You are on page 1of 134

UNIVERSITAS DIPONEGORO

ANALISIS KERAWANAN BANJIR PADA KAWASAN TERBANGUN


BERDASARKAN KLASIFIKASI INDEKS EBBI (ENHANCED BUILT-
UP AND BARENESS INDEX) MENGGUNAKAN SIG
(Studi Kasus di Kabupaten Demak)

TUGAS AKHIR

DAVID BETA PUTRA


21110114190088

FAKULTAS TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK GEODESI

SEMARANG
JANUARI 2019
UNIVERSITAS DIPONEGORO

ANALISIS KERAWANAN BANJIR PADA KAWASAN TERBANGUN


BERDASARKAN KLASIFIKASI INDEKS EBBI (ENHANCED BUILT-
UP AND BARENESS INDEX) MENGGUNAKAN SIG
(Studi Kasus di Kabupaten Demak)

TUGAS AKHIR

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana (Strata – 1)

DAVID BETA PUTRA


21110114190088

FAKULTAS TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK GEODESI

SEMARANG
JANUARI 2019

i
HALAMAN PERNYATAAN

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip
maupun dirujuk
Telah saya nyatakan dengan benar

Nama : WAHYU GANGGA


NIM : 21110114140091
Tanda Tangan :

Tanggal : Tgl Bulan Tahun Sidang

ii
HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh :


NAMA : WAHYU GANGGA
NIM : 21110114140091
Jurusan/DEPARTEMEN : TEKNIK GEODESI
Judul Skripsi :

ANALISIS KETELITIAN PENGUKURAN GARIS PANTAI


MENGGUNAKAN METODE RTK (GNSS TRACKING) DAN METODE
TOTAL STATION

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Tim Penguji dan diterima sebagai bagian
persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana/ S1 pada
Jurusan/Departemen Teknik Geodesi, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro.

TIM PENGUJI

Pembimbing 1 : Nama Pembimbing 1 ( )

Pembimbing 2 : Nama Pembimbing 2 ( )

Penguji 1 : Nama Penguji 1 ( )

Penguji 2 : Nama Penguji 2 ( )

Penguji 3 : Nama Penguji 3 ( )

Semarang, tgl bln thn sidang


Departemen Teknik Geodesi
Ketua

Ir. Sawitri Subiyanto, M.Si.


NIP : 196603231999031008

iii
HALAMAN PERSEMBAHAN

Tugas akhir ini saya persembahkan untuk kedua


orang tua saya tercinta, om dan tante, serta
saudara-saudaraku yang ku sayangi.
Yang telah selalu memberikan do’a, kasih
sayang, bimbingan, dan dukungan.
Semoga dengan selesainya tugas akhir ini,
menjadi langkah baru untuk hidupku.
Tak lupa untuk orang – orang yang selalu
menanyakan kapan sidang, semoga pertanyaan
kalian terjawab dengan halaman ini.

“Jangan terlalu berharap kepada manusia karena kamu bisa kecewa, bertawakallah kepada
Allah, karena Dial ah Yang Maha Kaya”

iv
Ucapan terimakasih saya sampaikan kepada :
1. Bapak Dr. Yudo Prasetyo, ST., MT. selaku Ketua Departemen Teknik Geodesi
Universitas Diponegoro.
2. Bapak Andri Suprayogi, ST., MT. selaku Dosen Wali Saya
3. Bapak Bambang Darmo yuwono, ST., MT. selaku Dosen Pembimbing I saya yang
telah banyak membantu dan membimbing saya dalam penyusunan Tugas Akhir ini.
Semoga kebaikan, ilmu, dan ajaran yang bapak berikan kepada saya bermanfaat bagi
masa depan saya, dan mendapatkan balasan yang lebih dari Allah SWT.
4. Bapak Fauzi Janu Amarrohman, ST., M.Eng. selaku Dosen Pembimbing II saya yang
telah bersedia mendengar keluh kesah, teman bermain badminton, serta membantu dan
membimbing saya dalam penyusunan Tugas Akhir ini. Semoga kebaikan, ilmu dan
ajaran yang bapak berikan kepada saya bermanfat bagi masa depan saya, dan
mendapatkan balasan yang leih dari Allah SWT.
5. Bapak Ir. Sutomo Kahar, M.Si, Bapak Ir. Bambang Sudarsono M.Si, Bapak Ir. Sawitri
Subianto M.Si, Bapak Moehammad Awaluddin S.T., Ibu Ir. Hani’ah M.Si., M.T.,
Bapak Arief Laila Nugraha S.T. M.Eng, Bapak Dr. L.M. Sabri S.T., M.T., Bapak
Arwan Putra Wijaya, S.T., M.T., Bapak Abdi Sukmono S.T., M.T, Ibu Hana Sugiastu
Firdaus S.T., M.T, Bapak Nurhadi Bashit S.T, M.Eng, Selaku Dosen Teknik Geodesi
Universitas Diponegoro yang telah memberikan ilmu dan bimbingan kepada saya
selama masa perkuliahan.
6. Bapak Sawiyan, Bapak Sarjianto, Bapak Tulus, SH., Bapak Nurkholis, Bapak Masyhar
Sufiatna S.Pd, Bapak Ngateno S.E., Ibu Fitria Laili Azizah S.T., Bapak Dedi Permana
Amd, yang telah membantu saya untuk mengurus segala urusan administrasi
perkuliahan dan peminjaman alat pengukuran di Laboratorium Pengukuran dan
Pemetaan Dasar dari awal hingga akhir masa studi.
7. Pihak Marine Station Techno Park UNDIP Kab. Jepara, yang telah mengizinkan saya
untuk melakukan penelitian di daerah tersebut.
8. Teman-teman yang merelakan waktu untuk membantu menerjang kerasnya karang Ory
Andrian Apsandi, Laurentius Immanuel Yudit P, Raihan Virgatama di Tim Teluk
Awur Membara I.
9. Teman-teman yang kembali berjuang di Tim Teluk Awur Membara II Ory Andrian
Apsandi, Laurentius Immanuel Yudit P, Raihan Virgataman, Indira Nori Kurniawan,

v
Wikan Istika Murti, dan wanita-wanita super Seprila Putri Darlina dan Nurfajrin Dhuna
Andani yang merelakan kakinya terjun di kerasnya ombak dan batu karang Teluk Awur
Jepara.
10. Saudara Seperjuangan Geodesi UNDIP Angkatan 2014 AHOY!!!, yang telah berjuang
bersama-sama dan memberikan arti kekeluargaan dan tanpa kalian saya bukanlah apa-
apa.
11. Mas Sendy Brammadi, Bang Rizki Widya Rasyid, Mas Michael Vasni yang telah
membantu memberikan saran dan solusi saat menulis Tugas Akhir ini.
12. Yudit, Raihan, Supjay, Sepril, Fajrin, Mirta, Diyanah, Lita teman – teman yang telah
membantu, tempat berkeluh kesan dan selalu menyemangatiku.
13. Teman-temanku dari maba Alfi, Doni, Annis, David, Ory, Lukman yang telah banyak
memberikan dukungan.
14. Dito Seno, Ory, Nori, Wikan, Ghazi, Kevin, Krisna, Argnes, Jorgi, Rizki, Ditho, Annis,
Doni, Alfi, Tri joko, Supjay, Veri, Viktor, Billy, Khairu, Adi, Ahoy, Adri, Briton
sebagai personil Grup Mentoring Geodesi yang telah menemani saat sedih, suka dan
duka. Termakasih atas dukunga kalian semua, terimakasih sebesar besarnya.
15. Para pemain game professional Ghazian, Wikan, Nori, Bagas, Mas Ifan, Mas
Kurniawan, Mas Naryoko, Yudit, Raihan dan lainnya, terimakasih telah menemaniku
membuang waktu bersama.
16. Seluruh Keluarga Himpunan Mahasiswa Teknik Geodesi UNDIP, serta teman-teman
angkatan 2010, 2011, 2012, 2013, 2015, 2016 yang telah memberikan doa dan
dukungan kepada saya.

Penulis sadar bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari kata sempurna dengan segala
kekurangannya. Untuk itu saya mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi
kesempurnaan dari Tugas Akhir ini. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi seluruh
pembaca dan dapat dikembangkan untuk kemajuan ilmu pengetahuan.

Semarang,

Penulis

vi
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa, Pencipta dan Pemelihara alam semesta,
akhirnya Penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini, meskipun proses belajar
sesungguhnya tak akan pernah berhenti. Tugas akhir ini sesungguhnya bukanlah sebuah
kerja individual dan akan sulit terlaksana tanpa bantuan banyak pihak yang tak mungkin
Penulis sebutkan satu persatu, namun dengan segala kerendahan hati, Penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Yudo Prasetyo, S.T., M.T. , selaku Ketua Departemen Teknik Geodesi
Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro.
2. Bapak Bambang Darmo Yuwono, S.T., M.T. , yang telah memberikan bimbingan
dan pengarahan dalam penyelesaian tugas akhir ini.
3. Bapak Fauzi Janu Amarrohman, S.T., M.Eng., yang telah memberikan bimbingan
dan pengarahan dalam penyelesaian tugas akhir ini.
4. Semua pihak yang telah memberikan dorongan dan dukungan baik berupa material
maupun spiritual serta membantu kelancaran dalam penyusunan tugas akhir ini.

Akhirnya, Penulis berharap semoga penelitian ini menjadi sumbangsih yang


bermanfaat bagi dunia sains dan teknologi di Indonesia, khususnya disiplin keilmuan yang
Penulis dalami.

Semarang, Tgl bulan tahun sidang

Penyusun

vii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

Sebagai sivitas akademika Universitas Diponegoro, saya yang bertanda tangan


di bawah ini :
Nama : WAHYU GANGGA
NIM : 21110114140091
Jurusan/Departemen : DEPARTEMEN TEKNIK GEODESI
Fakultas : TEKNIK
Jenis Karya : SKRIPSI

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas


Diponegoro Hak Bebas Royalti Noneksklusif(Noneeksklusif Royalty Free Right) atas
karya ilmiah saya yang berjudul :
ANALISIS KETELITIAN PENGUKURAN GARIS PANTAI
MENGGUNAKAN METODE RTK (GNSS TRACKING) DAN METODE
TOTAL STATION
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti/Noneksklusif ini
Universitas Diponegoro berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam
bentuk pangkalan data (database), merawat dan memublikasikan tugas akhir saya selama
tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Semarang
Pada Tanggal : Semarang, tgl bln thn sidang

Yang menyatakan

Wahyu Gangga

viii
ABSTRAK

Garis pantai adalah garis batas pertemuan antaran daratan dan air laut, di mana
posisinya tidak tetap dan dapat berpindah sesuai dengan pasang surut air laut dan erosi
pantai yang terjadi (Triatmodjo, 1999) .Garis pantai merupakan bagian penting dari suatu
negara kepulauan seperti Indonesia. Karena garis pantai dapat digunakan sebagai acuan
penetapan batas wilayah bahkan batas negara dan untuk penetapan batas pengelolaan
sumberdaya alam. Indonesia merupakan negara kepulauan dengan yang memiliki garis
pantai terpanjang kedua setelah Kanada. Menurut Badan Informasi Spasial (BIG) panjang
total garis pantai Indonesia adalah 99.093 kilometer.
Pengukuran garis pantai pada penelitian akan menggunakan dua metode. Metode
pertama adalah pengukuran garis pantai engan metode tracking dengan GNSS metode
RTK (Real Time Kinematic) Radio. Metode tersebut akan dibandingkan dengan
pengukuran metode kedua, yaitu pengukran garis pantai dengan alat Total Station.
Keduanya akan mengukur pantai serta situasinya.
Hasil dari penelitian ini berupa peta situasi pantai yang menajikan garis pantai dari
dua metode pengukuran. Dimana hasil dari pengukuran metode RTK ( GNSS Tracking)
menghasilkan nilai pengukuran dengan tingkat ketelitian dan efisiensi waktu yang lebih
baik.

Kata Kunci : Garis pantai, metode RTK, GNSS, Total Station

ix
ABSTRACT

Abstrak dalam Bahasa Inggris

Keywords :

x
DAFTAR ISI

HALAMAN PERNYATAAN ii
HALAMAN PENGESAHAN iii
HALAMAN PERSEMBAHAN iv
KATA PENGANTAR vii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI viii
ABSTRAK ix
ABSTRACT x
DAFTAR ISI xi
DAFTAR GAMBAR xiv
DAFTAR TABEL xvii
Bab I Pendahuluan 1
I.1 Latar Belakang 1
I.2 Rumusan Masalah 2
I.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 2
I.4 Ruang Lingkup Penelitian 2
I.5 Metodologi Penelitian 3
I.6 Sistematika Penulisan 4
Bab II Tinjauan Pustaka 6
II.1 Garis Pantai 6
II.2 Pasang Surut 6
II.3 Tipe Pasang Surut 8
II.4 Metode Perhitungan Least Square 10
II.5 GNSS (Global Navigation Satellite System) 10
II.6 Prinsip Penentuan Posisi dengan GNSS 11
II.7 Sistem CORS (Continuously Operating Reference Station) 12
II.8 Sistem RTK (Real-time Kinematic) 13
II.9 Sistem Single Base RTK (RTK-Radio) 16
II.10 Kesalahan dan Bias GPS 18
II.10.1 Multipath 18
II.10.2 Ambiguitas Fase (Cycle Ambiguity) 19
II.10.3 Kesalahan Ephemeris (Orbit) 19
xi
II.10.4 Cycle Slip 19
II.10.5 Bias Ionosfer 20
II.10.6 Bias Troposfer 20
II.10.7 Selective Availability 21
II.10.8 Anti Spoofing 21
II.10.9 Kesalahan Jam 21
II.10.10 Pergerakan dari Pusat Fase ke Antena 22
II.10.11 Imaging 22
II.12 Metode Pengukuran Terestris dengan Total Station 28
II.12.1 Poligon Terbuka Terikat Sebagian 28
II.12.2 Pemetaan Situasi 28
II.14 Interpolasi Ordinary Krigging 32
II.15 Uji Ketelitian Peta 33
II.16 Uji Statistik35
II.16.1 Simpangan Baku 35
II.16.2 Uji F (Distribusi Fisher) 37
II.17 Pedoman Standar Minimal INKINDO 38
Bab III Metodologi Penelitian 42
III.1 Lokasi Penelitian 42
III.2 Data Penelitian 43
III.3 Peralatan Pengolahan Data 43
III.3.1 Perangkat Keras (Hardware) 44
III.3.2 Perangkat Lunak (Software) 44
III.4 Diagram Alir Penelitian 46
III.5 Pelaksanaan Penelitian 47
III.5.1 Persiapan 47
III.5.2 Pengumpulan Data 47
III.6 Pengolahan Data 56
III.6.1 Pengolahan Data GPS 56
III.6.2 Pengolahan Data Pasang Surut 64
III.6.3 Pengolahan Data Kerangka Vertikal 68
III.6.4 Pengolahan Data Hasil Pengukuran Terestris dengan Total Station
71
xii
III.6.5 Pengolahan Data Hasil Pengukuran RTK – Radio 78
III.7 Analisis 80
III.7.1 Uji Statistik 80
III.7.2 Uji Ketelitian 81
III.7.3 Perhitungan Waktu dan Estimasi Biaya Pengukuran 81
Bab IVHasil dan Pembahasan 85
IV.1 Hasil Pengamatan GNSS Metode Statik 85
IV.2 Hasil Pengolahan Data Pasang Surut Stasiun Pasut BIG Jepara 86
IV.3 Hasil Pengolahan Data Jaring Kerangka Vertikal 87
IV.4 Hasil Pengukuran Terestris dengan Menggunakan Total Station 88
IV.5 Hasil Pengukuran Garis Pantai dengan GNSS Metode RTK Radio 91
IV.6 Hasil Pengukuran Garis Pantai dengan Datum Referensi 92
IV.6.1 Hasil Pengukuran Garis Pantai dengan Datum MSL 93
IV.6.2 Hasil Pengukuran Garis Pantai dengan LLWL 97
IV.6.3 Hasil Pengukuran Garis Pantai dengan HHWL 99
IV.7 Hasil Analisis 103
IV.7.1 Hasil Uji Statistik 103
IV.7.2 Hasil Uji Ketelitian 104
IV.7.3 Hasil Perhitungan Waktu dan Estimasi Biaya 106
Bab V Kesimpulan dan Saran 1
V.1 Kesimpulan1
V.2 Saran 2
DAFTAR PUSTAKA 4

xiii
DAFTAR GAMBAR

Gambar II-1. Chart Datum.....................................................................................................8


Gambar II-2. (a)Diural Tide (b)Semi Diurnal Tide (c)Mixed Tides (d)Prevailing Diurnal. .9
Gambar II-3. Segmen GPS (Abidin, 2007).........................................................................11
Gambar II-4. Sistem Penentuan Posisi dengan GPS (Abidin, 2007)...................................12
Gambar II-5. Pengukuran Fase (Abidin 2007).....................................................................13
Gambar II-6. Penentuan Jarak ke Satelit Dengan Data Ukuran Fase(Abidin 2007)...........14
Gambar II-7. Ilustrasi Pengukuran RTK ((Abidin, 2007)....................................................16
Gambar II-8.Boundary dan Polyline....................................................................................25
Gambar II-9. Poligon Terbuka Terikat Sebagian.................................................................28
Gambar II-10. Garis Kontur.................................................................................................30
Gambar II-11.Kerapatan garis kontur pada daerah curam dan daerah landai......................30
Gambar II-12.Kontur pada daerah curam............................................................................31
Gambar II-13.Kontur pada punggung bukit.........................................................................31
Gambar III-1. Sketsa Lokasi Penelitian...............................................................................42
Gambar III-2. Diagram Alir.................................................................................................47
Gambar III-3. Sketsa Pengamatan GNSS Terhadap Stasiun CORS....................................48
Gambar III-4 Pengamatan GNSS Metode Statik pada BM MKM......................................49
Gambar III-5. Proses Pengukuran GNSS metode RTK Radio............................................50
Gambar III-6. Sketsa Lokasi Pengukuran............................................................................50
Gambar III-7. Tampilan start up Topsurv 8.........................................................................50
Gambar III-8. Membuat Job baru........................................................................................51
Gambar III-9. Konfigurasi pengukuran RTK.......................................................................52
Gambar III-10. Pengaturan base station..............................................................................52
Gambar III-11. Konfigurasi parameter radio RTK..............................................................53
Gambar III-12. Konfigurasi receiver rover.........................................................................53
Gambar III-13. Konfigurasi parameter pengukuran RTK....................................................53
Gambar III-14. Konfigurasi lanjutan pengukuran RTK.......................................................54
Gambar III-15. Koneksi controller dengan receiver............................................................54
Gambar III-16. Pengaturan base station..............................................................................54
Gambar III-17. Pengukuran situasi dengan RTK.................................................................55
xiv
Gambar III-18. Pengukuran garis pantai dengan Total Station............................................55
Gambar III-19 Tampilan Icon Topcon Tools.......................................................................56
Gambar III-20 Tampilan Create a New Job........................................................................56
Gambar III-21 Tampilan Job Configuration Display..........................................................57
Gambar III-22 Tampilan Job ConfigurationCoordinate System.........................................57
Gambar III-23 Tampilan Job Configuration Adjusment......................................................58
Gambar III-24 Tampilan Job Configuration Quality Control.............................................58
Gambar III-25 Tampilan Tool Box Import...........................................................................58
Gambar III-26 Tampilan Baseline Data Pengamatan..........................................................59
Gambar III-27 Tampilan GPS Occcupations.......................................................................59
Gambar III-28 Tampilan Jendela Properties.......................................................................59
Gambar III-29 Tampilan Jendela Pengisian Koordinat Benar.............................................60
Gambar III-30 Tampilan Baseline Data Pengamatan dan Base Metode Radial..................60
Gambar III-31 Jendela Process dan Hasil Gambar..............................................................61
Gambar III-32 Jendela Process dan Adjusment...................................................................61
Gambar III-33 Occupation View..........................................................................................62
Gambar III-34 Tampilan Jendela Occupation View.............................................................62
Gambar III-35 Tampilan Occupation View untuk dikoreksi................................................63
Gambar III-36 Tampilan Occupation View untuk menghilangkan titik..............................63
Gambar III-37 Standar deviasi metode radial......................................................................63
Gambar III-38 Tampilan Jendela Proses Compute Coordinate...........................................64
Gambar III-39. Data Pasut Stasiun BIG Jepara...................................................................64
Gambar III-40 Contoh Tampilan Penyusunan Data Pasang Surut Seperti Skema 1...........65
Gambar III-41 Kosntanta pasang surut................................................................................65
Gambar III-42 Tampilan matrix A.......................................................................................66
Gambar III-43 Tampilan matrix L.......................................................................................66
Gambar III-44 Tampilan matrix X.......................................................................................67
Gambar III-45 Tampilan hasil perhitungan amplitudo dan phase........................................67
Gambar III-46 Tampilan hasil pengolahan pasang surut.....................................................67
Gambar III-47. Chart Datum Hasil Perhitungan..................................................................68
Gambar III-48. Data hasil pengukuran sipat datar...............................................................69
Gambar III-49. Hasil perhitungan Bowditch waterpass tertutup.........................................69
Gambar III-50. Hasil perhitungan metode Bowditch jarring kerangka vertikal..................69

xv
Gambar III-51. Hasil perhitungan Benchmark terhadap datum vertikal..............................70
Gambar III-52. Data hasil perhitungan tinggi terhadap Datum Vertikal.............................70
Gambar III-53. Data Hasil Pengunduhan Dari Total Station...............................................71
Gambar III-54. Data Koordinat Total Station dengan Referensi Tinggi MSL....................72
Gambar III-55. Program Surfer14........................................................................................72
Gambar III-56. Membuat Plot Baru pada Surfer.................................................................72
Gambar III-57. Workspace pada Surfer 14..........................................................................73
Gambar III-58. Membuat Grid Data....................................................................................73
Gambar III-59. Membuka Data pada Surfer........................................................................73
Gambar III-60. Membuka Lembar Data pada Surfer 14......................................................74
Gambar III-61. Parameter Impor Data pada Surfer.............................................................74
Gambar III-62. Membangun Kontur pada Surfer................................................................75
Gambar III-63. Membuka File dengan Format Grid............................................................75
Gambar III-64. Kontur Hasil Pengolahan pada Surfer 14....................................................76
Gambar III-65. Pengaturan Kontur......................................................................................76
Gambar III-66. Ekspor File Hasil Pengolahan Surfer..........................................................77
Gambar III-67. Program Arcmap dari ArcGIS Desktop 10.5..............................................77
Gambar III-68. Input Data Kontur.......................................................................................78
Gambar III-69. Overlay Data Kontur dan Citra Satelit pada Arcmap.................................78
Gambar III-70. Data Hasil Pengukuran RTK Radio............................................................79
Gambar III-71. Data Hasil RTK Radio pada Microsoft Excel.............................................79
Gambar III-72. Perhitungan Beda Tinggi Detil dengan Base Station..................................79
Gambar III-73. Data RTK Terikat dengan Tinggi Datum MSL..........................................80
Gambar IV-1. Kontur Hasil Pengukuran Total Station Referensi MSL (kiri) dan Kontur
hasil pengukuran RTK Radio (kanan)..........................................................................96
Gambar IV-2. Perbedaan Hasil Garis Pantai Referensi MSL..............................................96
Gambar IV-3. Kontur Hasil Pengukuran Total Station Referensi LLWL (kiri) dan Kontur
Hasil Pengukuran RTK Radio Referensi LLWL.........................................................98
Gambar IV-4. Peta Garis Pantai Referensi Tinggi Surut Terendah (LLWL)......................99
Gambar IV-5. Peta Kontur Total Station Referensi HHWL (kiri) dan Kontur Pengukuran
RTK Radio Referensi HHWL (kanan).......................................................................101
Gambar IV-6. Garis Pantai Pengukuran Total Station dan RTK Radio............................102

xvi
DAFTAR TABEL

Tabel II-2. Ketelitian Geometri Peta (Badan Informasi Geospasial, 2014).........................33


