You are on page 1of 30

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa, atas berkat dan rahmat-Nya sehingga kami mampu menyelesaikan penulisan
makalah . Makalah ini merupakan hasil dari kumpulan dan rangkuman yang kami
dapatkan dari beberapa sumber referensi di internet.

Tidak lupa juga kami ucapkan terima kasih kepada bapak dosen Riswandy
Loly Paseru, ST., MT yang telah memberikan tugas ini kepada kami. Serta beberapa
pihak yang sangat membantu dalam mengerjakan dan mengumpulkan referensi dan
sumber baca sehingga makalah ini mampu diselesaikan dengan baik dalam waktu
yang telah ditentukan. Selama penulisan dan pengumpulan materi, kami memiliki
banyak hambatan namun, berkat dorongan dan semangat yang diberikan oleh
beberapa pihak sehingga kami mampu menyelesaikannya dengan baik.

Dan tentunya kami berharap semoga kedepannya makalah ini mampu


menambah pengetahuan para pembaca dan digunakan dengan semestinya. Namun,
terlepas dari hal itu semua kami tahu dan yakin bahwa makalah ini masih jauh dari
kata sempurna dan kami sangat mengharapkan masukan berupa saran atau kritik
dari pembaca agar kami bisa lebih baik nanti kedepannya.

Jayapura, 04 Oktober 2022

Kelompok 4

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.. ...................................................................................... 1


DAFTAR ISI……………………………………………………….…………..2
BAB 1 PENDAHULUAN………………..…………………………………….3
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 3
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................... 4
1.3 Tujuan ...................................................................................................... 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………..5
A. Pengertian Presipitasi ................................................................................ 5
B. Faktor-faktor yang mempengaruhi presipitasi .......................................... 7
C. Jenis – jenis Presipitasi Hujan................................................................. 10
D. Alat Pengukur Curah Hujan.................................................................... 11
BAB 3 PEMBAHASAN…………………………..………………………….12
A. PRESIPITASI HUJAN ........................................................................... 12
B. CURAH HUJAN .................................................................................... 15
C. DURASI HUJAN.................................................................................... 16
D. INTENSITAS HUJAN ........................................................................... 18
E. FREKUENSI INTENSITAS HUJAN..................................................... 20
F. LUAS DAERAH HUJAN ....................................................................... 20
G. PENGUKURAN HUJAN ....................................................................... 21
H. KRITERIA PEMILIHAN ALAT PENGUKUR HUJAN ...................... 23
I. KRITERIA KERAPATAN JARINGAN POS KLIMATOLOGI ............ 24
J. MELENGKAPI DATA HUJAN YANG HILANG ................................. 24
K. UJI KONSISTENSI DATA HUJAN...................................................... 26
BAB 3 KESIMPULAN…………………………………………………...…..29
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………….…..30

2
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Presipitasi atau hujan adalah fenomena alam yang terjadi di muka bumi,
yakni keadaan dimana jatuhnya cairan (dapat berbentuk cair atau beku) dari
atmosfer ke permukaan bumi.

Dalam meteorologi, presipitasi (juga dikenal sebagai satu kelas dalam


hidrometeor,yang merupakan fenomena atmosferik) adalah setiap produk dari
kondensasi uap air di atmosfer. Ia terjadi ketika atmosfer (yang merupakan suatu
larutan gas raksasa) menjadi jenuh dan air kemudian terkondensasi dan keluar dari
larutan tersebut (terpresipitasi). Udara menjadi jenuh melalui dua proses,
pendinginan atau penambahan uap air. Dampak perubahan iklim global akibat
pemanasan global (global warming) telah kita rasakan, misalnya tidak jelas lagi
kapan musim hujan dimulai dan kapan berakhir.Banjir,tanah longsor, angin topan
dan kekeringan akan terus terjadi. Kenaikan suhu udara dan laut, pencairan salju
dan es di beberapa daerah kutub serta kenaikan permukaan laut secara
global.Perubahan iklim diduga disebabkan oleh meningkatnya gas seperti CO2
(carbon dioxide), CH4 (methane), N2O (nitrous oxide), CFCs
(chlorofluorocarbons) dan VOCs (volatile organic compounds) yang dihasilkan
dari aktifitas dam penggunaan manusia sendiri.

Pengaruh hujan sebagai penstabil temperature, secara langsung memberikan


efek fisiologis pada ikan yang hanya berada pada temperature 0,5-10 C dari
temperature alami ke temperature eksternal harus sesuai dengan temperatur intemal
yang diperlukan meskipun individu spesies bervariasi terhadap efek temperature.
Hal ini terjadi karena laju metabolisme naik sejalan dengan kenaikan temperature
sampai batas letal yang bervariasi dan dipengaruhi oleh tingkat oksigen dan
salinitas, penurunan oksigen terlarut dan kenaikan laju metabolisme dapat
berkombinasi yang membuat lingkungan kurang sesuai bagi kehidupan ikan.

3
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya terdapat beberapa
rumusan masalah sebagai berikut:

 Bagaimana proses terjadinya hujan?


 Apa saja faktor yang mempengaruhi presipitasi?
 Apa saja jenis presipitasi?
 Bagaimana hubungan antara presipitasi dengan keadaan iklim?
 Apa pengaruh presipitasi terhadap lingkungan pesisir ditinjau dari prinsip
ekologi?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah:

 Mengetahui proses terjadinya hujan.


 Mengetahui hubungan antara presipitasi dan keadaan iklim.
 Mengetahui pengaruh presipitasi terhadap lingkungan pesisir ditinjau dari
prinsip ekologi.

4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Presipitasi
Presipitasi adalah istilah umum dari semua bentuk air yang jatuh ke
permukaan. Bentuk ini bisa berupa butiran-butiran es,salju dan cairan air. Untuk
daerah tropik seperti Indonesia, bentuk presipitasi adalah pada umumnya berbentuk
cairan dan biasa disebut hujan. Hujan berasal dari perpadatan dan kondensasi uap
yang selalu ada dalam atmosfir. Gerakan udara atau angin mempunyai saham besar
dalam pembentukan hujan, berdasarkan atas gerakan udara ini hujan dapat dibagi
dalam:

1. Hujan (presipitasi) convective ialah presipitation yang disebabkan oleh


naiknya udara panas. Lapisan udara naik ini kemudian bergerak ke daerah
yang lebih dingin (terjadi perpadatan dan kondensasi) dan terjadi hujan.
2. Hujan (presipitasi) cyclonic,berasal dari naiknya udara terpusatkan dalam
daerah dengan tekanan rendah.
3. Hujan(presipitasi) orografic.ini disebabkan oleh udara naik terkena
rintangan - rintangan antara lain gunung-gunung.

Dalam menentukan batas-batas antara ketiga jenis hujan itu tidaklah mudah;
jenis jenis hujan ini terjadi karena keadaan meteorologis sesuatu daerah pada
sesuatu waktu tertentu saja. Pada sesuatu daerah,sesuai dengan keadaan
meteorologisnya bisa terjadi hujan convective, hujan cyclonic atau hujan orografis.

