You are on page 1of 10

KONSEP KHILAFAH DI KALANGAN SUNNI

Oleh :
Kamal Fahmi Ilham (1213040056)
Muhammad Algan (1213040071)
Muhammmad Fakhrurrozi (1213040086)

Tugas ini disusun untuk kelompok VIII untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Perbandingan
Fiqih Siyasah
Dosen Pengampu Prof. Dr. H. Idzham Fautanu, M.Ag

JURUSAN PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM FAKULTAS


SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN
GUNUNG DJATI BANDUNG BANDUNG
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada keharat Allah Swt yang telah memberikan rahmat
serta karunnia- Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang
alhamdulillah selesai dengan tepat waktu yang ber judul “ Konsep Khilafah dikalangan Sunni “

Makalah ini berisikan tentang “ Konsep Khilafah di kalangan Sunni “. Makalah ini
diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada semua pihak, khususnya mahasiswa dan
mahasiswi UIN Sunan Gunung Djati Bandung tentang bagaimana pemikiran politik islam masa
sunni. Sholawat beserta salam semoga tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad Saw juga
keluarga, sahabat, dan kita semua selaku umatnya.

Menyadari bahwa, makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran
dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah
ini. Dalam kesempatan ini penulis juga ingin mengucapakan banyak terima kasih kepada pihak
kampus yang sudah memberikan kesempatan kepada kami untuk menyusun makalah ini, juga
kepada Dosen pembimbing yang sudah banyak membantu dan menuntun penulis selama
pembuatan makalah ini. Tidak lupa juga kepada teman-teman yang selalu bekerja sama,
membantu dan mendukung selama pembuatan makalah ini. Maka, makalah ini dapat
terselesaikan tidak lepas dari kerjasama dari semuanya. Akhir kata, kami sampaikan terima kasih
kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai
akhir. Semoga Allah Swt senantiasa meridhai segala perbuatan kita. Aamiin.

Bandung, 7 November 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGENTAR…………………………………………………………………………….

DAFTAR

ISI……………………………………………………………………………………… BAB

I……………………………………………………………………………………………..

A. Latar Belakang …………………………………………………………………………...

B. Sejarah …………………………………………………………………………………

BAB II…………………………………………………………………………………………….

A. Al – Mawardi Mengemukakan 2 cara……………………………………………………

B. Proses Mekanisme Pemilihan khalifah…………………………………………………...

BAB III……………………………………………………………………………………………

A. Simpulan……………………………………………………………………………

B. Saran………………………………………………………………………………….

BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Setelah rasulullah wafat muncul lah perbedaan – perbedaan yang ada seperti
pada zaman khalifah Ali, tidak seperti tiga sebelumnya, berasal dari keluarga yang sama
dengan Muhammad (Bani Hasyim), dianggap oleh Muslim Syiah sebagai khalifah dan
imam sah pertama setelah Muhammad. Ali memerintah selama Fitna Pertama (656661),
perang saudara terjadi antara para pendukung Ali dan para pendukung khalifah
sebelumnya, serta terjadinya para pemberontak di Mesir. Perang menyebabkan
pembentukan Kekhalifahan Umayyah di bawah Muawiyah I pada tahun 661. Pemikiran
Politik Islam dewasa ini tidak terlepas dari peran para pemikir sekaligus aktor politik
Islam di dunia. Perubahan sosial dan politik yang terus terjadi di dunia Islam merupakan
sebagian dampak dari meluasnya pengaruh pemikiran politik Islam tersebut. Terutama
perbedaan pemikiran politik Islam antara sunni dan syiah tentang konsep sumber
kepemimpinan Islam. Perbedaan tersebut muncul semenjak Nabi Muhammad Saw
meninggal dunia sampai dengan saat ini.1
Polemik tentang pengganti kepemimpinan Nabi berakhir pada dualisme antara
yang sepakat atas pertemuan di Saqifah dengan mereka yang menentang pemilihan
tersebut atau jelasnya anggota keluarga Nabi yang meyakini bahwa Nabi telah
menunjuk Ali sebagai pemimpin umat selanjutnya. Maka dapat kita simpulkan yakni
menurut John L. Esposito, bahwa perbedaan pendapat mengenai kepemimpinan politik
dan agama setelah meninggalnya Nabi Muhammad membaca pada pembagian Muslim
menjadi dua cabang utama yaitu Sunni dan Syiah.2
Sedangkan kelompok Sunni yang berpendapat bahwa kepemimpinanmerupakan
urusan umat dan diserahkan kepada umat
disebabkan Nabi tidak pernah memberikan metode khusus dalam pergantian
kepemimpinan, dan bersandar pada dalil al-Quran yakni dengan prinsip musyawarah
kaum Sunni mencoba lebih jauh dengan memberikan suatu konsep kepemimpinan yang
secara teori disebut dengan Khilafah. Suatu sistem pemerintahan yang tidak menganut
pola kerajaan selayaknya kaum Syiah dengan prosesi pengangkatan pemimpin dengan
metode pewarisan. Menurut Roger Graudy, bahwa sebagai contoh al-Qur’an melarang
kerajaan yang didasarkan atas hak ilahi dan teokrasi dalam arti dipakai orang di Barat,
karena dalam Islam tidak ada kaum pendeta (Rahbaniah) dan tidak ada pula gereja yang
berhak untuk bicara dan memerintah atas nama Tuhan. Selanjutnya dia mengatakan
khilafah umpamanya, tidak menjadi turun temurun sebagai dinasti kecuali sesudah
meniru otokrasi Romawi atau Persia.2

