You are on page 1of 72

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPENATAAN ANESTESI Ny.

A
DIAGNOSA G1P000 UK 39-40 T/H + PROLONG FASE LATEN DILAKUKAN
SECTIO CAESAREA DENGAN REGIONAL ANESTESI (SAB) DI RUANG IBS
RSUD KLUNGKUNG
PADA TANGGAL 5 MEI 2022

CI AKADEMIK : Ns. Ni Made Dewi Wahyunadi, S.Kep.,M.Kep

CI KLINIK : Ns. I Ketut Budiarta, S.Kep

DISUSUN OLEH :

Ayu Annisa Salsabila


2014301056

FAKULTAS KESEHATAN

PRODI DIV-KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI

INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI

TAHUN 2021/2022
A. Konsep Teori Penyakit
1. Definisi
Sectio Caesarea adalah suatu pembedahan guna melahirkan janin lewat insisi
pada dinding abdomen dan uterus persalinan buatan. Sehingga janin di lahirkan
melalui perut dan dinding perut dan dinding rahim agar anak lahir dengan keadaan
utuh dan sehat (Anjarsari, 2019).
Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin denganmembuat sayatan
pada dinding uterus melalui dinding depan perut (Martowirjo, 2018). Sectio
Caesarea adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu
insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam
keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sagita, 2019).
Sectio Caesarea merupakan tindakan medis yang diperlukan untuk membantu
persalinan dengan indikasi tertentu, baik akibat masalah kesehatan ibu atau kondisi
janin. Persalinan Sectio Caesarea dilakukan ketika persalinan normal tidak bisa
dilakukan lagi. Tindakan Sectio Caesarea saat ini dilakukan tidak lagi dengan
pertimbangan medis, tetapi juga dengan permintaan pasien sendiri atau saran dokter
yang menangani. Hal tersebut yang menjadi faktor penyebab meningkatnya angka
kejadian Sectio Caesarea (Ayuningtyas et al., 2018).
Tindakan operasi Sectio Caesarea menyebabkan nyeri dan mengakibatkan
terjadinya perubahan kontinuitas jaringan karena adanya pembedahan. Nyeri
merupakan pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat
dari kerusakan jaringan aktual dan potensialyang sangat mengganggu dan
menyulitkan banyak orang dan sangat individual karena rasa nyeri yang tidak dapat
dibagi kepada orang lain (Anjarsari, 2019).
2. Etiologi
Menurut Martowirjo (2018), etiologi dari pasien Sectio Caesarea adalah
sebagai berikut :
a. Etiologi yang berasal dari ibu
1) Plasenta Previa Sentralis dan Lateralis (posterior) dan totalis
2) Panggul sempit
3) Disporsi sefalo-pelvik : ketidakseimbangan antara ukuran kepala
dengan panggul
4) Partus lama (prognoled labor)
5) Ruptur uteri mengancam
6) Partus tak maju (obstructed labor)
7) Distosia serviks
8) Pre-eklamsia dan hipertensi
9) Disfungsi uterus
10) Distosia jaringan lunak.
b. Etiologi yang berasal dari janin
1) Letak lintang
2) Letak bokong
3) Presentasi rangkap bila reposisi tidak berhasil
4) Presentasi dahi dan muka (letak defleksi) bila reposisi dengan cara-
cara lain tidak berhasil.
5) Gemeli menurut Eastma, sectio caesarea di anjurkan :
a) Bila janin pertama letak lintang atau presentasi bahu (Shoulder
Presentantion)
b) Bila terjadi interlok (locking of the twins)
c) Distosia oleh karena tumor
d) Gawat janin.
6) Kelainan uterus :
a) Uterus arkuatus
b) Uterus septus
c) Uretus duplekus
d) Terdapat tumor di pelvis minor yang mengganggu masuk kepala
janin ke pintu atas panggul

Sedangkan menurut Sagita (2019), indikasi indikasi ibu dilakukan Sectio


Caesarea adalah ruptur uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini.
Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000
gram> Dari beberapa faktor Sectio Caesarea diatas dapat diuraikan beberapa
penyebab sectio sebagai berikut :

a. CPD (Chepalo Pelvik Dispropotion)


adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran kepala janin
yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara normal. Tulang-
tulang panggul merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk
rongga panggul yang merupakan jalan yang harus dilalau oleh janin
ketikaakan lahir secara normal. Bentuk panggul yang menunjukkan
kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam
proses persalinan normal sehingga harus dilakukan tindakan operasi.
Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi
asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal.
b. PEB (Pre-Eklamasi Berat)
adalah kesatuan penyakit yang langsung disebabkan oleh kehamilan, sebab
terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, preeklamsi
dan eklamsi merupakan penyebab kematian maternatal dan perinatal paling
penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah penting
yaitu mampu mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi
eklamasi
c. KDP (Ketuban Pecah Dini)
KPD adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan
ditunggu satu jam belum terjadi inpartus. Sebagian besar ketuban pecah dini
adalah hamil aterm di atas 37 minggu.
d. Bayi kembar
Tak selamanya bayi kembar dilahirkan secara Sectio Caesarea. Hal ini
karena kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih
tinggi daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat
mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan
secara normal.
e. Faktor hambatan jalan lahir
adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak
memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan
pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
f. Kelainan Letak Janin
1) Kelainan pada letak kepala
a) Letak kepala menengah, bagian terbawah adalah puncak kepala,
pada pemerikasaan dalam teraba UUB yang paling rendah.
Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya bundar, anaknya
kecil atau mati, kerusakan dasar panggul.
b) Presentasi muka, letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian
kepala yang terletak paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi,
kira-kira 0,27-0,5 %. Presentasi dahi, posisi kepala antara fleksi dan
defleksi, dahi berada pada posisi terendah dan tetap paling depan.
Pada penempatan dagu, biasnya dengan sendirinya akan berubah
menjadi letak muka atau letak belakang kepala.
2) Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang
dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum
uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong,
presentasi bokong kaki sempurna, presentasi bokong tidak sempurna dan
presentasi.
3. Tanda dan Gejala
Menurut Martowirjo (2018), manifestasi klinis pada klien dengan Post Section
Caesarea antara lain :
a. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan 600 – 800 ml.
b. Tepasang kateter, urin jernih dan pucat
c. Abdomen lunak dan tidak ada distensi
d. Bising usus tidak ada
e. Ketidaknyamanan untukmenghadapi situasi baru
f. Balutan abdomen tampak sedikit noda
g. Aliran lokhia sedangdan bebas bekuan, berlebihan dan banyak
Tanda dan gejala yang muncul sehingga memungkinkan untuk dilakukan
tindakan section caesarea adalah :
a. Fetal distress
b. His lemah/melemah
c. Janin dalam posisi sungsang atau melintang
d. Bayi besar ( BBL > 4,2 kg )
e. Plasenta previa
f. Kelainan letak
g. Disproporsi cevalo-pelvik ( ketidakseimbangan antar ukuran kepala dan
panggul )
h. Ruptur uteri mengancam
i. Hydrocephalus
j. Primi muda atau tua
k. Partus dengan komplikasi
l. Panggul sempit
m. Problema plasenta
4. Pemeriksaan Diagnostik / Pemeriksaan Penunjang Terkait
Menurut Martowirjo (2018), pemeriksaan diagnostic yang dilakukan pada
section Caesarea adalah sebagai berikut :
a. Hitung darah lengkap
b. Golongan darah (ABO) dan pencocokan silang, tes Coombs Nb.
c. Urinalisis : menentukan kadar albumin/glukosa
d. Pelvimetri : menentukan CPD
e. Kultur : mengidentifikasi adanya virus heres simpleks tipe II
f. Ultrasonografi : melokalisasi plasenta menentukan perteumbuhan,
kedudukan dan presentasi janin
g. Amniosintess : Mengkaji maturitas paru janin
h. Tes stres kontraksi atau non-stres : mengkaji respons janin terhadap
gerakan/stres dari polakontraksi uterus/polaabnormal.
i. Penetuan elektronik selanjutnya : memastikan status janin/aktivitas uterus
5. Penatalaksanaan Medis
a. Penatalaksanaan Terapi
1) Pengobatan Di Rumah
Pengobatan di rumah untuk kasus solusio plasenta. Sebagai berikut:
(a) Tidak menggunakan obat-obatan terlarang
(b) Tidak merokok saat hamil
(c) Selalu gunakan peralatan keselamatan dalam berkendara untuk
menghindari terjadinya cedera pada perut.

Berikut adalah gaya hidup dan pengobatan rumah yang dapat membantu
mengatasi solusio plasenta :

