You are on page 1of 51

PROPOSAL

GAMBARAN FAKTOR RISIKO PREDIABETES PADA USIA


PRODUKTIF DI KOTA PADANG PANJANG TAHUN 2022

OLEH:NURUL FEBRI GUSTINA

NIM:1811142010055

PRODI SI KEPERAWATAN

UNIVERSITAS MUHAMMAD NATSIR YARSI

BUKITTINGGI

TP 2021/2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Prediabetes merupakan suatu kondisi dimana seseorang dengan kadar glukosa

darah yang tidak memenuhi kriteria diabetes mellitus namun cukup tinggi untuk bisa

dikatakan normal (ADA, 2016). Istilah prediabetes diperkenalkan pertama kali tahun

2002 oleh Departement of Health and Human Service (DHHS) dan the American

Diabetes Association (ADA). Sebelum istilah prediabetes istilahnya ialah toleransi

glukosa terganggu (TGT) dan gula dardah puasa terganggu (GDPT). Setiap tahunnya

4-9% orang dengan prediabetes menjadi penderita Diabetes Mellitus (DM).

seseorang dikatakan prediabetes atau tergolong prediabetes yaitu kadar gula darah

puasa antara 126-140 mg/dl dan gula darah 2 jam setelah makan 140 - <200 mg/dl

(Mihardja, Alwi, et al., 2014)

Menurut International Diabetes Federation (2017) pada tahun 2030 diperkirakan

sekitar 398 juta orang di dunia akan mengalami prediabetes. Menurut Aschner

(2017) mengatakan prevalensi tolensi glukosa terganggu mencapai 16,7% dan pada

tahun 2045 diperkirakan angkanya akan turun hingga menjadi 15,9%. Data

Riskesdas (2018) menunjukkan bahwa angka prediabetes di Indonesia cukup tinggi

yaitu pada keadaan glukosa darah puasa terganggu (GDPT) sebesar 26,3% dan pada

keadaan toleransi glukosa terganggu (TGT) sebesar 30,8% dan di Sumatera Barat

didapatkan prevalensi prediabetes yaitu sebesar 1,8%. Prevalensi diabetes yang

terdiagnosis tertinggi di Kota Padang Panjang sebesar 1,89% dan diperkirakan


bahwa prevalensi prediabetes di Kota Padang Panjang 2 kali lipat dibandingkan

dengan jumlah penderita DM di kota tersebut.

Usia produktif adalah rentang usia dimana seseorang dapat bekerja dan

membiayai kehidupannya sendiri (Mihardja, et al., 2014). Usia produktif adalah

penduduk yang telah memasuki usia 15-64 tahun ( Badan Pusat Statistik, 2020).

Akan tetapi, seseorang dengan usia produktif tidak dapat bekerja dan membiayai

kehidupannya jika mereka menderita DM. Sebuah survey tentang gaya hidup

mengatakan bahwa kasus prediabetes pada pekerja usia 15 tahun sebanyak 1,2% dan

penderita prediabetes pada usia produktif juga meningkat yaitu sebesar 20% (IDF,

2017).

Beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan prediabetes dibagi menjadi dua

yaitu modified factor dan unmodified factor. Modified factor terdiri dari pola makan,

pola istirahat, pola aktivitas, merokok dan manajemen stress (Putri & Rustam, 2021).

Menurut Lorga, dkk (2012) modified factor terdiri dari indeks masa tubuh (IMT),

lingkar pinggang, hipertensi, perilaku merokok, konsumsi alkohol, aktivitas fisik

serta pola diet. Menurut Abdussalam (2021) modified factor terdiri dari tekanan

darah sistolik, tekanan darah diastolik, indeks massa tubuh, dan aktivitas fisik .

Sementara itu menurut Putri dan Rustam (2021) unmodified factor terdiri dari usia,

jenis kelamin dan riwayat DM dalam keluarga.

Unmodified factor merupakan faktor penyebab prediabetes yang tidak dapat

diubah. Menurut American Diabetes Association (2012) usia merupakan salah satu

faktor risiko yang sangat berperan aktif dalam kejadian prediabetes. Seiring
bertambahnya usia seseorang disertai jumlah faktor risiko tambahan maka semakin

tingginya prevalensi prediabetes secara signifikan. Menurut Pongoh,dkk (2020)

mengatakan bahwa pertambahan usia akan mengalami yang namanya perubahan

akan fisiologis seperti fungsi hati, fungsi pankreas dalam memproduksi insulin,

adenohipofisis dan adrenal yang mana dapat menganggu pengaturan kadar gula

dalam darah.

Keturunan DM atau riwayat keluarga penderita DM merupakan salah satu

faktor risiko seseorang akan menderita prediabetes. Faktor genetik yang

menyebabkan DM berdampak pada resistensi insulin dan resistensi insulin

merupakan keadaan berkurangnya kemampuan insulin dalam menurunkan kadar

glukosa dalam darah (Babanejad et al., 2015). Riwayat DM pada keluarga dilihat

dari saudara sedarah seseorang yang didiagnosis mengidap DM baik yang hidup

maupun sudah meninggal, seperti ayah, ibu, saudara laki-laki, saudara perempuan

dan anak. Seseorang yang memiliki riwayat DM di keluarga memiliki 3 – 4 kali lebih

berisiko menderita prediabetes dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki

riwayat pada keluarganya dan resiko ini akan meningkat seorang dengan jumlah

banyaknya saudara kandung yang mengidap DM (Zhang, dkk 2015a)

Jenis kelamin adalah salah satu faktor yang mempengaruhi resistensi insulin

(Heine et al., 2019). Dalam penelitian Amalia, dkk (2021) mengatakan bahwa dari

56 orang responden yang kebanyakan berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 29

responden (51,8%) yang menunjukkan bahwa perempuan paling banyak menderita

diabetes sebanyak (58%).


Berbeda halnya dengan unmodified factor diatas modified factor merupakan

faktor penyebab prediabetes yang dapat kita ubah dan dapat dikendalikan. Menurut

penelitian Noventi dan Khafid (2019) menyebutkan bahwa orang dengan obesitas

memiliki prevalensi prediabetes lebih besar. Berdasarkan penelitian yang dilakukan

Lorga, dkk (2012) memperlihatkan data sebesar 24,5 % responden dengan IMT lebih

dari normal yang mengalami prediabates dan berdasarkan uji bivariat yang

menghasilkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara IMT ≥ 25 kg/m 2 )

sebagai faktor penyebab kejadian prediabetes.

Kemudian penelitian yang dilakukan Iz dan Maindi (2015) mengatakan bahwa

adanya hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan prediabetes.

Menurut Sukenty, dkk (2018) kebiasaan merokok bisa meningkatkan kejadian

prediabetes. Perokok mengalami paparan radikal bebas yang tinggi dan kandungan

antioksidan di plasma nya rendah dibandingkan dengan seseorang yang tidak

merokok dan mengakibatkan kerusakan metabolisme dan ini sebagai pencetus

resistensi insulin, apabila tidak terkontrol maka akan mengakibatkan prediabetes

(Sukenty et al., 2018).

Menurut Zhang, dkk (2015) mengatakan bahwa pola diet yang berhubungan

dengan prediabetes adalah pola konsumsi buah dan sayur, dan pola memakan jeroan

dan juga memakan makanan cepat saji. Menurut Boeing, dkk (2012) pola diet buah

dan sayur bisa menurunkan risiko diabetes mellitus yang dikarenakan kelompok

pangan tersebut memiliki serat yang tinggi hingga menurunkan risiko berat badan

berlebih yang mana obesitas termasuk faktor risiko untuk mengalami prediabetes.
Sedangkan menurut Naughton, dkk (2019) menunjukkan data proporsi kejadian

prediabetes pada seseorang yang pola dietnya tidak beragam yaitu sebesar 14,5%.

Aktivitas fisik merupakan salah satu dari faktor risiko independen untuk penyakit

kronis yang diperkirakan menyebabkan kematian secara dunia dan kurangnya

aktivitas cenderung akan menyebabkan resistensi akan insulin dan prediabetes

(Sipayung et al., 2017). Menurut Rahmayani (2016) resistensi insulin merupakan

kondisi berkurangnya kondisi sensitif pada insulin yang mana dalam menurunkan

kadar glukosa darah dengan menstimulasi glukosa yang dipakai di jaringan otot dan

lemak dan glukosa produksinya di tekan oleh hati. Resistensi insulin yang berikatan

dengan kurangnya aktivitas fisik dan memicu terjadinya penyakit DM.

Stress psikologi merupakan salah satu faktor risiko dari diabetes mellitus yang

dapat dimodifikasi dan harus menjadi sebuah perhatian besar untuk masa depan

(ADA, 2018). Menurut Siregar dan Hidajat (2017) mengatakan bahwa setiap

aktivitas sehari-hari dapat menyebabkan tekanan psikologis dan idealnya tubuh

manusia bisa mentoleransi stress fisiknya, emosionalnya ataupun mentalnya dalam

jangka waktu tertentu, hingga akibat dari stress psikologis dalam jangka waktu yang

panjang ini dapat menyebabkan terjadinya prediabetes (Siregar & Hidajat, 2017).

