You are on page 1of 17

Tugas Makalah

Mata Kuliah Hukum Pidana


SIFAT MELAWAN HUKUM
Dosen Pengampu: Dr. Marlina, S.H., M.Hum.

Oleh Kelompok 4 :
AYU YOLANDA SIBURIAN - 210200039
NURLELI AMALIA PUTRI - 210200047
RACHEL VELICIA THEO FANY SARAGIH SITIO - 210200216
CINDY HUTAGALUNG - 210200432
GHINA FAUZIYAH T. - 210200437
GABRIELLA MONICA CAHAYA SIAHAAN - 210200453
CAHAYA SIAHAAN - 210200463

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


FAKULTAS HUKUM
JURUSAN ILMU HUKUM
MEDAN
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat, kami
dapat menyelesaikan Tugas Makalah yang berjudul “Sifat melawan hukum” sesuai waktu
yang diberikan. Adapun tujuan dari penulisan dari Tugas Makalh ini adalah untuk
memenuhi tugas dari Ibu Dr. Marlina, S.H., M.Hum. pada Mata Kuliah Hukum Pidana.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Marlina, S.H., M.Hum., selaku
dosen mata kuliah hukum Pidana yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.
Kami menyadari bahwa Tugas Makalah ini masih jauh dari sempurna karena
masih terbatasnya pengalaman dan juga pengetahuan yang kami miliki. Namun, kami
berharap makalah ini memberi manfaat bagi pembaca.
Demikian makalah ini kami buat, apabila terdapat kesalahan dalam penulisan
kami mohon maaf. Oleh karenanya, kami mengharapkakan saran dan kritik yang
membangun dari berbagai pihak agar penulis menjadi lebih baik lagi di masa mendatang.

Medan, 25 Februari 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .....................................................................................................ii


DAFTAR ISI ................................................................................................................... iii

BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................................... 4


1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 4
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................................... 4
1.3 Tujuan ......................................................................................................................... 5

BAB 2. PEMBAHASAN .................................................................................................. 6


2.1 Pengertian Melawan Hukum ....................................................................................... 6
2.2 Sifat Melawan Hukum Formil .................................................................................... 7
2.3 Contoh Sifat Melawan Hukum Formil. ....................................................................... 8
2.4 Sifat Melawan Hukum Materiil. ................................................................................. 9
2.5 Contoh Melawan Hukum Materiil. ........................................................................... 11
2.6 Perbedaan Sifat Melawan Hukum Formil dan Hukum Materiil. .............................. 11
2.7 Sifat Melawan Hukum Umum. ................................................................................. 13
2.8 Sifat Melawan Hukum Khusus. ................................................................................ 13

BAB 3. PENUTUP.......................................................................................................... 15
3.1 Kesimpulan ............................................................................................................... 15
3.2 Saran .......................................................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 17

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hukum sebagai sarana social engineering digunakan sebagai suatu sarana yang
ditujukan untuk mengubah perikelakuan warga masyarakat sesuai dengan tujuan-tujuan
yang telah ditetapkan sebelumnya. 1Peraturan- peraturan hukum yang sifatnya mengatur
dan memaksa mendorong masyarakat untuk patuh menaatinya. Hal tersebut
menyebabkan terjadinya keseimbangan dalam setiap hubungan dalam masyarakat.2
Maka, ketertiban dan keamanan dalam masyarakat akan terpelihara juga
terealisasikannya tujuan dari hukum itu sendiri.
Walaupun peraturan-peraturan hukum sudah dikeluarkan dan disahkan, namun
tidak sedikit orang yang masih melanggar aturan-aturan tersebut. Misalnya tentang
penganiayaan, dalam KUHP Pasal 351 Ayat 3 menyatakan jika ada penganiayaan yang
menyebabkan kematian, maka terdakwa diancam pidana penjara paling lama 7 tahun
penjara.3 Namun, hingga kini masih banyak ditemukan kasus penganiayaan serupa. Hal
inilah yang disebut dengan sifat melawan hukum.
Dalam pembelajaran Ilmu pengetahuan Hukum Pidana sudah sejak lama
membahas tentang pengertian sifat melawan hukum itu sendiri. Sifat melawan hukum
merupakan sifat yang dengan sengaja atau tidak sengaja bertentangan dengan hukum atau
tidak sesuai dengan larangan yang telah ditetapkan dan menyerang suatu kepentingan
yang dilindungi hukum itu sendiri.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengetian dari sikap melawan hukum?
2. Apa yang dimaksud dengan sifat melawan hukum formil?
3. Apa saja contoh sifat melawan hukum formil?
4. Apa yang dimaksud dengan sifat melawan hukum materiil?