Pada masing-masing belahan dunia memiliki distribusi atau penyebaran hujan


yang berbeda-beda,dapat disimpulkan bahwa distribusi hujan di dunia adalah
sebagai berikut:

 Pada daerah Equator (dari O s/d 200) hujan rata-rata tahunan berkisar antara
1500 dan 3000mm/tahun.
 Untuk daerah antara 300 dan 400 hujan rata-rata bulanan di dataran berkisar
antara 400 dan 800 mm/tahun.

5
 Untuk daerah bukan tropis (kering) yang termasuk negara berhujan, hujan
rata-ruta tahunan berkisar lebih kecil dari 200 mm/tahun bahkan sampai ±
10 mm/tahun
 Daerah dengan garis lintang lebih besar 700 hujan rata-rata tahunan tidak
akan lebih dari 200 mm/tahun.

Presipitasi atau curah hujan merupakan salah satu komponen hidrologi yang
paling penting dan sekaligus sumber utama air yang terdapat di planet bumi. Curah
hujan merupakan unsur iklim yang sangat penting di Indonesia karena
keragamannya sangat tinggi baik menurut waktu maupun lempat, sehingga kajian
tentang iklim lebih banyak difokuskan pada curah hujan. Proyeksi presipitasi atau
curah hujan pada masa yang akan datang penting untuk diketahui agar perencanaan
hidrologis di berbagai sektor terminimalkan dari dampak yang merugikan. Dalam
beberapa penelitian didapatkan bahwa: Desember Januari Februari (DJF) sebagai
bulan basah, Maret – April – Mei (MAM) seb agai masa transisi dari musim basah
ke musim kering, Juni – Juli - Agustus (JJA) sebagai musim kering dan September
– Oktober – Nopember (SON) sebagai masa transisi dari musim kering ke musim
basah. Berdasarkan pembahasan yang lelah dilakukan,rata-rata presipitasi untuk
musim basah (DIF) adalah 150 - 450 mm/bulan, masa transisi MAM 100 - 400
mm/bulan, bulan kering JJA 120 - 310 mm/bulan dan masa transisi SON adalah 67
- 324 mm/bulan.
Rata-rata presipitasi tertinggi (puncak presipitasi) dalam bulan DJF terjadi pada
Januari 2010 dan Januari 2011, dalam masa transisi MAM terjadi pada April 2010.
Rata-rata presipitasi terendah dalam bulan kering JJA terjadi pada bulan Juli.
Agustus 2013 dan masa transisi SON terjadi pada September - Oktober 2013. Pada
bulan basah DJF dan masa transisi MAM, daerah yang berpotensi lebih basah
(presipitasi lebih besar dari 400 mm/bulan) sangat bervariasi daerahnya. Daerah
yang berpotensi lebih kering (presipitasi kurang dari 100 mm/bulan) tahun 2010 -
2014 adalah wilayah Indonesia bagian selatan (Pulau Jawa, Bali dan Nusa
Tenggara) pada bulan Juli – Agustus – September - Oktober tahun 2013. Proyeksi
presipitasi di wilayah Indonesia mengalami peningkatan untuk masa transisi MAM
dan mengalami penurunan dalam musim basah DJE,musim kering JJA dan masa
transisi SON dalam Lima tahun mendatang 2010 – 2014.

6
B. Faktor-faktor yang mempengaruhi presipitasi
1. Kelembaban udara
Massa uap yang terdapat dalam 1 𝑚 udara (g) atau kerapatan uap disebut
kelembaban mutlak ( absolute). Kemampuan udara untuk menampung uap adalah
berbeda-beda menurut suhu.Mengingat makin tinggi suhu,makin banyak uap yang
dapat di tampung,maka kekeringan dan kebasahan udara tidak dapat ditentukan
oleh kelembaban mutlak saja. Kelembaban relative adalah perbandingan antara
massa uap dalam suatu satuan volume dan massa uap yang jenuh dalam satuan
volume itu pada suhu yang sama.Kelembaban relative ini biasanya disebut
kelembaban.Salah satu fungsi utama kelembaban udara adalah sebagai lapisan
pelindung permukaan bumi. Kelembaban udara dapat menurunkan suhu dengan
cara menyerap atau memantulkan sekurang-kurangnya setengah radiasi matahari
gelombang panjang dari permukaan bumi pada waktu siang dan malam hari.
Sejalan dengan meningkatnya suhu udara. Meningkat pula kapasitas udara dalam
menampung uap air.Sebaliknya, ketika udara bertambah dingin,gumpalan awan
menjadi bertambah besar dan pada gilirannya akan jatuh sebagai air hujan.
Pengukuran kelembaban biasanya di ukur dengan thermometer bola kering dan
thermometer bola basah.Bola yang mengandung air raksa daritermometer bola
basah di bungkus dengan selapis kain tipis yang dibasahi terus-menerus dengan air
yang didistalisasi melalui benang-benang yang tercelup pada sebuah mangkok air
yang kecil.

Tekanan udara di wujudkan dalam satuan barometer(b) atau milibarometer (mb)1


b =1000 mb =0.98 kali tekanan atmosfer pada prmukaan laut. Tekanan uap air udara
jenuh adalah tekanan uap air di udara pada keadaan udara jenuh.Pada suhu normal.
Nilai e,di pengaruhi oleh besar kecilnya suhu udara:
Suhu udara(℃)Tekanan uap air jenuh(mb)
- 109.21
- 20 17.54
- 30 31,82

Tampak bahwa daya tampung uap air di udara meningkat dengan meningkatnya
suhu udara.

7
2. Energi Matahari

Seperti telah di sebutkan dimuka bahwa energi matahari adalah “ mesin “ yang
mempertahankan berlangsungnya daur hidrologi. La juga bersifat mempengaruhi
terjadinya perubaha iklim. Pada umunya,besarnya energi matahari yang mencapai
permukaan bumi adalah 0.5 langley/menit. Namun demikian, besarnya energi
matahari bersih yang diterima permukaan bumi bervariasi tergatung pada letak
geografis dan kondisi permukaan bumi. Pemukaan bumi bersalju,sebagai contoh.
Mampu merefleksikan 80% dari radiasi matahari yang
datang.Sementara,permukaan bumi dengan jenis tanah berwama gelap dapat
menyerap 90% (wanielista,1990). Adanya perbedaan keadaan geografis
tersebut.Mendorong terjadinya gerakan udara di atmosfer,dan demikian juga
berfungsi dalam penyebaran ener gi matahari. Energi matahari bersifat
memproduksi gerakan masaudara di atmosfer dan diatas lautan. Energi ini
merupakan sumber tenaga untuk terjadinya proses evaporasi dan transpirasi.
Evaporasi berlangsung pada permukaan badan perairan sedangkan transpirasi
adalah kehilangan air dalam vegetasi. Energi matahari mendorong terjadinya daur
hidrologi melalui proses radiasi.Sementara penyebaran kembali energi matahari
dilakukan melalui proses konduksi dari daratan dan konveksi yang berlangsung di
dalam badan air dan atmosfer.