Kota Padang Panjang merupakan salah satu kota dengan angka kejadian

prediabetes tertinggi di Sumatera Barat. Lembaga kepolisian merupakan salah satu

unit kerja lembaga hukum yang mana rata – rata memiliki umur dalam rentang usia

produktif. Polres Padang Panjang terletak di Pusat Kota Padang Panjang yang
memiliki 4 polsek. Anggota dari Polres Padang Panjang rata-rata dalam rentang usia

produktif. Dari studi pendahuluan yang dilakukan di Polres Kota Padang Panjang

terhadap 7 orang anggota kepolisian yang umumnya berjenis kelamin laki – laki.

Memiliki usia antara 25-40 tahun dan tidak memiliki riwayat keturunan DM.

Didapatkan hasil bahwa 3 responden yaitu dalam rentang 100-125 mg/dl. Sedangkan

itu 4 dari 7 anggota kepolisan tersebut memiliki IMT ≥ 25 kg/m 2 dan 3 dari 7

anggota memiliki kebiasaan merokok. 5 dari 7 anggota kepolisian tersebut

mengatakan memiliki aktivitas yang kebanyakan duduk dan tidak berolahraga secara

teratur dan memiliki pola diet yang salah dan memiliki dan mengatakan memiliki

stress psikologis. Berdasarkan latar belakang diatas peneliti merasa perlu untuk

melakukan penelitian dengan judul ”Gambaran Faktor Risiko Prediabetes pada Usia

Produktif di Kota Padang Pajang Tahun 2022”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan tersebut, maka penulis

tertarik meneliti tentang bagaimana gambaran Faktor Risiko Prediabetes pada Usia

Produktif di Kota Padang Panjang tahun 2022.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui gambaran faktor risiko prediabetes pada usia produktif di Kota

Padang Panjang tahun 2022.


2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui distribusi frekuensi faktor usia pada usia produktif di Kota

Padang Panjang tahun 2022.

b. Mengetahui distribusi frekuensi faktor jenis kelamin pada usia produktif

di Kota Padang Panjang tahun 2022.

c. Mengetahui distribusi frekuensi faktor riwayat keluarga DM pada usia

produktif di Kota Padang Panjang tahun 2022.

d. Mengetahui distribusi frekuensi faktor Indeks Masa Tubuh pada usia

produktif di Kota Padang Panjang tahun 2022.

e. Mengetahui distribusi frekuensi faktor aktivitas fisik pada usia produktif

di daerah Kota Padang Panjang tahun 2022.

f. Mengetahui distribusi frekuensi faktor merokok pada usia produktif di

Kota Padang Panjang tahun 2022.

g. Mengetahui ditribusi frekuensi faktor pola diet pada usia produktif di

Kota Padang Panjang tahun 2022.

h. Mengetahui distribusi frekuensi faktor stress psikologi pada usia

produktif di Kota Padang Panjang tahun 2022.

D. Manfaat penelitian

1. Bagi responden
Melalui penelitian ini dapat menambah wawasan responden dan

pengetahuan responden tentang gambaran faktor resiko prediabetes dan

memberikan motivasi pada responden dalam upaya pencegahan diabetes.

2. Bidang institusi pemerintah

Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber informasi dan

juga dapat memberikan masukan kepada institusi pemerintah ataupun

lembaga yang menangani pelayanan kesehatan agar dapat memberikan

perhatian yang lebih terhadap faktor risiko prediabetes ini.

3. Bidang penelitian

Dari hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagia sumber infornasi

mengenai gambaran faktor risiko prediabetes pada usia produktif dan

nantinya dapat dimanfaatkan sebagai bahan yang dikembangkan untuk

penelitian selanjutnya.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Prediabetes

1. Definisi Prediabetes

Prediabetes adalah suatu keadaan dimana terjadinya gangguan toleransi

glukosa atau gangguan glukosa puasa yang mana kondisi di mana nilai

glukosa darah lebih tinggi dari biasanya, tetapi tidak cukup tinggi untuk

diklasifikasikan sebagai diabetes (Okosun & Lyn, 2015). Menurut American

Diabetes Association (2018) prediabetes adalah individu yang kadar

glukosanya tidak memenuhi kriteria untuk mengidap diabetes akan tetapi

terlalu tinggi untuk dianggap normal. Keadaan toleransi glukosa terganggu

(TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT) atau kadar HbA1c sesuai

dengan keadaaan peningkatan risiko akan terjadinya DM yang mana

merupakan manifestasi dari terjadinya prediabetes. Seiring dengan terus

berkembangnya kejadian prediabetes ini menjadi diabetes mellitus yang

konkrit, dan sehingga angka dari morbiditas dan mortalitas terkait akan

diabetes dan komplikasinya akan terus mengalami peningkatan.

Menurut PERKENI (2019) prediabetes ialah istilah yang digunakan untuk

menggambarkan hemoglobin terglikasi atau glukosa darah diatas normal,

akan tetapi tidak cukup tinggi untuk memenuhi kriteria diabetes dimana
keadaan toleransi glukosa terganggu (TGT) dan / atau glukosa darah puasa

terganggu (GDPT) atau HbA1c sesuai peningkatan risiko DM yang mana

merupakan manifestasi terjadinya prediabetes. Dengan tingginya prevalensi

kejadian prediabetes menjadi diabetes mellitus yang semakin tampak nyata

hingga angka morbiditas dan mortalitas dengan diabetes dan juga beserta

komplikasinya.

2. Epidemiologi Prediabetes

Menurut International Diabetes Federation (2017) pada tahun 2030

diperkirakan sekitar 398 juta orang di dunia akan mengalami prediabetes.

Sedangkan menurut Aschner (2017) mengatakan prevalensi tolensi glukosa

terganggu mencapai 16,7% dan pada tahun 2045 diperkirakan angkanya akan

turun hingga menjadi 15,9%. Data dari Riskesdas (2018) menunjukkan

bahwa angka prediabetes di Indonesia cukup tinggi yaitu pada keadaan

glukosa darah puasa terganggu (GDPT) sebesar 26,3% dan pada keadaan

toleransi glukosa terganggu (TGT) sebesar 30,8%. Pada Sumatera Barat

didapatkan prevalensi prediabetes yaitu sebesar 1,8%..

3. Kriteria Prediabetes

Kriteria prediabetes dapat di tentukan dengan menggunakan glukosa

plasma puasa atau toleransi glukosa oral. Glukosa plasma puasa sering

dilakukan setelah puasa semalam minimal 8 jam sementara tolerasi glukosa

oral diukur setelah puasa semalam minimal 8 jam, sementara toleransi

glukosa oral diukur setelah puasa semalam dan 75 g glukosa dalam air.
Prediabetes didefinisikan sebagai gula darah puasa antara 100 dan 125 mg/dl

dan / atau kadar toleransi glukosa oral antara 140 dan 199 mg/dl (Okosun &

Lyn, 2015)..

Menurut PERKENI (2019) kriteria prediabetes meliputi toleransi

glukosa terganggu (TGT) dan glukosa darah puasa terganggu (GDPT).

Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT) adalah dimana hasil glukosa

plasma puasa antara 100-125 mg/dl dan pemeriksaan TTGO glukosa plasma

2 jam <140 mg/dL dan Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) adalah hasil

pemeriksaan glukosa plasma 2 jam setelah TTGO antara 140-199 mg/dl dan

glukosa plasma puasa <100 mg/dL. Diagnosis prediabetes juga dapat

ditegakkan melihat hasil dari pemeriksaan HbA1c yang menunjukkan hasil

5,7-6,4% .

4. Manifestasi Klinis Prediabetes

Manifestasi klinis pada prediabetes tidaklah sama dengan manifestasi

klinis seperti DM. pada DM didapati keluhan yang khas seperti polifagia,

polydipsia dan polyuria serta adanya penurunan BB dan sedangkan pada

prediabetes keluhan tersebut tidak ditemukan. Pada prediabetes yang dapat

ditemukan adalah meningkatnya kadar glukosa darah puasa dan kadar

glukosa darah 2 jam setelah makan diatas normal tetapi tidak sampai pada

keadaan kondisi diabetes mellitus (ADA, 2018).