1
Suria Ningsih , Sosiologi dan Sosiologi Hukum (Medan: USU Press, 2021), hlm. 133.
2
C.S.T. Kansilm ,Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), hlm.
40.
3
Ibid., hlm. 257

4
5. Apa saja contoh sifat melawan hukum materiil?
6. Apa perbedaan sifat melawan hukum formil dan materiil?
7. Apa yang dimaksud dengan sifat melawan hukum umum?
8. Apa yang diamksud dengan sfat melawan hukum khusus?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa pengertian sifat melawan hukum.
2. Untuk mengetahui pengertian dari sifat melawan hukum formil.
3. Untuk mengetahui contoh-contoh dari sifat melawan hukum formil.
4. Untuk mengetahui pengertian dari sifat melawan hukum materiil.
5. Untuk mengetahui contoh-contoh sifat melawan hukum materiil.
6. Untuk mengetahui perbedaan sifat melawan hukum formil dan hukum materiil.
7. Untuk mengetahui pengertian dari sifat melawam hukum umum.
8. Untuk mengetahui pengertian dari sifat melawan hukum khusus..

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Sifat Melawan Hukum

Vermunt mengambil pendapat Von Lizt bahwa Sifat melawan hukum formal
adalah perbuatan yang bertentangan dengan suatu norma yang ditetapkan negara berupa
perintah dan larangan. Sifat melawan hukum materiel adalah pelanggaran terhadap
kepentingan-kepentingan sosial yang dilindungi oleh norma-norma hukum perorangan
atau masyarakat, termasuk perusakan atau membahayakan suatu kepentingan hukum4
Pemisahan antara sifat melawan hukum formal dan materiel ini juga dikemukakan
oleh Maurrach dan Jeshech. yang menarik perhatian adalah pendapat Jeshech, seperti
dikutip Vermunt, yang mengatakan : Menurut pendapatnya, adalah „bersifat melawan
hukum formal‟ apabila suatu kelakuan bertentangan dengan kewajiban untuk berbuat
atau tidak melakukan sesuatu yang disebut dalam norma hukum. Soalnya di sini
mengenai penentangan terhadap „berbuat menurut norma-norma yang diperintahkan‟
walaupun disini harus dikatakan bahwa sifat melawan hukum formal mempunyai arti
materiel karena dengan perusakan norma itu, dasar kepercayaan yang menjadi dasar tata
tertib dalam masyarakat dirugikan.5
Pendapat Jesheck ini, menurut Vermunt, didasari pemikiran bahwa : Norma
hukum bukan semata-mata perintah –perintah paksa, tetapi tuntunan tata tertib yang ada
dalam suatu lingkungan masyarakat yang sesuai dengan pandangan orang-orang dalam
lingkungan hukum yang sama itu dan oleh karena itu mempunyai hak atas penataan dan
anggota warganya. 6
Berkenan dengan pendapat para Sarjana Hukum Jerman tersebut, kiranya kita
dapat mengambil kesimpulan sementara bahwa pendapat mereka sangat besar
pengaruhnya terhadap perkembangan ilmu pengetahuan hukum di Belanda. Ini dapat

4
Johannes Brata Wijaya, Ismail Rumadan, Suhardin, Makna Sifat Melawan Hukum Dalam Perkara
Pidana Korupsi, 10 Oktober 2013, hlm. 28-29
(https://bldk.mahkamahagung.go.id/id/component/k2/item/download/45_640bb8c42198214108b81586ec
defbdc.html diakses pada tnaggal 09 Maret 2022 pukul 13.40)