Tabel II-3. Ketentuan Ketelitian Geometri Peta (Badan Informasi Geospasial, 2014)........33
Tabel II-4. Biaya Personil Langsung (Ikatan Nasional Konsultan Indonesia, 2018)...........39
Tabel II-5. Indeks Biaya Personil Langsung (Ikatan Nasional Konsultan Indonesia, 2018)
......................................................................................................................................39
Tabel II-6. Daftar Harga Sewa Peralatan Penunjang (www.globalsurveybandung.com,
2018)............................................................................................................................41
Tabel II-6. Daftar Harga Sewa Peralatan Penunjang (www.globalsurveybandung.com,
2018) Lanjutan.............................................................................................................41
Tabel III-1. Data Penelitian..................................................................................................43
Tabel III-2. Perangkat Keras................................................................................................44
Tabel III-3. Perangkat Lunak...............................................................................................44
Tabel III-4. Pengukuran Waktu Pengkuran RTK Radio......................................................81
Tabel III-5. Waktu Pengukuran Total Station......................................................................83
Tabel IV-1. Kualitas Pengamatan GNSS Metode Statik Post Processing...........................85
Tabel IV-1. Koordinat Hasil Pengamatan GNSS Metode Statik.........................................86
Tabel IV-3. Chart Datum Hasil Perhitungan Metode Leastquare.......................................87
Tabel IV-4. Hasil Perhiutngan Data Kerangka Vertikal......................................................87
Tabel IV-4. Hasil Perhiutngan Data Kerangka Vertikal (lanjutan)......................................88
Sampel data hasil pengukuran terestris dengan menggunakan Total Station dapat dilihat
pada tabel IV-5 di berikut ini.......................................................................................88
Tabel IV-6. Koordinat Hasil Pengukuran GNSS dengan Metode RTK Radio....................91
Tabel IV-6. Koordinat Hasil Pengukuran GNSS dengan Metode RTK Radio....................92
Tabel IV-7. Hasil Chart Datum Data Pasang Surut.............................................................93
Tabel IV-8. Koordinat Total Station Berdasarkan MSL......................................................93
Tabel IV-8. Koordinat Total Station Berdasarkan MSL (lanjutan).....................................94
Tabel IV-9. Koordinat RTK Radio Berdasarkan MSL........................................................94
Tabel IV-9. Koordinat RTK Radio Berdasarkan MSL (lanjutan)........................................95
Tabel IV-10, Koordinat Hasil Pengukuran Total Station dengan Referensi LLWL............97
Tabel IV-11, Tabel Hasil Pengukuran RTK Radio dengan Referensi LLWL.....................97

xvii
Tabel IV-12, Koordinat Hasil Pengukuran Total Station dengan Referensi HHWL...........99
Tabel IV-12, Koordinat Hasil Pengukuran Total Station dengan Referensi HHWL.........100
Tabel IV-13, Koordinat Hasil Pengukuran dengan Metode RTK Radio...........................100
Tabel IV-14, Hasil Perhitungan Uji Akurasi......................................................................104
Tabel IV-14, Hasil Perhitungan Uji Akurasi (lanjutan).....................................................104
Tabel IV-15, Nilai Akurasi Horisontal dan Vertikal..........................................................105
Tabel IV-16, Ketelitian Geometri Peta Skala 1 : 1000......................................................105
Tabel IV-17, Ketelitian Geometri Peta skala 1 : 2500.......................................................105

xviii
xix
Bab I Pendahuluan

I.1 Latar Belakang


Garis pantai adalah garis batas pertemuan antaran daratan dan air laut,
di mana posisinya tidak tetap dan dapat berpindah sesuai dengan pasang surut air
laut dan erosi pantai yang terjadi (Triatmodjo, 1999) . Garis pantai merupakan
bagian penting dari suatu negara kepulauan seperti Indonesia. Karena garis pantai
dapat digunakan sebagai acuan penetapan batas wilayah bahkan batas negara dan
untuk penetapan batas pengelolaan sumberdaya alam. Selain itu garis pantai juga
digunakan untuk mementukan batas wilayah laut propinsi dan kabupaten atau
kota yang terdiri dari wilayah darat dan laut. Tercantum dalam Undang – undang
(UU) No. 22 Tahun 1999, terutama tercantum dalam Pasal 3 dan Pasal 10 ayat 3,
yang menyebutkan bahwa wilayah daerah propinsi dan kabupaten atau kota
terdiri dari wilayah darat dan wilayah laut, masing – masing 12 mil laut yang
diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan atau perairan kepulauan untuk
wilayah laut propinsi dan sejauh sepertiganya untuk wilayah laut kabupaten atau
kota. Indonesia termasuk negara kepulauan, dimana banyak wilayah propinsi dan
kabupaten atau kota yang memiliki batas laut dan garis pantai, menurut Badan
Informasi Geospasial (BIG) panjang total garis pantai Indonesia adalah 99.093
kilometer.
Penentuan garis pantai di Indonesia diatur dalam Undang – undang No.
4 tahun 2011 tentang informasi geospasial. Garis pantai menurut pasal tersebut
dibagi menjadi tiga jenis berdasar pasang – surut air laut, yaitu: (a) garis pantai
surut terendah, (b) garis pantai pasang tertinggi, dan (c) garis pantai tinggi muka
air laut rata – rata. Garis pantai surut terendah digunakan untuk Peta Lingkungan
Laut Indonesia, sedangkan garis pantai tinggi muka air laut rata – rata digunakan
untuk Peta Rupa Bumi Indonesia.
Pada umumnya, terdapat beberapa metode yang digunakan untuk
penentuan garis pantai untuk keperluan pemetaan. Metode – metode tersebut
antara lain : pengukuran terestris, penginderaan jauh dengan memanfaatkan citra
satelit dan foto udara. Metode pengukuran terestris umumnya digunakan untuk
pemetaan wilayah pantai skala besar, metode ini dilakukan untuk mendapatkan
posisi titik – titik ukur (X, Y). Pada saat ini penentuan posisi dengan

1
menggunakan metode survei GNSS merupakan metode penentuan posisi yang
sangat baik dan teliti hingga mencapai mm (millimeter) untuk koordinat sumbu
(X,Y,), cm/s dalam penentuan kecepatannya dan nano detik untuk ketelitian
waktunya. Ketelitian dari penentuan posisi yang diperoleh dipengaruhi berbagai
macam faktor antara lain : metode penentuan posisi yang digunakan, geometri
satelit, ketelitian data dan strategi pemrosesan data (Abidin, 2007).
Dengan latar belakang tersebut, maka perlu dilakukan penelitian tentang
pengukuran garis pantai dengan metode GNSS Tracking (RTK Radio). Dalam
penelitian ini penulis menganalisis perbandingan posisi horsintal dan vertikal
(X,Y,Z), perbandingan hasil pengukuran dan efektivitas dari pengukuran garis
pantai dengan GNSS metode RTK Radio dan pengukuran metode terestris
dengan Total Station dengan memilih lokasi penelitian di pantai Marine Station
Techno Park (MSTP) Teluk Awur Universitas Diponegoro, Kabupaten Jepara.

I.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana efektivitas pengukuran metode pengukuran garis pantai
antara metode RTK (GNSS Tracking) dan metode terestris dengan Total
Station?
2. Bagaimana perbedaan hasil garis pantai dari pengukuran metode RTK
(GNSS Tracking) dan metode terestris dengan Total Station?

I.3 Maksud dan Tujuan Penelitian


Adapun maksud dan tujuan penelitian ini adalah :
1. Menganalisis efektivitas garis pantai dari pengukuran metode RTK
(GNSS Tracking) dan Total Station.
2. Mengetahui hasil garis pantai dari hasil pengukuran metode RTK
(GNSS Tracking) dan Total Station.

I.4 Ruang Lingkup Penelitian


Adapun ruang lingkup dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Lokasi penelitian ini dilakukan di Pantai Marine Station Teluk Awur
Universitas Diponegoro, Kab. Jepara, Provinsi Jawa Tengah.
2. Data penelitian yang digunakan adalah data pengamatan pasang surut
muka laut dan data pengukuran garis pantai dengan RTK.
2
3. Data pendukung yang digunakan adalah data stasiun CORS terdekat.
4. Data pembanding diperoleh dari pengukuran terestris dengan Total
Station.
5. Panjang pantai area studi adalah 1,5 kilometer.
6. Efektivitas hasil pengukuran dilihat dari waktu, biaya, dan ketelitian
pengukuran.

I.5 Metodologi Penelitian


Berikut penjelasan secara singkat mengenai metode penelitian mulai
dari persiapan hingga menghasilkan output berupa peta yang digunakan untuk
analisis dalam penelitian:
1. Tahap Persiapan
a. Persiapan perlu dilakukan agar penelitian dapat berjalan dengan
baik. Persiapan ini meliputi dua pekerjaan, yaitu studi literatur dan
pengumpulan data. Kegiatan studi literatur dilakukan untuk
mendapatkan tema tugas akhir serta pendalaman materi,
menambah wawasan dan juga informasi mengenai tema dan ruang
lingkup tugas akhir. Literatur yang didapatkan dari jurnal, pustaka
dan internet. Hal ini ditunjukkan agar penulis dapat memahami
materi yang akan diteliti.
b. Pada tahap pengumpulan data, dilakukan proses penggamatan
satelit metode statik untuk mendapat koordinat Benchmark
Kontrol, kemudian melakukan pengamatan pasang-surut untuk
data tambahan, lalu pengukuran GNSS RTK sebagai data utama
dan pengukuran terestris dengan Total Station sebagai data
pembanding.
2. Tahap Pra Pengolahan
a. Pengamatan GNSS metode statik Benchmark (BM) Kontrol untuk
acuan pengukuran.
b. Pengamatan dan pengolahan data pasang – surut muka air laut
sebagai acuan pengukuran garis pantai.
3. Tahap Pengolahan
a. Menggunakan data CORS BIG sebagai base station dan
pengolahan data hasil pengukuran RTK garis pantai.
3
b. Klasifikasi garis pantai hasil pengukuran RTK berdasar jenis
pasang surut.
c. Pengolahan data hasil pengukuran terestris dengan Total Station
sebagai data pembanding.
d. Perhitungan tingkat ketelitian dua hasil data pengukuran.
4. Tahap Analisis
a. Analisis dalam mengidentifikasi tingkat efektivitas dari hasil
pengukuran garis pantai.
b. Analisis hasil garis pantai yang diperoleh dari hasil pengukuran
dengan dua metode.
Output dari penelitian ini berupa peta garis pantai dengan tiga
jenis garis pantai berdasarkan Undang – undang No. 4 tahun 2011.

I.6 Sistematika Penulisan


Tugas Akhir ini diuraikan dalam suatu kerangka pembahansan sebagai
berikut :
BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini diuraikan mengenai pokok – pokok pikiran penulisan


tugas akhir yang berisi mengenai Latar Belakang, Rumusan
Masalah, Maksud Dan Tujuan Penelitian, Ruang Lingkup
Penelitian, Metodologi Penelitian Dan Sistematika Penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini dijelaskan landasan teori yang berkasitan dengan


penelitian mengenai Prinsip Penentuan Posisi dengan GPS,
Metode Pengukuran GPS, Sistem CORS, Sistem RTK, Sistem
Single Base RTK (RTK Radio), Kesalahan dan Bias GPS, Garis
Pantai, Pasang Surut, Penentuan Posisi Cara Pengikatan Kemuka,
Metode Pengukuran Poligon, dan Garis Kontur.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

4
Pada bab ini dibahas mengenai lokasi penelitian, data yang
digunakan, alat yang digunakan, dan pelaksanaan penelitian
meliputi persiapan, pengambilan data dan pengolahan.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini dibahas hasil penelitian dan pembahasan berupa


analisis hasil penelitian.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini berisi mengenai kesimpulan dan saran tugas akhir
yang harapannya dapat bermanfaat bagi penelitian selanjutnya.

5
Bab II Tinjauan Pustaka

II.1 Garis Pantai


Garis pantai merupakan merupakan garis pertemuan antara daratan
dengan lautan yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Garis pantai yang
dimaksud adalah a. garis pantai surut terendah; b. garis pantai pasang tertinggi;
dan c. garis pantai tinggi muka air laut rata-rata (Badan Informasi Geospasial,
2011). Secara sederhana proses perubahan garis pantai disebabkan oleh angin dan
air yang bergerak dari suatu tempat ke tempat lain, mengikis tanah dan kemudian
mengendapkannya di suatu tempat secara kontinu. Proses pergerakan gelombang
datang pada pantai secara esensial berupa osilasi. Angin yang menuju ke pantai
secara bersamaan dengan gerak gelombang yang menuju pantai berpasir secara
tidak langsung mengakibatkan pergesekan antara gelombang dan dasar laut,
sehingga terjadi gelombang pecah dan membentuk turbulensi yang kemudian
membawa material disekitar pantai termasuk yang mengakibatkan pengikisan
pada daerah sekitar pantai (erosi). Pada dasarnya proses perubahan pantai
meliputi proses erosi atau abrasi dan akresi. Erosi pada sekitar pantai dapat terjadi
apabila angkutan sedimen yang keluar ataupun yang pindah meninggalkan suatu
daerah lebih besar dibandingkan dengan angkutan sedimen yang masuk, apabila
terjadi sebaliknya maka yang terjadi adalah sedimentasi (Triatmodjo, 1999).
Sedangkan akresi pantai adalah kondisi semakin majunya pantai karena
penambahan material dari hasil endapan sungai dan pengangkatan (emerge)
sedimen oleh arus dan gelombang laut, sedangkan abrasi adalah kerusakan pantai
yang mengakibatkan semakin mundurnya pantai akibat kegiatan air laut.
Perubahan yang terjadi pada wilayah pantai akan mengakibatkan perubahan yang
nyata pada kondisi lingkungan fisik dan komponen yang berinteraksi didalamnya.
Perubahan daratan pantai dapat disebabkan oleh faktor alam dan faktor manusia
(Komar, 1983).

II.2 Pasang Surut


Pasang surut laut (ocean tide) yang selanjutnya disebut pasut adalah
fenomena naik dan turunnya permukaan air laut secara periodik yang disebabkan
oleh pengaruh gravitasi benda-benda langit terutama bulan dan matahari

6
(Poerbandono, 2005). Pengaruh gravitasi benda-benda langit terhadap bumi tidak
hanya menyebabkan pasut laut, tetapi juga mengakibatkan perubahan bentuk
bumi (bodily tides) dan atmosfer (atmospheric tides). Pasut dinyatakan dengan
periode rata-rata sekitar 12,4 jam atau 24,8 jam. Fenomena lain yang
berhubungan dengan pasut adalah arus pasut, yaitu gerak badan air menuju dan
meninggalkan pantai saat air pasang dan surut.
Dalam pengukuran dan pemetaan permukaan air laut dipakai sebagai
titik nol. Kedalaman suatu titik di dasar perairan atau ketinggian titik di pantai
mengacu pada permukaan laut yang dianggap sebagai bidang referensi (atau
datum) vertikal. Karena posisi muka laut selalu berubah, maka penentuan tinggi
nol harus dilakukan dengan merata-ratakan data tinggi muka air yang diamati
pada rentang waktu tertentu. Data tinggi muka air pada rentang waktu tertentu
juga berguna untuk keperluan peramalan pasut. Analisis data pengamatan tinggi
muka air juga akan berguna untuk mengenali karakter pasut dan fenomena lain
yang mempengaruhi tinggi muka air laut. Setelah memperoleh data pasut, maka
dapat diolah menggunakan beberapa metode seperti least square dan admiralty
untuk mendapatkan konstanta pasut.
Penentuan konstanta pasut laut berhubungan dengan komponen-
komponen harmonik gaya yang menyebabkan terjadinya pasut laut. Setelah
memperoleh komponen-komponen harmonik gaya pembangkit pasut, maka
selanjutnya dilakukan penentuan nilai perubahan amplitude dan fase dari setiap
komponen harmonik terhadap kondisi bumi setimbang yang nantinya akan
dinyatakan dalam sebuah konstanta. Hukum Laplace mengatakan “gelombang
komponen pasang surut setimbang selama penjalarannya akan mendapatkan
respons dari laut yang dilewatinya, sehingga amplitudenya akan mengalami
perubahan, dan fasenya mengalami keterlambatan, namun frekuensi atau
kecepatan sudut masing-masing komponen adalah tetap”. Komponen-komponen
harmonik yang telah diperoleh dari teori gaya pembangkit pasut merupakan
komponen periodik yang memiliki frekuensi dan kecepatan sudut tertentu. Dari
komponen – komponen harmonik tersebut dapat digunakan untuk menghitung
datum tinggi yang merupakan produk dari pengolahan data pasut. Untuk contoh
dari datum hasil pengolahan data pasut dapat dilihat pada gambar II-1 berikut.

7
Gambar II-1. Chart Datum
Keterangan :
BM : Benchmark atau titik kontrol pengamatan
Palem : Tongkat ukur ketinggian permukaan air laut
HHWL : Datum vertikal pasang tertinggi (Higher High Water Level)
MSL : Datum vertikal muka air rata – rata (Mean Sea Water)
LLWL : Datum vertikal surut terendah (Lower Low Water Level)

II.3 Tipe Pasang Surut


Menurut Nontji (1987) terdapat empat jenis tipe pasang surut yang
didasarkan pada periode dan keteraturannya, yaitu pasang surut harian (diurnal),
tengah harian (semi diurnal) campuran condong ke harian ganda (mixed tides)
dan campuran condong ke harian tunggal (prevailing diurnal). Dalam sebulan,
variasi harian dari rentang pasang surut berubah secara sistematis terhadap siklus
bulan. Rentang pasang surut juga bergantung pada bentuk perairan dan
konfigurasi lantai samudera. Ilustrasi tipe pasang surut dapat dilihat pada gambar
II-2 berikut :

8
(a)

(b)

(c)

(d)
Gambar II-2. (a)Diural Tide (b)Semi Diurnal Tide (c)Mixed Tides
(d)Prevailing Diurnal

Penentuan tipe pasang surut juga dapat menggunakan konstanta harmonik


pasut yang merupakan hasil dari pengolahan data pasut dapat digunakan untuk
penentuan tipe pasut yang terjadi di suatu perairan dengan menentukan
perbandingan antara amplitudo (tinggi gelombang) unsur-unsur pasang surut
tunggal utama dengan unsur-unsur pasang surut ganda utama menggunakan
bilangan formzahl (Benyamin, Guruh, dan Yuwono, 2009).

9
II.4 Metode Perhitungan Least Square
Hitungan pasang surut di mana metode ini berusaha membuat garis yang
mempunyai jumlah selisih (jarak vertikal) antara data dengan regresi yang
terkecil. Pada prinsipnya metode Least square meminimumkan persamaan
elevasi pasut, sehingga diperoleh persamaan simultan. Kemudian, persamaan
simultan tersebut diselesaikan dengan metode numerik sehingga diperoleh
konstanta pasut. Analisa dari metode Least square adalah menentukan apa dan
berapa jumlah parameter yang ingin diketahui. Pada umumnya, jika data yang
diperlukan untuk mengetahui tipe dan datum pasang surut diperlukan 9 konstanta
harmonik yang biasa digunakan.
Metode kuadrat terkecil banyak digunakan setelah alat penghitung
numeris modern ditemukan. Hal ini dikarenakan metode kuadrat terkecil
memerlukan proses penghitungan matriks dengan dimensi matriks yang besar
(tergantung pada jumlah data). Untuk melakukan analisis harmonik diatas sebuah
lokasi perairan, diperlukan data pengukuran pasang surut laut dari lokasi perairan
tersebut. Data pengukuran pasang surut laut dari lapangan adalah tinggi
permukaan air di atas datum pada waktu ke-i (h(ti)). Pada pengukuran pasang
surut laut dengan menggunakan palem, datum yang digunakan adalah dasar dari
palem yang digunakan adalah dasar dari palem pasang surut laut. Pada studi ini,
karena pengukuran dilakukan dengan menggunakan satelit altimetri, datum yang
digunakan adalah permukaan MSS (Mean Sea Surface). Karena permukaan MSS
merupakan pendekatan dari permukaan MSL, nilai tinggi rata-rata pasang surut
laut (S0) yang dihitung dengan menggunakan data altimetri harus mendekati nilai
nol.

II.5 GNSS (Global Navigation Satellite System)


GNSS merupakan sebuah alat atau sistem yang dapat digunakan untuk
menginformasikan penggunanya dimana penggunanya berada (secara global) di
permukaan bumi yang berbasiskan satelit. Data dikirim dari satelit berupa sinyal
radio dengan data digital. Dimanapun pengguna berada, maka GNSS bias
membantu menunjukkan arah selama pengguna terjangkau sinyal satelit. Layanan
GNSS ini terseda gratis, bahkan tidak perlu mengeluarkan biaya apapun kecuali
membeli receiver-nya.

10
Sistem GNSS menurut (Abidin, 2007) dibangun oleh 3 segmen utama,
yaitu segmen ruang angkasa, segmen sistem kontrol, dan sistem penerima.
Segmen ruang angkasa adalah satelit – satelit GNSS yang mengorbit bumi
dengan ketinggian kurang lebih 20200 km dari permukaan bumi dan memiliki
sudut inklinasi terhadap bidang ekuator sebesar 55 derajat. Segmen kontrol GPS
merupakan sistem pengontrol dan pemantau satelit secara terus menerus, segmen
ini mempunyai kedudukan di permukaan bumi, terdiri dari master control station,
ground control station, dan monitor station. Segmen penerima merupakan
segmen pengguna yang menerima, mengamati data, dan menyimpan data, dari
segmen ini dihasilkan posisi 3 dimensi, kecepatan serta informasi waktu yang
teliti. Untuk penjelasan lebih lanjut mengenai segmen GNSS dapat dilihat pada
gambar II-3 berikut.

