You are on page 1of 105

LAPORAN PENDAHULUAN

9 Basic Promoting Physiology of Health

Tugas Mandiri

Stase Praktek Keperawatan Dasar Profesi (KDP)

Disusun Oleh:

Zahratul Hayati, S.Kep

2210149011541

Mengetahui,

Preseptor Akademik Preseptor Klinik

(………………………….…) (………………………….…)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS

UNIVERSITAS MOHAMMAD NATSIR

BUKITTINGGI

TA 2022/2023
LAPORAN PENDAHULUAN

9 Basic Promoting Physiology of Health

Tugas Mandiri

Stase Praktek Keperawatan Dasar Profesi (KDP)

Disusun Oleh:

Anisa Marta Ningsih, S.Kep

2210149011540

Mengetahui,

Preseptor Akademik Preseptor Klinik

(………………………….…) (………………………….…)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS

UNIVERSITAS MOHAMMAD NATSIR

BUKITTINGGI

TA 2022/2023
LAPORAN PENDAHULUAN

AKTIFITAS DAN LATIHAN

A. Pengertian
Aktivitas adalah suatu energi atau keadaan bergerak dimana manusiamemerlukan
untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup. Salah satu tandakesehatan adalah adanya
kemampuan seseorang melakukan aktivitasseperti berdiri, berjalan dan bekerja. Aktivitas
fisik yang kurang memadaidapat menyebabkan berbagai gangguan pada sistem
muskuloskeletalseperti atrofi otot, sendi menjadi kaku dan juga
menyebabkanketidakefektifan fungsi organ internal lainnya.(Towarto, Wartonah 2007)
Latihan merupakan suatu gerakan tubuh secara aktif yang dibutuhkkanuntuk menjaga
kinerja otot dan mempertahankan postur tubuh. Latihandapat memelihara pergerakan dan
fungsi sendi sehingga kondisinya dapatsetara dengan kekuatan dan fleksibilitas
oto.(Towarto, Wartonah 2007)
B. Fisiologi Pergerakan
Koordinasi gerakan tubuh merupakan fungsi yang terintegrasi dari sistemskeletal,
otot skelet, dan sistem saraf. Karena ketiga sistem ini berhubungan erat dengan
mekanisme pendukung tubuh, sistem ini dapatdianggap sebagai satu unit fungsional.
Sistem skeletal berfungsimenyokong jaringan tubuh, melindungi bagian tubuh yang
lunak, sebagaitempat melekatnya otot dan tendon, sebagai sumber mineral dan
berperandalam proses hematopoeisis (proses pembentukan dan perkembangan sel-sel
darah). Sedangan otot berperan dalam proses pergerakan,memberi bentuk pada postur
tubuh,dan memproduksi panas melalui aktivitaskontraksi otot. (Potter dan Perry, 2005)
Pengaturan pergerakan dapat dibedakan menjadi gerak yang disadari atauvolunter,
dan gerak yang tidak disadari atau involunter atau yang disebutdengan refleks. Proses
gerak yang disadari mekanismenya melalui jaluryang panjang mulai dari reseptor, saraf
sensorik, kemudian dibawa ke otakuntuk selanjutnya diasosiasi menjadi respons yang
akan dibawa oleh sarafmotorik dan efektor. Sedangkan gerakan refleks atau involunter
berjalandengan sangat cepat dan respons terjadi secara otomatis terhadaprangsangan,
tanpa memerlukan kontrol dari otak. (Tarwoto dan Wartonah,2006)
C. Nilai Nilai Normal
Kategori tingkat kemampuan aktivitas adalah sebagai berikut :
Tingkat Aktivitas / Mobilisasi Kategori
Mampu merawat diri sendiri secara
Tingkat 0
penuh
Tingkat 1 Memerlukan penggunaaan alat
Memerlukan bantuan atau
Tingkat 2
pengawasan orang lain
Memerlukan bantuan, pengawasan
Tingkat 3
orang lain dan peralatan
Sangat tergantung dan tidak dapat
Tingkat 4 melakukan atau berpartisipasi
dalam perawatan

D. Derajat Kekuatan Otot


Untuk mengetahui seberapa derajat kekuatan otot dapat digunakan dengan sekala
sebagai berikut :
Kakuatan
Skala Keternagan
Otot (%)
0 0 Paralisis sempurna
Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat
1 10
dipalpasi atau dilihat
Gerakan otot penuh melawan gravitasi
2 25
dengan topangan
3 50 Gerkan yang normal melawan gravitasi
Gerakan penuh yang normal melawan
4 75
gravitasi dan melawan tahanan minimal
Kekuatan normal, gerakan penuh yang
5 100 normal melawan gravitasi dan melawan
tahanan penuh
E. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Postur Tubuh Dan Pergerakkan
1. Usia dan status perkembangan
Terdapat perbedaan kemampuan mobilitas pada tingkat usia yang berbeda. Hal ini
dikarenakan kemampuan atau kematangan fungsi alat gerak sejalan dengan
perkembangan usia.
2. Proses penyakit/cidera
Proses penyakit dapat mempengaruhi kemampuan mobilitas karena dapat
mempengaruhi fungsi sistem tubuh. Sebagai contoh, orang yang menderita fraktur
akan mengalami keterbatasan pergerakan dalam ekstremitas.
3. Gaya hidup
Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi kemampuan mobilitas seseorang karena
gaya hidup berdampak pada perilaku atau kebiasaan sehari-hari.
4. Keadaan nutrisi
Kurangnya nutrisi dapat menyebabkan kelemahan otot dan obesitas dapat
menyebabkan pergerakan menjadi kurang bebas
5. Pekerjaan
Seseorang yang bekerja dikantor kurang melakukan aktivitas bila dibandingkan
dengan petani atau buruh.
F. Jenis Gangguan
Mobilisasi sangat penting untuk kesehatan. Imobolisasi yang berkepanjangan dan
bedrest akan menyebabkan serangkaian komplikasi pada berbagai system tubuh antara
lain :
a. Kontraktur : Jaringan ikat kolagen pada otot dan persendian akan digantikan oleh
jaringan fibrosa yang tidak elastis sehingga akan menyebabkan kekakuan pada
pergerakan persendian. Hal ini karena untuk sintesis kolagen diperlukan
rangsangan pergerakan
b. Disuse Atrofi : Atrofi otot adalah berkurangnya massa otot karena berkurangnya
lapisan aktin dan myosin pada myofibril.
c. Konstipasi : Imobilisasi menyebabkan peristaltik menurun sehingga menyebabkan
absopsi cairan berlebihan pada intestinum.
d. Pressure Ulcer : Pasien imobilisasi berisiko untuk mengalami luka tekan sebagai
akibat adanya penekanan pada tulang menonjol (bonyprominen), keringat,
lembab, deficit self care, dan friksi dengan tempat tidur.
e. Gastritis : Selama bedrest, sekresi bikarbonat lambung menurun sehingga
meningkatkan keasaman pada lambung
f. Ketidakseimbangan mineral dan elektrolit : Imobilisasi dan bedrest berhubungan
dengan duresis dan kehilangan sodium, potassium, zinc, phosphor, sulfur, dan
magnesium. Hal ini berhubungan dengan penurunan sekresi antidiuretik hormone
selama bedrest
g. Kehilangan mineral tulang : Immobilisasi dan bedrest berhubungan dengan
demineralisasi tulang akibat aktivasi osteoklas dan peningkatan kadar kalsium
darah.
G. Pengkajian
1. Identitas

2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Yang biasa muncul pada pasien dengan gangguan aktivitas dan latihan adalah
rasa nyeri, lemas, pusing, mengeluh sakit kepala berat, badan terasa lelah, muntah
tidak ada, mual ada, bab belum lancar terdapat warna kehitaman dan merah segar
hari belum bab, urine keruh kemerahan, parese pada ekstermitas kanan ataupun
fraktur.
b. Riwayat penyakit sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari
nyeri/fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap
klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya nyeri/fraktur tersebut sehingga nantinya
bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena.
c. Riwayat penyakit dahulu.
Ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang mengalami hipertensi
apakah sebelumnya pasien pernah mengalami penyakit seperti saat ini.
d. Riwayat kesehatan keluarga.
Perlu dikaji penyakit riwayat keluarga yang berhubungan dengan penyakit
tulang atau tidak. Penyakit tulang merupakan salah satu faktor predisposisi
terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa
keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetic
e. Riwayat kesehatan lingkungan klien
f. Genogram
Adalah gambar bagan riwayat keturunan atau struktur anggota keluarga dari
atas hingga ke bawah yang didasarkan atas tiga generasi sebelum pasien. Berikan
keterangan manakah simbol pria, wanita, keterangan tinggal serumah, yang sudah
meninggal dunia serta pasien yang sakit.
3. Pola Fungsi Kesehatan (Gordon)
a. Persepsi Terhadap Kesehatan – Manajemen Kesehatan
1) Tingkat pengetahuan kesehatan / penyakit meliputi sebelum sakit dan selam
sakit
2) Perilaku untuk mengatasi masalah kesehatan meliputi sebelum sakit dan selam
sakit
3) Faktor-faktor resiko sehubungan dengan kesehatan
b. Pola Aktivitas Dan Latihan
Menggunakan tabel aktifitas meliputi makan, mandi berpakaian, eliminasi,
mobilisaasi di tempat tidur, berpindah, ambulansi, naik tangga, serta berikan
keterangan skala dari 0 – 4 yaitu :
0 : Mandiri
1 : Di bantu sebagian
2 : Di bantu orang lain
3 : Di bantu orang dan peralatan
4 : Ketergantungan / tidak mampu
c. Pola Istirahat Tidur
Ditanyakan :
1) Jam berapa biasa mulai tidur dan bangun tidur
2) Sonambolisme
3) Kualitas dan kuantitas jam tidur
d. Pola Nutrisi - Metabolic
Ditanyakan :
1) Berapa kali makan sehari
2) Makanan kesukaan
3) Berat badan sebelum dan sesudah sakit
4) Frekuensi dan kuantitas minum sehari
e. Pola Eliminasi
1) Frekuensi dan kuantitas BAK dan BAB sehari
2) Nyeri
3) Kuantitas
f. Pola Kognitif Perceptual
Adakah gangguan penglihatan, pendengaran (Panca Indra)
g. Pola Konsep Diri
1) Gambaran diri
2) Identitas diri
3) Peran diri
4) Ideal diri
5) Harga diri
4. Pemeriksaan Fisik
a. Status kesehatan umum
Keadaan penyakit berat, keadaan umum tampak lemah, kesadaran compos mentis
mengarah apatis, Tekanan darah mmHg, suhu tubuh …O◦C, pernapasan ..x/menit,
nadi ..x/menit (regular), GCS : E=.. M=… V=.., BB ( sakit ), BB ( Sblm Sakit ),
hasil pengukuran lainnya, seperti LL dll.
b. Sistem integument
Tidak tampak ikterus, permukaan kulit kering, tekstur kasar, rambut hitam dan
berminyak , tidak botak, perubahan warna kulit; muka tampak pucat.
c. Kepala
Normo cephalic, simetris, nyeri kepala/sakit kepala, benjolan tidak ada.
d. Muka
Asimetris, odema , otot muka dan rahang kekuatan lemah , sianosis tidak ada
e. Mata
Alis mata, kelopak mata normal, konjuktiva anemis (+/+), pupil isokor, sclera
ikterus (-/ -), reflek cahaya positif. Tajam penglihatan tidak dapat
dievalusai, mata tampak cowong.
f. Telinga
Secret, serumen, benda asing, membran timpani dalam batas normal
g. Hidung
Deformitas, mukosa, secret, bau, obstruksi tidak ada, pernafasan cuping hidung
tidak ada.
h. Mulut dan faring
Bau mulut , stomatitis (-), gigi banyak yang hilang, lidah merah merah mudah,
kelainan lidah tidak ada. Terpasang NGT
i. Leher
Simetris, kaku kuduk tidak ada, vena jugularis 5 + 2cm H2O. tidak ada benjolan
limphe nodul.
j. Thoraks
Gerakan dada simitris, retraksi supra sternal (-), retraksi intercoste (-), perkusi
resonan, rhonchi -/- pada basal paru, wheezing -/-, vocal fremitus tidak
teridentifikasi.
k. Jantung
Batas jantung kiri ics 2 sternal kiri dan ics 4 sternal kiri, batas kanan ics 2 sternal
kanan dan ics 5 mid axilla kanan.perkusi dullness. Bunyi S1 dan S2 tunggal;
dalam batas normal, gallop(-), mumur (-). capillary refill 2 – 3 detik .
l. Abdomen
Bising usus; hiperperistaltik, bunyi bruit sangat jelasa, tidak ada benjolan, nyeri
tekan tidak ada, perabaan massa tidak ada, hepar tidak teraba, asites (-).
m. Inguinal-Genitalia-Anus
Nadi femoralis teraba, tidak ada hernia, pembengkakan pembuluh limfe tidak ada.,
tidak ada hemoroid, terpasang kateter hr.III
n. Ekstrimitas
Akral hangat, edema -/-, kekuatan 2/2, gerak yang tidak disadari -/-, atropi -/-,
capillary refill 3 detik, atropi -/-. Perifer tampak pucat.
o. Tulang belakang
Tidak ada lordosis, kifosis atau scoliosis.
L. Diagnosa Keperawatan
1. Intoleransi aktivitas
2. Gangguan mobilitas fisik
3. Keletihan
4. Nyeri akut
5. Resiko gangguan integritas kulit
M. Intervensi
No Diagnosa Intervensi
1 Intoleransi aktivitas Terapi aktivitas
Tindakan :
Observasi
a. Identifikasi defisit tingkat aktivitas
b. Identifikasi kemampuan berpartisipasi dalam
aktivitas tertentu
c. Identifikasi sumberdaya untuk aktivitas yang
diinginkan
d. Identifikasi strategi meningkatkan partisipasi
dalam aktivitas
e. Identifikasi makna aktivitas rutin dan waktu
luang
f. Monitor respons emosional, fisik, sosial, dan
spiritual terhadap aktivitas
Terapeutik
a. Fasilitasi focus pada kemampuan, bukan defisit
yang dialami
b. Sepakati komitmen untuk meningkatkan
frekuensi dan rentang aktivitas
c. Fasilitasi memilih aktivitas dan tetapkan tujuan
aktivitas yang konsisten sesuai kemampuan
fisik, psikologis dan social
d. Koordinasikan pemilihan aktivitas sesuai usia
e. Fasilitasi makna aktivitas yang dipilih
f. Fasilitasi transportasi untuk menghadiri
aktivitas, jika sesuai
g. Fasilitasi pasien dan keluarga dalam
menyesuaikan lingkungan untuk
mengakomodasi aktivitas yang dipilih
h. Fasilitasi aktivitas fisik rutin ( mis. Ambulasi,
mobilisasi, dan perawatan diri) sesuai kebutuhan
i. Fasilitasi aktivitas pengganti saat mengalami
keterbatasan waktu, energy, atau gerak
j. Fasilitasi aktivitas motoric untuk merelaksasikan
otot
k. Fasilitasi aktivitas dengan komponen memori
implisit dan emosional untuk pasien demensia,
jika perlu
l. Libatkan dalam permainan kelompok yang tidak
kompetitif, terstruktur, dan aktif
m. Tingkatkan keterlibatan dalam aktivitas rekreasi
dan diversifikasi untuk menurunkan kecemasan
n. Libatkan keluarga dalam aktivitas fisik, jika
perlu
o. Fasilitasi pengembangan motivasi dan
penguatan diri
p. Fasilitasi pasien dan keluarga memantau
kemajuannya sendiri untuk mencapai tujuan
q. Jadwalkan aktivitas dalam rutinitas sehari-hari
r. Berikan penguatan positif atas partisipasi
aktivitas
Edukasi
a. Jelaskan metode aktifitas fisik sehari-hari, jika
perlu
b. Ajarkan cara melakukan aktifitas fisik yang
dipilih
c. Melakukan aktivitas fisik, sosial, spiritual, dan
kognitif dalam menjaga fungsi dan kesehatan
d. Anjurkan terlibat dalam aktivitas kelompok atau
terapi, jika perlu
e. Anjurkan keluarga untuk memberikan penguatan
positif atas partisipasi dalam aktivitas
Kolaborasi
a. Kolaborasi dengan terapis okupasi dalam
merencanakan dan memonitor program
aktivitas, jika sesuai
b. Rujuk pada pusat atau program aktivitas
komunitas, jika perlu
2 Gangguan mobilitas fisik Dukungan mobilisasi
Tindakan
Observasi
a. Identifikasi adanya keluhan nyeri atau keluhan
fisik lainnya
b. Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
c. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah
sebelum memulai mobilisasi
d. Monitor kondisi umum selama melakukan
mobilisasi
Terapeutik
a. Fasilitasi aktifitas mobilisasi dengan alat bantu
(mis. Pagar tempat tidur)
b. Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu
c. Libatkan keluarga untuk membantu pasien
dalam meningkatkan pergerakan
Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
b. Anjurkan melakukan mobilisasi dini
c. Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus
dilakukan (mis. Duduk di tempat tidur, duduk di
sisi tempat tidur, pindah dari tempat tidur ke
kursi)
3 Keletihan Manajemen energi
Tindakan :
Observasi
a. Identifkasi gangguan fungsi tubuh yang
mengakibatkan kelelahan
b. Monitor kelelahan fisik dan emosional
c. Monitor pola dan jam tidur
d. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
melakukan aktivitas
Terapeutik
a. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah
stimulus seperti cahaya, suara, dan kunjungan
b. Lakukan rentang gerak pasif dan/atau aktif
c. Berikan aktivitas distraksi yang menyenangkan
d. Fasilitas duduk di sisi tempat tidur, jika tidak
dapat berpindah atau berjalan
Edukasi
a. Anjurkan tirah baring
b. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
c. Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak berkurang
d. Ajarkan strategi koping untuk mengurangi
kelelahan
Kolaborasi
a. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan
4 Nyeri akut Manajemen nyeri
Tindakan :
Observasi
a. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
b. Identifikasi skala nyeri
c. Idenfitikasi respon nyeri non verbal
d. Identifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri
e. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang
nyeri
f. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon
nyeri
g. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
h. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang
sudah diberikan
i. Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
a. Berikan Teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri (mis: TENS, hypnosis,
akupresur, terapi music, biofeedback, terapi
pijat, aromaterapi, Teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin, terapi bermain)
b. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
nyeri (mis: suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
c. Fasilitasi istirahat dan tidur
d. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
a. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
b. Jelaskan strategi meredakan nyeri
c. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
d. Anjurkan menggunakan analgesik secara tepat
e. Ajarkan Teknik farmakologis untuk mengurangi
nyeri
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
5 Resiko gangguan Perawatan integritas kulit
integritas kulit Tindakan :
Observasi
a. Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit
(mis: perubahan sirkulasi, perubahan status
nutrisi, penurunan kelembaban, suhu lingkungan
ekstrim, penurunan mobilitas)
Terapeutik
a. Ubah posisi setiap 2 jam jika tirah baring
b. Lakukan pemijatan pada area penonjolan tulang,
jika perlu
c. Bersihkan perineal dengan air hangat, terutama
selama periode diare
d. Gunakan produk berbahan petroleum atau
minyak pada kulit kering
e. Gunakan produk berbahan ringan/alami dan
hipoalergik pada kulit sensitive
f. Hindari produk berbahan dasar alkohol pada
kulit kering
Edukasi
a. Anjurkan menggunakan pelembab (mis: lotion,
serum)
b. Anjurkan minum air yang cukup
c. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
d. Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur
e. Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrim
f. Anjurkan menggunakan tabir surya SPF
minimal 30 saat berada diluar rumah
g. Anjurkan mandi dan menggunakan sabun
secukupnya
DAFTAR PUSTAKA