Konduksi adalah suatu proses transportasi udara antara dua lapisan(udara)yang


berdekatan apabila suhu kedua lapisan tersebut berbeda.

Konveksi adalah pindah panas yang timbul oleh adanya gerakan massa udara atau
air dengan arah gerakan vertical. Dapat juga dikatakan bahwa konveksi merupakan
hasil ketidakmantapan masa udara atau air. Seringkali dikarenakan oleh energi
potensial dalam panas tak tampak(latent heat)yang sedang dikonversikan kedalam
gulungan

Massa udara. Besanya laju konversi ketika energi terlepaskan akan menentukan
keadaan meteorology (hujan dan angina).Umumnya gulungan massa udara yang
lebih besar akan menghasilkan curah hujan yang lebih singkat.

8
3.Angin

Angin adalah gerakan massa udara, yaitu gerakan atmosfer atau udara nisbi
terhadap permukaan bumi.Parameter tentang angin yang biasanya dikaji adalah
arah dan kecepatan angin.Kecepatan angin penting karena dapat menentukan
besamya kehilangan air melalui proses evapotranspirasi dan mempengaruhi
kejadian-kejadian hujan. Unik terjadinya hujan, diperlukan adanya gerakan udara
lembab yang berlangsung terus menerus.Peralatan yang digunakan untuk
menentukan kecepatan angin dinamakan anemometer.

Yang disebut arah angin adalah arah dari mana angin bertiup.Untuk penentuan arah
angin ini digunakan lingkaran arah angina dan pencatat angin.Untuk penunjuk
angina biasanya digunakan sebuah panah dengan pelat pengarah. Pengukuran angin
diadakan di puncak menara stasiun cuaca yang tingginya 10 m dan lain-lain.

Apabila dunia tidak berputar pada porosnya, pola angin yang terjadi semata-mata
ditentukan oleh sirkulasi termal. Angina akan bertiup kea rah khatulistiwa sebagai
udara hangat dan udara yang mempunyai berat lebih ringan kan naik ke atas di
gantikan oleh udara padat yang lebih dingin.Apabila ada dua massa udara dengan
dua suhu yang berbeda bertemu,maka akan terjadi hujan dibatas antara dua massa
udara tersebut.

Dalam suatu hari,kecepatan dan arah angin dapat berubah-rubah.Perubahan ini


sering sekali disebabkan oleh adanya beda suhu antara daratan dan lautan.Adanyz
beda suhu tersebut juga dapat menyebabkan terjadinya perubahan arah angin.Proses
kehilangan panas oleh adanya padang pasir, daerah beraspal,dan daerah dengan
banyak bangunan juga dapat menyebabkan terjadinya perubahan arah
angina.Antara dua tempat yang tekanan etmosfernya berbeda,ada gaya yang
arahnya dari tempat bertekanan tinggi ketempat bertekanan rendah.

4.Suhu udara

Suhu mempengaruhi besarnya curah hujan,laju evaporasi dan transpirasi.Suhu juga


di anggap sebagai salah satu factor yang dapat memprakirakan dan menjelaskan
kejadian dan penyebaran air dimuka bumi. Dengan demikian, adalah penting untuk
mengetahui bagaimana cara untuk menentukan besarmya suhu udara.

9
Yang biasa disebut suhu udara adalah suhu yang di ukur dengan thermoneter dalam
sangkar meteorology (1,20-1,50 m di atas permukaan tanah) makin tnggi elevasi
pengamatan di atas permukaan laut,maka suhu ydara makin rendah.Peristiwa ini
disebut pengurangan suhu bertahap yang besarnya disebut laju pengurangan suhu
bertahap.

Pengukuran besarnya suhu memerlukan pertimbangan-pertimbangan sirkulasi


udara dan bentuk-bentuk permukaan alat ukur suhu udara tersebut.Suhu udara yang
banyak dijumpai didalam laporan-laporan lentang meteorologi umumnya
menunjukkan data suhu musiman,suhu berdasarkan letak geografis,dan suhu untuk
ketinggian tempat yang berbeda.Oleh karnanya,besarnya suhu rata-rata harus
ditentukan menurut waktu dan tempat.

C. Jenis – jenis Presipitasi Hujan

- Hujan siklonal,yaitu hujan yang terjadi karena udara panas yang naik
disertai dengan angin berputar.
- Hujan zenithal,yaitu hujan yang sering terjadi di daerah sekitar
ekuator,akibat pertemuan Angin Pasat Timur Laut dengun Angin Pasat
Tenggara. Kemudian angin tersebut naik dan membentuk gumpalan-
gumpalan awan di sekitar ekuator yang berakibat awan menjadi jenuh dan
lurunlah hujan.
- Hujan orografis,yaitu hujan yang terjadi karena angin yang mengandung
uap air yang bergerak horisontal. Angin tersebut naik menuju
pegunungan,suhu udara menjadi dingin sehingga terjadi
kondensasi.Terjadilah hujan di sekitar pegunungan.
- Hujan frontal,yaitu hujan yang terjadi apabila massa udara yang dingin
bertemu dengan massa udara yang panas. Tempat pertemuan antara kedua
massa itu disebut bidang front.
- Hujan muson atau hujan musiman,yaitu hujan yang terjadi karena Angin
Musim (Angin Muson).Penyebab terjadinya Angin Muson adalah karena
adanya pergerakan semu tahunan Matahari antara Garis Balik Utara dan
Garis Balik Selatan.

10
D. Alat Pengukur Curah Hujan

Terdapat beberapa prinsip penggunaan tipe alat pengukur hujan yang sering
digunakan,yaitu:

a. Weighing bucker rain gauge


Pergerakan ember dikarenakan pertambahan berat akibat air, diteruskan ke
pena yang akan merekam pergerakannya di atas grafik. Silinder yang
dibungkus dengan kertas milimeter blok berputar sesuai dengan waktu.
Grafik dan silinder ini dikendalikan oleh jam.
b. Fload type automatic rain gaunge
Alat ukur hujan enssifon, dengan prinsip cara kerja sebagai berikut:
Corong menerima air hujan; kemudian masuk ke tabung di bawahnya-
pelampung naik, sebagaimana permukaan naik di dalam tabung di
bawah.Pergerakannya direkam oleh pena dengan bergeraknya slinder/grafik
berikut waktu/jamnya. Untuk membatasi besarnya tabung, maka dipasang
pipa isap (hevel), bila air dalam tabung naik melampaui batas tertentu
(mencapai batas syphon atas), pipa isap akan bekerja sebagai syphon
sehingga air meluap ke luar,maka seluruh air pada tabung terkosongkan.
c. Tipping buckel type rain-gauge
Sesuai dengan fungsinya atas ini dikategorikan menjadi penampung bagian
atas terdiri tmbung dan corong. Penampung bagian bawah dilengkapi
dengan penampung bergerak (tipping bucket), bentuknya simetris, dapat
bergerak pada sumbunya simetris,dapat bergerak pada sumbu horizon.