Gambar II-3. Segmen GPS (Abidin, 2007)

II.6 Prinsip Penentuan Posisi dengan GNSS


Pada dasarnya konsep dasar penentuan posisi dengan GNSS adalah
reseksi (pengikatan ke belakang) dengan jarak, yaitu pengukuran jarak secara
simultan ke beberapa satelit GNSS yang koordinatnya telah diketahui. Metode
penentuan posisi dengan GNSS pertama-tama terbagi dua, yaitu metode absolut,
dan metode diferensial. Masing-masing metode kemudian dapat dilakukan
dengan cara real-time dan post-processing. Prinsip penentuan posisi dengan
GNSSyaitu menggunakan metode reseksi jarak, dimana pengukuran jarak
dilakukan secara simultan ke beberapa satelit yang telah diketahui koordinatnya.
Pada pengukuran GNSS, setiap epoknya memiliki empat parameter yang harus

11
ditentukan yaitu 3 (tiga) parameter koordinat X, Y, Z atau L,B,h dan satu
parameter kesalahan waktu akibat ketidaksinkronan jam osilator di satelit dengan
jam di receiver GNSS. Oleh karena diperlukan minimal pengukuran jarak ke
empat satelit.
Secara umum metode dan sistem penentuan posisi dengan GNSS dapat
diklasifikasikan seperti yang ditunjukkan pada Gambar II-4 Berikut :

Gambar II-4. Sistem Penentuan Posisi dengan GPS (Abidin, 2007)

II.7 Sistem CORS (Continuously Operating Reference Station)


Perkembangan GNSS saat ini telah memungkinkan beroperasinya sistem
CORS, sebuah alat yang dapat menerima sinyal–sinyal GNSS tanpa adanya
gangguan. CORS harus dapat menyimpan data dan dalam keadaan tertentu
melakukan pengolahan data dan kemudian mengirimkan data tersebut ke rover
untuk kepentingan pengguna.
Tiap–tiap jaringan CORS terdiri dari beberapa stasiun CORS yang saling
terhubung dengan komunikasi yang memungkinkan perhitungan secara real-time.
Tiap stasiun, paling tidak terdiri dari satu receiver geodetik, satu antena, saluran
komunikasi data dan power supply. Jaringan CORS yang baik dan dilengkapi
dengan sistem komunikasi data yang lancar akan memungkinkan stasiun–stasiun
CORS tersebut untuk mengirimkan raw data ke server pusat.
Layanan penggunaan CORS secara umum terbagi menjadi 2, yaitu untuk
pengolahan data post-processing dan untuk real-time processing. Pada jaringan
offline yang menyediakan informasi data–data pada user untuk post-processing
12
data, file data disimpan menggunakan format data RINEX (receiver independent
exchange format). Sementara untuk kepentingan online network, aplikasi yang
digunakan adalah real-time kinematic (RTK) dengan format RTCM (Radio
Technical Commission for Maritime Services) yang biasa digunakan untuk
transmisi data. Format RTCM adalah format data standar internasional yang
digunakan dalam transmisi real-time data untuk koreksi diferensial GPS dari
stasiun–stasiun CORS ke rover yang digunakan oleh user (Azmi, 2012).

II.8 Sistem RTK (Real-time Kinematic)


Sistem RTK (Real-Time Kinematic) adalah suatu sistem penentuan posisi
Real-time secara differential menggunakan data fase. Dalam hubungannya untuk
memberikan data real-time, stasiun referensi harus mengirimkan data fase dan
pseudorange kepada pengguna secara real-time menggunakan sistem komunikasi
data. Stasiun referensi dan pengguna harus dilengkapi dengan suatu sistem
pemancar dan penerima data yang dapat berfungsi dengan baik sehingga
komunikasi data dapat berjalan dengan baik. Ketelitian posisi yang diberikan oleh
sistem RTK sekitar 1-5 cm, dengan syarat bahwa ambiguitas fase dapat
ditentukan secara benar. Salah satu hal yang harus diatasi adalah penentuan
ambiguitas fase dengan menggunakan jumlah data yang terbatas dan juga dengan
receiver yang bergerak merupakan hal yang cukup susah. Mekanisme penentuan
ambiguitas fase pada metode RTK dinamakan on fly ambiguity (Abidin, 2007).
Dalam pengukuran menggunakan data fase perlu diingat bahwa receiver
GNSS saat dihidupkan (t0) hanya dapat mengukur fraksi dari satu gelombang
gelombang (0o sampai 360o); dan selanjutnya receiver tersebut mengamati ‘zero
crossing’ dari sinyal (dari – ke +, atau dari + ke -) atau dengan kata lain
mengamati jumlah setengah ataupun satu gelombang penuh yang diterima setelah
pengukuran fraksi gelombang tersebut, seperti yang diilustrasikan pada gambar
II-5 berikut :

Gambar II-5. Pengukuran Fase (Abidin 2007)


13
Oleh sebab itu, pada suatu epok pengukuran tertentu (ti) receiver GNSS hanya
dapat merekam fraksi fase GNSS yang diukurnpada epok tersebut ditambah
sejumlah gelombang penuh yang terhitung sejak epok awal t0 sampai epok
pengukuran ti. Oleh karena itu, hasil ukuran fase sinyal GNSS (dalam unit jarak)
bukanlah merupakan jarak absolut dari pengamat ke satelit seperti pseudorange,
tetapi merupakan jarak yang ambiguous. Penentuan jarak dengan data ukuran
fase pada epok pengamatan tertentu (misalnya ti) dapat digambarkan secara
skematis pada gambar II-6. Sedangkan interpretasi geomtrisnya pada gambar II-
5.

Gambar II-6. Penentuan Jarak ke Satelit Dengan Data Ukuran Fase(Abidin 2007)
Dari kedua ilustrasi terlihat bahwa untuk mengubah data fase menjadi
data jarak, ambiguitas fase (N) harus ditentukan terlebih dahulu nilainya.
Seandainya nilai ambiguitas fase dapat ditentukan secara benar, maka jarak fase
tersebut akan menjadi ukuran jarak yang sangat teliti (tingkat presisi dalam orde
mm) dan dapat digunakan untuk aplikasi-aplikasi yang menuntut keteltitian posisi
yang tinggi. Tapi perlu ditekankan bahwa penentuan nilai ambiguitas fase yang
benar bukanlah pekerjaan yang mudah. Penentuan ambiguitas fase yang andal,
seseorang harus memperhitungkan secara benar dan serius mengenai kesalahan
dan bias uang mempengaruhi sinyal GNSS, geomtri satelit, dan juga metode
penentuan ambiguitas yang digunakan.
Sistem RTK dapat digunakan untuk penentuan posisi objek objek yang
diam maupun bergerak, sehingga sistem RTK tidak hanya merealisasikan survey
GNSS real-time, tetapi juga navigasi berketelitian tinggi. Aplikasi – aplikasi yang
dapat dilayani oleh sistem ini cukup beragam, antara lain : stacking out,
penentuan dan rekonstruksi batas persil, survei pertambangan, survei – survei
rekayasa dan utilitas, serta aplikasi – aplikasi lainnya yang memerlukan informasi

14
posisi horizontal maupun beda tinggi secara cepat (real-time) dengan ketelitian
yang relatif tinggi dalam orde beberapa cm.
Sistem RTK dapat di implementasikan terhadap beberapa stasiun
referensi. Penggunaan beberapa stasiun RTK ini bertujuan untuk memperluas
cakupan dari sistem RTK. Dengan menggunakan satu stasiun referensi, sistem
RTK umumnya hanya bias digunakan untuk baseline sampai sekitar 10-15 Km.
Untuk baseline yang lebih panjang umumnya nilai ambiguitas fase akan semakin
sukar ditentukan secara benar, karena residu dari kesalahan dan bias yang tersisa
dari proses pengurangan data akan relatif semakin signifikan. Agar resolusi
ambiguitas fase tetap dilaksanakan dengan baik untuk jarak baseline yang relatif
panjang, maka pengguna dibantu dengan data dan informasi yang dapat
digunakan untuk mereduksi efek dari residu kesalahan dan bias tersebut.
Dalam hal ini ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk
mengoreksi keaslahan dan bias dari pengamatan GNSS di stasiun pengguna
(rover), yaitu ;

 Area Correction Parameters (ACP), dan


 Virtual Reference Stations (VRS)
Pada metode ACP, stasiun-stasiun referensi yang mengamati GNSS
secara kontinyu menentukan vektor koreksi yang valid untuk menentukan suatu
kawasan tertentu (seperti kawasan segitiga antar garis penghubung tiga stasiun
referensi)ndengan waktu peremajaan (update) teretentu sesuai keperluan, seperti
setiap 10 detik. Vektor koreksi umumnya terdiri dari komponen ionosfer dan
troposfer serta komponen geometric (jam satelit dan orbit). Komponen-
komponen ini umumnya diformulasikan sebagai fungsi dari (lintang,bujur) serta
waktu, dan dikirimkan ke pengguna oleh stasiun referensi tertentu.
Pada metode VRS, stasiun-stasiun referensi mempunyai fungsi utama
untuk mensimulasikan data pengamatan GNSS di suatu stasiun referensi maya
(virtual) yang relatif dekat dengan pengguna. Untuk itu pengguna harus
mengirimkan lokasinya ke stasiun referensi utama dari sistem VRS. Selanjutnya
sistem VRS tersebut menentukan lokasi stasiun referensi maya yang paling baik,
menghitung vektor koreksi pada stasiun maya tersebut kemudian selanjutnya
mensimulasikan data pengamatan GNSS (pseduorange dan fase) pada stasiun
tersebut. Setelah itu referensi utama dari sistem VRS akan mengirimkan data
15
pengamatan GNSS hasil simulasi tersebut ke pengguna. Dalam hal ini pengguna
menerima data GNSS yang seolah-olah diamati langsung oleh stasiun referensi
(virtual) yang dekat dengannya, dan langsung bias menerapkan algoritma RTK
yang standar.

II.9 Sistem Single Base RTK (RTK-Radio)


RTK merupakan metode akurat untuk mendapatkan posisi titik yang
diinginkan dalam waktu pengamatan yang singkat, berbasiskan diferensial data
code dan carrier phase. Differensial data code dan carrier phase digunakan
untuk pengukuran titik koordinat yang diinginkan. Secara umum metode ini
adalah metode terbaik untuk mendapatkan koordinat titik dengan ketelitian tinggi
dalam waktu singkat (Abidin, 2007). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
ilustrasi pada gambar II-7 berikut ini :

Gambar II-7. Ilustrasi Pengukuran RTK ((Abidin, 2007)


Survei real-time kinematik mensyaratkan bahwa dua penerima
dioperasikan secara bersamaan. Pada metode ini bahwa gelombang radio
digunakan untuk mengirimkan koreksi ke rover. Salah satu receiver menempati
stasiun referensi dan melakukan pengamatan GNS statik untuk mengirimkan
koreksi ke rover. Pengukuran GNSS dari kedua penerima diproses secara Real-
time oleh komputer onboard unit untuk menghasilkan penentuan titik dengan
cepat. Karena posisi titik dengan akurasi tinggi dapat segera peroleh, Real-time
survei kinematik juga bisa digunakan untuk pengukuran konstruksi (Sheng L.L.,
2003.).
Pada sistem RTK Radio, stasiun referensi mengirimkan data ke
pengguna dengan sistem komunikasi data gelombang mikro (microwaves) yang
beroperasi pada pita frekuensi Very High Frequency (VHF)/ Ultra High
Frequency (UHF). Untuk itu umumnya dituntut adanya visibilitas langsung (line
16
of sight) antara stasiun referensi dan pengguna, dimana jarak maksimum antara
keduanya dapat secara teoritis diaproksimasi dengan rumus tertentu. Ada tiga
komponen penting dalam GNSS metode RTK:
1. Stasiun Referensi
Stasiun referensi atau base station ini terdiri dari receiver dan
antenna. Base station ini berfungsi untuk mengolah data diferensial
dan melakukan koreksi carrier phase yang dikirimkan via radio
modem dari base ke radio modem receiver.
2. Pengguna (Rover Station)
Rover digunakan untuk mengidentifikasi satelit-satelit pada daerah
pengamatan dan menerima data diferensial dan koreksi carrier phase
dari base station. Koreksi carrier phase tersebut dikirim via radio
link dengan radio modem antara base station dan rover sehingga bias
mendapatkan posisi lebih teliti.
3. Data Link (Hubungan data differential)
Data link berfungsi untuk mengirimkan data diferensial dan data
koreksi carrier phase dari base station ke rover melalui modem.
Kecepatan radio modem dan band frekuensi pada base station dan
rover harus sama sehingga proses pengiriman data bias lancer. Jenis-
jenis band frekuensi yang dimanfaatkan dalam survei GNSS metode
RTK meliputi :
a. UHF (Ultra High Frequency)
Bekerja pada frekurensi radio antara 300 Mhz sampai 3Ghz
dengan panjang gelombang antara 10 cm sampai 1 m.
b. VHF (Very High Frequency)
Bekerja pada frekuensi antara 3 Mhz sampai 300 Mhz
dengan panjang gelombang antara 1 m sampai 10 m.
c. HF (High Frequency)
Bekerja pada gelombang frekuensi antara 3 Mhz sampai 30
Mhz dengan panjang gelombang antara 10 m sampai dengan
100 m.
Dari penjelasan di atas, dapat diketahui solusi ketelitian survey GNSS
metode RTK, antara lain :

17
1. Fix
Stasiun pengguna (rover) terhubung dengan base station, ketelitian
posisi antara 1 sampai 5 cm, ambiguitas fase sudah terkoreksi dan LQ
(Link Quality) 100%, bias multipath terkoreksi.
2. Float
Stasiun pengguna (rover) terhubung dengan base station, ketelitian
posisi > cm, ambiguitas fase belum terkoreksi, jumlah satelit yang
ditangkap < 4, dan bias multipath belum terkoreksi.
3. Standalone
Stasiun pengguna (rover) terhubung dengan base station, ketelitian
posisi >1 m, ambiguitas fase belum terkoreksi, jumlah satelit yang
ditangkap <4, bias multipath belum terkoreksi.

II.10 Kesalahan dan Bias GPS


Kesalahan dan bias sinyal GPS harus dipertimbangkan secara benar dan
baik, karena besar dan karakteristik dari kesalahan dan bias tersebut akan
mempengaruhi ketelitian informasi (posisi, kecepatan, percepatan, dan waktu).
Strategi yang digunakan untuk pengamatan dan pengolahan data akan
mempengaruhi hasil sehingga berdampak pada minimalisasi efek kesalahan dan
bias. Dalam perjalanan sinyal dari satelit hinggal mencapai antenna receiver di
permukaan bumi, sinyal GPS akan dipengaruhi oleh beberapa kesalahan dan bias
yang kan dibahas dibawah ini, antara lain :

II.10.1 Multipath
Multipath adalah fenomena dimana sinyal dari satelit tiba di antenna
GPS melalui dua atau lebih lintasan yang berbeda. Dalam hal ini satu sinyal
merupakan sinyal langsung dari satelit ke antenna, sedangkan sinyal lainnya
merupakan sinyal –sinyal tidak langsung yang dipantulkan oleh benda – benda di
sekitar antenna sebelum tiba di antenna (Abidin, 2007). Beberapa benda yang
bias memnatulkan sinyal GPS antara lain adalah jembatan, jalan raya, bendungan,
gedung, danau, dan kendaraan. Bidang - bidang pantulan bias berupa bidang
horizontal, vertikal, maupun bidang miring. Perbedaan panjang lintasan
menyebabkan sinyal – sinyal tersebut berinterferensi ketika tiba di antenna yang
pada akhirnuya menyebabkan kesalahan pada hasil pengamatan.
18
II.10.2 Ambiguitas Fase (Cycle Ambiguity)
Ambiguitas Fase dari pengamatan fase sinyal GPS adalah jumlah
gelombang penuh yang tidak terukur oleh receiver GPS. Untuk dapat
merekonstruksi jarak ukuran antara satelit dengan antenna maka harga ambiguitas
fase tersebut harus terlebih dahulu ditentukan. Aambugitas fase merupakan
bilangan bulat ( kelipatan panjang gelombang ). Dalam hal ini setiap data
pengamatan one – way fase terkait dengan satelit tertentu mempunyai harga
ambiguitas fase tersendiri. Patut dicatat bahwa sepanjang receiver GPS
mengamati sinyal secara kontinyu ( tidak terjadi cycle – slip ), maka ambiguitas
fase akan selalu sama harganya untuk setiap epok (Abidin, 2007).

II.10.3 Kesalahan Ephemeris (Orbit)


Kesalahan ephemeris (orbit) adalah kesalahan dimana orbit satelit yang
dilaporkan oleh ephemeris satelit tidak sama dengan orbit satelit sebenarnya.
Dengan kata lain, posisi satelit yang dilaporkan tidak sama dengan posisi satelit
yang sebenarnya. Kesalahan ephemeris tersebut kemudian akan mempengaruhi
ketelitian dari koordinat titik – titik (absolut maupun relatif) yang ditentukan.
Patut dicatat bahwa dalam penentuan posisi secara relatif, semakin panjang
baseline yang diamati maka efek bias ephemeris satelit akan semakin besar.

II.10.4 Cycle Slip


Cycle slip adalah ketidak – kontinyuan dalam jumlah gelombang penuh
dari fase gelombang pembawa yang diamati, karena receiver yang disebabkan
oleh salah satu dan lain hal, ‘ terputus ‘ dalam pengamatan sinyal. Kalau kita
membuat plot data pengamatan fase terhadap waktu, maka cycle slip dapat
dikenali dari loncatan mendadak pada kurva grafik. Nilai ambiguitas fase antara
sebelum dan sesudah terjadi cycle slip akan berbeda ( Abidin, 2007 ).
Pada pengamatan satelit GPS, fenomena cycle slip dapat disebabkan
oleh beberapa hal seperti :
1. Mematikan dan menghidupkan receiver secara sengaja.
2. Terhalangnya sinyal GPS untuk masuk ke antenna disebabkan oleh
bangunan, pohon, jembatan dan sebagainya.

19
3. Rendahnya rasio signal – to – noise yang bias disebabkan oleh
beberapa factor seperti dinamika receiver yang tinggi, aktivitas
ionosfer yang tinggi, atau multipath; dan
4. Adanya kerusakan komponen pada receiver.

II.10.5 Bias Ionosfer


Ionosfer adalah bagian dari lapisan atas atmosfer dimana terdapat
sejumlah elektron dan ion bebas yang mempengaruhi perambatan gelombang
radio. Lapisan ionosfer terletak kira – kira antara 60 sampai 1000 km di atas
permukaan bumi. Jumlah elektron dan ion bebas pada lapisan ionosfer tergantung
pada besarnya intensitas radiasi matahari serta densitas gas pada lapisan sinyal
tersebut ( Davies 1990 dalam Abidin, 2007).
Sinyal dari satelit GPS, yang terletak kira – kira 20.000 km di atas
permukaan bumi, harus melalui lapisan ionosfer untuk sampai ke antenna di
permukaan bumi, Ion – ion bebas (elektron) dalam lapisan ionosfer akan
mempengaruhi propagasi sinyal GPS. Dalam hal ini ionosfer akan mempengaruhi
kecepatan, arah, polarisasi, dan kekuatan sinyal GPS yang melaluinya.

II.10.6 Bias Troposfer


Sinyal dari satelit GPS untuk sampai ke antenna harus melalui lapisan
troposfer, yaitu lapisan atmosfer netral yang berbatasan dengan permukaan bumi
dimana temperature menurun denga membesarnya ketinggian. Lapisan troposfer
mempunyai ketebalan sekitar 9 sampai 16 km, tergantung dengan tempat dan
waktu. Ketika melalui troposfer sinyal GPS akan mengalami refraksi,
menyeabkan perubahan kecepatan dana rah sinyal GPS. Efek utama dari
troposfer berpengaruh pada kecepatan, atau dengan kata lain terhadap hasil
ukuran jarak. Pada frekuensi sinyal GPS (dibawah 30 GHz), magnitude dari bias
troposfer tidak tergantung pada frekuensi, dan oleh sebab itu besarnya tidak dapat
diestimasi dengan pengamatan pada dua frekuensi. Patut dicatat bahwa
pseudorange dan fase kedue – duanya diperlambat oleh troposfer, dan besar
magnitude bias troposfer pada kedua data pengamatan tersebut adalah sama
(Abidin, 2007).

20
II.10.7Selective Availability
Selective Availability (SA) adalah metode yang pernah diaplikasikan
untuk memproteksi ketelitian posisi absolut secara real time yang tinggi dari GPS
hanya untuk pihak militer Amerika Serikat dan pihak-pihak yang diberi izin.
Kesalahan SA mulai diterapkan pada semua satelit GPS yang
operasional, sejak 25 Maret 1990 dan berakhir pada 2 Mei 2000. Hal ini
dilakukan oleh pihak milliter Amerika Serikat sebagai pemilik dan pengelola
GPS secara sengaja menerapkan kesalahan-kesalahan sebagai berikut:
1. Kesalahan waktu satelit (dithering technique atau SA-δ)
2. Kesalahan ephemeris satelit (epsilon technique atau SA-ε)
II.10.8 Anti Spoofing
Anti Spoofing (AS) adalah suatu kebijakan dari DoD Amerika Serikat,
dimana kode-P dari sinyal GPS diubah menjadi kode-Y yang bersifat rahasia,
yang strukturnya hanya diketahui oleh pihak militer Amerika Serikat dan pihak-
pihak yang diizinkan. AS dilakukan dengan menjumlahkan kode-P dengan suatu
kode rahasia (encrypted) yaitu kode-W, untuk menghasilkan suatu kode-Y yang
juga berstruktur rahasia.
II.10.9 Kesalahan Jam
Data pseudorange dan fase kedua-duanya akan dipengaruhi oleh
kesalahan jam receiver dan jam satelit. Kesalahan dari salah satu jam akan
langsung mempengaruhi ukuran jarak, baik pesudorange maupun jarak fase.
1. Kesalahan Jam Satelit
Setiap satelit GPS yang beroperasi membawa beberapa buah jam atom,
dimana jam-jam tersebut digunakan untuk mendefinisikan sistem waktu
satelit. Jam-jam atom tersebut dengan perjalanan waktu akan mengalami
penyimpangan (offset, drift, dan drift-rate) dar sistem waktu GPS.
2 Kesalahan Jam Receiver
Receiver GPS umumnya dilengkapi dengan jam (osilator) kristal quartz,
yang relatif lebih kecil, lebih murah, dan memerlukan daya yang relatif
lebih kecil dibandingkan jam atom yang digunakan di satelit. Dari segi
stabilitas dan ketelitian, jam quartz yang digunakan di receiver lebih
rendah dibandingkan dengan jam atom yang digunakan oleh satelit.
Oleh sebab itu dapat diperkirakan bahwa komponen kesalahan pada
21
ukuran jarak ke satelit yang disebabkan oleh kesalahan jam receiver
akan lebih besar daripada yang disebabka oleh jam satelit.

II.10.10 Pergerakan dari Pusat Fase ke Antena


`Pusat fase antena adalah pusat radiasi yang sebenarnya, dan dalam
konteks GPS merupakan titik referensi yang sebenarnya digunakan dalamsinyal
secara elektronis. Titik sumber radiasi yang ideal akan mempunyai muka fase
gelombang berbentuk bola serta pusat fase yang tetap. Dalam realitanya, karena
sumber radiasi yang ideal tersebut sulit direalisasikan pada antena GPS, maka
pusat antena GPS umumnya akan berubah-ubah tergantung pada elevasi dan
azimuth satelit serta intensitas sinyal, dan lokasinya berbeda untuk sinyal L1 dan
L2. Karena satelit GPS selalu bergerak, maka pusat fase antena pun akan berubah
dari waktu ke waktu.
Dalam pengukuran jarak dari antena GPS ke satelit, jarak ukuran
diasumsukan mengacu ke pusat geometris antena yang lokasinya tetap dan
umumnya telah dispesifikasikan dalam buku petunjuk alat tersebut. Namun
sebenarnya secara elektronis pengukuran jarak tersebut mengacu ke pusat fase
antena dan bukan ke pusat fase geometris antena. Karena perbedaan tersebut
bersifat variatif terhadap waktu, maka besar efek kesalahan karena adanya
pergerakan pusat fase antena pada ukuran jarak juga akan bervariasi secara
temporal (Abidin, H.Z., 2006).

