nitride Oxide (NO, radikal bebas

inorganik) dapat menjadi faktor yang ikut berperan dalam kerusakan kartilago sendi.

Proses ini terjadi akibat terbentuknya enzim metaloproteinase (MMP) yang akan
18

memecahkan proteoglikan dan kolagen. Enzim MMP dalam keadaan normal

dihambat oleh Tissue Inhibitor of Metaloprotein (TIMP). Secara teoritis

ketidakseimbangan antara produksi MMP dan TIMP akan menyebabkan peningkatan

proteolisis matrik sehingga terjadi degenerasi rawan sendi (Osteoartritis) (Kenneth,

2005).

2.3 Pengobatan Osteoarthritis

Pengobatan pada Osteoarthritis melingkupi penurunan rasa nyeri yang timbul,

mengoreksi gangguan yang timbul dan mengidentifikasi manifestasi-manifestasi

klinis dari ketidakstabilan sendi ( Felson, 2008).

a. Obat Antiinflamasi Nonsteroid ( AINS ), Inhibitor Siklooksigenase-2 (COX-2),

dan Asetaminofen

Untuk mengobati rasa nyeri yang timbul pada OA lutut, penggunaan obat

AINS dan Inhibitor COX-2 dinilai lebih efektif dari pada penggunaan asetaminofen.

Namun karena risiko toksisitas obat AINS lebih tinggi daripada asetaminofen,

asetaminofen tetap menjadi obat pilihan pertama dalam penanganan rasa nyeri pada

OA. Cara lain untuk mengurangi dampak toksisitas dari obat AINS adalah dengan

cara mengombinasikannnya dengan menggunakan inhibitor COX-2.

b. Chondroprotective Agent

Chondroprotective Agent adalah obat – obatan yang dapat menjaga atau

merangsang perbaikan dari kartilago pada pasien OA. Obat – obatan yang termasuk
19

dalam kelompok obat ini adalah : tetrasiklin, asam hialuronat, kondroitin sulfat,

glikosaminoglikan, vitamin C, dan sebagainya ( Felson, 2006 ).

2.4 Enzim Papain

Ada banyak cara untuk menimbulkan Osteoarthritis di hewan percobaan

seperti trauma, pembedahan, penggunaan bahan kimia dan enzim yang berkontribusi

terhadap perubahan histologis tulang rawan. Papain adalah enzim proteolitik yang

menyebabkan degradasi kolagen, merusak mikro-arsitektur tulang rawan dan

integritas sendi yang terpapar. Enzim ini menghasilkan kondisi Osteoarthritis dalam

waktu singkat dan dengan dosis rendah. Papain menghasilkan lesi histologis yang

menyerupai fase awal Osteoarthritis alami pada manusia(Khan, 2013).

Papain (enzim proteolitik) atau monosodium iodoacetate (MIA) digunakan

untuk merubah morfologi histologi sendi artikular (Guzman et al., 2003). Enzim

kolagenase mengakibatkan luka ligamen dan otot, ketidakstabilan sendi yang

diinduksi dalam pembedahan model meniscectomy parsial dikombinasikan dengan

transaksi kolateral dan cruciatum ligamen (Fernihough et al, 2004).

Dalam penelitian ini bahan kimia yang digunakan untuk mengembangkan OA

adalah enzim papain yang disuntikkan melalui intraarticular untuk menginduksi OA.

Kuantifikasi induksi papain dalam model tikus percobaan Osteoarthritis

dikembangkan dalam kaitannya dengan perkembangan lesi dengan hitungan perhari.

Dalam penelitian ini, sistem penilaian histopatologi dikembangkan dengan sedikit

modifikasi skor Mankin seperti yang dijelaskan oleh Murat et al. 2007.
20

Proliferasi respon kondrosit disebabkan menipisnya proteoglikan dan

kemudian jumlahnya menurun saat diamati yang disebabkan oleh menurunnya

aktivitas metabolisme kondrosit. Dalam model tikus Osteoarthtritis, hilangnya

matriks, kondrosit clustering dan daerah berongga perichondrocyte diamati sesuai

dengan pengamatan dari Walton et al. (1977) dan Schunke et al. (1988) dalam strain

tikus yang berbeda. Model ini menawarkan metode cepat dan minimal invasif untuk

menghasilkan OA seperti lesi dalam model tikus.

