You are on page 1of 12

PENGARUH SIMULASI BERTANDING PADA ATLET SILAT

TERHADAP KESIAPAN MENTAL SAAT MENGIKUTI PERTANDINGAN


DI MTs-MA NU TENGGULI JEPARA
BAB II

KAJIAN TEORI

A. Simulasi
Simulasi adalah tiruan perbuatan yang hanya pura-pura. Dalam kamus bahasa
inggris, simulasi berasal dari kata “simulate” yang artinya pura-pura atau berbuat seolah-
olah; dan “simulation” artinya tiruan atau perbuatan yang pura- pura.1
Dengan demikian simulasi adalah peniruan atau perbuatan yang bersifat
menirukan suatu peristiwa seolah-olah seperti peristiwa yang sebenarnya. Dalam konteks
latihan bertanding dalam pencak silat, metode simulasi adalah suatu tekhnik mengajar
dengan mengkondisikan siswa untuk memperagakan keterampilan tertentu atau simulasi
bertanding seperti halnya yang terjadi dalam kehidupan dunia nyata atau saat
perlombaan. Sehubungan dengan itu, Syaiful Bahri Djamarah menjelaskan bahwa:
“metode pembelajaran simulasi adalah cara penyajian pelajaran dengan memperagakan
atau mempertunjukan kepada siswa suatu proses, situasi, atau benda tertentu yang sedang
dipelajari, baik sebenarnya ataupun tiruan yang sering disertai dengan penjelasan lisan.” 2
Berdasarkan pengertian di atas dapat dipahami bahwa simulasi merupakan
metode latihan yang sifatnya untuk mengembangkan kompetensi atlet dalam ranah
kognitif dan psikomotorik. Metode ini merupakan sebuah pembekalan bagi atlet guna
memberikan gambaran dan pengalaman dalam bertanding sehinnga nantinya ketika
lomba atlet sudah faham bagaimana cara bertanding yang baik dan benar.
Pada intinya bahwa metode simulasi menitik beratkan pada kemampuan
memeragakan atau mempraktikkan kompetensi dari materi yang dipelajari yang untuk
diperagakan seprti saat bertanding. Pada aspek ini, tuntutan keterlibatan siswa secara fisik

1
John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 2014) h. 527
2
Syaiful Bahri Djamarah, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), h. 90
maupun psikis sangat dibutuhkan untuk dapat memahami dan menguasai keterampilan
spesifik yang ia peragakan.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa latihan simulasi bertanding


adalah sebuah metode latihan dengan cara mempraktikkan ketrampilan yang telah di
ajarkan guru atau pelatih dalam situasi dan kondisi yang disesuaikan dengan keadaan saat
bertanding dalam kompetisi atau dunia nyata.

B. Kegunaan Simulasi

Metode latihan simulasi bertujuan untuk :


1) Melatih keterampilan yang bersifat professional
2) Memperoleh pemahaman tentang suatu konsep
3) Melatih memecahkan masalah
4) Meningkatkan keaktifan latihan
5) Memberikan motivasi latihan kepada atlet
6) Melatih atlet untuk menyesuaikan diri dalam situasi yang sesungguhnya kelak
7) Menumbuhkan daya kreatif atlet
8) Melatih atlet untuk mengembangkan capaian kemampuan yang dimiliki.
Kelebihan dan Kelemahan Metode Simulasi
Terdapat beberapa kelebihan dengan menggunakan simulasi sebagai metode
belajar/latihan diantaranya :
1) Simulasi dapat dijadikan sebagai bekal bagi atlet dalam menghadapi situasi bertanding
yang sebenarnya kelak
2) Simulasi dapat mengembangkan kreatifitas dan kemampuan atlet
3) Simulasi dapat memupuk keberanian dan percaya diri atlet
4) Memperkaya pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperlukan dalam
menghadapi berbagai situasi dalam bertanding
5) Simulasi dapat meningkatkan gaairah atlet dalam proses latihan
Disamping memiliki kelebihan simulasi juga mempunyai kelemahan, diantaanya :
1
John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 2014) h. 527
2
Syaiful Bahri Djamarah, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), h. 90
1) Pengalaman yang diperoleh melalui simulasi tidak selalu tepat dan sesuai dengan
kenyataan dilapangan