1 John L. Esposito,Islam Aktual;Jawaban atas Gejolak Masyarakat Post-


Modern,Depok,InisiasiPress.2002,Hlm. 41 2

Ibid, 52
2 Khalil Ibrahim Jindan,Teori Politik Islam,Telaah Kritis Ibnu Taimiyah tentang pemerintahan
Islam,Surabaya,RisalahGusti.1999, Hlm. 8
B. Rumusan Masalah

1. Pengertian
2. Mekanisme Pengangkatan Khilafah
C. Tujuan

1. Untuk memaparkan penjelasan apa itu khalifah ?


2. Agar mengetahui secara spesifik mekanisme pengangkatan khilfah pada masa itu ?

BAB II
1. Khilafah A. Pengertian

Khilafah adalah suatu konsep pemerintahan yang baru-baru ini muncul


kembali dan diminati oleh sebagian umat Islam. Kemunculan kembali tuntutan
umat Islam terhadap pelaksanaan dan penguasaan negara yang berbasis syariat
Islam tidak lepas dari kegagalan kaum nasionalis sekuler.3

Mengingat perkembangan politik dunia sejak awal hingga sekarang, telah


ditetapkan bahwa ada dua bentuk pemerintahan: republik dan kerajaan. Pada awal
perkembangannya, dunia Islam merupakan entitas politik yang bersatu.
Pemerintahannya terpusat di pemerintah pusat dan wilayahnya dibagi menjadi
provinsi. Dengan perkembangan dunia modern saat ini, beberapa pemerintah terus
mewarisi tradisi kuno, sementara yang lain mengikuti Barat sebagai negarabangsa
republik.5

B. Sejarah

Adapun istilah khalifah istilah tersebut digunakan sebagi gelar untuk seorang
pemimpin dari suatu negar yang menganut konsep khilafah, istlah khalifah sudah
muncul sejak zaman setelah Rasulullah Swt wafat, pada masa itu khalifah terus
berganti dan regenerasi dari zaman Khalifah pertama yang di pimpin oleh Abu
Bakar Ash Shiddiq ( 632 – 634 ), Khalifah ke dua Umar bin Khattab ( 634 –
644 ), Khalifah ke tiga Ustman bin Affan ( 644 – 656 ), dan Khalifah ke empat
Ali bin Abi Thalib ( 656 – 661 ). Pada masa khalifah pertama periode ini sangat
singkat Abu Bakar menyelesaikan konflik yang terjadi di Bangsa Arab yang
dikarenakan perbedaan suku, ada beberapa suku yang tidak tunduk kepada
pemerintahan madinah dikarenakan setelah Rasulullah wafat , dan mereka yang
tidak tunduk kepada Pemerintahan Madinah karena mereka menganggap setelah
Rasulullah Wafat perjanjian telah selesai, akan tetapi Abu Bakar meyelesaikan hal