(a) Melakukan pemeriksaan control kehamilan secara rutin untuk deteksi


abruptio plasenta untuk mendapat penanganan segera di rumah sakit.
(b) Pengobatan untuk penyakit seperti diabetes dan tekanan darah tinggi
untuk menurunkan risiko solusio plasenta. (Placental abruption –
Symptoms and causes. (2020). Retrieved 31 March 2020, from).
2) Terapi Obat-Obattan
Pemberian Rh immunoglobulin diperlukan pada pasien Rh-negatif. Jika
usia kehamilan kurang dari 37 minggu, pemberian kortikosteroid untuk
pematangan paru janin perlu dilakukan. Jika hemodinamik ibu stabil, dapat
dipikirkan kelahiran pervaginam. Namun, jika kondisi ibu tidak stabil, harus
dilakukan pembedahan seksio cesaria. (Mayo Clinic. Diakses pada 2019.
Placental abruption - Symptoms and causes.).
Obat-obat ini hanya boleh dikonsumsi dengan resep dokter. Jenis obat
yang umum diberikan dokter adalah tocolytics. Obat ini memungkinka n
pemberian glucocorticoids yang efektif ke janin preterm untuk
mempercepat pematangan paru-paru janin.
b. Penatalaksanaan Operatif
Menurut Ramadanty (2019), penatalaksanaan Sectio Caesarea adalah sebagai
berikut :
1) Pemberian Cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian
cairan per intavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar
tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya.
Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL
secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb
rendah diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.
2) Diet
Pemberian cairan per infus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan per oral. Pemberian minuman
dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 sampai 8 jam
pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
3) Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi : Miring kanan dan kiri dapat
dimulai sejak 6 sampai 10 jam setelah operasi, Latihan pernafasan dapat
dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini mungkin setelah sadar,
Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan
diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya, Kemudian posisi
tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk (semifowler),
Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar
duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada
hari ke-3 sampai hari ke-5 pasca operasi.
4) Katerisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan rasa tidak enak
pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan.
Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis
operasi dan keadaan penderita.
5) Pemberian Obat-obattan
Antibiotik cara pemilihan dan pemberian antibiotik sangat berbeda-beda
sesuai indikasi.
6) Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan Obat
yang dapat di berikan melalui supositoria obat yang diberikan ketopropen
sup 2x/24 jam, melalui oral obat yang dapat diberikan tramadol atau
paracetamol tiap 6 jam, melalui injeksi ranitidin 90-75 mg diberikan setiap
6 jam bila perlu.
7) Obat-obattan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan
caboransia seperti neurobian I vit C.
8) Perawatan Luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah
harus dibuka dan diganti.
9) Pemeriksaan Rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan
darah, nadi,dan pernafasan.
10) Perawatan Payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu memutuskan
tidak menyusui, pemasangan pembalut payudara yang mengencangkan
payudara tanpa banyak menimbulkan kompesi, biasanya mengurangi rasa
nyeri.
B. Pertimbangan Anestesi
1. Definisi Anestesi
Anestesi artinya adalah pembiusan, berasal dari bahasa Yunani an artinya “tidak
atau tanpa" dan aesthētos, "artinya persepsi atau kemampuan untuk merasa". Secara
umum anestesi adalah suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan
pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada
tubuh. Istilah anestesi dikemukakan pertama kali oleh O.W. Holmes yang artinya
tidak ada rasa sakit.
Anestesi memenuhi tiga kriteria yang disebut dengan trias anestesi, meliputi
analgesi (hilang nyer)i, hipnotik (hilang kesadaran), berikut relaksasi (muscle
relaxant).
Obat anestesi adalah obat yang digunakan untuk menghilangkan rasa sakit
dalam bermacam-macam tindakan operasi. Anestesi dibagi menjadi dua kelompok
yaitu anestesia umum dan regional.
2. Jenis Anestesi
a. General Anestesi
1) Anestesi umum atau pembiusan artinya hilag rasa sakit di sertai hilang
kesadaran
2) Anestesi umum adalah obat yang dapat menimbulkan anestesi yaitu suatu
keadaan depresi umum dari berbagai pusat di sistem saraf pusat yang
bersifat reversibel, dimana seluruh perasaan dan kesadaran ditiadakan
sehingga lebih mirip dengan keadaan pingsan
a) Anestesi digunakan pada pembedahan dengan maksud mencapai
keadaan pingsan, merintangi rangsangan nyeri (analgesia), memblokir
reaksi refleks terhadap manipulasi pembedahan serta menimbulkan
pelemasan otot (relaksasi).
b) Anestesi umum yang kini tersedia tidak dapat memenuhi tujuan ini
secara keseluruhan, maka pada anestesi untuk pembedahan umumnya
digunakan kombinasi hipnotika, analgetika, dan relaksasi otot.
3) Stadium Anestesi
Guedel (1920) membagi anestesi umum dengan eter dalam 4 stadium
(stadium III dibagi menjadi 4 plana), yaitu :
a) Stadium I
Stadium I (analgesi) dimulai dari saat pemberian zat anestesi sampai
hilangnya kesadaran. Pada stadium ini pasien masih dapat mengikuti
perintah dan terdapat analgesi (hilangnya rasa sakit). Tindakan
pembedahan ringan, seperti pencabutan gigi dan biopsi kelenjar, dapat
dilakukan pada stadium ini.
b) Stadium II
Stadium II (delirium/eksitasi, hiperrefleksi) dimulai dari hilangnya
kesadaran dan refleks bulu mata sampai pernapasan kembali teratur.
Pada stadium ini terlihat adanya eksitasi dan gerakan yang tidak menurut
kehendak, pasien tertawa, berteriak, menangis, menyanyi, pernapasan
tidak teratur, kadang-kadang apneu dan hiperventilasi, tonus otot rangka
meningkat, inkontinensia urin dan alvi, muntah, midriasis, hipertensi
serta takikardia. stadium ini harus cepat dilewati karena dapat
menyebabkan kematian.
c) Stadium III
Stadium III (pembedahan) dimulai dengan teraturnya pernapasan
sampai pernapasan spontan hilang. Stadium III dibagi menjadi 4 plana
yaitu:
Plana 1 :
Pernapasan teratur, spontan, dada dan perut seimbang, terjadi gerakan
bola mata yang tidak menurut kehendak, pupil miosis, refleks cahaya
ada, lakrimasi meningkat, refleks faring dan muntah tidak ada dan belum
tercapai relaksasi otot lurik yang sempurna (tonus otot mulai menurun).
Plana 2 :
Pernapasan teratur, spontan, perut-dada, volume tidal menurun,
frekuensi meningkat, bola mata tidak bergerak, terfiksasi di tengah,
pupil midriasis, refleks cahaya mulai menurun, relaksasi otot sedang,
dan refleks laring hilang sehingga dapat dikerjakan intubasi.
Plana 3 :
Pernapasan teratur oleh perut karena otot interkostal mulai paralisis,
lakrimasi tidak ada, pupil midriasis dan sentral, refleks laring dan
peritoneum tidak ada, relaksasi otot lurik hampir sempurna (tonus otot
semakin menurun).
Plana 4 :
Pernapasan tidak teratur oleh perut karena otot interkostal paralisis total,
pupil sangat midriasis; refleks cahaya hilang, refleks sfingterani dan
kelenjar air mata tidak ada, relaksasi otot lurik sempurna (tonus otot
sangat menurun).
d) Stadium IV
Stadium IV (paralisis medula oblongata) dimulai dengan melemahnya
pernapasan perut dibanding stadium III plana 4. Pada stadium ini
tekanan darah tak dapat diukur, denyut jantung berhenti, dan akhimya
terjadi kematian. Kelumpuhan pernapasan pada stadium ini tidak dapat
diatasi dengan pernapasan buatan
b. Regional Anestesi
Anestesi regional adalah anestesi lokal dengan menyuntikan obat anestesi lokal
ke dalam ruang subarachnoid dan ekstradural epidural di lakukan suntikan
kedalam ekstradural, untuk mendapatkan analgesi setinggi dermatom tertentu
dan relaksasi otot rangka.
3. Teknik Anestesi
a. General Anestesi
Anestesi umum atau general anestesi menurut Mangku dan Senapathi (2017)
dapat dilakukan dengan 3 teknik, yaitu :
1) Anestesi Inhalasi
Anestesi yang diberikan melalui udara pernafasan dengan menggunakan
gas atau cairan anestesi yang mudah menguap.
Gas anestesi bisa dikombinasikan dengan nitrogen oksida yang terdapat
pada suhu dan tekanan ruangan secara stabil. Zat cair yang telah terbukti
sangat mudah menguap yakni Halotan, enfluran, isofluran, desfluran, dan
metoksifluran.
Kloroform merupakan anestesi inhalasi yang pemakaiannya telah
dibatasi karena bersifat toksik terhadap fungsi hati. Sedangkan anestesi
inhalasi yang dibatasi selanjutnya yakni eter dan siklopropan karena mudah
terbakar.
2) Anestesi Parenteral (Intramuscular/Intravena)
Anestesi parenteral adalah anestesi umum yang diberikan secara
parenteral baik intravenus maupun intra musculer, dipergunakan untuk
tindakan pembedahan yang singkat dan teknik induksi anestesi.
Obat bius atau anestesi yang diberikan secara intravena bisa
dikombinasikan dengan anestesi yang lain bahkan hanya dengan obat
anestesi itu sendiri secara tunggal. Hal ini bertujuan agar pasien dapat
mencapai stadium anestesi dan rasa tenang dengan cepat. Teknik TIVA
(Total Intra Venous Anestesi).
3) Anestesi Imbang
Balance Anesthesia merupakan teknik anestesi dengan menggunakan
kombinasi obat-obatan baik anestesi intravena maupun obat anestesi
inhalasi atau kombinasi teknik general anestesi dengan analgesia regional
untuk mencapai trias anestesi secara optimal dan berimbang.
b. Regional Anestesi
1) Anestesi Spinal
Obat disuntikkan di tulang punggung dan diperoleh pembiusan dari kaki
sampai tulang dada hanya dalam beberapa menit. suntikan hanya diberikan
satu kali.
2) Epidural Spinal
Obat disuntikkan di tulang punggung dan diperoleh pembiusan dari kaki
sampai tulang dada hanya dalam beberapa menit. suntikan hanya diberikan
satu kali, obat diberikan terus-menerus melalui sebuah selang kecil selama
masih diperlukan.
3) Kombinasi Spinal Epidural
Penggabungan 2 tekhnik anestesi antara spinal dan epidural. Keuntungan
Anestesia kombinasi spinalepidural adalah onset cepat, tinggi blok dapat
ditambahkan, durasi blok dapat diperpanjang, serta penatalaksanaan nyeri
pasca bedah yang baik.
4) Anestesi Blok
Cara ini dapat digunakan pada tindakan pembedahan maupun untuk tujuan
diagnostik dan terapi
c. Rumatan Anestesi
1) Premedikasi
Premedikasi adalah pemberian obat-obatan sebelum tindakan anestesi
dengan tujuan utama menenangkan pasien, menghasilkan induksi anestesi
yang halus, mengurangi dosis anestetikum, mengurangi atau
menghilangkan efek samping anestetikum (IPAI, 2018). Obat-obat yang
diberikan sebagai premedikasi pada tindakan anestesi sebagai berikut:
a) Gol. Analgetik Narkotik
(1) Morfin
Dosis premedikasi dewasa 5-10 mg (0,1-0,2 mg/kgBB)
intramuskular diberikan untuk mengurangi kecemasan dan
ketegangan pasien menjelang operasi, menghindari takipnu dapat
pemberian trikloroetilen, dan agar anestesi berjalan dengan tenang
dan dalam.
Kerugiannya adalah terjadi perpanjangan wakti pemulihan,
timbul spasme serta kolik biliaris dan ureter. Kadang-kadang terjadi
konstipasi, retensi urin, hipotensi, dan depresi napas.
(2) Petidin
Dosis premedikasi dewasa 50-75 mg (1-1,5 mg/kgBB) intravena
diberikan untuk menekan tekanan darah dan pernapasan serta
merangsang otot polos. Dosis induksi 1-2 mg/kgBB intravena
b) Gol. Transquilizer (obat penenang)
(1) Diazepam
Diazepam merupakan golongan benzodiazepin. Pemberian dosis
rendah bersifat sediatif sedangkan dosis besar hipnotik. Dosis
premedikasi dewasa 10 mg intramuskular atau 5-10 mg oral (0,2-
0,5 mg/kgBB) dengan dosis maksimal 15 mg. Dosis sedasi pada
analgesi regional 5-10 mg (0,04-0,2 mg/kgBB) intravena. Dosis
induksi 0,2-1mg/kgBB intravena.
(2) Midazolam
Dibandingkan dengan diazepam, midazolam mempunyai awal dan
lama kerja lebih pendek. Belakangan ini midazolam lebih disukai
dibandingkan dengan diazepam. Dosis 50% dari dosis diazepam.
c) Gol. Antikolinergik
Antropin digunakan untuk mengatasi hipersekresi kelenjar ludah
dan bronkus yang ditimbulkan oleh anestetik yang dapat mengganggu
pernapasan selama anestesi. Atropine diberikan untuk mencegah
hipersekresi kelenjar ludah dan bronkus selama 90 menit. Dosis 0,4-0,6
mg intramuskular bekerja setelah 10-15 menit.
d) Gol. Hipnotik-sedatif
Barbiturat (Pentobarbital dan sekobarbital) diberikan untuk
menimbulkan sedasi. Dosis dewasa 100-200 mg, pada anak dan bayi 1
mg/kgBB secara oral atau intramuskular. Keuntungannya adalah masa
pemulihan tidak diperpanjang dan kurang menimbulkan reaksi yang
tidak diinginkan. keuntungannya efek depresan yang lemah terhadap
pernapasan dan sirkulasi serta jarang menyebabkan mual dan muntah.
2) Induksi
Induksi merupakan suatu rangkaian proses tindakan untuk membuat pasien
dari sadar menjadi tidak sadar, sehingga memungkinkan dimulainya
anestesi dan pembedahan.
a) Ketamin
Merupakan larutan larutan yang tidak berwarna, stabil pada suhu
kamar dan relatif aman. Ketamin mempunyai sifatanalgesik, anestesi
dan kataleptik dengan kerja singkat. Sifat analgesiknya sangat kuat
untuk system somatik, tetapi lemah untuk sistem visceral. Tidak
menyebabkan relaksasi otot lurik, bahkan kadang-kadang tonusnya
sedikit meninggi. Ketamin akan meningkatkan tekanan darah, frekuensi
nadi dan curah jantung sampai ± 20%.
Ketamin menyebabkan reflek faring dan laring tetap normal.
Ketamin sering menimbulkan halusinasi terutama pada orang dewasa.
Sebagian besar ketamin mengalami dealkilasi dan dihidrolisis dalam
hati, kemudian diekskresi terutama dalam bentuk utuh. Untuk induksi
ketamin secara intravena dengan dosis 2 mm/kgBB dalam waktu 60
detik, stadium operasi dicapai dalam 5-10 menit. Untuk
mempertahankan anestesi dapat diberikan dosis ulangan setengah dari
semula. Ketamin intramuscular untuk induksi diberikan 10 mg/kgBB,
stadium operasi terjadi dalam 12-25 menit.
b) Propofol
Propofol adalah obat anestesi intravena yang memiliki mula
kerja dan lama kerja yang relatif lebih singkat, serta memiliki efek
antiemetik sehingga dianggap menjadi anestesi yang ideal baik utuk
induksi anestesi atau pemeliharaan. Propofol sangat sukar larut dalam
air atau bersifat hidrofobik, sehingga propofol diformulasikan dalam
bentuk emulsi minyak-air yang mengandung 10% Long-Chain
Triglycerides minyak kedelai, 2.25% gliserol, dan 1.2% lesitin, sodium
edatate (EDTA) sebagai pengawet dan mengandung komponen yang
utama yaitu fraksi fosfatida dari kuning telur (Kotani et al., 2008;
Katzung, 2014).
Efek pemberian anestesi umum intravena propofol (2 mg/kg)
menginduksi secara cepat seperti tiopental. Propofol menurunkan
tekanan arteri sistemik kira-kira 80% tetapi efek ini lebih disebabkan
karena vasodilatasi perifer daripada penurunan curah jantung. Tekanan
sistemik kembali normal dengan intubasi trakea. Propofol tidak merusak
fungsi hati dan ginjal.
Efek samping yang dikaitkan dengan induksi anestesi propofol
adalah nyeri saat injeksi, pada sistem pernapasan adanya depresi
pernapasan, apnea, bronkospasme, dan laringospasme. Pada sistem
kardiovaskuler berupa hipotensi, aritmia, takikardia, bradikardia. Pada
susunan saraf pusat adalah sakit kepala, pusing, euforia, kebingungan,
gerakan klonik mioklonik, opistotonus, kejang, mual, dan muntah.
Penggunaan dosis yang tinggi pada induksi propofol tunggal dapat
menyebabkan beberapa efek samping yang meliputi depresi pernapasan,
depresi miokard, dan vasodilatasi perifer kardiovaskuler, metabolik
asidosis.
c) Petidin
Petidin (meperidin, demerol) adalah zat sintetik yang
formulanya sangat berbeda dengan morfin, tetapi mempunyai efek
klinik dan efek samping yang mendekati sama. Perbedaannya dengan
morfin sebagai berikut: Petidin lebih larut dalam lemak dibandingkan
dengan morfin yang lebih larut dalam air. Metabolisme oleh hepar lebih
cepat dan menghasilkan normeperidin, asam meperidinat dan asam
normeperidinat.
Normeperidin ialah metabolit yang masih aktif memiliki sifat
konvulsi dua kali lipat petidin, tetapi efek analgesinya sudah berkurang
50%. Kurang dari 10% petidin bentuk asli ditemukan dalam urin. Petidin
bersifat seperti atropine menyebabkan kekeringan mulut, kekaburan
pandangan dan takikardia. Seperti morfin ia menyebabkan konstipasi,
tetapi efek terhadap sfingter Oddi lebih ringan. Petidin cukup efektif
untuk menghilangkan 37 gemetaran pasca bedah yang tak ada
hubungannya dengan hipotermi dengan dosis 20-25 mg iv pada dewasa.
Lama kerja petidin lebih pendek dibandingkan morfin. Dosis petidin
intramuscular 1-2 mg/kgBB (morfin 10 x lebih kuat) dapat diulang tiap
3-4 jam. Dosis intravena 0,2- 0,5 mg/kgBB. Petidin subkutan tidak
dianjurkan karena iritasi. Rumus bangun menyerupai lidokain, sehingga
dapat digunakan untuk analgesia spinal pada pembedahan dengan dosis
1-2 mg/kg BB.
3) Pelumpuh otot
a) Pavulon
Pavulon merupakan steroid sintetis yang banyak digunakan.
Mulai kerja pada menit kedua-ketiga untuk selama 30-40 menit.
Memiliki efek akumulasi pada pemberian berulang sehingga dosis
rumatan harus dikurangi dan selamg waktu diperpanjang. Dosis awal
untuk relaksasi otot 0,08 mg/kgBB intravena pada dewasa. Dosis
rumatan setengah dosis awal. Dosis Intubasi trakea 0,15 mg/kgBB
intravena. Kemasan ampul 2 ml berisi 4 mg pavulon.
b) Atracurium
Atracurium mempunyai struktur benzilisoquinolin yang berasal
dari tanaman Leontice Leontopeltalum. Keunggulannya adalah
metabolisme terjadi di dalam darah, tidak bergantung pada fungsi hati
dan ginjal, tidak mempunyai efek akumulasi pada pemberian berulang.
Dosis 0,5 mg/kg iv, 30-60 menit untuk intubasi. Relaksasi intraoperative
0,25 mg/kg initial, lalu 0,1 mg/kg setiap 10-20 menit. Infuse 5-10
mcg/kg/menit efektif menggantikan bolus. Lebih cepat durasinya pada
anak dibandingkan dewasa. Tersedia dengan sediaan cairan 10 mg/cc.
disimpan dalam suhu 2-8 OC, potensinya hilang 5-10 % tiap bulan bila
disimpan pada suhu ruangan. Digunakan dalam 14 hari bila terpapar
suhu ruangan.
c) Vecuronium
Vekuronium merupakan homolog pankuronium bromida yang
berkekuatan lebih besar dan lama kerjanya singkat zat anestetik ini 51
tidak mempunyai efek akumulasi pada pemberian berulang dan tidak
menyebabkan perubahan fungsi kardiovaskuler yang bermakna.
Dosis intubasi 0,08 – 0,12 mg/kg. Dosis 0,04 mg/kg diikuti 0,01
mg/kg setiap 15 – 20 menit. Drip 1 – 2 mcg/kg/menit. Umur tidak
mempengaruhi dosis. Dapat memanjang durasi pada pasien post partum.
Karena gangguan pada hepatic blood flow. Sediaan 10 mg serbuk.
Dicampur cairan sebelumnya
d) Rekuronium
Zat ini merupakan analog vekuronium dengan awal kerja lebih
cepat. Keuntungannya adalah tidak mengganggu fungsi ginjal,
sedangkan kerugiannya adalah terjadi gangguan fungsi hati dan efek
kerja yang lebih lama. Dosis 0,45 – 0,9 mg / kg iv untuk intubasi dan
0,15 mg/kg bolus untuk rumatan. Dosis kecil 0,4 mg/kg dapat pulih 25
menit setelah intubasi. Im (1 mg/kg untuk infant; 2 mg/kg untuk anak
kecil) adekuat pita suara dan paralisis diafragma untuk intubasi. Tapi
tidak sampai 3 – 6 menit dapat kembali sampai 1 jam. Untuk drip 5 – 12
mcg/kg/menit. Dapat memanjang pada pasien orang tua.
4) Maintenance
a) Dinitrogen Monoksida (N2O atau gas tertawa)
Dinitrogen Monoksida (N2O) merupakan gas yang tidak berwarna,