5. Screening Prediabetes
Screening pada individu prediabetes sangat penting dilakukan untuk

dapat mendeteksi lebih awal sehingga dapat dilakukan pengobatan sedini

mungkin untuk mencegah terjadinya komplikasi. Screening merupakan

intervensi yang sangat efektif dalam mencegah berkembangnya prediabetes

menjadi diabetes mellitus dan mencegah terjadinya komplikasi (Karot et al.,

2020). Screening yang dilakukan pada kelompok yang berisiko tinggi pada

dewasa tanpa keluhan DM untuk menegakkan prediabetes sebagai berikut

(ADA, 2019):

Kelompok dengan IMT ≥ 23kg/m2 dan disertai dengan satu atau lebih

dari faktor dibawah ini:

a. Faktor keturunan DM

Riwayat DM pada keluarga dilihat dari saudara sedarah

seseorang yang didiagnosis mengidap DM baik yang hidup

maupun sudah meninggal, seperti ayah,ibu, saudara laki-laki,

saudara perempuan, dan anak. Seseorang yang memiliki riwayat

DM di keluarga memiliki 3 – 4 kali lebih berisiko menderita

prediabetes dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki

riwayat pada keluarganya dan resiko ini akan meningkat seorong

dengan jumlah banyaknya saudara kandung yang mengidap DM

b. Bagian dari ras/etnis tertentu


Beberapa ras tertentu seperti suku Indian di Amerika,

Hispanik dan orang Amerika di Afrika mempunyai risiko lebih

besar terkena prediabetes dikarenakan orang dari ras tersebut yang

dulunya adalah seorang pemburu dan petani yang banyak

melakukan aktivitas fisik, namun seiring waktu sumber makanan

lebih banyak dan gerak badannya mulai berkurang sehungga

banyak mengalami obesitas sampai menderita diabetes mellitus

c. Riwayat penyakit kardiovaskuler

Penyakit kardiovaskuler disebut sebagai penyakit yang

menempati urutan pertama penyebab kematian pada pengidab

diabetes. Hubungan serangan jantung dan penyakit diabetes

berawal dari tingginya kadar gula darah pengidapnya. Kadar gula

yang tinggi dan dibiarkan tidak terkontrol bisa meningkatkan

risiko penyakit jantung menyerang.

d. Hipertensi

Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit kronik yang

ditandai dengan adanya hiperglikemi sebagai akibat dari

berkurangnya suatu produksi insulin maupun adanya gangguan

aktivitas dari insulin ataupun keduanya dan apabila tidak dapat

dikelola dengan baik akan mengakibatkan komplikasi yang salah

satunya adalah hipertensi.


e. Trigliserida >250 mg/dL dan atau HDL <35 mg/Dl

Prediabetes merupakan faktor terjadinya arterosklerosis

dimana kadar glukosa yang tinggi akan merangsang pembentukan

glikogen. Sintesis asam lemak dan kolesterol dari glukosa dalam

kadar yang tinggi dan kerja insulin tidak bekerja dengan maksimal

aatau glukosa tidak dapat diserap oleh tubuh maka akan dapat

mempercepat pembentukan trigliserida dalam hati sehingga

trigliserida berkumpul dan menumpuk dalam darah dan pembuluh

darah.

f. Memiliki sindrom polikistik ovarium pada wanita (PCOS)

Sindrom polikistik ovarium adalah gangguan hormonal pada

wanita yang menyebabkan sel telur diproduksi tidak normal, sel

telur yang diproduksi kecil dan tidak dapat matang atau yang

sering disebut “kista”. Wanita dengan PCOS 4 kali lebih rentan

mengembangkan diabetes disebabkan wanita dengan PCOS rentan

mengalami resistensi insulin sehingga tubuh akan mencoba untuk

memproduksi lebih banyak insulin dan dalam keadaaan kadar

insulin yang tinggi menyebabkan ovarium memproduksi terlalu

banyak testosteron yang mengganggu proses ovulasi dan resistensi

insulin juga dapat memicu kenaikan berat badan yang membuat


gejala PCOS makin memburuk dikarenakan lemak tubuh yang

berlebih dan memproduksi lebih banyak insulin.

g. Kurang aktivitas fisik

Aktivitas fisik ialah keseluruhan gerakan tubuh yang

dihasilkan oleh otot-otot rangka yang memerlukan energi.

Kurangnya aktivitas fisik merupakan salah satu dari faktor risiko

independen untuk penyakit kronis yang diperkirakan

menyebabkan kematian secara dunia dan kurangnya aktivitas

cenderung akan menyebabkan resistensi akan insulin dan

prediabetes

h. Keadaan klinis lain seperti obesitas berat

1) Pasien dengan prediabetes dengan nilai GDPT atau

TGT ;HbA1c≥5,7% harus melakukan pemeriksaa pada setiap

tahun.

2) Wanita dengan diagnosis DMG rutin melakukan pemeriksaan

selama 3 tahun sekali seumur hidup

3) Jika hasil dalam keadaan normal, pemeriksaan dapat diulang

minimal setahun sekali dengan memperhatukan kemungkinan

pemeriksaan yang lebih sering tergantung status resiko dan

juga hasil dari pemeriksaan awal


6. Patofisiologi Prediabetes

Patofisiologi dari prediabetes adalah impaired fasting glucose (IFG)

dan impaired glucose tolerance (IGT) diamana terganggunya sekresi insulin

yang di stimulasi oleh kadar glukosa. Dengan muncul resitensi insulin

kemudian adanya peningkatan sekresi insulin yang merupakan suatu proses

untuk mengkompensasi resistensi insulin dan keadaan kadar gula darah

dalam rentang normal. Akan tetapi dalam lama-kelamaan sel –sel tersebut

tidak mampu lagi dalam mengkompensasi keadaan tersebut dan terjadilah

peningkatan kadar gula darah dan menurunnya fungsi sekresi sel (Eikenberg

& Davy, 2013;Kacker et al., 2018)

Dalam kondisi dimana terjadinya peningkatan kadar gula darah dan

penurunan fungsi sel maka diagnosis DM sudah dapat ditegakkan. Mulanya

tubuh sudah mampu untuk mengkompensasi pada fase prediabetes, tidak ada

tanda dan gejala yang khusus yang dialami penderita prediabetes akan tetapi

jika sudah berlanjut ke tahap diabetes mellitus makan akan timbul keluhan

seperti polifagia, polydipsia dan polyuria dan adanya penurunan BB sebagai

dampak tingginya kadar gula darah (ADA , 2012;Kacker et al., 2018)

B. Faktor Risiko Prediabetes

Menurut Putri dan Rustam (2021) beberapa faktor risiko yang dapat

menyebabkan prediabetes dibagi menjadi dua yaitu, modified factor dan unmodified

factor. Seperti pola makan, pola istirahat, pola aktivitas dan manajemen stress. serta
unmodified factor seperti usia, jenis kelamin, riwayat DM dalam keluarga. Menurut

Lorga, dkk (2012) faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian prediabetes

terdiri menjadi 2 faktor yaitu faktor yang dapat diubah dan yang tidak dapat diubah,

dimana faktor yang dapat diubah seperti indeks masa tubuh (IMT), lingkar pinggang,

hipertensi, perilaku merokok, konsumsi alkohol, aktivitas fisik serta pola diet.

Sementara itu menurut Putri dan Rustam (2021) unmodified factor terdiri dari usia,

jenis kelamin dan riwayat DM dalam keluarga. Berikut merupakan penjelasan dari

masing – masing faktor penyebab prediabetes.

1. Unmodified factor

a. Usia

Menurut American Diabetes Association (2012) usia

merupakan salah satu faktor risiko yang sangat berperan aktif dalam

kejadian prediabetes. Angka kejadia prediabetes dapat mengalami

kenaikan seiring dengan bertambahnya usia seseorang. Dalam 10

tahun belakangan di dapati kejadian diabetes mellitus pada usia yang

smekain muda terutama di beberapa negara yang telah terjadinya

berbagai ketidak seimbangan antara pengeluaran dan asupan energy

yang di peroleh (Persedia & Perkeni, 2019)

Berdasarkan penelitian Pongoh,dkk (2020) mengatakan bahwa

hal tersebut dapat disebabkan pertambahan usia akan mengalami yang

namanya perubahan akan fisiologis seperti fungsi hati, fungsi

pancreas dalam memproduksi inslin, adenohipofisis, dan adrenal yang


mana dapat menganggu pengaturan kadar gula dalam darah.

Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan oleh Amalia,dkk

( 2021) menunjukkan hasil bahwa dari 56 responden yang

kebanyakan dalam rentang usia 36-45 tahun sebanyak 23 responden

(41,1%) dan responden ,dan paling banyak responden yang berusia26-

30 tahun ( 60 %). Hal ini dikarenakan semakin bertambahnya usia,

maka terjadi penurunan fungsi organ tubuh, termasuk organ pancreas

sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan kadar gula darah.

b. Riwaya keluarga DM

Keturunan DM atau riwayat keluarga penderita DM

merupakan salah satu faktor risiko seseorang akan menderita

prediabetes. Faktor genetik yang menyebabkan DM berdampak pada

resistensi insulin, resistensi insulin merupakan keadaan berkurangnya

kemampuan insulin dalam menurunkan kadar glukosa dalam darah.