11
BAB 2
PEMBAHASAN

A. PRESIPITASI HUJAN

a. Pengertian Presipitasi

Presipitasi adalah proses ketika air di atmosfer turun ke permukaan


bumi. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menjelaskan pengertian presipitasi
adalah berbentuk cairan atau bahan padat, seperti hujan, embun, dan salju.

Bisa dikatakan pula bahwa pengertian presipitasi adalah proses yang


mengendalikan daur hidrologi dalam suatu wilayah, ini bagian dari sifat
alamiahnya. Presipitasi adalah bagian dari proses hujan yang terakhir.

Prosesnya dicontohkan, terjadi ketika awan mencair akibat suhu udara yang tinggi.
Dalam proses inilah hujan terjadi, butiran-butiran air terjatuh dan membasahi
permukaan bumi. Ini juga dipengaruhi embusan angin yang membawa awan, maka
prosesnya bisa dari atmosfer lautan ke atmosfer daratan.

Memahami pengertian presipitasi adalah bagian dari proses pengendapat ke


permukaan bumi. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menjelaskan pengertian
presipitasi adalah dalam ilmu Geografi sebagai proses pengendapan, baik dari
dalam larutan maupun dari udara permukaan ke permukaan bumi.

“Pengertian presipitasi adalah kandungan kelembapan udara yang berbentuk cairan


atau bahan padat, seperti hujan, embun, salju,” dijelaskan lebih mendalam.

Pengertian presipitasi adalah bagian dari siklus hidrologi di mana air dari
atmosfer bumi yang pasti akan turun ke permukaan bumi dengan segala bentuk
seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Pada versi yang lain, pengertian
presipitasi adalah proses yang mengendalikan daur hidrologi dalam suatu wilayah,
ini bagian dari sifat alamiahnya.

12
b. Pengertian Presipitasi Menurut Para Ahli

Bagaimana para ahli menjelaskan tentang pengertian presipitasi tersebut? Ini


penjelasannya:

1. Pengertian Presipitasi Menurut Wibowo Dkk (2015)


Pengertian presipitasi adalah suatu kejadian dimana jatuhnya air dari sebuah
atmosfer menuju ke permukaan bumi. Bentuk zat cair yang turun itu dapat
berupa salju, hujan, kabut, dan juga embun.
2. Pengertian Presipitasi Menurut Sigit Ari Wibowo (2015)
Pengertian presipitasi adalah suatu kejadian atau peristiwa dari jatuhnya air
dari sebbuah atmosfer yang mengarah ke permukaan bumi. Bentuk zat cair
yang turun ke permukaan bumi bisa dalam bentuk embun, salju, kabut, dan
juga hujan.
3. Pengertian Presipitasi Menurut Endang Tituk Dkk (2015)
Pengertian presipitasi adalah suatu peristiwa dari proses terjadinya
pengendapan antigen terlarut oleh antibodi. Dari hal itu maka presipitasi
yang akhirnya antigen yang terlarut itu tidak bergerak dan menjadi semakin
mudah untuk ditangkap.
4. Pengertian Presipitasi Menurut Sosrodarsono (1976)
Pengertian presipitasi adalah nama umum dari uap yang mengkondensasi
dan jatuhnya ketanah dalam rangkaian proses dan siklus hidrologi. Secara
umum, jumlahnya memang selalu dinyatakan dengan dalamnya presipitasi
(mm). Apabila uap air yang jatuh berupa cair maka dinamakan dengan hujan
(rainfall) dan jika berbentuk padat maka dinamakan salju (snow).
5. Pengertian Presipitasi Menurut Triatmodjo (2008)
Pengertian presipitasi adalah suatu peristiwa turunnya air dari atmosfer ke
atas permukaan bumi yang didalamnya terdiri dari embun, salju, dan juga
hujan es. Presipitasi di daerah tropis, hujan memberikan peran atau fungsi
yang cukup besar. Hal ini terlihat dimana biasanya pada hujanlah yang
dianggap presipitasi.

13
6. Pengertian Presipitasi Menurut Chay Asdak (2010)
Pengertian presipitasi adalah suatu curahan atau proses jatuhnya air dari
sebuah atmosfer ke permukaan bumi dan juga laut dalam bentuk yang
berbeda. Salah satunya yaitu curah hujan didaerah tropis dan curah hujan
serta salju didaerah beriklim sedang.
7. Pengertian Presipitasi Menurut Ersin Seyhan (1977)
Pengertian presipitasi adalah suatu bagian bentuk yang sering kali
dinyatakan sebagai kedalam (jeluk) cairan yang dapat berakumulasi diatas
permukaan bumi apabila seandainya tidak terdapat kehilangan.

c. Bentuk-Bentuk Presipitasi dan Penjelasannya


Ada lima bentuk presipitasi yang perlu dipahami. Ini penjelasan dari bentuk-bentuk
presipitasi melansir dari NOAA SciJinks:
 Hujan adalah bentuk presipitasi yang terbuat dari tetesan air cair jatuh ketika
suhu di udara dan di permukaan di atas titik beku.
 Hujan Es, Bola es yang jatuh dari awan dikenal sebagai hujan es, ini salah
satu bentuk presipitasi. Hujan es adalah bentuk presipitasi yang terbentuk di
awan badai. Tetesan air terbentuk di awan dan terdorong ke atas dengan
suhu yang lebih dingin. Tetesan itu membeku dan membentuk batu es.
Hujan es adalah bentuk presipitasi yang tumbuh saat lebih banyak tetesan
air membeku dan akhirnya jatuh ke tanah.
 Hujan beku adalah bentuk presipitasi yang membekukan turun seperti
hujan, tetapi begitu menyentuh tanah, cairannya akan membeku. Hujan
beku dimulai sebagai kristal es. Kristal es mencair dan berubah menjadi
tetesan air saat melewati lapisan udara di atas titik beku.
 Graupel adalah bentuk presipitasi jenis salju yang sangat dingin. Ini
terbentuk pada suhu di bawah titik beku ketika kristal salju di awan
bertabrakan dengan tetesan air yang sangat dingin. Tetesan air membeku
dengan bebas di atas salju dan memberikan tekstur cair pada graupel.
 Salju adalah bentuk presipitasi yang turun ketika semua udara di antara
awan dan permukaan Bumi berada di bawah titik beku.