2.5 Sitokin Proinflamasi Interleukin 6 (IL-6)

IL-6 merupakan sitokin pleiotropik yang diproduksi oleh banyak tipe sel

seperti monosit, fibroblas, sel-sel endotel, dan limfosit T dan B. IL-6 tidak

diekspresikan secara terus-menerus, melainkan banyak diinduksi dan diproduksi

sebagai respon terhadap sejumlah rangsangan inflamatori seperti IL-1, TNF-α,

produk-produk bakteri, dan infeksi virus. Sitokin ini mempunyai fungsi yang

berbeda, meliputi differensiasi dan/atau aktivasi makrofag dan sel-sel T, sel-sel

pertumbuhan dan differensiasi sel-sel B, stimulasi hematopoesis dan differensiasi

neural. IL-6 juga berperan dalam resorpsi tulang. Sitokin ini pertama ditemukan

menstimulasi pembentukan sel-sel multinukleat yang mirip dengan osteoklas dan

diketahui berpotensi sebagai stimulator differensiasi osteoklas, resorpsi tulang dan

menghambat pembentukan tulang. Pada penelitian terakhir, diketahui bahwa IL-6

hanya dapat dilihat pada jaringan yang terinflamasi. Dalam penelitian ini destruksi

tulang atau jaringan ikat secara langsung berhubungan dengan kadar IL- 6.
21

Diketahui bahwa famili sitokin IL-6 bisa menstimulasi resorpsi tulang, dalam

hal ini pengaruh sitokin IL- 6 pada ekspresi RANKL (ligand of receptor activator of

NF- κB), RANK (receptor activator of NF- κB), dan OPG (osteoprotegerin). Famili

sitokin tipe IL- 6 adalah sitokin yang terdiri dari IL- 6, IL-11, leukemia inhibitory

factor (LIF), oncostatin M (OSM), ciliary neutrophic factor, cardiotrophin-1, dan

neutrophin-1/B cell stimulatory faktor-3. (Triskayani, 2010).

IL-6 merupakan sitokin yang berfungsi dalam imunitas nonspesifik dan

spesifik yang diproduksi oleh makrofag, sel T,dan sel endotel. Pada imunitas

nonspesifik IL-6 berperan dalam merangsang produksi neutrophil, sedangkan pada

imunitas spesifik IL-6 merangsang produksi antibodi oleh sel B (Baratawidjaja, 2010)

Interleukin 6 (IL-6) adalah salah satu sitokin yang berperan dalam respon

imun, pertahanan sel, dan apoptosis, dan proliferasi. IL-6 sebagai respon terhadap

luka pada jaringan, infeksi, dan stimulus inflamasi. IL-6 dihasilkan oleh berbagai sel

yang berbeda, seperti sel monosit, sel T, sel B,sel endotel, sel otot polos, dan

fibroblast. IL-6 menimbulkan inflamasi dengan mengatur diferensiasi dan pertahanan

sel T helper (Grivennikov et al, 2011).

Sitokin diperlukan pada awal reaksi inflamasi danuntuk mempetahankan

respons inflamasi. IL-1, IL-6 dan TNF-α memiliki efek local yaitu menginduksi

molekul adhesi (ICAM) pada endotel serta menarik sel – sel imun ke tempat cedera.

Proses inflamasi terjadi setelah induksi karsinogenik, mulai dari inflamasi lokal

hingga inflamasi kronis. Inflamasi akan terus berlangsung hingga antigen bisa

dieradikasi secara menyeluruh. Inflamasi kronis terjadi bila proses inflamasi akut
22

gagal. Antigen yang persisten menimbulkan aktivasi dan akumulasi makrofag yang

terus menerus. Akumuasi dan aktivasi makrofag yang dalam waktu lama akan

menyebabkan tingginya titer mediator inflamasi (IL-1, IL-6, TNF-alfa) dan ROS

(Baratawidjaja, 2010).

2.6 Glukosamin dalam Cangkang Telur

Cangkang telur ayam merupakan limbah yang mudah didapat. Berdasarkan

data Bappenas, produksi telur pada tahun 2004 mencapai 1,1 juta ton dan tahun 2005

meningkat menjadi 1,15 juta ton dengan wilayah penghasil utama telur adalah Pulau

Jawa (Bappenas, 2006). Cangkang telur juga merupakan sumber baru alamiah yang

melimpah akan senyawa bioaktif seperti glukosamin, kondroitin sulfat, asam

hialuronat, dan protein kaya sulfur (Pamungkas, 2014).