tidak berbau, tidak berasa dan lebih berat daripada udara. N2O biasanya
tersimpan dalam bentuk cairan bertekanan tinggi dalam baja, tekanan
penguapan pada suhu kamar ± 50 atmosfir. N2O mempunyai efek

analgesik yang baik, dengan inhalasi 20% N2O dalam oksigen efeknya
seperti efek 15 mg morfin. Kadar optimum untuk mendapatkan efek
analgesik maksimum ± 35%. Gas ini sering digunakan pada partus yaitu
diberikan 100% N2O pada waktu kontraksi uterus sehingga rasa sakit
hilang tanpa mengurangi kekuatan kontraksi dan 100% O2 pada waktu
relaksasi untuk mencegah terjadinya hipoksia. Anestesi tunggal N2O
digunakan secara intermiten untuk mendapatkan analgesik pada saat
proses persalinan dan pencabutan gigi.
5) Obat-obat emergency
a) Epinephrine (adrenalin)
- Golongan :
agonis alpha/beta
- Indikasi :
untuk mengatasi kondisi anafilaktik syok, hipotensi, bradikardi dan
serangan asma akut
- Dosis :
dosis 1 mg IV bolus dapat diulang setiap 3-5 menit, dapat diberikan
intratrakeal atau transtrakeal dengan dosis 2-2,5 kali dosis intra
vena. Untuk reaksi-reaksi atau syok anafilaktik dengan dosis 0,2- 1
mg sc dapat diulang setiap 5-15 menit. Untuk terapi bradikardi atau
hipotensi dapat diberikan epinephrine perinfus dengan dosis 1mg
dilarutkan dalam 500 cc NaCL 09%, dosis dewasa µg/menit dititrasi
sampai menimbulkan reaksi hemodinamik, dosis dapat mencapai 2-
10 µg/menit.
- Kontra Indikasi :
kongesif glaucoma, penggunaan bersama anestesi local pada ujung
syaraf, hipertensi, hipertiroid dan wanita hamil
- Efek samping :
tremor, takikardia, aritmia, mulut kering, kaki tangan menjadi
dingin, ansietas, palpitasi, sakit kepala, dan muka pucat.
b) Sulfas Atropin
- Golongan :
antikolinergik
- Indikasi :
sebagai medikasi preansetetik untuk mengurangi sekresi lender pada
saluran nafas, keracunan, organospospat (pestisida), menghambat
peristaltik usus sehingga dapat digunakan pada kasus diare (jarang
digunakan)
- Dosis :
untuk preanestesi dosisnya 0,4-0,6 mg setiap 4-6 jam secara
IV/SC/IM. Untuk antidote dosisnya 2-3 mg secara IV dapat ulang
hingga gejala keracunan berkurang.
- Kontra Indikasi :
hipersensitivitas terhadap antikolinergik, asma, gagal ginjal,
penyakit hati.
- Efek Samping : mulut kering, retensi urin, pusing, konstipasi
c) Lidocaine
- Golongan :
Anestesi lokal
- Indikasi :
sebagai anestesi local pada tindakan bedah
- Dosis :
untuk anestesi infiltrasi perkutan, 5 sampai 300 mg (1 dalam 60 mL
dari 0,5 % larutan 0,5 sampai 30 mL dari 1% larutan). Lidokain salep
digunakan untuk anestesi pada kulit dan membran mukosa dengan
dosis yang direkomendasikan sebanyak 20g dalam 5% salep (setara
1g lidokain basa) dalam 24 jam
- Kontra Indikasi :
hipersensitivitas pada anestesi lokal
- Efek Samping :
hipotensi, edema, mual muntah, iritasi kulit
d) Dopamine
- Golongan :
vasopressor
- Indikasi :
hipotensi akut atau syok akibat infark myokard, trauma, dan gagal
hinjal
- Dosis :
dosis awal 1-5 µg/kgBB/menit dalam drip infuse. Kemudian dosis
dapat ditinggikan hingga 5-15 µg/kgBB/menit.
- Kontra Indikasi :
pheochromocytoma, fibrilasi ventrikular
- Efek Samping :
hipotensi, hipertensi, nyeri dada, mual muntah.
d. Resiko Anestesi / Komplikasi Anestesi
1) Sistem Pernapasan
Gangguan pada sistem pernapasan cepat menyebabkan kematian karena
hipoksia sehingga harus diketahui sedini mungkin dan segera di atasi.
Penyebab yang sering dijumpai sebagai penyulit pernapasan adalah sisa
anastesi (penderita tidak sadar kembali) dan sisa pelemas otot yang belum
dimetabolisme dengan sempurna, selain itu lidah jatuh kebelakang
menyebabkan obstruksi hipofaring. Kedua hal ini menyebabkan
hipoventilasi, dan dalam derajat yang lebih berat menyebabkan apnea.
2) Sistem Sirkulasi
Penyulit yang sering di jumpai adalah hipotensi syok dan aritmia, hal ini
disebabkan oleh kekurangan cairan karena perdarahan yang tidak ditangani
dengan baik. Sebab lain adalah sisa anastesi yang masih tertinggal dalam
sirkulasi, terutama jika tahapan anastesi masih dalam akhir pembedahan.
3) Regurgitasi dan Muntah
Regurgitasi dan muntah disebabkan oleh hipoksia selama anastesi.
Pencegahan muntah penting karena dapat menyebabkan aspirasi.
4) Hipotermi
Gangguan metabolisme mempengaruhi kejadian hipotermi, selain itu juga
karena efek obat-obatan yang dipakai. General anestesi juga memengaruhi
ketiga elemen termoregulasi yang terdiri atas elemen input aferen,
pengaturan sinyal di daerah pusat dan juga respons eferen, selain itu dapat
juga menghilangkan proses adaptasi serta mengganggu mekanisme fisiologi
pada fungsi termoregulasi yaitu menggeser batas ambang untuk respons
proses vasokonstriksi, menggigil, vasodilatasi, dan juga berkeringat.
5) Gangguan Faal Lain
Diantaranya gangguan pemulihan kesadaran yang disebabkan oleh kerja
obat anestesi yang memanjang karena dosis berlebih relatif karena penderita
syok, hipotermi, usia lanjut dan malnutrisi sehingga sediaan anestesi lambat
dikeluarkan dari dalam darah.
Singkatnya, risiko komplikasi yang mungkin terjadi pada saat pre, intra,
pasca anestesi sebagai berikut (IPAI, 2018) :
1) Pre Anestesi
a) Nyeri akut
b) Ansietas
c) Risiko cedera anestesi
2) Intra Anestesi
a) Risiko cedera trauma pembedahan,
b) Risiko cedera posisi pembedahan
c) RK Disfungsi Respirasi
d) RK Disfungsi Kardiovaskuler
e) RK Disfungsi Sirkulasi
f) RK Disfungsi termoregulasi
g) RK Disfungsi gastrointestinal
h) RK Disfungsi hepar
i) RK Disfungsi ginjal/perkemihan
j) RK Ketidakseimbangan elektrolit
k) RK Disfungsi metabolic
3) Pasca Anestesi
a) Risiko cedera ( gangguan fungsi respirasi, sirkulasi, cairan dan
elektrolit, neurologi, gastrointestinal, ginjal/perkemihan,
muskuloskeletas, uterus)
b) Risiko alergi
c) Risiko jatuh
d) Nyeri Pasca Operasi
C. Web Of Caution (WOC)

