Professional Documents
Culture Documents
Abdul Kohar - 20603141007 - Bab II Kajian Teori
Abdul Kohar - 20603141007 - Bab II Kajian Teori
KAJIAN TEORI
A. Simulasi
Simulasi adalah tiruan perbuatan yang hanya pura-pura. Dalam kamus bahasa
inggris, simulasi berasal dari kata “simulate” yang artinya pura-pura atau berbuat seolah-
olah; dan “simulation” artinya tiruan atau perbuatan yang pura- pura.1
Dengan demikian simulasi adalah peniruan atau perbuatan yang bersifat
menirukan suatu peristiwa seolah-olah seperti peristiwa yang sebenarnya. Dalam konteks
latihan bertanding dalam pencak silat, metode simulasi adalah suatu tekhnik mengajar
dengan mengkondisikan siswa untuk memperagakan keterampilan tertentu atau simulasi
bertanding seperti halnya yang terjadi dalam kehidupan dunia nyata atau saat
perlombaan. Sehubungan dengan itu, Syaiful Bahri Djamarah menjelaskan bahwa:
“metode pembelajaran simulasi adalah cara penyajian pelajaran dengan memperagakan
atau mempertunjukan kepada siswa suatu proses, situasi, atau benda tertentu yang sedang
dipelajari, baik sebenarnya ataupun tiruan yang sering disertai dengan penjelasan lisan.” 2
Berdasarkan pengertian di atas dapat dipahami bahwa simulasi merupakan
metode latihan yang sifatnya untuk mengembangkan kompetensi atlet dalam ranah
kognitif dan psikomotorik. Metode ini merupakan sebuah pembekalan bagi atlet guna
memberikan gambaran dan pengalaman dalam bertanding sehinnga nantinya ketika
lomba atlet sudah faham bagaimana cara bertanding yang baik dan benar.
Pada intinya bahwa metode simulasi menitik beratkan pada kemampuan
memeragakan atau mempraktikkan kompetensi dari materi yang dipelajari yang untuk
diperagakan seprti saat bertanding. Pada aspek ini, tuntutan keterlibatan siswa secara fisik
1
John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 2014) h. 527
2
Syaiful Bahri Djamarah, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), h. 90
maupun psikis sangat dibutuhkan untuk dapat memahami dan menguasai keterampilan
spesifik yang ia peragakan.
B. Kegunaan Simulasi
2) Pengelolahan yang kurang baik, sering simulasi dijadikan sebagai alat hiburan,
sehingga tujuan pembelajaran jadi terbengkalai
3) Faktor pisikologis seperti rasamalu dan takut sering mempengaruhi atlet dalam
melakukan simulasi.3
C. Prinsip-Prinsip Simulasi Bertanding
Hal senada juga disampaikan Hamzah B. Uno (2007:29) ada empat prinsip yang
harus dipegang oleh guru/pelatih, antara lain:
1. Penjelasan, untuk melakukan simulasi pemain harus benar–benar memahami aturan
main. Oleh karena itu pelatih hendaknya memberikan penjelasaan dengan sejelas-
jelasnya tentang aktivitas yang harus dilakukan berikut konsekuensi–konsekuensinya.
2. Mengawasi (refereeing), simulasi dirancang untuk tujuan tertentu dengan aturan dan
prosedur main tertentu. Oleh karena itu pelatih harus mengawasi proses simulasi
sehingga berjalan lancer dan sebagaimana seharusnya
3. Melatih (coaching), dalam simulasi pemain akan mengalami kesalahan. Oleh karena
1
John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 2014) h. 527
2
Syaiful Bahri Djamarah, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), h. 90
4. itu pelatih harus memberikan saran, petunjuk, atau arahan sehingga memungkinkan
mereka tidak melakukan kesalahan yang sama
5. Diskusi, dalam refleksi mejadi sangat penting. Oleh karena itu setelah selesai simulasi
selesai pelatih mendiskusikan bebrapa hal, seperti: (a) seberapa jauh simulasi sudah
sesuai dengan situasi nyata (real word); (b) kesulitan–kesulitan; (c)
pengalaman/pengetahuan baru apa yang bisa dipelajari, dan (d) bagaimana
memperbaiki/meningkatkan kemampuan simulasi,dll.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat kita simpulkan bahwa pada prinsip yang
digunakan dalam metode simulasi, antara lain :(1) dilakukan oleh individu dengan
individu; (2) semua atlet terlibat bergantian; (3) penentuan batasan simulasi yang
dilakukan; (4) petunjuk simulasi; (5) pelaksanaan simulasi ; dan (6) diskusi
kelompok.4
D. Atlet
Atlet adalah Individu yang memiliki keunikan dan memiliki bakat tersendiri lalu
memiliki pola perilaku dan juga keperibadia tersendiri serta memiliki latar belakang
kehidupan yang mempengaruhi secara spesifik pada dirinya. Rusdianto (dalam Saputro,
2014).