Adi W. Gunawan. 2004. Genius Learning Strategy. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Alimul H, A Aziz. 2006. Pengantar KDM Aplikasi Konsep & Proses Keperawatan.
Jakarta:Salemba Medika
Gunawan, Adi. 2001. Mekanisme dan Mekanika Pergerakan Otot. INTEGRAL, vol.6, no. 2.
Jakarta
Johnson, M., Maas, M., Moorhead, S. 2008. Nursing Outcomes Classification Fifth Edition.
Mosby, Inc : Missouri.
Mubarak, W.I., Chayatin, N. 2008. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia: Teoridan Aplikasi
dalam praktik . Jakarta : EGC
McCloskey, J.C., Bulechek, G.M. 2008. Nursing Intervention Classification Fifth Edition.
Mosby, Inc : Missouri.
Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 4. Jakarta :EGC
Tucker, Susan, Mary, Eleaner, Majorie. 1998. Standar perawatan pasien : proses
keperawatan, diagnosis, dan evaluasi. Jakarta : EGC
Towarto, Wartonah. 2007. KebutuhanDasar& Prose Keperawatan Edisi 3. Jakarta: Salemba
Medik
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : definisi dan
indikator diagnostik. Jakarta Selatan : DPP PPNI
LAPORAN PENDAHULUAN
TIDUR DAN ISTIRAHAT
A. Pengertian
Menurut Potter & Perry (2005), tidur merupakan proses fisiologis yang bersiklus
bergantian dengan periode yang lebih lama dari keterjagaan. Tidur adalah keadaan
gangguan kesadaran yang dapat bangun dikarakterisasikan dengan minimnya aktivitas
(Keperawatan Dasar, 2011:203). Tidur adalah suatu keadaan relative tanpa sadar yang
penuh ketenangan tanpa kegiatan yang merupakan urutan siklus yang berulang-ulang dan
masing-masing menyatakan fase kegiatan otak dan badaniah yang berbeda (Tarwoto,
2006). Sedangkan Istirahat adalah relaksasi seluruh tubuh atau mungkin hanya
melibatkan istirahat untuk bagiantubuh tertentu (Keperawatan, Dasar, 2011:203).
Istirahat adalah suatu keadaan dimana kegiatan jasmaniah menurun yang berakibat badan
menjadi lebih segar (Tarwoto, 2006).
Gangguan pola tidur adalah keadaan ketika individu mengalami atau berisiko
mengalami suatu perubahan dalam kuantitas atau kualitas pola istirahatnya yang
menyebabkan rasa tidak nyaman atau mengganggu gaya hidup yang diinginkannya.
Gangguan pola tidur adalah gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat faktor
eksternal (Herdman, 2013:603).
B. Fisiologis Tidur
Tidur melibatkan suatu urutan keadaan fisiologis yang dipertahankan oleh integrasi
tinggi aktivitas system saraf pusat yang berhubungan dengan perubahan dalam system
saraf peripheral, endokrin, kardiovaskuler, pernapasan dan muscular. Tiap rangkaian
diidentifikasi dengan respon fisik tertentu dan pola aktivitas otak. Peralatan seperti
elektroensefalogram (EEG), yang mengukur aktivitas listrik dalam korteks serebral,
elektromiogram (EMG), yang mengukur tonus otot dan elektrookulogram (EOG) yang
mengukur gerakan mata, memberikan informasi struktur aspek fisiologis tidur. Kontrol
dan pengaturan tidur tergantung pada hubungan antara dua mekanisme serebral yang
mengaktivasi secara intermitten dan menekan pusat otak tertinggi untuk mengontrol tidur
dan terjaga. Sebuah mekanisme menyebabkan terjaga dan yang lain menyebabkan
tertidur.
System aktivasi reticular ( SAR ) berlokasi pada batang otak teratas. SAR dipercaya
terdiri atas sel khusus yang mempertahankan kewaspadaan dan terjaga. SAR menerima
stimulus sensori visual, auditori, nyeri dan taktil. Aktivasi korteks serebral (mis. Proses
emosi atau pikiran) juga menstimulasi SAR. Saat terbangun merupakan hasil neuron
dalam SAR yang mengeluarkan katekolamin seperti norepinefrin. Tidur dapat dihasilkan
dari pengeluaran serotonin dari sel tertentu dalam system tidur raphe pada pons dan otak
depan bagian tengah. Daerah otak juga disebut daerah sinkronisasi bulbar (bulbar
synchronizing region, BSR ). Ketika seseorang mencoba tertidur, mereka akan menutup
mata dan berada dalam posisi relaks. Stimulus ke SAR menurun. Jika ruangan gelap dan
tenang, maka aktivasi SAR selanjutnya menurun. Pada beberapa bagian, BSR mengambil
alih, yang menyebabkan tidur.
C. Nilai normal
Kebutuhan dan pola tidur normal menurut Potter dan Perry (2010), yaitu :
1. Neonatus sampai dengan 3 bulan
e. Kira-kira membutuhkan 16 jam/hari
f. Mudah berespons terhadap stimulus
g. Pada minggu pertama kelahiran 50% adalah tahap REM
2. Bayi
a. Pada malam hari kira-kira tidur 8-10 jam
b. Usia 1 bulan sampai dengan 1 tahun kira-kira tidur 14 jam/hari
c. Tahap REM 20-30%
3. Toddler
a. Tidur 10-12 jam/hari
b. Tahap REM 25%
4. Prasekola
a. Tidur 11 jam pada malam hari
b. Tahap REM 20%
5. Usia sekolah
a. Tidur 10 jam pada malam hari
b. Tahap REM 18,5%
6. Remaja
a. Tidur 8,5 jam pada malam hari
b. Tahap REM 20%
7. Dewasa muda
a. Tidur 7-9 jam/hari
b. Tahap REM 20-25%
8. Usia dewasa pertengahan
a. Tidur kurang lebih 7 jam /hari
b. Tahap REM 20%
9. Usia tua
a. Tidur kurang lebih 6 jam/hari
b. Tahap REM 20-25%
D. Faktor Yang Mempengaruhi Istirahat Tidur
Pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur setiap orang berbeda-beda. Ada yang
kebutuhannya terpenuhi dengan baik. Ada pula yang mengalami gangguan. Seseorang
bisa tidur maupun tidak dipengaruln oleh beberapa faktor, di antaranya sebagai berikut
(Asmadi, 2008):
a. Status kesehatan
Seseorang yang kondisi tubuhnya sehat memungkinkan dia dapat ndur dengan
nyenyak. Tetapi pada orang yang sakit dan rasa nyeri, maka kebutuhan istirahat dan
tidurnya tidak dapat dipenuhi dengan baik sehingga ia tidak dapat tidur dengan
nyenyak. Misalnya, pada klien yang menderita gangguan pada sistem pernapasan.
Dalam kondisinya yang sesak napas, maka seseorang tidak mungkin dapat istirabat
dan tidur.
b. Lingkungan
Lingkungan dapat meningkatkan atau menghalangi seseorang untuk tidur. Pada
lingkungan yang tenang memungkinkan seseorang dapat tidur dengan nyenyak.
Sebaliknya lingkungan yang ribut, bising, dan gaduh akan menghambat seseorang
untuk tidur.
c. Stres psikologis
Cemas dan depresi akan menyebabkan gangguan pada frekuensi tidur. Hal ini
disebabkan karena pada kondisi cemas akan meningkatkan nonepinefrin darah
melalui sistem saraf simpatis
d. Diet
Makanan yang banyak mengandung L-Triptofan seperti keju, susu, daging, dan ikan
tuna dapat menyebabkan seseorang mudah tidur. Sebaliknya, minuman yang
mengandung kafein maupun alkohol akan mengganggu tidur.
e. Gaya hidup
Kelelahan dapat mempengaruhi pola tidur seseorang. Kelelahan tingkat menengah
orang dapat tidur dengan nyenyak. Sedangkan pada kelelahan yang berlebihan akan
menyebabkan periode tidur REM lebih pendek.
f. Obat-obatan
Obat-obatan yang dikonsumsi seseorang ada yang berefek menyebabkan ada pula
yang sebaliknya mengganggu tidur. Misalnya, obat golongan amfetamin akan
menurunkan tidur REM
E. Gangguan Tidur
1. Insomnia
Insomnia merupakan ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan tidur baik secara
kualitas maupun kuantitas. Seseorang yang terbangun dari tidur, tetapi merasa belum
cukup tidur dapat disebut mengalami insomnia
Ada tiga jenis insomnia diantaranya:
d. Insomnia inisial: ketidakmampuan seseorang untuk dapat memulai tidur
e. Insomnia intermitten: ketidakmampuan untuk memepertahankan tidur atau
keadaan sering terjaga tidur.
f. Insomnia terminal: bangun secara dini dan tidak dapat tidur lagi
2. Somnambulisme
Somnambulisme merupakan gangguan tingkah laku yang sangat kompleks
mencakup adanya otomatis dan semipurposeful aksi motorik, seperti membuka pintu,
menutup pintu, duduk di tempat tidur, menabrak kursi, berjalan kaki, dan berbicara.
Somnambulisme ini lebih banyak terjadi pada anak-anak dibandingkan orang dewasa.
3. Enuresis
Enuresis adalah kencing yang tidak disengaja (mengompol). Terjadi pada
anak-anak dan remaja, paling banyak terjadi pada laki-laki. Penyebab secara pasti
belum jelas, tetapi ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan enuresis seperti
gangguan pada bladder, stres, dan toilet training yang kaku. Upaya yang dapat
dilakukan untuk mencegah enuresis anatara lain: hindari stres, hindari minum yang
banyak sebelum tidur, dan kosongkan kandung kemih (berkemih dulu) sebelum tidur.
4. Narkolepsi
Narkolepsi merupakan suatu kondisi yang dicirikan oleh keinginan yang tak
terkendali untuk tidur. Dapat dikatakan pula narkolepsi adalah serangan mengantuk
yang mendadak sehingga ia dapat tertidur pada setiap saat di mana serangan tidur
(kantuk) tersebut datang. Penyebab narkolepsi secara pasti belum jelas, tetapi diduga
terjadi akibat kerusakan genetika sistem saraf pusat dimana periode REM tidak dapat
dikendalikan.
5. Night terrors
Night terrors adalah mimpi buruk. Umumnya terjadi pada anak usia 6 tahun atau
lebih. Setelah tidur beberapa jam, anak tersebut langsung terjaga dan berteriak, pucat
dan ketakutan.
6. Mendengkur
Mendengkur disebabkan oleh rintangan terhadap pengaliran udara di hidung dan
mulut. Amandel yang membengkak dan adenoid dapat menjadi faktor yang turut
menyebabkan mendengkur. Pangkal lidah yang menyumbat saluran napas pada lansia.
Otot-otot di bagian belakang mulut mengendur lalu bergetar jika dilewati udara
pernapasan.
F. Pengkajian
Aspek yang perlu dikaji pada klien untuk mengidentifikasi mengenai gangguan
kebutuhan istirahat dan tidur meliputi pengkaiian mengenal:
1. Riwayat tidur
a. Pola tidur, seperti jam berapa klien masuk kamar untuk tidur, jam berapa biasa
bangun tidur, dan keteraturan pota tidur klie
b. Kebiasaan yang dilakukan klien menjelang tidur, seperti membaca buku, buang
air kecil, dan lain-lain
c. Gangguan tidur yang sering dialami klien dan cara mengatasinya
d. Kebiasaan tidur siang
e. Lingkungan tidur klien.
f. Peristiwa yang baru dialami klien dalam hidup.
g. Status emosi dan mental klien. Status emosi dan mental memengaruhi terhadap
kemampuan klien untuk istirahat dan tidur.
h. Perilaku deprivasi tidur yaitu manifestasi fisik dan perilaku yang timbul sebagai
akibat gangguan istirahat tidur, seperti:
1) Penampilan wajah, misalnya adakah area gelap di sekitar mata, bengkak
di kelopak mata, konjungtiva kemerahan, atau mata yang terlihat cekung
2) Perilaku yang terkait dengan gangguan istirabat tidur, misalnya apakah
klien mudah tersinggung, selalu menguap, kurang konsentrasi, atau
terlihat bingung;
3) Kelelahan, misalnya apakah klien tampak lelah, letih, atau lesu.
2. Gejala Klinis
Gejala klinis yang mungkin muncul: perasaan lelah, gelisah, emosi, apetis, adanya
kehitaman di daerah sekitar mata bengkak, konjungtiva merah dan mata perih,
perhatian tidak fokus, sakit kepala.
3. Penyimpangan Tidur
Kaji penyimpangan tidur seperti insomnia, somnambulisme, enuresis, narkolepsi,
night terrors, mendengkur, dll
4. Pemeriksaan fisik
a. Tingkat energy, seperti terlihat kelelahan, kelemahan fisik, terlihat lesu
b. Ciri-ciri diwajah, seperti mata sipit, kelopak mata sembab, mata merah, semangat
c. Ciri-ciri tingkah laku, seperti oleng/ sempoyongan, menggosokgosok mata, bicara
lambat, sikap loyo
5. Data penunjang yang menyebabkan adanya masalah potensial, seperti obesitas,
deviasi septum, TD rendah, RR dangkal dan dalam
G. Diagnosa keperawatan
1. Gangguan pola tidur
2. Kesiapan meningkatkan tidur
3. Keletihan
H. Intervensi
No Diagnosa Intervensi
1 Gangguan pola tidur Dukungan tidur
Tindakan
Observasi
a. Identifikasi pola aktivitas dan tidur
b. Identifikasi faktor pengganggu tidur (fisik dan/atau
psikologis)
c. Identifikasi makanan dan minuman yang
mengganggu tidur (mis. Kopi, teh, alkohol, makan
mendekati waktu tidur, minum bayak air sebelum
tidur)
d. Identifikasi obat tidur yang dikonsumsi
Terapeutik
a. Modifikasi lingkungan (mis. Pencahayaan,
kebisingan, suhu, matras, dan tempat tidur)
b. Batasi waktu tidur siang, jika perlu
c. Fasilitasi menghilangkan stress sebelum tidur
d. Tetapkan jadwal tidur rutin
e. Lakukan prosesur untuk meningkatkan
kenyamanan (mis. Pijat, pengaturan posisi, terapi
akupresur)
f. Sesuaikan jadwal pemberian obat dan/atau
tindakan untuk menunjang siklus tidur-terjaga
Edukasi
a. Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit
b. Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur
c. Anjurkan menghindari makanan/minuman yang
mengganggu tidur
d. Anjurkan penggunaan obat tidur mengandung
supresor terhadap tidur REM
e. Ajarkan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap
gangguan pola tidur (mis. Psikologis, gaya hidup,
sering berubah shift bekerja)
f. Ajarkan relaksasi otot autogenik atau cara
nonfarmakologi lainnya
2 Kesiapan Edukasi aktivitas/istirahat
meningkatkan tidur Tindakan
Observasi
a. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima
informasi
Terapeutik
a. Sediakan materi dan media pengaturan aktivitas
dan istirahat
b. Jadwalkan pemberian Pendidikan Kesehatan
sesuai kesepakatan
c. Berikan kesempatan kepada pasien dan keluarga
untuk bertanya
Edukasi
a. Jelaskan pentingnya melakukan aktivitas
fisik/olahraga secara rutin
b. Anjurkan terlibat dalam aktivitas kelompok,
aktivitas bermain atau aktivitas lainnya
c. Anjurkan menyusun jadwal aktivitas dan
istirahat
d. Ajarkan cara mengidentifikasi kebutuhan
istirahat (mis: kelelahan, sesak napas saat
aktivitas)
e. Ajarkan cara mengidentifikasi target dan jenis
aktivitas sesuai kemampuan
3 Keletihan Manajemen energi
Tindakan :
Observasi
a. Identifkasi gangguan fungsi tubuh yang
mengakibatkan kelelahan
b. Monitor kelelahan fisik dan emosional
c. Monitor pola dan jam tidur
d. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
melakukan aktivitas
Terapeutik
a. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah
stimulus seperti cahaya, suara, dan kunjungan
b. Lakukan rentang gerak pasif dan/atau aktif
c. Berikan aktivitas distraksi yang menyenangkan
d. Fasilitas duduk di sisi tempat tidur, jika tidak
dapat berpindah atau berjalan
Edukasi
a. Anjurkan tirah baring
b. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
c. Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak berkurang
d. Ajarkan strategi koping untuk mengurangi
kelelahan
Kolaborasi
a. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. (2008). Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba Medika.

Aziz, H. A. (2008). Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba Medika.

Doengoes, M. E. (2002). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.