5
Ibid, hlm. 29
6
Ibid, hlm. 29

6
dibuktikan dari tulisantulisan dalam buku-buku tentang asas-asas hukum pidana yang
terbit pada tahun-tahun terakhir ini yang tidak lagi membahas secara khusus mengenai
sifat melawan hukum yang formal maupun materiel.7

2.2 Sifat Melawan Hukum Formil (Formale wederrechtelijk)


Sebagaimana diketahui bahwa undang-undang hanya memidana seseorang yang
melakukan perbuatan, apabila perbuatan itu telah dicantumkan dalam peraturan
perundang-undangan sebagai perbuatan yang dilarang. Hal ini telah ditentukan secara
tegas dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP tentang apa yang dikenal dengan asas legalitas.
Konsekuensi logis dari hal ini, maka hanya perbuatan yang diberi label tercela atau
terlarang demikian saja yang pelakunya dapat dipidana. Pengertian sifat melawan hukum
yang demikian disebut dengan melawan hukum formal, karena semata-mata sifat
terlarangnya perbuatan didasarkan pada pemuatannya dalam undang-undang.8
Menurut ajaran sifat melawan hukum formil, apabila suatu perbuatan telah
mencocoki semua unsur yang termuat dalam rumusan tindak pidana maka perbuatan
tersebut adalah tindak pidana. Jika ada alasan-alasan pembenar maka alasan-alasan
tersebut harus juga disebutkan secara tegas dalam undang-undang. Artinya suatu
perbuatan tidak bisa dianggap bersifat melawan hukum apabila perbuatan tersebut tidak
secara eksplisit dirumuskan dalam undang-undang sebagai perbuatan pidana, sekalipun
perbuatan tersebut sangat merugikan masyarakat, dan ukuran untuk menentukan suatu
perbuatan tersebut bersifat melawan hukum atau tidak hanyalah undang-undang sebagai
ketentuan tertulis.
Sifat melawan hukum formil berpandangan, bahwa suatu perbuatan adalah
bersifat melawan hukum, apabila perbuatan itu telah mencocoki larangan undang-
undang. Letak melawan hukumnya perbuatan itu sudah ternyata dari sifat melanggarnya
ketentuan undang-undang, kecuali jika termasuk perkecualian yang telah ditentukan
undang-undang pula.9
Pendapat yang formal hanya mengakui adanya pengecualian (peniadaan) sifat melawan
hukum dari perbuatan yang terdapat dalam undang-undang (hukum tertulis). Seperti:

7
Ibid, hlm. 31
8
Lukman Hakim, Asas-Asas Hukum Pidana, (Yogyakarta: CV. Budi Utama, 2020), hlm. 52.
(http://repository.ubharajaya.ac.id/3420/1/Buku%20Ajar%20Asas-Asas%20Hukum%20Pidana.pdf
diakses pada 12 Maret 2020 pukul 20.56)
9
Moeljatno, Azas-Azas Hukum Pidana, (Jakarta: Bina Aksara 1987), hlm.130.

7
1. Pasal 48 KUHP (Daya paksa/overmacht)
2. Pasal 49 ayat (1) KUHP (Bela paksa/noodweer)
3. Pasal 50 KUHP (Melaksanakan ketentuan undang-undang )
4. Pasal 51 ayat (1) KUHP (Perintah jabatan yang sah).10