Inividu yang terlibat dalam atkivitas olahraga dengan memiliki prestasi di bidang
olahraga tersebut dapat dikatakan bahwa individu itulah yang dimaksud dengan atlet.
Satiadarma (dalam Yuwanto & Sutanto, 2012)
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa atlet adalah individu yang
terlatih, memiliki keunikan, dan juga memiliki bakat dalam bidang olahraga yang terlatih dalam
cabang olahraga.
Olahragawan atau atlet merupakan orang yang terlatih kekuatan, ketangkasan dan
kecepatannya untuk diikutsertakan dalam pertandingan. Mereka melakukan latihan agar
John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka
1
Seorang atlet adalah individu yang memiliki keunikan tersendiri. Ia memiliki bakat
tersendiri, pola perilaku dan kepribadian tersendiri serta latar belakang kehidupan yang
mempengaruhi secara spesifik pada dirinya. Sekalipun dalam beberapa cabang olahraga
atlet harus melakukannya secara berkelompok atau beregu, pertimbangan bahwa seorang
atlet sebagai individu yang unik perlu tetap dijadikan landasan pemikiran. Karena,
misalnya di dalam olahraga beregu, kemampuan adaptif individu untuk melakukan
kerjasama kelompok sangat menentukan perannya kelak di dalam kelompoknya.
Jadi, atlet adalah seseorang yang mempuyai kemampuan dan prestasi dalam
bidang olahraga dicabang tertentu yang sudah mempunyai bakat sejak lahir maupun
dengan latihan yang meningkatkan kemampuan atlet.5
E. Mental
1. Pengertian mental
Pengertian “mental” secara definitif belum ada kepastian definisi yang
jelas dari para ahli kejiwaan. Secara etimologi kata “mental” berasal dari bahasa
Yunani, yang mempunyai pengertian sama dengan pengertian psyche, artinya psikis,
jiwa atau kejiwaan.
James Draver memaknai mental yaitu “revering to the mind” maksudnya adalah
sesuatu yang berhubungan dengan pikiran atau pikiran itu sendiri. Secara sederhana
mental dapat dipahami sebagai sesuatu yang berhubungan dengan batin dan watak
atau karakter, tidak bersifat jasmani (badan).
Dengan demikian mental ialah hal-hal yang berada dalam diri seseorang atau
individu yang terkait dengan psikis atau kejiwaan yang dapat mendorong terjadinya
1
John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 2014) h. 527
2
Syaiful Bahri Djamarah, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), h. 90
tingkah laku dan membentuk kepribadian, begitu juga sebaliknya mental yang sehat
akan melahirkan tingkah laku maupun kepribadian yang sehat pula.6
2. Factor-faktor penyebab kurangnya mental dalam bertanding
Kecemasan muncul akibat ketakutan akan dinilai secara negatif. Penonton dan
pelatih adalah orang yang paling berperan penting dalam sebuah pertandingan. Jadi,
hubungan antara atlet dengan pelatih dapat bersifat intimasi dan dapat terlaksana melalui
self disclosure. Menurut Prager (1995) bahwa intimasi terdapat komponen salah satunya
self disclosure (keterbukaan diri). Pate (1993) juga menjelaskan bahwa kecenderungannya
masyarakat akan memberikan penilaian positif kepada atlet yang berhasil memenangkan
pertandingan dan akan cenderung memberikan penilaian yang negatif terhadap atlet yang
kalah. Terutama pada pelatih, karena merasa gagal dalam mendidik dan melatih atletnya.