2) Pengelolahan yang kurang baik, sering simulasi dijadikan sebagai alat hiburan,
sehingga tujuan pembelajaran jadi terbengkalai
3) Faktor pisikologis seperti rasamalu dan takut sering mempengaruhi atlet dalam
melakukan simulasi.3
C. Prinsip-Prinsip Simulasi Bertanding

Tukiran Taniredja,dkk (2011:41) prinsip–prinsip metode


simulasi, antara lain:
1) Dilakukan oleh tiap ndividu atlet melawan individu atlet lain, dan setiap individu
mendapatkan kesempatan yang sama atau dapat juga berbeda
2) Semua atlet harus terlibat langsung peranan masing–masing
3) Penentuan simulasi dibatasi dan disesuaikan dengan tingkat kemampuan individu,
ditentukan oleh atlet dan guru.
4) Penunjuk simulasi diberikan terlebih dahulu.
5) Dalam simulasi seyogyanya dapat tiga domain psikis
6) Dalam simulasi hendaknya digambarkan situasi dan aturan yang lengkap
7) Hendaknya diusahakan terintegrasikannya beberapa teknik dan ilmu.

Hal senada juga disampaikan Hamzah B. Uno (2007:29) ada empat prinsip yang
harus dipegang oleh guru/pelatih, antara lain:
1. Penjelasan, untuk melakukan simulasi pemain harus benar–benar memahami aturan
main. Oleh karena itu pelatih hendaknya memberikan penjelasaan dengan sejelas-
jelasnya tentang aktivitas yang harus dilakukan berikut konsekuensi–konsekuensinya.
2. Mengawasi (refereeing), simulasi dirancang untuk tujuan tertentu dengan aturan dan
prosedur main tertentu. Oleh karena itu pelatih harus mengawasi proses simulasi
sehingga berjalan lancer dan sebagaimana seharusnya
3. Melatih (coaching), dalam simulasi pemain akan mengalami kesalahan. Oleh karena
1
John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 2014) h. 527
2
Syaiful Bahri Djamarah, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), h. 90
4. itu pelatih harus memberikan saran, petunjuk, atau arahan sehingga memungkinkan
mereka tidak melakukan kesalahan yang sama
5. Diskusi, dalam refleksi mejadi sangat penting. Oleh karena itu setelah selesai simulasi
selesai pelatih mendiskusikan bebrapa hal, seperti: (a) seberapa jauh simulasi sudah
sesuai dengan situasi nyata (real word); (b) kesulitan–kesulitan; (c)
pengalaman/pengetahuan baru apa yang bisa dipelajari, dan (d) bagaimana
memperbaiki/meningkatkan kemampuan simulasi,dll.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat kita simpulkan bahwa pada prinsip yang
digunakan dalam metode simulasi, antara lain :(1) dilakukan oleh individu dengan
individu; (2) semua atlet terlibat bergantian; (3) penentuan batasan simulasi yang
dilakukan; (4) petunjuk simulasi; (5) pelaksanaan simulasi ; dan (6) diskusi
kelompok.4

D. Atlet
Atlet adalah Individu yang memiliki keunikan dan memiliki bakat tersendiri lalu
memiliki pola perilaku dan juga keperibadia tersendiri serta memiliki latar belakang
kehidupan yang mempengaruhi secara spesifik pada dirinya. Rusdianto (dalam Saputro,
2014).
Inividu yang terlibat dalam atkivitas olahraga dengan memiliki prestasi di bidang
olahraga tersebut dapat dikatakan bahwa individu itulah yang dimaksud dengan atlet.
Satiadarma (dalam Yuwanto & Sutanto, 2012)

Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa atlet adalah individu yang
terlatih, memiliki keunikan, dan juga memiliki bakat dalam bidang olahraga yang terlatih dalam
cabang olahraga.