Glukosamin merupakan suatu amino monosakarida larut air yang merupakan

prekursor untuk sintesis protein terglikosilasi dan lemak. Salah satu peran fisiologis

utama dari glukosamin adalah stimulasi sintesis senyawa-senyawa yang dibutuhkan

untuk fungsi persendian, menstimulasi sintesis proteoglikan, menghambat degradasi

proteoglikan, serta menstimulasi regenerasi tulang rawan setelah terjadi kerusakan

(Herowati, 2014). Glukosamin, yang merupakan salah satu kandungan yang terdapat

pada cangkang telur, berfungsi meningkatkan produksi asam hialuronat pada fase

proliferasi dan berperan dalam stimulasi sintesis glikosaminoglikan dan kolagen pada

proses penyembuhan luka (Pamungkas, 2014).


23

Glukosamin dipercaya dapat memperlambat progresivitas perubahan struktur

anatomis sendi pada OA lutut dan mengkontrol progresivitas gejala OA. Glukosamin

(2-amino-2-deoxi-β-d-glukopiranosa), merupakan zat yang normal ditemukan di

matriks tulang rawan sendi dan cairan sendi manusia. Glukosamin merupakan

prekusor utama untuk biosintesis berbagai makromolekul seperti asam hialuronat,

proteoglikan, glikosaminoglikan (GAGs), glikolipid, dan glikoprotein. Glukosamin

terdapat di hampir semua jaringan lunak dalam tubuh manusia, konsentrasi tertinggi

di tulang rawan (Miller,2011).

Pada kartilago sehat, glikosaminoglikan memiliki muatan negatif sehingga

dapat mengikat molekul air (H2O). Dengan berjalannya usia yang menyebabkan

proses degenerasi, rantai samping glikosaminoglikan berkurang, menghilangkan

kemampuan tulang rawan untuk mengikat air, yang pada akhirnya mengganggu

hidrasi tulang rawan tersebut. Mekanisme efek kondroprotektif glukosamin yang

mungkin adalah stimulasi langsung kondrosit, memasukkan sulfur ke dalam tulang

rawan sendi, dan perlindungan terhadap proses degenerasi tubuh dengan cara

mengubah ekspresi genetic (Dahmer, 2008).

Secara molekuler penggunaan glukosamin menyebabkan peningkatan

signifikan protein inti aggrekan dan mRNA, juga penurunan matrix

metalloproteinase-3. mencegah produksi interleukin1 (IL-1), stimulasi prostaglandin

E. Sehigga glukosamin berperan dalam pembentukan proteoglycan, bekerja dengan

merangsang pembentukan tulang rawan, serta menghambat perusakan tulang rawan

(Dahmer, 2008).
24

2.7 Omega-3 dalam Lemak Kambing

Peningkatan jumlah pemotongan ternak kambing diikuti dengan peningkatan

limbah berupa darah, kulit, isi rumen dan tulang. Selama ini limbah lemak kambing

belum dimanfaatkan secara optimal, lemak kaya akan senyawa protein khususnya

protein kolagen yang memiliki potensi untuk diproses menjadi omega-3. Asam lemak

tak jenuh ganda (PUFA) lemak kambing sebagian besar terdiri dari C18: 2, linolenat

(C18: 3) dan arachidonic. PUFA dalam lemak kambing (yaitu, C18: 2, C18: 3 dan

C20: 4) lebih tinggi dibanding domba dan sapi yang tercatat tetapi lebih rendah

dibandingkan dengan daging babi. Peringkat C18: 3 pada beberapa spesies:

kambing>domba>sapi>daging babi (Banskalievaa et al., 2000).

Asam lemak esensial omega-3 yakni Alpha Linolenic Acid (ALA) maupun

EPA dan DHA akhir-akhir ini banyak digunakan dalam diet pakan seseorang untuk

mengatasi kerusakan tulang. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa omega-3 dapat

menurunkan mediator pro-inflamasi seperti TNF-α, interleukin-1β dan interleukin-6

(IL-6). Omega-3 dapat menghambat metabolisme AA menjadi prostaglandin (PGE2)

yang dapat merangsang terjadinya inflamasi dan AA akan digantikan posisinya oleh

omega-3, sehingga omega-3 dianggap sebagai anti-inflamasi. Penurunan mediator

proinflamasi menghambat pembentukan dan aktivitas osteoklas, sehingga osteoblas

melakukan proliferasi dan diferensiasi untuk menjadi osteoblas yang matur sehingga

jumlah osteoblas meningkat dan kepadatan tulang akan meningkat pula (Laflamme,

2004).
25

Berdasarkan penelitian sebelumnya, dosis asam lemak omega-3 yang dapat

memberi perbaikan pada inflamasi sendi yaitu dosis tinggi sebanyak 2,6 gram omega-