SECTIO CAESAREA

Primigravida kelainan Disporposi LM CP Plasenta previa Solutio Plasenta Pre - Eklamsi LM


letak Janin D

Fetal distress His Lemah Bayi Sungsang Bayi Besar Rupture Arteri Partus dengan komplikasi

Penatalaksanaan Operatif
Penatalaksanaan Terapi
1. Sectio Caesarea

Tindakan Pembedahan

Regional Anestesi
General Anestesi
RK Cidera Akan dilakukan Sectio G1P000 Uk 39-40 T/H + Prolong
Agen pembedahan dengan Caesarea Fase Laten
Anestesi Regional Anestesi
eme Pre Anestesi
eme

Kontraksi Melahirkan Sectio


Nyeri Akut G1P000 Uk 39-40 T/H + Prolong
Caesarea Fase Laten
eme

Resiko Tindakan Sectio G1P000 Uk 39-40 T/H + Prolong


Cedera pembedahan dengan Caesarea Fase Laten
Pembedahan regional anestesi
Intra Anestesi
eme
eme

Tindakan Sectio G1P000 Uk 39-40 T/H + Prolong


RK pembedahan dengan Caesarea Fase Laten
Kardiovaskular regional anestesi
(Perdarahan) eme

Resiko Vasokontraksi Suhu Ruangan Recovery


Kehilangan Suhu Inti
Disfungsi pembuluh darah Room
Termoregulasi
Post Anestesi

eme
Bekas luka Pasca tindakan
Nyeri Pasca Sectio Caesarea
pembedahan pembedahan dengan
Operasi
RA
A. Tinjauan Teori Askan Pembedahan Khusus
1. Pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan
untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien, agar dapat
mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah dan lingkungan (Dermawan, 2012).
Pengkajian tahap pertama dari proses asuhan kepenataan anestesiologi. Pada tahap
pengkajian, dilakukan proses pengumpulan data secara sistematis yang bertujuan
untuk menentukan status kesehatan, status fungsional, dan pola respon klien pada
saat ini dan waktu sebelumnya. Penata anestesi akan mengumpulkan dan
mangenalisis seluruh informasi tentang status kesehatan klien. Pengkajian meliputi
2 tahap, yaitu mengumpulkan dan verivikasi data dari sumber primer (klien) dan
sumber sekunder (keluarga, tenaga kesehatan, rekam medis), serta analisis seluruh
dara sebagai dasar untuk menegakkan masalah kesehatan, mengidentifikasi berbagai
masalah kesehatan, mengidentifikasi berbagai masalah yang saling berhubungan.
a. Data Subjektif
Menunjukkan persepsi dan sensasi klien tentang masalah Kesehatan. Klien
mengungkapkan persepsi dan perasaan subjektif seperti rasa nyeri. Data subjektif
adalah informasi yang diucapkan klien kepada penata selama pengkajian. Data
subjektif dapat disebut gejala. Data ini adalah fenomena yang dialami oleh klien
dan mungkin suatu permulaan kebiasaan sensasi normal klien.
b. Data Objektif
Didasarkan pada fenomena yang dapat diamati secara factual. Data objektif dapat
diamati dan diukur. Data objektif merupakan informasi yang dikumpulkan
perawat melalui indera perawat. Data objektif adalah informasi dimana penata
dapat melihat (observasi), merasakan (palpasi), mendengarkan (auskultasi) dan
perkusi.
2. Masalah Kesehatan Anestesi
(carpenito & moyet 2012)
a. Pre Anestesi
1) Nyeri akut
a) Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan anestesi 1x60 menit
diharapkan nyeri pasien berkurang
Dengan kriteria hasil:
- Tanda–tanda vital dalam batas normal TD : 110 – 120/70 – 80
mmhg ; Nadi : 60 – 100x / menit ; Suhu : 36-37°C ; RR : 16 -
20x/menit
- Skala nyeri berkurang dari 5 menjadi 2-3
- Pasien tampak tidak meringis
b) Intervensi
- Observasi TTV
- Atur posisi nyaman pasien
- Kontrol lingkungan yang mampu mempengaruhi nyeri
- Anjurkan pasien untuk istirahat
- Lakukan pemantauan skala nyeri/VAS score setiap 15 menit
- Mengajarkan pasien untuk mengatasi rasa nyeri
- Melakukan teknik distraksi relaksasi
- Kolaborasi dengan Sp.An untuk pemberian analgetik
2) Resiko Cedera Agen Anestesi
a) Tujuan
Setelah dilakukan asuhan kepenataan anestesi selama 1x60 menit
diharapkan Resiko Cedera Agen Anestesi dapat teratasi. Dengan
kriteria hasil :
- Tanda–tanda vital dalam batas normal TD : 110 – 120/70 – 80
mmhg ; Nadi : 60 – 100x / menit ; Suhu : 36-37°C ; RR : 16 -
20x/menit
- Pemilihan teknik anestesi yang tepat dengan kondisi pasien, alat,
obat dan cairan tersedia dengan lengkap.
- Tidak terjadi aspirasi
- Pasien Siap dilakukan tindakan anestesi
- Pasien tidak mengalami cedera serius sampai akhir prosedur
pembedahan
b) Intervensi
- Observasi adanya penyulit yang dicurigai akan terjadi
- Lakukan pengkajian 6B
- Tanggalkan segala aksesoris pasien.
- Lakukan pengkajian ABCDE
- Lakukan pengkajian AMPLE
- Lakukan persipan pasien sebelum pembedahan
- Tetapkan kriteria malapati dan pemeriksaan tiromentaslis
- Tentukan status fisik pasien
- Delegatif pemberian premedikasi
b. Intra Anestesi
1) RK Kardiovasukukar (Perdarahan)
a) Tujuan
Setelah dilakukan asuhan kepenataan anestesi selama 1x60 menit,
diharapkan tidak terjadi cedera trauma pembedahan.
Dengan kriteria hasil:
- TTV dalam batas normal: TD: 110 – 120 / 70 – 80 mmhg, Nadi: 70
– 120 x/menit, Suhu : 36-37°C, RR: 16 – 20 x/menit, Saturasi
oksigen >95%
- Tidak terjadi perdarahan >20%
- Palpasi nadi teraba kuat
- Tidak terdapat tanda dan gejala syok
b) Intervensi
- Monitor TTV
- Monitor perdarahan pada daerah pembedahan
- Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian premedikasi untuk
memperlancar persalianan dan merangsang otot untuk kontraksi
lebih kuat
2) Resiko cedera pembedahan
a) Tujuan
Setelah dilakukan asuhan kepenataan anestesi selama 1x60 menit,
diharapkan tidak terjadi cedera pembedahan.
Dengan kriteria hasil:
- Tidak adanya tanda-tanda trauma pembedahan
- Pasien tampak rileks selama operasi berlangsung
- TTV dalam batas normal: TD: 110 – 120 / 70 – 80 mmhg, Nadi: 70
– 120 x/menit, Suhu : 36-37°C, RR: 16 – 20 x/menit, Saturasi
oksigen >95%
- Tidak adanya komplikasi anestesi selama operasi berlangsung
b) Intervensi
- Lakukan persiapan peralatan dan obat- obatan sesuai dengan
perencanaan teknik anestesi
- Monitoring perianestesi
- Lakukan pemasangan alat monitoring non invasive
- Lakukan pemeliharaan jalan napas
- Kolaborasi dengan SpAn apabila kondisi pasien memburuk
c. Pasca Anestesi
1) RK Termoregulasi
a) Tujuan

Setelah dilakukan tindakan kepenataan anestesi selama 1×30


menit, diharapkan RK Termoregulasi tidak terjadi.
Dengan kriteria hasil:
- TTV dalam batas normal : TD: 100/80 mmHg 120/90 mmhg,
Nadi : 60 – 100 x/menit, Suhu 36,5 -37°C, RR: 16, 20x/menit
- Pasien tidak menggigil
- Akral hangat
- Pasien merasa nyaman
b) Intervensi
- Observasi TTV pasien
- Observasi keadaan umum pasien
- Beri selimut hangat
- Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan hangat RL
2) Nyeri post operasi
a) Tujuan
Setelah dilakukan Tindakan kepenataan anestesi selama 2x24
jam, diharapkan nyeri dapat berkurang
Dengan kriteria hasil:
- Tidak ada rintihan
- Ekspresi wajah rileks
- Pasien mngatakan nyeri berkurang menjadi 2-3
- TTV dalam batas normal TD 110-120/70-80 mmHg Nadi
60-100x/menit RR 15-20x/menit
b) Intervensi
- Observasi TTV pasien
- Kaji nyeri dengan PQRST
- Mengatur posisi pasien
- Lakukan Teknik distraksi relaksasi
- Kolaborasi dalam pemberian analgetic
3. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu pasien dari masalah status kesehatan yang dihadapi
kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil. Dalam
pelaksanaan implementasi keperawatan terdiri dari tiga jenis yaitu independent
implementations, interdeppenden/collaburatif dan dependent implementations
(Dinarti, Yuli Mulyanti., 2017).

4. Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari rangkaian proses
keperawatan yang berguna apakah tujuan dari tindakan keperawatan yang telah
dilakukan tercapai atau perlu pendekatan lain. Evaluasi keperawatan mengukur
keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan
dalam memenuhi kebutuhan pasien. Penilaian adalah tahap yang menentukan
apakah tujuan tercapai (Dinarti, Yuli Mulyanti., 2017).
DAFTAR PUSTAKA

Dr. Gde Mangku, Sp. An. KIC, 2018, Buku Ajar Ilmu Anestesi dan Reanimasi.
Penerbit : Indeks Jakarta 2018
Anesthesia & Intensive Care Make it easy only with medical mini note
Juall, Lynda Carpenito-Monyet. (2012). Buku Saku diagnosis Keperawatan, Ed. 13. Jakarta
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Ikatan Penata Anestesi Indonesia (Sub Bidang Pendidikan IPAI). (2018), Modul 3 Asuhan
Kepenataan Pra, Intra, Pasca Anestesi
Omoigui S. Buku Saku Obat-obatan Anestesia. Edisi keempat. Jakarta: EGC; 2016
Prof. dr. Mochamad Anwar, M. S. (2011). Ilmu Kandungan. Jakarta: PT. Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
Putri, D. W. (2019, Agustus 1). ASUHAN KEPERAWATAN IBU POST PARTUM SC
(SECTIO CAESAREA) DENGAN MASALAH KEPERAWATAN NYERI AKUT
Di Ruang Siti Walidah Rumah Rumah Sakit Umum Muhammadiyah Ponorogo.
Retrieved from Repository Muhammadiyah University Of Pnogoro: diakses dari :
http://eprints.umpo.ac.id/view/creators/Sholihah=3ADevi_Widia_Ira_Saputri=3A=3
A.html (diakses pada tanggal 6 mei 2022 pukul 20.00 WITA)
Muna, Lilul.2018 LAPORAN PENDAHULUAN SECTIO CAESAREA. Diakes dari
https://www.academia.edu/43809472/LAPORAN_PENDAHULUAN_SECTIO_CAES
AREA
ASUHAN KEPENATAAN ANESTESI PASIEN Ny. A DIAGNOSA G1P000 UK 39-40
T/H + PROLONG FASE LATEN DILAKUKAN SECTIO CAESAREA DENGAN
REGIONAL ANESTESI (SAB) DI RUANG IBS RSUD KLUNGKUNG
PADA TANGGAL 5 MEI 2022