II.10.11 Imaging
Imaging adalah suatu fenomena yang melibatkan suatu benda konduktif
yang berada dekat dengan antena GPS, seperti reflektor berukuran besar maupun
groundplane dari antena itu sendiri. Radiasi dari antena yang sebenarnya akan
menumbulkan arus induksi pada benda konduktif yang reflektif tersebut,
sehingga seolah-olah menjadi antena tersendiri yang dapat dilihat sebagai
bayangan (image) dari antena yang sebenarnya. Pola radiasi dari kedua antena ini
selanjutnya akan berinteraksi, dan resultan dari pola fase antena yang dihasilkan
akan berbeda dengan pola fase antena GPS yang seharusnya. Jadi, fenomena
imaging ini akan mendistorsi pola fase antena yang seharusnya (Abidin, 2007).

22
I.1 Pengukuran Metode Terestris dengan Total Station
Perkembangan terakhir dari Theodolite yaitu munculnya generasi Total
Station dan Smart Station. Total Station merupakan teknologi alat yang
menggabungkan secara elektronik antara teknologi Theodolite, teknologi EDM
atau Electronic Distance Measurement, data collector dan mikro komputer. EDM
merupakan alat ukur jarak elektronik yang menggunakan gelombang
elektromagnetik sinar infra merah sebagai gelombang pembawa sinyal
pengukuran dan dibantu dengan sebuah reflektor berupa prisma sebagai target.
Reflektor adalah alat pemantul sinar infra merah agar kembali ke EDM.
Sedangkan Smart Station merupakan penggabungan Total Station dengan GPS
Geodetik.
Dengan Total Station kita mendapatkan beberapa keuntungan,
diantaranya:
1. Dapat mengurangi kesalahan yang bersumber dari manusia (personal
error),
2. Aksesibilitas ke sistem berbasis komputer,
3. Mempercepat proses,
4. Memberikan kemudahan.
Selain keuntungan-keuntungan tersebut di atas, Total Station juga
memiliki kendala atau kekurangan. Beberapa kendala penggunaan alat Total
Station yang timbul sampai saat ini adalah:
1. Ketergantungan sistem pada sumber catu daya (sumber tegangan)
2. Kemampuan Sumber Daya Manusia yang masih kurang memahami
penggunaan Total Station.
Total Station dapat digunakan pada setiap tahapan survei seperti survei
pendahuluan, survei titik kontrol dan survei pematokan. Total Station terutama
cocok untuk survei topografi, dimana surveyor membutuhkan posisi X,Y,Z dari
sejumlah detil yang cukup banyak (700 sampai 1000 titik per hari), dua kali lebih
banyak dari data yang dikumpulkan dengan Theodolite biasa (stadia) dan EDM.
Hal ini akan sangat berarti dalam hal peningkatan produktivitas dan akan
menjadikan cara ini dapat bersaing dengan teknik fotogrametri atau survei udara.
Apalagi telah dapat dihubungkan secara langsung dengan komputer dan plotter.
Setiap jenis alat Electronic Total Station (ETS) akan memiliki spesifikasi ciri

23
tersendiri dalam hal prosedur pemakaian maupun dalam penanganan datanya.
Namun, untuk mempelajari jenis ETS tersebut secara umum yang perlu dipelajari
antara lain: pengelolaan basis data, spesifikasi dan kemampuan ETS serta sistem
operasi instrumen.

I.1.1 Pengelolaan Data Hasil Pengukuran


Pada pengukuran terestris dengan menggunakan alat ukur manual,
pengolahan data dari ukuran sampai dengan penyajian digunakan formulir
ukuran, hitungan, serta pengeplotan manual pada gambar manuskrip. Dengan alat
Electronic Total Station pengolahan data tersebut disusun dalam format tertentu
yang dimengerti oleh sistem kerjanya. Agar pengolahan data tersebut tetap sama
identitasnya, maka manajemennya harus terstruktur dan sistematis, sesuai dengan
aturan-aturan konsep pembentukan informasi grafis dalam bentuk gambar format
digital. Pengolahan basis data dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu :
1. Tipe objek
Instrumen tidak akan membuat atau menyajikan suatu bentuk
objek tertentu tanpa kita memberikan identitas data yang benar.
Penanganan data yang terstruktur dan sistematis akan mengoptimalkan
fungsi ETS sebagaimana mestinya, bukan memperlakukan Total
Station sebagai Theodolite manual. Sehingga kita sangat perlu
mengetahui tentang struktur data berbasis komputer yang berkaitan
dengan pengambilan data atau pengukuran lapangan; penyimpanan
data atau penulisan data; pengolahan data seperti proses reduksi,
koreksi, dan hitungan data dan penyajian data yang meliputi kartografi
peta, tabel, laporan dan sebagainya.
Objek atau detail yang kita ukur di lapangan secara grafis dapat
dinyatakan melalui tipe objek bentuk garis dan titik yang dinamakan
sebagai peta. Artinya dengan titik dan bentuk geometri garis tertentu
dapat digunakan untuk mewakili atau menerangkan tentang suatu objek
di lapangan.
Garis dapat direkonstruksikan sebagai rangkaian titik-titik yang
dihubungkan. Rangkaian garis yang berhubungan akan membentuk
polyline. Bentuk garis polyline membentuk bidang tertutup disebut

24
boundary atau area. Dengan demikian bentuk garis, polyline atau
boundary ditentukan oleh posisi titik, urutan titik, dan kerapatan titik.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar II-8 berikut.

Gambar II-8.Boundary dan Polyline

Pada gambar tersebut didapat 2 objek. Objek 1 adalah Polyline


bertipe Boundary, sedangkan objek 2 merupak Polyline.
2. Identitas basis data dan kode
Pengaturan posisi, urutan dan kerapatan titik dapat dilakukan
dengan cara penempatan target bidikan pada saat pengukuran.
Sedangkan tipe objek dilakukan dengan cara pengkodean (memberi
kode) titik tersebut. Disamping itu pengkodean dapat digunakan untuk
memberi identitas dan sifat titik atau garis yang berkaitan dengan
penarikan garis kontur.
Pemberian kode titik berkaitan dengan manajemen pengolahan
dan penyajian data hasil ukuran. Mengingat banyaknya jenis detail di
lapangan tentunya akan sangat banyak penggunaan kode-kode, untuk
itu agar mudah pemakaiannya pada saat pelaksanaan perlu
pengelompokan jenis detail dalam grup tertentu.
Pada dasarnya pembuatan kode tergantung pada pemakainya,
namun demikian jika ingin membuat sebaiknya semudah mungkin.
Berikut contoh nomor kode dan format kode numerik atau alfabetis
yang digunakan pada alat Total Station:
Kode titik:
PTK = Patok
JLN = Jalan
SPH = Spot high
TMN = Taman
25
PHN = Pohon
TLS = Tiang listrik
Kode penomoran titik :
15 – 30 = Patok poligon
1000 - ... = Detail gedung
Penyusunan spesifikasi teknik tentang basis data diperlukan
untuk memudahkan proses pengolahan seperti proses reduksi, proses
koreksi, dan proses hitungan serta juga untuk memudahkan analisis
sumber-sumber kesalahan yang mungkin timbul ketika pengukuran.
Langkah untuk mengelola basis data yang telah dibuat yaitu dengan:
1. Manajemen basis data
Identitas File, harus berisi :
a. Nama file / job
b. Nama Surveyor
c. Nomor seri dan tipe alat
d. Waktu dan tanggal pengukuran
e. Parameter lingkungan (temperatur dan tekanan)
f. Kesalahan dan koreksi alat (kolimasi, indeks dan ppm)
2. Perekaman data
a. File / Job Pengukuran
b. Data ukuran titik kontrol
Data titik kontrol meliputi no. station, backsight dan foresight,
sudut ukuran horisontal dan vertikal dan jarak baik dalam jarak
miring maupun jarak datar.
c. Topografi atau detail situasi
Kode dan deskripsi titik detail mengacu pada standardisasi atau
pengelolaan sistem basis data yang telah dibuat.
d. Detail yang diukur dengan mode Offset harus diberi keterangan
3. Pengolahan basis data
a. Numeris
Mode hitungan harus menggunakan program Total Station yang
diketahui algoritma / formula metode hitungannya.
b. Grafis

26
Objek titik atau garis harus didefinisikan sesuai dengan sifat atau
statusnya terhadap penarikan garis kontur (planimetrik,
countourable dan breakline).
c. Atribut
Notasi atau atribut yang menjelaskan data harus dapat memenuhi
persyaratan untuk keperluan operasi–operasi database (relasi,
mutasi, menyortir data dan lain-lain).
Spesifikasi teknik penyajian atau spesifikasi teknik penggambaran pada
dasarnya masih mengacu pada prinsip metode penggambaran konvensional.
Spesifikasi teknik penyajian hasil pengukuran Total Station sangat berkaitan erat
dengan spesifikasi teknik pengelolaan basis data, bahkan berkaitan erat dengan
teknik pengukuran titik detail di lapangan.

I.1.2 Spesifikasi dan Kemampuan Total Station


Sebagaimana alat ukur theodolite manual, Total Station memiliki
spesifikasi kemampuan alat yaitu :
1. Kelas atau orde ukuran,
2. Kekuatan lensa optis,
3. Sensitifitas terhadap perubahan,
4. Ketahanan terhadap waktu dan alam,
5. Fasilitas memroses data seperti proses koreksi, reduksi dan program
hitungan,
6. Komunikasi dengan alat peripheral luar atau lainnya.
Total Station dilengkapi dengan perangkat lunak yang mampu
mengolah data hasil ukuran sampai menjadi data yang siap disajikan, baik dalam
bentuk peta, tabel, atau pelaporan melalui media softcopy maupun hardcopy.
Beberapa produk alat ETS, telah menyediakan perangkat lunak
(software) pengolahan yang merupakan bagian integral pada sistem ETS tersebut.
Beberapa perangkat lunak yang ada diantaranya LISCAD dari Wild Leica,
CIVILCAD dari TOPCON, SDRMAP dari SOKKIA. Namun demikian, beberapa
software telah dimodifikasi sehingga mampu menerima data diluar produknya
seperti WESCOM, Sturdust, dan lainnya.

27
II.11 Metode Pengukuran Terestris dengan Total Station
Dalam penggunaannya secara umum, total station digunakan untuk
pemetaan situasi dan jaring kerangka horisontal (planimetris). Dalam bidang
pengukuran tanah atau plane surveying, cara poligon banyak keuntungannya
antara lain : a. bentuknya mudah disesuaikan dengan daerah yang dipetakan b.
pengukurannya sederhana c. peralatannya mudah didapat d. perhitungannya
mudah (Basuki, 2006). Dalam penelitian ini metode pengukuran yang digunakan
adalah sebagai berikut.

II.11.1 Poligon Terbuka Terikat Sebagian


Poligon terbuka terikat sebagian adalah poligon yang mengacu pada satu
atau beberapa titik yang diketahui koordinatnya. Poligon terikat sempurna adalah
poligon yang mana baik titik awal maupun titik akhir poligon tersebut masing
masing terikat pada dua titik yang diketahui koordinatnya. Dari titik tetap tersebut
pengukuran diarahkan ke titik lainnya. Kemudian diukur sudut-sudut pada titik
tersebut, sehingga mendapatkan sisi sudut jurusan yang berhubungan. Untuk jenis
poligon ini sudut maupun jarak dapat dikoreksi. Untuk lebih jelasnya poligon
terbuka terikat sebagian dapat dilihat pada gambar II-9 berikut.

Gambar II-9. Poligon Terbuka Terikat Sebagian


Keterangan gambar :
P14 dan P15 = Titik Ikat atau Benchmark awal
α = Azimuth awal polygon
76 dan 77 = Titik Poligon

II.11.2 Pemetaan Situasi


Dalam pemetaan situasi identik dengan pengukuran titik detail, titik detail
adalah semua benda atau titik-titik benda dilapangan yang merupakan
kelengkapan daripada sebagian permukaan bumi. Jadi disini tidak hanya
dimaksud benda-benda buatan manusia seperti bangunan-bangunan, jalan-jalan,
28
dengan segala perlengkapannya, tetapi juga benda-benda alam seperti gunung-
gunung, bukit-bukit, sungai-sungai, jurang, vegetasi, dan lain-lain.
Penggambaran kembali permukaan bumi dengan segala perlengkapan
termasuk tujuan dari pengukuran detil yang akhirnya berwujud dalam suatu peta.
Berhubung terdapat bermacam-macam tujuan dalam pemakaian peta, maka
pengukuran detail pun harus benar selektif, artinya hanya detail-detail tertentu
yang diukur guna keperluan suatu macam peta. Berikut ini merupakan beberapa
jenis peta dengan detail tertentu:
1. Peta kadaster
Tujuan dari ini adalah menguraikan keadaan hak-hak atas tanah
serta menggambarkan batas-batas pemilikan dari hak-hak tanah ini.
Jelas dalam peta ini keadaan tinggi rendah medan tidak diperlukan,
tetapi benda-benda seperti bangunan, jalan, saluran, tiang listrik
tegangan tinggi, dan segala benda yang diperlukan untuk dapat
mengidentifisir bidang tanah itu kembali perlu diukur dan dipeta.
Detail dari jalannya batas-batas peta tersebut lebih diperhatikan
dan diukur dengan ketelitian yang tinggi dan pelu terdapat catatan
tentang jenis hak atas tanah serta nomor pendaftarannya serta dengan
menunjuk pada buku tanah dapat diketahui nama pemiliknya serta
uraian lebih lanjut tentang sebidang tanah tersebut.
2. Peta Topografi
Peta topografi adalah peta yang menggambarkan semua tempat-
tempat yang ada di atas muka bumi, seperti kota, desa, jalan, sawah,
gunung dan lain-lain. Jadi peta topografi inilah yang memberikan kita
gambaran tentang keadaan sebagian permukaan bumi. Gambaran ini
dilukis dengan simbol-simbol dan kadang diberi pula warna. Keadaan
tinggi rendahnya medan dilukis dengan garis-garis tinggi atau kontur.
3. Peta Jalanan dan Peta Sungai.
Disini obyeknya lebih jelas yaitu jalanan atau sungai dengan segala
kelengkapannya. Guna membuat peta tersebut maka diperlukan
pengukuran detil dan dilakukan setelah selesainya pengukuran rangka
titik-titik dasar untuk suatu daerah.

29
I.2 Garis Kontur
Kontur adalah garis hubung antara titik – titik yang mempunyai
ketinggian yang sama. Garis yang dimaksudkan disini adalah garis khayal yang
dibuat untuk menghubungkan titik – titik yang mempunyai ketinggian yang sama
(Yuwono, 2004). Garis kontur mempunyai arti yang sangat penting bagi
perencanaan rekayasa, karena dari peta kontur dapat direncanakan antara lain:
1. Penentuan rute jalan atau saluran irigasi,
2. Bentuk irisan atau tampang pada arah yang dikehendaki,
3. Gambar isometrik dari galian/timbunan,
4. Besar volume galian/timbunan tanah,
5. Penentuan batas genangan pada waduk,
6. Arah drainase.
Garis kontur dapat terlihat, misalnya garis pantai sebuah danau, tetapi
biasanya di tanah, hanya elevasi beberapa titik ditentukan lokasinya dan garis
tinggi ditarik antara titik-titik kontrol ini. Dari garis kontur ini kita dapat
membayangkan keadaan medan yang sebenarnya. Beberapa sifat dari garis kontur
akan diuraikan sebagai berikut :
1. Garis-garis kontur saling melingkari satu sama lain dan tidak akan
saling berpotongan.

Gambar II-10. Garis Kontur


2. Pada daerah yang curam garis kontur lebih rapat dan pada daerah yang
landai lebih jarang.

Gambar II-11.Kerapatan garis kontur pada daerah curam dan daerah


landai

30
3. Pada daerah yang sangat curam, garis-garis kontur membentuk satu
garis.
4. Garis kontur pada curah yang sempit membentuk huruf V yang
menghadap ke bagian yang lebih rendah. Garis kontur pada punggung
bukit yang tajam membentuk huruf V yang menghadap ke bagian yang
lebih tinggi.

Gambar II-12.Kontur pada daerah curam


5. Garis kontur pada suatu punggung bukit yang membentuk sudut 90°
dengan kemiringan maksimumnya, akan membentuk huruf U
menghadap ke bagian yang lebih tinggi.

Gambar II-13.Kontur pada punggung bukit


6. Garis kontur pada bukit atau cekungan membentuk garis-garis kontur
yang menutup-melingkar.
7. Garis kontur saling menutup.
8. Dua garis kontur yang mempunyai ketinggian sama tidak dapat
dihubungkan dan dilanjutkan menjadi satu garis kontur.
9. Garis-garis kontur harus merupakan bentuk garis tertutup, baik di
dalam maupun di luar peta. Garis kontur tidak dapat terputus begitu
saja.
10. Garis-garis kontur tegak lurus pada arah kemiringan lereng maksimum.
31
11. Interval kontur biasanya 1/2000 dikali skala peta. Misal skala peta 1 :
500, maka interval konturnya = 1/2000 x 500 m = 0,25 m.

II.12 Interpolasi Ordinary Krigging


Secara umum, kriging merupakan suatu metode untuk menganalisis data
geostatistik untuk menginterpolasi suatu nilai berdasarkan data. Metode kriging
adalah metode interpolasi yang berbasis geostatistik (Widjajanti dan Sutanta
dalam, Alfiana 2010). Metode ini digunakan untuk mengestimasi besarnya nilai
karakteristik Ẑ pada titik tidak tersampel berdasarkan informasi dari karakteristik
titik-titik tersampel yang berada di sekitarnya dengan mempertimbangkan
korelasi spasial yang ada dalam data tersebut (Alfiana, 2010). Produk dari
interpolasi ini adalah model elevasi dijital atau sering dikenal dengan DEM.
DEM berfungsi untuk menampilkan informasi ketinggian atau elevasi daerah
penelitian (Kresch dkk, dalam Nirwansyah 2015). Perhitungan formula kriging
dapat dituliskan sebagai berikut:
…………………………(II-1)

Keterangan :
u, uα : vektor lokasi untuk perhitungan dan salah satu dari data
yang berdekatan, dinyatakan sebagai α
m (u) : nilai ekspektasi dari Z(u)
m(uP) : nilai ekspektasi dari Z(uα)
λα (u) : Nilai Z(uα) untuk perhitungan lokasi u. nilai Z(uα) yang
sama akan memiliki nilai yang berbeda untuk estimasi
pada lokasi berbeda.
N : Jumlah data sampel yang digunakan untuk estimasi.

Metode ordinary kriging merupakan metode interpolasi yang fleksibel dan


sangat bermanfaat bagi penyebaran data yang sifatnya tersebar dan tidak teratur.
Metode ini berusaha untuk mengekspresikan trends yang terkandung di dalam
data hasil pengukuran sehingga, sebagai contoh, titik-titik tinggi yang terdapat di
sepanjang punggung bukit dapat dihubungkan-berbeda dengan tipe titik-titik
tinggi yang terisolasi oleh garis-garis kontur bull’s eye (Prahasta, 2008). Metode

32
ordinary kriging tersebut menggunakan semivariogram isotropik karena
penelitian tersebut hanya bergantung pada jarak saja tanpa memperhitungkan
arah.

II.13 Uji Ketelitian Peta


Dalam Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial (BIG) nomor 15
tahun 2014 dijelaskan bahwa ketelitian peta adalah nilai yang menggambarkan
kesesuaian antara posisi dan atribut sebuah objek di peta dengan posisi dan
atribut sebenarnya. Ketelitian peta meliputi ketelitian geometri, yaitu nilai yang
menggambarkan ketidak pastian koordinat posisi suatu objek pada peta
dibandingkan dengan koordinat posisi objek yang dianggap posisi sebenarnya.
Komponen geometri terdapat dua macam, yaitu akurasi horizontal dan akurasi
vertikal.
Ketelitian Geometri peta harus dituliskan dalam bentuk pernyataan
metadata dan sajian kartografis peta dasar tersebut. Untuk mengetahui ketelitian
dan kelas suatu peta, dilakukan proses uji ketelitian peta yang telah dihasilkan.
Ketentuan standar ketelitian geometri peta dasar dapat dilihat pada tabel II-2
berikut ini.
Tabel II-1II-2. Ketelitian Geometri Peta (Badan Informasi Geospasial,
2014)
Ketelitian Peta RBI
Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3
Interval Horizontal Vertikal Horizontal Vertikal Horizontal Vertikal
No. Skala Kontur
(CE90 (LE90 (CE90 (LE90 (CE90 (LE90
(m)
dalam m) dalam m) dalam m) dalam m) dalam m) dalam m)
1 1:1,000,000 400 200 200 300 300 500 500
2 1:500,000 200 100 100 150 150 250 250
3 1:250,000 100 50 50 75 75 125 125
4 1:100,000 40 20 20 30 30 50 50
5 1:50,000 20 10 10 15 15 25 25
6 1:25,000 10 5 5 7.5 7.5 12.5 12.5
7 1:10,000 4 2 2 3 3 5 5
8 1:5,000 2 1.25 1.25 1.5 1.5 2.5 2.5
9 1:2,500 1 0.5 0.5 0.75 0.75 1.25 1.25
10 1:1,000 0.4 0.2 0.2 0.3 0.3 0.5 0.5

Nilai ketelitian di setiap kelas diperoleh melalui ketentuan seperti tertera pada
tabel di bawah ini.
Tabel II-3II-4. Ketentuan Ketelitian Geometri Peta (Badan Informasi Geospasial,
2014)
33
Pada pemetaan dua dimensi seperti penelitian ini yang perlu
diperhitungkan adalah koordinat (X, Y) pada titik uji dan posisi sebenarnya di
lapangan. Analisis akurasi posisi menggunakan root mean square error (RMSE),
yang menggambarkan nilai perbedaan antara titik uji dengan titik sebenarnya atau
definitive (dianggap benar). RMSE digunakan untuk menggambarkan akurasi
meliputi kesalahan random dan sistematik. Nilai RMSE dirumuskan sebagai
berikut:

………………………………………………….…..(II-

2)
Dimana nilai dari D2 diperoleh dari persamaan :

………………………………………. (II-3)

Adapun untuk mencari root mean square error (RMSE) elevasi atau ketinggian
menggunakan persamaan :

………………………………………..…..(II-4)

Keterangan ;
n = jumlah total data pengecekkan
D = selisih antara koordinat uji dengan koordinat peta
x = nilai koordinat easting (X)
y = nilai koordinat northing (Y)
z = nilai koordinat elevation atau sumbu (Z)
Nilai CE90 dan LE90 dengan tinggkat kepercayaan peta 90% Circular Error dan
Liniear Error kemudian dihitung dengan rumus :
34
…………………………………………….……..(II-5)

…………………………………………………...(II-6)

II.14 Uji Statistik


Uji statistik dalam sebuah penelitian merupakan alat bantu untuk
mengetahui data-data hasil penelitian. Dalam penelitian ini dilakukan uji statistic
anova atau uji F dan mencari simpangan baku dari data-data hasil penelitian.