3 Ahmad Warison Munawwir, Kamus Al-munawwi, Arab Indonesia (Surabaya:


Pustaka Progresif, 1997) cet keempat, 361-363. 5 Ibid, 370
ini dengan cara berperang ( perang siffin ) yang dipimpin oleh Khalid bin Walid.
Periode Khalifah ke dua Umar Bin Khattab pada masa ini Umar memberikan
kebebasan terhadap masyarakat nya karena Umar menilai masyarakat itu boleh
campur tangan terhadap pemerintahan. Periode khalifah ke tiga Ustman bin Affan
pada masa beliau menjabat, belau memperluas wilayah wilayah sampai ke Fars
( Iran sekarang ) pada tahun 650, dan beberapa wilayah Khorasan ( sekarang
Afganistan ) pada tahun 651. Pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib pada
masa beliau beliau berhasil membenahi keuangan negara ( baitul maal ),
mrngganti pejabat yang kurang cakap, memajukan bidang pembangunan.4

2. Mekanisme Pemilihan

Khalifah5 A. Al mawardi

mengemukakan dua cara

Pertama, seorang kepala negara mungkin diangkat melalui lembaga


pemilih (ahl al-hall wa al-‘aqd). Kedua, ia mungkin juga diangkat melalui
penunjukan kepala negara yang sedang berkuasa. Al-Mawardi mengajukan
beberapa syarat yang harus dipenuhi setiap anggota pemilih8. Yaitu,

1. Adil,

2. Memiliki pengetahuan yang dapat menentukan siapa yang layak menjadi kepala
negara,

3.Memiliki wawasan yang luas dan sikap yang arif sehingga dapat memilih calon
yang paling tepat untuk jabatan kepala negara dan yang paling mumpuni untuk
menangani dan mengelola kepentingan umum

. B. Proses Mekanisme pemilihan Khalifah

Persyaratan yang diberikan al-Mawardi seperti di atas merupakan persyaratan yang tepat, sebab
dari kelompok pemilih itu diharapkan terwujudnya kepala negara yang cakap,
terampil, dan mengetahui mana yang harus dilakukan untuk kepentingan rakyat.
Untuk itu hanya kelompok tertentu yang berhak menjadi kelompok pemilih
kepala negara. Kemudian, terhadap pengangkatan kepala negara melalui
pemilihan tersebut terdapat perbedaan pendapat tentang jumlah peserta dalam
pemilihan tersebut. Pertama, kelompok yang mengatakan bahwa ahl al-hall wa
al-‘aqd terdiri dari perwakilan seluruh kota yang ada di bawah kekuasaan negara.

4 M Dawam Raharjo, Ensiklopedi Al-Qur’an : Tafsir Sosial Berdasarkan KonsepKonsep


Kunci(Jakarta: Paramadina, 1996), 363-364.
5 Abdul A’la al-Maududi, Al-Khilafah Wa-al Mulk, (tej) Khilafah dan Kerajaan
(Bandung: Mizan 1996), 58. 8 Ibid,73
Kedua, kelompok yang menyatakan bahwa pemilihan baru dianggap sah apabila
paling kurang dilakukan lima orang. Seorang di antara mereka diangkat sebagai
imam dengan persetujuan empat orang yang lain. Dasar pertimbangan kelompok
ini ialah bahwa dahulu Abu Bakar diangkat sebagai khalifah pertama melalui
pemilihan lima orang, dan bahwa Umar ibn Khattab telah membentuk dewan
formatur yang terdiri dari enam orang untuk memilih seorang di antara mereka
sebagai khalifah penggantinya dengan persetujuan lima anggota yang lain dari
dewan itu. Ketiga, pemilihan itu sah kalau dilakukan tiga orang; seorang di
antaramereka diangkat sebagai imam dengan persetujuan dua orang yang lain.
Pendapat ini diajukan ulama Kufah. Keempat, pemilihan imam sah walaupun
dilakukan satu orang. Menurut kelompok ini, dahulu Ali ibn Abi Thalib diangkat
hanya oleh satu orang, Abbas. Abbas berkata kepada Ali,
“ulurkan tanganmu, aku hendak berbai’at kepadamu”. Menyaksikan apa yang
diperbuat oleh Abbas itu, semua yang hadir serentak berkata, “paman Nabi telah
berbai’at kepada anak pamannya”.6

Jika sang calon menyatakan tidak bersedia,maka ia tidak bisa dipaksa menjadi kepala negara.
Sebaliknya, apabila ia menerima penunjukan, maka dewan pemilih melakukan bai’at
kepadanya. Dalam hal ini, masyarakatpun harus ikut memberikan bai’at dan mematuhi
kepemimpinanya.7