I. PENGKAJIAN
1) Pengumpulan Data
1. Anamnesis
a. Identitas
1) Identitas Pasien
Nama : Ny. A
Umur : 23 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Hindu
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Suku Bangsa : Indonesia
Status perkawinan` : Menikah
Golongan darah :B
Alamat : Jl. Merak Kab Klungkung
No. CM : 283963
Diagnosa medis : G1P000 Uk 39-40 T/H + Prolong Fase Laten
Tindakan Operasi : Sectio Caesar
Tanggal MRS : 5 Mei 2022
Tanggal pengkajian : 5 Mei 2022 Jam Pengkajian: 08.00
Jaminan : BPJS
2) Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny. A
Umur : 36 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Hindu
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Suku Bangsa : Indonesia
Hubungan dg Klien : Keluarga
Alamat : Jl. Merak Kab Klungkung
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
a. Saat Masuk Rumah Sakit
Pasien mengeluh nyeri dibagian perut bawah
b. Saat Pengkajian
Pasien mengeluh sakit perut ingin melahirkan
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke rumah sakit dengan sadar dan diantar oleh keluarga pada
tanggal 5 Mei 2022 pukul 07.15 WITA, kemudian pada pukul 08.00 WITA
dilakukan pengkajian dengan tanda-tanda vital yang didapat pada saat
pengkajian (TD : 110/80 mmHg Nadi : 80x/menit, Suhu : 36,2℃, RR :
19x/menit) dan pasien mengeluh sakit perut bagian bawah dengan skala nyeri
5, nyeri yang dirasakan hilang timbul dikarenakan pasien akan melahirkan.
pasien direncanakan akan melakukan SC dengan diagnosa G1P000 Uk 39-40
T/H + Prolong Fase Laten.
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ada riwayat penyakit dahulu
4) Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada riwayat penyakit keluarga
5) Riwayat Kesehatan
- Sebelumnya pernah masuk Rumah Sakit? Tidak Ada
- Riwayat operasi sebelumnya : Tidak Ada
- Riwayat anestesi sebelumnya : Tidak Ada
- Apakah pasien pernah mendapatkan transfusi darah? Tidak
- Apakah pasien pernah didiagnosis penyakit menular? Tidak
- Khusus pasien perempuan :
Jumlah Kehamilan : 1
Jumlah anak : Tidak ada
Aborsi : Tidak ada
Menstruasi terakhir : 29 Juli 2021
6) Riwayat pengobatan/konsumsi obat:
a) Obat yang pernah dikonsumsi: antibiotik
b) Obat yang sedang dikonsumsi: -
7) Riwayat Alergi : Tidak ada riwayat alergi
8) Kebiasaan :
a) Merokok : Tidak
b) Alkohol : Tidak
c) Kopi/teh : Ya, Tapi jarang jumlah : + 1 gelas/hari
d) Olahraga rutin : Tidak
c. Pola Kebutuhan Dasar
1) Udara atau oksigenasi
Sebelum Sakit
- Gangguan pernafasan : Tidak ada masalah
- Alat bantu pernafasan : Tidak ada
- Sirkulasi udara : Normal
- Keluhan : Tidak ada
- Lainnya : Tidak ada
Saat Ini
- Gangguan pernafasan : Tidak ada masalah
- Alat bantu pernafasan : Tidak ada
- Sirkulasi udara : Normal
- Keluhan : Tidak ada
- Lainnya : Tidak ada
2) Air / Minum
Sebelum Sakit
- Frekuensi : 6-8 gelas/hari
- Jenis : Air Putih
- Cara : Peroral
- Minum Terakhir : Tidak ada
- Keluhan : Tidak ada
- Lainnya : Tidak ada
Saat Ini
- Frekuensi : 6-8 gelas/hari
- Jenis : Air Putih
- Cara : Peroral
- Minum Terakhir : Pukul 06.30 tanggal 05 mei 2022
- Keluhan : Tidak ada
- Lainnya : Tidak ada
3) Nutrisi/ makanan
Sebelum Sakit
- Frekuensi : 3 x/hari
- Jenis : Makanan padat (nasi)
- Porsi : Satu porsi habis
- Diet khusus : Tidak ada
- Makanan yang disukai : Nasi Campur
- Napsu makan : Normal
- Puasa terakhir : Tidak ada
- Keluhan : Tidak ada
- Lainnya : Tidak ada
Saat ini
- Frekuensi : 3 x/hari
- Jenis : Bubur
- Porsi : 1 Porsi
- Diet khusus : Tidak ada
- Makanan yang disukai : Nasi campur
- Napsu makan : Normal
- Puasa terakhir : pukul 06.30 tangal 05 mei 2022
- Keluhan : Tidak ada
- Lainnya : Tidak ada
4) Eliminasi
a) BAB
Sebelum sakit
- Frekuensi : 1 x/hari
- Konsistensi : Padat
- Warna : Kuning kecoklatan
- Bau : Khas feses
- Cara (spontan/dg alat) : Spontan
- Keluhan : Tidak ada
- Lainnya : Tidak ada
Saat ini
- Frekuensi : 1 x/hari
- Konsistensi : Padat
- Warna : Kuning kecoklatan
- Bau : Khas feses
- Cara (spontan/dg alat) : Spontan
- Keluhan : Tidak ada
- Lainnya : Tidak ada
b) BAK
Sebelum sakit
- Frekuensi : 5-6 x/hari
- Konsistensi : Cair
- Warna : Kuning
- Bau : Khas urin
- Cara (spontan/dg alat) : Spontan
- Keluhan : Tidak ada
- Lainnya : Tidak ada
Saat ini
- Frekuensi : 5-6 x/hari
- Konsistensi : Cair
- Warna : Kuning
- Bau : Khas urin
- Cara (spontan/dg alat) : Dengan alat (katater urin)
- Keluhan : Tidak ada
- Lainnya : Tidak ada
5) Pola aktivitas dan istirahat
a) Aktivitas
Kemampuan Perawatan Diri 0 1 2 3 4
Makan dan minum √
Mandi √
Toileting √
Berpakaian √
Berpindah √
0: mandiri, 1: Alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain
dan alat, 4: tergantung total
b) Istirahat Dan Tidur
Sebelum sakit
- Apakah anda pernah mengalami insomnia? tidak
- Berapa jam anda tidur: malam 7 jam , siang 2 jam
Saat ini
- Apakah anda pernah mengalami insomnia? pernah
- Berapa jam anda tidur: malam 5-6 jam, siang 1 jam
6) Interaksi Sosial
- Hubungan dengan lingkungan masyarakat, keluarga, kelompok, teman
(baik).
7) Pemeliharaan Kesehatan
Rasa Aman dan nyaman : pasien merasa aman dan nyaman berada
dilingkungan sekitar, akan tetapi merasa kurang nyaman karena nyeri yang
dirasakan pada daerah bagian perut bawah seperti tertusuk, dengan skala
nyeri 5, rasa nyeri tersebut hilang timbul dikarenakan ingin melahirkan.
- Pemanfaatan pelayanan kesehatan : datang ketempat pelayanan kesehatan
jika sakit saja
8) Peningkatan fungsi tubuh dan pengembangan manusia dalam kelompok sosial
sesuai dengan potensinya.
- Konsumsi vitamin : Pasien mengatakan menkomsusi
vitamin yang diberi dokter kandungan
- Imunisasi : Tidak
- Olahraga : Pasien mengatkan sering berjalan pagi
selama kehamilan
- Upaya keharmonisan keluarga : Jika ada masalah yang mengganggu
keharmonisan keluarga pasien mampu menyelesaikannya dengan baik.
- Stres dan adaptasi : Saat stress pasien mengatakan
mekanisme kopingnya adalah dengan beristirahat.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Kesadaran : komposmetis
GCS : Verbal : 5, Motorik : 6, Mata : 4
Penampilan : tampak sakit ringan
Tanda-tanda Vital : Nadi =80 x/menit, Suhu =36,20 C, TD =110/80mmHg,
RR =20x/menit, Skala Nyeri:5
BB: 77Kg, TB:163 Cm
b. Pemeriksaan Kepala
• Inspeksi :
Bentuk kepala ( lonjong), kesimetrisan (+), hidrochepalus (-), Luka ( - ), darah
(-), trepanasi (- ).
• Palpasi :
Nyeri tekan ( -)
c. Pemeriksaan Wajah :
• Inspeksi :
Ekspresi wajah (meringis), dagu kecil (+), Edema (-) kelumpuhan otot-otot
fasialis (-), sikatrik (-), micrognathia (-), rambut wajah (-)
d. Pemeriksaan Mata
• Inspeksi :
- Kelengkapan dan kesimetrisan mata ( + )
- Ekssoftalmus ( - ), Endofthalmus ( - )
- Kelopak mata / palpebra : oedem ( - ), ptosis ( - ), peradangan (- ) luka ( -
), benjolan (- )
- Bulu mata (tidak rontok)
- Konjunctiva dan sclera : tidak ada perubahan warna
- Reaksi pupil terhadap cahaya : (midriasis) isokor ( +)
- Kornea : warna cokelat
- Nigtasmus ( - ), Strabismus ( - )
- Ketajaman Penglihatan ( Baik )
- Penggunaan kontak lensa: tidak
- Penggunaan kaca mata: tidak
• Palpasi
Pemeriksaan tekanan bola mata : nyeri tekan tidak ada
e. Pemeriksaan Telinga
• Inspeksi dan palpasi
- Amati bagian telinga luar : bentuk simetris, warna sawo mateng mengikuti
warna kulit.
- Lesi ( - ), nyeri tekan ( - ), peradangan ( - ), penumpukan serumen (-).
- perdarahan ( - ), perforasi (- ).
- Tes kepekaan telinga :
a. Tes bisik normal tidak ada gangguan
b. Dengan arloji normal tidak ada gangguan
f. Pemeriksaan Hidung
• Inspeksi dan palpasi
- Amati bentuk tulang hidung dan posisi septum nasi (tidak ada
pembengkakan)
- Amati meatus : perdarahan (-), Kotoran (-), Pembengkakan (-),
pembesaran/polip (-)
- pernafasan cuping hidung ( - )
g. Pemeriksaan Mulut dan Faring
• Inspeksi dan Palpasi
- Amati bibir : Kelainan konginetal (tidak ada kelainan), warna bibir
merah muda lesi (- ), bibir pecah ( - ).
- Amati gigi ,gusi, dan lidah : Caries (- ), Kotoran (- ), Gingivitis (-
), gigi palsu (- ), gigi goyang (- ), gigi maju (- ).
- Kemampuan membuka mulut < 3 cm : ( +)
- Lidah : Warna lidah : merah muda, Perdarahan (- ), Abses (- ), Ukuran
normal

- Orofaring atau rongga mulut : Bau mulut : tidak ada uvula ( simetris),
Benda asing : (tidak )
- Tonsil : T 0
- Mallampati : I
- Perhatikan suara klien : (tidak )
h. Pemeriksaan Leher
• Inspeksi dan amati dan rasakan :
- Bentuk leher (simetris ) peradangan (- ), jaringan parut (-), perubahan
warna ( - ), massa ( - )
- Kelenjar tiroid, pembesaran ( - )
- Vena jugularis : pembesaran ( - )
- Pembesaran kelenjar limfe ( - ), posisi trakea (simetris)
- Mobilitas leher : menggerakan rahang kedepan : (+), ekstensi : ( +), fleksi
: ( +), menggunakan collar : (- )
- Leher pendek: ya
• Palpasi
- Kelenjar tiroid: pembesaran (-)
- Vena jugularis : tekanan : pembesaran (-) tekanan : <8 cm
- Jarak thyro mentalis , 6 cm : ( - )
- Mobilitas leher : menggerakan rahang kedepan : ( +), ekstensi : ( +),
fleksi : ( +), menggunakan collar : (- )
i. Pemeriksaan Payudara dan Ketiak
• Inspeksi
- Bentuk (simetris), pembengkakan (- ).
- Kulit payudara : warna sawo matang, lesi (- )
- Areola : perubahan warna (+ )
- Putting : cairan yang keluar ( + ), ulkus ( - ), pembengkakan ( - )
• Palpasi