14
B. CURAH HUJAN
a. Pengertian Curah Hujan

Curah hujan adalah ketinggian air hujan yang jatuh pada tempat yang datar
dengan asumsi tidak menguap, tidak meresap dan tidak mengalir. Tingkat hujan
yang diukur dalam satuan 1 (satu) mm adalah air hujan setinggi 1 (satu) mm yang
jatuh (tertampung) pada tempat yang datar seluas 1 meter persegi dengan asumsi
tidak ada yang menguap, mengalir dan meresap.

Data curah hujan penting untuk perencanaan teknik, terutama untuk sistem drainase
seperti irigasi, bendungan, drainase perkotaan, pelabuhan, dermaga, dan struktur air
lainnya.
Akibatnya, data rata-rata hujan di daerah tertentu terus dicatat untuk menilai jumlah
perencanaan yang harus dilakukan. Pencatatan data tingkat hujan rata-rata tahunan
di DAS (Daerah Aliran Sungai) dilakukan di berbagai titik di sepanjang stasiun
pencatatan curah hujan untuk menentukan tingkat hujan yang turun di wilayah
tertentu.
Untuk memperoleh perkiraan perencanaan yang tepat, kita membutuhkan data
curah hujan selama bertahun-tahun. Semakin banyak data rata-rata hujan tahunan
yang ada semakin akurat perhitungannya.

b. Jenis-jenis Curah Hujan


Menurut Tjasyono, Indonesia secara umum dapat dibagi menjadi 3 pola iklim
utama dengan melihat pola curah hujan selama setahun. Tiga wilayah iklim
Indonesia yaitu wilayah A (monsun), wilayah B (ekuatorial) garis dan titik,
wilayah C (lokal).

1. Curah Hujan Pola Monsunal (Wilayah A)


Curah hujan pola monsun dicirikan oleh tipe curah hujan yang bersifat
unimodial (satu puncak musim hujan) dimana pada bulan Juni, Juli dan
Agustus terjadi musim kering. Sedangkan untuk bulan Desember, Januari
dan Februari merupakan bulan basah. Sisa enam bulan lainnya merupakan

15
periode peralihan atau pancaroba (tiga bulan peralihan musim kemarau ke
musim hujan dan tiga bulan peralihan musim hujan ke musim kemarau).
Daerah dengan pola monsun (wilayah A) ini didominasi oleh Sumatera
bagian Selatan, Kalimantan Tengah dan Selatan, Jawa, Bali, Nusa Tenggara
dan sebagian Papua.

2. Curah Hujan Pola Ekuatorial (Wilayah B)


Curah hujan pola ekuatorial dicirikan oleh tipe tingkat rata-rata hujan
tahunan dengan bentuk bimodial (dua puncak hujan) yang biasanya terjadi
sekitar bulan Maret dan Oktober atau pada saat terjadi ekinoks.
Daerah dengan pola ekuatorial (wilayah B) ini meliputi pulau Sumatra
bagian tengah dan Utara serta pulau Kalimantan bagian Utara.

3. Curah Hujan Pola Lokal (Wilayah C)


Curah hujan pola lokal dicirikan oleh bentuk pola hujan unimodial (satu
puncak hujan), tetapi bentuknya berlainan dengan tipe hujan monsun.
Daerah dengan pola lokal (wilayah C) hanya meliputi daerah Maluku,
Sulawesi dan sebagian Papua.

C. DURASI HUJAN
Durasi adalah Lama kejadian hujan (menitan, jam-jaman, harian) diperoleh
terutama dari hasil pencatatan alat pengukur hujan otomatis. Dalam perencanaan
drainase, durasi hujan sering dikaitkan dengan waktu konsentrasi khususnya pada
drainase perkotaan diperlukan durasi yang relatif pendek, mengingat akan toleransi
terhadap lamanya genangan dan meliputi daerah yang tidak sangat luas. Hujan yang
meliputi daerah luas, jarang sekali dengan intensitas tinggi, tetapi dapat
berlangsung dengan durasi cukup panjang. Frekuensi Intensitas Hujan adalah
interval waktu rata-rata antara kejadian curah hujan yang mempunyai intensitas
tertentu dengan kejadian curah hujan dengan intensitas yang sama atau lebih lebat.

16
Dalam proses pengalihragaman hujan menjadi aliran ada beberapa sifat hujan
yang penting untuk diperhatikan, antara lain adalah intensitas hujan (I), lama waktu
hujan (t), kedalaman hujan (d), frekuensi (f) dan luas daerah pengaruh hujan (A).
Komponen hujan dengan sifat-sifatnya ini dapat dianalisis berupa hujan titik
maupun hujan rata-rata yang meliputi luas daerah tangkapan (chatment) yang kecil
sampai yang besar.
Analisis hubungan dua parameter hujan yang penting berupa intensitas dan
durasi dapat dihubungkan secara statistik dengan suatu frekuensi kejadiannya.
Penyajian secara grafik hubungan ini adalah berupa kurva Intensity – Duration -
Frequency (IDF). Analisis intensitas – durasi - frekuensi (IDF) dilakukan untuk
memperkirakan debit aliran puncak berdasarkan data hujan titik (satu stasiun
pencatat hujan). Data yang digunakan adalah data hujan dengan intensitas tinggi
yang terjadi dalam waktu singkat, seperti 5, 10, 25,…..,120 menit lebih. Untuk itu
diperlukan data hujan dari stasiun puncak otomatis.

Distribusi Frekuensi Curah Hujan


Menurut Suripin (2004), tujuan analisis frekuensi data hidrologi adalah berkaitan
dengan besaran peristiwa-peristiwa ekstrim yang berkaitan dengan frekuensi
kejadiannya melalui penerapan distribusi kemungkinan. Analisis frekuensi ini
didasarkan pada sifat statistik data kejadian yang telah lalu untuk memperoleh
probabilitas besaran hujan di masa yang akan datang. Dengan anggapan bahwa sifat
statistik kejadian hujan yang akan datang masih sama dengan sifat statistik kejadian
hujan masa lalu.
Dalam ilmu statistik dikenal beberapa macam distribusi frekuensi (jenis sebaran
atau analisis frekuensi) yang banyak digunakan untuk menentukan tinggi curah
hujan rencana dalam analisa hidrologi ada empat jenis yaitu:
a) Distribusi Normal
b) Distribusi Log Normal
c) Distribusi Log-Person III
d) Distribusi Gumbel

