You are on page 1of 5

TUGAS EKOLOGI TUMBUHAN

PENGARUH FAKTOR ABIOTIK (TOPOGRAFI DAN TANAH) TERHADAP


TUMBUHAN
Dosen Pengampu : Dr. Ir. Samsurizal M. Suleman, M.Si., C.EIA.

KELOMPOK 1

Muhammad Arihidayat (A22120065)


Anni Batu (A22120110)
Susanti (A22120074)
Winanda (A22120064)
Arzy Rizqy Putri Az-Zahra (A22120027)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TADULAKO
2022
BAB I
PENDAHULUAN

Faktor abiotik merupakan faktor eksternal yang mempengaruhi proses pertumbuhan


dan perkembangan suatu tumbuhan. Tanah merupakan salah satu komponen abiotik pada
permukaan bumi yang sangat penting bagi makhluk hidup. Tanah menjadi sangat penting
karena tanah menyediakan unsur hara, seperti mineral, bahan organik, air dan udara bagi
tumbuhan untuk proses fotosintesis. Topografi adalah kombinasi antara posisi lintang suatu
tempat dipermukaan bumi (latitude) serta tinggi rendahnya ditinjau dari permukaan laut
(altitude). Topografi mempunyai pengaruh yang besar terhadap penyebaran makhluk hidup,
yang tampak jelas pada penyebaran tumbuhan. Hal ini disebabkan adanya perbedaan
topografi yang mengakibatkan intensitas cahaya, suhu dan curah hujan yang berbeda-beda
disetiap tempat.

BAB II
ISI
1. Pengaruh Topografi terhadap tumbuhan
Topografi atau ketinggian tempat juga berpengaruh langsung terhadap kadar oksigen
dan tekanan udara. Semakin tinggi suatu tempat, tekanan udara dan kadar oksigen akan
semakin berkurang. Kondisi ini sangat mempengaruhi vegetasi tumbuhan yang mampu
hidup pada keadaan tersebut. Topografi sangat berpengaruh terhadap habitat suatu
tumbuhan, ketinggian suatu tempat akan mengubah suhu, kelembaban dan lain sebagainya,
begitupun kemiringan suatu dataran, akan berpengaruh terhadap jalan air yang dapat
membawa nutrisi bagi tumbuhan tersebut.
Topografi dapat digunakan untuk menggambarkan perbedaan suhu dan kelembaban
serta curah hujan (iklim). Ketinggian suatu tempat berpengaruh terhadap ketersediaan air.
Daerah yang lebih rendah dapat menerima pasokan air yang relatif cukup, sementara pada
saat yang sama, di dataran tinggi sebagian besar hujan yang diterima akan berjalan turun
ke daerah yang lebih rendah. Akibatnya, daerah yang lebih tinggi kehilangan banyak
pasokan air. Menurut Holridge (1967) suhu menurun dengan bertambahnya ketinggian,
dan mempergunakan laju penurunan suhu sekitar 6C untuk setiap kenaikan 1000 m.
Bertambah tingginya suatu tempat berasosiasi dengan meningkatnya keterbukaan dan
kecepatan angin, hal ini selain mengakibatkan penurunan suhu juga mempengaruhi
kelembaban. Ketinggian juga mempunyai arti tertentu terhadap hujan orografik, sehingga
ekosistem pada daerah-daerah pegunungan sering menerima hujan yang lebih banyak dari
daerah pedataran. Dengan demikian memodifikasi iklim secara makro berdasarkan
ketinggian ini akan menghasilkan suatu zonasi ekosistem, yang biasanya juga sejalan
dengan zonasi dari suhu.
Van Steenis (1972) mengemukakan adanya tiga zona termo-ekologi, yaitu megaterm,
mesoterm, dan mikroterm. Megaterm merupakan kawasan panas dimana reaksi tumbuhan
terhadap zonasi ini menghasilkan berbagai macam tumbuhan dengan toleransi ekologi
yang berbeda-beda, dan hanya beberapa tumbuhan yang mampu bertahan hidup.
Sedangkan kelompok lain lebih menyukai iklim yang sejuk, yaitu mesoterm ekologi,
terbatas di garis lintang menengah dan apabila di tropika akan terdapat di daerah gunung
atau motan. Kelompok ketiga adalah mikroterm ekologi, terbatas pada garis lintang yang
tinggi dan terikat pada iklim yang dingin atau pada daerah pegunungan yang tinggi.
Salah satu contoh pengaruh topografi pada tumbuhan adalah pengelolaan perkebunan
kelapa sawit yang harus mempertimbangkan banyak kriteria dan diterapkan oleh pengelola
kebun. Kriteria yang harus diperhatikan adalah pemilihan lahan (iklim, tanah, topografi),
bahan tanaman, teknis pengelolaan, pemanenan, dan lingkungan. Jika semua kategori
diperkebunan kelapa sawit dapat dikelola dan diintegrasikan dengan satu sama lain maka
akan diperoleh produksi tandan buah segar sesuai dengan potensi produksinya. Maka
untuk memperoleh produksi optimal, diperlukan pengelolaan yang tepat. Pengelolaan
perkebunan kelapa sawit telah dimulai dari pembukaan perkebunan, pembibitan,
penanaman sampai dengan panen. Indikator yang digunakan dalam pengelolaan
perkebunan adalah pemilihan lahan, bahan tanam, manajemen teknis, manajemen panen,
dan lingkungan (Salmiyati et al., 2014).
Produksi kelapa sawit berhubungan erat dengan kemiringan lahan, kadar air tanah,
serta kandungan pasir dan debu di dalam tanah. Berat tandan buah segar (TBS) kelapa
sawit menurunkan masing-masing 0.4 dan 0,7 kg untuk setiap kenaikan 1% kemiringan
lahan dan 1% kandungan pasir di dalam tanah. Sebaliknya berat TBS meningkat masing-
masing 4,2 dan 0,7 kg setiap kenaikan 1% kadar air tanah pada kondisi kering angin dan
1% kandungan debu di dalam tanah. Karakteristik struktur tanah seperti kepadatan dan
stabilitas agregat berhubungan tidak erat dengan produksi kelapa sawit. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa lahan dengan kemiringan di atas 15% sebaiknya tidak digunakan
untuk penanaman kelapa sawit tanpa adanya tindakan konservasi (Hermawan, 2010).
2. Pengaruh Tanah Terhadap Tumbuhan