- Nyri tekan (- ), dan kekenyalan (kenyal), benjolan massa (-), mobile (-)
j. Pemeriksaan Torak
a) Pemeriksaan Thorak dan Paru
• Inspeksi
- Bentuk torak (Normal chest), keadaan kulit Normal
- Retrasksi otot bantu pernafasan : Retraksi intercosta (-), retraksi
suprasternal ( - ), Sternomastoid ( - )
- Pola nafas : Eupnea
- Batuk (- )
• Palpasi
Pemeriksaan taktil / vocal fremitus : getaran antara kanan dan kiri
teraba (sama). Lebih bergetar sisi pergetarannya sama
• Perkusi
Area paru sonor
• Auskultasi
- Suara nafas
• Area Vesikuler : bersih
• Area Bronchial : bersih
• Area Bronkovesikuler : bersih
- Suara Ucapan
• Terdengar : Bronkophoni (-), Egophoni (-), Pectoriloqy (-)
- Suara tambahan
• Terdengar : Rales ( - ), Ronchi ( - ), Wheezing ( - ), Pleural
fricion rub ( - )
b) Pemeriksaan Jantung
• Inspeksi
Ictus cordis ( - ), pelebaran normal (-)
Lainnya : tidak ada
• Palpasi
Pulsasi pada dinding torak teraba : (Kuat)
Lainnya : tidak ada
• Perkusi
Batas-batas jantung normal adalah :
Batas atas : ( N = ICS II )
Batas bawah : ( N = ICS V)
Batas Kiri : ( N = ICS V Mid Clavikula Sinistra)
Batas Kanan : (N = ICS IV Mid Sternalis Dextra)
• Auskultasi
BJ I terdengar : ( reguler )
BJ II terdengar : ( reguler )
Bunyi jantung tambahan : BJ III ( - ), Gallop Rhythm ( -), Murmur (-)
k. Pemeriksaan Abdomen
• Inspeksi
- Bentuk abdomen : ( cembung)
- Massa/Benjolan ( - ), Kesimetrisan ( - ),
- Bayangan pembuluh darah vena (-)
- Lainnya : Pasien sedang hamil
• Auskultasi
Frekuensi peristaltic usus 25x/menit, Borborygmi ( + / - )
• Perkusi
Tympani ( + ), dullness (-)
• Palpasi
- Distensi ( + ), Difans muskular ( + )
- Palpasi Hepar :
Nyeri tekan ( - ), pembesaran ( - ), perabaan (lunak), permukaan (halus), tepi
hepar (tumpul) . (N = hepar tidak teraba).
- Palpasi Lien : Pembesaran lien : ( - )
- Palpasi Appendik :
▪ Titik Mc. Burney . nyeri tekan ( - ), nyeri lepas ( - ), nyeri menjalar
kontralateral ( - ).
▪ Acites tidak ada : Shiffing Dullnes ( - ) , Undulasi ( - )
- Palpasi Ginjal :Nyeri tekan( - ), pembesaran ( - ).
l. Pemeriksaan Tulang Belakang :
• Inspeksi:
- Kelainan tulang belakang: Kyposis (-), Scoliosis (-), Lordosis (-)
Perlukaan (-), infeksi (-), mobilitas (terbatas)
• Palpasi:
Fibrosis (-), HNP (-)
• Perkusi:
Nyeri Ketok region costovertebral kanan (CVA) (-)
m. Pemeriksaan Genetalia
Pada Wanita
• Inspeksi :

Kebersihan rambut pubis (bersih), lesi ( - ),eritema ( - ), keputihan ( - ),


peradangan ( - ).
Lubang uretra : stenosis /sumbatan ( - )
Terpasang kateter (+)
n. Pemeriksaan Anus
• Inspeksi
Terdapat lochea rubra
Atresia ani ( - ), tumor ( - ), haemorroid ( - ), perdarahan ( - )
Perineum : jahitan ( - ), benjolan ( - )
• Palpasi

Nyeri tekan pada daerah anus ( - )


o. Pemeriksaan Ekstremitas
a) Ekstremitas Atas
• Inspeksi

Otot antar sisi kanan dan kiri (simetris), deformitas (-), Fraktur (-)
IV line : terpasang di kanan, ukuran abocath 20, tetesan : 20 tpm
ROM: aktif
• Palpasi

CRT: (+) < 2 detik


Edema : 0
Lakukan uji kekuatan otat : ( 5 )
b) Ekstremitas Bawah :
• Inspeksi

Rom : Aktif
• Palpasi

CRT : (+) < 2 detik


Edema : 0
Lakukan uji kekuatan otot : ( 4 )
Kesimpulan palpasi ekstermitas :

- Edema :

- Uji kekuatan otot : 5555 5555

4444 4444

PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
1. Memeriksa tanda-tanda rangsangan otak
Penigkatan suhu tubuh (-), nyeri kepala ( - ), kaku kuduk ( -), mual –muntah ( -)
riwayat kejang ( -), penurunan tingkat kesadaran ( -), riwayat pingsan (-), tanda-
tanda TIK ( - )
2. Memeriksa nervus cranialis
Nervus I , Olfaktorius (pembau ) : Normal
Nervus II, Opticus ( penglihatan ) : Normal
Nervus III, Ocumulatorius : Normal
Nervus IV, Throclearis : Normal
Nervus V, Thrigeminus : Normal
- Cabang optalmicus : Normal
- Cabang maxilaris : Normal
- Cabang Mandibularis : Normal
Nervus VI, Abdusen : Normal
Nervus VII, Facialis : Normal
Nervus VIII, Auditorius : Normal
Nervus IX, Glosopharingeal : Normal
Nervus X, Vagus : Normal
Nervus XI, Accessorius : Normal
Nervus XII, Hypoglosal : Normal
3. Memeriksa fungsi sensorik
Kepekaan saraf perifer : benda tumpul ( + ), benda tajam ( + ), Menguji sensasi
panas / dingin ( + ), kapas halus ( +).
4. Memeriksa reflek kedalaman tendon
- Reflek fisiologis
a. Reflek bisep ( + )
b. Reflek trisep ( + )
c. Reflek brachiradialis ( +)
d. Reflek patella ( + )
e. Reflek achiles ( + )
- Reflek Pathologis
Bila dijumpai adanya kelumpuhan ekstremitas pada kasus-kasus
tertentu.
a. Reflek babinski (-)
b. Reflek chaddok (-)
c. Reflek schaeffer (-)
d. Reflek oppenheim (-)
e. Reflek gordon ( -)
3. Data Penunjang Diagnostik
a. Pemeriksaan Laboratorium
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
HGB 12,4 g/dl 11.7 – 15,5

WBC 9,66 10^3/ul 3.8 – 10.6


Basofil 0.2 % 0.0-1.0

Eosinofil 1.2 % 2.0-4.0

Neutrofil 67,3 % 37.0-72.0

Limfosit 23,4 % 25.0-40.0

Monosit 7,9 % 2.0-8.0

Immature Granulosit 0.3 % 0.0-72.0

RBC 4.41 10^6uL 4.4 – 5.9

Hematrokit 37.9 % 35.0-47.0

MCV 85,9 fL 80.0 -100.0

MCH 28.1 pg 26.0 – 34.0

MCHC 32.7 g/L 32.0-36.0

PLT 207 10^3/ul 150-440

RDW-SD 41.5 fL 37-54

RDW-CV 13.2 % 11.5-14.5

PDW 14.8 fL 9.0-17.0

MPV 11.4 fL 9.0-13.0

PLCR 36.4 % 13.0-43.0

PCT 0.24 % 0.17-0.35

NLR 2.9 < 3.13


Bakteri Positif Negatif

b. Pemeriksaan Radiologi : Tidak terlampir


4. Therapi Saat ini :
a. IVFD RL 500 ml
b. Cefotaxime 1 gr injeksi melalui infus
5. Kesimpulan status fisik (ASA):
Pasien merupakan ASA 2 karena pasien hamil, tanpa kelainan yang parah, kehamilan
dengan diet terkontrol.
6. Pertimbangan Anestesi
a. Faktor penyulit: pasien tidak memiliki factor penyulit untuk dilakukan
tindakan anestesi regional.
b. Jenis Anestesi: regional anestesi
Indikasi: obat-obat regional anestesi lebih aman dibandingkan menggunakan
obat general anestesi yang dapat menembus plasenta dan dapat mendepresi
janin.
c. Teknik Anestesi: spinal anestesi (SAB)
Indikasi : spinal anestesi memberikan lebih baik analgesic pada proses
operatif, induksi yang mudah dan cepat.
d. Penjelasan pertimbangan anestesi terhadap kasus pembedahan
Dalam kasus pembedahan menggunakan jenis anestesi regional dengan teknik
spinal anestesi karena prosesnya cepat, nyaman saat proses operatif, dan
kualitas analgesic yang baik post operasi. Regional anestesi sering dipilih
daripada general anestesi karena general anestesi mempunyai banyak resiko
maternal dan janin. Beberapa obat anestesi dapat melewati placenta barrier
yang berdampak pada janin, berisiko aspirasi pada ibu yang dapat
meyebabkan pneumonia.
e. Persiapan Alat
1) Aparatus Anestesi: mesin anestesi disiapkan, pastikan tersambung dengan
oksigen, N2O, pastikan tersambung dengan aliran listrik, dan cek
kebocoran sirkuit, monitor, face mask, nasal kanul. Set block: spinal needle
no 27, spuite 5 cc, deppers, duk lubang steril, alcohol dan betadine.
2) STATICS
- Stetoskope : stetoskop, laringoskop mcintosh
- Tube :LMA (5.0) dan pipa endotrakeal (7.0)
- Airway :menyiapkan OPA size 4-5 dan NPA
- Tape : plaster untuk fiksasi
- Introducer : menyiapkan stilet dan magill forcep
- Connector : menyiapkan penyambung antar pipa
- Suction : menyiapkan mesin penghisap
- Alat lainnya : spuit 10 cc, 5 cc, dan 3 cc.
f. Persiapan Obat Anestesi
Premedikasi : Ondasetron 4 mg/iv
Obat Antiemetik : Ondasetron 4 mg/iv
Analgetik : Tromadol 50 mg (post op)
Induksi : Menggunakan RA SAB L3-L4
Pelumpuh otot : Tidak digunakan karena menggunakan RA SAB
Obat life saving : Efedrin 2mg/iv
Obat tambahan untuk SC : Meterghin 0.2 mg, Oxytocin 20 iu/iv dan Oxytocin
drip 20iu
2) Analisa Data

No Symptom Etiologi Problem


I. PRE ANESTESI
1 FR: G1P000 Uk 39-40 T/H + RK Cidera agen
Prolong Fase Laten anestesi
1) Pasien akan dilakukan
tindakan sectio caesarea
dengan regional anestesi Sectio Caesarea
menggunakan teknik
spinal anestesi.
2) TTV: Akan dilakukan pembedahan
TD: 120/80 mmhg dengan regional anestesi
N : 80 x/menit
RR : 12 x/menit
SpO2: 98 % RK Cidera agen anestesi
suhu : 36.5 ° c
2 DS: G1P000 Uk 39-40 T/H + Nyeri Akut
1) Pasien mengatakan nyeri Prolong Fase Laten
pada perut bagian bawah
P : rasa nyeri disebabkan
karena ingin melahirkan Sectio Caesarea
Q : pasien mengatakan
nyeri seperti ditekan
R : nyeri perut menjalar Kontraksi melahirkan
keseluruh perut,
kemaluan dan punggung
bawah. Nyeri Akut
S : skala nyeri 5 (1-10).
T : nyeri hilang timbul.
DO:
1) Pasien akan dilakukan
tindakan sectio caesarea
dengan regional anestesi
menggunakan teknik
spinal anestesi.
2) TTV:
TD: 120/80 mmhg
N : 105 x/menit
RR : 12 x/menit
SpO2: 98 %
suhu : 36.5 ° c
3) Pasien tampak meringis.
II. INTRA ANESTESI

No Symptom Etiologi Problem


1 FR : G1P000 Uk 39-40 T/H + Resiko cidera
1) Pasien akan dilakukan Prolong Fase Laten pembedahan
tindakan sectio caesarea
dengan regional anestesi
menggunakan teknik Sectio Caesarea
spinal anestesi.
2) TTV:
TD: 120/80 mmhg Tindakan Pembedahan dengan
N : 80 x/menit regional anestesi
RR : 12 x/menit
SpO2: 98 %
suhu : 36.5 ° c Resiko cidera pembedahan
2 FR: G1P000 Uk 39-40 T/H + RK Kardiovaskular
Prolong Fase Laten (Perdarahan)
1) Pasien akan dilakukan
tindakan sectio caesarea
dengan regional anestesi
menggunakan teknik Sectio Caesarea
spinal anestesi.