17
Menurut Widyasari (2005) untuk menentukan dugaan (hipotesa) distribusi
(sebaran) data sesuai parameter statistik adalah sebagai berikut.
a) Distribusi Normal
Ciri khas distribusi Normal adalah:
- Skewness (Cs) = 0,00
- Kurtosis (Ck) = 3,00

b) Distribusi Log Normal


Sifat statistik distribusi Log Normal adalah:
- Cs = 3 Cv
- Cv > 0

c) Distribusi Gumbel
Ciri khas statistik distribusi Gumbel adalah:
- Cs ≤ 1,1396
- Ck ≤ 5,4002

d) Distribusi Log-Pearson III


Sifat statistik distribusi ini adalah:
- Cs = 0,00
- Ck > 4 s.d 6

D. INTENSITAS HUJAN

Suroso (2006) menyatakan bahwa intensitas curah hujan adalah ketinggian


curah hujan yang terjadi pada suatu kurun waktu di mana air tersebut terkonsentrasi,
dengan satuan mm/jam. Besarnya intensitas curah hujan sangat diperlukan dalam
perhitungan debit banjir rencana berdasar metode rasional durasi adalah lamanya
suatu kejadian hujan. Intensitas hujan yang tinggi pada umumnya berlangsung
dengan durasi pendek dan meliputi daerah yang tidak sangat luas. Hujan yang

18
meliputi daerah luas, jarang sekali dengan intensitas tinggi, tetapi dapat
berlangsung dengan durasi cukup panjang. Kombinasi dari intensitas hujan yang
tinggi dengan durasi panjang jarang terjadi, tetapi apabila terjadi berarti sejumlah
besar volume air bagaikan ditumpahkan dari langit.

Intensitas hujan yang diperlukan untuk memperkirakan hidrograf banjir


rencana dengan cara hidrograf satuan sehingga perlu diketahui sebaran hujan jam-
jaman dengan suatu interval tertentu. Data hujan jam-jaman tersebut digunakan
untuk membuat lengkung IDF dengan persamaan Talbot, Sherman, atau Ishiguro.
Apabila yang tersedia adalah data hujan harian, Triatmodjo (2008) Mononobe
mengusulkan persamaan berikut ini untuk menurunkan kurva IDF.

𝑅 24
𝑅 =
24 𝑇

dengan:

𝑅 = intesitas hujan rerata dalam T jam (mm/jam),

𝑅 = curah hujan maksimum dalam 1 hari (mm),

𝑡 = lamanya curah hujan (jam).

Intensitas curah hujan dihitung dengan menggunakan rumus empiris yang


merupakan faktor durasi hujan dan ketinggian curah hujan harian menggunakan
persamaan 2. Gambar 6 di bawah ini merupakan hasil perhitungan intensitas hujan
rencana berdasarkan beberapa kala ulang dalam bentuk kurva IDF (Intensity-
Duration-Frequency).

Kurva Intensity-Duration-Frequency) Beberapa Kala Ulang. Sumber : Hasil


Analisis, 2014

19
E. FREKUENSI INTENSITAS HUJAN
Frekuiensi intensitas hujan adalah interval waktu, rata-rata antara kejadian
curah hujan yang mempunyai intensitas tertentu dengan kejadian curah hujan
dengan intensistas yang sama atau lebih lebat.

F. LUAS DAERAH HUJAN

Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan


air dan rancangan pengendalian banjir adalah curah hujan harian rata-rata di seluruh
daerah yang bersangkutan, bukan curah hujan pada suatu titik tertentu (Point
Rainfall). Curah hujan ini disebut curah hujan daerah dan dinyatakan dalam mm.
Curah hujan ini harus diperkirakan dari beberapa titik pengamatan curah hujan.
Cara cara perhitungan curah hujan daerah dari pengamatan curah hujan di beberapa
titik adalah sebagai berikut :

1) Metode Aritmatik (Metode Aljabar)


Metode ini yang paling sederhana dalam perhitungan curah hujan daerah.
Metode ini cocok untuk kawasan dengan topografi rata atau datar, alat
penakar tersebar merata/hampir merata, dan cocok untuk kawasan dengan
topografi rata atau datar, dan harga individual curah hujan tidak terlalu jauh
dari harga rata-ratanya.
2) Metode Garis-garis Isohyet
Metode ini memperhitungkan secara aktual pengaruh tiap-tiap pos penakar
hujan. Metode ini cocok untuk daerah berbukit dan tidak teratur dengan luas
lebih dari 5000 km2. Hujan rerata daerah dihitung dengan persamaan .
3) Metode Poligon Thiessen
Metode ini memberikan proporsi luasan daerah pengaruh pos penakar hujan
untuk mengakomodasi ketidakseragaman jarak. Meskipun belum dapat
memberikan bobot yang tepat sebagai sumbangan satu stasiun hujan untuk
hujan daerah, metode ini telah memberikan bobot tertentu kepada masing-
masing stasiun sebagai fungsi jarak stasiun hujan. Metode ini cocok untuk
daerah datar dengan luas 500 – 5000 km2. Penentuan atau pemilihan metode

20
curah hujan daerah dapat dihitung dengan parameter luas daerah tinjauan
dengan luas 250 ha dengan variasi topografi kecil diwakili oleh sebuah
stasiun pengamatan.
 Untuk daerah tinjauan dengan luas 250 – 50.000 ha yang memiliki 2
atau 3 stasiun pengamatan dapat menggunakan metode rata-rata aljabar.
 Untuk daerah tinjauan dengan luas 120.000 – 500.000 ha yang memiliki
beberapa stasiun pengamatan tersebar cukup merata dan dimana curah
hujannya tidak terlalu dipengaruhi oleh kondisi topografi dapat
menggunakan metode rata-rata aljabar, tetapi jika stasiun pengamatan
tersebar tidak merata dapat menggunakan metode Thiessen.
 Untuk daerah tinjauan dengan luas lebih dari 500.000 ha menggunakan
metode Isohiet atau metode potongan.

G. PENGUKURAN HUJAN

Penakar hujan merupakan alat pengukur jumlah curah hujan yang turun ke atas
permukaan tanah per satuan luas. Penakar hujan yang umumnya digunakan
bernama ombrometer.
Prinsip alat ini adalah mengukur tinggi jumlah air yang masuk ke alat tersebut.
Sebagai contoh: Di satu lokasi pengamatan memiliki curah hujan 20 mm, artinya
lokasi tersebut digenangi oleh air hujan setinggi 20 mm (millimeter).
Berdasarkan mekanismenya, ombrometer dibedakan menjadi dua yaitu
ombrometer manual dan ombrometer otomatis (perekam).

a. Ombrometer Manual
Alat penakar hujan manual biasanya berupa ember atau suatu tempat yang sudah
diketahui diameternya. Pengukuran hujan secara manual dilakukan dengan
mengukur volume air hujan yang ditampung dalam tempat penampungan, volume
air hujan diukur secara periodik dengan interval waktu tertentu. Dengan cara
tersebut didapatkan data curah hujan dengan periode waktu tertentu. Ombrometer
manual terdiri dari dua jenis, yaitu:

21
 Penakar Hujan Ombrometer Biasa
Alat ini masih sangat sederhana yang terbuat dari plat seng dengan tinggi
60 cm. Ada juga yang terbuat dari pipa paralon dengan tinggi 100 cm.
Prinsip kerja ombrometer jenis ini yaitu pembagian volume air hujan yang
ditampung dengan luas mulut penakar.
Parameter yang harus dihitung yaitu luas mulut penakar serta volume air
hujan yang tertampung dalam penampung. Alat ini biasa diletakkan di
ketinggian 120-150 cm, namun alat ini belum bisa melakukan pencatatan
secara otomatis.
 Penakar Hujan Ombrometer Observatorium
Penakar hujan tipe observatorium merupakan salah satu alat penakar hujan
manual, pengukurannya menggunakan gelas ukur untuk mengukur hujan.
Penakar hujan ini merupakan penakar hujan standar di Indonesia dan
banyak digunakan di Indonesia.
Kelebihan alat ini adalah pengoperasiannya yang mudah, pemasangan
mudah, serta pemeliharaan yang relatif mudah. Namun alat ini juga
memiliki kekurangan yaitu data yang terbatas karena hanya dapat digunakan
untuk curah hujan dengan periode 24 jam saja. Pembacaan hasil dari posisi
yang berbeda pun dapat menjadi kesalahan dari alat ini karena
menyebabkan hasil akhir yang berbeda.

b. Ombrometer Otomatis
Ombrometer otomatis adalah alat pengukur curah hujan yang pencatatannya
dilakukan secara otomatis, sehingga lebih efisien jika dibandingkan dengan alat
penakar hujan manual. Alat ini bisa mengukur curah hujan tinggi maupun rendah.
Besarnya intensitas hujan dapat ditentukan karena pencatatan juga dilakukan untuk
selang waktu tertentu. Contoh ombrometer otomatis yaitu:
1. Penakar Hujan Tipe Hellman
2. Penakar Hujan Tipe Bendix
3. Penakar Hujan Tipe Tilting Siphon
4. Penakar Hujan Tipping Bucket
5. Penakar Hujan Tipe Floating Bucket

22
6. Penakar Hujan Tipe Weighing Bucket
7. Penakar Hujan Tipe Optical

c. Automatic Weather Station


Automatic Weather Station (AWS) yaitu alat pengukur cuaca otomatis yang dapat
digunakan secara lebih efisien dari segi tenaga manusia yang digunakan, sehingga
penggunaannya pun dapat dilakukan secara lebih luas.
AWS dapat melakukan pengukuran terhadap parameter - parameter cuaca seperti
suhu, curah hujan, kelembaban, lama penyinaran matahari, angin dan lain-lain.

Automatic Weather Station terdiri dari sensor- sensor yang memiliki fungsi
berbeda-beda. Pemilihan sensor yang digunakan disesuaikan dengan data apa saja
yang dibutuhkan oleh pengguna. Alat ini dapat digunakan pada kondisi ekstrem
seperti kemarau dan badai.

Fungsi Automatic Weather Station adalah untuk merekam serta memantau


perubahan cuaca secara otomatis dan real-time. Hasil dari pemantauan AWS ini
dapat dilihat dalam bentuk grafik. Selain itu, beberapa AWS mempunyai ceilometer
yang digunakan untuk mengukur ketinggian pada awan.

H. KRITERIA PEMILIHAN ALAT PENGUKUR HUJAN

Adapun kriteria alat pengukuran hujan dapat dilihat dari :

1. Mutu alat
2. Sebanding dengan alat-alat pengukur hujan yang sudah ada didaerah yang
sama
3. Biaya pemasangan
4. Kesulitan pemeliharaan ( sehubung dengan mudah masuknya debu dan
kotoran)
5. Kesulitan untuk diobservasi atau ditinjau
6. Tidak mudah dirusak atau dicuri

23
I. KRITERIA JUMLAH KERAPATAN JARINGAN POS
KLIMATOLOGI

Adapun kriteria dalam penentuan atau kerapatan jaringan pos-pos hujan atau
klimatologi adalah sebagai berikut :

1. Tujuan dari study (misal untuk distribusi hujan, mencari data hujan rata-
rata, surface run off)
2. Sifat klimatologi daerah tersebut (misal : homogen dan heterogen)
3. Keadaan daerah yang bersangkutan (misal : keadaan tanah yang
memungkinkan pengembangan pertanian dan sebagainya)
4. Jumlah pengamat

J. MELENGKAPI DATA HUJAN YANG HILANG

a. Metode Rata-Rata Aljabar


Metode Rata-Rata Aljabar adalah metode yang paling praktis digunakan untuk
mencari data curah hujan yang hilang. Pengukuran yang dilakukan di beberapa
stasiun dalam waktu yang bersamaan dijumlahkan dan kemudian dibagi dengan
jumlah stasiun, stasiun yang digunakan dalam hitungan biasanya masih saling
berdekatan (Saputro, 2011).
𝑝 + 𝑝 + 𝑝 + ⋯𝑝
𝑝=
𝑛

Keterangan:

𝑝 = Curah hujan yang hilang

𝑝 ,𝑝 ,…𝑝 = Hujan di stasiun 1, 2, 3, …, n

𝑛 = Jumlah stasiun hujan

b. Metode Normal Ratio


Metode Normal Ratio adalah salah satu metode yang digunakan untuk mencari
data yang hilang. Metode perhitungan yang digunakan cukup sederhana yakni
denga nmemperhitungkan data curah hujan di stasiun hujan yang berdekatan untuk

24
mencari datacurah hujan yang hilang di stasiun tersebut. Variabel yang
diperhitungkan pada metode iniadalah curah hujan harian di stasiun lain dan jumlah
curah hujan 1 tahun pada stasiun lain tersebut. Rumus Metode Normal Ratio untuk
mencari data curah hujan yang hilang sebagai berikut (Wei and McGuiness, 1973):
𝑝 1 𝑝 𝑝 𝑝 𝑝
= + + …+
𝑁 𝑛 𝑁 𝑁 𝑁 𝑁

Keterangan:

𝑝 = Hujan yang hilang di stasiun x

𝑝 ,𝑝 ,𝑝 ,…𝑝 = Data hujan di stasiun sekitarnya pada periode yang sama

𝑁 = Hujan tahunan di stasiun x

𝑁 ,𝑁 ,𝑁 ,…𝑁 = Hujan tahunan di stasiun sekitar x

𝑛 = Jumlah stasiun hujan disekitar x

c. Metode Inversed Square Distance


Metode Inversed Square Distance adalah salah satu metode yang digunakan
untuk mencari data yang hilang. Metode perhitungan yang digunakan hampir sama
dengan Metode Normal Ratio yakni memperhitungkan stasiun yang berdekatan
untuk mencari data curah hujan yang hilang di stasiun tersebut. Jika pada Metode
Normal Ratio yang digunakan adalah jumlah curah hujan dalam 1 tahun, pada
metode ini variabel yang digunakan adalah jarak stasiun terdekat dengan stasiun
yang akan dicari data curah hujan yang hilang. Rumus Metode Inversed Square
Distance untuk mencari data curah hujan yang hilang sebagai berikut (Harto, 1993;
Fahmi, 2015; Ashruri, 2015):