2.3 Contoh Sifat Melawan Hukum Formil


Sifat melawan hukum Formil adalah menitikberatkan pada perbuatan yang dilarang
dan diancam dengan pidana oleh Undang-Undang, sifat ini tidak mengatur akibat dari
perbuatan dilarang tersebut. Dalam artian, selesai atau tidaknya, berhasil atau tidaknya
kejahatan dan niat buruk dari pelaku kejahatan akan tetap dijerat dengan dakwaan
“percobaan”
1. Pada kasus pencurian misalnya, asal saja sudah dipenuhi unsur-unsur dalam Pasal
362 KUHP, tindak pidana sudah terjadi dan tidak dipersoalkan lagi, apakah orang
yang kecurian itu merasa rugi atau tidak, merasa terancam kehidupannya atau
tidak.
(pasal 362 KUHP : “Barangsiapa mengambil sesuatu barang, yang sama sekali
atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain, dengan maksud akan memiliki
barang itu dengan melawan hak, dihukum, karena pencurian, dengan hukuman
penjara selama-lamanya lima tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 900,—
“)
2. Kasus percobaan pembunuhan yang terdapat di dalam Pasal 53 ayat (1) KUHP
juga termasuk contoh delik formil. Cukup dengan permulaan perbuatan atau pun
dengan faktor eksternal seperti aksi pelaku sudah terlebih dahulu dipergoki
korban, tertangkap oleh aparatur penegak hukum, korban melakukan perlawanan
tetap dapat ditindak dan didakwa serta dituntut dengan frasa “percobaan + jenis
kejahatan”
(3 syarat dalam pasal 53 ayat 1 KUHP : ada niat atau kehendak dari pelaku, ada
permulaan pelaksanaan dari niat, pelaksanaan tidak selesai bukan semata-mata
karena kehendak pelaku)

10
Amir Ilyas, Asas-Asas Hukum Pidana; Memahami Tindak Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana
Sebagai Syarat Pemindanaan, (Yogyakarta: Mahakarya Rangkang Offset, 2012), hlm. 56.

8
3. Kasus pemalsuan, apabila digolongkan sebagai delik formil, maka akibat tersebut
tidak mutlak sebagai unsur, sehingga sepanjang perbuatan sudah dilakukan, maka
tidak penting mempertimbangka akibat yang dilarang muncul atau tidak.11

2.4 Sifat Melawan Hukum Materiil (materiele wederrectelijkheid)


Seorang penulis Vost yang menganut pendirian yang materil, memformulir
perbuatan yang bersifat melawan hukum sebagai perbuatan yang oleh masyarakat tidak
dibolehkan. Formulering ini dipengaruhi oleh H. R. Nederland Tahun 1919, yang dikenal
dengan nama Lindenbaum Cohen Arrest mengenai perkara perdata. Di situ H. R. Belanda
mengatakann bahwa perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) adalah bukan
saja yang bertentangan dengan wet, tetapi juga perbuatan yang dipandang dari pergaulan
masyarakat tidak patut.12
Dalam ajaran sifat melawan hukum materiel dinyatakan, bahwa tidak semua
perbuatan yang oleh masyarakat dipandang sebagai perbuatan tercela, ditetapkan sebagai
tindak pidana. Artinya, ada perbuatan yang sekalipun oleh masyarakat dipandang tercela,
tetapi bukan merupakan tindak pidana. Dalam ajaran sifat melawan hukum materil
menggunakan parameter bertentang dengan nilai kepatuhan dan keadilan masyarakat.13
Berkaitan dengan sifat melawan hukum materiel ini, Sudarto berpendapat bahwa
suatu perbuatan itu melawan hukum atau tidak, tidak hanya yang terdapat dalam undang-
undang (yang tertulis saja), akan tetapi harus dilihat berlakunya asas-asas hukum yang
tidak tertulis. Jadi menurut ajaran ini melawan hukum sama bertentangan dengan undang-
undang (hukum tertulis) dan juga bertentangan dengan hukum yang tidak tertulis
termasuk tata susila dan sebagainya. Apabila diperhatikan, sifat melawan hukum materiel
pada suatu perbuatan menunjukkan bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan
keadilan, terlepas apakah perbuatan diancam pidana dalam suatu undang-undang atau
tidak, jadi yang benar-benar dirasakan oleh masyarakat sebagai bertentangan dengan rasa
keadilan.Ukuran untuk mengatakan suatu perbuatan melawan hukum secara materiel

11
Budi Prastowo, Delik Formil/Materiil, Sifat Melawan Hukum Formil/Materiil Dan Pertanggungjawaban
Pidana Dalam Tindak Pidana Korupsi, Jurnal Hukum Pro Justitia, Juli 2006, Volume 24 No. 3, hlm. 214-
215 (https://journal.unpar.ac.id/index.php/projustitia/article/view/1157 diakses pada tanggal 10 Maret 2022
pukul 18.21)
12
Moeljatno, op.cit, hlm. 131.
13
Lukman Hakim, op. cit., hlm 53.