Riwayat DM pada keluarga dilihat dari saudara sedarah seseorang

yang didiagnosis mengidap DM baik yang hidup maupun sudah

meninggal, seperti ayah,ibu, saudara laki-laki, saudara perempuan,

dan anak. Seseorang yang memiliki riwayat DM di keluarga memiliki

3 – 4 kali lebih berisiko menderita prediabetes dibandingkan dengan

orang yang tidak memiliki riwayat pada keluarganya dan resiko ini

akan meningkat seorong dengan jumlah banyaknya saudara kandung

yang mengidap DM (Zhang, dkk 2015a)


Berdasarkan hasil penelitian cross- sectional yang dilakukan

oleh Zhang ,dkk (2015b) mengatakan proporsi prediabetes pada

orang yang memiliki keturunan dari keluarga DM yaitu sebesar

38,4%. dan hasil uji bivariatnya nya menghasilkan ada hubungan

signifikan antara riwayat DM pada keluarga sebagai faktor

prediabetes dan juga keturunan DM memiliki resiko mengalami

prediabets senilai 4,6 kali dibandingkan orang yang tidak memiliki

keturnan DM dengan (95%CI, 1,81-11,71).

c. Jenis Kelamin

Jenis kelamin adalah salah satu faktor yang mempengaruhi

resistensi insulin. Perempuan memiliki risiko lebih besar terjadinya

mengalami diabetes mellitus dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini

disebabkan karena perempuan memiliki peluang indeks masa tubuh

lebih besar atau obesitas dibandingkan dengan laki –laki dan juga

dikarenakan akibat proses hormon, sindrom siklus bulanan, pasca

menopause yang mengakibatkan terjadinya distribusi lemak tubuh

mudah terakumulasi hingga terjadi resistensi insulin (Harreiter &

Kautzky-Willer, 2018). Dalam penelitian Amalia,dkk (2021)

mengatakan bahwa dari 56 orang responden yang kebanyakan

berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 29 responden (51,8%)

yang menunjukkan bahwa perempuan paling banyak menderita

diabetes sebanyak (58%).


Sementara itu penelitian cross-sectional oleh Lorga,dkk (2012)

menyatakan jenis kelamin perempuan mempunyai risiko 2 sampai 3

kali mengalami risiko prediabetes dibandingkan jenis kelamin laki-

laki dengan (95$ CI, 1,49 -4,44). Menurut Alonso-

Magdalena ,dkk( 2008) menyatakan adanya reseptor hormone

estrogen atau hormone saat wanita mengalami siklus menstruasi, ERα

dan ERβ pada sel β pancreas, yang mana meningkatkan insulin. Ini

disebabkan insulin dipengaruhi oleh hormone estrogen dan juga

progesterone yang bersifat antagonis terhadap kadar gula darah. Hal

ini disebabkan karena reseptor dari hormone estrogen pada sel β

pancreas yang menyebabkan pelepasan insulin dimana insulin ini

ialah hormone utama dalam homoestasis glukosa dalam darah

sehingga dapat disimpulkan berisiko mengalami resistensi insulin

yang mengakibakan terjadinya kenaikan kadar glukosa darah saat

awal siklus menstruasi.

2. Modified factor

a. Indeks Massa Tubuh

Indeks massa tubuh (IMT) ialah indikator kondisi dimana

tubuh apakah tergolong ideal, underweight atau overweight dengan

perhitungan (BB/TB dalam bentuk kg/m2) dimana indeks massa tubuh

bisa memperkirakan massa tubuh yang termasuk juga didalamnya

seperti lemak dan dengan diketahui IMT seseorang kita bisa


memperkirakan risiko akan kesehatannya (Ii et al., 2018). Indeks

masa tubuh (IMT) lebih dari 24 dianggap kelebihan berat badan dan

lebih dari 30 adalah obesitas (J et al., 2021).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Lorga, dkk (2012)

memperlihatkan data sebesar 24,5% responden dengan IMT lebih dari

normal yang mengalami prediabates dan berdasarkan uji bivariat yang

menghasilkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara IMT ≥

25 kg/m2 ) sebagai faktor penyebab kejadian prediabetes. Sementara

itu menurut Amalia, dkk (2021) dalam penelitiannya mengatakan

dalam pengukuran IMT paling banyak responden dengan kategori

overweight dan normal dengan masing- masing sebanyak 22

responden (39.3%). Hasil penelitian menyatakan bahwa ada hubungan

antara obesitas atau kategori overweight dengan prediabetes. Ketika

seseorang mengalami obesitas atau kelebihan berat badan adanya

penyimpanan lemak yang berlebihan hingga menutup sensitifitas

insulin terhadap glukosa yang mana akan menyebabkan terjadi

hiperglikemi (Astuti, 2019).

Obesitas atau berat badan berlebih merupakan penyebab dari

resistensi insulin tersering yang berhubungan dengan penurunan

reseptor dan gagalnya reseptor setelahnya insulin yang terkatif ketika

insulin berikatan dengan sub unit a. Pengaktivasian ini akan

mengakibatkan aktif nya autofosforilase dan aksi termediasi insulin


untuk mengontrol kadar gula darah. Hiperinsulinemia ini timbul

karena kegagalan dalam menghantarkan sinyak untuk meregulasi

kadar gula darah, gangguan glukosa darah puasa, impaired glucose

tolerance (IGT), dan diabetes (Syafitri et al., 2019).

b. Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik ialah keseluruhan gerakan tubuh yang

dihasilkan oleh otot-otot rangka yang memerlukan energi. Kurangnya

aktivitas fisik merupakan salah satu dari faktor risiko independen

untuk penyakit kronis yang diperkirakan menyebabkan kematian

secara dunia dan kurangnya aktivitas cenderung akan menyebabkan

resistensi akan insulin dan prediabetes (Sipayung et al., 2017).

Menurut Ardiani, dkk (2018) aktivitas fisik adalah keseluruhan

kegiatan yang biasa dilakukan sehari-hari, seperti aktivitas umum,

aktivitas rumah tangga, aktivitas yang berkaitan dengan penggunaan

transportasi, bekerja olahraga dan lain-lain yang dilakukan waktu

senggang dalam 24 jam. Adapun kategori tingkatan aktivitas fisik

berdasarkan nilai PAL:

1) Ringan = 1,40-1,69. Aktivitas ringan seperti tidur, menonton

televisi,mengendarai mobil dan mengerjakan pekerjaan rumah

2) Sedang = 1,70-1,99. Aktivitas sedang seperti jalan santai dan

aerobic dengan intensitas rendah


3) Berat = 2,00-2,40. Aktivitas berat seperti jogging dengan

membawa beban , melakukan pekerjaan non mekanis, berkebun,

bertamasyadan melakukan pekerjaan berat yang lainnya.

Kadar glukosa dalam darah salah satunya dipengaruhi oleh

fungsi adrenal. Saat seseraorang melakukan aktivitas fisik sama

artinya melatih kontraksi otot. Kontraksi otot dapat menyebabkan

glukosa lebih banyak masuk ke dalam sel, tanpa bantuan insulin.

dan pada pasien diabetes mellitus sangat dianjurkan untu

melakukan olahraga secara teratur tidak begitu banyak

memperlukan insulin (Karmilah, 2018). Resistensi insulin

merupakan kondisi berkurangnya kondisi sensitif pada insulin

yang mana dalam menurunkan kadar glukosa darah dengan

menstimulasi glukosa yang dipakai di jaringan oto dan lemak dan

glukosa produksinya di tekan oleh hati. Resistensi insulin yang

berikatan dengan kurangnya aktivitas fisik dan memicu terjadinya

penyakit DM (Utara, 2016).

Melakukan aktivitas fisik maupun latihan fisik juga sangat

dianjurkan di dalam penatalaksanaan prediabetes. Aktivitas fisik

yang mencakup akan keseluruhan semua aktivitas yang

melibatkan anggota badan, sedangkan latihan fisik lebih kepada

yang terstruktur dan direncanakan. Kegiatan ini sangat penting

untuk menggapai serta mempertahankan penurunan berat badan


selain itu juga menurunkan tekanan darah, memperbaiki akan

resistensi insulin dan dyslipidemia. dan dengan meningkatkan

aktivitas fisik juga akan dapat meningkatkan kerja dari

metabolisme jaringan di otot dan peningkatan kesehatan sistem

peredaran darah secara umum dan meningkatnya aktivitas fisik

sangat berpengaruh pada penurunan kadar glukosa darah setelah 2

jam makan dan juga sangat berperan aktif dalam mengendalikan

glukosa darah terutama setetlah pembebanan glukosa (Persedia &

Perkeni, 2019)

Penelitian yang dilakukan Diabetes Prevention Program

menganjurkan kepada individu yang menderita prediabetes untuk

melakukan latihan fisik dengan latihan fisik sedang yang dapat

memperbaiki kadar glukosa darah. Pasien prediabetes yang

melakukan aktivtas fisik dengan intensitas sedang minimal selama

150 menit dalam satu minggu, contohnya jalan cepat, dapat

memperlihatkan manfaat dalam memperbaiki sensitivitas insulin

dan juga kadar glukosa darah (Ng Chee Ping, 2013). Sementara

itu menurut Amalia, dkk (2021) menunjukkan bahwa dari 56

responden yang kebanyakan memilki riwayat aktivitas lebih dari

150 menit dalam seminggu sebanyak 34 responden (60,7%) dan

penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh


usman (2020) bahwa antara kebiasaan olahraga dengan penyakit

DM sebesar 76,7%

c. Riwayat Merokok

Kebiasaan merokok bisa meningkatkan kejadian prediabetes.