II.14.1 Simpangan Baku


Istilah simpangan baku pertama kali diperkenalkan ole Karl Pearson pada
tahun 1984, dala bukunya On the dissection of asymmetrical frequency curves.
Dalam statistika dan probabilitas, simpangan baku atau standar deviasi adalah
ukuran sebaran statistik yang paling lazim. Singkatnya, ia mengukur bagaimna
nilai – nilai data tersebar. Bisa juga didefinisikan sebagai, rata – rata jarak
penyimpangan titik – titik data diukur dari nilai rata – rata data tersebut.
Simpangan baku didefinisikan sebagai akar kuadrat varians. Simpangan baku
merupakan bilangan tak – negative dan memilik satuan yang sama dengan data.
Simpangan baku untuk populasi disimbolkan dengan б (sigma) dan
didefinisikan dengan rumus :

………………………………….…………..(II-7)

Keterangan :
= Nilai simpangan baku atau standar deviasi

= Data populasi 1

= Data populasi 2

N = Jumlah data
Dalam penerapannya simpangan baku dapat digunakan untuk menentukan
tingkat pergeseran hosizontal maupun perbandingan vertikal dalam dua data
seperti berikut ini:
35
1. Simpangan Baku Horisotal (X,Y)

…………………………..………………….………(II-8)

……………………………..……………….……...(II-9)

………………………………….………………… (II-10)

Keterangan :

= Koordinat hasil pengukuran Total Station

= Koordinat hasil pengukuran RTK Radio

= Koordinat hasil pengukuran RTK Radio uji

36
= Nilai simpangan baku atau standar deviasi easting

(X)

= Nilai simpangan baku atau standar deviasi

Nothing (Y)

= Nilai simpangan baku atau standar deviasi

pergeseran nilai jarak atau lateral

= Jumlah data

2. Simpangan Baku Vertikal (Z)

……………………………………………….……(II-11)

Keterangan :

= Elevasi hasil pengukuran Total Station

= Elevasi hasil pengukuran RTK Radio

= Elevasi hasil pengukuran RTK Radio uji

= Nilai simpangan baku atau standar deviasi elevasi (Z)

37
II.14.2 Uji F (Distribusi Fisher)
Uji F (Distribusi Fisher) adalah suatu analisis varians yang
memungkinkan untuk mengetahui apakah dua atau lebih mean populasi akan
bernilai sama dengan menggunakan data dari sampel masing – masing populasi.
Biasanya analisis varians lebih efektif digunakan untuk menguji tiga atau lebih
populasi.
 The null hypothesis, H0
Pernyataan yang memebandingkan statistic populasi dengan sampel.
Pernyataan ini mengindikasikan apa yang diharapkan dari populasi.
 The alternative hypothesis, Ha
Hipotesis yang diterima apabila H0 ditolak.
 The best statistic
Dihitung dari data sampel dan digunakan untuk menolak atau menerima
hipotesis nol
 The rejection region
Nilai untuk uji statistic dimana H0 ditolak. Jika statistic hitungan lebih
besar daripada nilai pada rejection region, hal tersebut menandakan
statistic sampel dari hipotesis nol berada diluar confidence interval.
Uji F pada penelitian ini menggunanan perbandingan antara variance dari dua set
sampel, rumus yang digunakan yaitu :

atau ………………..(II-12)

Keterangan :
= Varians populasi 1

= Varians populasi 2

F = Nilai F hitung
Tabel F distributions dibaca dengan

……………………………………………..................(II-13)

Keterangan :

atau = Nilai F tabel

38
Hipotesis nol ditolak jika :
 One tailed test digunakan untuk menguji apakah rata – rata sampel lebih
besar atau kecil daripada rata – rata populasi.

………………………………………………………..…(II-14)

 Two tailed test digunakan untuk menguji apakah rata – rata sampel
berbeda secara statistic dengan rata – rata populasi.

……………………………………………………...…(II-15)

II.15 Pedoman Standar Minimal INKINDO


Ikatan Nasional Konsultan Indonesia yang selanjutnya disebut INKINDO
merupakan asosiasi terkait yang berwenang dalam pembuatan pedoman standar
minimal setiap tahun untuk keperluan memenuhi kebutuhan perusahaan jasa
konsultasi nasional, yang digunakan sebagai alat bantu penyusunan penawaran
harga (usulan biaya) serta dapat digunakan pengguna jasa sebagai acuan dalam
menyusun rencana anggaran biaya (RAB) dan harga perkiraan sendiri (HPS)
untuk kegiatan jasa konsultasi. Pedoman standar minimal ini terdiri atas dua
komponen pokok yaitu Biaya Langsung Personil (Remuneration / Billing Rate)
dan Biaya Langsung Non Personil (Direct Cost). Beberapa ketentuan dalam
penggunaan pedoman standar minimal antara lain :
1. Biaya Langsung Personil (Remuneration / Billing Rate)
a. Biaya langsung personil untuk jasa konsultasi dihitung dengan
mempertimbangkan dan berdasarkan harga pasar yang berlaku dan wajar,
serta didukung dengan studi perbandingan, [enelitian komprehensif serta
dokumen-dokumen yang dapat dipertanggungjawabkan.
b. Biaya langsung personil ini berlaku untuk tenaga ahli nasional
c. Biaya langsing personil bagi seorang tenaga ahli yang memberikan jasa
konsultasi dihitung menurut jumlah satuan waktu tertentu (bulan, minggu,
hari, jam) ditetapkan berdasarkan pengalaman professional yang setara
(comparable experiences) sejak lulus dari pendidikan tinggi.
d. Biaya langsung personil tenaga sub professional tercantum dalam tabel
(II-4) berlaku untuk Provinsi DKI Jakarta (sebagai benchmark).

39
Tabel II-5. Biaya Personil Langsung (Ikatan Nasional Konsultan
Indonesia, 2018)

e. Indeks biaya langsung personil per provinsi dengan Benchmarkin DKI


Jakarta tercantum pada tabel (II-5) berikut.
Tabel II-6. Indeks Biaya Personil Langsung (Ikatan Nasional Konsultan
Indonesia, 2018)

40
f. Perhitungan konversi minimum biaya lagsung personil menurut satuan
waktu adalah sebagai berikut :

………………………………………..…………….(II-16)

……………………………………..………....(II-17)

…………………………………….…………..(II-18)

Dimana :
SBOB = Satuan Biaya Orang Bulanan (Persong Month Rate)
SBOM = Satuan Biaya Orang Mingguan (Persong Week Rate)
SBOH = Satuan Biaya Orang Harian (Persong Day Rate)
SBOJ = Satuan Biaya Orang Jam (Persong Hour Rate)
2. Biaya Langsung Non Personil (Direct Cost)
Biaya langsung non personil adalah biaya langsung yang diperlukan
untuk menunjang pelaksanaan kegiatan proyek yag dibuat dengan
mempertimbangkan dan berdasarkan harga pasar yang wajar dan dapat
dipertanggungjawabkan serta sesuai dengan perkiraan kegiatan. Biaya
langsung non personil ini terdiri dari tiga komponen (Ikatan Nasional
Konsultan Indonesia, 2018). Komponen tersebut antara lain :
 Reimbursable, adalah biaya yang dapat diganti yang sebenarnya
dikeluarkan oleh konsultan untuk pengeluaran-pengeluaran yang
sesungguhnya (at cost) dan kegiatan yang telah ditetapkan seperti :
dokumen perjalanan ke luar negeri, tiket transportasi darat/laut, kelebihan
bagasi, bagasi yang tidak dibawa sendiri, biaya perjalanan darat (local
travel), biaya pembelian kebutuhan proyek.
 Fixed Unit Rate, adalah biaya yang dikeluarkan oleh konsultan
berdasarkan harga satuan yang pasti dan tetap untuk unsur pekerjaan
41
dengan volume yang diperkirakan, seperti sewa peralatan penunjang
seperti : sewa kendaraan, sewa kantor proyek, sewa peralatan kantor, biaya
komunikasi, biaya operasional kantor proyek, biaya computer dan printer,
tunjangan harian, biaya pelaporan dan biaya sewa alat seperti pada tabel
berikut ini:

Tabel II-7. Daftar Harga Sewa Peralatan Penunjang


(www.globalsurveybandung.com, 2018)

Harga Sewa/
No. Alat Survei Kelengkapan
Hari

Total Station
prisma ads (2) prisma ak (1),
1 Topcon (all Rp. 250.000.-
stick (1), statip (3)
type)

Tabel II-8. Daftar Harga Sewa Peralatan Penunjang


(www.globalsurveybandung.com, 2018) Lanjutan

Total Station prisma ads (2) prisma ak (1),


2 Rp. 250.000.-
Sokkia stick (1), statip (3)

Total Station prisma ads (2) prisma ak (1),


3 Rp. 250,000.-
Nikon stick (1), statip (3)

GPS RTK Set Receiver GPS (2), Statip (1),


4 Rp. 1.500.000.-
Stick (1), Controller (1)

Dari daftar harga di atas maka dapat dihitung biaya peralatan yaitu :
Biaya sewa = Harga Sewa x Waktu pengukuran………………..(II-19)

42
Bab III Metodologi Penelitian

III.1 Lokasi Penelitian


Lokasi studi penelitian adalah pantai kawasan Marine Station Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro, Teluk Awur, Kabupaten
Jepara. Pantai Marine Station berada di wilayah 06o 37’ 02” - 06o 37’ 45” Lintang
Selatan dan 110 o 38’ 0.5” - 110 o 38’ 28.1” Bujur Timur dengan panjang pantai
sekitar 1,5 km.

Gambar III-14. Sketsa Lokasi Penelitian

Keadaan pantai Marine Station berdasarkan survey pendahuluan yang


telah dilakukan dapat dibagi menjadi beberapa bagian, pertama pantai dengan
kenampakan buatan seperti dermaga, tembok pemecah ombak, dan karamba
nelayan. Kedua pantai dengan tumbuhan mangrove di beberapa bagian. Ketiga
pantai landai berpasir yang dapat dikatakan cukup mendominasi.

43
III.2 Data Penelitian
Persiapan dan pelaksanaan penelitan ini menggunakan beberapa data,
peralatan dan software yang mendukung. Data yang digunakan dalam tugas akhir
ini dapat dilihat pada tabel III-1 berikut:
Tabel III-9III-10. Data Penelitian

No Data Sumber

Pengamatan Pasut lokal, Data


1 Data Pasang Surut
Stasiun Pasut BIG Jepara

Pengamatan Satelit GNSS metode


2 Data Koordinat Benchmark
statik

3 Data CORS Data CORS BIG

Data Koordinat Titik Garis


4 Pengukuran metode RTK
Pantai

Data Koordinat Titik Garis Pengukuran metode terestris dengan


5
Pantai pembanding Total Station

Citra Resolusi Tinggi Teluk


6 Bing
Awur

7 Data Indeks Biaya Billing Rate INKINDO 2018

www.globalsurveybandung.com,
8 Data Harga Alat Survey
2018

III.3 Peralatan Pengolahan Data


Perangkat pengolahan data terdiri dari 2 (dua) perangkat, yaitu
perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software):

44
III.3.1 Perangkat Keras (Hardware)
Perangkat keras yang digunakan untuk penelitian ini dapat dilihat
pada tabel III-2 berikut.

Tabel III-11. Perangkat Keras


No. Nama Perangkat Kegunaan
Pengamatan GNSS Metode Statik dan RTK
1 GNSS Receiver
Radio
2 Total Station Pengukuran Terestris Situasi
3 Laptop Pengolahan Data
4 Stopwatch Pengukur Waktu
5 Kamera Dokumentasi Kegiatan Penelitian

III.3.2 Perangkat Lunak (Software)


Perangkat lunak yang digunakan untuk mendukung penelitian ini
dapat dilihat pada tabel III-3 berikut.
Tabel III-12. Perangkat Lunak
Nama Perangkat
No. Kegunaan
Lunak
Pengolahan Data Total Station, Data Pasut,
1 Microsof Office Excel Data Kerangka Vertikal, Data RTK Radio, Uji
Ketelitian Peta, dan Uji F
Pengolahan Data Pengamatan GNSS Statik dan
2 Topcon Tools
Data RTK Radio
3 Topcon Surv Survei GNSS dengan Metode RTK
4 Surfer 14 Interpolasi Data Ukur dengan Metode Krigging
5 Microsoft Office Word Pembuatan Laporan
6 Arcmap 10.5 Pembuatan Peta

45
III.4 Diagram Alir Penelitian
Berikut merupakan diagram alir dari penelitian ini :

Studi Literatur

Pengumpulan Data

Data Pasang Data Kerangka Pengamatan GPS Data Citra


Surut Air Laut Vertikal Metode Statik CORS Satelit

Pengolahan Data Pasut Pengolahan Data Pengolahan Titik Kontrol


dengan Least Square Kerangka Vetikal (Benchmark)

Chart
Datum

Koordinat BM
Kontrol

Pengukuran Terestris Pengukuran GNSS Metode


Metode Total Station RTK Radio

Koordinat Hasil Koordinat Hasil


Pengukuran Pengukuran

Pengolahan Data Koordinat Pengolahan Data Koordinat

Pembuatan DEM dan Kontur Pembuatan DEM dan Kontur


dengan Arcmap v.10.5 dengan Arcmap v.10.5

DEM dan Kontur DEM dan Kontur


Hasil dari TS Hasil dari RTK Radio

Overlay

Peta Garis Pantai

Uji Statistik

Analisis Hasil

Kesimpulan dan Pembuatan


Laporan

46
Gambar III-15. Diagram Alir
III.5 Pelaksanaan Penelitian
Pada penelitian ini terdapat beberapa tahapan yang dilakukan, secara
garis besar tahapan penelitian yang dilakukan terdiri dari persiapan, pengumpulan
data, pengolahan data, analisis data, dan kesimpulan. Berikut penjelasan
mengenai tahapan – tahapan dalam penelitian ini sesuai dengan diagram alir
penelitian:

III.5.1 Persiapan
Tahap ini meliputi beberapa bagian, yaitu :
1. Studi Literatur
Studi literatur dilakukan untuk memperdalam materi dan memperluas
wawasan serta menambah informasi yang berkaitan dengan topik penelitian
seperti pengukuran GNSS, RTK Radio, GNSS Statik, pengukutan total
station, dan pengukuran garis pantai sesuai dengan judul penelitian.

2. Administrasi Perijinan
Administrasi perijinan meliputi pembuatan surat dan dokumen yang
dibutuhkan saat akuisisi data lapangan agar pada saat pengambilan data
berlangsung dapat berjalan lancar dan legal.
3. Pengadaan Alat dan Bahan
Alat dan Bahan yang digunakan pada penelitian ini berasal dari
Laboratorium Survei dan Pemetaan Dasar Departemen Teknik Geodesi
Undip, sedangkan bahan – bahan yang dibutuhkan lebih dahulu dipersiapkan
sebelumnya.
4. Survei Lapangan dan Penentuan Lokasi Penelitian
Survei lapangan dan penentuan lokasi penelitian dilakukan agar kriteria
lokasi sesuai dengan yang dikaji dalam penelitian ini.

III.5.2 Pengumpulan Data


Pengumpulan data berupa data pengukuran situasi pantai dengan GNSS
metode RTK - Single Base (RTK – Radio), GNSS metode Statik, dan pengukuran
terestris menggunakan Total Station. Dimana pengukuran GNSS metode Statik
diikatkan pada base station CORS BIG stasiun CSEM, CJPR dan CPWD.
Sedangkan pengukuran GNSS metode RTK- Single Base dan pengukuran Total
47
Station diikatkan pada Benchmark yang telah diamati degan GNSS metode Statik
sebelumnya. Semua pengukuran dilakukan sekali saja.

III.5.2.1 Pengamatan GNSS


Pengamatan GNSS yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan
dua metode, yaitu :
1. Metode Statik
Pengamatan GNSS metode statik dilakukan untuk mendapatkan
koordinat titik kontrol yang ada di lapangan dengan jumlah dua buah titik kontrol
(BM), koordinat titik kontrol tersebut akan digunakan dalam pengukuran situasi
pantai secara terestris dengan menggunakan Total Station dan pengukuran GNSS
metode RTK – Radio. Pengamatan GNSS metode statik ini diikatkan terhadap
Stasiun CORS Jepara, Purwodadi, dan Semarang, untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada gambar III-3 Pada pengukuran ini menggunakan alat 2 receiver
GNSS Topcon HiPer SR yang didirikan di titik kontrol (BM) untuk lebih jelasnya
dapat gilihat pada gambar III-4. Pemilihan titik kontrol ini berada di tempat
terbuka yang terbebas dari obstruksi dan tempat strategis agar dapat dijangkau
dengan pengukuran metode terestris dengan Total Station dan menjaga
keterjangkauan antara Base dengan Rover pada pengkuran RTK – Radio. Hasil
pengamatan GNSS metode statik ini dilakukan secara post processing.

Gambar III-16. Sketsa Pengamatan GNSS Terhadap Stasiun CORS


48
Gambar III-17 Pengamatan GNSS Metode Statik pada BM MKM
2. Metode RTK – Radio (Single Base)
Pengukuran RTK – Radio dilakukan untuk pengukuran situasi
pantai, dimana titik – titik koordinat yang diperoleh secara real – time.
Alat yang digunakan dalam pengukuran ini adalah receiver GNSS Topcon
Hiper II yang dilengkapi dengan controller FC – 250 yang menggunakan
software TopSurv 8. Sebelum melakukan pengukuran, ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan dengan cermat dan teliti baik dari segi teknis
maupun non teknis diantaranya sebagai berikut :
a. Cek dan persiapkan peralatan serta perlengkapan yang akan digunakan
dalam pengukuran dengan baik dan teliti.
b. Pastikan baterai receiver GNSS dan controller sudah terisi saat akan
dipakai.
c. Lindungi alat untuk antisipasi perubahan cuaca maupun menghindari
uap air laut.
d. Pastikan semua peralatan yang akan digunakan dalam keadaan normal
dan siap pakai.
Ilustrasi dari pengukuran RTK – Radio dapat dilihat pada gambar III-5
dan untuk ilustrasi sketsa pengukuran lokasi penelitian pada gambar III-
6:

49
Gambar III-18. Proses Pengukuran GNSS metode RTK Radio

Gambar III-19. Sketsa Lokasi Pengukuran


Pengoperasian software Topsurv 8 pada controller Topcon FC –
250, terdapat beberapa langkah, yaitu :
1. Aktifkan perangkat controller FC – 250 dan buka software
TopSURV 8.

Gambar III-20. Tampilan start up Topsurv 8


50
2. Membuat Job baru kemudian pilih Next, lalu masuk ke
Survey Configuration pilih MyRTK. Jika sudah klik pada
tombol tab disebelahnya.

Gambar III-21. Membuat Job baru


3. Pada tab Configuration pilih myRTK kemudian klik tombol
edit. Setelah masuk tab Config: Survey klik next. Isikan
parameter receiver sesuai dengan merk dan jenis receiver
yang digunakan.

51
Gambar III-22. Konfigurasi pengukuran RTK
4. Melakukan pengaturan parameter pada Base Station dengan
masuk pada tab Config: BaseReceiver. Kemudian isi jenis
receiver dan antenna dengan Hiper II dan tinggi Base
Station lalu klik next.

Gambar III-23. Pengaturan base station


5. Setelah mengatur konfigurasi Base Station, lakukan
konfigurasi radio pada Base Station seperti gambar di bawah
ini kemudian klik next.

52
Gambar III-24. Konfigurasi parameter radio RTK

6. Lakukan konfigurasi parameter pada Rover sama seperti saat


konfigurasi Base Station lalu klik next.

Gambar III-25. Konfigurasi receiver rover

7. Setelah konfigurasi Rover Receiver, lalu lakukan konfigurasi


parameter survei yang akan dilakukan seperti pada gambar
berikut kemudian klik next.

Gambar III-26. Konfigurasi parameter pengukuran RTK

8. Melakukan konfigurasi lanjutan, yaitu memilih jenis sinyal


satelit yang digunakan. Pilih GPS+GlONASS dan beri tanda

53
pada parameter Multipath (default) kemudian klik next lalu
klik tanda centang hijau.

Gambar III-27. Konfigurasi lanjutan pengukuran RTK

9. Mengatur konfigurasi Receiver pada Base Station, pertama


lakukan pengaturan koneksi antara controller dengan Base
Receiver melalui menu Connection pada Topsurv.

Gambar III-28. Koneksi controller dengan receiver

10. Masuk ke menu Setup, lalu pilih Start Base kemudian isi
parameter berupa nama Base Station, koordinat Base, tinggi
alat lalu konfigurasi radio yang digunakan. Setelah selesai
pilih Start Base.

Gambar III-29. Pengaturan base station


54
11. Setelah Base Receiver siap digunakan, sebelum melakukan
survei lakukan konfigurasi Rover Receiver melalui menu
Survei. Konfigurasi radio dan tinggi receiver. Setelah itu
pengukuran RTK – Radio siap dilakukan dengan solusi
sinyal yamg telah diatur.

Gambar III-30. Pengukuran situasi dengan RTK

III.5.2.2 Pengukuran Metode Terestris dengan Total Station


Pengukuran garis pantai dengan pengukuran metode terestris
dengan Total Station dilakukan dengan mengikat titik kontrol (BM) yang
sama dan menggunakan titik – titik atau patok yang sama di sepanjang
pantai yang digunakan untuk penelitian, untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada ilustrasi gambar III-6. Pengukuran dilakukan oleh surveyor
menggunakan Jalon dan reflector untuk mengambil titik – titik detil di
area pantai dan laut kurang lebih sama dengan titik – titik detil yang
diukur dengan metode GNSS RTK – Radio. Data pengukuran metode
terestris dengan Total Station akan digunakan sebagai data pembanging
dengan pengukuran GNSS metode RTK – Radio. Gambar III-18 berikut
merupakan ilustrasi pengukuran dengan Total Station.

Gambar III-31. Pengukuran garis pantai dengan Total Station


55
III.6 Pengolahan Data
Berikut merupakan pengolahan data hasil pengamatan GNSS metode
Statik, data pasang surut, pengolahan data kerangka vertikal, pengukuran Total
Station, pengukuran RTK Radio dan uji peta.
III.6.1 Pengolahan Data GPS
Pada penelitian ini pengolahan data pengamatan GNSS metode statik
guna pengadaaan titik kontrol. Dalam pengolahan data GNSS ini menggunakan
software Topcon Tools 8.2.3, dimana software ini merupakan bawaan dari
perangkat Topcon. Langkah - langkah dalam melakukan pengolahan data GPS
dengan metode radial adalah sebagai berikut:
1. Pertama membuka software Topcon Toolsv.8.2 yang sudah terinstal
pada PC/ Laptop.

Gambar III-32 Tampilan Icon Topcon Tools


2. Membuat job untuk pekerjaan pengukuran dengan cara mengklik
toolbar Job, lalu memilih Create a New Job.

Gambar III-33 Tampilan Create a New Job


3. Mengatur Job Configuration dan mengatur waktu wilayah dimana
dilakukan pengukuran, dengan cara memilih Job → Job
56
Configuration → Display→ Time. Kemudian memilih (UTC+07.00)
Bangkok, Hanoi, Jakarta.

Gambar III-34 Tampilan Job Configuration Display

4. Mengatur sistem koordinatnya dengan cara mengklik Coordinate


System → Setup. Setelah itu, pada Projection memilih zona wilayah
daerah pengukuran (zone 49), pada datum dipilih WGS 84, dan pada
Coordinate Type pilih WGS84 X, Y, Z.

Gambar III-35 Tampilan Job ConfigurationCoordinate System

5. Memilih Adjustment→ General. Pada Confidence Level pilih 95%


untuk pengaturan selang kepercayaan, lalu memilih By Quality
Control pada Rejection Criterion.

57
Gambar III-36 Tampilan Job Configuration Adjusment

6. Melakukan cek Quality Control pada ketelitian posisi horizontal dan


vertikalnya. Dimana di dalam toolbox tersebut ketelitian posisi
horizontal sebesar 2 cm dan ketelitian posisi vertikalnya 5 cm untuk
metode Post Processing Statik.