Tarwoto dan Wartonah. (2006). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses


Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Perry, P., & Potter, A. G. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta:

EGC.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : definisi dan

indikator diagnostik. Jakarta Selatan : DPP PPNI


LAPORAN PENDAHULUAN
HYGIENE DAN NYERI
A. Hygiene
1. Pengertian
Personal Hygiene berasal dari bahasa Yunani yaitu personal yang artinya
perorangan dan hygiene berarti sehat. Kebersihan seseorang adalah suatu tindakan
untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik
dan psikis (Tarwoto, 2004).
Personal hygiene adalah cara perawatan diri seseorang untuk memelihara
kesehatannya. Seseorang tidak dapat melakukan perawatan diri sendiri dipengaruhi
kondisi fisik atau keadaan emosional klien (Alimul, 2006).
2. Fisiologis
a. Kulit
Kulit adalah organ aktif yang berfungsi sebagai pelindung, ekskresi, regulasi
temperature, dan sensasi. Kulit mempunyai tiga lapisan, yaitu epidermis,
dermis, dan hypodermis (Asmadi, 2008).
1) Epidermis
Adalah lapisan terluar terdiri dari berbagai sel lapis yang tipis dimana
ada perbedaan dalam berbagai tingkat kematangan. Lapisan paling
dalam dari sel ini berfungsi untuk mengganti sel yang mati.
2) Dermis
Adalah lapisan yang lebih tebal yang terdiri dari sekelompok kolagen
dan fiber – fiber yang elastis untuk mendukung epidermis. Fiber syaraf,
pembuluh darah, kelenjar keringat, kelenjar sebasea, dan folikel rambut
melewati lapisan dermal. Kelenjar sebasea mensekresi sebum, minyak,
cairan odorous, hingga folikel rambut.
3) Hypodermis atau subkutan
Lapisan subkutan terdiri dari pembuluh darah, syaraf, limpa, dan
jaringan pengikatyang berisi sel lemak. Jaringan lemak adalah insulator
panas bagi tubuh. Subkutan juga menjadi pendukung lapisan kulit atas
yang menahan stressor dan tekanantanpa injury.
c. Kuku kaki dan tangan
Kaki, tangan, dan kuku selalu diperuntukkan untuk memberi perhatian yang
khusus untuk mencegah infeksi. Apakah ada luka pada kaki termasuk adakah
pertumbuhan atau luka pada kulit bagian atas, bisa nyeri dan pada pasien
normal kemampuan berjalan. Kuku adalah jaringan epitel yang tumbuh dari
akar nail bed, yang terletak di kulit pada nail groove, yang disembunyikan oleh
fold kulit, disebut cuticle, kuku juga memilki body nail, itu berbentuk area
putih, disebut lunula. Dibawah kuku terdapat lapisan epiteldisebut nail bed.
Kuku yang normal dan sehat transparan, lembut, dan konveks, dengan warna
nail bed merah jambu. Penyakit dapat memengaruhi bentuk, ketebalan, dan
curvature dari kulit (Alimul, 2006).
d. Rongga Mulut
Rongga mulut dibatasi oleh membrane mukosa yang berhubungan
dengan kulit. Rongga mulut terdiri dari bibir yang disekitarnya mulut yang
terbuka, pipi berada disepanjang rongga, lidah dan ototnya, hard dan soft
palate. Mukosa mulut normalnya berwarna merah jambu terang (light pink)
dan lembab. Pada dasar mulut dan area bawah lidah kaya akan pembuluh
darah.tipe dari ulcer atau trauma dapat mengakibatkan perdarahan. Ada 3
kelenjar saliv yang mensekresikan 1 liter saliva per hari. Kelenjar buccal
ditemukan pada mukosa yang membatasi pipi dan mulut yang mencegah
hygiene dan kenyamanan pada jaringan oral (Alimul, 2006).
Gigi adalah organ mengunyah, atau mastication. Mereka didesain
untuk memotong, menyobek, dan mematahkan makanan sehingga dapat
dicampur dengan saliva dan ditelan. Gigi yang normal terdiri dari kepala,
leher, dan akar. Gigi yang sehat terlihat putih, bersinar, dan berdiri sendiri.
Kesulitan mengunyah dapat berkembang sewaktu sekeliling gusi menjadi
inflamasi atau infeksi atau ketika gigi tanggal. Oral hygiene yang teratur
dibutuhkan untuk menjaga integritas area gigi dan untuk mencegah gingivitis
atau inflamasi gusi (Alimul, 2006).
e. Rambut
Pertumbuhan rambut, distribusi, dan pola dapat mengindikasikan status
kesehatan orang secara umum. Perubahan hormone, emosional, dan stress
fisik, umur, infeksi, dan penyakit tertentu dapat memengaruhi karakteristik
rambut (Syaifuddin, 2004).
f. Mata, Telinga, dan Hidung
3. Tujuan
Tujuan dari personal hygiene yaitu sebagai berikut :
a. Meningkatkan derajat kesehatan seseorang
b. Memelihara kebersihan disi seseorang
c. Mencegah penyakit
d. Menciptakan keindahan
e. Meningkatkan rasa percaya diri.
4. Manfaat
a. Perawatan kulit kepala dan rambut
b. Perawatan mata
c. Perawatan hidung
d. Perawatan telinga
e. Perawatan kuku kaki dan tangan
f. Perawatan genitalia
g. Perawatan kulit seluruh tubuh
h. Perawatan tubuh secara keseluruhan
i. Perawatan gigi dan mulut.
5. Factor yang mempengaruhi personal hygiene
a. Body image
Gambaran individu terhadap dirinya mempengaruhi kebersihan diri misalnya
karena adanya perubahn fisik sehingga individu tidak peduli terhadap
kebersihannya.
b. Praktik social
Pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan
akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
c. Status ekonomi-sosial
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperrti sabun, pasta gigi, sikat
gigi, sampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk penyediaan.
d. Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik
dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita diabetes
mellitus, ia harus selalu menjaga kebersihan kakinya.
e. Budaya
Budaya mempengaruhi kebersihan diri seseorang, sebagai contoh orang eropa,
umumnha mandi sekali seminggu, karena cuaca di eropa yang memang dingin,
dan perempuan didesa yang biasa mandi di suangai sehingga tergolong yang
memiliki personal hygiene buruk.
f. Kebiasaan seseorang
Tiap individu memiliki kebiasanan tersendiri kapan dia ingin memotong
rambut, menggunting kuku/bahkan keinginan untuk mandi 2 kali sehari/tidak
mandi.
g. Kondisi fisik
Orang sakit lebih banyak membutuhkan kebersihan diri dan personal hygiene
perlu lebih berhati-hati pada orang dengan luka terbuka.
5. Gangguan pada personal hygiene
a. Masalah pada kulit.
1) Kulit kering disenanknan karena kurang cairan. Lebih terlihat pada kulit
tangan, lengan, kaki dan wajah.
2) Jerawat : inflamantory, erupsi kulit papulopostular.
3) Hirsutisme : pertumbuhan rambut badan dan muka yang berlebihan
terutama pada wanita.
4) Ruam kulit (erithema) : terjadi karena paparan matahari berlebihan,
pelembab atau reaksi alergi.
5) Dermatitis :kontak inflamasi kulit ditandai dengan letusan eritema
pruritis, nyeri dan lesi bersisik.
6) Abrasi : lapisan epidermis yang hancur/ terpotog sehingga terjadi
perdarahan local dan mengeluarkan cairan serosa.
b. Masalah pada kaki dan kuku
1) Kalus : bagian epidermis mengeras, terdiri dari masa sel tanduk dan
kerototik. Terjadi pada area permukaan kaki atau telapak.
2) Katimumul : disebabkan tekanan dari sepatu dan friksi. Terjadi diarea
jari kaki dan penonjolam tulang. Biasanya berbentuk bulat,
lonjong/kerucut.
3) Plantar wart : luka menjamur pada tumit kaki karena virus papiloma.
4) Fisura : sering terjadi diantara jari kaki disebabkan oleh kulit yang
kering dan pecah-pecah.
5) Tinea pedis : disebabkan jamur pada kaki, keretakan kulit antara jari kaki
dengan tumit.
6) Ingrown toenail : disebabkan karena salah pemotongan kuku dapat
menimbulkan nyeri.
c. Masalah pada mulut
1) Karies gigi : tumbuhnya lubang merupakan kerusakan email gigi yang
berhubungan dengan kekurangn kalsium.
2) Plak : plak, transparan yang melekat pada gigi. Plak mencegah dilusi
asam normal; dan netralisasi karena asam akan merusak gigi.
3) Penyakit periodontal : merupakan penyakit jaringan sekitar gigi.
Penyakit seperti deficit kalkulus, gingival bengkak, peradangan dan
alveolar hancur.
4) Halitosis : sidebut juga bau nafas yang disebabkan oleh intake makanan
tertentu dan infeksi. Halitosis juga disebabkan karena kondisi sistemik
karena penyakit liver dan diabetes.
5) Keilosis : timbulnya bibir retak. Disebabkan salvias berlebih, nafas
mulut dan defisiendi riboflavin.
6) Stomatitis / sariawan : disebabkan oleh tembakau, defisiensi vitamin,
infeksi bakteri atau virus dan kemoterapi. Glositis / peradangan lidah :
disebabkan oleh infeksi/cedera, luka bakar/gigitan. Gingginvitis /
peradangan gusi : defisiensi vitamin dan personal hygiene yang buruk.
d. Masalah pada rambut
1) Ketombe : pelepasan kulit kepala yang disertai rasa gatal. Dapat
disebabkan karena bersampo yang tidak teratur.
2) Alpoesia / kehilangan rambut : dapat disebabkan penggunaan alat
pelurus rambut, pengikat rambut dan pemakaian produk pembersih
rambut yang tidak cocok. Alopesia terlihat dibagian perifer tumbuhnya
rambut.
3) Pediculosis capitis / kutu pada rambut : kutu ini menghisap darah dan
meninggalkan telurnya. Penderita akan merasa gatal sekali saat kutu
menghisap dan akan timbul bintik hemoragik. Pediculosis sorporis :
yaitu kutu pada badan, seperti diketiak. Pediculosis pubis : yaitu kutu
pada daerah genitalia.
B. Nyeri
1. Pengertian Nyeri
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan bersifat
sangat subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala
atau tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau
mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya.
Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang
dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya
Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah
sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait
dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi
terjadinya kerusakan.
2. Fisiologi Nyeri
Munculnya nyeri berkaitan erat dengan reseptor dan adanya rangsangan.
Reseptor nyeri yang dimaksud adalah nociceptor, merupakan ujung-ujung saraf
sangat bebas yang memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki myelin yang tersebar
pada kulit dan mukosa, khususnya pada visera, persendian, dinding arteri, hati, dan
kandung empedu. Reseptor nyeri dapat memberikan respons akibat adanya stimulasi
atau rangsangan. Stimulasi tersebut dapat berupa zat kimiawi seperti histamin,
bradikinin, prostaglandin, dan macam-macam asam yang dilepas apabila terdapat
kerusakan pada jaringan akibat kekurangan oksigenasi. Stimulasi yang lain dapat
berupa termal, listrik atau mekanis.
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri
Pengalaman nyeri seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, di antaranya
adalah :
a. Arti nyeri.
Arti nyeri bagi seseorang memiliki banyak perbedaan dan hampir sebagian
arti nyeri merupakan arti yang negatif, seperti membahayakan, merusak dan
lain-lain. Keadaan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor,seperti usia, jenis
kelamin, latar belakang sosial budaya, lingkungan dan pengalaman.
b. Persepsi nyeri.
Persepsi nyeri merupakan penilaian yang sangat sbjektif tempatnya pada
korteks (pada fungsi evaluatif kognitif). Persepsi ini dipengaruhi oleh beberapa
faktor yang dapat memicu stimulasi nociceptor.
c. Toleransi nyeri.
Toleransi ini erat hubungannya dengan intensitas nyeri yang dapat
mempengaruhi kemampuan seseorang menahan nyeri. Faktor yang dapat
mempengaruhi peningkatan toleransi nyeri antara lain alkohol, obat-obatan,
hipnotis, gesekan atau garukan, pengalihan perhatian, kepercayaan yang kuat,
dan sebagainya. Sedangkan faktor yang menurunkan toleransi antara lain
kelelahan, rasa marah, bosan, cemas, nyeri yang tidak kunjung hilang, sakit dan
lain-lain.
d. Reaksi terhadap nyeri.
Merupakan bentuk respons seseorang terhadap nyeri, seperti ketakutan,
gelisah, cemas, menangis dan menjerit. Semua ini merupakan bentuk respons
nyeri yang dapat dipengaruhi oleh beberapa fator, seperti arti nyeri, tingkat
persepsi nyeri, pengalaman masa lalu, nilai budaya, harapan sosial, kesehatan
fisik dan mental, rasa takut dan cemas, usia dan lain-lain.
4. Jenis Gangguan
Secara umum, nyeri dibagi menjadi dua,yakni nyeri akut dan kronis. Nyeri akut
merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan cepat menghilang, yang tidak
melebihi 6 bulan dan ditandai dengan adanya peningkatan tegangan otot. Nyeri
kronis merupakan nyeri yang timbul secara perlahan-lahan, biasanya berlangsung
dalam waktu yang cukup lama, yaitu lebih dari 6 bulan. Yang termasuk dalam
kategori nyeri kronis adalah nyeri terminal, sindrom nyeri kronis, dan nyeri
psikosomatis. Ditinjau dari sifat terjadinya, nyeri dapat dibagi ke dalam beberapa
kategori, di antaranya nyeri tertusuk dan nyeri terbakar.
Selain klasifikasi nyeri di atas, terdapat jenis nyeri yang spesifik, di antarnya
nyeri somatis, nyeri viseral, nyeri menjalar (referent paint), nyeri psikogenik, nyeri
phantom dari ekstremitas, nyeri neurologis, dan lain-lain.
Nyeri somatis dan nyeri viseral ini umumnya bersumber dari kulit dan jaringan
di bawah kulit (superfisial) pada otot dan tulang. Perbedaan dari kedua jenis nyeri ini
dapat dilihat pada tabel berikut :
Karakteristik Nyeri Somatis Nyeri Viseral
Superfisial Dalam
Kualitas Tajam, menusuk, Tajam, tumpul, Tajam, tumpul,
membakar. nyeri terus. nyeri terus, kejang.
Menjalar Tidak Tidak Ya
Stimulasi Torehan, abrasi Torehan, panas, Distensi, iskemia,
terlalu panas dan iskemia pergeseran spasmus, iritasi
dingin. tempat. kimiawi (tidak ada
torehan).
Reaksi Otonom Tidak Ya Ya
Refleks Tidak Ya Ya
Kontraksi Otot

C. Pengkajian
1. Identitas
2. Riwayat keperawatan
a. Keluhan utama
b. Riwayat kesehatan sekarang
c. Riwayat kesehatan penyakit dahulu
d. Riwayat kesehatan keluarga
Pengkajian pada masalah nyeri yang dapat dilakukan adalah adanya riwayat
nyeri, keluhan nyeri seperti lokasi nyeri, intensitas nyeri, kualitas dan waktu
serangan. Pengkajian dapat dilakukan dengan cara PQRST :
1. P (pemacu), yaitu faktor yang mempengaruhi gawat atau ringannya nyeri,
2. Q (quality) dari nyeri, seperti apakah rasa tajam, tumpul atau tersayat,
3. R (region), yaitu daerah perjalanan nyeri,
4. S (severity) adalah keparahan atau itensitas nyeri,
5. T (Time) adalah lama/waktu serangan atau frekuensi nyeri.
Intensitas nyeri dapat diketahui dengan bertanya kepada pasien melalui skala nyeri
berikut:
3. Basic promoting physiologi of health
a. Aktivitas dan Latihan : meliputi gerakan (mobilisasi) pasien
b. Tidur dan Istirahat : meliputi pola tidur dan istirahat pasien
c. Hygiene dan Nyeri : meliputi kebiasaan menjaga kebersihan tubuh dari
penampilan yang baik serta melindungi kulit, kebiasaan mandi, gosok gigi,
membersihkan genitalia dll untuk menjaga kesehatan dan tingkat keluhan nyeri
pasien
d. Nutrisi : asupan nutrisi, pola makan, kecukupan gizi.
e. Cairan, elektrolit dan asam basa : meliputi frekuensi minum, intake cairan,
ouput cairan dan balance cairan pasien
f. Oksigenasi : meliputi pola nafas, bersihan jalan nafas, keluhan sesak nafas.
g. Eliminasi fekal : meliputi pola BAB, konsistensi feses, volume output.
h. Eliminasi urin : meliputi pola BAK, warna urin, volume output.
i. Sensori, persepsi dan kognitif : meliputi penglihatan, penciuman, pendengaran,
pengecapan .
4. Pemeriksaan umum
a. Kesadaran
b. TD
c. Nadi
d. Suhu
e. Respiratory rate
5. Pemeriksaan fisik
a. Rambut : keadaan kesuburan rambut, keadaan rambut yang mudah rontok,
keadaan rambut yang kusam, keadaan tekstur.
b. Kepala : botak/alopesia, ketombe, berkutu, adakah eritema, kebersihan.
c. Mata : apakah sclera ikterik, apakah konjugntiva pucat, kebersihan mata, apakah
gatal/mata merah.
d. Hidung : adakah pilek, alergi, perubahan penciuman, kebersihan hidung,
keadaan membrane mukosa, adakah septum deviasi.
e. Mulut : keadaan mukosa mulut, kelembapan, kebersihan.
f. Gigi : adakah karang gigi, adakah karies, kelengkapan gigi
g. Telinga : adakah kotoran, adakah lesi, bentuk telinga.
h. Kulit : kebersihan, adakah lesi, keadaan turgor kulit, warna kulit, suhu.
i. Kuku : bentuk, warna, adanya lesi, pertumbuhan.
j. Genitalia : kebersihan, pertumbuhan rambut pubis, keadaan kulit
D. Diagnosa
1. Defisit perawatan diri
2. Nyeri akut
3. Gangguan mobilitas fisik
E. Intervensi
No Diagnosa Intervensi
1 Defisit perawatan diri Dukungan perawatan diri
Tindakan :
Observasi
a. Identifikasi kebiasaan aktivitas perawatan diri
sesuai usia
b. Monitor tingkat kemandirian
c. Identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan diri,
berpakaian, berhias, dan makan
Terapeutik
a. Sediakan lingkungan yang terapeutik (mis:
suasana hangat, rileks, privasi)
b. Siapkan keperluan pribadi (mis: parfum sikat
gigi, dan sabun mandi)
c. Dampingi dalam melakukan perawatan diri
sampai mandiri
d. Fasilitasi untuk menerima keadaan
ketergantungan
e. Fasilitasi kemandirian, bantu jika tidak mampu
melakukan perawatan diri
f. Jadwalkan rutinitas perawatan diri
Edukasi
a. Anjurkan melakukan perawatan diri secara
konsisten sesuai kemampuan
2 Nyeri akut Manajemen nyeri
Tindakan :
Observasi
a. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
b. Identifikasi skala nyeri
c. Idenfitikasi respon nyeri non verbal
d. Identifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri
e. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang
nyeri
f. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon
nyeri
g. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
h. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang
sudah diberikan
i. Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
a. Berikan Teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri (mis: TENS, hypnosis,
akupresur, terapi music, biofeedback, terapi
pijat, aromaterapi, Teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin, terapi bermain)
b. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
nyeri (mis: suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
c. Fasilitasi istirahat dan tidur
d. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
a. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
b. Jelaskan strategi meredakan nyeri
c. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
d. Anjurkan menggunakan analgesik secara tepat
e. Ajarkan Teknik farmakologis untuk mengurangi
nyeri
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

3 Gangguan mobilitas Dukungan mobilisasi


fisik Tindakan :
Observasi
a. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik
lainnya
b. Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
c. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah
sebelum memulai mobilisasi
d. Monitor kondisi umum selama melakukan
mobilisasi
Terapeutik
a. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu
(mis: pagar tempat tidur)
b. Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu
c. Libatkan keluarga untuk membantu pasien
dalam meningkatkan pergerakan
Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
b. Anjurkan melakukan mobilisasi dini
c. Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus
dilakukan (mis: duduk di tempat tidur, duduk di
sisi tempat tidur, pindah dari tempat tidur ke
kursi)
DAFTAR PUSTAKA

Aziz Alimul H. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba Medika


Brooker,Chrish.2009. Ensiklopedia Keperawatan. EGC.Jakarta
Mubarak,Wahit Iqbal.2008. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia Teori dan Aplikasi dalam
Praktik. Jakarta: EGC
Natalia,Nova.2014. Pemberian Tindakan Personal Hygiene Terhadap Kepuasan Pasien
Imobilisasi . STIKES Kusuma Husada:Surakarta
Potter., Perry. (2006). Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : definisi dan
indikator diagnostik. Jakarta Selatan : DPP PPNI