9
bukan didasarkan pada ada atau tidaknya ketentuan dalam suatu undang-undang, akan
tetapi ditinjau dari nilai yang ada dalam masyarakat apakah mencerminkan nilai keadilan
atau tidak.14
Ajaran sifat melawan hukum materiil selain mengakui berlakunya alasan-alasan
pembenar yang terdapat di dalam undang-undang, seperti yang telah disebutkan di atas,
juga mengakui berbagai alasan pembenar yang terdapat di luar undang-undang. Dengan
adanya sesuatu alasan pembenar, yakni alasan yang menghapuskan sifat melawan
hukumnya suatu perbuatan yang dituduhkan kepada seseorang, maka si terdakwa harus
diputus lepas dari segala tuntutan hukum. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 191 ayat
(2) yang memuat pernyataan “Jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang
didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak
pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum.” Penilaian bahwa suatu
perbuatan yang didakwakan terbukti tetapi tidak merupakan tindak pidana, dapat
disebabkan karena sifat melawan hukum perbuatan itu hilang atau hapus dengan adanya
alasan pembenar tertentu baik yang ada di dalam undang-undang maupun yang ada di
luar undang-undang.15
Sifat melawan hukum materiel dibedakan menjadi dua, yaitu sifat melawan dalam
fungsi positif dan fungsi negatif. Pembagian sifat melawan hukum materiil seperti ini
didasarkan pada pengakuan terhadap pengaruh atau peran norma-norma hukum yang
tidak tertulis, jadi berada di luar undang-undang. Pengaruh atau peran norma-norma
hukum tidak tertulis bisa bersifat negatif, dan bisa pula bersifat positif.16
Sifat hukum materil positif, meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam
peraturan perundang-undangan namun jika perbuatan tersebut dianggap tercela karna
tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial dimasyarakat
sehingga perbuatan tersebut dapat dipidana.
Sifat hukum materil negatif, meskipun perbuatan telah memenuhi unsur delik
akan tetapi perbuatan tersebut tidak bertentangan dengan rasa keadilan masyarakat maka
perbuatan tersebut tidak dapat dipidana. Kemudian sifat hukum materil negatif mengakui

14
Ibid. hlm 54
15
Sudaryono, Hukum Pidana Dasar-Dasar Hukum Pidana Berdasarkan KUHP Dan RUU KUHP, (Jawa
Tengah : Muhammadiyah University Press, 2017), hlm 142.
(http://lib.unsub.ac.id/index.php?p=show_detail&id=4682 diakses pada 11 Maret 2020 pukul 23.11)
16
Ibid, hlm 140.

10
adanya norma-norma hukum tidak tertulis di luar undang-undang yang menghapuskan
sifat melawan hukumnya perbuatan yang memenuhi rumusan undang-undang. Jadi
norma-norma hukum tidak tertulis di luar undang-undang itu berfungsi atau berperan
sebagai alasan penghapus sifat melawan hukum.