Tanah adalah media alam yang menjadi salah satu aspek penunjang kehidupan seluruh
makhluk hidup, termasuk pula tanaman. Subur atau tidaknya tanaman dipengaruhi oleh
kandungan unsur hara yang berbeda-beda pada setiap jenis tanah. Unsur hara yang
terkandung dalam tanah secara langsung berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
perkembagan tanaman disamping kemampuan tanaman dalam menyerap zat hara dari
dalam tanah. Kemampuan tanaman untuk melakukan proses penyerapan unsur hara juga
dipengaruhi oleh faktor utama, yakni tingkat keasaman tanah dan pH. Dengan mengetahui
kadar pH dalam tanah, maka para petani dapat menentukan tanaman apa yang cocok
ditanam atau di budidayakan karena setiap tanaman memiliki krakteristik kebutuhan kadar
pH yang berbeda-beda. Ada tiga jenis pH yang mendasari karakteristik tanah dan biasanya
menjadi acuan utama dalam bidang pertanian, yaitu antara lain;

a) pH Netral, dimana tanah dengan pH netral berada pada angka 6,5 hingga 7,8. Tingkat
keasam-basaan ini merupakan pH ideal kandungan senyawa organik, mikroorganisme,
unsur hara dan mineral-mineral dalam kondisi yang optimal. Biasanya tanah ber-pH
netral cocok digunakan untuk bercocok tanam. Beberapa tanaman seperti ubi kayu
optimal ditanam pada tanah ber-pH 4,5 hingga 8 dan cabai memerlukan pH tanah
antara 5,6 hingga 7,2.

b) pH Asam, dimana kadar pH dalam tanah asam biasanya dimiliki oleh tanah gambut
yang cenderung mempunyai kandungan hydrogen, aluminium dan belerang yang
tinggi. Pada kondisi asam biasanya tanaman tidak mampu tumbuh dengan baik karena
zat hara tidak dapat diserap oleh tumbuhan secara optimal.

c) pH Basa, dimana tanah dengan pH basa lebih banyak mengandung zat kapur dan
umumnya terdapat di daerah pesisir pantai. Selain itu tanah basa juga memiliki
kandungan ion magnesium, kalsium, kalium, dan natrium lebih tinggi. Kondisi
kebasaan yang tinggi tidak baik utnuk tanaman.

Dengan mengetahui tentang derajat keasaman tanah (pH tanah) sangat berperan dalam
keberhasilan suatu budidaya tanaman. Dengan mengetahui pH tanah juga petani bisa
menentukan skala yang ideal untuk pertumbuhan dan berkembangnya tanaman sehingga
kerugian dapat diminimalisir
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Topografi sangat berpengaruh terhadap habitat suatu tumbuhan, ketinggian suatu
tempat akan mengubah suhu, kelembaban dan lain sebagainya, begitupun kemiringan
suatu dataran, akan berpengaruh terhadap jalan air yang dapat membawa nutrisi bagi
tumbuhan tersebut. Dengan adanya faktor-faktor tersebut suatu tumbuhan akan
beradaptasi agar dapat bertahan hidup dengan mengubah morfologi dan fisiologinya, dan
ini akan memberikan suatu kekhasan karakter suatu tumbuhan yang hidup pada topografi
yang berbeda-beda pada beberapa wilayah.
Tanah adalah media alam yang diperlukan untuk kegiatan bercocok tanam, pada
setiap tanah memiliki kandungan unsur hara yang berbeda-beda. Kandungan unsur hara
dan tingkat kesuburan tanah sangat berperan penting dalam proses pertumbuhan dan
perkembangan tanaman. Tingkat kesuburan tanaman tergantung pada kemampuan
tanaman dalam menyerap unsur hara yang tersedia di dalam tanah. Faktor penting yang
mempengaruhi proses penyerapan unsur hara oleh akar tanaman adalah derajat keasaman
tanah (pH tanah). Kondisi tanah yang paling ideal untuk tumbuh dan berkembangnya
tanaman adalah tanah yang bersifat netral, namun ada beberapa jenis tanaman yang masih
toleran terhadap pH yang sedikit asam yaitu tanah yang ber-Ph maksimal 5.

DAFTAR PUSTAKA

Dinas Pertanian. (2021). Pengaruh pH Tanah Terhadap Pertumbuhan Tanaman

Sity Maida, & Lutfi Akhsani. (2014). Faktor Abiotik, Topografi Dan Pengaruhnya Terhadap

Tumbuhan. Jurusan Biologi, Universitas Negeri Jakarta

Meilani Marjuki. (2014). Faktor Abiotik Tanah dan Topografi

Yohana Theresia Maria Astuti, Tri Nugraha Budi Santosa, Heribertus Vestralen Ipir. 2017.

Pengaruh Topografi Terhadap Produksi Kelapa Sawit. Institusi Pertanian STIPER

You might also like