Wartonah, Tarwoto, ( 2006 ), Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses keperawatan, Edisi 3,
Jakarta : Salemba Medika
LAPORAN PENDAHULUAN
NUTRISI
A. Pengertian
Tubuh memerlukan energi dan fungsi-fungsi organ tubuh, pergerakan tubuh,
mempertahankan, fungsi enzim, pertumbuhan dan pergantian sel yang rusak.
Metabolisme merupakan semua proses biokimia pada sel tubuh. Proses metabolisme
dapat berupa anabolisme (membangun) dan katabolisme (pemecahan).
Nutrisi adalah zat-zat gisi dan zat lain yang berhubungan dengan kesehatan dan
penyakit, termasuk keseluruhan proses dalam tubuh manusia untuk menerima makanan
atau bahan-bahan dari lingkungan hidupnya dan menggunakan bahan-bahan tersebut
untuk aktivitas penting dalam tubuhnya serta mengeluarkan sisanya. Nutrisi dapat
dikatakan sebagai ilmu tentang makanan, zat-zat gizi dan zat lain yang terkandung, aksi,
reaksi, dan keseimbangan yang berhubungan dengan kesehatan dan penyakit (Tarwoto,
Wartonah, 2006 :26).
Menurut Alimul (2015) masalah nutrisi erat kaitannya dengan intake makanan dan
metabolisme tubuh serta faktor-faktor yang memengaruhinya.Secara umum faktor yang
memengaruhi kebutuhan nutrisi adalah faktor fisiologis untuk kebutuhan metabolisme
basal, faktor patofisiologi seperti adanya penyakit tertentu yang mengganggu pencernaan
atau meningkatkan kebutuhan nutrisi, faktor sosioekonomi seperti adanya kemampuan
individu dalam memenuhi kebutuhan nutrisi.
B. Fisiologis
Nutrisi juga dapat dikatakan sebagai elemen yang dibutuhkan untuk proses dan
fungsi tubuh. Kebutuhan energi didapatkan dari berbagai nutrisi, seperti: karbohidrat,
protein, lemak, air, vitamin, dan mineral
Elemen Nutrisi
Menurut Tarwoto, Wartonah (2006), Elemen nutrient/zat gizi terdiri atas:
1. Karbohidrat
Karbohidrat merupakan sumber energi utama. Hampir 80% energi dihasilkan
dari karbohidrat. Setiap 1 gram karbohidrat mengahasilkan 4 kilokalori (kkal).
Karbohidrat yang disimpan dalam hati dan otot berbentuk glikogen dengan
jumlah yang sangat sedikit. Glikogen adalah sintesis dari glukosa. Pemecahan
energi selama masa istirahat/puasa. Kelebihan energi karbohidrat berbentuk
asam lemak.
2. Protein
Protein berfungsi sebagai pertumbuhan, mempertahankan dan mengganti
jaringan tubuh. Setiap 1gram protein menghasilan 4 kkal. Bentuk sederhana
dari protein adalah asam amino. Asam amino disimpan dalam jaringan dalam
bentuk hormone dan enzim. Asam amino esensial tidak dapat disintesis dalam
tubuh tetapi harus didapat dari makanan. Jenis asam amino esensial
diantaranya lisin, triptofan, fenilalanin, leusin.
3. Lemak
Lemak atau lipid merupakan sumber energi paling besar. Berdasarkan ikatan
kimianya lemak dibedakan menjadi:
a. Lemak murni yaitu lemak yang terdiri atas asam lemak dan gliserol.
b. Zat-zat yang mengandung lemak misalnya fosfolipid yaitu ikatan
lemak dengan garam fosfor, glikolipid yaitu ikatan lemak dengan
glikogen.
Fungsi lemak :
a. Memberikan kalori, di mana setiap 1 gram lemak dalam peristiwa
oksidasi akan memberikan kalori sebanyak 9 kkal.
b. Melarutkan vitamin sehingga dapat diserap oleh dinding usus.
c. Memberikan asam-asam lemak esensial.
4. Vitamin
Vitamin adalah sustansi organik, keberadaannya sangat sedikit pada makanan
dan tidak dapat dibuat dalam tubuh. Vitamin sangat berperan dalam proses
metabolisme karena fungsinya sebagai katalisator. Vitamin dapat
dikasifikasikan menjadi:
a. Vitamin yang larut dalam air: Vitamin B kompleks, B1, B2, B3, B12,
folic acid, serta vitamin C.
b. Vitamin yang larut dalam lemak: Vitamin A, D, E, K.
Fungsi utama vitamin adalah untuk pertumbuhan, perkembangan, dan
pemeliharaan kesehatan.
5. Mineral
Mineral adalah elemen anorganik esensial untuk tubuh karena perannya
sebagai katalis dalam reaksi biokimia. Mineral dapat diklasifikasikan menjadi
makromineral yaitu jika kebutuhan tubuh 100mg atau lebih; dan mikromineral
jika kebutuhan tubuh kurang dari 100mg. Termasuk dalam makromineral
adalah kalsium, magnesium fosfat sedangkan yang termasuk dalam
mikromineral adalah klorida, yodium, iron, zinc.
Secara umum fungsi dari mineral adalah:
1) Membangun jaringan tulang.
2) Mengatur tekanan osmotik dalam tubuh.
3) Memberikan elektrolit untuk keperluan otot-otot dan saraf.
4) Membuat berbagai enzim.
6. Air
Air adalah komponen tubuh yang sangat penting karena fungsi sel
bergantung pada lingkungan air.Air membentuk 60-70% berat tubuh total.
Persentase air dalam seluruh tubuh lebih besar untuk orang kurus daripada
orang yang obesitas karena otot terdiri atas lebih banyak air daripada jaringan
yang lain, kecuali darah. Bayi memiliki persentase total air yang paling besar
dalam tubuh, dan lansia memiliki persentase total air yang paling sedikit. Saat
kehilangan air, seseorang tidak akan mampu bertahan hidup lebih dari
beberapa hari.
Individu memenuhi cairan yang dibutuhkan dengan minum air dan
makan makanan yang tinggi air, seperti buah-buahan, dan sayur-sayuran segar.
Air juga di produksi selama proses pencernaan saat makanan dioksidasi. Pada
individu yang sehat, asupan cairan dari berbagai sumber sama dengan
keluaran cairan melalui eleminasi, respirasi dan keringat. Seseorang yang sakit
memiliki kebutuhan cairan yang meningkat.Sebaliknya, seseorang yang sakit
juga mengalami penurunan kemampuan untuk mengekskresikan cairan yang
menyebabkan dibutuhkannya restriksi cairan.
C. Nilai Normal Nutrisi
1. Body Mass Index (BMI)
Merupakan ukuran dari gambaran berat badan seseorang dengan tinggi
badan. BMI dihubungkan dengan total lemak dalam tubuh dan sebagai
panduan untuk mengkaji kelebihan berat badan (over weight) dan obesitas.
Rumus BMI diperhitungkan:

atau
2. Ideal Body Weight (IBW)
Merupakan perhitungan berat badan optimal dalam fungsi tubuh yang
sehat. Berat badan ideal adalah jumlah tinggi dalam sentimeter dikurangi
dengan 100 dan dikurangi 10% dari jumlah itu.
Kegiatan yang membutuhkan energi, antara lain:
1) Vital kehidupan, pernapasan sirkulasi darah, suhu tubuh, dan lain-lain.
2) Kegiatan mekanik otot.
3) Aktivitas otot dan saraf.
4) Energi kimia untuk membangun jaringa, enzim, dan hormon.
5) Sekresi cairan pencernaan.
6) Absorpsi zat-zat gizi di saluran pencernaan.
7) Pengeluaran hasil metabolisme
Faktor-faktor yang memengaruhui kebutuhan energi:
1. Peningkatan basal metabolism rate.
2. Aktivitas tubuh.
3. Faktor usia.
4. Suhu lingkungan.
5. Penyakit atau status kesehatan.
D. Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Nutrisi
Menurut Alimul (2015) faktor yang mempengaruhi kebutuhan nutrisi adalah sebagai
berikut:
1) Pengetahuan
Pengetahuan yang kurang tentang manfaat makanan bergizi dapat memengaruhi
pola konsumsi makan.Hal tersebut dapat disebabkan oleh kurangnya informasi
sehingga dapat terjadi kesalahan dalam memahami kebutuhan gizi.
2) Prasangka
Prasangka buruk terhadap beberapa jenis bahan makanan bergizi tinggi dapat
memengaruhi status gizi seseorang. Misalnya, di beberapa daerah, tempe
merupakan sumber protein yang paling murah, tidak dijadikan bahan makanan
yang layak untuk dimakan karena masyarakat menganggap bahwa mengonsumsi
makanan tersebut dapat merendahkan derajat mereka.
3) Kebiasaan
Adanya kebiasaan yang merugikan atau pantangan terhadap makanan tertentu
juga dapat memengaruhi status gizi. Misalnya di beberapa daerah, terdapat
larangan makan pisang dan papaya bagi para gadis remaja.Padahal, makanan
tersebut merupakan sumber vitamin yang sangat baik.Ada pula larangan makan
ikan bagi anak-anak karena ikan dianggap dapat mengakibatkan cacingan, padahal
ikan merupakan sumber protein yang sangat baik bagi anak-anak.
4) Kesukaan
Kesukaan yang berlebihan terhadap suatu jenis makanan dapat mengakibatkan
kekurangan variasi makanan, sehingga tubuh tidak memperoleh zat-zat yang
dibutuhkan secara cukup.Kesukaan dapat mengakibatkan merosotnya gizi pada
remaja bila nilai gizinya tidak sesuai dengan yang diharapkan.
5) Ekonomi
Status ekonomi dapat memengaruhi perubahan status gizi karena penyediaan
makanan bergizi membutuhkan pendanaan yang tidak sedikit.Oleh karena itu,
masyarakat dengan kondisi perekonomian yang tinggi biasanya mampu
mencukupi kebutuhan gizi keluargannya dibandingkan masyarakat dengan kondisi
perekonomian rendah.
E. Jenis Gangguan Kebutuhan Nutrisi
Alimul, Aziz (2015) menuliskan secara umum, gangguan kebutuhan nutrisi
terdiri atas kekurangan dan kelebihan nutrisi, obesitas, malnutrisi, diabetes militus,
hipertensi, jantung coroner, kanker, dan anoreksia nervosa.
1) Kekurangan Nutrisi
Kekurangan nutrisi merupakan keadaan yang dialami seseorang dalam keadaan
yang dialami seseorang dalam keadaan tidak berpuasa (normal) atau risiko
penurunan berat badan akibat ketidakcukupan asupan nutrisi untuk kebutuhan
metabolisme.
2) Kelebihan Nutrisi
Kelebihan nutrisi merupakan suatu keadaan yang dialami seseorang yang
mempunyai risiko peningkatan berat badan akibat asupan kebutuhan metabolisme
secara berlebih.
3) Obesitas
Obesitas merupakan masalah peningkatan berat badan yang mencapai lebih dari
20% berat badan normal.Status nutrisinya adalah melebihi kebutuhan
metabolisme karena kelebihan asupan kalori dan penurunan dalam penggunaan
kalori.
4) Malnutrisi
Malnutrisi adalah masalah yang berhubungan dengan kekurangan zat gizi pada
tingkat seluler atau dapat dikatakan sebagai masalah asupan zat gizi yang tidak
sesuai dengan kebutuhan tubuh.
5) Diabetes Melitus
Diabetes mellitus merupakan gangguan kebutuhan nutrisi yang ditandai dengan
adanya gangguan metabolisme karbohidrat akibat kekurangan insulin atau
penggunaan karbohidrat secara berlebihan.
6) Hipertensi
Hipertensi merupakan gangguan nutrisi yang juga disebabkan oleh berbagai
masalah pemenuhan kebutuhan seperti penyebab dari obesitas, serta asupan
kalsium, natrium dan gaya hidup yang berlebihan.
7) Penyakit Jantung Koroner
Penyakit jantung coroner merupakan gangguan nutrisi yang sering disebabkan
oleh adanya peningkatan kolesterol darah dan merokok. Gangguan ini sering
dialami karena adanya perilaku atau gaya hidup yang tidak sehat, obesitas, dan
lain-lain.
8) Kanker
Kanker merupakan gangguan kebutuhan nutrisi yang disebabkan oleh konsumsi
lemak secara berlebihan.
9) Anoreksia Nervosa
Anoreksia Nervosa merupakan penurunan berat badan secara mendadak dan
berkepanjangan, ditandai dengan adanya konstipasi, pembengkakan badan, nyeri
abdomen, kedinginan, letargi, dan kelebihan energi.
F. Pengkajian
1. Identitas
2. Riwayat keperawatan dan diet
a. Anggaran makan, makan kesukaan, waktu makan.
b. Apakah ada diet yang dilakukan secara khusus?
c. Adakah penurunan dan peningkatan berat badan dan berapa lama periode
waktunya?
d. Adakah toleransi makan/minum tertentu?
3. Faktor yang memengaruhi diet
a. Status kesehatan.
b. Kultur dan kepercayaan.
c. Status social ekonomi.
d. Faktor psikologis.
e. Informasi yang salah tentang makanan dan cara berdiet.
4. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan fisik: apatis, lesu.
b. Berat badan: obesitas, kurus (underweight).
c. Otot: flaksia/lemah, tonus kurang, tenderness, tidak mampu bekerja.
a) Sistem saraf: bingung, rasa terbakar, paresthesia, reflek menurun.
b) Fungsi gastrointestinal: anoreksia, konstipasi, diare, flatulensi, pembesaran
liver/lien.
c) Kariovaskuler: denyut nadi lebih dari 100 kali/menit, irama abnormal, tekanan
darah rendah/tinggi.
d) Rambut: kusam, kering, pudar, kemerahan, tipis, pecah/patah-patah.
e) Kulit: kering, pucat, iritasi, petekhie, lemak disubkutan tidak ada.
f) Bibir: kering, pecah-pecah, bengkak, lesi, stomatitis, membrane mukosa pucat.
g) Gusi: pendarahan, peradangan.
h) Lidah: edema, hiperemis.
i) Gigi: karies, nyeri, kotor.
j) Mata: konjungtiva pucat, kering, exotalmus, tanda-tanda infeksi.
k) Kuku: mudah patah.
l) Pengukuran antropometri:
- Berat badan ideal : (TB-100) ± 10%
- Lingkar pergelangan tangan
- Lingkar lengan atas (MAC):
Nilai normal Wanita : 28,5 cm
Pria : 28,3 cm

- Lipatan kulit pada otot trisep (TSF):


Nilai normal Wanita : 16,5-18 cm
Pria : 12,5-16,5 cm
G. Diagnosa Keperawatan
1. Deficit nutrisi
2. Kesiapan peningkatan nutrsi
3. Resiko berat badan berlebih
H. Intervensi
No Diagnose Intervensi
1 Deficit nutrisi Manajemen nutrisi
Tindakan :
Observasi
a. Identifikasi status nutrisi
b. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
c. Identifikasi makanan yang disukai
d. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
e. Identifikasi perlunya penggunaan selang
nasogastrik
f. Monitor asupan makanan
g. Monitor berat badan
h. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Terapeutik
a. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
b. Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis:
piramida makanan)
c. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang
sesuai
d. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
e. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
f. Berikan suplemen makanan, jika perlu
g. Hentikan pemberian makan melalui selang
nasogastik jika asupan oral dapat ditoleransi
Edukasi
a. Ajarkan posisi duduk, jika mampu
b. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan
(mis: Pereda nyeri, antiemetik), jika perlu
b. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan,
jika perlu

2 Kesiapan Edukasi nutrisi


peningkatan nutrsi Tindakan :
Observasi
a. Periksa status gizi, status alergi, program diet.
kebutuhan dan kemampuan pemenuhan
kebutuhan gizi
b. Identifikasi kemampuan dan waktu yang tepat
menerima informasi
Terapeutik
a. Persiapkan materi dan media seperti jenis-jenis
nutrisi, tabel rnakanan penukar. cara mengelola,
cara menakar makanan.
b. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
kesepakatan
c. Berikan kesempatan untuk bertanya
Edukasi
a. Jelaskan pada pasien dan keluarga alergi
makanan, makanan yang harus dihindari.
kebutuhan jumlah kalori, jenis makanan yang
dibutuhkan pasien
b. Ajarkan cara melaksanakan diet sesuai program
(mis. makanan tinggi protein, rendah garam,
rendah kalori)
c. Jelaskan hal-hal yang dilakukan sebelum
rnemberikan makan (mis, perawatan mulut,
penggunaan gigi palsu, obat-obat yang harus
diberikan sebelum makan)
d. Demonstrasikan cara membersihkan mulut
e. Demonstrasikan cara mengatur posisi saat
makan
f. Ajarkan pasien/keluarga memonitor asupan
kalori dan makanan (mis. menggunakan buku
harian)
g. Ajarkan pasien dan keluarga memantau kondisi
kekurangan nutrisi
h. Anjurkan mendemonstrasikan cara memberi
makan, menghitung kalori, menyiapkan
makanan sesuai program diet.

3 Resiko berat badan Edukasi diet


berlebih Tindakan :
Observasi
a. Identifikasi kemampuan pasien dan keluarga
menerima informasi
b. Identifikasi tingkat pengetahuan saat ini
c. Identifikasi kebiasaan pola makan saat ini dan
masa lalu
d. Identifikasi persepsi pasien dan keluarga
tentang diet yang diprogramkan
e. Identifikasi keterbatasan finansial untuk
menyediakan makanan
Terapeutik
a. Persiapkan materi dan media dan alat peraga
b. Jadwalkan waktu yang tepat untuk
memberikan Pendidikan Kesehatan
c. Berikan kesempatan pasien dan keluarga
bertanya
d. Sediakan rencana makan tertulis, jika perlu
Edukasi
a. Jelaskan tujuan kepatuhan diet terhadap
Kesehatan
b. Informasikan makanan yang diperbolehkan
dan dilarang
c. Informasikan kemungkinan interaksi obat dan
makanan, jika perlu
d. Anjurkan pertahankan posisi semi fowler (30 –
45 derajat) 20 – 30 menit setelah makan
e. Anjurkan mengganti bahan makanan sesuai
dengan diet yang diprogramkan
f. Anjurkan melakukan olahraga sesuai toleransi
g. Ajarkan cara membaca label dan memilih
makanan yang sesuai
h. Ajarkan cara merencanakan makanan yang
sesuai program
i. Rekomendasikan resep makanan yang sesuai
dengan diet, jika perlu
Kolaborasi
a. Rujuk ke ahli gizi dan sertakan keluarga, jika
perlu
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Linda Jual. 2012. Buku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC

Hidayat, A. Aziz Alimul.2015. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia, Edisi 2 Buku 2.


Jakarta:Salemba Medika
Mubarak, Wahit Iqbal. 2007. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia: Teori dan Aplikasi
dalam Praktik. Jakarta: EGC
Potter & Perry. 2010. Fundamental of Nursing Fundamental Keperawatan, Buku 3 Edisi 7.
Jakarta: Elsevier
Tarwoto, Wartonah. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : definisi dan
indikator diagnostik. Jakarta Selatan : DPP PPNI
LAPORAN PENDAHULUAN
CAIRAN, ELEKTROLIT DAN ASAM BASA

A. Pengertian
Kebutuhan cairan dan elektrolit adalah suatu proses dinamik karena metabolisme
tubuh membutuhkan perubahan yang tetap dalam berespon terhadap stressor fisiologi
dan lingkungan (Tarwoto dan Wartonah, 2006).
Asam adalah molekul yang mengandung atom hidrogen yang dapat melepaskan ion
hidrogen dalam larutan, contohnya HCL, H2CO3. Sedangkan basa adalah ion atau
molekul yang dapat menerima ion hidruogen seperti HPO4.
Fungsi cairan antara lain:
1. Mempertahankan panas tubuh dan pengaturan temperatur tubuh
2. Transpor nutrien ke sel
3. Transpor hasil sisa metaboplisme
4. Transpor hormon
5. Pelumas antar organ
6. Mempertahankan tekanan hidrostatik dalam sistem kardiovaskuler.