2.5 Contoh Sifat Melawan Hukum Materiil


Sifat melawan hukum materil dalam fungsinya yang negatif diartikan bahwa
meskipun perbuatan tersebut memenuhi unsur delik tetapi tidak bertentangan dengan rasa
keadilan masyarakat, maka perbuatan tersebut tidak dipidana. Sedangkan sifat melawan
hukum materil berfungsi positif, mengadung arti bahwa meskipun perbuatan tersebut
tidak diatur dalam perundang-undangan, namun jika perbuatan tersebut dianggap tidak
tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial
dalam masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat dipidana.17
" Seorang dokter hewan dikota Huizen dengan sengaja memasukan sapi - sapi
yang sehat ke dalam kandang yang berisi sapi - sapi yang sudah terjangkit penyakit mulut
dam kuku ,sehingga membahayakan sapi - sapi yang sehat tersebut. Perbuatan dokter
hewan itu tegas - tegas melanggar pasal 28 Undang - Undang ternak, Yaiti " dengan
sengaja menempatkan ternak dalam keadaan membahayakan. " ketika dituntut, dokter
hewan mengemukakan bahwa apa yang dilakukannya itu untuk kepentingan peternakan.
Lalu putusan Mahkamah Agung Belanda tentang pasal 28 tidak dapat diterapkan karena,
tidak dapat dikatakan bahwa seseorang yang melakukan tidak pidana itu harus dipidana
karena undang-undang sendiri tidak dengan jelas menyebutkan hal-hal tentang
penghapusan tindak pidana.18 Berikut contoh lain dari sifat Melawan Hukum Materiil.
1. Seorang Wanita yang memukul seseorang yang ingin mencelakakannya
2. Pekerja Lab yang membedah binatang untuk keperluan penelitian
3. Biologis yang memasukkan virus ke makhluk hidup untuk tujuan penelitian.

2.6 Perbedaan Sifat Melawan Hukum Formil dan Materiil


Berdasarkan paham-paham sifat melawan hukum, doktrin membedakan perbuatan
melawan hukum atas:

17
Budi Prastowo, op. cit., hlm. 214

11
1. Perbuatan melawan hukum formil adalah perbuatan melawan hukum yang sudah
tertulis di dalam undang undang.
2. Perbuatan melawan hukum materiil adalah perbuatan melawan hukum yang
belum tertulis di undang undang namun ditentukan dari lapangan hukum.19
Pada konsep KUHP Baru 1998 ditegaskan mengenai pandangan mleawan hukum
materiil yang terdapat pada pasal 17 dan 18 yaitu Perbuatan yang dituduhkan haruslah
merupakan perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana ole suatu peraturan
perundang-undangan dan perbuatan tersebut juga bertentangan dengan hukum. Setiap
tindak pidana selalu bertentangan dengan pengaturan perundang-undangan atau
bertentangan dengan hukum, kecuali terdapat alasan pembenar atau alasan pemaat.20
Dapat dinyatakan bahwa sifat melawan hukum materiil dan formil juga dipengaruhi
oleh hukum adat di daerah yang masih berlaku dan lebih banyak tidak tertulis. Dimana
patokan formil (kepastian hukum) dan materiil (nilai keadilan) dibanyak kejadian
menjadi mendesak, maka hakim harus mengutamakan nilai keadilan daripada nilai
kepastian hukum dari legalitas KUHP 1998 yang berlaku.
Penyelesaian hukum antara kedua macam hukum tersebut berbedabeda, dengan
berbagai konsekuensi berikut:
1. Tindakan tersebut merupakan perbuatan melawan hukum dan sekaligus juga
merupakan tindak pidana.
2. Tindakan tersebut bukan merupakan perbuatan melawan hukum dan bukan juga
merupakan tindak pidana.
3. Tindakan tersebut merupakan perbuatan melawan hukum tetapi bukan merupakan
tindak pidana.
4. Tindakan tersebut bukan merupakan perbuatan melawan hukum, melainkan
merupakan tindak pidana.21

19
Indah Sari, Perbuatan Melawab Hukum (PMH) dalam Hukum Pidana dan Hukum Perdata, Jurnal
Ilmiah Hukum Dirgantara–Fakultas Hukum Universitas Dirgantara Marsekal Suryadarma , September
2020, Volume 11 No. 1, hlm. 61
(https://journal.universitassuryadarma.ac.id/index.php/jihd/article/download/651/622 Diakses pada 12
Maret 2022 pukul 21.24)

20
Ibid, hlm. 62
21
Ibid, hlm. 62-63

12
2.7 Sifat Melawan Hukum Umum
Sifat melawan hukun umum di artikan sebagai syarat yang harus ada dalam suatu
perbuatan sehingga seseorang untuk dapat dipidana. Kata sifat melawan hukum tidak
selalu dinyatakan dalam rumusan delik, unsur melawan hukum tersebut merupakan syarat
yang tidak tertulis untuk menentukan seseorang dapat dipidana, karena melawan hukum
berarti bertentangan dengan hukum sehingga perbuatan tersebut dianggap tidak adil. Hal
ini dapat dilihat dalam rumusan Pasal 338 tentang kejahatan terhadap nyawa, Pasal 351
ayat (1) tentang penganiayaan, KUHP tidak ada kata melawan hukum dalam rumusan
tersebut (sifat melawan hukum bukan merupakan bagian inti atau “bestandeel”dari delik),
namun demikian perbuatan tersebut dianggap melawan hukum karena merugikan
kepentingan orang lain.22