Tindakan Pembedahan dengan


regional anestesi
Perdarahan
III. PASCA ANESTESI

No Symptom Etiologi Problem

1 DS : G1P000 Uk 39-40 T/H + Resiko nyeri pasca


Pasien Mengatakan Nyeri. Prolong Fase Laten operasi
P : Nyeri Post Op
Q : Tertusuk-tusuk
R : Daerah Bekas Oprasi Sectio Caesarea
S : 4 (1-10)
T : Hilang Timbul
Pasca tindakan pembedahan
DO : dengan regional anestesi
1. TTV :
TD : 120/80mmHg,
Nadi : 86x/menit Bekas luka pembedahan
Suhu : 35,5° C
RR : 18x/menit
2. Pasien tampak tidak
nyaman karena adanya Nyeri Pasca Operasi
nyeri post operasi
3. Terilhat Kasa tertutup
bagian bekas operasi
2 DS : G1P000 Uk 39-40 T/H + Resiko disfungsi
1. Pasien mengeluh Prolong Fase Laten termoregulasi
kedinginan
2. Pasien terus bertanya
lamanya efek kedinginan Sectio Caesarea
DO :
1. TTV :
TD : 120/80mmHg, Tindakan pembedahan dengan
Nadi : 86x/menit regional anestesi
Suhu : 35,5° C
RR : 18x/menit
2. Pasien meminta selimut Suhu ruangan recovery room
tambahan
3. Pasien tampak menggigil

Vasokontriksi pembuluh darah

Kehilangan suhu inti

Resiko disfungsi termoregulasi

II. Problem ( Masalah )


a. PRE ANESTESI
1. Prioritas tinggi ( mengancam nyawa ) : Resiko cidera
2. Prioritas sedang ( mengancam status kesehatan ) : nyeri
Alasan prioritas:
Prioritas tinggi yaitu resiko agen anestesi dikarenakan jika kita tidak mengkaji
pasien pre anestesi dapat menimbulkan komplikasi saat intra anestesi, seperti salah
dalam menentukan ASA pasien dan tidak memberikan premedikasi yang akan
menimbulkan masalah pada intra yang dapat mengancam nyawa. Untuk prioritas
sedang yaitu nyeri karena jika pasien nyeri maka dapat meningkatkan tekanan darah
dan nadi, jika terjadi meningkatkan yang signifikan maka operasi yang akan
dilakukan dapat terganggu.
b. INTRA ANESTESI
1. Prioritas tinggi ( mengancam nyawa ) : Resiko disfungsi kardiovaskular
(perdarahan)
2. Prioritas sedang ( mengancam status kesehatan ) : resiko cidera pembedahan
Alasan prioritas :
Prioritas tinggi yaitu resiko disfungsi kardiovaskular karena apabila tidak ditangani
pasien akan menggalami perdarahan yang dapat mengancam nyawa. Sedangkan
untuk prioritas sedang yaitu resiko cidera pembedahan yang dapat menganggu status
kesehatan pasien.
c. PASCA ANESTESI
1. Prioritas sedang ( mengancam status kesehatan ) : Resiko nyeri pasca oprasi
2. Prioritas rendah ( situasi yang mempengaruhi perilaku ) : Resiko disfungsi
termoregulasi
Alasan prioritas :
Prioritas tinggi yaitu resiko disfungsi kardiovaskular karena apabila tidak ditangani
pasien akan menggalami perdarahan yang dapat mengancam nyawa.
III. Rencana Intervensi, Implementasi dan Evaluasi

a. Pra Anestesi
Nama : Ny. A No. CM : 283963
Umur : 22 Tahun Dx : G1P000 Uk 39-40 T/H + Prolong Fase Laten
Jenis kelamin : Perempuan Ruang : IBS

No Problem(Masalah) Rencana Intervensi Jam Implementasi Evaluasi Nama &


Tujuan Intervensi (wita) Paraf
1 Resiko cedera agen Setelah dilakukan 1. Observasi adanya 08.40 1. Mengobervasi adanya S:- Ayu
anestesi tindakan penyulit yang penyulit yang
O:
kepenataan anestesi dicurigai akan dicurigasi.
1. Tidak ada
1x60 menit terjadi: 2. Melakukan pengkajian Ayu
08.50 penyulit
diharapkan resiko - Penyakit 6B anestesi.
agen anestesi dapat kardiovaskular
3. Melepaskan segala
dicegah dengan - Penyakit 2. Hasil Ayu
08.55 aksesoris pasien
kriteria hasil: pernapasan pengkajian 6B
(gelang, kaos kaki) semua normal.
1. TTV dalam batas - Diabetes mellitus
normal: - Penyakit hati, 09.00 4. Melakukan pengkajian 3. Hasil Ayu
TD: 110/80 penyakit ginjal, ABCDE pengkajian
mmHg- suhu tubuh. 5. Melakukan pengkajian ABCDE normal
09.10
120/90mmHg 2. Lakukan AMPLE Ayu
4. Hasil
Nadi: 60-100 pengkajian 6B
6. Melakukan persiapan pengkajian
x/menit - Breathing 09.14 Ayu
pasien sebelum AMPLE normal.
RR: 16-20 - Blood
pembedahan. 5. Pasien terakhir
x/menit - Brain
09.15 7. Menetapkan kriteria makan jam Ayu
Suhu: - Bowel
36,5oC37,5°C - Blader malapati dan 06.30 wita,
SpO2: 95-100 % - Bone pemeriksaan pasien sudah
2. Pemilihan teknik 3. Tanggalkan segala tiromentaslis. terpasang
anestesi yang aksesoris pasien. 8. Menentukan status kateter urin,
tepat dengan 4. Lakukan 09.15 BB/TB= 77 Ayu
fisik ASA pasien
kondisi pasien, pengkajian ABCDE kg/163 cm dan
9. Delegatif pemberian
alat, obat dan - Airway pasien serta Ayu
09.17 premedikasi yaitu
cairan tersedia - Breathing keluarga telah Dan
ondansetron 4 mg/IV Perawat
dengan lengkap. - Circulation menandatangani
Ruagan
3. Tidak terjadi - Disability informed
aspirasi -Exposure consent.
4. Pasien siap 5. Lakukan 6. Kriteria
dilakukan pengkajian AMPLE malapati pasien
tindakan anestesi - Alergi grade 1 dan
5. Pasien tidak - Medikasi tiromentaslis 3-
mengalami - Past illness 2-3
cedera serius - Last meal
7. Pasien ASA 2
sampai akhir - Event
prosedur 6. Lakukan persipan 8. Pemeberian

pembedahan pasien sebelum ondansetron 4


pembedahan mg/IV sesuai

- Puasakan pasien delegatif dokter


- Pengosongan anestesi.
kandung 9. TTV pasien
kemih/pemasanga
n DC TD: 120/80
- Status nutrisi mmHg;
pasien/timbang
nadi: 80 x/menit;
BB/TB
RR: 12 x/menit;
- Keseimbangan
cairan dan SpO2: 98%;
elektrolit suhu : 36.5° c
- Informed consent
A: masalah
7. Tetapkan kriteria
teratasi
malapati dan
P: pertahankan
pemeriksaan
kondisi pasien
tiromentaslis
8. Tentukan status
fisik pasien
9. Delegatif
pemberian
premedikasi
2 Nyeri akut Setelah dilakukan 1. Obervasi TTV 08.40 1. Mengobervasi TTV S: pasien Ayu
tindakan kepenataan pasien pasien mengatakan
anestesi 1x60 menit 2. Kaji kontaksi dan 2. Mengajarkan teknik nyerinya sudah
08.45
diharapkan nyeri ketidaknyamanan relaksasi dan nafas berkurang Ayu
akut dapat dicegah (awitan, frekuensi, dalam. dengan
dengan kriteria
durasi, intensitas, 3. Mengkaji tingkat nyeri skala 4 (1-10).
hasil: Ayu
dan gambaran 08.48 setiap 15 menit. O:
1. TTV dalam batas
normal: ketidaknyamanan) 1. TTV pasien
TD: 110-120/70-80
3. Ajarkan teknik TD: 120/80
mmHg
relaksasi nafas mmHg;
Nadi: 60-100 dalam
nadi: 80 x/menit;
x/menit
4. Kaji tingkat nyeri RR: 12 x/menit;
RR: 16-20 x/menit
setiap 15 menit
Suhu: 36,5°C- SpO2: 98%;
37,5°C 5. Ubah posisi
Suhu: 36.5° c
SpO2: 95-100 % minimal tiap 1 jam
2. Nyeri teratasi
2. Pasien tampak 6. Untuk nyeri
karena
tidak meringis puggung, berikan
dilakukan teknik
3. Skala nyeri kompres dingin
nafas dalam
menurun menjadi 3- pada punggung atau
4 leher (20-30 menit). 3. Pasien
mengikuti
7. Kolaborasi dengan
intruksi teknik
dokter anestesi
relaksasi nafas
tentang. Pemberian
dalam.
analgetik.
A: masalah
8. Laporkan kepada
teratasi
dokter anestei
apabila terjadi P: pertahankan
peningkatan kondisi pasien
intensitas nyeri.

(Lynda Juall
Carpenito, buku
saku diagnosis
keperawatan.2012.
hal:91-92)

ASSESMEN PRA INDUKSI/ RE- ASSESMEN


Tanggal :
Kesadaran : Compos Mentis Pemasangan IV line : √ 1 buah □ 2 buah
Tekanan darah : 122/81.mmHg, Nadi :72x/mnt. Kesiapan mesin anestesi : √ Siap/baik
RR : 14 x/mnt Suhu : 360C Kesiapan Sumber gas medik : √ Siap/baik
Saturasi O2 : 98% Kesiapan volatile agent : √ Siap/baik
Gambaran EKG : - Kesiapan obat anestesi parenteral : √Siap/baik
Kesiapan obat emergensi : √ Siap/baik
Penyakit yang diderita : √Tidak ada □ Ada, sebutkan……………
Penggunaan obat sebelumnya: □ Tidak ada √ Ada, sebutkan ( asam folat)
Gigi palsu : √ Tidak ada
Alergi : √ Tidak ada
Kontak lensa : √ Tidak ada □ Ada , sudah dilepas.
Asesoris : □ Tidak ada √ Ada, sebutkan ( gelang, kaus kaki
CATATAN LAINNYA:
b. Intra Anestesi
Nama : Ny. A No. CM : 283963
Umur : 22 Tahun Dx : G1P000 Uk 39-40 T/H + Prolong Fase Laten
Jenis kelamin : Perempuan Ruang : IBS

No Problem(Masalah) Rencana Intervensi Jam Implementasi Evaluasi Nama &


Tujuan Intervensi (wita) Paraf
1 RK Kardiovaskular Tindakan asuhan 1. Monitor TTV 09.00 1) Memonitor TTV S:- Ayu
(Perdarahan) kepenataan anestesi 2. Monitor 09.15 2) Memonitor O:
selama 1 x 60 menit perdarahan pada perdarahan pada Ayu
1.TTV:
diharapkan tidak daerah daerah pembedahan
terjadi perdarahan TD :
pembedahan 3) Kolaborasi dalam
berat dengan kriteria 120/70mmHg,
09.20
3. Kolaborasi pemberian oxytocin Ayu Dan
hasil : Nadi 78x/menit,
dengan dokter 20iu/iv dan metergin Penata
1. TTV dalam batas
dalam pemberian 0,2mg/iv kepada Suhu : 36°C Anestesi
normal:
premedikasi pasieen RR : 20x/menit
TD : 100/ 80 -
untuk
120/90 mmhg. 2. Pasien tidak
memperlancar
Nadi : 60 – 100 menggalami
persalianan dan
x/menit. perdarahan >20
merangsang otot
Suhu : 36,5-37°C. %
untuk kontraksi
RR : 16 – 20 3. Tidak terdapat
lebih kuat
x/menit. gejala syok
2. Tidak terjadi seperti kulit
perdarahan >20% dingin, pucat
3. Palpasi Nadi teraba dan lembab.
kuat 4. oxytocin 20iu/iv
4. Tidak terdapat dan metergin
tanda dan gejala 0,2mg/iv telah
syok masuk ke tubuh
pasien

A : RK Perdarahan
tidak terjadi
masalah teratasi

P : pertahankan
kondisi pasien

2 Risiko Cedera Setelah dilakukan 1. Siapkan 08.25 1. Menyiapkan S:- Ayu


Pembedahan asuhan kepenataan peralatan dan obat peralatan dan obat O:
anestesi diharapkan obatan sesuai obatan untuk tehnik
1. Obat anestesi
Risiko trauma fisik dengan subaraknoid blok.
SAB sudah
pembedahan tidak perencanaan teknik 2. Memindahkan pasien
dimasukan . Ayu
terjadi dengan kriteria anestesi 08.35 ke tempat tidur
hasil : 2. Asistensi induksi
2. Pindahkan pasien operasi dan
1. Pasien tidak pasien dengan
dari brankar ke memposisikan pasien.
mengalami trauma memposisikan
tempat tidur operasi 3. Membantu
pembedahan 08.45 pasien yaitu
dan posisikan pelaksanaan anestesi Ayu dan
2. Pasien tidak posisi supinasi
pasien sesuai Dokter Sp
regional dengan saat pembedahan
merasakan nyeri dan An
dengan jenis dan spesialis anestesi
aktivitas fungsional tindakan anestesi 3. Monitoring
motorik tidak terjadi 08.36 4. Membantu invasive
yang diberikan. pemasangan alat terpasang : Ayu
monitoring non tekanan darah,
3. Bantu
invasive. nadi, respirasi
pelaksanaan
anestesi sesuai 5. Memonitoring intra rate, dan SpO2.
Ayu
08.47
dengan program operasi 4. TTV pasien:
kolaboratif spesialis 6. Memantau infuse dan TD: 120/80 Ayu
anestesi 09.20 aliran infuse selama mmHg;
4. Bantu proses pembedahan. nadi: 80 x/menit;
pemasangan alat 7. Melakukan
09.48 RR: 12 x/menit; Ayu dan
monitoring non pengakhiran tindakan Penata
invasif SpO2: 98%;
anestesi. Anetsesi
5. Bantu dokter suhu : 36.5° c
melakukan A: tidak terjadi
pemasangan alat komplikasi
monitoring invasif trauma fisik
6. Monitoring Intra pembedahan.