Perokok mengalai paparan radikal bebas yang tinggi dan kandungan

antioksidan di plasma nya rendah dibandingkan dengan seseorang

yang tidak merokok. dan ini mengakibatkan kerusakan metabolisme

dan ini sebagai pencetus resistensi insulin dan apabila tidak terkontrol

makan akan mengakibatkan prediabetes (Sukenty et al., 2018).

Perokok berisiko 3,4 kali mengalami prediabetes dibandingkan

dengan orang yang tidak merokok. Hubungan antara merokok dan

peningkatan kadar glukosa darah diperantarai oleh stress oksidatif dan

mengakibatkan kadar epinefrin dan norepinefrin dan akan

mengakibatkan aktivasi sistem saraf simpatis dan epinefrin berfungsi

secara khusus untuk meningkatkan kadar glukosa dalam plasma

selama waktu stress dan juga meningkatkan asam lemak dalam

plasma (Vu et al., 2014).

Menurut penelitian Bermudez, dkk. (2016) menunjukkan

bahwa data kejadian prediabates pada orang yang merokok sebesar

22,8%. Sedangkan penelitian yang dilakukan Binh, dkk (2012) dan

Lorga, dkk (2012) yang mengatakan bahwa tidak adanya hubungan

yang signifikan antara status merokok dengan kejadian prediabetes.


d. Pola Diet

Menurut Frank, dkk (2014) pola diet adalah salah satu faktor

risiko yang yang berhubungan dengan prediabetes. Pola diet dapat

kita lihat melalui keragaman konsumsi pangan yang merupakan

metode kualitatif untuk mengukur konsumsi makanan yang bisa kita

lihat dari jenis-jenis makanan atau pangan yang kita konsumsi pada

seseorang maupun keluarga, dan juga dapat memperlihatkan

kecukupan dari zat gizi yang dikonsumsi individu. indicator

keragaman bisa dinilai dari 9 kelompok pangan yang dikonsumsi,

seperti kelompok sereal dan umbi-umbian, daging hewani, daging

organ dalam, susu dan olahannya, telur, kacang-kacangan, sayuran

berdaun hijau gelap,buah dan sayuran sumber vitamin A, serta buah-

buahan dan sayuran lainnya.

Seseorang yang memiliki pola diet yang tidak beragam lebih

berisiko mengalami obesitas yang mana merupakan salah satu risiko

dari prediabetes, dibanding dengan orang yang mempunyai pola diet

yang sangat beragam (Azadbakht & Esmaillzadeh, 2012). Penelitian

cross-sectional yang dilakukan Zhang, dkk ( 2015) menyebutkan

bahwa pola diet daging jeroan dan makanan cepat saji berhubungan

dengan kejadian prediabetes. Sedangkan menurut Naughton, dkk

(2019) menunjukkan data proporsi kejadian prediabetes pada

seseorang yang pola dietnya tidak beragam yaitu sebesar 14,5%


Menurut Boeing, dkk (2012) pola diet buah dan sayur bisa

menurunkan risiko diabetes mellitus yang dikarenakan kelompok

pangan tersebut memiliki serat yang tinggi hingga menurunkan risiko

berat badan berlebih yang mana obesitas termasuk faktor risiko untuk

mengalami prediabetes.

e. Stres Psikologi

Stress psikologi merupakan salah satu faktor risiko dari

diabetes mellitus yang dapat dimodifikasi dan harus menjadi sebuah

perhatian besar untuk masa depan (ADA, 2018). Setiap aktivitas

sehari-hari dapat menyebabkan tekanan psikologis dan idealnya tubuh

manusia bisa mentoleransi stress fisiknya, emosionalnya ataupun

mentalnya dalam jangka waktu tertentu, hingga akibat dari stress

psikologis dalam jangka waktu yang panjang ini dapat menyebabkan

terjadinya prediabetes (Siregar & Hidajat, 2017). Dalam penelitian

lain juga mengatakan bahwa seseorang yang mengalami stress

psikologis yang tinggi 33% lebih berisiko mengalai gangguan

metabolisme termasuk prediabetes dibandingkan dengan orang yang

tingkat stress nya rendah. Stress psikologis akan menyebabkan

meningkatnya kadar hormone fight-or-flight yang bisa mengakibatkan

tubuh melepaskan energi yang lebih dalam bentuk glukosa dan lemak

untuk sel.
Menurut Putri dan Rustam (2021) dalam penelitiannya

menyebutkan dari 3 pengukuran tingkat stress psikologis dari risiko

DM dan menyimpulkan bahwa adanya hubungan antara stress dengan

resiko prediabetes dalam 10 tahun kedepan. Dalam penelitiannya

menyebutkan jika seseorang yang tidak bisa dalam mengontrol

stresnya untuk waktu yang lama bisa mengakibatkan memicu

terkenanya prediabetes. Menurut Ardiani, dkk (2018) dalam

penelitiannya menyebutkan bahwa adanya bukti bahwa tingkat stress

dapat menjadi faktor isiko kejadian prediabetes. Dengan tingkat stress

pada kuartil 2 dan 3 yang memiliki risiko 4,12 kali dan 5,64 kali lebih

besar dibandingkan dengan kelompok pembanding. Hasil

penelitiannya sesuai dengan penelitian kohort yang mengemukakan

bahwa wanita dengan tingkat stress sedang dan juga tinggi memiliki

risiko 2-3 kali lipat menderita prediabetes.

C. Prediabetes pada Usia Produktif

1. Definisi Usia Produktif

Usia produktif adalah rentangan usia dimana orang tersebut dapat

bekerja dan membiayai kehidupannya sendiri (Mihardja, et al., 2014) serta

penduduk yang telah memasuki usia 15-64 tahun ( Badan Pusat Statistik,

2020). Menurut KBBI usia produktif adalah usia ketika seseorang masih

mampu bekerja dan menghasilkan sesuatu yang memiliki rentang usia 15-64

tahun.
2. Prediabetes pada Usia Produktif

Sebuah survey menyatakan bahwa sekitar 20% penderita prediabetes

pada usia produktif meningkat dan sebanyak 1,2% adalah pekerja usia

produktif berusia 15 tahun (IDF, 2017). Menurut data dari Riskesdas (2018)

prevalensi penderita prediabetes pada umur 15-24 tahun sebesar 21,2 pada

umur 25-34 tahun sebesar 27,2 pada umur 45-54 tahun sebesar 32,4 dan pada

umur 55-64 tahun adalah sebesar 34,2 dari yang melakukan tes toleransi

glukosa oral (TTGO). Pada penelitian Sovia, dkk (2020) menyebutkan

bahwa 19,8% penderita prediabetes berada pada usia ≤ 45 tahun. Dalam

penelitian Amalia, dkk (2021) mengaatakan bahwa dari 56 responden

ayoritas dalam rentang usai 36-45 tahun sebanyak 23 responden (41,1%).

Peneltian ini sejalan dengan Kasengke, dkk (2015) yang menunujukkan

bahwa paling banyak responden berusia 26-30 tahun(60%).


D. Kerangka Teori

Unmodiefied
Modiefied faktor
faktor

1. Jenis kelamin 1. Indeks Masa Tubuh


2. Usia 2. Aktivitas fisik
3. Faktor 3. Merokok
genetik 4. Pola diet
5. Stress psikologi

Sensitivitas insulin
terganggu

Gula darah puasa terganggu


& toleransi glukosa
terganggu

Prediabetes

Jika ditangani dengan Jika tidak ditangani


baik dengan baik

Gula darah normal Resistensi insulin

DM
Gambar 2.1. Kerangka Teori

Sumber: Zhang, dkk (2015); Riskesdas (2018); Tabák, dkk ( 2012); Eikenberg dan Davy ( 2013)
BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah sebuah uraian tentang hubungan atau variabel terkait

dengan masalah penelitian dan hubungannya berdasarkan kerangka teori atau hasil

dari studi sebelumnya sebagai pedoman dari penelitian. Kerangka konsep penelitian

merupakan visualisasi hubungan antara satu konsep dengan konsep yang lainnya,

atau juga variabel yang satu dengan variabel yang lainnya dari masalah yang diteliti.

( Surahman, et al., 2016).