2.8 Sifat Melawan Hukum Khusus


Sifat melawan hukum khusus adalah sifat melawan hukumnya suatu perbuatan
karena kata “melawan hukum” dicantumkan secara tegas dalam undang-undang (tertulis
dalam undang-undang) atau dapat dikatakan sebagai bagian inti (besteandeel) dari delik.
Hal ini dapat dilihat dari ketentuan Pasal 362 KUHP tentang pencurian,Pasal 167
KUHP,Pasal 333 KUHP tentang perampasan, Pasal 372 KUHP tentang penggelapan dan
masih banyak ketentuan yang lainnya. Pasal-pasal 548,549 dan Pasal 551 KUHP tentang
pelanggaran dijumpai rumusan “tanpa wewenang” untuk menentukan perbuatan itu
melawan hukum. Sifat melawan hukum khusus tersebut harus dibuktikan, artinya
bilamana ada unsur tertulis yang bersifat melawan hukum dalam delik tersebut, maka
untuk menentukan bahwa perbuatan itu terjadi unsur sifat melawan hukum tertulis
tersebut harus dibuktikan oleh penegak hukum.
Sifat melawan hukum khusus yang tertulis dalam undang-undang memiliki makna
yang berbeda-beda. Sifat melawan hukum dalam pencurian dan penipuan diletakkan pada
“niat pelaku”, sedangkan sifat melawan hukum dalam perampasan kebebasan,
penggelapan, dan penghancuran berkaitan dengan “perbuatan yang dapat dipidana”. Jadi

22
Ketut Merta,Gusti Ketut,Ida Bagus,Wayan Suardana,AA Ngurah Yusa, Buku Ajar Hukum Pidana
Fakultas Hukum Udayana, 2016, Denpasar, hlm 131.
(https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_1_dir/424c6f6b9a703073876706bc9793eeda.pdf
diakses pada 11 Maret 2022 pukul 23.12)

13
istilah-istilah yang ada dalam masing-masing rumusan tindak pidana memiliki makna
yang berbeda-beda.23

23
Ibid, hlm 132.

14
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Didalam suatu pergaulan masyarat terdapat begitu banyak hubungan antar satu individu
dengan individu lainnya. Oleh karena itu, diperlukanlah sebuah aturan yang dapat
menjamin tidak akan terjadinya kekacauan dalam kehidupan bersama antar masyarakat.
Hukum sebagai sarana social engineering digunakan sebagai suatu sarana yang ditujukan
untuk mengubah perikelakuan warga masyarakat sesuai dengan tujuan-tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya. Peraturan-peraturan hukum yang sifatnya mengatur dan
memaksa mendorong masyarakat untuk patuh menaatinya. Hal tersebut menyebabkan
terdapatnya keseimbangan dalam setiap hubungan dalam masyarakat. Maka, ketertiban
dan keamanan dalam masyarakat akan terpelihara juga terealisasikannya tujuan dari
hukum itu sendiri.

Walaupun peraturan-peraturan hukum sudah dikeluarkan dan disahkan, namun tidak


sedikit orang yang masih melanggar aturan-aturan tersebut. Hal inilah yang disebut
dengan sifat melawan hukum. Sifat melawan hukum merupakan sifat yang dengan
sengaja atau tidak sengaja bertentangan dengan hukum atau tidak sesuai dengan larangan
yang telah ditetapkan dan menyerang suatu kepentingan yang dilindungi hukum itu
sendiri. Sifat melawan hukum merupakan suatu unsur utama dari tindak pidana.