Olahragawan atau atlet merupakan orang yang terlatih kekuatan, ketangkasan dan
kecepatannya untuk diikutsertakan dalam pertandingan. Mereka melakukan latihan agar

John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka
1

Utama, 2014) h. 527


2
Syaiful Bahri Djamarah, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), h. 90
mendapatkan kekuatan badan, daya tahan, kecepatan, kelincahan, keseimbangan,
kelenturan dan kekuatan dalam mempersiapkan diri jauh-jauh sebelum pertandingan
dimulai. Mereka biasanya berprestasi baik tingkat daerah, nasional, maupun internasional
(Hoftman, 2010). Atlet adalah seseorang yang mahir dalam olahraga dan bentuk lain dari
latihan fisik. Menurut kamus besar bahasa indonesia, atlet adalah olahragawan, terutama
yang mengikuti perlombaan atau pertandingan (kekuatan, ketangkasan, dan kecepatan).

Seorang atlet adalah individu yang memiliki keunikan tersendiri. Ia memiliki bakat
tersendiri, pola perilaku dan kepribadian tersendiri serta latar belakang kehidupan yang
mempengaruhi secara spesifik pada dirinya. Sekalipun dalam beberapa cabang olahraga
atlet harus melakukannya secara berkelompok atau beregu, pertimbangan bahwa seorang
atlet sebagai individu yang unik perlu tetap dijadikan landasan pemikiran. Karena,
misalnya di dalam olahraga beregu, kemampuan adaptif individu untuk melakukan
kerjasama kelompok sangat menentukan perannya kelak di dalam kelompoknya.
Jadi, atlet adalah seseorang yang mempuyai kemampuan dan prestasi dalam
bidang olahraga dicabang tertentu yang sudah mempunyai bakat sejak lahir maupun
dengan latihan yang meningkatkan kemampuan atlet.5

E. Mental
1. Pengertian mental
Pengertian “mental” secara definitif belum ada kepastian definisi yang
jelas dari para ahli kejiwaan. Secara etimologi kata “mental” berasal dari bahasa
Yunani, yang mempunyai pengertian sama dengan pengertian psyche, artinya psikis,
jiwa atau kejiwaan.
James Draver memaknai mental yaitu “revering to the mind” maksudnya adalah
sesuatu yang berhubungan dengan pikiran atau pikiran itu sendiri. Secara sederhana
mental dapat dipahami sebagai sesuatu yang berhubungan dengan batin dan watak
atau karakter, tidak bersifat jasmani (badan).
Dengan demikian mental ialah hal-hal yang berada dalam diri seseorang atau
individu yang terkait dengan psikis atau kejiwaan yang dapat mendorong terjadinya

1
John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 2014) h. 527
2
Syaiful Bahri Djamarah, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), h. 90
tingkah laku dan membentuk kepribadian, begitu juga sebaliknya mental yang sehat
akan melahirkan tingkah laku maupun kepribadian yang sehat pula.6
2. Factor-faktor penyebab kurangnya mental dalam bertanding

Menurut Endler (2002) faktor yang dapat meningkatkan kecemasan dalam


menghadapi pertandingan, antara lain:
a. Ketakutan akan kegagalan
Ketakutan akan kegagalan adalah ketakutan bila dikalahkan oleh lawan
yang dianggap lemah sehingga merupakan suatu ancaman terhadap ego atlet.
b. Ketakutan akan cedera fisik
Ketakutan akan serangan lawan yang dapat menyebabkan cedera fisik merupakan
ancaman yang serius bagi atlet.
c. Ketakutan akan penilaian sosial