Anestesi P: pertahankan
kondisi pasien
7. Pantau infuse
dan aliran infuse
selama proses
pembedahan.

8. Atasi penyulit
yang timbul

9. Pemeliharaan
jalan napas

10. Pemasangan
alat ventilasi
mekanik

11. Pengakhiran
tindakan anestesi
c. Pasca Anestesi
Nama : Ny. A No. CM : 283963
Umur : 22 Tahun Dx : G1P000 Uk 39-40 T/H + Prolong Fase Laten
Jenis kelamin : Perempuan Ruang : IBS

No Problem(Masalah) Rencana Intervensi Jam Implementasi Evaluasi Nama &


Tujuan Intervensi (wita) Paraf
1 Resiko nyeri pasca Setelah dilakukan 1. Obervasi TTV 10.00 1. Mengobervasi S: Ayu
pembedahan tindakan kepenataan pasien TTV pasien. Pasien mengatakan
anestesi selama 30 2. Atasi kendala 2. Menjelaskan nyeri sudah berkurang
10.15 Ayu
menit diharapkan kurang kepada pasien setelah diberikan
tidak terjadinya
pengetahuan. tentang keadaannya analgetik pasca op.
resiko nyeri pasca
3. Ajarkan setelah operasi. P : Nyeri Pasca Op
operasi dengan
teknik 3. Memberikan Q: Nyeri terasa seperti
kriteria hasil :
relaksasi nafas 10.19 posisi yang nyaman tertusuk-tusuk Ayu
1. Pasien
dalam pada pasien (posisi
mengatakan skala R: Perut bagian bawah
supinasi)
nyeri berkurang 4. Kaji tingkat bekas operasi
menjadi 2-3 nyeri setiap 10 4. Memberikan obat
10.20 S: 3 (1-10) Ayu dan
setelah operasi menit analgetik pasca
T: Hilang Timbul Penata
(Pasca anestesi) 5. Kolaborasi pembedehan (drip
Anestesi
2. Pasien tenang dan dengan dokter tromadol 50mg dan
nyaman anestesi drip Oxytocin 20
3. TTV dalam batas tentang. iu)
O:
normal Pemberian
1. TTV pasien:
- TD: 110- analgetik.
120/70-80 - TD : 110/70 mmHg
6. Laporkan
mmHg kepada dokter - Nadi : 80x/menit
- Nadi: 60-100 anestei apabila - RR : 14 x/menit
x/menit terjadi
- SpO2 : 100 %
- RR: 16-20 peningkatan
x/menit 2. Pasien tampak
tingkat/intensit
- Suhu: 36,5°C mendegarkan
as nyeri.
37,5°c penjelasan tentang
(Lynda Juall
- SpO2: 95-100 keadaannya setelah
Carpenito,
% operasi.
buku saku
3. Pasien tampak lebih
diagnosis
tenang
keperawatan.2
012. hal:8788) A: masalah teratasi

P: pertahankan
kondisi pasien

2 RK Termoregulasi Setelah dilakukan 1. Observasi 10.00 1) Mengobservasi S : pasien mengatakan Ayu


(Hipotermi) tindakan asuhan TTV pasien TTV tidak kedinginan
kepenataan anestesi setelah diberikan
2. Observasi 10.05 2) Mengobservasi
selama 1 x 30menit selimut tambahan
keadaan umum keadaan umum Ayu
diharapkan suhu pasien pasien O:
tubuh dan keadaan
3. Beri selimut 3) Memberi selimut - TTV: TD 120/70
pasien kembali 10.10 Ayu
hangat hangat mmHg, Nadi
normal dengan
80x/menit, Suhu
kriteria hasil : 4. Kolaborasi 4) Memberikan
10.13 36°C, RR Ayu
1. TTV dalam batas dengan dokter cairan hangat RL
dalam 500 ml 20x/menit
normal : TD:
100/80 mmHg pemberian - Pasien tampak tidak

120/90 mmhg, cairan hangat RL menggigil lagi

Nadi : 60 – 100 - Akral hangat


x/menit, Suhu 36,5
A: masalah teratasi
-37°C, RR: 16,
P : hentikan intervensi
20x/menit
2. Pasien tidak
menggigil
3. Akral hangat
4. Pasien merasa
nyaman
PASCA ANESTESI
CATATAN PASIEN DI KAMAR PEMULIHAN :
Waktu masuk RR: 10.06 wita
Penata anestesi pengirim : Penata A
Penata anestesi penerima :Penata B
Tanda Vital : □TD:110/70 mmHg □Nadi: 80x/menit □RR:14 x/menit □Temperatur : 36.0 0C
Kesadaran : □ √Sadar betul □Belum sadar □Tidur dalam
Pernafasan : □ √Spontan □Dibantu □VAS
Penyulit Intra operatif :
Instruksi Khusus : Mengganti Cairan Infus RL 500 ml jika sudah habis

S S S
Frekuensi

Frekuensi

Tekanan

SKALA C STEW ARD C C


darah
napas

nadi

ALDRETTE BROMAGE SCORE


NYERI SCORE O SCORE O O
(Lingkar) R R R
E E E

28 220 Gerakan penuh dari


20 200 0 Saturasi O2 Pergerakan
tungkai
26 180 1
12 160 2 Tak mampu
8 180 140 Pernapasan Pernafasan
3 ekstensi tungkai
160 120
4
140 100 Tak mampu fleksi 2
5 Kesadaran
120 80 Sirkulasi
6 lutut
100 60
80 40 7 Tak mampu fleksi
8 Aktifitas
60 20
motorik pergelangn kaki
0 9
10
Kesadaran

Lama Masa Pulih :


Menginformasikan keruangan untuk menjemput pasien :
1. Jam 10.55 WITA Penerima : Perawat A
KELUAR KAMAR PEMULIHAN
Pukul keluar dar RR : Pk.11.05 WITA ke ruang: □ √rawat inap □ ICU □ Pulang □ lain-lain:
SCORE ALDRETTE :
SCORE STEWARD:
SCORE BROMAGE: 9
SCORE PADSS (untuk rawat jalan): □ not applicable
SCORE SKALA NYERI: □ Wong Baker:
Nyeri : □ tidak □√ ada
Risiko jatuh : □√ tidak beresiko □ resiko rendah □ resiko tinggi
Risiko komplikasi respirasi : □√ tidak □ ada
Rsiko komplikasi kardiosirkulasi □√ tidak □ ada
Rsiko komplikasi neurolgi : □√ tidak □ ada
Lainya

INSTRUKSI PASCA BEDAH:


Pengelolaan nyeri : Fentanyl 200mg dalam 24 jam bila perlu
Penanganan mual/ muntah : Ondansentron 4 mg bila perlu
Antibiotika : Konsultasi dengan Obgyn
Obat-obatan lain : Oxytochin 2mg bila perlu
Infus : RL 500 ml
Diet dan nutrisi :
Pemantauan tanda vital : Setiap 20 Menit Selama 1-2 jam
Lain-lain :
Hasil pemeriksaan penunjang/obat/barang milik pasien) yang diserahkan melalui perawat ruangan/ICU :
1) Gelang Pasien 2) Kaos kaki 3) Rekam Medis
IV. Catatan Perkembangan
Nama : Ny. A No.CM : 283963
Umur : 22 Tahun Diagnosa : G1P1A0 hari KE-0
Jenis kelamin : Perempuan Ruang : IBS

No Tanggal Jam Problem Catatan Perkembangan Nama &


(Masalah ) Paraf
1. 5 Mei 10.15 Nyeri Post Op S: Ayu
2022 WITA
Pasien mengatakan nyeri sudah
berkurang setelah diberikan analgetik
pasca op.

P : Nyeri Pasca Op

Q: Nyeri terasa seperti tertusuk-tusuk

R: Perut bagian bawah bekas operasi

S: 3 (1-10)

T: Hilang Timbul

O:

1. TTV pasien:

- TD : 110/70 mmHg

- Nadi : 80x/menit

- RR : 14 x/menit

- SpO2 : 100 %

2. Pasien tampak lebih tenang

A: masalah teratasi

P: pertahankan kondisi pasien


2 5 Mei 10.20 RK Termoregulasi S : pasien mengatakan tidak kedinginan
2022 WITA setelah diberikan selimut tambahan

O:

- TTV: TD 120/70 mmHg, Nadi


80x/menit, Suhu 36°C, RR 20x/menit

- Pasien tampak tidak menggigil lagi

- Akral hangat

A: masalah teratasi

P : hentikan intervensi
V. Format Hand Over recovery Room ke Ruang Rawat Inap

Nama : Ny. A No.CM : 283963


Umur : 22 Tahun Diagnosa : G1P1A0 hari KE-0
Jenis kelamin : Perempuan Ruang : IBS
S (Situation) 1. Identitas pasien
Nama : Ny. A
No. CM : 283963
Umur : 22 tahun
Dx : G1P1A0 hari KE-0
Jeniskelamin : Perempuan
2. Kondisi pasien
Ds :
Pasien mengeluh nyeri
P : Nyeri
Q : Seperti tertusuk
R : Daerah bekas operasi
S:3
T : Hilang Timbul
Do:
Kesadaran : komposmetis
GCS : Verbal:5 Motorik: 6 Mata :4.
Penampilan : tampak meringis.
Tanda-tanda Vital : Nadi = 80 x/menit,
Suhu =36.5 0 C, TD=120/80 mmHg,
RR =12x/menit
BB: 77 Kg, TB:163 Cm
3. jenis operasi : sectio caesarea
4. jenis anestesi : regional anestesi dengan
spinal anestesi
B (Background) 1. Riwayat obat-obatan pasien sebelum
dilakukan anestesi mendapatkan
Cefotaxime 1 gr injeksi melalui infus,
premedikasi berupa ondasetron 4 mg/iv
2. Saat Pembedahan pasien dilakukan
pembiusan menggunakan teknik SAB
pada lumbal L3-L4. Obat anestesi dan
obat lainya yang diberikan kepada
pasien yaitu :
- Oxytocin 20iu (iv)
- Oxytocin 20 iu (iv drip)
- Meterghin 0,2 mg (iv)
- Drip Tromadol 50 mg
A Kesadaran : Komposmetis
(Assestment/Analisa) TTV :
TD : 122/81 mmHg , RR 20x/menit, Suhu
: 36oC, SpO2 : 99%
Terpasang kateter urine (+)
- Alergi obat (-)
- Mual (-)
- Muntah (-)
- VAS : 3 (1-10)
- Bromage score : 2
R -Pantau keadaan umum pasien
(Recommendation) - Cek TTV pasien
- Bila Pasien Nyeri berikan Fetanyl 200
mg dalam 24 jam
- Bila pasien mual muntah berikan
Ondansetron 4 mg/iv
-Berikan Oxytochin 2mg jika diperlukan
(untuk memicu keluarnya ASI)
- Berikan infus RL 500 ml bila sudah
habis

Nama dan Paraf yang Nama : Penata B Paraf


menyerahkan pasien

Nama dan paraf yang Nama : Perawat A Paraf


menerima pasien

You might also like