Masalah seperti ini muncul ketika terdapat dua calaon yang sama-sama memenuhi
kriteria pemilihan. Untuk menyelesaikannya, al-Mawardi berpendapat bahwa calon yang lebih
tua usianya memiliki hak yang lebihterbuka untuk dipilih sebagai kepala negara. Akan tetapi,
jika faktor usia tidak menjadi pertimbangan dan fakta yang ada mendukung, calon yang lebih
mudapun dapat dipilih. Kondisi obyektif memang menjadi faktor tatkala menghadapi pilihan
calon-calon yang berimbang kualitasnya. Misalnya, jika terdapat dua calon yang memenuhi
syarat, tetapi yang satu memiliki keunggulan dalam hal keberanian, sementara yang lain
memiliki kelebihan secara intelektual, maka pemilihan harus diambil dengan
mempertimbangkan situasi riil yang dihadapi oleh negara itu. Apabila situasinya sedang
dihadapkan pada ancaman dan instabilitas, pilihan jatuh pada calon yang memiliki keberanian.
Apabila situasinya menuntut penyelesaian dalam masalah kebebasan berfikir, pilihan diberikan
kepada calon yang intelektual.8

Al Mawardi juga memberikan sebuah persyaratan yang harus dipenuhi saat proses
penunjukan tersebut. Pertama, orang yang akan di tunjuk itu--di samping harus memiliki
kriteria yang sudah dikemukakan sebelumnya--juga harus dewasa dan memiliki reputasi baik.

6 Al-Hasjmy, Dimana Letaknya NegaraIslam (Bina Ilmu, 1984), 153.


7 M Dhiaudin Rais, Teori politik Islam (Jakarta: Gema Insani Pres, 2001), 87.

8 Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara: Ajaran Sejarah dan Pemikiran (Jakarta: UI-Press,
1990), 21-23.
Jika, misalnya, beberapa saat setelah kepala negara yang menunjuknya wafat, ia sudah dewasa
dan sudah dikenal tentang kebaikannya, maka kepemimpinan yang bersangkutan tidak sah
sampai ada pemilihan dan bai’at baru dari dewan pemilih. Kedua, calon yang diangkat harus
hadir pada saat penunjukan atau kalau memang ia tidak bisa hadir--ada kepastian bahwa ia
masih hidup. Ketika kepala negara yang menunjuknya meninggal dunia, sementara ia sendiri
belum juga hadir untuk dilakukan bai’at, maka dewan pemilih bertanggung jawab umtuk
mengangkat orang lain sebagi pejabat pelaksana tugas negara.9

BAB III PENUTUP

A. Simpulan

Awal mula terjadinya pembentukam khilafah terjadi pada saat setelah Rasulullah wafat,
didalam khilafah tersendiri penerapan hukum islam sebagi idiologi, syariat, dan
mengikuti pada zaman Rasulullah dan khulafaur rasyidin dalam melaksanakan suatu
kepemerintahan. Setelah rasulullah wafat muncul lah perbedaan – perbedaan yang ada
seperti pada zaman khalifah Ali, tidak seperti tiga sebelumnya, berasal dari keluarga yang
sama dengan Muhammad (Bani Hasyim), dianggap oleh Muslim Syiah sebagai khalifah
dan imam sah pertama setelah Muhammad.

Persyaratan yang diberikan al-Mawardi seperti di atas merupakan persyaratan


yang tepat, sebab dari kelompok pemilih itu diharapkan terwujudnya kepala negara yang
cakap, terampil, dan mengetahui mana yang harus dilakukan untuk kepentingan rakyat.

Kedua, kelompok yang menyatakan bahwa pemilihan baru dianggap sah apabila paling
kurang dilakukan lima orang. Dasar pertimbangan kelompok ini ialah bahwa dahulu Abu
Bakar diangkat sebagai khalifah pertama melalui pemilihan lima orang, dan bahwa Umar
ibn Khattab telah membentuk dewan formatur yang terdiri dari enam orang untuk
memilih seorang di antara mereka sebagai khalifah penggantinya dengan persetujuan
lima anggota yang lain dari dewan itu. Ketiga, pemilihan itu sah kalau dilakukan tiga
orang; seorang di antaramereka diangkat sebagai imam dengan persetujuan dua orang
yang lain.