1
John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 2014) h. 527
2
Syaiful Bahri Djamarah, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), h. 90
Menurut Hardy (1999) ada beberapa hal yang mempengaruhi respon
kecemasan atlet dalam menghadapi pertandingan, antara lain:
1. Pengalaman
2. Trait Anxiety
Atlet harus biasa mengusai atau mengontrol keadaan jiwa untuk mengurangi
kecemasan pada waktu bertanding, langkah-langkahnya berikut:
4. Terus Bergerak
Bergerak dengan aktif akan bermanfaat untuk mengurangi kecemasan. Bergerak
akan membantu mengalihkan perhatian. Pemanasan bisa menjadi solusi agar para
pemain
tetap bergerak. Pemanasan tidak hanya berfungsi sebagai aktivitas untuk
menyiapkan otot, tapi juga untuk menyiapkan mental agar tidak tegang. Orang
yang tegang akan membuat otot-otot tubuh menjadi kaku. Demikian juga
sebaliknya, orang yang hanya berdiam diri akan menyebabkan otot kaku, otot yang
kaku cenderung membuat orang untuk berandai-andai. Untuk itu, menggerakkan
otot akan membantu mengurangi rasa cemas.
5. Berpikir positif
Atlet membuat kata-kata positif pada diri sendiri, atlet harus belajar berbicara pada
dirinya sendiri dengan mengatakan kalimat-kalimat yang bersifat positif. Kalimat
seperti “saya pasti bisa”, “saya mampu menang”, kalimat tersebt mampu
mengurangi kecemasan atlet dan menambah kepercayaan diri dalam bertanding.8
4. Indikator mental
Berkaitan dengan ciri dan indikator kesehatan mental, Marie Jahoda sebagaimana
dikutip Jaelani (2000) memberikan batasan yang agak luas. Menurutnya,
kesehatan mental tidak hanya terbatas pada absennya seseorang dari gangguan
kejiwaan dan penyakitnya. Akan tetapi, orang yang sehat mentalnya memiliki
ciri-ciri utama sebagai berikut.
1. Sikap kepribadian yang baik terhadap diri sendiri dalam arti dapat mengenal
diri sendiri dengan baik.
2. Pertumbuhan, perkembangan, dan perwujudan diri yang baik.
3. Integrasi diri yang meliputi keseimbangan mental, kesatuan pandangan, dan
tahan terhadap tekanan- tekanan yang terjadi.
4. Otonomi diri yang mencakup unsur-unsur pengatur kelakuan dari dalam atau
kelakuan-kelakuan bebas.
5. Persepsi mengenai realitas, bebas dari penyimpangan kebutuhan, serta
memiliki empati dan kepekaan sosial.
6. Kemampuan untuk menguasai lingkungan dan berintegrasi dengannya secara
baik.9
Aspek mental sering disalah artikan oleh orang awam. Banyak orang
berfikir bahwa hal yang menyangkut mental berhubungan dengan jiwa yang harus
ditangani oleh seorang psikiater. Padahal untuk aspek mental yang dibahas
dibidang olahraga merupakan aspek psikologis dari seorang atlet yang dapat
menunjang prestasinya dibidang olahraga yang ditekuninya. Definisi mental adalah
suatu kondisi diri yang terpadu dari individu, saat kesatuan respon emosional dan
intelektual terhadap lingkungannya. Pembinaan mental atlet hendaknya dilakukan
sejak usia dini, baik oleh orang tua maupun pelatihnya.
Aspek mental yangb harus dibina berupa keyakinan diri (self-efficaci), motivasi
berprestasi, stres, emosi, kecemaan dan penetapan sasaran. Aspek mental dari
beberapa atlet indonesia sedang mengalami masalah yang cukup serius, yang
ditunjukkan dengan merosotnya prestasi-prestasi atlet indonesia beberapa tahun
belakangan ini, sebagai contoh atlet bulutangkis. Pembinaan mental merupakan hal
yang sangat penting untuk segera dilakukan penanganan.10
2. Motivasi Berprestasi