Kecemasan muncul akibat ketakutan akan dinilai secara negatif. Penonton dan
pelatih adalah orang yang paling berperan penting dalam sebuah pertandingan. Jadi,
hubungan antara atlet dengan pelatih dapat bersifat intimasi dan dapat terlaksana melalui
self disclosure. Menurut Prager (1995) bahwa intimasi terdapat komponen salah satunya
self disclosure (keterbukaan diri). Pate (1993) juga menjelaskan bahwa kecenderungannya
masyarakat akan memberikan penilaian positif kepada atlet yang berhasil memenangkan
pertandingan dan akan cenderung memberikan penilaian yang negatif terhadap atlet yang
kalah. Terutama pada pelatih, karena merasa gagal dalam mendidik dan melatih atletnya.

d. Situasi pertandingan yang ambigu


Ketika seorang atlet tidak mengetahui kapan memulai pertandingan bisa
menyebabkan atlet menjadi cemas.
e. Kekacauan terhadap latihan rutin
Kecemasan muncul apabila atlet diminta untuk mengubah cara atau teknik
tanpa latihan sebelum bertanding.

1
John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 2014) h. 527
2
Syaiful Bahri Djamarah, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), h. 90
Menurut Hardy (1999) ada beberapa hal yang mempengaruhi respon
kecemasan atlet dalam menghadapi pertandingan, antara lain:

1. Pengalaman

Kemampuan untuk mengendalikan kecemasan merupakan faktor


yang sangat penting, yang harus dimiliki oleh atlet untuk menghasilkan
suatu penampilan puncak. Kemampuan untuk mengendalikan kecemasan
didapatkan dari pengalaman-pengalaman atlet dalam menghadapi
pertandingan. Hardy melaporkan hasil penelitian Fenz dan Epstein
mengenai pengaruh pengalaman terhadap respon kecemasan. Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa atlet yang sudah berpengalaman
atau ahli memiliki kemampuan kontrol yang baik dalam mengendalikan
gejala-gejala kecemasan dibandingkan dengan atlet pemula, sehingga
atlet bisa mencapai penampilan puncak. Kemudian atlet yang sudah
berpengalaman akan merasakan kecemasan hanya pada sebelum
bertanding dibandingkan dengan atlet yang belum berpengalaman.

2. Trait Anxiety

Pengaruh trait anxiety terhadap penampilan ditengahi oleh state


anxiety atlet, dengan kata lain pengaruh trait anxiety terhadap penampilan
hanya melalui perubahan dalam state anxiety. Atlet yang trait anxiety
tinggi akan merespon situasi pertandingan dengan reaksi kecemasan (state
anxiety) yang tinggi. Atlet yang memiliki trait anxiety yang tinggi akan
mempersepsi situasi pertandingan sebagai suatu yang mengancam,
sehingga atlet tersebut menanggapinya dengan state anxiety yang lebih
tinggi dibandingkan dengan atlet dengan trait anxiety yang rendah.
Dengan demikan, atlet dengan trait anxiety rendah akan menemukan
suatu state anxiety yang bersifat mendorong penampilannya (facilitative)
sedangkan atlet dengan trait anxiety yang tinggi akan menemukan suatu
state anxiety yang bersifat menurunkan penampilan (debilitative).7

3. Cara mengatasi kurangnya mental

Atlet harus biasa mengusai atau mengontrol keadaan jiwa untuk mengurangi
kecemasan pada waktu bertanding, langkah-langkahnya berikut:

1. Fokus mengontrol emosi


Fokus dalam hal ini yaitu mengontrol kemampuan dalam berkonsentrasi pada
saat bertanding, sehingga atlet mampu mengeluarkan kemampuan maksimalnya.
Fokus pada taktik dan strategi atlet akan dengan mudah mengabaikan beberapa hal
yang menjadi sumber kecemasan, baik itu dari luar maupun dari dalam, dengan
memahami dan berfokus pada strategi sekaligus kekuatan tim maupun kekuatan
individu, pemain akan menemukan rasa percaya diri untuk menjalani
pertandingan.