Menurut kelompok ini, dahulu Ali ibn Abi Thalib diangkat hanya oleh satu orang,
Abbas. Untuk menyelesaikannya, al-Mawardi berpendapat bahwa calon yang lebih tua
usianya memiliki hak yang lebihterbuka untuk dipilih sebagai kepala negara. Akan tetapi,
jika faktor usia tidak menjadi pertimbangan dan fakta yang ada mendukung, calon yang

9 Ahmad al-Usairy, Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX, 155-156.
lebih mudapun dapat dipilih. Misalnya, jika terdapat dua calon yang memenuhi syarat,
tetapi yang satu memiliki keunggulan dalam hal keberanian, sementara yang lain
memiliki kelebihan secara intelektual, maka pemilihan harus diambil dengan
mempertimbangkan situasi riil yang dihadapi oleh negara itu.Jika, misalnya, beberapa
saat setelah kepala negara yang menunjuknya wafat, ia sudah dewasa dan sudah dikenal
tentang kebaikannya, maka kepemimpinan yang bersangkutan tidak sah sampai ada
pemilihan dan bai`at baru dari dewan pemilih. Kedua, calon yang diangkat harus hadir
pada saat penunjukan atau kalau memang ia tidak bisa hadir--ada kepastian bahwa ia
masih hidup. Ketika kepala negara yang menunjuknya meninggal dunia, sementara ia
sendiri belum juga hadir untuk dilakukan bai`at, maka dewan pemilih bertanggung jawab
umtuk mengangkat orang lain sebagi pejabat pelaksana tugas negara.

B. Saran

Dengan adanya Makalah ini diharapkan bagi pembaca mengetahui penjelasan dari “
khilafah di masa sunni”

DAFTAR PUSTAKA
Ad-Dumaiji, Al-Imâmah al-‘Uzhma ‘Inda Ahl as-Sunnah wa al-Jamâ‘ah, www.said.net 2010

’A’la al-Maududi , Abu, Tadwin al-Dustur al-Islamy, Beirut, Dar al-Fikr, tt

Al-Mawardi, Al-Ahkaamus Sulthaaniyyah wal Wilaayaatud Diiniyyah, Beirut, AlMaktab


alIslamy, 1996,

an-Nabhani,Taqiyuddin,Asy-Syakhshiyah al-Islâmiyyah,Beirut, Darul Ummah, 2002

al-Yusuf, Muslim,Dawlah al-Khilâfah ar-Râsyidah wa al-‘Alaqât ad-


Dawliyah,www.said.net, 2010 az-Zuhaili, Wahbah,Al-Fiqh al-Islâmi wa Adillatuhu, Beirut, Dar al-
Fikr, tt,

Bhaskara, FV. dan Harry Isman, Kamus Popular Lengkap Bandung, Citra Umbara, 1994
Dahlan., Abd.Aziz, (ed), Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta, Icthiar Baru Van Hoave, 1996

H.A.Djazuli, Fiqh Siyasah ; Implementasi Kemaslahatan Ummat dalam RambuRambu Syariah,


Jakarta, Kencana Pranada Media Group, 2009

Khaldun,Ibn, Abd.Rahman, Muqaddimat, Beirut, Dar al-Fikr,tt.


Imam Nawawi, Syarh Muslim XII/242.
KH.M.Shiddiq Al-Jawi ;http://www.hizbut-tahrir.or.id/2008/03/04/khilafah-danimamah
Manzhur, Ibn,Lisan al-Arab, Vol.IX, Beirut, Dar Shadir, 1968/1396

Muhammad Abdul Qadir Abu Farishttp://www.eramuslim.com/manhaj-


dakwah/fikih-siyasi/khilafah-dan-bentuk-negara-dalam-islam.htm

Patrick Hughes, Thomas,Dictionary of Islam, New Delhi, Oriental Books Print Corporation, 1976

Pulungan, J.Suyuthi,Fiqh Siyasah ; Ajaran Sejarah dan Pemikiran, Jakarta, Rajawali Grafindo
Persada, 2000

Qal’ah Jie Rawwas, dan Hamid Shadiq Qunaibi, Mu‘jam Lughah al-Fuqahâ, Beirut, Dar al-
Nafa’is 1988

Ridha, Rasyid, Al-Kifayat aw al imamat al-’uzhmat, Al-Manar, Al-Qahirat, tt


Sjadzali, Munawir, Islam dan Tata Negara ;Ajaran Sejarah dan Pemikiran, Jakarta, UI Press, 1995

You might also like