B. Fisiologi
Mekanisme pergerakan cairan dan elektrolit tubuh ada 4 macam yaitu:
1. Difusi
Difusi adalah perpindahan larutan dari konsentrasi tinggi menuju konsentrasi yang
rendah dengan melintasi membrane semipermeable.
2. Osmosis
Perpindahan pelarut murni melalui membran semipermeable berpindah dari
konsentrasi rendah ke konsentrasi tinggi.
3. Filtrasi
Perpindahan air dan substansi yang dapat larut secara bersama sebagai respon karena
tekanan cairan. Jumlah cairan yang keluar sebanding dengan besar perbedaan
tekanan luas permukaan membran dan permeabilitas membran. Tekanan yang
dihasilkan likuid dalam sebuah ruangannya disebut hidrostatik
4. Transpor aktif
Transpor aktif adalah gerakan partikel dari konsentrasi rendah ke tinggi karena
adanya daya aktif dari tubuh seperti pompa jantung. Membutuhkan energi dalam
proses transpor. Contohnya pompa Na untuk keluar dari sel dan kalium masuk ke
sel.
Pada keseimbangan asam dan basa, berkiatan dengan Pengaturan pernafasan
untuk membuang CO2 melalui proses ekspirasi di paru-paru akan mengimbangi
pembentukan Co2 metabolik. Peningkatan ventilasi alveolus akan menurunkan
konsentrasi ion hidrogen cairan ekstraseluler dan meningkatkan pH.
Sedangkan kontrol keseimbangan asam basa oleh ginjal yang berperan penting
dalam keseimbangan. Ginjal merupakan pengatur keseimbangan asam basa yang
paling kuat dan dapat bekerja dalam waktu lama setelah upaya pengaturan oleh
sistem penyangga dalam cairan tubuh dan pernafasan. Sekresi ion hidrogen dan
reabsorbsi ion bikarbonat terjadi di tubulus ginjal. Ion ion hidrogen disekresikan
oleh transpor aktif sekunder di segmen tubulus.
C. Nilai normal cairan
Kebutuhan cairan manusia:

NO UMUR BB (KG) CAIRAN (ML/24JAM)


1 3 hari 3,0 250-300
2 1 tahun 9,5 1150-1300
3 2 tahun 11,8 1300-1500
4 6 tahun 20 1500-2000
5 10 tahun 28,7 2000-2500
6 14 tahun 45 2200-2700
7 18 tahun (adult) 54 2200-2700

D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi


1. Usia
Pada bayi dan anak-anak, keseimbangan cairan dan elektrolit dipengaruhi oleh
beberapa faktor diantaranya adalah asupan cairan yang besar yang diimbangai
dengan haluaran yang besar pula, metabolisme tubuh yang tinggi, masalah yang
muncul akibat imaturitas fungsi ginkal, serta banyaknya cairan yang keluar melalui
ginjal, paru-paru dan proses penguapan. Pada orang tua atau lansia, gangguan yang
muncul berkaitan dengan masalah ginjal dan jantung terjadi karena ginjal tidak
mampu mengatur konsentrasi urin
2. Temperature lingkungan
Lingkungan yang panas menstimulus sistem saraf simpatis dan menyebabkan
seseorang berkeringat.
3. Kondisi stres
Kondisi stres mempengaruhi metabolisme sel, konsentrasi glukosa darah, dan
glikolisis otot. Kondisi stres mencetuskan pelepasan hormon anti diuretik sehingga
produksi urin menurun.
4. Keadaan sakit
Kondisi sakit mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit antara lain luka
bakar, gagal ginjal, dan penyakit jantung.
5. Diet
Diet dapat mempengaruhi asupan cairan dan elektrolit. Asupan nutrisi yang tidak
adekuat dapat berpengaruh terhadap kadar albumin serum. Jika albumin serum turun,
cairan intertisial tidak bisa masuk ke pembuluh darah sehingga terjadi edema.
E. Gangguan/ Masalah yang Terjadi
1. Gangguan keseimbangan cairan
a. Hipovolemia
Suatu kondisi ketidakseimbangan yang ditandai dengan defisiensi cairan dan
elektrolit di ruang ekstra sel, namun kedua proporsi antara keduanya mendekati
normal. Kehilangan cairan diakibatkan oleh berbagai faktor antara lain
kurangnya asupan cairan, tingginya asupan pelarut yang menyebabkan ekskresi
urin berlebih, keringat yang banyak.
c. Hipervolemia
Atau disebut juga overhidrasi adalah kondisi ketidakseimbangan yang ditandai
dengan kelebihan (retensi) cairan dan natrium di ruang ekstra sel. Umumnya
terjadi akibat masalah di ginjal.
2. Gangguan keseimbangan elektrolit
a. Hiponatremia : kekurangan kadar natrium di cairan ekstrasel yang menyebabkan
perubahan tekanan osmotik dimana kadar natrium serum <136mEq/l.
diakibatkan gagal ginjal, penyakit adison, pengeluaran keringat berlebih,
asidosis metabolik.
b. Hipernatremia : kelebihan kadar natrium di ekstra sel yang menyebabkan
peningkatan tekanan osmotik ( Na > 144 mEq/l). diakibatkan diare, disfagia,
poliurisa karena diabetes insipidus.
c. Hipokalemia : kekurangan kadar kalium yang menyebabkan pindahnya kalium
keluar sel dimana kalium < 4 mEq/l
d. Hiperkalemia : kelebihan kadar kalium dimana kadarnya >5 mEq/l
e. Hipokalsemia : kekuarangan kadar kalsium dsn cairan ekstrasel dimana
kadarnya ,4.5 mEq/l
f. Hiperkalsemia : kelebihan kadar kalsium dsn cairan ekstrasel dimana kadarnya
,5.8 mEq/l
g. Hipomagnesemia : kondisi dimana kekurangan magnesium yang umumnya
disebabkan oleh konsumsi alkohol, malnutrisi, diabetes, gagal ginjal, gagal hati,
dan absorb usus yang buruk
h. Hipermagnesemia : kondisi kelebihan magnesium yang umumnya disebabkan
oleh konsumsi antasida yang mengandung magnesium.
i. Hipokloremia : penurunan kadar ion klorida dalam serum dissebabkan oleh
kehilangan sekresi gastrointestinal yang berlebihan seperti diare, muntah, uresis.
j. Hiperkloremia : peningkatan kadar ion klorida dalam serum disebabkan oleh
dehidrasi dan masalah ginjal
3. Gangguan keseimbangan asam basa
a. Asidosis respiratorik
Adalah gangguan asam basa yang disebabkan oleh retensi CO2 akibat gangguan
hiperkapnia. Tanda-tandanya meliputi nafas dangkal, gangguan pernafasan yang
menyebabkan hipoventilasi, depresi SSP, gangguan kesadaran dan disorientasi.
pH plasma <7.36 dan PCO2 tinggi
b. Asidosis metabolik
Terjadi akibat akumulasi abnormal fixed acid atau kehilangan basa.
Tandatandanya meliputi: pernafasan kusmaul (cepat dan dalam), kelelahan,
disorientasi, koma, pH plasma <3.5 PCO2 normal atau rendah jika sudah
kompensasi.
c. Alkalosis respiratorik
Dampak utama pengeluaran CO2 berlebih akibat hiperventilasi. Tandatandanya
meliputi: penglihatan kabur, kesemutan pada ujung jari, kemampuan konsentrasi
terganggu, kejang, aritmia jantung. pH > 7.45
d. Alkalosis metabolik
Merupakan kondisi penurunan H+ yang ditandai oleh apatis, lemah, ganggguan
mental seperti gelisah bingung letargi, kram, dan pusing.
F. Pengkajian
1. Identitas klien
Meliputi nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan identitas penanggung
jawab.
2. Keluhan utama (alasan dirawat di rumah sakit)
Keluhan utama adalah keluhan yang paling dirasakan mengganggu oleh klien pada
saat perawat mengkaji, dan pengkajian tentang riwayat keluhan utama seharusnya
mengandung unsur PQRST (Paliatif/Provokatif, Quality, Regio, Skala, dan Time)
3. Riwayat kesehatan sekarang
Kaji status kesehatan pasien saat dilakukannya pengkajian.
4. Riwayat kesehatan dahulu (perawatan di rs terakhir)
Riwayat kesehatan dahulu terutama yang berkaitan dengan gangguan pemenuhan
kebutuhan cairan elektrolit, asam dan basa. Ataupun riwayat dirawat di rumah sakit
atau pembedahan.
5. Riwayat kesehatan keluarga
Mengkaji riwayat kesehatan keluarga untuk mengetahui apakah ada penyakit
keturunan di keluarga pasien
6. Pola persepsi dan penanganan kesehatan
Kaji persepsi pasien terhadap penyakitnya, dan penggunaan tembakau, alkohol,
alergi, dan obat-obatan yang dikonsumsi secara bebas atau resep dokter
7. Pola nutrisi/metabolisme
Mengkaji diet khsusus yang diterapkan pasien, perubahan BB, dan gambaran diet
pasien dalam sehari untuk mengetahui adanya konsumsi makanan yang mengganggu
keseimbangan cairan elektrolit, asam, dan basa.
8. Pola eliminasi
Kaji kebiasaan defekasi dan/atau berkemih serta masalah yang dialami. Ada atau
tidaknya konstipasi, diare, inkontinensia, retensi, dan gangguan lainnya. Kaji
penggunaan alat bantu.
9. Pola aktivitas/ olahraga
Pola aktivitas terkait dengan ketidakmampuan pasien yang disebabkan oleh kondisi
kesehatan tertentu atau penggunaan alat bantu yang mempengaruhi kebutuhan
pasien terhadap cairan elektrolit.
10. Pola istirahat tidur
Kebiasaan tidur pasien dan masalah yang dialami
11. Pola kognitif – perseptif
Kaji status mental pasien, kemampuan bicara, ansietas, ketidaknyamanan,
pendengaran dan penglihatan.
12. Pemeriksaan fisik
a. Berat Badan (BB)
Peningkatan atau penurunan 1 kg BB setara dengan penambahan atau
pengeluaran 1 liter cairan, ada 3 macam masalah keseimbangan cairan yang
berhubungan dengan berat badan :
1) Ringan : ± 2%
2) Sedang : ± 5%
3) Berat : ±10%
b. Keadaan Umum
Tanda-tanda vital seperti suhu, nada, pernapasan, dan tekanan darah serta
tingkat kesadaran.
c. Asupan cairan
Asupan cairan meliputi:
1) Cairan oral : NGT dan oral
2) Cairan parental: termasuk obat-obat intravena
3) Makanan yang cenderung mengandung air
4) Iritasi kateter
d. Pengukuran keluaran cairan
1) Urin : volume, kejernihan/kepekatan
2) Feses : jumlah dan konsistensi
3) Muntah
G. Diagnosa
1. Hipervolemia
2. Hipovolemia
3. Resiko syok
4. Gangguan keseimbangan elektrolit
H. Intervensi
No Diagnosa Intervensi
1 Hipervolemia Manajemen hipervolemia
Tindakan :
Observasi
a. Periksa tanda dan gejala hypervolemia (mis:
ortopnea, dispnea, edema, JVP/CVP
meningkat, refleks hepatojugular positif,
suara napas tambahan)
b. Identifikasi penyebab hypervolemia
c. Monitor status hemodinamik (mis: frekuensi
jantung, tekanan darah, MAP, CVP, PAP,
PCWP, CO, CI) jika tersedia
d. Monitor intake dan output cairan
e. Monitor tanda hemokonsentrasi (mis: kadar
natrium, BUN, hematokrit, berat jenis urine)
f. Monitor tanda peningkatan tekanan onkotik
plasma (mis: kadar protein dan albumin
meningkat)
g. Monitor kecepatan infus secara ketat
h. Monitor efek samping diuretic (mis: hipotensi
ortostatik, hypovolemia, hipokalemia,
hiponatremia)
Terapeutik
a. Timbang berat badan setiap hari pada waktu
yang sama
b. Batasi asupan cairan dan garam
c. Tinggikan kepala tempat tidur 30 – 40 derajat
Edukasi
a. Anjurkan melapor jika haluaran urin < 0,5
mL/kg/jam dalam 6 jam
b. Anjurkan melapor jika BB bertambah > 1 kg
dalam sehari
c. Ajarkan cara membatasi cairan
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian diuretic
b. Kolaborasi penggantian kehilangan kalium
akibat diuretic
c. Kolaborasi pemberian continuous renal
replacement therapy (CRRT) jika perlu

2 Hipovolemia Manajemen hipovolemia


Tindakan :
Observasi
a. Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis:
frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah,
tekanan darah menurun, tekanan nadi
menyempit, turgor kulit menurun, membran
mukosa kering, volume urin menurun,
hematokrit meningkat, haus, lemah)
b. Monitor intake dan output cairan
Terapeutik
a. Hitung kebutuhan cairan
b. Berikan posisi modified Trendelenburg
c. Berikan asupan cairan oral
Edukasi
a. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
b. Anjurkan menghindari perubahan posisi
mendadak
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis
(mis: NaCL, RL)
b. Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis
(mis: glukosa 2,5%, NaCl 0,4%)
c. Kolaborasi pemberian cairan koloid
(albumin, plasmanate)
d. Kolaborasi pemberian produk darah

3 Resiko syok Pencegahan syok


Tindakan :
Observasi
a. Monitor status kardiopulmonal (frekuensi dan
kekuatan nadi, frekuensi napas, TD, MAP)
b. Monitor status oksigenasi (oksimetri nadi,
AGD)
c. Monitor status cairan (masukan dan haluaran,
turgor kulit, CRT)
d. Monitor tingkat kesadaran dan respon pupil
e. Periksa Riwayat alergi
Terapeutik
a. Berikan oksigen untuk mempertahankan
saturasi oksigen > 94%
b. Persiapkan intubasi dan ventilasi mekanis,
jika perlu
c. Pasang jalur IV, jika perlu
d. Pasang kateter urin untuk menilai produksi
urin, jika perlu
e. Lakukan skin test untuk mencegah reaksi
alergi
Edukasi
a. Jelaskan penyebab/faktor risiko syok
b. Jelaskan tanda dan gejala awal syok
c. Anjurkan melapor jika
menemukan/merasakan tanda dan gejala awal
syok
d. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
e. Anjurkan menghindari alergen
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian IV, jika perlu
b. Kolaborasi pemberian transfusi darah, jika
perlu
c. Kolaborasi pemberian antiinflamasi, jika
perlu
4 Gangguan Pemantauan elektrolit
keseimbangan elektrolit Tindakan :
Observasi
a. Identifikasi kemungkinan penyebab
ketidakseimbangan elektrolit
b. Monitor kadar elektrolit serum
c. Monitor mual, muntah, dan diare
d. Monitor kehilangan cairan, jika perlu
e. Monitor tanda dan gejala hipokalemia (mis.
kelemahan otot, Interval QT memanjang,
gelombang T datar atau terbalik, depresi
segmen ST, gelombang U, kelelahan,
parastesia, penurunan refleks, anoreksia,
konstipasi, motilitas usus menurun, pusing,
depresi, pernapasan)
f. Monitor tanda dan gejala hiperkalemia (mis.
peka rangsang, gelisah, mual, muntah,
takikardia mengarah ke bradikardia,
fibrilasi/takikardia ventrikel, gelombang T
tinggi, gelombang P datar, kompleks QRS
tumpul, blok jantung mengarah asistol)
g. Monitor tanda dan gejala hipermagnesemia
(mis. kelemahan otot, hiporefleks,
bradikardia, depresi SSP, letargi, koma,
depresi).
h. Monitor tanda dan gejala hipomagnesemia
(mis. depresi parapasan, apatis, tanda
Chvostek, tanda Trousseau, konfusi,
disritmia)
i. Monitor tanda dan gejala hiperkalsemia (mis.
nyeri tulang, haus, anoreksia, letargi,
kelemahan otot, segmen QT memendek,
gelombang T lebar, kompiek QRS lebar,
interval PR memanjang)
j. Monitor tanda dan gejala hipokalsemia (mis,
peka rangsang, tanda Chvostek [spasme otot
wajah], tanda Trousseau [spasme karpal],
kram otot, interval QT memanjang)
k. Monitor tanda dan gejala hiperatremia (mis.
haus, demar, myal, muntah, gelisah, peka
rangsang, membran mukosa kering,
takikardia, hipotensi, letargi, konfusi, kejang)
l. Monitor tanda dan gejala hiponatremia (mis,
disorientasi, otot berkedut, sakit kepala,
membrane mukosa kering, hipotensi postural,
Kejang, letargi, penurunan Kesadaran)
Terapeutik
a. Atur interval waktu pemantauan sesuai
dengan kondisi pasien
b. Dokumentasi hasil pemantauan, jika perlu
Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
b. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall.1995.”Diagnosa Keperawatan”.Jakarta : EGC

Harnawatiaj.2008. Keseimbangan Cairan dan Elektrolit, (http://wordpress.com/,diakses 24

April 2010)

Mubarak, Wahid.I & Chayatin, NS.Nurul..2008.”Kebutuhan Dasar Manusia”. Jakarta: EGC.

Faqih, Moh. Ubaidillah.2009.”Cairan dan Elektrolit dalam Tubuh Manusia”,

(http://www.scribd.com/ diakses 25 april 2010)

Obet. 2010. Kebutuhan Cairan dalam Tubuh, (http://akarrumput21.blogspot.com/,

diakses 24 April 2010)

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : definisi dan

indikator diagnostik. Jakarta Selatan : DPP PPNI


LAPORAN PENDAHULUAN
OKSIGENASI
A. Pengertian
Oksigenasi merupakan proses penambahan O2 ke dalam system (kimia atau
fisika). Oksigen merupakan gas tidak berwarna dan tidak berbau yang sangat dibutuhkan
dalam proses metabolisme sel. Pemberian O2 Binasal merupakan pemberian oksigen
melalui hidung dengan kanula ganda (Kusnanto. (2016).
Oksigenasi adalah memberikan aliran gas oksigen (O2) lebih dari 21 % pada
tekanan 1 atmosfir sehingga konsentrasi oksigen meningkat dalam tubuh. Oksigenasi juga
dapat diartikan sebagai kegiatan memasukkan zat asam (O2) ke dalam paru dengan alat
khusus.
Tujuan pemberian oksigenasi:
1. Untuk mempertahankan oksigen yang adekuat pada jaringan
2. Untuk menurunkan kerja paru-paru
3. Untuk menurunkan kerja jantung
Beberapa metode pemberian oksigen:
a. Low flow oxygen system
Hanya menyediakan sebagian dari udara inspirasi total pasien. Pada umumnya
sistem ini lebih nyaman untuk pasien tetapi pemberiannya bervariasi menurut pola
pernafasan pasien.
b. High flow oxygen system
Menyediakan udara inspirasi total untuk pasien. Pemberian oksigen dilakukan
dengan konsisten, teratur, teliti dan tidak bervariasi dengan pola pernafasan pasien.
B. Fisiologi Pernapasan
1. Struktur Sistem Pernafasan
a. Saluran pernafasan atas
Fungsinya adalah menyaring, menghangatkan dan melembabkan udara yang
dihirup. Terdiri dari :hidung, faring, laring, epiglotis
b. Saluran Pernafasan bawah
Fungsi adalah menghangatkan udara, membersihkan mukuosa cilliary,
memproduksi surfactant. Terdiri dari : trachea, bronchus, paru.
Pernafasan eksternal mengacu pada keseluruhan proses pertukaran O2 dan CO2
antara lingkungan eksternal, dan sel tubuh. Secara umum, proses ini berlangsung dalam 3
langkah, yaitu:
a. Ventilasi Pulmoner
Udara bergantian masuk keluar paru-paru melalui proses ventilasi sehingga
terjadi proses pertukaran gas antara lingkungan eksternal dan alveolus.
b. Pertukaran gas alveolar
Setelah oksigen masuk alveolus, proses pernafasan berikutnya adalah difusi
oksigen dari alveolus ke pembuluh darah pulmoner. Difusi adalah proses pergerakan
molekul dari area berkonsentrasi atau bertekanan tinggi ke area berkonsentrasi atau
bertekanan tinggi ke area berkonsentrasi rendah. Proses ini berlangsung di alveolus
dan membrane kapiler.
c. Transpor oksigen dan karbondioksida
Pada proses ini oksigen diangkut dari paru menuju jaringan dan
karbondioksida diangkut dari jaringan kembali menuju paru-paru.
C. Nilai-nilai normal
Parameter Nilai normal
Tidal Volume (TV) 500 cc
Volume Cadangan Inspirasi (VCI) 3000 ml
Volume Cadangan Ekspirasi (VCE) 1100 ml
Volume Residu 1200 ml
Kapasitas Inspirasi (KI) 3500 ml
Kapasitas Residu Fungsional (KRF) 2300 ml
Kapasitas Vital 4600 ml
Kapasitas Total Paru 5800