Kerangka konsep dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

Input Proses Output

Individu Prosedur deteksi dini meliputi:


Berisiko jika
usia nilai gula
1. Mengukur nilai gula
produktif darah puasa
darah puasa
2. Memberikan kuisioner 100 – 125
yang berupa mg/ dl
a. Umur
b. Jenis kelamin
c. Riwayat keluarga
DM
d. IMT
e. Aktivitas fisik
f. Merokok
g. Pola diet
h. Stress psikologi

Gambar 3.1. Kerangka Konsep


BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

kuantitatif dengan menggunakan metode deskriptif yang bertujuan untuk

mengetahui gambaran faktor risiko prediabetes pada usia produktif.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Polres Padang Panjang, waktu penelitian

ini dilaksanakan pada bulan juni 2016.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi ialah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek

yang mana memiliki kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan

peneliti untuk dipelajari dan diambil kesimpulannya (Sugiyono, 2016).

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh anggota kepolisian berusia

produktif yang aktif berkerja di Polres Padang Panjang tahun 2022 yang

berjumlah 293 orang

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari anggota populasi yang diambil dengan

cara tertentu untuk dikenai pengukuran. Teknik pengambilan sampel adalah

berbagai cara yang ditempuh untuk pengambilan sampel agar mendapatkan

sampel yang benar-benar sesuai dengan seluruh subjek penelitian tersebut

(Nursalam, 2013). Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah


teknik purposive sampling. Teknik tersebut merupakan teknik pengumpulan

sampel dimana sampel yang dipilih melalui penetapan kriteria tertentu oleh

peneliti (Swarjana, 2012).

Adapun rumus yang digunakan dalam menentukan jumlah sampel

adalah sebagai berikut:

n= NZ(1-α/2)2P(1-P)

Nd2+Z(1-α/2)2P(1-P)

n = jumlah besar sampel

Z(1-α/2) = nilai sebaran normal baku dengan tingkat kepercayaan 95% (1,96)

P = proporsi kejadian ; P=0,5

d= besar penyimpangan ; d= 0,05

n= 293.(1,96)2.0,5(1-0,5) = 166 responden

293(0,05)2+(1,96)2.0,5(1-0,5)

Menurut rumus mencari besar sampel diatas, maka jumlah sampel

minimum yang dibutuhkan dalam penelitian adalah 166 responden.

D. Kriteria Sampel

1. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah kriteria umum subjek penelitian yang dipakai

sehingga mereka akan memenuhi syarat tertentu yang ditetapkan bisa

dimasukkan sebagai sampel penelitian.


a. Bersedia menjadi responden

b. Berada di tempat penelitian

c. Klien berusia produktif

2. Kriteria Ekslusi

Kriteria eksklusi adalah kriteria yang digunakan sehingga mereka yang sudah

memenuhi syarat inklusi terpaksa dikeluarkan karena tidak tepat untuk diteliti

lebih lanjut.

a. Klien tidak bersedia diteliti

b. Klien menderita penyakit Diabetes Mellitus

E. Definisi Operasional

No Variab Definisi Cara Alat ukur Skala Hasil ukur


el operasional
ukur ukur

1. Prediab Suatu kondisi Pengamb Alat- alat Ordinal 1.Prediabetes,


etes dimana ilan medis jika 100-125
seseorang spesimen untuk mg/dl
dengan kadar darah pengambil 2.Non
glukosa darah respon an prediabetes, jika
yang tidak spesimen < 100 mg/dl
memenuhi darah
kriteria
diabetes
mellitus
namun cukup
tinggi untuk
bisa dikatakan
normal
2. Usia Masa hidup Mengisi Kuisioner Ratio Umur responden
responden kuisioner dalam tahun
dalam tahun
dengan
pembulatan
ke bawah atau
umur pada
waktu ulang
tahun yang
terakhir
3. Jenis Perbedaan Mengisi Kuisioner Nomin 1.Perempuan
kelami seks yang di kuisioner al 2.Laki-laki
n dapat sejak
lahir yang
dibedakan
antara laki-
laki dan
perempuan
4. Riwaya Ada atau Mengisi Kuisioner ordinal 1.ada riwayat
t tidaknya kusioner keluarga
keluarg keluarga 2.tidak ada
a DM menderita riwayat keluarga
DM
5. Indeks Merupaka Mengisi Kuisioner Ordinal 1.Obesitas,jika
Masa perhitungan kuisioner IMT ≥ 25
Tubuh BB 2.Normal, jika
(kg)/TB2(m). IMT < 25
6. Aktivit Segala Mengisi Kuisioner Ordinal 1.Kurang, jika <
as fisik aktivitas fisik kuisioner 150 menit
yang terus- selama lima hari
menerus dalam seminggu
selama 10 2.Cukup, jika ≥
menit atau 150 menit
lebih dalam selama lima hari
setiap kali dalam seminggu
kegiatan baik
yang
berkaitan
dengan
pekerjaan,
waktu
senggang dan
perjalanan.
7. Meroko Perilaku Mengisi Kuisioner Ordinal 1.merokok
k merokok kuisioner 2.tidak merokok
responden
8. Konsu Perilaku Mengisi Food Ordinal 1.lebih dari 60%
msi responden kuisioner frequency konsumsi
karbohi dalam questioner keseluruhan
drat mengkonsums 2.kurang dari 60
i karbohidrat % konsumsi
legih dari keseluruhan
frekuensi dan
jumlah yang
dianjurkan
selama 1
bulan terakhir
9. Konsu Perilaku Mengisi Food Ordinal 1.>25% dari
msi responden kuisioner frequency kebutuhan
lemak dalam questioner energy total
mengkonsums 2.<25% dari
i lemak lebih kebutuhan
dari frekuensi energy total
dan jumlah
yang
dianjurkan
selama 1
bulan terakhir
10. Konsu Perilaku Mengisi Food Ordinal 1.≤3 porsi/hari
msi responden kuisioner frequency 2.≥3 porsi/hari
buah dalam questioner
dan mengkonsums
sayur i buah dan
sayur dalam 1
bulan terakhir
11. Stress Suatu keadaan Mengisi Kuisioner Ordinal 1.Stress
psikolo non spesifik kuisioner 2.Tidak stress
gi yang dialami
responden
dalam
menghadapi
situasi hidup
sehari-hari.

F. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui individu sehat yang berisiko

tinggi prediabetes. Instrumen yang digunakan di dalam penelitian ini berupa

kuisioner baku Riskesdas 2018 dan Food Frequency Questionnaire (FFQ) untuk

pola diet, dimana jenis makanan yang dipilih disini berdasarkan peneitian yang

telah dilakukan sebelumnya. Penilaian stress yang dialami dilakukan

menggunakan skala likert.

G. Uji Validitas dan Reabilitas

Validitas menunjukkan ketepatan pengukuran suatu instrument, artinya suatu

instrument dinyatakan valid apabila instrument itu mengukur apa yang

seharusnya diukur (Dharma, 2011). Validitas adalah suatu indeks yang

menunjukkan alat ukur itu benar- benar mengukur apa yang di ukur.

Realibilitas instrument adalah tingkat konsistensi hasil yang dicapai oleh

sebuah alat ukur, meskipun digunakan secara berulang-ulang pada subjek yang

sama atau berbeda. Instrument yang akan dibagikan pada responden sudah di uji

validitas dan realibitasnya oleh peneliti sebelumnya. Berdasarkan uji validitas

oleh Fujiati dkk 2017 didapatkan hasil konsistensi validitas atau validitas baik

dengan nilai 0,693 sedangkan reliablitas dengan nilai 0,646 dan sudah dinyatakan

signifikan untuk Indonesia Prediabetes Risk Score (Fujiati, 2017)

H. Etika Penelitian
Peneliti mengambil surat pengantar dari Universitas Mohammad Natsir

Bukittinngi. Peneliti meminta ijin untuk mengadakan penelitian di Polres Padang

Panjang tahun 2022. Sebelum penelitian, semua responden diberi informasi

tentang tujuan penelitian, dampak dari penelitian, serta kerahasian data yang

dijawab sehingga terjadi suatu kerjasama yang baik antara peneliti dengan

responden. Peneliti melakukan peneltian dengan menekankan kode etik sebagai

berikut:

1. Informed concent

Peneliti meminta persetujuan responden untuk berpartisipasi dalam

penelitian dan responden berhak untuk menolak. Peneliti harus

menghormati itu.

2. Anonymity

untuk menjaga kerahasiaan di lembar kuisioner, peneliti hanya

mencantumkan nomor responden sebagai kode. Sedangkan pada lembaran

informed concent responden wajib menulis identitas yang benar.

3. Confidentiality

Peneliti akan menjaga keamanan dan kerahasiaan informasi yang sudah

diberikan oleh responden dan hanya akan digunakan untuk tujuan

penelitian.