𝑝

𝐿
𝑝 =
1

𝐿

Keterangan:
𝑝 = Hujan yang hilang di stasiun x
𝑝 = Data hujan di stasiun sekitarnya pada periode yang sama
𝐿 = Jarak antara stasiun

25
K. UJI KONSISTENSI DATA HUJAN

Perubahan lokasi stasiun hujan atau perubahan prosedur pengukuran dapat


memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap jumlah hujan yang terukur,
sehingga dapat menyebabkan terjadinya kesalahan yang berupa ketidakpanggahan
data (inconsistency). Uji konsistensi berarti menguji kebenaran data lapangan yang
tidak dipengaruhi oleh kesalahan pada saat pengiriman atau saat pengukuran.
Pengujian konsistensi data hujan dibagi dalam 2 (dua) tahap yaitu :

a) Analisis Kurva Massa Ganda


Jika terdapat data curah hujan tahunan dengan jangka waktu pengamatan
yang panjang, maka kurva massa ganda dapat digunakan untuk
memperbaiki kesalahan pengamatan yang terjadi yang disebabkan oleh
perubahan posisi atau cara pemasangan yang tidak baik dari alat ukur curah
hujan. Kesalahan-kesalahan pengamatan tidak dapat ditentukan dari setiap
data pengamatan. Hal ini masih sering menimbulkan keraguan karena masih
terdapat kemungkinan tidak panggahnya stasiun referensi. Cara ini tidak
dapat digunakan untuk data curah hujan jangka waktu yang singkat (curah
hujan harian atau perjam). (Sosrodarsonodan Takeda, 2003).
b) Rescaled Adjusted Partial Sums (RAPS)
Uji konsistensi dengan cara RAPS (Rescaled Adjusted Partial Sums)
merupakan pengujian untuk individual stasiun (stand alone station). Uji
konsistensi ini digunakan untuk menguji ketidakpanggahan antar data
dalam stasiun itu sendiri dengan mendeteksi pergeseran nilai rata-rata
(mean). Pengujian dilakukan terhadap penyimpangan kumulatif dari nilai
reratanya yang dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut :
𝑆𝑘 ∗ = 0

𝑆𝑘 ∗ = (𝑌𝑖 − 𝑌𝑟)

∑ (𝑌𝑖 − 𝑌𝑟)
𝐷𝑦 =
𝑛
𝑆𝑘 ∗
𝑆𝑘 ∗∗ =
𝐷𝑦

26
Dengan :
𝑌𝑖 = data curah hujan
𝑌𝑟 = rerata curah hujan
𝑛 = jumlah data hujan
𝑘 = 1, 2, 3, … . 𝑛
Untuk data yang panggah atau homogen nilai Sk* akan berkisar mendekati
nol. Grafik kumulatif digunakan untuk menetapkan posisi dimana terjadi
perubahan, yaitu bilamana grafik menunjukkan perubahan secara nyata. Dalam
model ini nilai maksimum dari besaran Sk* merupakan petunjuk posisi titik
perubahan tersebut. RAPS diperoleh dengan cara membagi Sk*dengan nilai
simpangan baku Dy.

Pengujian dengan menggunakan data dari stasiun itu sendiri yaitu pengujian
dengan komulatif penyimpangan terhadap nilai rata-rata dibagi dengan akar
komulatif rerata penyimpangan kuadrat terhadap nilai reratanya, lebih jelas lagi bisa
dilihat pada rumus nilai statistik Qy dan Ry.
Nilai Statistik Qy :
𝑄𝑦 = 𝑀𝑎𝑘𝑠 |𝑆𝑘 ∗∗ |

0≤𝑘≤𝑛

Nilai Statistik R :

𝑅𝑦 = 𝑀𝑎𝑘𝑠 𝑆𝑘 ∗∗ − 𝑀𝑖𝑛𝑆𝑘 ∗∗

0 ≤ 𝑘𝑛 0𝑘 ≤ 𝑛

Dengan :

𝑆𝑘 ∗ = simpangan awal,

𝑆𝑘 ∗ = simpangan mutlak,

𝑆𝑘 ∗∗ = nilai konsistensi data,

𝑄 = nilai statistik Q untuk 0 ≤ k ≤ n,

𝑛 = jumlah data,

27
Dy = simpangan rata-rata,

R = nilai statistik (range)

Dengan melihat nilai statistik diatas maka dapat dicari nilai √ dan √ . Hasil yang

di dapat dibandingkan dengan nilai √ syarat dan √ syarat, jika hasil lebih kecil

maka data masih dalam batasan konsisten.

28
BAB 3
KESIMPULAN

Presipitasi atau curah hujan merupakan salah satu komponen hidrologi yang
paling penting dan sekaligus sumber utama air yang terdapat di planet bumi. Curah
hujan merupakan unsur iklim yang sangat penting di Indonesia karena
keragamannya sangat tinggi baik menurut waktu maupun lempat, sehingga kajian
tentang iklim lebih banyak difokuskan pada curah hujan. Proyeksi presipitasi atau
curah hujan pada masa yang akan datang penting untuk diketahui agar perencanaan
hidrologis di berbagai sektor terminimalkan dari dampak yang merugikan. Dalam
beberapa penelitian didapatkan bahwa: Desember Januari Februari (DJF) sebagai
bulan basah, Maret – April – Mei (MAM) seb agai masa transisi dari musim basah
ke musim kering, Juni – Juli - Agustus (JJA) sebagai musim kering dan September
– Oktober – Nopember (SON) sebagai masa transisi dari musim kering ke musim
basah. Berdasarkan pembahasan yang lelah dilakukan,rata-rata presipitasi untuk
musim basah (DIF) adalah 150 - 450 mm/bulan, masa transisi MAM 100 - 400
mm/bulan, bulan kering JJA 120 - 310 mm/bulan dan masa transisi SON adalah 67
- 324 mm/bulan.

29
DAFTAR PUSTAKA

Tysara, L. (2022, Juni 08). Pengertian Presipitasi adalah Air Atmosfer Turun ke
Permukaan Bumi, Ketahui Bentuknya. Retrieved from m.liputan6.com

Siktiyana, M. N. (2022, Februari 09). Curah Hujan: Pengertian, Jenis, Alat Ukur
dan Metode. Retrieved from lindungihutan.com.

Gustoro, D. (2018). Intensitas Hujan. Retrieved from dspace.uii.ac.id.

RimbaKita. (2019). Curah Hujan Pengertian, Jenis, Alat Ukur & Metode
Perhitungan. Retrieved from rimbakita.com.

Fahreza, R. (2017, April 10). Hidrologi Terapan. Retrieved from slideshare.net.

F Prawaka, D. (2016). Analisis Data Curah Hujan yang Hilang Dengan


Menggunakan Metode Normal Ratio, Inversed Distance, dan Rata-Rata
Aljabar. Retrieved from repository.lppm.unila.ac.id.

30

You might also like