D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Oksigenasi


Faktor-faktor yang mempengaruhi oksigenasi adalah :
1. Tahap Perkembangan
Saat lahir terjadi perubahan respirasi yang besar yaitu paru-paru yang
sebelumnya berisi cairan menjadi berisi udara. Bayi memiliki dada yang kecil dan
jalan nafas yang pendek. Bentuk dada bulat pada waktu bayi dan masa kanak-kanak,
diameter dari depan ke belakang berkurang dengan proporsi terhadap diameter
transversal. Pada orang dewasa thorak diasumsikan berbentuk oval. Pada lanjut usia
juga terjadi perubahan pada bentuk thorak dan pola napas
2. Lingkungan
Ketinggian, panas, dingin dan polusi mempengaruhi oksigenasi. Makin tinggi
daratan, makin rendah PaO2, sehingga makin sedikit O2 yang dapat dihirup individu.
Sebagai akibatnya individu pada daerah ketinggian memiliki laju pernapasan dan
jantung yang meningkat, juga kedalaman pernapasan yang meningkat.
3. Gaya Hidup
Aktifitas dan latihan fisik meningkatkan laju dan kedalaman pernapasan dan
denyut jantung, demikian juga suplay oksigen dalam tubuh. Merokok dan pekerjaan
tertentu pada tempat yang berdebu dapat menjadi predisposisi penyakit paru.
4. Status Kesehatan
Pada orang yang sehat sistem kardiovaskuler dan pernapasan dapat
menyediakan oksigen yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Akan tetapi
penyakit pada sistem kardiovaskuler kadang berakibat pada terganggunya pengiriman
oksigen ke sel-sel tubuh. Selain itu penyakit-penyakit pada sistem pernapasan dapat
mempunyai efek sebaliknya terhadap oksigen darah. Salah satu contoh kondisi
kardiovaskuler yang mempengaruhi oksigen adalah anemia, karena hemoglobin
berfungsi membawa oksigen dan karbondioksida maka anemia dapat mempengaruhi
transportasi gas-gas tersebut ke dan dari sel.
5. Narkotika
Narkotika seperti morfin dan dapat menurunkan laju dan kedalam pernapasan
ketika depresi pusat pernapasan dimedula. Oleh karena itu bila memberikan obat-obat
narkotik analgetik, perawat harus memantau laju dan kedalaman pernapasan.
6. Perubahan/gangguan pada fungsi pernapasan
Fungsi pernapasan dapat terganggu oleh kondisi-kondisi yang dapat
mempengarhi pernapasan yaitu :
a. Pergerakan udara ke dalam atau keluar paru
b. Difusi oksigen dan karbondioksida antara alveoli dan kapiler paru
c. Transpor oksigen dan transpor dioksida melalui darah ke dan dari sel jaringan.
7. Perubahan pola nafas
Pernapasan yang normal dilakukan tanpa usaha dan pernapasan ini sama
jaraknya dan sedikit perbedaan kedalamannya. Bernapas yang sulit disebut dyspnoe
(sesak). Kadang-kadang terdapat napas cuping hidung karena usaha inspirasi yang
meningkat, denyut jantung meningkat. Orthopneo yaitu ketidakmampuan untuk
bernapas kecuali pada posisi duduk dan berdiri seperti pada penderita asma.
8. Obstruksi jalan napas
Obstruksi jalan napas lengkap atau sebagaian dapat terjadi di sepanjang
saluran pernapasan di sebelah atas atau bawah. Mempertahankan jalan napas yang
terbuka merupakan intervensi keperawatan yang kadang-kadang membutuhkan
tindakan yang tepat. Onbstruksi sebagian jalan napas ditandai dengan adanya suara
mengorok selama inhalasi (inspirasi).

E. Jenis Gangguan Oksigenasi


1. Hypoxia
Merupakan kondisi ketidakcukupan oksigen dalam tubuh, dari gas yang
diinspirasi ke jaringan.
2. Hyperventilasi
Jumlah udara dalam paru berlebihan. Sering disebut hyperventilasi elveoli,
sebab jumlah udara dalam alveoli melebihi kebutuhan tubuh, yang berarti bahwa
CO2 yang dieliminasi lebih dari yang diproduksi → menyebabkan peningkatan rata –
rata dan kedalaman pernafasan.
Tanda dan gejala seperti pusing, nyeri kepala, henti jantung, koma,
ketidakseimbangan elektrolit.
3. Hypoventilasi
Ketidak cukupan ventilasi alveoli (ventilasi tidak mencukupi kebutuhan
tubuh), sehingga CO2 dipertahankan dalam aliran darah. Hypoventilasi dapat terjadi
sebagai akibat dari kollaps alveoli, obstruksi jalan nafas, atau efek samping dari
beberapa obat.
Tanda dan gejala seperti napas pendek, nyeri dada, sakit kepala ringan, pusing dan
penglihatan kabur.
4. Cheyne Stokes
Bertambah dan berkurangnya ritme respirasi, dari perafasan yang sangat
dalam, lambat dan akhirnya diikuti periode apnea, gagal jantung kongestif, dan
overdosis obat.
5. Kussmaul’s ( hyperventilasi)
Peningkatan kecepatan dan kedalaman nafas biasanya lebih dari 20 x per
menit. Dijumpai pada asidosisi metabolik, dan gagal ginjal.
6. Apneu
Henti nafas , pada gangguan sistem saraf pusat
7. Biot’s
Nafas dangkal, mungkin dijumpai pada orang sehat dan klien dengan gangguan sistem
saraf pusat. Normalnya bernafas hanya membutuhkan sedikit usaha. Kesulitan
bernafas disebut dyspnea.
F. Pengkajian
1. Identitas pasien
Mengkaji identitas pasien dan identitas penanggung jawab pasien dengan format
nama, umur, jenis kelamin, status, agama, pekerjaan, suku bangsa, alamat,
pendidikan, diagnose medis, sumber biaya, hubungan antara pasien dengan
penanggung jawab
2. Riwayat keperawatan
a. Keluhan Utama
Kaji :
a) Masalah-masalah respirasi
b) Rasionalisasi penyakit/masalah respirasi
c) Adanya batuk dan penanganan
d) Kebiasaan merokok
e) Nyeri
f) Masalah kardiovaskuler
g) Faktor resiko yang memperlambat
h) Rasionalisasi penggunaan medikasi
i) Stressor yang dialami
j) Status/kondisi kesehatan
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Kaji kondisi yang pernah dialami oleh klien diluar gangguan yang dirasakan
sekarang khususnya gangguan yang mungkin sudah berlangsung lama bila
dihubungkan dengan usia dan kemungkinan penyebabnya, namun karena tidak
mengganggu aktivitas klien, kondisi ini tidak dikeluhkan.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Mengkaji kondisi kesehatan keluarga klien untuk menilai ada tidaknya
hubungan dengan penyakit yang sedang dialami oleh klien. Meliputi pengkajian
apakah pasien mengalami alergi atau penyakit keturunan.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Meliputi pengkajian apakah gangguan yang dirasakan pertama kali atau sudah
sering mengalami gangguan pola tidur.
3. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan cara :
1. Inspeksi
Menggunakan indra penglihatan, Observasi dari head to toe (kepala sampai kaki)
meliputi :
a. Kulit
b. Warna membrane mukosa
c. Keadaan umum
d. Tingkat kesadaran
e. Keadekuatan sistem sirkulasi
f. Pola nafas
g. Gerakan dinding dada
h. Bentuk thorax
i. Tipe pernafasan (brot, kussmaul)
j. Gerakan otai pernafasan
2. Palpasi
Misal : suhu, kelembapan, tekstur, gerakan, vibrasi, pertumbuhan atau massa
edema, krepitasi dan sensasi.
3. Perkusi
Meliputi pengetukan permukaan tubuh untuk menghasilkan bunyi yang akan
membantu dalam penentuan densitas, lokasi, ukuran dan posisi struktur di
bawahnya.
a. Timpani : Intensitas keras, bunyi nada tinggi, lamanya sedang, setara dengan
bunyi dram.
b. Hiperresonansi : Intensitas sangat keras, bunyi dengan nada sangat rendah,
lamanya sangat singkat setara dengan bunyi dentuman.
c. Resonansi : Intensitas sedang, bunyi nada rendah, lamanya panjang setara
dengan gaung.
d. Pekak : Intensitas lembut, bunyi nada tinggi, lamanya sedang.
e. Bunyi datar : Intensitas halus, bunyi nada tinggi, lamanya singkat.
4. Auskultasi
Tindakan mendengarkan bunyi yang di timbulkan oleh bermacam-macam organ
dan jaringan dalam tubuh, instrument yang digunakan untuk auskultasi adalah
stetoskop.
a. Bunyi nafas normal
1) Bronchial
Bunyi keras, nada tinggi dengan gaung atau kualitas
2) Bronkovasikuler
Bunyi sedang dengan nada sedang, mempunyai kualitas redam
3) Vasikuler
Bunyi yang dihasilkan nada rendah, halus, respirasi lebih keras dan lebih
tinggi dari ekspirasi
b. Bunyi nafas menyimpang
1) Fine crackles
Bunyi tidak terus menerus terdegar bunyi ledakan mirip dengan gesekan
rambut dekat telinga
2) Coarse crackles
Bunyi tidak terus merus, bunyi ledakan keras dengan kualitas gelembung,
mirip gelembung soda karbonat
3) Ronchi
Bunyi keras, tinggi, kualitas mendengkur terus menerus mirip gesekan 2
balon
4) Mengi
Bunyi berkualitas musik, nada tinggi terus menerus

G. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif
2. Pola napas tidak efektif
3. Gangguan pertukaran gas
H. Rencana Keperawatan
NO SDKI SLKI SIKI
1 Bersihan jalan napas Setelah dilakukan intervensi Latihan batuk efektif
tidak efektif keperawatan selama:……….jam, Observasi:
Maka Bersihan Jalan Nafas a. Identifikasi
Meningkat , dengan kriteria kemampuan batuk
hasil : b. Monitor adanya
a. Batuk efektif meningkat retensi sputum
b. Produksi sputum c. Monitor tanda dan
menurun gejala infeksi
c. Mengi menurun saluran napas
d. Weezing menurun d. Monitor input dan
e. Meconium (pada output cairan (mis.
neonatus) menurun Jumlah dan
f. Dyspnea menurun karakteristik)
g. Sulit bicara menurun Terapeutik:
h. Sianosis menurun a. Atur posisi semi-
i. Gelisa menurun fowler atau fowler
j. Frekuensi nafas membaik b. Pasang perlak dan
k. Pola nafas membaik bengkok
dipangkuan pasien
c. Buang secret pada
tempat sputum
Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan
prosedur batuk
efektif
b. Anjurkan tarik napas
dalam melalui
hidung selama 4
detik, ditahan
selama 2 detik
kemudian keluarkan
dari mulut dengan
bibir mencucu
(dibulatkan) selama
8 detik
c. Anjurkan
mengulangitarik
napas dalam hingga
3 kali
d. Anjurkan batuk
dengan kuat
langsung setelah
tarik napas dalam
yang ke-3
Kolaborasi
a. Kolaborasi
pemberian mukolitik
atau ekspektoran, jika
perlu
2 Pola napas tidak Setelah dilakukan tindakan Pemantauan Respirasi
efektif keperawatan selama…....jam, Observasi:
diharapkan pola nafas a. Monitor pola nafas,
meningkat sesuai dengan monitor saturasi
kriteria: oksigen
a. Dipsnea meningkat b. Monitor frekuensi,
b. Penggunaan otot bantu irama, kedalaman dan
nafas upaya napas
c. Frekuensi nafas c. Monitor adanya
d. Kedalaman nafas sumbatan jalan nafas
Terapeutik:
a. Atur Interval
pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
Edukasi:
a. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
b. Informasikan hasil
pemantauan, jika
perlu

3 Gangguan Setelah dilakukan tindakan Terapi Oksigen


Pertukaran Gas keperawatan selama…....jam, Observasi
diharapkan pertukaran gas a. Monitor kecepatan
meningkat sesuai dengan aliran oksigen
kriteria: b. Monitor posisi alat
a. Kesadaran meningkat terapi oksigen
c. Monitor tanda-tanda
b. Disneu menurun hipoventilasi
d. Monitor integritas
c. Pusing menurun mukosa hidung
akibat pemasangan
d. Penglihatan kabur oksigen
Terapeutik:
menurun a. Bersihkan sekret
pada mulut, hidung
e. Diaphoresis menurun dan trakea, jika
perlu
f. Gelisah menurun b. Pertahankan
kepatenan jalan
g. Nafas cuping hidung napas
c. Berikan oksigen
menurun
jika perlu
h. PCO2 membaik
Edukasi:
a. Ajarkan keluarga
i. PO2 membaik cara menggunakan
O2 di rumah
j. Takikardi membaik
Kolaborasi
k. Sianosis membaik a. Kolaborasi
penentuan dosis
l. Pola nafas membaik oksigen
b. Kolaborasi
m. Warna kulit membaik penggunaan oksigen
saat aktivitas
dan/atau tidur
DAFTAR PUSTAKA

Eki. (2017). Asuhan Keperawatan Gangguan Pmemenuhan Kebutuhan Oksigen Pada Pasien
Dengan Congestive Heart Failure (CHF) di IRNA Penyakit Dalam RSUP DR. M.
Djamil Padang Tahun 2017. Padang; Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang.

Hidayat, A.A. (2009). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep dan Proses
Keperawatan. Jakarta; Penerbit Salemba Medika.

Kusnanto. (2016). Modul Pembelajaran Pemenuhan Kebutuhan Oksigen. Surabaya; Fakultas


Keperawatan Universitas Airlangga.

Tarwoto & Wartonah. (2015). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan Edisi 5.
Jakarta; Penerbit Salemba Medika.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi
dan Indikator Diagnostik. Jakarta; Dewan Pengurus Pusat PPNI.
LAPORAN PENDAHULUAN
ELIMINASI FEKAL
A. Pengertian
Eliminasi fekal sangat erat kaitannya dengan saluran pencernaan. Saluran
pencernaan merupakan saluran yang menerima makanan dari luar dan mempersiapkannya
untuk diserap oleh tubuh dengan proses penernaan (pengunyahan, penelanan, dan
pencampuran) dengan enzim dan zat cair dari mulut sampai anus. Organ utama yang
berperan dalam eliminasi fekal adalah usus besar. Usus besar memiliki beberapa fungsi
utama yaitu mengabsorpsi cairan dan elektrolit, proteksi atau perlindungan dengan
mensekresikan mukus yang akan melindungi dinding usus dari trauma oleh feses dan
aktivitas bakteri, mengantarkan sisa makanan sampai ke anus dengan berkontraksi.
(Kozeir barbaa 2011)
Proses eliminasi fekal adalah suatu upaya pengosongan intestin. Pusat refleks ini
terdapat pada medula dan spinal cord. Refleks defekasi timbul karena adanya feses dalam
rectum. (Tarwoto & Wartonah, 2006).
B. Anatomi dan Fisiologi
1. Saluran gastrointestinal bagian atas
Makanan yang masuk akan dicerna secara mekanik dan kimiawi di mulut dan
di lambung dengan bantuan enzim, asam lambung. Selanjutnya makanan yang sudah
dalam bentuk chyme di dorong ke usus halus.
2. Saluran gastrointestinal bagian bawah
Saluran gastrointestinal bagian bawah meliputi usus halus dan usus besar.
Usus halus terdiri atas duodenum, jejunum dan ileum yang panjangnya kira-kira 6
meter dan 2,5 cm. Usus besar terdiri atas cecum, colon dan rektum yang kemudian
bermuara pada anus. Panjang usus besar sekitar 1,5 meter dan diameternya kira-kira 6
cm. Usus menerima zat makanan yang sudah berbentuk chyme (setengah padat) dari
lambung untuk mengabsorpsi air, nutrien dan elektrolit. Usus sendiri mensekresi
mucus, potassium, bikarbonat dan enzim. Chyme bergerak karena adanya peristaltik
usus dan akan berkumpul menjadi feses di usus besar. Dari makan sampai mencapai
rektum normalnya diperlukan waktu 12 jam. Gerakan kolon terbagi menjadi 3 bagian,
yaitu : Haustral Shuffing adalah gerakan mencampur chyme untuk membantu
absorpsi air, Kontraksi Haustral adalah gerakan untuk mendorong materi cair dan
semipadat sepanjang kolon, Gerakan Peristaltik adalah berupa gelombang, gerakan
maju ke anus.
C. Nilai Normal
Gas yang dihasilkan dalam proses pencernaan normalnya 7-10 liter / 24 jam. Jenis
gas yang terbanyak adalah CO2, metana, H2S, O2, dan nitrogen. Feses terdiri atas 75 %
air dan 25 % materi padat. Feses normal berwarna khas karena pengaruh dari
mikroorganisme. Konsistensi lembek namun berbentuk.