4. Maleficiency
Penelitian ini menggunakan keamanan prosedur yang tidak membahayakan

bagi responden. Karena penelitian ini hanya menggunakan kuisioner yang

diisi berdasarkan keadaan responden.

5. Kejujuran

Peneliti melakukan pengumpulan bahan pustaka sesuai dengan yang

peneliti cari dan miliki. Peneliti melaksanakan metode dan prosedur

penelitian sesuai dengan proposal yang sudah disetujui, serta jujur dalam

mempublikasikan haasil sesuai dengan yang didapatkan. Penelitian ini

memiliki kekurangan namun metode penelitian ini berhasil dilakukakan

dengan baik.

6. Autonomy

Responden bebas menentukan keputusan sendiri apakah bersedia ikut

menjadi responden dalam penelitian ini atau tidak. Peneliti tidak memaksa

jika responden tidak bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.

7. Justice

Peneliti memilih responden dalam penelitian ini berdasarkan kriteria inklusi

yang telah ditetapkan.

I. Metode Pengumpulan Data

1. Jenis Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berasal dari data primer

yaitu data yang didapat dari wawancara pada responden dengan instrument

lembar kuisioner yang berkaitan dengan gambaran faktor risiko prediabetes.

2. Cara Pengumpulan Data

Langkah-langkah pengumpulan data dalam penelitian ini adalah:

a. Mengajukan surat izin untuk pengambilan data awal di Polres Padang

Panjang pada pihak Universitas Mohammaad Natsir Bukittinggi.

b. Menyerahkan surat izin pengambilan data awal ke Polres Padang

Panjang.

c. Mengambil data awal pada tanggal…….. di Polres Padang Panjang

d. Memilih responden dengan cara:

1). Menentukan responden berdasarkan kriteria yang diinginkan peneliti

2). Memberikan penjelasan penelitian kepada responden mengenai tujuan

dan prosedur penelitian yang dilakukan.

3). Meminta persetujuan pada responden agar dapat berpartisipasi sebagai

responden penelitian dengan menandatangani lemabar persetujuan yang

disediakan.

e. Peneliti akan dibantu beberapa orang asistem penelitian dalam pembagian

kuisioner

f. Penyebaran kuisioner

1). Memperkenalkan diri peneliti pada responden


2). Menjelaskan tujuan penelitian

3). Meminta persetujuan responden.

4). Jika responden setuju, meminta responden untuk menandatangani

informed concent

5). Menjelaskan cara pengisian kuisioner

6). Setelah responden mengalami kesulitan dalam pengisian kuisioner, maka

peneliti bersedia melakukan wawancara sesuai kusioner yang ada.

7.) Jika responden mengalami kesulitan dalam pengisian kuisioner, maka

peneliti bersedia melakukan wawancara sesuai kuisioner yang ada.

8). Setelah kuisioner terisi sesuai dengan yang diharapkan, peneliti

mengucapkan terimakasih kepada responden.

9). Penyebaran kuisioner berakhir jika jumlah responden sudah mencukupi

sampel yang dibutuhkan dalam penelitian, data di periksa kembali dan

ditabulasi ke master table

10). Dilakukan pengolahan data melalui SPSS

3. Alur Penelitian

Mendapatkan surat pengantar dari ketua


Program Studi S1Keperawatan Universitas
Mohammad Natsir untuk Polres Padang
Panjang untuk melakukan penelitian
Mendapatkan izin dari Polres Padang
Panjang untuk pengambilan data
prediabetes di Polres Padang Panjang

Memberikan informed concent


kepada responden

Melakukan pengumpulan data

Gambar 4.2 Skema Pengumpulan Data

3. Teknik Pengolahan Data

Pengolahan data menurut Notoadmojo (2012) dilakukan secara manual

dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Penyuntingan data (editing)

Melakukan pemeriksaan data hasil jawaban dari kuisioner yang telah

ditanyakan kepada responden dan kemudian dilakukan koreksi

kelengkapan jawabannya. Editing dilakukan di dapangan dalam

pelaksanaan tidak ditemukan kekurangan / kelebihan dari data responden.

b. Pengkodean data (coding)

Pengkodean pada kuisioner yang dilakukan dengan mengubah data

berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan. Koding

atau pemberian kode ini sangat berguna dala memasukan data.

c. Memasukan data (data Entry)


Data entry adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan

kedalam master table atau database computer. Kemudian membuat

distribusi frekuensi sederhana atau bisa dengan membuat table

koningensi.

d. Pembersihan data (cleaning)

Cleaniang data merupakan kegiatan memeriksa kembali data yang suah di

entri, apakah ada kesalahan atau tidak. Kesalahan mungkin terjadi pada

saat meng-entry data ke komputer.

J. Analisa Data

Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa univariat

yang bertujuan untuk menjelaskan distribusi frekuensi setiap variabel penelitian,

antara lain distribusi frekuensi kejadian prediabetes, usia, jenis kelamin,

keturunan DM, IMT, aktivitas fisik, merokok, pola diet, dan stress psikologi.

Hasil dari analisis ini ditampilkan dalam bentuk presentasi yang disajikan dalam

tabel
DAFTAR PUSTAKA

ADA - American Diabetes Association. (2012). Diagnosis of diabetes and


prediabetes. Diabetes Care, 35(1), 11–63.

Alonso-Magdalena, P., Ropero, A. B., Carrera, M. P., Cederroth, C. R., Baquié, M.,
Gauthier, B. R., Nef, S., Stefani, E., & Nadal, A. (2008). Pancreatic insulin
content regulation by the Estrogen receptor ERα. PLoS ONE, 3(4).
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0002069

Amalia, N., Purwanti, O., Ns, M., & Kep, N. (2021). Gambaran Prediabetes Pada
Pegawai Kantor Kementerian Agama Di Boyolali.
http://eprints.ums.ac.id/id/eprint/94864

American Diabetes Association. (2018). Standard medical care in diabetes 2018. The
Journal of Clinical and Applied Research and Education, 41(January).
https://doi.org/10.2337/dc18-Sint01

Ardiani, H., Hadisaputro, S., Lukmono, D. T., Nugroho, H., & Suryosaputro, A.
(2018). Beberapa Faktor yang Berpengaruh terhadap Kejadian Diabetes
Mellitus Tipe 2 pada Wanita Usia Subur (WUS) di RSUD Kota Madiun. Jurnal
Epidemiologi Kesehatan Komunitas, 3(2), 81.
https://doi.org/10.14710/jekk.v3i2.4026

Aschner, P. (2017). New IDF clinical practice recommendations for managing type 2
diabetes in primary care. Diabetes Research and Clinical Practice, 132, 169–
170. https://doi.org/10.1016/j.diabres.2017.09.002

Astuti, A. (2019). Usia, Obesitas dan Aktifitas Fisik Beresiko Terhadap Prediabetes.
Jurnal Endurance, 4(2), 319. https://doi.org/10.22216/jen.v4i2.3757

Azadbakht, L., & Esmaillzadeh, A. (2011). Dietary diversity score is related to


obesity and abdominal adiposity among Iranian female youth. Public Health
Nutrition, 14(1), 62–69. https://doi.org/10.1017/S1368980010000522
Babanejad, M., Asadollahi, K., Najafi, F., Hashemian, A. H., Delpisheh, A., &
Parizad, E. G. (2015). Association of lipid markers and impaired fasting
glucose: A case-control study. Annals of Tropical Medicine and Public Health,
8(5), 182–185. https://doi.org/10.4103/1755-6783.162674

BermAdez, V., & Salazar, J. (2016). Prevalence and Risk Factors associated with
Impaired Fasting Glucose in Adults from Maracaibo City, Venezuela. Journal
of Diabetes & Metabolism, 7(6). https://doi.org/10.4172/2155-6156.1000683

Boeing, H., Bechthold, A., Bub, A., Ellinger, S., Haller, D., Kroke, A., Leschik-
Bonnet, E., Müller, M. J., Oberritter, H., Schulze, M., Stehle, P., & Watzl, B.
(2012). Critical review: Vegetables and fruit in the prevention of chronic
diseases. European Journal of Nutrition, 51(6), 637–663.
https://doi.org/10.1007/s00394-012-0380-y

Care, D., & Suppl, S. S. (2019). 3. Prevention or delay of type 2 diabetes: Standards
of medical care in diabetesd2019. Diabetes Care, 42(January), S29–S33.
https://doi.org/10.2337/dc19-S003

Eikenberg, J. D., & Davy, B. M. (2013). Prediabetes: A Prevalent and Treatable, but
Often Unrecognized, Clinical Condition. Journal of the Academy of Nutrition
and Dietetics, 113(2), 213–218. https://doi.org/10.1016/j.jand.2012.10.018

Frank, L. K., Kröger, J., Schulze, M. B., Bedu-Addo, G., Mockenhaupt, F. P., &
Danquah, I. (2014). Dietary patterns in urban Ghana and risk of type 2 diabetes.
British Journal of Nutrition, 112(1), 89–98.
https://doi.org/10.1017/S000711451400052X

Harreiter, J., & Kautzky-Willer, A. (2018). Sex and gender differences in prevention
of type 2 diabetes. Frontiers in Endocrinology, 9(MAY), 1–15.
https://doi.org/10.3389/fendo.2018.00220

Heine, P. A., Taylor, J. A., Iwamoto, G. A., Lubahn, D. B., & Cooke, P. S. (2000).
Increased adipose tissue in male and female estrogen receptor-alpha knockout
mice. Proceedings of the National Academy of Sciences, 97(23), 12729–12734.
https://doi.org/10.1073/pnas.97.23.12729

I D F Diabetes. (2017). Eighth Edition 2017. In IDF Diabetes Atlas, 8th edition.
https://www.idf.org/aboutdiabetes/type-2-diabetes.html

Ii, B. A. B., Indeks, K., Tubuh, M., Indeks, D., & Tubuh, M. (2018). Tabel 2 . 1
Klasifikasi Status Berat Badan Berdasarkan IMT. 8–27.