Gambar III-37 Tampilan Job Configuration Quality Control

7. Melakukan import data hasil pengukuran dengan cara mengklik


toolbar Job, memilih menu Import, dan nantinya akan muncul Tool
Box seperti dibawah ini:

Gambar III-38 Tampilan Tool Box Import


58
Kemudian memilih data yang akan diimport lalu membuka data
dengan memiih open. Lalu akan muncul tampilan seperti dibawah ini :

Gambar III-39 Tampilan Baseline Data Pengamatan


8. Mengisi data pada tab GPS Occupations yaitu data jenis antena dan
tinggi alat. Pada Antena Height Method dipilih slant sedangkan untuk
cors dipilih vertical.

Gambar III-40 Tampilan GPS Occcupations


9. Memasukkan koordinat benar Base dengan cara mengklik kanan pada
jendela Topcon Tool→Properties →Apply dan mengganti nama file
seperti gambar di bawah ini.

Gambar III-41 Tampilan Jendela Properties

59
Gambar III-42 Tampilan Jendela Pengisian Koordinat Benar
10. Hasil dari titik yang diinput berupa titik dan baseline yang
menghasilkan tampilan seperti di bawah ini:

Gambar III-43 Tampilan Baseline Data Pengamatan dan Base Metode Radial
11. Memasukkan tinggi alat dan jenis antenna, untuk metode radial
matikan baseline antar CORS lalu mulai proses post processing
dengan cara mengklik Process, pilih GPS+ post processing yang
akan menghasilkan data sebagai berikut:

60
Gambar III-44 Jendela Process dan Hasil Gambar
12. Melakukan proses adjustment yaitu dengan cara memblok baseline
yang ada, lalu mengklik toolbar Process, kemudian memilih menu
Adjustment.

Gambar III-45 Jendela Process dan Adjusment


Dari hasil Adjustment di atas diketahui bahwa Equations yang
digunakan ada 4, tetapi yang ditolak ada 1. Agar semua diterima
maka perlu dilakukan koreksi terhadap titik tersebut.
13. Menampilkan informasi data hasil pengukuran dengan mengklik
toolbar View, lalu memilih Ocuupation view.

61
Gambar III-46 Occupation View
14. Tampilan jendela Occupation view akan muncul sehingga dapat
dilihat waktu perekaman data, interval perekaman, dll.

Gambar III-47 Tampilan Jendela Occupation View

15. Menyeleksi titik-titik yang akan dikoreksi dengan cara mengklik titik-
titik tersebut agar didapatkan data yang lebih baik.

62
Gambar III-48 Tampilan Occupation View untuk dikoreksi

16. Menghilangkan titik-titik yang akan di hilangkan untuk


memperbaiki data dengan cara mengklik kanan pada titik yang
diinginkan, kemudian memiih disable.

Gambar III-49 Tampilan Occupation View untuk menghilangkan titik

17. Mengulangi proses post processing dan adjustment hingga


menghasilkan data yang baik dan dapat diterima.

Gambar III-50 Standar deviasi metode radial


18. Setelah proses adjustment diterima atau tidak ada data yang ditolak,
maka proses selanjutnya adalah mengklik toolbar Process, lalu
memilih menu Compute Coordinates, kemudian mengklik Compute

63
Coordinates.

Gambar III-51 Tampilan Jendela Proses Compute Coordinate

III.6.2 Pengolahan Data Pasang Surut


Pada penelitian ini dilakukan pengolahan data pasang surut muka air
laut untuk pengikatan ketinggian terhadap datum. Data pasang surut diperoleh
dari stasiun pasang surut Badan Informasi Geospasial Jepara dengan lama
pengamatan 30 hari dari tanggal 14 April sampai dengan 14 Mei yang akan
diikatkan dengan pasang surut di area penelitian yaitu Marine Statiop Techno
Park FPIK Undip Jepara. Untuk langkah – langkah pengolahannya adalah sebagai
berikut :
1. Menyiapkan data pasang surut Stasiun Jepara tanggal 14 April sampai
dengan 14 Mei 2018. Format awalh data yang diperoleh berupa (.txt)
seperti dalam gambar beikut ini.

Gambar III-52. Data Pasut Stasiun BIG Jepara


64
2. Langkah pertama yaitu melakukan penyusunan data pengamatan pasang
surut setiap jam selama 29 hari. Dimana data yang digunakan adalah data
pengamatan pada tanggal 16 April sampai dengan 14 Mei 2018.

Gambar III-53 Contoh Tampilan Penyusunan Data Pasang Surut Seperti


Skema 1
3. Langkah selanjutnya adalah dengan menyusun konstanta perhitungan
pasang surut yang akan digunakan untuk penentuan matrix A.

Gambar III-54 Kosntanta pasang surut


4. Untuk langkah ketiga adalah pembuatan matrix A, yaitu dengan
melakukan perkalian setiap data yang ada sesuai dengan komponennya
masing-masing, ukuran dari matrix A adalah 696x19.

65
Gambar III-55 Tampilan matrix A
5. Setelah selesai penyusunan matrix A maka selanjutnya melakukan
penyusunan matrix L, yaitu dengan mengurutkan data pengamatan setiap
jamnya sesuai dengan hari pengamatannya, maka dalam matrix L ukuran
matrixnya adalah 696x1.

Gambar III-56 Tampilan matrix L


6. Langkah selanjutnya melakukan perhitungan matrix X yaitu dengan
melakukan proses pengolahan matrixnya sesuai dengan rumus:
((At.A)-1.(At.L))
Dari perhitungan matrix L akan didapat 19 parameter yang akan
digunakan untuk menentukan amplitudo dan phase.

66
Gambar III-57 Tampilan matrix X
7. Selanjutnya proses menentukan amplitudo dan phase dengan
menggunakan rumus sesuai dengan ketentuan.

Gambar III-58 Tampilan hasil perhitungan amplitudo dan phase


8. Langkah terakhir adalah perhitungan HHWL, MHWL, MSL, MLWL,
CDL, LLWL dan LAT.

Gambar III-59 Tampilan hasil pengolahan pasang surut


9. Nantinya hasil proses pengolahan pasang surut dari metode least square
dapat dinyatakan dalam bentuk grafik.

67
Gambar III-60. Chart Datum Hasil Perhitungan

III.6.3 Pengolahan Data Kerangka Vertikal


Data koordinat Benchmark yang telah diperoleh dari hasil pengolahan
data GPS pada penelitian ini, masih menggunakan data tinggi geometris. Oleh
sebab itu diperlukan pengolahan data jarring kerangka vertikal untuk
mengikatkan Benchmark yang digunakan dalam penelitian ini terhadap datum
yang diperoleh dari pengolahan data pasang surut menggunakan data pengukuran
sipat datar. Langkah – langkah pengolahan data kerangka vertikal hasil
pengukuran adalah sebagai berikut :

1. Menyiapkan data hasil pengukuran sipat datar palem pasut terhadap


Benchmark dan pengukuran sipat datar untuk jaring kerangka
vertikal.

68
Gambar III-61. Data hasil pengukuran sipat datar
2. Melakukan perhitungan Bowditch pada data hasil pengukuran sipat
datar pada pengamatan pasut.
TOPO 2: HITUNGAN WATERPAS
LOKASI = TANGGAL = HAL:
DIUKUR OLEH = CUACA =
SEKSI = DARI KE ALAT UKUR =
DIPERIKSA OLEH = NO. ALAT UKUR =
No. titik Beda tinggi
Tinggi titik No. titik Keterangan
Dari Ke Pergi Pulang Rata-rata Koreksi Definitif

2.557 BM DMG
BM 6 P1 -2.416 2.415 -2.415 0.0003
-2.415
0.142 P1
P1 PL -0.140 0.141 -0.140 0.0003
-0.140
0.000 PL
PL P1 0.140 -0.142 0.141 0.0003
0.141
0.141 P1
P1 BM 6 2.415 -2.417 2.416 0.0003
2.416
2.557 BM DMG

Jumlah -0.001 -0.003 0.001 0.001 0.000

Gambar III-62. Hasil perhitungan Bowditch waterpass tertutup.


3. Pengolahan data pengukuran sipat datar untuk jaring kerangka
vertikal dengan perhitungan metode Bowditch.
LABORATORIUM PENGUKURAN DAN PEMETAAN
PROGAM STUDI TEKNIK GEODESI FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
Jl. Prof. Soedarto, SH Gedung Bersama Lt 3 Tembalang Kode Pos 50275 Semarang
Telp. (024) 76480785, Fax. (024) 76480788 E-mail : jurusan@geodesi.ft.undip.ac.id

TOPO 2: HITUNGAN WATERPAS


LOKASI = TANGGAL = HAL:
DIUKUR OLEH = CUACA =
SESKSI = DARI KE ALAT UKUR =
DIPERIKSA OLEH = NO. ALAT UKUR =
No. titik Beda tinggi Tinggi titik
No. titik Keterangan
Dari Ke Pergi Pulang Rata-rata Koreksi Definitif 2
BM DMG BM UDP -0.180 0.181 -0.181 -0.00015 -0.181 1.819 BM UDP
BM UDP P1 -0.075 0.073 -0.074 -0.00015 -0.074 1.745 P1
P1 P2 0.168 -0.168 0.168 -0.00015 0.168 1.913 P2
P2 P3 -0.062 0.063 -0.063 -0.00015 -0.063 1.850 P3
P3 P4 -0.016 0.014 -0.015 -0.00015 -0.015 1.835 P4
P4 P5 0.169 -0.167 0.168 -0.00015 0.168 2.003 P5
P5 P6 -0.178 0.178 -0.178 -0.00015 -0.178 1.825 P6
P6 P7 0.009 -0.007 0.008 -0.00015 0.008 1.833 P7
P7 P8 0.0505 -0.051 0.051 -0.00015 0.051 1.883 P8
P8 PB1 0.042 -0.042 0.042 -0.00015 0.042 1.925 PB1
PB1 P9 0.162 -0.161 0.162 -0.00015 0.161 2.086 P9
P9 PB2 -0.076 0.077 -0.077 -0.00015 -0.077 2.010 PB2
PB2 P10 -0.158 0.160 -0.159 -0.00015 -0.159 1.851 P10
P10 P11 -0.021 0.020 -0.021 -0.00015 -0.021 1.830 P11
P11 PB3 0.139 -0.138 0.139 -0.00015 0.138 1.969 PB3
PB3 P12 0.046 -0.044 0.045 -0.00015 0.045 2.013 P12
P12 P13 0.082 -0.082 0.082 -0.00015 0.082 2.095 P13
P13 P14 -0.462 0.463 -0.462 -0.00015 -0.462 1.633 P14
P14 P15 0.066 -0.064 0.065 -0.00015 0.065 1.698 P15
P15 P15.1 0.083 -0.087 0.085 -0.00015 0.085 1.783 P15.1
P15.1 P15.2 -0.223 0.223 -0.223 -0.00015 -0.223 1.559 P15.2
P15.2 BM MKM 0.178 -0.179 0.179 -0.00015 0.178 1.738 BM MKM
BM 4 PB 4 -0.179 0.179 -0.179 -0.00015 -0.179 1.559 PB 4
PB 4 BM LAP 0.355 -0.355 0.355 -0.00015 0.355 1.913 BM LAP
BM LAP P16 -0.356 0.356 -0.356 -0.00015 -0.356 1.557
P16 P17 0.180 -0.180 0.180 -0.00015 0.180 1.737
P17 P18 -0.178 0.179 -0.179 -0.00015 -0.179 1.558
P18 P19 0.2200 -0.220 0.220 -0.00015 0.220 1.778
P19 P20 -0.0900 0.090 -0.090 -0.00015 -0.090 1.688
P21 P22 -0.067 0.067 -0.067 -0.00015 -0.067 1.621
P22 P23 0.465 -0.465 0.465 -0.00015 0.465 2.086
P23 P24 -0.081 0.081 -0.081 -0.00015 -0.081 2.005
P24 P25 -0.045 0.046 -0.046 -0.00015 -0.046 1.959
P25 P26 -0.137 0.137 -0.137 -0.00015 -0.137 1.822
P26 P27 0.026 -0.030 0.028 -0.00015 0.028 1.850
P27 P28 0.158 -0.157 0.158 -0.00015 0.157 2.007
P28 P29 0.077 -0.075 0.076 -0.00015 0.076 2.083
P29 P30 -0.160 0.161 -0.161 -0.00015 -0.161 1.922
P30 P31 -0.041 0.040 -0.041 -0.00015 -0.041 1.882
P31 P32 -0.052 0.051 -0.052 -0.00015 -0.052 1.830
P32 P33 -0.007 0.007 -0.007 -0.00015 -0.007 1.823
P33 P34 0.181 -0.181 0.181 -0.00015 0.181 2.004
P34 P35 -0.168 0.169 -0.169 -0.00015 -0.169 1.835
P35 P36 0.019 -0.017 0.018 -0.00015 0.018 1.853
P36 P37 0.062 -0.061 0.062 -0.00015 0.061 1.914
P37 P38 -0.169 0.169 -0.169 -0.00015 -0.169 1.745
P38 P39 0.075 -0.073 0.074 -0.00015 0.074 1.819
P39 BM DMG 0.181 -0.181 0.181 -0.00015 0.181 2.000
Jumlah 0.013 -0.002 0.007 -0.007
Toleransi =
Salah penutup =
Jumlah jarak =

Gambar III-63. Hasil perhitungan metode Bowditch jarring kerangka


vertikal.

69
4. Pengikatan datum vertikal terhadap Benchmark yang digunakan
untuk penelitian dengan menambahkan beda tinggi antara nol palem
dengan datum vertikal terhadap hasil perhitungan beda tinggi
Benchmark dengan palem pasut.
TOPO 2: HITUNGAN WATERPAS
LOKASI = TANGGAL = HAL:
DIUKUR OLEH = CUACA =
SEKSI = DARI KE ALAT UKUR =
DIPERIKSA OLEH = NO. ALAT UKUR =
No. titik Beda tinggi
Tinggi titik No. titik Keterangan
Dari Ke Pergi Pulang Rata-rata Koreksi Definitif

0.000 PALEM
PL P1 0.141
0.141 P1
P1 BM DMG 2.414
2.555 BM DMG

0.952 MSL DATUM

1.603 BM DMG TINGGI BARU


Jumlah 0.000 0.000 2.555 0.000 0.000

Gambar III-64. Hasil perhitungan Benchmark terhadap datum vertikal.


5. Setelah mengikatkan tinggi terhadap datum vertikal maka dilakukan
perhitungan tinggi titik lainnya pada kerangka vertikal sebelumnya.
LABORATORIUM PENGUKURAN DAN PEMETAAN
PROGAM STUDI TEKNIK GEODESI FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
Jl. Prof. Soedarto, SH Gedung Bersama Lt 3 Tembalang Kode Pos 50275 Semarang
Telp. (024) 76480785, Fax. (024) 76480788 E-mail : jurusan@geodesi.ft.undip.ac.id

TOPO 2: HITUNGAN WATERPAS


LOKASI = TANGGAL = HAL:
DIUKUR OLEH = CUACA =
SESKSI = DARI KE ALAT UKUR =
DIPERIKSA OLEH = NO. ALAT UKUR =
No. titik Beda tinggi Tinggi titik
No. titik Keterangan
Dari Ke Pergi Pulang Rata-rata Koreksi Defi nitif 3.50663
BM DMG BM UDP -0.180 0.181 -0.181 -0.00015 -0.18065 3.326 BM UDP
BM UDP P1 -0.075 0.073 -0.074 -0.00015 -0.07415 3.252 P1
P1 P2 0.168 -0.168 0.168 -0.00015 0.16785 3.420 P2
P2 P3 -0.062 0.063 -0.063 -0.00015 -0.06265 3.357 P3
P3 P4 -0.016 0.014 -0.015 -0.00015 -0.01515 3.342 P4
P4 P5 0.169 -0.167 0.168 -0.00015 0.16785 3.510 P5
P5 P6 -0.178 0.178 -0.178 -0.00015 -0.17815 3.332 P6
P6 P7 0.009 -0.007 0.008 -0.00015 0.00785 3.339 P7
P7 P8 0.0505 -0.051 0.051 -0.00015 0.05060 3.390 P8
P8 PB1 0.042 -0.042 0.042 -0.00015 0.04160 3.432 PB1
PB1 P9 0.162 -0.161 0.162 -0.00015 0.16135 3.593 P9
P9 PB2 -0.076 0.077 -0.077 -0.00015 -0.07665 3.516 PB2
PB2 P10 -0.158 0.160 -0.159 -0.00015 -0.15890 3.357 P10
P10 P11 -0.021 0.020 -0.021 -0.00015 -0.02065 3.337 P11
P11 PB3 0.139 -0.138 0.139 -0.00015 0.13835 3.475 PB3
PB3 P12 0.046 -0.044 0.045 -0.00015 0.04485 3.520 P12
P12 P13 0.082 -0.082 0.082 -0.00015 0.08185 3.602 P13
P13 P14 -0.462 0.463 -0.462 -0.00015 -0.46240 3.139 P14
P14 P15 0.066 -0.064 0.065 -0.00015 0.06485 3.204 P15
P15 P15.1 0.083 -0.087 0.085 -0.00015 0.08485 3.289 P15.1
P15.1 P15.2 -0.223 0.223 -0.223 -0.00015 -0.22315 3.066 P15.2
P15.2 BM MKM 0.178 -0.179 0.179 -0.00015 0.17835 3.244 BM MKM
BM 4 PB 4 -0.179 0.179 -0.179 -0.00015 -0.17915 3.065 PB 4
PB 4 BM LAP 0.355 -0.355 0.355 -0.00015 0.35485 3.420 BM LAP
BM LAP P16 -0.356 0.356 -0.356 -0.00015 -0.35615 3.064
P16 P17 0.180 -0.180 0.180 -0.00015 0.17985 3.244
P17 P18 -0.178 0.179 -0.179 -0.00015 -0.17865 3.065
P18 P19 0.2200 -0.220 0.220 -0.00015 0.21985 3.285
P19 P20 -0.0900 0.090 -0.090 -0.00015 -0.09015 3.195
P21 P22 -0.067 0.067 -0.067 -0.00015 -0.06715 3.128
P22 P23 0.465 -0.465 0.465 -0.00015 0.46485 3.593
P23 P24 -0.081 0.081 -0.081 -0.00015 -0.08115 3.511
P24 P25 -0.045 0.046 -0.046 -0.00015 -0.04565 3.466
P25 P26 -0.137 0.137 -0.137 -0.00015 -0.13715 3.329
P26 P27 0.026 -0.030 0.028 -0.00015 0.02785 3.356
P27 P28 0.158 -0.157 0.158 -0.00015 0.15735 3.514
P28 P29 0.077 -0.075 0.076 -0.00015 0.07585 3.590
P29 P30 -0.160 0.161 -0.161 -0.00015 -0.16065 3.429
P30 P31 -0.041 0.040 -0.041 -0.00015 -0.04065 3.388
P31 P32 -0.052 0.051 -0.052 -0.00015 -0.05165 3.337
P32 P33 -0.007 0.007 -0.007 -0.00015 -0.00715 3.330
P33 P34 0.181 -0.181 0.181 -0.00015 0.18085 3.510
P34 P35 -0.168 0.169 -0.169 -0.00015 -0.16865 3.342
P35 P36 0.019 -0.017 0.018 -0.00015 0.01785 3.360
P36 P37 0.062 -0.061 0.062 -0.00015 0.06135 3.421
P37 P38 -0.169 0.169 -0.169 -0.00015 -0.16915 3.252
P38 P39 0.075 -0.073 0.074 -0.00015 0.07385 3.326
P39 BM DMG 0.181 -0.181 0.181 -0.00015 0.18085 3.506
Jumlah 0.013 -0.002 0.007 -0.007
Toleransi =
Salah penutup =
Jumlah jarak =

Gambar III-65. Data hasil perhitungan tinggi terhadap Datum Vertikal

70
III.6.4 Pengolahan Data Hasil Pengukuran Terestris dengan Total Station
Pengukuran terestris dengan Total Station untuk mendapatkan garis
pantai dilakukan dengan pengukuran situasi di wilayah studi. Pada penelitian ini
menggunakan metode pengukuran sudut dan jarak kemudian diolah untuk
mendapatkan titik – titik koordinat serta tinggi situasi. Dimana proses
pengolahannya sebagai berikut.

1. Menyiapkan data hasil pengukuran pada Total Station untuk


dilakukan export data.
2. Melakukan download data koordinat N, E, Z dari Total Station
secara langsung dalam bentuk format data comma delimited (.csv)
Name X Y Z Description
1sh1 460057.7 9267797 28.3238 sh
1sh2 460065.2 9267797 28.22741 sh
1sh3 460049.3 9267798 27.21055 sh
1sh4 460039.3 9267798 26.87711 sh
1sh5 460022.6 9267801 26.76652 sh
1sh6 460003 9267803 26.63609 sh
2sh1 460055.8 9267822 28.05804 sh
2sh2 460059.3 9267817 28.30025 sh
2sh3 460047.7 9267823 27.02422 sh
2sh4 460040.4 9267823 26.99981 sh
2sh5 460015.8 9267827 26.72947 sh
2sh6 459998 9267830 26.68743 sh
3sh2 460042.1 9267851 27.16978 sh
3sh3 460033.6 9267852 27.03428 sh
3sh4 460016 9267854 26.68445 sh
3sh5 459991.5 9267854 26.67408 sh
4sh1 460050.2 9267875 28.16583 sh
4sh2 460054.3 9267870 28.0987 sh
4sh3 460040.3 9267879 27.19187 sh
4sh4 460032 9267878 27.01798 sh
4sh5 460013.2 9267879 26.7651 sh
4sh6 459990.5 9267878 26.80183 sh

Gambar III-66. Data Hasil Pengunduhan Dari Total Station


3. Setelah mengunduh data, buka data pada program Microsoft Office
Excel untuk melakukan pengolahan data koordinat hasil pengukuran
Total Station dengan referensi datum yang digunakan. Datum
vertikal mean sea level (MSL), higher high waterlevel (HHWL),
dan lower low water level (LLWL).

71
Koordinat Total Station
No Nama Titik E (m) N (m) Z (m)
1 BASE 460185.369 9267761.959 1.517
2 P1 460054.414 9267797.424 0.925
3 P2 460051.168 9267823.234 -0.039
4 P3 460046.582 9267851.626 0.213
5 P4 460044.879 9267879.340 0.098
6 P5 460043.722 9267915.442 0.235
7 P6 460038.613 9267944.516 -0.066
8 P7 460036.552 9267974.492 -0.167
9 P8 460034.002 9268009.315 -0.233

Gambar III-67. Data Koordinat Total Station dengan Referensi Tinggi


MSL.
4. Buka Surfer 14

Gambar III-68. Program Surfer14


5. Membuat Plot Baru, klik pada pilihan New Plot

Gambar III-69. Membuat Plot Baru pada Surfer


6. Workspace pada Surfer 14

72
Gambar III-70. Workspace pada Surfer 14
7. Impor data hasil pengukuran yang akan diolah menjadi kontur
dengan klik pada tool Grid Data

Gambar III-71. Membuat Grid Data


8. Lalu pilih data yang akan diimpor kedalam Surfer 14 pada jendela
Open data. Data impor dapat menggunakan format Microsoft Excel
(.xls), Comma delimited value (.csv), Text File(.txt) dan masil
banyak lagi.