2. Selalu Berpikir Praktis


Atlet harus memiliki pemikiran yang praktis sehingga ketika bertanding
mampu menikmati jalalnnya pertandingan, dengan menikmati permainan para
pemain tidak akan memikirkan hasil, yang akan muncul adalah usaha yang
maksimal untuk menikmati permainan tersebut. Ketika para pemain mampu
menikmati permainan, maka kemampuan terbaik mereka akan muncul. Dengan
kondisi yang nyaman seperti itu, kecemasan akan sirna dari benak para pemain.

3. Fokus pada pertandingan bukan kemenangan


Fokus dengan mengeluarkan segala kemampuan yang dimiliki atlet, jangan
memikirkan kemenangan dalam bertanding, dengan memikirkan kemenangan
maka atlet akan merasa terbebani sehingga kecemasan dapat muncul. Hal tersebut
dapat mempengaruhi performance atlet. Keluarkan kemampuan yang dimiliki
dalam bertugas dipertandingan hal tersebut yang harus dilakukan atlet.

4. Terus Bergerak
Bergerak dengan aktif akan bermanfaat untuk mengurangi kecemasan. Bergerak
akan membantu mengalihkan perhatian. Pemanasan bisa menjadi solusi agar para
pemain
tetap bergerak. Pemanasan tidak hanya berfungsi sebagai aktivitas untuk
menyiapkan otot, tapi juga untuk menyiapkan mental agar tidak tegang. Orang
yang tegang akan membuat otot-otot tubuh menjadi kaku. Demikian juga
sebaliknya, orang yang hanya berdiam diri akan menyebabkan otot kaku, otot yang
kaku cenderung membuat orang untuk berandai-andai. Untuk itu, menggerakkan
otot akan membantu mengurangi rasa cemas.
5. Berpikir positif

Atlet membuat kata-kata positif pada diri sendiri, atlet harus belajar berbicara pada
dirinya sendiri dengan mengatakan kalimat-kalimat yang bersifat positif. Kalimat
seperti “saya pasti bisa”, “saya mampu menang”, kalimat tersebt mampu
mengurangi kecemasan atlet dan menambah kepercayaan diri dalam bertanding.8

4. Indikator mental
Berkaitan dengan ciri dan indikator kesehatan mental, Marie Jahoda sebagaimana
dikutip Jaelani (2000) memberikan batasan yang agak luas. Menurutnya,
kesehatan mental tidak hanya terbatas pada absennya seseorang dari gangguan
kejiwaan dan penyakitnya. Akan tetapi, orang yang sehat mentalnya memiliki
ciri-ciri utama sebagai berikut.
1. Sikap kepribadian yang baik terhadap diri sendiri dalam arti dapat mengenal
diri sendiri dengan baik.
2. Pertumbuhan, perkembangan, dan perwujudan diri yang baik.
3. Integrasi diri yang meliputi keseimbangan mental, kesatuan pandangan, dan
tahan terhadap tekanan- tekanan yang terjadi.
4. Otonomi diri yang mencakup unsur-unsur pengatur kelakuan dari dalam atau
kelakuan-kelakuan bebas.
5. Persepsi mengenai realitas, bebas dari penyimpangan kebutuhan, serta
memiliki empati dan kepekaan sosial.
6. Kemampuan untuk menguasai lingkungan dan berintegrasi dengannya secara
baik.9

F. Pembinaan mental atlet

Aspek mental sering disalah artikan oleh orang awam. Banyak orang
berfikir bahwa hal yang menyangkut mental berhubungan dengan jiwa yang harus
ditangani oleh seorang psikiater. Padahal untuk aspek mental yang dibahas
dibidang olahraga merupakan aspek psikologis dari seorang atlet yang dapat
menunjang prestasinya dibidang olahraga yang ditekuninya. Definisi mental adalah
suatu kondisi diri yang terpadu dari individu, saat kesatuan respon emosional dan
intelektual terhadap lingkungannya. Pembinaan mental atlet hendaknya dilakukan
sejak usia dini, baik oleh orang tua maupun pelatihnya.
Aspek mental yangb harus dibina berupa keyakinan diri (self-efficaci), motivasi
berprestasi, stres, emosi, kecemaan dan penetapan sasaran. Aspek mental dari
beberapa atlet indonesia sedang mengalami masalah yang cukup serius, yang
ditunjukkan dengan merosotnya prestasi-prestasi atlet indonesia beberapa tahun
belakangan ini, sebagai contoh atlet bulutangkis. Pembinaan mental merupakan hal
yang sangat penting untuk segera dilakukan penanganan.10