IZ, A., & Maindi, E. J. (2015). Behavior Smoking as Modification Effects of Type 2
DM Events. Jurnal Mkmi, 118–124.

J, V., P, N., V, G., A.M, J., & P, M. (2021). A Global Review of Obesity.
International Journal of Pharmaceutical Sciences Review and Research, 68(1),
63–68. https://doi.org/10.47583/ijpsrr.2021.v68i01.011

Kacker, S., Saboo, N., & Professor, A. (2018). Prediabetes: Pathogenesis and
Adverse Outcomes. Int J Med Res Prof, 4(2), 1–6.
https://doi.org/10.21276/ijmrp.2018.4.2.001

Karmilah, K. (2018). Efek Antidiabetik Ekstrak Etanol Daun Senggani (Malestoma


polyanthum Bl.) Pada Mencit (Mus Musculus) Jantan Yang Diinduksi
Streptozotocin. Jurnal Mandala Pharmacon Indonesia, 4(1), 28–32.
https://doi.org/10.35311/jmpi.v4i1.21

Karot, A., Manggarai, K., Ahmad, J., & No, Y. (2020). Screening Prediabetes Dan
Diabetes Melitus Tipe 2 Bagi Masyarakat Di Stasi Watu Alo , Paroki Santo
Fransiskus Prediabetes Screening and Type 2 Diabetes Melitus in Watu Alo
Station , Karot Parish , Manggarai. Jurnal Pengabdian Masyarakat, 3(1), 23–
32. http://jurnal.unikastpaulus.ac.id/index.php/jrt/article/view/262/278

Kasengke, J., Assa, Y. A., & Paruntu, M. E. (2015). Gambaran Kadar Gula Sesaat
Pada Dewasa Muda Usia. Jurnal E-Biomedik (EBm), 3(3), 851–855.
Kemenkes RI. (2018). Hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018. Kementrian
Kesehatan RI, 53(9), 1689–1699.

Lorga, T., Aung, M. N., Naunboonruang, P., Thinuan, P., Praipaksin, N., Deesakul,
T., Inwan, U., Yingtaweesak, T., Manokulanan, P., Suangkaew, S., &
Payaprom, A. (2012). Predicting prediabetes in a rural community: A survey
among the Karen ethnic community, Thasongyang, Thailand. International
Journal of General Medicine, 5, 219–225.
https://doi.org/10.2147/IJGM.S27876

McNaughton, S. A., Dunstan, D. W., Ball, K., Shaw, J., & Crawford, D. (2009).
Dietary quality is associated with diabetes and cardio-metabolic risk factors.
Journal of Nutrition, 139(4), 734–742. https://doi.org/10.3945/jn.108.096784

Mihardja, L., Alwi, Q., Ghani, L., & Nainggolan, O. (2014). Follow-Up Toleransi
Glukosa Terganggu Riskesdas 2007 di DKI Jakarta pada Tahun 2009. Buletin
Penelitian Sistem Kesehatan, 17(3), 233–239.

Mihardja, L., Soetrisno, U., & Soegondo, S. (2014). Prevalence and clinical profile
of diabetes mellitus in productive aged urban Indonesians. Journal of Diabetes
Investigation, 5(5), 507–512. https://doi.org/10.1111/jdi.12177

Noventi, I., & Khafid, M. (2019). JURNAL NERS DAN KEBIDANAN


http://jnk.phb.ac.id/index.php/jnk Prevalensi, Karakteristik dan Faktor Resiko
Prediabetes di Wilayah Pesisir, Pegunungan dan Perkotaan.
https://doi.org/10.26699/jnk.v6i2.ART.p

Okosun, I. S., & Lyn, R. (2015). Prediabetes awareness, healthcare provider’s


advice, and lifestyle changes in American adults. International Journal of
Diabetes Mellitus, 3(1), 11–18. https://doi.org/10.1016/j.ijdm.2010.12.001

Persedia & Perkeni. (2019). Pedoman Pengolaan Dan Pencegahan Prediabetes Di


Indonesia 2019. In PB Perkeni.
Putri, A., & Suparmanrustam, J. (2021). Stres Psikologi Dan Risiko Jangka Panjang
Diabetes Tipe 2 Mellitus Di Antara Pelayanan Sipil : Studi Kelompok Calon.
5(1), 19–24.

Quang Binh, T., Tran Phuong, P., Thi Nhung, B., Dinh Thoang, D., Van Thang, P.,
Khanh Long, T., & Van Thanh, D. (2012). Prevalence and correlates of
hyperglycemia in a rural population, Vietnam: Implications from a cross-
sectional study. BMC Public Health, 12(1), 1. https://doi.org/10.1186/1471-
2458-12-939

Recommendations, C. P. (2016). Standards of Medical Care in Diabetes—2016


Abridged for Primary Care Providers. Clinical Diabetes, 34(1), 3–21.
https://doi.org/10.2337/diaclin.34.1.3

Riskesdas. (2018). Riset Kesehatan Dasar Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018. In
Laporan Riskesdas Nasional 2018.

Sipayung, R., Siregar, F. A., & Nurmaini. (2017). Hubungan Aktivitas Fisik dengan
Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 pada Perempuan Usia Lanjut di Wilayah
Kerja Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2017. Jurnal Muara Sains,
Teknologi, Kedokteran, Dan Ilmu Kesehatan, 2(1), 78–86.

Siregar, L. B., & Hidajat, L. L. (2017). Faktor yang berperan terhadap depresi,
kecemasan kasus puskesmas Kecamatan Gambir Jakarta Pusat. Jurnal Ilmiah
Psikologi MANASA, 6(1), 15–22.

Sovia, S., Damayantie, N., & Insani, N. (2020). Determinan Faktor Prediabetes di
Kota Jambi Tahun 2019. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi, 20(3),
983. https://doi.org/10.33087/jiubj.v20i3.1088

Abdussalam (2021). Skripsi faktor risiko glukosa darah puasa terganggu pada
masyarakat usia produktif di kota palembang.

Sugiyono, D. (2018). metode penelitian kuantitatif, kualitatif, dan R/D. Bandung:


Alfabeta, 15(10).

Sukenty, N. T., Shaluhiyah, Z., & Suryoputro, A. (2018). Faktor Perilaku dan Gaya
Hidup yang Mempengaruhi Status Prediabetes Pasien Puskesmas Pati II. Jurnal
Promosi Kesehatan Indonesia, 13(2), 129.
https://doi.org/10.14710/jpki.13.2.129-142

Syafitri, H., Agustina, T., Sutrisna, E. M., & Dasuki, M. S. (2019). Body mass index
affects the incidence of Impaired Glucose Tolerance In Senior. 440–447.

Tabák, A. G., Herder, C., Rathmann, W., Brunner, E. J., & Kivimäki, M. (2012).
Prediabetes: a high-risk state for diabetes development. The Lancet, 379(9833),
2279–2290. https://doi.org/10.1016/S0140-6736(12)60283

Vu, C. U., Siddiqui, J. A., Wadensweiler, P., Gayen, J. R., Avolio, E.,
Bandyopadhyay, G. K., Biswas, N., Chi, N.-W., O’Connor, D. T., & Mahata, S.
K. (2014). Nicotinic Acetylcholine Receptors in Glucose Homeostasis: The
Acute Hyperglycemic and Chronic Insulin-Sensitive Effects of Nicotine
Suggest Dual Opposing Roles of the Receptors in Male Mice. Endocrinology,
155(10), 3793–3805. https://doi.org/10.1210/en.2014-1320

Zhang, M., Zhu, Y., Li, P., Chang, H., Wang, X., Liu, W., Zhang, Y., & Huang, G.
(2015). Associations between dietary patterns and impaired fasting glucose in
Chinese men: A cross-sectional study. Nutrients, 7(9), 8072–8089.
https://doi.org/10.3390/nu7095382

You might also like