Gambar III-72. Membuka Data pada Surfer

73
9. Pilih Sheet pada file format Microsoft Excel yang diimpor , klik ok
lalu akan muncul jendela baru

Gambar III-73. Membuka Lembar Data pada Surfer 14


10. Kemudian isi parameter koordinat dan metoe interpolasi yang
digunakan. Pada penelitian ini menggunakan metode Krigging. Dan
isikan alamat penyimpanan hasil dari proses gridding data ini.

Gambar III-74. Parameter Impor Data pada Surfer


11. Bangun kontur dari gridding data menggunakan interpolasi Kriging
dengan tool Contour pada menu utama Surfer 14

74
Gambar III-75. Membangun Kontur pada Surfer
12. Pilih file dengan format (.grd) sebagai masukan pengolahan kontur.

Gambar III-76. Membuka File dengan Format Grid


13. Setelah memilih file input maka kontur otomatis akan terbangun.
Secara default akan terbentuk kontur mayor dan minor serta sistem
koordinat yang sama sesuai file masukan.

75
Gambar III-77. Kontur Hasil Pengolahan pada Surfer 14
14. Untuk melakukan editing data kontur, pilih data kontur tersebut
pada jendela Content di sebelah kiri kemudian pilih Levels pada
Content Properties dibawah. Lakukan pengaturan interval kontur,
label kontur dan kontur mayor ata minor yang ditampilkan.

Gambar III-78. Pengaturan Kontur

76
15. Kemudian export data kontur menjadi format (.shp) untuk
dilakukan proses analisis garis pantai dan kartografi pada program
Arcgis 10.5.

Gambar III-79. Ekspor File Hasil Pengolahan Surfer


16. Buka Arcmap

Gambar III-80. Program Arcmap dari ArcGIS Desktop 10.5


17. Masukkan file kontur

77
Gambar III-81. Input Data Kontur
18. Lakukan overlay dengan citra satelit.

Gambar III-82. Overlay Data Kontur dan Citra Satelit pada Arcmap

III.6.5 Pengolahan Data Hasil Pengukuran RTK – Radio


Pengukuran menggunakan metode GNSS RTK – Radio merupakan
pengukuran GNSS yang mendapatkan hasil koordinat secara real – time. Oleh
sebab itu pada dasarnya data sudah bias langsung digunakan untuk keperluan
pemetaan dan lain – lain. Akan tetapi dalam penelitian ini dibutuhkan data tinggi
orthometris, sedangkan hasil pengukuran GNSS metode RTK – Radio adalah
data tinggi geometris. Maka diperlukan pengikatan tingi terhadap datum tinggi
yag dipakai, langkah – langkah pengikatan hasil pengukuran GNSS metode RTK
– Radio terhadap datum adalah sebagai berikut :
1. Siapkan data hasil pengukuran GNSS metode RTK yang telah
diunduh dari perangkat. Data yang akan digunakan adalah data
koordinat N, E dan U. Data tersebut memiliki format (.txt) hasil dari
pengolahan menggunakan software Topcon Tools.

78
Gambar III-83. Data Hasil Pengukuran RTK Radio

2. Pindahkan data hasil pengukuran GNSS metode RTK ke dalam


program Microsoft Office Excel untuk perhitungan secara manual.

Gambar III-84. Data Hasil RTK Radio pada Microsoft Excel


3. Apabila data telah siap di program Microsoft Office Excel, buat
kolom baru dengan nama beda tinggi, lalu lakukan pengurangan
tinggi atau data U dari semua titik terhadap tinggi titik Base.

Gambar III-85. Perhitungan Beda Tinggi Detil dengan Base Station

79
4. Masukkan data tinggi titik kontrol (Benchmark) yang telah diikatkan
terhadap datum tinggi. Lalu lakukan penjumlahan beda tinggi
terhadap tinggi orthometris tersebut.
Koordinat RTK Radio
No Nama Titik E (m) N (m) Z (m)
1 BASE 460185.369 9267761.959 1.517
2 P1 460054.601 9267797.799 0.821
3 P2 460051.589 9267823.494 0.267
4 P3 460047.319 9267851.721 0.533
5 P4 460045.095 9267879.580 0.340
6 P5 460043.783 9267915.565 0.428
7 P6 460038.991 9267944.890 0.197
8 P7 460036.778 9267974.706 0.054
9 P8 460034.240 9268009.574 0.025
10 P9 460025.085 9268053.310 0.239
11 P10 460022.338 9268078.952 0.161
12 P11 460016.711 9268113.447 0.212

Gambar III-86. Data RTK Terikat dengan Tinggi Datum MSL


5. Data tinggi hasil pengukuran GNSS metode RTK siap digunakan
untuk pengolahan garis pantai pada tahap selanjutnya melalui
program Surfer 14 dan ArcGIS v.10.5. Kemudian lakukan proses
pengolahan seperti data Total Station sebelumnya.

III.7 Analisis
Berikut merupakan proses analisis dari data penelitian, yaitu analisis uji
statistik dan efektivitas dua metode dengan membandingkan ketelitian,
perhitungan waktu dan estimasi biaya.

III.7.1 Uji Statistik


Dari pengolahan data pengukuran terestris dengan menggunakan Total
Station , pengukuran garis pantai dengan GNSS metode RTK Radio didapatkan
koordinat titik detil yang dimana titik detil tersebut diukur pada posisi yang sama.
Setelah itu dilakukan perhitungan untuk mencari perbandingan posisi horizontal
(X,Y) dan vertikal (Z) antara metode GNSS metode RTK Radio dengan data
RTK Radio uji metode terestris dengan Total Station dan data RTK Radio uji.
Perhitungan tersebut dihitung dengan rumus (II-10) untuk mencari ketelitian nilai
pergeseran horizontal atau lateral. Dan dengan rumus (II-11) untuk mencari
simpangan baku vertikal.

80
III.7.2 Uji Ketelitian
Uji ketelitian pengukuran pada hasil penelitian ini berdasarkan dari
Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial tahun 2014. Pengujian ketelitian
peta menggunakan perbedaan koordinat (X, Y, Z) antara titik uji pada
pengukuran dengan lokasi titik uji pada permukaan tanah. Pengukuran akurasi
menggunakan root mean square error (RMSE) atau circular error. RMSE
horizontal dihitung dengan rumus (II-2), sedangkan RMSE vertikal dihitung
dengan rumus (II-4). Setelah itu dapat dihitung nilai CE90 dengan rumus (II-5)
dan LE90 dengan rumus (II-6).

III.7.3 Perhitungan Waktu dan Estimasi Biaya Pengukuran


Berikut merupakan perhitungan waktu dan estimasi biaya yang
dikeluarkan untuk pengukuran antara masing – masing metode pengukuran.

1. Perhitungan Waktu dan Estimasi Biaya Pengukuran


RTK Radio
Pengukuran mengunakan metode RTK Radio merupakan
pengukuran yang sapat dikatakan sederhana, karena tidak memerlukan
banyak surveyor. Dapat dilakukan oleh satu orang, namun lebih aman
dilakukan dengan dua orang surveyor untuk keselamatan surveyor dan
alat, seperti dalam penelitian ini. Adapun pengukuran GNSS metode RTK
membutuhkan waktu rata – rata pada tabel III-4 berikut :
Tabel III-13. Pengukuran Waktu Pengkuran RTK Radio
Lama
Pengukuran
No. Titik (Menit) Dokumentasi

1 P1 07:23.8

2 P2 07:23.9

81
3 P3 10:22.6
Lama
Pengukuran
No. Titik (Menit) Dokumentasi

4 P4 07:12.4

5 P5 07:12.4

6 P6 07:12.4

Rata - rata 07:47.9  

Waktu yang diperlukan untuk satu sesi atau satu patok rata – rata
sebesar 7 menit 47.9 detik yang dilakukan oleh dua surveyor. Dalam
penelitian ini terdapat 36 sesi pengukuran, maka dapat dikatakan akan
memerlukan waktu pengukuran 4 jam 40 menit. Maka apabila dibulatkan
pengukuran dapat diselesaikan dalam 1 hari kerja.
Perhitungan estimasi biaya pengukuran GNSS metode RTK
adalah sebagai berikut :
a. Biaya Peralatan
Biaya peralatan berdasar harga sewa peralatan dihitung dengan
persamaan (II-19) berdasarkan tabel (II-4).
b. Biaya Langsung Personil
Biaya langsung personil diperoleh dari daftar Billing Rate Ikatan
Nasional Konsultasn Indonesia (INKINDO) tahun 2018. Maka dapat
diketahui biaya personil untuk pekerjaan pengukuran ini dengan

82
persamaan (II-18), kemudian dihitung biaya personil total berdasarkan
waktu yang diperlukan.
Biaya personil = Jumlah Personil x SBOH x waktu
2. Perhitungan Waktu dan Estimasi Biaya Pengukuran Total Station
Pengukuran metode terestris menggunakan Total station pada
umumnya dapat dilakukan minimal dua orang surveyor. Namun pada
penelitian ini dilakukan oleh empat surveyor untuk menjaga keamanan
surveyor dan alat, serta memerhatikan efisiensi waktu dalam penelitian
ini. Perhitungan lama waktu pengukuran dilakukan dengan bantuan
stopwatch dengan perhitungan dari stand alat Total Station sampai
dengan selesai pengukuran pada satu sesi tiap titik berdiri alat. Perolehan
data lama waktu pengukuran paa tabel di bawah ini.
Tabel III-14. Waktu Pengukuran Total Station
Lama Pengukuran
No. Titik Dokumentasi
(Menit)

1 P1 17:22.8

2 P2 17:33.2

3 P3 17:33.2

4 P4 17:47.4

83
Lama Pengukuran
No. Titik Dokumentasi
(Menit)

5 P5 17:47.4

6 P6 16:33.2

Rata - rata 17:26.2  

Rata – rata waktu yang diperlukan untuk satu sesi pengukuran


oleh empat orang surveyor menggunakan Total Station adalah 17 menit
26.2 detik. Dalam penelitian ini terdapat 36 patok atau 36 sesi. Maka
dapat dihitung sesi pengukuran menggunakan Total Station kurang lebih
memerlukan waktu 10 jam 28 menit, atau dibulatkan menjadi 2 hari
kerja.
Perhitungan estimasi biaya pengukuran terestris menggunakan
Total Station adalah sebagai berikut :
a. Biaya Peralatan
Biaya peralatan dihitung dengan persamaan (II-19) berdasarkan
tabel (II-4)
b. Biaya Langsung Personil
Biaya langsung personil diperoleh dari daftar Billing Rate Ikatan
Nasional Konsultasn Indonesia (INKINDO) tahun
2018.Berdasarkan persamaan (II-18) maka dapat diketahui biaya
personil untuk pekerjaan pengukuran ini.
Biaya personil = Jumlah Personil x SBOH x waktu pengukuran

84
Bab IV Hasil dan Pembahasan

IV.1 Hasil Pengamatan GNSS Metode Statik


Hasil pengamatan GNSS dengan metode statik berupa koordinat Easting
(X), Northing (Y), Elevation (Z) pada Benchmark (BM) atau Titik Kontrol yang
digunakan sebagai referensi dalam penelitian pengukuran garis pantai ini.
Pengamatan GNSS metode statik ini menggunakan data CORS sebagai referensi
pengikatan untuk mendapatkan hasil data dengan kualitas yang baik. Dari hasil
pengamatan GNSS metode statik kemudian diolah secara postprocessing dengan
memberikan referensi data CORS BIG pada tiga stasiun yaitu stasiun CORS
Semarang (CSEM), stasiun CORS Purwodadi (CPWD) dan stasiun CORS Jepara
(CJEP). Adapun kualitas dari pengamatan GNSS metode statik postprocessing
dapat di lihat pada tabel IV-1 di bawah ini.
Tabel IV-15IV-16. Kualitas Pengamatan GNSS Metode Statik Post Processing
GPS Obs Quality
Distance (m)
Name Horz RMS (m) Vert RMS (m)
BM MKM−cjpr12h 0,026 0,047 4362,177
BM MKM−cpwd12h 0,036 0,043 60430,893
BM MKM−csem12h 0,051 0,023 49512,986
BM_LAP−cjpr12h 0,014 0,024 4309,991
BM_LAP−cpwd12h 0,084 0,032 60343,014
BM_LAP−csem12h 0,070 0,030 49549,057

Kemudian kualitas data hasil pengamatan terhadap CORS yang menjadi


data pendukung dari titik BM LAP yaitu RMS Horisontal sebesar 0,014 m, 0,084
m, 0,070 m terhadap masing – masing stasiun CORS CJPR, CPWD dan CSEM.
Lalu RMS Vertikal sebesar 0,024 m, 0,032, 0,030 m terhadap CORS CJPR,
CPWD dan CSEM. Titik BM MKM menghasilkan RMS Horisontal sebesar
0,026 meter, 0,036 meter, 0,051 meter terhadap CORS CJPR, CPWD dan CSEM,
serta RMS vertical sebesar 0,047 meter, 0,043 meter dan 0,023 meter terhadap
CJPR, CPWD dan CSEM.
RMS Horisontal dan RMS vertikal dari titik BM MKM terhadap CORS
Jepara lebih kecil dibandingkan dengan RMS Horisontal dan RMS Vertikal
terhadap CPWD dan CSEM. Hal serupa juga terjadi antara titik BM LAP terhadap
CJPR yang memiliki RMS Horisontal dan RMS vertikal yang lebih kecil

85
dibandingkan dengan RMS Horisontal dan RMS Vertikal terhadap CPWD dan
CSEM. Hal tersebut dapat terjadi karena perbedaan baseline yang cukup besar.
Jarak antara BM MKM terhadap CJPR sebesar 4362,177 m, BM MKM terhadap
CPWD dan CSEM masing – masing sebesar 60430,893 m dan 49512,986m.
Untuk jarak baseline antara titik BM LAP terhadap CJPR sebesar 4309,991m, BM
LAP terhadap CPWD dan CSEM masing – masing sebesar 60343.014 m dan
49549,057 m. Adapun hasil data pengamatan GNSS metode statik dapat dilihat
pada table IV.1 di bawah ini.
Tabel IV-17IV-18. Koordinat Hasil Pengamatan GNSS Metode Statik
Koordinat
No. Nama Titik Easting (X) Northing (Y) Elevation (Z)
(m) (m) (m)
1 BM MKM 460073,230 9267798,631 28,744
2 BM LAP 460185,369 9267761,959 28,857
Dari pengolahan data pengamatan menghasilkan koordinat dua titik kontrol
pengukuran atau Benchmark (BM) yang digunakan sebagai referensi pengukuran
dalam penelitian ini, yaitu titik BM Lapangan (BM LAP) dengan koordinat
Easting (X) sebesar 460185,369 meter, Northing (Y) 9267761,959 meter,
Elevation (Z) sebesar 28,857 meter. Sedangkan titik BM Makam (BM MKM)
koordinat Easting (X) sebesar 460073,230 meter, Northing (Y) 9267798,631
meter, Elevation (Z) sebesar 28,744 meter.
IV.2 Hasil Pengolahan Data Pasang Surut Stasiun Pasut BIG Jepara
Data pasang surut merupakan data sekunder dalam penelitian ini, yaitu
untuk menentukan datum vertikal local pada area penelitian. Data pasang surut
diperoleh dari stasiun pasut Badan Informasi Geospasial (BIG) Jepara pada
tanggal 15 Maret 2018 sampai dengan 15 Mei 2018 atau data pengamatan selama
satu bulan dimana terdapat hari pada saat penelitian berlangsung. Data pasang
surut tersebut diolah menggunakan program Microsoft Excel dengan perhitungan
perataan Leastsquare untung mencari konstanta harmonic kemudian digunakan
untuk menghitung chart datum. Adapun hasil perhitungan chart datum metode
leastsquare dapat dilihat pda tabel IV.3 berikut :

86
Tabel IV-19IV-20. Chart Datum Hasil Perhitungan Metode Leastquare
Besaran
Menyatakan Simbol Perhitungan
(m)
Higher High Water Z0 +
HHWL
Level (M2+S2+K2+K1+O1+P1) 1,638
Mean High Water Level MHWL Z0 + (M2+K1+O1) 1,434
Mean Sea Level MSL Z0 0,952
Mean Low Water Level MLWL Z0 - (M2+K1+O1) 0,469
Chart Datum Level CDL Z0 - (M2+S2+K1+O1) 0,396
Z0 -
Lower Low Water Level LLWL
(M2+S2+K2+K1+O1+P1) 0,265
Lower Astronomical
LAT Z0 - (All Constituents)
Tide 0,210

Dari hasil pengolahan data pasang surut dengan lama pengamatan satu
bulan menghasilkan chart datum seperti pada tabel di atas. Sesuai dengan Undang
– Undang Informasi Geospasial tahun 2011 pasal 13 ayat 2. Garis yang digunakan
untuk pemetaan IGD maupun IGT berdasarkan pada garis pantai surut terendah,
pasang tertinggi dan muka air laut rata – rata. Oleh sebab itu dalam penelitian ini
menggunakan datum vertikal yang sesuai dengan undang – undang tersebut yaitu
Higher High Water Level (HHWL), Lower Low Water Level (LLWL) dan Mean
Sea Level (MSL). Dimana HHWL adalah sebesar 1,638 meter, LLWL 0,265
meter dan MSL 0,952 meter.

IV.3 Hasil Pengolahan Data Jaring Kerangka Vertikal


Hasil pengolahan data kerangka vertikal dari hasil pengukuran dengan
metode levelling adalah berupa tinggi titik atau patok – patok yang terhubung dari
stasiun pengamatan pasut sampai dengan titik kontrol atau Benchmark yang
digunakan dalam penelitian pengukuran garis pantai. Adapun hasil dari
pengolahan data kerangkavertikal dengan metode Bowditch dapat dilihat pada
tabel IV.4 berikut:
Tabel IV-21IV-22. Hasil Perhiutngan Data Kerangka Vertikal
Tinggi
No. titik Beda tinggi No. titik
titik
Rata-
Dari Ke 1,52
Pergi Pulang rata Koreksi Definitif
BM BM BM
-0,18 0,00
DMG UDP -0,18 0,18 -0,18 1,34 UDP
BM
-0,07 0,00
UDP P1 -0,08 0,07 -0,07 1,26 P1

87
Tabel IV-23IV-24. Hasil Perhiutngan Data Kerangka Vertikal (lanjutan)
Tinggi
No. titik Beda tinggi No. titik
titik
Rata-
Dari Ke 1,52
Pergi Pulang rata Koreksi Definitif
P1 P2 0,17 -0,17 0,17 0,00 0,17 1,43 P2
P2 P3 -0,06 0,06 -0,06 0,00 -0,06 1,37 P3
P3 P4 -0,02 0,01 -0,02 0,00 -0,02 1,35 P4
P4 P5 0,17 -0,17 0,17 0,00 0,17 1,52 P5
P5 P6 -0,18 0,18 -0,18 0,00 -0,18 1,34 P6
P6 P7 0,01 -0,01 0,01 0,00 0,01 1,35 P7
P7 P8 0,05 -0,05 0,05 0,00 0,05 1,40 P8
P8 PB1 0,04 -0,04 0,04 0,00 0,04 1,44 PB1
PB1 P9 0,16 -0,16 0,16 0,00 0,16 1,60 P9
P9 PB2 -0,08 0,08 -0,08 0,00 -0,08 1,53 PB2
PB2 P10 -0,16 0,16 -0,16 0,00 -0,16 1,37 P10
P10 P11 -0,02 0,02 -0,02 0,00 -0,02 1,35 P11
P11 PB3 0,14 -0,14 0,14 0,00 0,14 1,49 PB3
PB3 P12 0,05 -0,04 0,05 0,00 0,04 1,53 P12
P12 P13 0,08 -0,08 0,08 0,00 0,08 1,61 P13
P13 P14 -0,46 0,46 -0,46 0,00 -0,46 1,15 P14
P14 P15 0,07 -0,06 0,07 0,00 0,06 1,21 P15
P15 P15,1 0,08 -0,09 0,09 0,00 0,08 1,30 P15,1
P15,1 P15,2 -0,22 0,22 -0,22 0,00 -0,22 1,08 P15,2
BM BM
0,18 0,00
P15,2 MKM 0,18 -0,18 0,18 1,25 MKM
BM 4 PB 4 -0,18 0,18 -0,18 0,00 -0,18 1,08 PB 4
BM BM
0,36 0,00
PB 4 LAP 0,36 -0,36 0,35 1,43 LAP
Jumlah 0,01 0,00 0,01 -0,01      

Hasil dari perhitungan metode Bowditch untuk data hasil pengukuran


levelling, diperoleh tinggi titik kontrol atau Benchmaark dari titik BM MKM
1.341 meter dari MSL, dan titik BM LAP 1,517 meter dari MSL. Untuk tinggi
dengan referensi datum vertikal HHMWL titik BM MKM sebesar 0,655 meter
dan BM LAP 0,831 meter. Sedang tinggi berdasarkan datum LLWL BM MKM
sebesar 1,744 meter dan BM LAP 1,920 meter.

IV.4 Hasil Pengukuran Terestris dengan Menggunakan Total Station


Sampel data hasil pengukuran terestris dengan menggunakan Total
Station dapat dilihat pada tabel IV-25IV-26 di berikut ini.

88
Tabel IV-1. Koordinat Hasil Pengukuran Terestris dengan Total Station

Height
Easting (X) Northing (Y)
No. Titik (Z)
(m) (m)
(m)
1 BASE 460185,369 9267761,959 28,857
2 P1 460054,601 9267797,799 28,161
3 P2 460051,589 9267823,494 27,607
4 P3 460047,319 9267851,721 27,873
5 P4 460045,095 9267879,580 27,680
6 P5 460043,783 9267915,565 27,768
7 P6 460038,991 9267944,890 27,537
8 P7 460036,778 9267974,706 27,394
9 P8 460034,240 9268009,574 27,365
10 P9 460025,085 9268053,310 27,579
… … … … …
241 35sh2 459974,916 9267385,020 27,736
242 35sh3 459979,554 9267388,252 27,498
243 35sh4 459966,422 9267387,756 27,177
244 35sh5 459957,679 9267389,224 27,208
245 35sh6 459933,870 9267395,030 27,075
246 35sh7 459902,891 9267400,591 26,990
247 36sh1 459972,440 9267373,090 28,656
248 36sh2 459975,133 9267364,846 28,233
249 36sh3 459971,143 9267364,518 27,283
250 36sh4 459964,384 9267364,001 27,195
251 36sh5 459956,210 9267364,952 27,077
252 36sh6 459934,818 9267370,482 26,999
Koordinat Hasil Pengukuran Total Station

Height
No. Titik Easting (X) (m) Northing (Y) (m)
(Z) (m)

1 BASE 460185.369 9267761.959 28.857


2 P1 460054.414 9267797.424 28.265
3 P2 460051.168 9267823.234 27.301
4 P3 460046.582 9267851.626 27.553
5 P4 460044.879 9267879.340 27.438
6 P5 460043.722 9267915.442 27.575
7 P6 460038.613 9267944.516 27.275

89
8 P7 460036.552 9267974.492 27.173
9 P8 460034.002 9268009.315 27.107
10 P9 460024.517 9268053.477 27.234
… … …………. …………. …..
35sh
241
2 459974.082 9267385.189 27.736
35sh
242
3 459979.213 9267387.918 27.498
35sh
243
4 459965.603 9267388.176 27.177
35sh
244
5 459957.475 9267390.006 27.208
35sh
245
6 459933.531 9267395.379 27.075
35sh
246
7 459902.524 9267401.179 26.990
36sh
247
1 459972.340 9267374.044 28.656
36sh
248
2 459974.772 9267363.901 28.233
36sh
249
3 459970.255 9267364.568 27.283
36sh
250
4 459963.594 9267364.908 27.195
36sh
251
5 459955.417 9267364.990 27.077
36sh
252
6 459933.999 9267370.542 26.999

Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada lampiran C Hasil Pengukuran Total
Station.
Hasil pengukuran terestris dengan menggunakan Total Station berupa titik
koordinat (X, Y, Z) sebanyak 251 titik, dimana terdapat 36 titik poligon dengan
jarak antar patok 25 meter sampai dengan 50 meter, serta 215 titik detil atau
situasi berupa spot height yang diukur sepanjang pantai. Pengukuran metode
terestris dengan Total Station tenaga surveyor 4 orang untuk menyelesaikan
pengukuran estimasi kurang lebih 10 jam efektif atau dapat diselesaikan dalam 2
hari kerja. Hasil pengukuran terestris dengan menggunakan Total Station
diasumsikan sebagai hasil pengukuran yang paling benar atau definitive dan
nantinya digunakan sebagai data acuan dan data validasi untuk pengukuran situasi
menggunakan GNSS metode RTK Radio.