Dalam rangka meningkatkan kualitas atlet kita menjadi atlet unggul,


sebagai salah satu faktor yang berpengaruh besar dalam terhadap prestasi
seorang atlet, faktor mental perlu mendapat perhatian khusus. Faktor mental
perlu dibentuk, ditingkatkan, dan dipertahankan pada tingkat yang optimal.
Pembinaan mental seorang atlet sejak dini dapat dilakukan pada saat atlet
masih berada di klub oleh seorang pelatih. Ketika mental ini sudah dibentuk,
perlu ditingkatkan dan dipertahankan pada tingkat yang optimal. Pembinaan
mental harus dilakukan secara sistematis dan terus menerus sejak dini, di klub
menjadi atlet nasional karena sifat alamiah manusia yang selalu dinamis,
disinilah diperlukan peran seorang psikolog olahraga untuk membantu pelatih
dalam membentuk, meningkatkan dan mempertahankan mental atlet.
Atlet yang mempunyai mental juara mempunyai kepercayaan diri, daya
juang, semangat, dan motivasi berprestasi yang tinggi. Atlet yang mempunyai
mental juara akan terlihat lebih relaks dalam menghadapi pertandingan karena
ia mempunyai pikiran posirtif dan kontrol diri yang baik, sehingga mudah
baginya untuk menghadapi ketegangan.11

G. Factor pembentuk mental juara


1. Keyakinan Diri (Self-Efficacy)

Keyakinan diri merupakan suatu proses kognitif, dimana seseorang


melakukan penilaian yang subjektif terhadap kemampuannya, dalam
mengelola dan menjalankan serangkaian kegiatan yang dibutuhkan, untuk
mengatasi tuntutan situasi tertentu. Hal ini akan mempengaruhi seberapa
besar usaha yang akan dilakukan seorang atlet dalam melakukan sesuatu
tindakan. Semakin besar keyakinan diri atlet akan kemampuan dan
keyakinan untuk dapat memenangkan pertandingan, maka usaha yang
dilakukannya akan semakin besar dan semakin aktif untuk mencapai tujuan
yang maksimal.

2. Motivasi Berprestasi

Motivasi merupakan tenaga pendorong atau sumber kekuatan dari


suatu perbuatan, perilaku atau penampilan. Motivasi berprestasi merupakan
keinginan yang kuat untuk mencapai kesuksesan atau prestasi dengan cepat,
dimana kesuksesan itu tergantung pada kemampuan atlet itu sendiri.

3. Punya Kontrol Diri

Kontrol diri adalah usaha untuk mengatur perasaan dan emosi


individu untuk tetap berfikir rasional dalam kondisi apapun, sehingga tetap
pada kondisi emosi yang stabil dan terkontrol.
4. Adaptif Terhadap Lingkungan
Lingkungan merupakan faktor yang sangat penting dalam
pembentukan mental atlet. Daya adaptasi dan kepekaan individu untuk
berinteraksi dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya membantu
perkembangan kepribadian dan kepercayaan diri atlet. Hal ini membuat atlet
lebih siap, tenang, dan relaks dalam menghadapi situasi yang menegangkan
dan berbeda-beda.33
5. Berfikir Terbuka (Open Minded)

Yang dimaksud berfikir terbuka adalah mempunyai pandangan atau


wawasan yang luas dan reseptif dalam menerima informasi dan
perkembangan pengetahuan yang baru.12

You might also like