D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Eliminasi Fekal


1. Tingkat perkembangan
Pada bayi sistem pencernaannya belum sempurna. Sedangkan pada lansia
proses mekaniknya berkurang karena berkurangnya kemampuan fisiologis sejumlah
organ.
2. Diet
Ini bergantung pada kualitas, frekuensi, dan jumlah makanan yang
dikonsumsi. Sebagai contoh, makanan berserat akan mempercepat produksi feses.
Secara fisiologis, banyaknya makanan yang masuk kedalam tubuh juga berpengaruh
terhadap keinginan defekasi.
3. Asupan Cairan
Asupan cairan yang kurang akan menyebabkan feses lebih keras. Ini karena
jumlah absorpsi cairan dikolon meningkat.
4. Tonos Otot
Tonus otot terutama abdomen yang ditunjang dengan aktivitas yang cukup
akan membantu defekasi. Gerakan peristaltik akan memudahkan materi feses
bergerak disepanjang kolon.
5. Faktor psikologis
Perasaan cemas atau takut akan mempengaruhi peristaltik atau motilitas usus
sehingga dapat menyebabkan diare.
6. Pengobatan
Beberapa jenis obat dapat menimbulkan efek konstipasi. Laksatif dan katartik
dapat melunakkan feses dan meningkatkan peristaltik. Akan tetapi, jika digunakan
dalam waktu lama, kedua obat tersebut dapat menurunkan tonus usus sehingga usus
menjadi kurang responsif terhadap stimulus laksatif. Obat-obat lain yang dapat
mengganggu pola defekasi antara lain: analgesik narkotik,opiat, dan anti kolinergik.
7. Penyakit
Beberapa penyakit pencernaan dapat menyebabkan diare atau konstipasi.
8. Gaya hidup
Aktivitas harian yang biasa dilakukan, bowel training pada saat kanak-kanak,
atau kebiasaan menahan buang air besar.
9. Aktivitas fisik
Orang yang banyakn bergerak akan mempengaruhi mortilitas usus.
10. Posisi selama defekasi
Posisi jongkok merupakan posisi paling sesuai untuk defekasi. Posisi tersebut
memungkinkan individu mengerahkan tekanan yang terabdomen dan mengerutkan
otot pahanya sehingga memudahkan proses defekasi.
11. Kehamilan
Konstipasi adalah masalah umum ditemui pada trimester akhir kehamilan .
seiring bertambahnya usia kehamilan , ukuran janin dapat menyebabkan obstruksi
yang akan menghambat pengeluaran feses. Akibatnya , ibu hamil sering kali
mengalami hemoroid permanen karena seringnya mengedan saat defekasi.
E. Jenis Gangguan pada Eliminasi Fekal
a. Konstipasi : gangguan eliminasi yang diakibatkan adanya feses yang kering dan keras
melalui usus besar. Biasanya disebabkan oleh pola defekasi yang tidak teratur,
penggunaan laksatif yang lama, stres psikologis, obat-obatan, kurang aktivitas, usia.
b. Fecal Impaction : masa feses yang keras di lipatan rektum yang diakibatkan oleh
retensi dan akumulasi material feses yang berkepanjangan. Biasanya disebabkan oleh
konstipasi, intake cairan yang kurang, kurang aktivitas, diet rendah serat dan
kelemahan tonus otot.
c. Diare : keluarnya feses cairan dan meningkatnya frekuensi buang air besar akibat
cepatnya chyme melewati usus besar, sehingga usus besar tidak mempunyai waktu
yang cuckup untuk menyerap air. Diare dapat disebabkan karena stres fisik, obat-
obatan, alergi, penyakit kolon, dan iritasi intestinal
d. Inkontinensia alvi : hilangnya kemampuan otot untuk mengontrol pengeluaran feses
dan gas yang melalui spinter anus akibat kerusakan fungsi spinter atau persarafan di
daerah anus. Penyebabnya karena penyakit neuromuskular, trauma spinal cord, tumor
spinter anus eksterna.
e. Kembung : flatus yang berlebihan di daerah intestinal sehingga menyebabkan distensi
intestinal, dapat disebabkan karena konstipasi, pengunaan obat-obatan (barbiturat,
penurunan ansietas, penurunan aktivitas intestinal), mengkonsumsi makanan yang
banyak mengandung gas dapat berefek anestesi.
f. Hemorroid : pelebaran vena di daerah anus sebagai akibat peningkatan tekanan di
daerah tersebut. Penyebabnya adalah konstipasi kronis, peregangan maksimal saat
defekasi, kehamilan, dan obesitas.
F. Pengkajian
1. Identitas Pasien
2. Riwayat keperawatan
a. Pola defekasi : frekuensi, pernah berubah
b. Perilaku defekasi : penggunaan laksatif, cara mempertahankan pola
c. Deskripsi feses : warna, bau dan tekstur
d. Diet : makanan yang mempengaruhi defekasi, makanan yang biasa dimakan,
makanan yang dihindari, dan pola makan yang teratur atau tidak
e. Cairan : jumlah dan jenis minuman / hari
f. Aktivitas : kegiatan sehari-hari
g. Kegiatan yang spesifik
h. Peggunaan medikasi : obat-obatan yang mempengaruhi defekasi
i. Stres : stres berkepanjangan atau pendek, kopig untuk menghadapi atau
bagaimana menerima
j. Pembedahan / penyakit menetap
3. Pemeriksaan fisik
a. Abdomen : distensi, simetris, gerakan peristaltik, adanya massa pada perut,
tenderness
b. Rektum dan anus : tanda-tanda inflamasi, perubahan warna, lesi, fistula,
hemorroid, adanya massa, tenderness
4. Keadaan feses
Konsistensi, bentuk, bau, warna, jumlah, unsur abnornal dalm feses seperti
lendir.
5. Pemeriksaan diagnostik
a. Anuskopi
b. Proktosigmoidoskopi
c. Rontgen dengan kontras
G. Diagnosa Keperawatan
1. Inkontinensia Fekal
2. Konstipasi
3. Diare
H. Rencana Keperawatan

NO SDKI SLKI SIKI


Manajemen Diare
1 Diare Setelah diberikan asuhan Tindakan :
keperawatan selama … jam Observasi
diharapkan eliminasi fekal a. penyebab diare ( misal
membaik dengan kriteria inflamasi gastrointestinal,
hasil : iritasi
gastrointesinal,proses
1. Konsistensi feses infeksi,malabsorpsi )
normal b. Identifikasi riwayat
2. Frekuensi BAB pemberian makanan
normal c. Identifikasi gejala
3. Peristaltic usus invaginasi
normal d. Monitor warna,
4. Nyeri abdomen volume,frekuensi,dan
menurun konsistensi tinja
e. Monitor tanda dan gejala
hypovolemia
f. Monitor iritasi dan
ulserasi kulit di daerah
perianal
g. Monitor jumlah
pengeluaran diare
h. Monitor keamanan
penyiapan makanan
Terapeutik
a. Berikan asupan cairan
b. Pasang jalur intravena
c. Berikan cairan intravena
d. Ambil samoel darah
untuk pemeriksaan darah
lengkap dan elektrolit
e. Ambil sampel feses untuk
kultur, jika perlu
Edukasi
a. Anjurkan makanan porsi
kecil dan sering secara
bertahap urken
menghindari makanan
pembentuk gas, pedas
dan mengandung laktosa
b. Anjurkan melanjutkan
pemberian ASI
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
obat antispasmodic.
b. Kolaborasi pemberian
obat pengeras feses
c. Kolaborasi pemberian
obat antimotilits

Pemantauan Cairan
Tindakan
Observasi
a. Monitor frekuensi dan
kekuatan nadi
b. Monitor frekuensi napas
c. Monitor tekanan darah
d. Monitor berat bdan
e. Monitor waktu
pengisian kapiler
f. Monitor elastisitas atau
turgor kulit
g. Monitor jumlah, warna
dan berat jenis urine
h. Monitor kadar albumin
dan protein total
i. Monitor hasil
pemeriksaan serum
j. Identifikasi faktor risiko
ketidakseimbangan
cairan
Terapeutik
a. Atur interval waktu
pemantauan sesuai
dengan kondisi pasien
b. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
b. Informasikan hasil
pemantauan
Latihan Eliminasi Fekal
2 Inkontinensia Fekal Setelah diberikan asuhan Tindakan :
keperawatan selama …jam Terapeutik
diharapkan kontinensia a. Anjurkan waktu yang
fekal normal dengan konsisten untuk buang
kriteria hasil air besar
b. Berikan privasi,
1. Kemampuan kenyamanan dan posisi
mengontrol yang menigkatkan
pengeluaran feses proses defekasi
meningkat c. Gunakan enema rendah,
2. Frekuensi BAB jika perlu
menurun d. Ubah program latihan
eliminasi
Edukasi
a. Anjurkan
mengkonsumsi
makanan tertentu,
sesuai program atau
hasil konsultasi
b. Anjurkan asupan cairan
yang adekuat sesuai
kebutuhan
c. Anjurkan olahraga
sesuai toleransi
Kolaborasi
a. Kolaborasi penggunaan
supositoria, jika perlu

Perawatan Inkontinensia
Fekal
Tindakan :
Observasi
a. Identifikasi penyebab
inkontenensia fekal baik
fisik maupun psikologis
b. Identifikasi perubahan
frekuensi defekasi dan
konsistensi fese
c. Monitor kondisi kulit
perianal
d. Monitor keadekuatan
evakuasi feses
e. Monitor diet dan
kebutuhan cairan
f. Monitor efek samping
pemberian obat
Terapeutik
a. Bersihkan daerah
perianal dengan sabun
dan pakaian
b. Laksanakan program
latihan usus jika perlu
c. Berikan celana
pelindung/pembalut/pop
ok, sesuai kebutuhan
d. Hindari makanan yang
menyebabkan diare
Edukasi
a. Jelaskan definisi, jenis
inkontinensia, penyebab
inkontinensia fekal
b. Anjurkan mencatat
karaktristik feses
kolaborasi pembeerian
obat

Manajemen Eliminasi Fekal


3 Konstipasi Setelah diberikan asuhan Tindakan :
keperawatan selama … jam Observasi
diharapkan konstipasi Observasi
membaik dengan kriteria a. Identifikasi masalah usus
hasil dan penggunaan obat
pencahar
1. Konsistensi feses b. Identifikasi pengobatan
normal yang berefek pada
2. Frekuensi BAB kondisi gastrointestinal
normal c. Monitor buang air besar
3. Peristaltic usus d. Monitor tanda dan gejala
normal diare, konstipasi, atau
4. Nyeri abdomen impikasi
menurun Terapeutik
a. Berikan air hangat setelah
makan
b. Jadwalkan waktu
defekasi bersama pasien
c. Sediakan makanan tinggi
serat

Edukasi
a. Jelaskan jenis makanan
yang membantu
meningkatkan keteraturan
peristaltik usus
b. Anjurkan mencatat
warna, frekuensi,
konsistensi, volume feses
c. Anjurkan meningkatkan
aktifitas fisik, sesuai
telorensi
d. Anjurkan pengurangan
asupan makanan yang
meningkatkan
pembentukan gas
e. Anjurkan mengkonsumsi
makanan yang
mengandung tinggi serat
f. Anjurkan meningkatkan
asupan cairan, jika tidak
ada kontraindikasi

Kolaborasi

a. Kolaborasi pemberian
b. obat supositoria anal, jika
perlu

Manajemen Konstipasi
Tindakan :
Observasi
a. Periksa tanda dan gejala
konstipasi
b. Periksa gerakan usus,
karaktristik feses
c. Identifikasi faktor risiko
konstipasi monitor tanda
dan gejala ruptur usus dan
/atau peritonitis
Terapeutik
a. Anjurkan diet tinggi
serat
b. Lakukan masase
abdomen , jika perlu
c. Lakukan evakuasi feses
secara manual, jika perlu
d. Berikan enema atau
irigasi, jika perlu

Edukasi
a. Jelaskan etiologi masalah
dan alasan tindakan
b. Anjurkan peningkatan
asupan cairan jika tidak
ada kontraindikasi
c. Latihan buang air besar
secara
d. Jelaskan etiologi masalah
dan alasan tindakan
e. Anjurkan peningkatan
asupan cairan, jika tidak
ada kontraindikasi
f. Latihan buang air besar
secara teratur
g. Ajarkan cara mengatasi
konstipas /impikasi

Kolaborasi
a. Konsultasi dengan tim
medis tentang penurunan/
peningkatan frekuensi
suara usus
b. Kolaborasi penggunaan
obat peencahar, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito-moyet,Lynda Juall 2013. Buku saku diagnose keperawatan . jakarta : EGC


Potter& perry (2006). Buku ajar fundamental keperawatan volume 2 edisi 4 jakarta: buku
kedokteran EGC
Tarwoto & Wartonah. (2006). Kebutuhan dasar manusia dan proses keperawatan. Edidi 4
salemba. Jakarta
Kozeir barbaa. (2011) . Fundamental keperawatan volume 1, edisi 7. Jakarta. EGC
LAPORAN PENDAHULUAN
ELIMINASI URIN
A. Pengertian
Eliminasi urin merupakan kebutuhan manusia untuk mengosongkan kandung
kemih atau kebutuhan untuk mengeluarkan urin. Sistem yang berperan dalam eliminasi
urine adalah sistem perkemihan. Dimana sistem ini terdiri dari ginjal, ureter, kandung
kemoh, dan uretra. (Alimul, Aziz, 2012).
Proses pembentukan urine di ginjal terdiri dari 3 proses yaitu : filtrasi , reabsorpsi
dan sekresi .
1. Proses filtrasi berlangsung di glomelurus. Proses ini terjadi karena permukaan aferen
lebih besar dari permukaan eferen.
2. Proses reabsorpsi terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glukosa, sodium,
klorida, fosfat, dan beberapa ion karbonat.
3. Proses sekresi ini sisa reabsorpsi diteruskan keluar.
B. Fisiologi Eliminasi Urin
Sistem eliminasi urin terdiri dari:
1. Ginjal : terletak di kiri dan kanan vertebralis, belakang peritoneum, posterior kavum
abdominalis
Fungsi : mempertahankan komposisi dan volume cairan
2. Ureter : untuk mengalirkan urin dari ginjal ke vesika urinaria. Ureter masuk secara
melingkar dalam lipatan membrane dan menutupi tempat masuknya ureter. Hal ini
untuk mencegah aliran urin dari kandung kemih kembali ke ginjal.
3. Vesika urinaria : terletak di daerah supra pubis. Timbul keinginan miksi bila
terkandung urin 250-450 ml. pengeluaran urin 1500 ml/hari
4. Uretra : pada pria berfungsi sebagai sistem reproduksi dan ekskresi. Panjang 13,7-
16,2 cm. Pada wanita berfungsi mengalirkan urin dari vesika urinaria dengan panjang
3,7-6,2 cm.
Proses perkemihan: diatur oleh pusat syaraf otak dan korda spinalis. Prosesnya:
Stimulus (strect receptor) → otot detrusor kontraksi → spinkter interna relaksasi → urin
masuk uretra posterior → otot perineum dan spinkter eksterna relaksasi → miksi
C. Faktor yang mempengaruhi
1. Tingkat perkembangan
Anak-anak masih sering mengompol karena sistem urinarinya masih belum bekerja
sempurna
2. Makanan dan minuman
Minuman yang mengandung diuretic (missal: kopi) membuat sering BAK
3. Gaya hidup
Kebiasaan merokok, alkoholisme, kebiasaan BAK di tempat bersih
4. Psikologis
Stress, cemas menyebabkan sering BAK
5. Aktivitas dan tonus otot
Orang yang senang beraktivitas sering BAK
6. Kondisi patologis, seperti ISK, DM
7. Medikasi : obat-obat tertentu
8. Sosiokultural
9. Kebiasaan tertentu
D. Gangguan pada sistem eliminasi urin
Gangguan produksi urin:
1. Poliuri : urin lebih dari 2500 ml/hari. Penyebabnya minum berlebihan, minuman
banyak mengandung kafein, defisiensi ADH, CRF
2. Oliguri : urin 100-500 ml/hari
3. Anuria : urin <100 ml/hari
Tidak ada urin dapat disebabkan karena:
1. Urin tidak disekresi ginjal (gagal ginjal)
2. Urin direpresi yaitu urin tidak dikeluarkan
Gangguan eliminasi urin
1. Nokturia : sering BAK pada malam hari
2. Urgensi : keinginan BAK yang terus-menerus
3. Disuria : BAK yang disertai nyeri
4. Inkotinensia : BAK yang tidak terkontrol
5. Retensi urin : urin tertahan di vesika urinaria
6. Hesistensi : kesulitan untuk memulai BAK
7. Anuresis : mengompol
8. Piuria : terdapat pus didalam urin
9. Hematuria : terdapat darah dalam urin
Gangguan-gangguan di atas disebabkan oleh :
1. Besarnya intake cairan
2. Kehamilan
3. Infeksi
4. Radang
5. Iritasi VU, uretra, ureter
6. Gangguan neuromuscular
7. Disorientasi
E. Pengkajian
1. Riwayat keperawatan
a. Menanyakan lokasi atau bagian tubuh pasien yang dirasakan sakit
b. Mengkaji eliminasi urine pasien
c. Sejak kapan merasakan sakit
2. Pengukuran klinik
Keadaan umum pasien cukup baik,namun pasien mengeluh sakit pada perutnya
3. Pemeriksaan fisik
a. Kepala :bentuk kepala mesosepal, tidak ada lesi/benjolan,rambut pendek lurus,
warna putih tidak lebat.
b. Mata :bentuk mata simetris, konjungtiva ananemis, fungsi penglihatan cukup baik.
c. Leher :tidak terjadi pembesaran kelenjar tiroid.
d. Hidung :bentuk hidung simetris , tidak ada polip, cukup bersih.
e. Mulut :mukosa bibir agak kering, lidah dan gigi agak kotor, tidak ada stomatitis.
f. Telinga :tidak ada serumen, bentuk simetris, pendengaran baik.
g. Dada :paru-paru
a) Inspeksi : retraksi dada bagus
b) Palpasi :tidak ada nyeri tekan
c) Perkusi : normal
d) Auskultasi : normal
h. Jantung
a) Inspeksi : tidak ada pembesaran jantung
b) Palpasi : tidak ada nyeri tekan
c) Perkusi : normal
d) Auskultasi : normal
i. Abdomen :tidak ada asites, ada nyeri tekan, ada luka jahit dan lubang irrigasi
j. Integumen :warna kulit sawo matang,turgor kulit baik,tidak ada edema
k. Ekstermitas :tangan kanan terpasang infus, kaki masih lemah untuk berjalan.
l. Genetalia :jenis kelamin laki-laki,cukup bersih, terpasang kateter.
F. Diagnosa
1. Gangguan Eliminasi Urin
2. Retensi Urin
3. Resiko Ketidakseimbangan Elektrolit
G. Rencana Keperawatan
SDKI SLKI SIKI
Retensi urine Eleminasi urine , setelah Perawatan kateter
dilakukan perencanaan urine
keperawatan selama 2 x 24 Observasi :
jam, maka eliminasi urine 1. Monitor kepatenan
membaik dengan kriteria kateter urine
hasil : 2. Monitor tanda dan
1. Dysuria menurun gejala obstruksi
2. Mengompol menurun urine
3. Monitor kebocoran
kateter urine
4. Monitor ouput
input cairan
Terapeutik
1. Gunakan teknik
aseptic selama
perawatan kateter
urine
2. Pastikan selang
kateter dan
kantung urine
terbebas dari
lipatan
3. Lakukan
perawatan parineal
4. Jaga privasi selama
melakukan
tindakan
Gangguan Eliminasi urine Menajemen eliminasi
eliminasi urine Setelah dilakukan tindakan urine
keperawatan selam 3 x 24 Tindakan
jam diharapkan pasien 1. Identifikasi tanda
mempunyai kriteria hasil dan gejala retensi
1. Sensasi berkemih dan inkontenensia
2. Desakan berkemih urine
3. Frekuensi BAK 2. Monitor eliminasi
urine
3. Ajarkan tanda dan
gejala infeksi
saluran kemih
4. Catat waktu waktu
keluaran berkemih
5. Batasi asupan
cairan
Risiko Tingkat ansietas. Setelah Pemantauan elektrolit
ketidakseimbangan dilakukan tindakan
Tindakan :
elektrolit keperawatan selama 3 x 24
jam diharapkan pasien Observasi
mempunyai kriteria hasil :
a. Identifkasi
1. Verbalisasi kebingungan
2. Perilaku gelisah kemungkinan
3. Frekuensi nadi
penyebab
4. Pola tidur
5. Pola berkemih ketidakseimbangan
elektrolit
b. Monitor kadar
eletrolit serum
c. Monitor mual,
muntah dan diare
d. Monitor
kehilangan cairan,
jika perlu
e. Monitor tanda dan
gejala hypokalemia
(mis. Kelemahan
otot, interval QT
memanjang,
gelombang T datar
atau terbalik,
depresi segmen
ST, gelombang U,
kelelahan,
parestesia,
penurunan refleks,
anoreksia,
konstipasi,
motilitas usus
menurun, pusing,
depresi
pernapasan)
f. Monitor tanda dan
gejala
hyperkalemia (mis.
Peka rangsang,
gelisah, mual,
munta, takikardia
mengarah ke
bradikardia,
fibrilasi/takikardia
ventrikel,
gelombang T
tinggi, gelombang
P datar, kompleks
QRS tumpul, blok
jantung mengarah
asistol)
g. Monitor tanda dan
gejala hipontremia
(mis. Disorientasi,
otot berkedut, sakit
kepala, membrane
mukosa kering,
hipotensi postural,
kejang, letargi,
penurunan
kesadaran)
h. Monitor tanda dan
gejala
hypernatremia
(mis. Haus,
demam, mual,
muntah, gelisah,
peka rangsang,
membrane mukosa
kering, takikardia,
hipotensi, letargi,
konfusi, kejang)
i. Monitor tanda dan
gejala
hipokalsemia (mis.
Peka rangsang,
tanda IChvostekI
[spasme otot
wajah], tanda
Trousseau [spasme
karpal], kram otot,
interval QT
memanjang)
j. Monitor tanda dan
gejala
hiperkalsemia
(mis. Nyeri tulang,
haus, anoreksia,
letargi, kelemahan
otot, segmen QT
memendek,
gelombang T lebar,
kompleks QRS
lebar, interval PR
memanjang)
k. Monitor tanda dan
gejala
hipomagnesemia
(mis. Depresi
pernapasan, apatis,
tanda Chvostek,
tanda Trousseau,
konfusi, disritmia)
l. Monitor tanda dan
gejala
hipomagnesia (mis.
Kelemahan otot,
hiporefleks,
bradikardia,
depresi SSP,
letargi, koma,
depresi)
Terapeutik
a. Atur interval waktu
pemantauan sesuai
dengan kondisi
pasien
b. Dokumentasikan
hasil pemantauan
Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan
prosedur
pemantauan
b. Informasikan hasil
pemantauan, jika
perlu
DAFTAR PUSTAKA

Alimul, Aziz. (2012). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Aplikasi Konsep dan
Proses Keperawatan. Jakarta: EGC

Kozier, Erb, Berman, Snyder. (2011). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 7 Volume
2. Jakarta : EGC

Mubarok, Chayatin. (2008). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. EGC: Jakarta

Potter dan Perry. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 4 Volume 2. Jakarta :
EGC

PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator


Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.

PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.

Tarwoto & Wartonah. (2010). Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses Keperawatan Edisi
4. Jakarta : Salemba Medika
LAPORAN PENDAHULUAN
SENSORI, PERSEPSI, KOGNITIF
A. Pengertian
Persepsi sensori adalah proses sadar terhadap seleksi, organisasi dan mengartikan
data dari indera ke informasi yang berarti atau kemampuan untuk menerima kesan
sensori, melalui asosiasi kortikal, menghubungkan stimuli ke pengalaman masa lalu dan
membentuk kesan dasar dari stimuli.. Macam-macam indera antara lain: olfaktori
(penghidu), visual (penglihatan), taktil (perabaan), auditori (pendengaran), gustatori
(pengecap), kinestetik (merasakan posisi tubuh) dan viseral (merasakan organ-organ
dalam tubuh). (Kozier & Erb’s 2008)
B. Fisiologis Sensori, Persepsi Dan Kognitif
Melalui panca indra, manusia memperoleh informasi tentang kondisi fisik dan
lingkungan yang berada di sekitarnya. Informasi sensorik yang diterima akan masuk ke
otak tidak hanya melalui mata, telinga, dan hidung,akan tetapi masuk melalui seluruh
anggota tubuh lainnya seperti :
1. Mata (Visual)
Disebut juga indera penglihatan. Terletak pada retina. Fungsinya menyampaikan
semua informasi visual tentang benda dan menusia.
2. Telinga (Auditory)
Disebut juga indera pendengaran, terletak di telinga bagian dalam. Fungsinya
meneruskan informasi suara. Dan terdapat hubungan antara sistem auditor dengan
perkembangan bahasa. Apabila sistem auditory mengalami gangguan, maka
perkembangan bahasanya juga akan terganggu.
3. Hidung (Olfactory)
Disebut juga indera pembau, terletak pada selaput lendir hidung, fungsinya
meneruskan informasi mengenai bau-bauan (bunga, parfum, bau makanan).
4. Lidah (Gustatory)
Disebut juga indera perasa, terletak pada lidah, fungsinya meneruskan informasi
tentang rasa (manis, asam, pahit,dan lain-lain) dan tektur di mulut (kasar, halus, dan
lain-lain).
5. Kulit (Tactile)
Taktil adalah indera peraba. Terletak pada kulit dan sebagian dari selaput lendir. Bayi
yang baru lahir, menerima informasi untuk pertama kalinya melalui indera peraba ini.
6. Otot dan persendian (Proprioceptive)
Proprioseptif merupakan sensasi yang berasal dari dalam tubuh manusia, yaitu
terdapat pada sendi, otot, ligamen dan reseptor yang berhubungan dengan tulang.
Input proprioseptif ini menyampaikan informasi ke otak tentang kapan dan bagaimana
otot berkontraksi (contracting) atau meregang (stretching), serta bagaimana sendi
dibengkokkan (bending), diperpanjang (extending), ditarik (being pull) atau ditekan
(compressed). Melalui informasi ini, individu dapat mengetahui dan mengenal bagian
tubuhnya dan bagaimana bagian tubuh tersebut bergerak.
7. Keseimbangan / balance (Vestibular)
Sistem vestibular disebut juga “business center”, karena semua sistem sensorik
berkaitan dengan sistem ini. Sistem vestibular ini terletak pada labyrinth di dalam
telinga bagian tengah. Fungsinya meneruskan informasi mengenai gerakan dan
gravitasi. Sistem ini sangat mempengaruhi gerakan kepala dalam hubungannya
dengan gravitasi dan gerakan cepat atau lambat, gerakan bola mata (okulomotor),
tingkat kewaspadaan dan emosi.
C. Nilai-Nilai Normal
Resepsi dan persepsi sensori adalah dua komponen dari proses sensori, yang
keduanya dikontrol oleh sistem saraf. Normalnya sistem saraf dapat menerima ratusan
stimulus. Diawali oleh stimulus yang memacu receptor sensori, stimulus kemudian akan
diteruskan oleh neuron sensori I kepada sistem saraf pusat. Dari spinal cord atau batang
otak, impuls kemudian diteruskan oleh neuron sensori II kepada thalamus. Disini neuron
sinaps dengan neuron sensori III bertemu dan menghantarkan impuls dari thalamus ke
area somatosensori dari postcentral gyrus lobus parietal otak, yang juga disebut dengan
area sensori primer. Segera setelah itu, jaras sensori mulai berproses dan meneruskan
sensasi dari sisi yang berlawanan dari tubuh. Biasanya proses tersebut terjadi pada tingkat
neuron sensori II.
Kesadaran terhadap stimulus terletak pada korteks serebri, dimana stimulus
dipersepsikan dan diinterpretasikan. Untuk dapat menerima dan menginterpretasikan
stimulus, otak harus terjaga. Reticular activating system (RAS) pada batang otak berperan
dalam menyalurkan mekanisme desakan (arousal). Tingkat aktivitas dari RAS tergantung
dari besarnya stimulus sensori yang diterima. Nyeri, dapat meningkatkan aktivitas RAS.
Setelah stimulus ditangkap oleh RAS kemudian diteruskan ke korteks serebri. Peran dari
korteks adalah memproses, menginterpresikan, menggunakan dan menyimpan data yang
masuk dan mengorganisasikannya. Peran dari thalamus adalah pusat distribusi sinyal dan
sinyal kembali dan selanjutnya diantara korteks serebri dan thalamus.
Area lainnya yang dapat menggambarkan aktivitas penting di otak adalah reticular
inhibitory area (RIA) yang berlokasi pada medulla. Area ini dapat menurunkan jumlah
sinyal nervus yang sedang turun pada spinal cord ke otot dan menurunkan aktivitas yang
lebih tinggi dari pusat otak. Otak mempunyai kapasitas adaptasi terhadap stimulus
sensori.

D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi


1. Usia
1) Bayi tidak mampu membedakan stimulus sensori. Jalur sarafnya masih belum
matang.
2) Pengelihatan berubah selama usia dewasa mencakup presbiopia (ketidak
mampuan memfokuskan pada objek dekat) dan kebutuhan kaca mata baca
(biasanya terjadi dari usia 40-50)
3) Pendengaran berubah, yang dimulai pada usia 30, yang termasuk penurunan
ketajaman pendengaran, kejelasan bicara, perbedaan pola tinggi suara, dan
ambang pendengaran. Tinitus sering kali menyertai hilangnya pendengaran
sebagai efek samping obat. Lansia mendengar suara pola rendah dengan baik
tetapi mempunyai kesulitan mendengar percakapan dengan latar belakang yg
berisik.
4) Lansia memiliki kesulitan membedakan konsonal (F,S,TH, CH). Suara bicara
bergetar, dan terdapat perpanjangan persepsi dan reaksi bicra.
5) Perubahan gustatori dan olfaktori mencakup penurunan dalam jumlah ujung saraf
pengecap dalam tahun terakhir dan penurunan serabut saraf olfaktori pd usia 50.
Penurunan diskriminasi rasa dan sensifitas terhadapbau adalah umum.
6) Proprioseptif berubah setelah usia 60 termasuk kesulitan dengan keseimbangan,
orientasi mengenal tempat, dan koordinasi
7) Lansia mengalami perubahan laktil, termasuk perubahan sensitivitas
terhadapnyeri, tekanan, dan suhu
2. Medikasi Beberapa anti biotika (misalnya : streptomosin dan gentamisin) adalah
ototoksik dan secara permanen dapat merusak saraf pendengaran ; kloramfenikol
dapat mengiritasi saraf optik. Obat-obat analgesic narkotik, sedative, dan anti
depresan dapat mengubah persepsi stimulus.
3. Lingkungan Stimulus lingkungan yang berlebihan (misalnya : peralatan yang bisik
dan percakapan staf didalam unit perawatan intensif ) dapat menghasilkan beban
sensori yanga berlebihan, ditandai dengan kebingungan, disorientasi, dan ketidak
mampuan membuat keputusan. Stimulus lingkungan yang terbatas (misalnya : dengan
isolasi) dapat mengarah kepada deprivasi sensori. Kualitas lingkungan yang buruk
(misalnya penerangan yang buruk, lorong yang sempit, latar belakang yang bising )
dapat memperburuk kerusakan sensori.
4. Tingkat Kenyamanan Nyeri dan kelelahan mengubah cara seseorang berpersepsi dan
bereaksi terhadap stimulus.
5. Penyakit yang Ada Sebelumnya Penyakit vascular perifer dapat menyebabkan
penurunan sensasi pada ektremitas dan kerusakan kognisi. Diabetes kronik dapat
mengarah pada penurunan pengelihatan, kebutaan atau neuropati perifer. Stroke
sering menimbulkan kehilangan kemampuan bicara. Beberapa kerusakn neurologi
dapat merusak fungsi motorik dan penerimaan sensori.
6. Merokok Pengunaan tembakau yang kronik dapat menyebabkan atropi ujung-ujung
saraf pengecap, mengurang persepsi rasa.
7. Tingkat kebisingan Pemaparan yang konstan pada tingkat kebisinagn yang tinggi
(misalnya pada lokasi pekerjaan konstruksi) dapat menyebabkan kehilangan
pendengaran.
8. Intubasi endotrakea Kehilangan kemampuan bicara sementara akibat pemasukan
selang endotrakea melalui mulut atau hidung kedalam trakea. (Perry&Potter, 2005)
E. Jenis Gangguan
1. Pada klien dengan gangguan sensoris pendengaran
2. Klien dengan gangguan penglihatan
Gangguan penglihatan dapat terjadi baik karena kerusakan organ, misal., kornea,
lensa mata, kekeruhan humor viterius, maupun kerusakan kornea, serta kerusakan
saraf penghantar impuls menuju otak. Kerusakan di tingkat persepsi antara lain
dialami klien dengan kerusakan otak.
3. Klien dengan gangguan wicara
4. Klien gangguan kematangan kognitif
Berbagai kondisi dapat mengakibatkan gangguan kematangan kognitif, antara lain
akibat penyakit : retardasi mental, sindrom down ataupun situasi sosial, misal.,
pendidikan yang rendah, kebudayaan primitif, dan sebagainya.
5. Klien tidak sadar
Keadaan tidak sadar dapat terjadi akibat gangguan organik pada otak, trauma otak
yang berat, syok, pingsan, kondisi tidur dan narkose, ataupun gangguan berat yang
terkait dengan penyakit tertentu.
6. Klien Halusinasi
F. Pengkajian
1. Biodata
2. Kebiasaan promosi kesehatan, misal: kebiasaan membersihkan mata/telinga, aktivitas
rekreasi, kebiasaan dalam bekerja misalnya orang yang bekerja dalam suatu keadaan
yang terdapat kemungkinan terjadi cedera mata, misalnya terpapar zat kimia,
pengelasan, penggosokan gelas atau batuan.
3. Orang yang berisiko: lansia, jenis pekerjaan, gangguan jiwa.
4. Kemampuan untuk melakukan perawatan diri. Perawat mengkaji kemampuan
fungsional klien di lingkungan rumah mereka maupun dalam pelayanan kesehatan.
Meliputi aktivitas makan, berpakaian, perawatan diri dan berdandan.
5. Lingkungan, terkait dengan kondisi bahaya, mis: tangga, kran air panas/dingin yang
tidak bertanda, lantai yang licin, benda tajam
6. Status mental
7. Pemeriksaan fisik pada panca indera. Untuk mengidentifikasi deficit sensosri, perawat
mengkaji penglihatan, pendengaran, olfaksi, rasa dan kemampuan untu membedakan
cahaya, sentuhan, temperature, nyeri dan posisi.
G. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan Persepsi Sensori
2. Gangguan Memori
3. Risiko Jatuh
H. Rencana Keperawatan

NO SDKI SIKI SLKI

1 Gangguan persepsi Persepsi Sensori Meminimalisasi Rangsangan


sensori Tindakan :
kriteria Hasil :
Observasi
. 1. Verbalisasi
- Periksa status mental,
mendengar
status sensori, dan tingkat
bisikan
kenyamanan
menmbaik
2. Verbalisasi - Batasi stimulus
melihat lingkungan
bayangan - Jadwalkan aktivitas harian
menmbaik dan waktu istirahat
3. Verbalisasi - Kombinasikan
merasakan prosedur/tindakan dalam
sesuatu satu waktu, sesuai
memlaui indra kebutuhan
perabaan Edukasi
menmbaik
- Ajarkan cara
4. Verbalisasi
meminimalisasi stimulus
merasakan
(mis. Mengatur
sesuatu
pencahayaan ruangan,
memlaui indra
mengurangi kebisingan,
penciuman
membatasi kunjungan)
menmbaik
Kolaborasi
5. Verbalisasi
merasakan - Kolaborasi dlaam

sesuatu meminimalkan

memlaui indra prosedur/tindakan

pengecapan - Kolaborasi pemberian

menmbaik obat yang mempengaruhi

6. Distorsi persepsi stimulus

sensori
membaik Manajemen Halusinasi :
7. Perilaku Observasi:
halusinasi - Monitor perilaku yang
membaik mengindikasi halusinasi
8. Respons - Monitor dan sesuaikan
sesuai tingakat aktivitas dan
stimulus stimulus lingkungan
membaik - Monitor isi halusinasi
Terapeutik
- Pertahankan lingkungan
yang aman
- Lakukan tindakan
keselamatan ketika tidak
dapat mengintrol perilaku
- Diskusikan perasaan dan
respons terhadap
halusinasi
- Hindari perdebatan
tentang validitas
halusinasi
Edukasi

- Ajarkan memonitori
sendiri situasi terjadinya
halusinasi
- anjurkan bicara pada
orang yang dipercaya
untuk memberi dukungan
dan umpan balik korektif
terhadap halusinasi
- anjurkan melakukan
distraksi
- ajarkan pasien dan
keluarga cara mengontrol
halusinasi
Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian
obat antipsikotik dan
antiansietas, jika perlu
2 Gangguan memori Memori Latihan memori
Kriteria Hasil : Observasi
1. Verbalisasi - Identifikasi maslaah
kemampuan memori yang dialami
mempelajari - Identifikasi kesalahan
hal baru terhadap orientasi
meningkat - Monitori perilaku dan
2. Verbalisasi perubahan memori selama
kemampuan terapi
mengingat Terapeutik
informasi
- Rencanakan metode
factual
engajar sesuai
meningkat
kemampuan pasien
3. Verbalisasi
- Stimulasi memori dengan
kemampuan
mengulang pikiran yang
mengingat
terakhir kali diucapkan
perilaku
- Koreksi kesalah orientasi
tertentu yang
- Fasilitasi mengingat
pernah
kembali pengalaman masa
dilakukan
lalu
meningkat
- Fasilitasi tugas
4. Verbalisasi
pembelajran
kemampuan
- Fasilitasi kemampuan
mengingat
konsentrasi
peristiwa
- Stimulasi menggunakan
meningkat
memori pada peristiwa
5. Verbalisasi
yang baru terjadi
pengalamn
Edukasi
lupa menurun
- Jelaskan tujuan dan
prosedur tindakan
- Ajarkan Teknik memori
yang tepat
Kolaborasi

- Rujuk pada terapi okupasi


3 Resiko Jatuh Tingkat jatuh Mencegah Jatuh
Kriteria Hasil : Observasi
1. Jatih dari - Identifikasi faktor resiko
tempat tisur jatuh
menurun - Identifikasi resiko jatuh
2. Jatuh saat setidaknya sekali setiap
berdiri shift atau sesuai dengan
menurun kebijakan institusi
3. Jatuh saat - Identifikasi faktor
duduk lingkungan yang
menurun meningkatkan resiko jatuh
4. Jatuh saat - Hitung resiko jatuh
berjalan dengan menggunakan
menurun skala
- Monitori kemampuan
berpindah dari tempat
tidur ke kursi roda dan
sebaliknya
Terapeutik

- Orientasikan ruangan pada


pasien dan keluarga
- Pastikan roda tempat tidur
dan kursi roda selalu
dalam kondisi terkunci
- Pasang handrail makanis
pada posisi terendah
- Tempatkan pasien
beresiko tinggi jatuh dekat
dengan pantauan perawat
dari nurse station
- Gunakan alat bantu jalan
- Dekatkan bel pemanggil
dalam jakauan pasien
Edukasi

- Anjurkan memanggil
perawat jika
membutuhkan bantuan
untuk berpindah
- Anjurkan menggunakan
alas kaki yang tidak licin
- Anjurkan
berkosentrasiuntuk
menjaga keseimbangan
tubuh
- Anjurkan melebarkan
jarak kedua kaki untuk
meningkatakan
keseimbangan saat berdiri
- Ajarkan cara
menggunakan bel
pemanggil untuk
memanggil perawat
DAFTAR PUSTAKA

Ellis, Janice, Elizabeth A. Noulis. 1994. Nursing Human Need Approach 5thEdition.
Philadelphia: J.B Lippincott Company.
DeLaune S.C., Patricia K.L. 2002. Fundamental of Nursing:Standarts and Practice. USA:
Delmar
Kozier & Erb’s 2008. Fundamental of Nursing,Concept, and Practice Pearson:Prentice Hall:
New Jersey.
LeMone, Priscillla, Karen M. Burke. 1996. Medical-Surgical Nursing: Critical Thinking in
Client Care. Canada: Addison-Wesley Nursing.
North American Nursing Diagnosis Association. 2001. Nursing Diagnoses : Definition &
Classification 2007-2008. Philadelpia.

You might also like