3. Dosis tinggi omega-3 sangat aman dan hampir tidak ada efek samping di luar

tubuh ataupun di dalam tubuh. Persyaratan Gizi dari anjing dan kucing menunjukkan

batas atas yang aman dari jumlah gabungan EPA+DHA sebagai diet 2.800 mg/ 1000

kkal, setara dengan 370 mg/ kg berat badan 0,75 untuk anjing. Hal ini setara dengan

2.080 mg untuk anjing 10 kg. Saat ini, data yang diterbitkan tidak cukup tersedia

untuk menetapkan batas atas yang aman untuk kucing (Lenox and Bauer, 2013).

Gruenwald et al., (2009) menyatakan, tingkat kondisi Osteoarthritis yang

sedang sampai parah pada pinggul atau lutut yang menerima 1500 mg glukosamin

sulfat bersama dengan 200 mg omega-3 dapat mengurangi rasa sakit yang lebih besar

dan gejala Osteoarthritis yang lebih sedikit di bandingkan dengan orang yang hanya

menggunakan glukosamin saja.

2.8 Hewan Coba Tikus (Rattus norvegicus) Model Osteoartritis

Hewan coba merupakan hewan yang sengaja dipelihara yang digunakan

sebagai hewan model untuk mempelajari dan mengembangkan berbagai macam

bidang ilmu dalam skala penelitian atau pengamatan penelitian. Tikus (Rattus

novergicus) merupakan jenis tikus yang umum digunakan dalam penelitian mengenai

toksikologi, reproduksi, farmakologi, dan analisis perilaku. Sistem klasifikasi tikus

Rattus norvegicus. Menurut Armitage (2004) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia
26

Filum : Chordata

Kelas : Mammalia

Ordo : Rodentia

Subordo : Myomorpha

Famili : Muridae

Genus : Rattus

Spesies : Rattus norvegicus

Galur : Sprague Dawley, Wistar, Long evan

Tikus putih (Rattus norvegicus) memiliki ciri antara lain rambut tubuh

berwarna putih dan mata yang merah, panjang tubuh total 440 mm, panjang ekor

205mm dan bobot Rattus norvegicus pada usia dewasa adalah sekitar 150-250gram

(Potter, 2007). Kelebihan tikus ini terletak pada ketenangan dan kemudahan dalam

penanganan. seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1. Rattus norvegicus strain

wistar umum digunakan sebagai hewan model Osteoarthritis dikarenakan memiliki

beberapa keunggulan yaitu kadar asam amino dan sistem metabolismenya yang

hampir sama dengan manusia sehingga memudahkan dalam melakukan penelitian

(Miller et al, 2010)


27

Gambar 2.3 Tikus Putih Strain Wistar (Rattus norvegicus) (Gultom, 2003)

Ada banyak cara untuk menimbulkan OA di hewan coba seperti trauma,

operasi, penggunaan bahan kimia dan enzim yang berkontribusi terhadap perubahan

histologis tulang rawan. Papain adalah enzim proteolitik yang menyebabkan

degradasi kolagen tulang rawan mikro-arsitektur dan mengganggu integritas sendi

yang terpapar. Papain (enzim proteolitik) atau monosodium iodoacetate (MIA)

digunakan untuk mengubah morfologi histologi sendi artikular (Guzman et al., 2003).

Enzim kolagenase menyebabkan cedera pada ligamen dan tendon. ketidakstabilan

sendi diinduksi dalam model bedah oleh meniscectomy parsial (Fernihough et al,

2004).

Papain ini menimbukan OA dalam waktu singkat pada dosis rendah dan lebih

banyak digunakan untuk induksi OA dalam penelitian. Papain menghasilkan lesi

histologis menyerupai fase awal OA alami pada manusia . perubahan secara progresif

dalam arsitektur histologi lutut tulang rawan sendi dinilai dalam kaitannya dengan

waktu atau lamanya Tikus dianestesi dengan ketamine (dosis 100 mg/kg BB) dan
28

xylazine (dosis 10mg/kg BB) lalu diinjeksi larutan papain 4% sebanyak 0,2 ml secara

intraartikular pada sendi lutut kiri tikus. Injeksi diulang pada hari ke-4 dan 7 pasca

injeksi hari ke-1 (Murat et al., 2007).

You might also like