Menurut ajaran sifat melawan hukum formil, apabila suatu perbuatan telah mencocoki
semua unsur yang termuat dalam rumusan tindak pidana maka perbuatan tersebut adalah
tindak pidana. Sifat melawan hukum formil berpandangan, bahwa suatu perbuatan adalah
bersifat melawan hukum, apabila perbuatan itu telah mencocoki larangan undang-
undang.

Sedangkan Dalam ajaran sifat melawan hukum materiil dinyatakan, bahwa tidak semua
perbuatan yang oleh masyarakat dipandang sebagai perbuatan tercela, ditetapkan sebagai
tindak pidana. Artinya, ada perbuatan yang sekalipun oleh masyarakat dipandang tercela,
tetapi bukan merupakan tindak pidana. Dalam ajaran sifat melawan hukum materil

15
menggunakan parameter bertentang dengan nilai kepatuhan dan keadilan masyarakat.
Berkaitan dengan sifat melawan hukum materiel ini, Sudarto berpendapat bahwa suatu
perbuatan itu melawan hukum atau tidak, tidak hanya yang terdapat dalam undang-
undang (yang tertulis saja), akan tetapi harus dilihat berlakunya asas-asas hukum yang
tidak tertulis.

3.2 Saran
Terkait dengan penjabaran yang kami tulis tentang Sifat Melawan Hukum ini, kami
berharap baik bagi kami dan pembaca dapat memahami pengertian dari Sifat Melawan
Hukum dengan benar. Kami juga berharap sebagai warga negara Indonesia yang baik,
kita dapat menaati setiap peraturan perundang-undangan yang sudah ditetapkan agar
terciptanya kehidupan berbangsa dan bernegara yang sejaterah dan harmonis. Sehingga,
negara kita ini dapat berkembang dengan penuh keadilan tanpa ada ketimpangan hukum
baik dalam masyarakat maupun pemerintahannya.

16
DAFTAR PUSTAKA

Fuady, Munir. (2005) Perbuatan Malawan Hukum Pendekatan Kontemporer. Bandung:


PT Citra Aditya Bakti.
Hakim, Lukman. (2020). Asas-Asas Hukum Pidana. Yogyakarta: Budi Utama.
Hamzah, Andi. (2014). Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta.
lyas, Amir. (2012) Asas-Asas Hukum Pidana; Memahami Tindak Pidana dan
Pertanggungjawaban Pidana Sebagai Syarat Pemindanaan. Yogyakarta:
Mahakarya Rangkang Offset.
Merta, Ketut ,Gusti Ketut,Ida Bagus,Wayan Suardana,AA Ngurah Yusa. (2016). Buku
Ajar Hukum Pidana Fakultas Hukum Udayana. Denpasar.
Moeljatno. (1987). Azas-Azas Hukum Pidana. Jakarta: Bina Aksara.
Ningsih, Suria. (2021). Sosiologi dan Sosiologi Hukum. Medan: USU Press.
Kansil, C.S. (1989). Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Prasetyo, Teguh. (2010). Hukum Pidana Edisi Revisi. Depok: Rajawali Pers.
Sapardjaja ,Komariah. (2002). Ajaran Melawan Hukum Materiel Dalam hukum Pidana
Indonesia; Studi Tentang Penerapan dan perkembangannya dalam Yurisprudensi.
Bandung: Alumni.
Prastowo, Budi. (2006). Delik Formil/Materiil, Sifat Melawan Hukum Formil/Materiil
Dan Pertanggungjawaban Pidana Dalam Tindak Pidana Korupsi. Volume 24 No.
3.
Sari, Indah (2020). Perbuatan Melawan Hukum (PMH) Dalam Hukum Pidana Dan
Hukum Perdata. Volume 11 No. 1.
Sudaryono. (2017). Hukum Pidana Dasar-Dasar Hukum Pidana Berdasarkan KUHP
dan RUU KUHP. Surakarta: Muhammadiyah University Press.
Wijaya, Johannes Brata, Ismail Rumadan, Suhardin. (2013). Makna Sifat Melawan
Hukum Dalam Perkara Pidana Korupsi. Jakarta

17

You might also like