90
IV.5 Hasil Pengukuran Garis Pantai dengan GNSS Metode RTK Radio
Sampel koordinat hasil pengukuran GNSS metode RTK Radio dapat
dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel IV-27IV-28. Koordinat Hasil Pengukuran GNSS dengan Metode RTK
Radio

RTK Radio
No. Titik Height
Easting (X) Northing (Y)
(Z) Solution Type
(m) (m)
(m)
Fixed,Phase
1 BASE
460185,369 9267761,959 28,857 Diff
Fixed,Phase
2 P1
460054,601 9267797,799 28,161 Diff
Fixed,Phase
3 P2
460051,589 9267823,494 27,607 Diff
Fixed,Phase
4 P3
460047,319 9267851,721 27,873 Diff
Fixed,Phase
5 P4
460045,095 9267879,580 27,680 Diff
Fixed,Phase
6 P5
460043,783 9267915,565 27,768 Diff
Fixed,Phase
7 P6
460038,991 9267944,890 27,537 Diff
Fixed,Phase
8 P7
460036,778 9267974,706 27,394 Diff
Fixed,Phase
9 P8
460034,240 9268009,574 27,365 Diff
Fixed,Phase
10 P9
460025,085 9268053,310 27,579 Diff
… … ………. ………. ….. ………..
Fixed,Phase
240
35sh1 459972,945 9267386,470 28,017 Diff
Float,Phase
241
35sh2 459974,916 9267385,020 28,352 Diff
Float,Phase
242
35sh3 459979,554 9267388,252 28,703 Diff
Fixed,Phase
243
35sh4 459966,422 9267387,756 27,309 Diff
Fixed,Phase
244
35sh5 459957,679 9267389,224 27,247 Diff
Fixed,Phase
245
35sh6 459933,870 9267395,030 27,183 Diff

91
Tabel IV-29IV-30. Koordinat Hasil Pengukuran GNSS dengan Metode RTK
Radio
(lanjutan)

RTK Radio
No. Titik Height
Easting (X) Northing (Y)
(Z) Solution Type
(m) (m)
(m)
Fixed,Phase
247
36sh1 459972,440 9267373,090 28,478 Diff
Fixed,Phase
248
36sh2 459975,133 9267364,846 28,889 Diff
Fixed,Phase
249
36sh3 459971,143 9267364,518 28,361 Diff
Fixed,Phase
250
36sh4 459964,384 9267364,001 27,462 Diff
Fixed,Phase
251
36sh5 459956,210 9267364,952 27,320 Diff
Fixed,Phase
252
36sh6 459934,818 9267370,482 27,204 Diff

Untuk lebih lengkap dapat dilihat pada lampiran D Hasil Pengukuran GNSS
Metode RTK Radio.
Pengukuran garis pantai dengan GNSS metode RTK Radio diikatkan
dengan stasiun atau base yang didirikan di atas Benchmark di sekitar lokasi
penelitian yang telah ditentukan. Hasil pengukuran GNSS metode RTK Radio
berupa titik – titik koordinat (X, Y, Z) sebanyak 251 titik detil atau situasi yang
diperoleh secara real – time pada saat pengukuran dengan solution type fix dan
float untuk masing – masing pengikatan ke base station. Dari 251 titik detil
diperoleh 240 titik dengan solusi float dan 11 titik dengan solusi fix. Hal tersebut
dipengaruhi oleh obstruksi atau objek yang menutupi titik detil yang diukur.

IV.6 Hasil Pengukuran Garis Pantai dengan Datum Referensi


Pengukuran garis pantai dengan metode terestris dengan Total Station
dan pengukuran GNSS metode RTK Radio menghasilkan koordninat dan tinggi
dengan referensi tinggi geometris. Oleh sebab itu, maka diperlukan datum untuk
referensi tinggi yang baru dengan cara mengikatkan tinggi terhadap chart datum
hasil pengamatan pasang surut muka air laut. Hasil chart datum dan koordinat

92
dengan tinggi berdasarkan referensi MSL, HHWL dan LLWL dapat di lihat pada
tabel IV-7 berikut ini :
Tabel IV-31IV-32. Hasil Chart Datum Data Pasang Surut
Besaran
No Menyatakan Simbol Perhitungan Konstanta (m)
Higher High Water Z0 +
1 Level HHWL (M2+S2+K2+K1+O1+P1) 1,638
Mean High Water
2 Level MHWL Z0 + (M2+K1+O1) 1,434
3 Mean Sea Level MSL Z0 0,952
4 Mean Low Water Level MLWL Z0 - (M2+K1+O1) 0,469
5 Chart Datum Level CDL Z0 - (M2+S2+K1+O1) 0,396
Lower Low Water Z0 -
6 Level LLWL (M2+S2+K2+K1+O1+P1) 0,265
Lower Astronomical
7 Tide LAT Z0 - (All Constituents) 0,210

Salah satu aspek dalam pembentukan garis pantai adalah nilai pasang surut
air laut yang nantinya akan dihitung dari nilai. Dalam pembuatan garis pantai
sesuai dengan ketentuan LPI bahwa pengukuran pasang surut minimal 29 hari
atau piantan. Datum untuk kontrol vertikal di laut adalah sistem kedalaman
mengacu pada peta laut didasarkan pada rata-rata air rendah terendah hasil
perhitungan dari data stasiun permanen atau stasiun pasang surut temporal
berdasarkan pengukuran 29 piantan. Pada pengukuran pasang surut di daerah
pacitan dihasilkan nilai konstanta harmonik yang nantinya digunakan untuk
menentukan Mean Sea Level dan Chart Datum. Dimana dari pengolahan data
diperoleh nilai Mean Sea Level (MSL) sebesar 0,952 meter, Lower Low Water
Level (LLWL) sebesar 0,265 meter dan Higher High Water Level (HHWL)
sebesar 1,638 meter.

IV.6.1 Hasil Pengukuran Garis Pantai dengan Datum MSL


Berikut merupakan sampel koordinat hasil pengukuran garis pantai dengan
metode terestris menggunakan Total Station berdasarkan tinggi MSL pada tabel
IV-8 di berikut ini.
Tabel IV-33IV-34. Koordinat Total Station Berdasarkan MSL

Nama Koordinat Total Station


No Titik E(m) N (m) Z (m)
1 BASE 460185,369 9267761,959 1,517
2 P1 460054,414 9267797,424 0,925

93
Nama Koordinat Total Station
No Titik E(m) N (m) Z (m)
3 P2 460051,168 9267823,234 -0,039
4 P3 460046.582 9267851,626 0,213
5 P4 460044.879 9267879.340 0.098

Tabel IV-35IV-36. Koordinat Total Station Berdasarkan MSL (lanjutan)

Nama Koordinat Total Station


No
Titik E(m) N (m) Z (m)
6 P5 460043,722 9267915,442 0,235
7 P6 460038,613 9267944,516 -0,066
8 P7 460036,552 9267974,492 -0,167
9 P8 460034,002 9268009,315 -0,233
10 P9 460024,517 9268053,477 -0,106
11 P10 460022,448 9268078,923 -0,107
… … …………,, ………….. …..
241 35sh2 459974,082 9267385,189 1,012
242 35sh3 459979,213 9267387,918 0,363
243 35sh4 459965,603 9267388,176 -0,031
244 35sh5 459957,475 9267390,006 -0,093
245 35sh6 459933,531 9267395,379 -0,157
246 35sh7 459902,524 9267401,179 -0,307
247 36sh1 459972,340 9267374,044 1,138
248 36sh2 459974,772 9267363,901 1,549
249 36sh3 459970,255 9267364,568 0,021
250 36sh4 459963,594 9267364,908 0,122
251 36sh5 459955,417 9267364,990 -0,020
252 36sh6 459933,999 9267370,542 -0,136

Untuk lebih lengkap dapat dilihat pada lampiran C Hasil Pengukuran Total
Station.
Berikut merupakan sampel koordinat hasil pengukuran garis pantai dengan
GNSS metode RTK Radio dengan tinggi berdasarkan mean sea level (MSL).
Tabel IV-37IV-38. Koordinat RTK Radio Berdasarkan MSL

Nama Koordinat RTK Radio


No Titik E (m) N (m) Z (m)
1 BASE 460185,369 9267761,959 1,517
2 P1 460054,601 9267797,799 0,821
3 P2 460051,589 9267823,494 0,267
4 P3 460047,319 9267851,721 0,533
5 P4 460045,095 9267879,580 0,340
6 P5 460043,783 9267915,565 0,428

94
Nama Koordinat RTK Radio
No Titik E (m) N (m) Z (m)
7 P6 460038,991 9267944,890 0,197
8 P7 460036,778 9267974,706 0,054
9 P8 460034,240 9268009,574 0,025
10 P9 460025,085 9268053,310 0,239
11 P10 460022,338 9268078,952 0,161
… …. …………… …………… …,,
Tabel IV-39IV-40. Koordinat RTK Radio Berdasarkan MSL (lanjutan)

Nama Koordinat RTK Radio


No Titik E (m) N (m) Z (m)
243 35sh4 459966,422 9267387,756 -0,163
244 35sh5 459957,679 9267389,224 -0,132
245 35sh6 459933,870 9267395,030 -0,265
246 35sh7 459902,891 9267400,591 -0,350
247 36sh1 459972,440 9267373,090 1,316
248 36sh2 459975,133 9267364,846 0,893
249 36sh3 459971,143 9267364,518 -0,057
250 36sh4 459964,384 9267364,001 -0,145
251 36sh5 459956,210 9267364,952 -0,263
252 36sh6 459934,818 9267370,482 -0,341

Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada lampiran D Hasil Pengukuran GNSS
Metode RTK Radio.
Adapun sampel hasil dari pengolahan data koordinat hasil pengukuran
menjadi peta kontur dan garis pantai dari metode pengukuran terestris dengan
Total Station maupun pengukuran GNSS metode RTK Radio sesuai datum
referensi yang digunakan dapat dilihat pada gambar berikut ini :

95
Gambar IV-87. Kontur Hasil Pengukuran Total Station Referensi MSL (kiri) dan
Kontur hasil pengukuran RTK Radio (kanan)
Adapun perbedaan hasil garis pantai antara hasil pengukuran Total Station
dengan pengukuran RTK Radio dapat di lihat pada gambar berikut ini :

Gambar IV-88. Perbedaan Hasil Garis Pantai Referensi MSL

96
Pengukuran garis pantai secara terestris menggunakan Total Station
menghasilkan data detil atau situasi berupa koordinat Easting (X), Northing (Y)
dan Elevation (Z) dengan referensi datum vertikal Mean Sea Lever (MSL) dimana
nilai Z terendah sebesar -1,230 meter dan nilai tertinggi 3,024 meter dari MSL,
Data dari hasil pengukuran GNSS metode RTK Radio menghasilkan nilai tinggi
minimum sebesar -2,89237 meter dibawah datum dan nilai tinggi maksimum
sebesar 3,203 meter di atas datum referensi, Garis pantai dari kedua metode
pengukuran dengan datum referensi Mean Sea Level dapat terbentuk dengan baik
meskipun terdapat beberapa perbedaan pada segmen tertentu, Perbedaaan tersebut
terjadi karena selisih antara data koordinat (X, Y) dan nilai tinggi (Z) yang
diinterpolasi metode Krigging,

IV.6.2 Hasil Pengukuran Garis Pantai dengan LLWL


Sampel hasil dari pengukuran garis pantai dengan Total Station dan GNSS
metode RTK Radio dengan referensi datum ketingian LLWL dapat dilihat pada
tabel dibawah :
Tabel IV-41IV-42, Koordinat Hasil Pengukuran Total Station dengan Referensi
LLWL
Koordinat
No, Titik
E (m) N (m) Z (m)
1 BASE 460185,369 9267761,959 1,920
2 P1 460054,414 9267797,424 1,328
3 P2 460051,168 9267823,234 0,364
4 P3 460046,582 9267851,626 0,616
5 P4 460044,879 9267879,340 0,501
6 P5 460043,722 9267915,442 0,638
7 P6 460038,613 9267944,516 0,337
8 P7 460036,552 9267974,492 0,236
9 P8 460034,002 9268009,315 0,170
10 P9 460024,517 9268053,477 0,297
… … … … …
247 36sh1 459972,340 9267374,044 0,096
248 36sh2 459974,772 9267363,901 1,541
249 36sh3 459970,255 9267364,568 1,952
250 36sh4 459963,594 9267364,908 0,424
251 36sh5 459955,417 9267364,990 0,525
252 36sh6 459933,999 9267370,542 0,383

97
Untuk lebih lengkap dapat dilihat pada lampiran C Hasil Pengukuran Total
Station,

Tabel IV-43IV-44, Tabel Hasil Pengukuran RTK Radio dengan Referensi LLWL

Nama Koordinat RTK Radio


No Titik E (m) N (m) Z (m)
1 BASE 460185,369 9267761,959 1,920
2 P1 460054,601 9267797,799 1,224
3 P2 460051,589 9267823,494 0,670
4 P3 460047,319 9267851,721 0,936
5 P4 460045,095 9267879,580 0,743
6 P5 460043,783 9267915,565 0,831
7 P6 460038,991 9267944,890 0,600
… ,,, …, … …
246 35sh7 459902,891 9267400,591 0,053
247 36sh1 459972,440 9267373,090 1,719
248 36sh2 459975,133 9267364,846 1,296
249 36sh3 459971,143 9267364,518 0,346
250 36sh4 459964,384 9267364,001 0,258
251 36sh5 459956,210 9267364,952 0,140
252 36sh6 459934,818 9267370,482 0,062

Untuk lebih lengkap dapat dilihat pada lampiran D Hasil Pengukuran GNSS
Metode RTK Radio,
Adapun sampel hasil dari pengolahan data koordinat hasil pengukuran
menjadi peta kontur dan garis pantai dari metode pengukuran terestris dengan
Total Station maupun pengukuran GNSS metode RTK Radio sesuai datum
referensi yang digunakan melalui pengolahan menggunakan program Surfer 14
dan Arcmap 10,5 dapat dilihat pada gambar IV-3,

98
Gambar IV-89. Kontur Hasil Pengukuran Total Station Referensi LLWL (kiri)
dan Kontur Hasil Pengukuran RTK Radio Referensi LLWL

Dari proses pengikatan data pengukuran metode terestris dengan Total


Station dan RTK Radio terhadapt datum vertikal surut terendah Lower Low Water
Level (LLWL) menghasilkan data ketinggian minimum sebesar -1,350 meter
dibawah datum vertikal serta data tinggi maksimum sebesar 6,227 meter di atas
datum untuk data RTK Radio, Untuk data hasil dari pengukuran metode terestris
dengan Total Station mendapatkan nilai tinggi minimum -0,826 meter di bawah
datum dan nilai tinggi maksimum 3,427 meter di atas datum, Oleh sebab itu
terjadi perbedaan pada hasil interpolasi dan garis kontur yang dihasilkan, Garis
pantai yang dibentuk dari hasil pengukuran Total Station dan RTK Radio dapat
terbentuk dengan baik, terdapat beberapa perbedaan dalam beberapa segmen,
Perbedaaan tersebut terjadi karena selisih antara data koordinat (X, Y) dan nilai
tinggi (Z) yang diinterpolasi metode Krigging. Hasil penggambaran garis pantai
antara pengukuran metode terestris dengan Total Station dan metode RTK Radio
dengan referensi tinggi surut terendah (LLWL) dapat dilihat pada gambar IV-6
berikut ini :

99
Gambar IV-90. Peta Garis Pantai Referensi Tinggi Surut Terendah (LLWL)

IV.6.3 Hasil Pengukuran Garis Pantai dengan HHWL


Beberapa sampel hasil pengukuran garis pantai dengan pengukuran
metode terestris dengan Total Station dan GNSS metode RTK Radio dengan
referensi tinggi HHWL dapat dilihat pada tabel di bawah ini,
Tabel IV-45IV-46, Koordinat Hasil Pengukuran Total Station dengan Referensi
HHWL

Nama Koordinat Total Station


No Titik E (m) N (m) Z (m)
1 BASE 460185,369 9267761,959 0,831
2 P1 460054,414 9267797,424 0,238
3 P2 460051,168 9267823,234 -0,725
4 P3 460046,582 9267851,626 -0,473
5 P4 460044,879 9267879,340 -0,588
6 P5 460043,722 9267915,442 -0,451
7 P6 460038,613 9267944,516 -0,752
8 P7 460036,552 9267974,492 -0,853
9 P8 460034,002 9268009,315 -0,919
10 P9 460024,517 9268053,477 -0,792
… … … … …
244 35sh5 459957,475 9267390,006 -0,780
245 35sh6 459933,531 9267395,379 -0,843
Tabel IV-47IV-48, Koordinat Hasil Pengukuran Total Station dengan Referensi
HHWL
100
(lanjutan)
Nama Koordinat Total Station
No Titik E (m) N (m) Z (m)
247 36sh1 459972,340 9267374,044 0,451
248 36sh2 459974,772 9267363,901 0,863
249 36sh3 459970,255 9267364,568 -0,665
250 36sh4 459963,594 9267364,908 -0,564
251 36sh5 459955,417 9267364,990 -0,707
252 36sh6 459933,999 9267370,542 -0,822
Untuk lebih lengkap dapat dilihat pada lampiran C Hasil Pengukuran Total
Station,
Tabel IV-49IV-50, Koordinat Hasil Pengukuran dengan Metode RTK Radio

Nama Koordinat RTK Radio


No Titik E (m) N (m) Z (m)
1 BASE 460185,369 9267761,959 0,831
2 P1 460054,601 9267797,799 0,135
3 P2 460051,589 9267823,494 -0,419
4 P3 460047,319 9267851,721 -0,153
5 P4 460045,095 9267879,580 -0,346
6 P5 460043,783 9267915,565 -0,258
7 P6 460038,991 9267944,890 -0,489
8 P7 460036,778 9267974,706 -0,632
9 P8 460034,240 9268009,574 -0,661
10 P9 460025,085 9268053,310 -0,447
… … … … …
242 35sh3 459979,554 9267388,252 -0,528
243 35sh4 459966,422 9267387,756 -0,849
244 35sh5 459957,679 9267389,224 -0,818
245 35sh6 459933,870 9267395,030 -0,951
246 35sh7 459902,891 9267400,591 -1,036
247 36sh1 459972,440 9267373,090 0,630
248 36sh2 459975,133 9267364,846 0,207
249 36sh3 459971,143 9267364,518 -0,743
250 36sh4 459964,384 9267364,001 -0,831
251 36sh5 459956,210 9267364,952 -0,949
252 36sh6 459934,818 9267370,482 -1,027

Untuk lebih lengkap dapat dilihat pada lampiran D Hasil Pengukuran


GNSS Metode RTK Radio,
Adapun sampel hasil dari pengolahan data koordinat hasil pengukuran
menjadi peta kontur dan garis pantai dari metode pengukuran terestris dengan

101
Total Station maupun pengukuran GNSS metode RTK Radio sesuai datum
referensi yang digunakan dapat dilihat pada gambar berikut ini :

Gambar IV-91. Peta Kontur Total Station Referensi HHWL (kiri) dan Kontur
Pengukuran RTK Radio Referensi HHWL (kanan)

Adapun hasil penggambaran garis pantai antara pengukuran metode


terestris dengan Total Station dan metode RTK Radio dengan datum referensi
tinggi pasang tertinggi Higher High Water Level (HHWL) dapat dilihat pada
gambar berikut ini,

102
Gambar IV-92. Garis Pantai Pengukuran Total Station dan RTK Radio

Dari hasil data dan plotting pada peta dapat diketahui beberapa perbedaan
antara data hasil pengukuran Total Station dan GNSS metode RTK Radio, Data
Total Station dengan referensi tinggi pasang tertinggi menghasilkan data tinggi
titik dengan nilai minimum -2,199 meter dibawah datum, sedangkan nilai
maksimum sebesar 2,055 meter di atas datum tinggi, Data pengukuran GNSS
metode RTK Radio menghasilkan data dengan nilai tinggi minimum sebesar -
1,508 meter di bwah datum, dan nilai tinggi maksimum sebesar 4,854 meter di
atas datum referensi, Dengan datum referensi pasang tertinggi garis pantai tidak
dapat terbentuk dengan sempurna dari dua metode pengukuran, Hal ini
disebabkan oleh estimasi garis pantai yang diluar dari area pengukuran, Dalam arti
lain dapat dikatakan garis pantai yang terbentuk diluar wilayah yang dilakukan
pengukuran dengan dua metode ini disebabkan oleh data situasi pengukuran yang
kurang menyebar pada bagian daratan,

IV.7 Hasil Analisis


Berikut merupakan hasil dari proses analisis dari data penelitian, yaitu
hasil analisis uji statistik dan efektivitas dua metode dengan membandingkan
ketelitian, perhitungan waktu dan estimasi biaya,

IV.7.1 Hasil Uji Statistik


Uji statistik ini digunakan untuk mengetahui adanya persamaan atau
perbedaan pada hasil pengukuran masing – masing metode yang didapat, Uji ini
dilakukan dengan membandingkan variance dari kedua metode terhadap titik –
titik uji, Uji ini menggunakan uji distribusi Fisher atau uji F dengan menggunakan
rumus (II-12) :

atau

Tabel F Distribution, (II-13)

Berikut hasil analisis dengan selang kepercayaan 95%, yaitu;

1. Berdasarkan koordinat (X,Y)

103
Pada hasil pengukuran GNSS metode RTK Radio dan metode terestris
dengan Total Station ,

Hipotesis nol diterima apabila F hitung lebih kecil dari F tabel

Dari uji hipotesis nol di atas menyatakan bahwa F hitung lebih kecil dari
pada F tabel maka hipotesis nol diterima, berarti tidak terjadi perbedaan
signifikan,

2. Berdasar nilai elevasi (Z)


Pada hasil pengukuran GNSS metode RTK Radio dan metode terestris
dengan Total Station,

Hipotesis nol diterima apabila F hitung lebih kecil dari F tabel

Dari uji hipotesis nol di atas menyatakan bahwa F hitung lebih kecil dari
pada F tabel maka hipotesis nol diterima, berarti tidak terjadi perbedaan
signifikan,

IV.7.2 Hasil Uji Ketelitian


Dari tahap uji peta dengan Circular Error dan Liniar Error atau CE90
dan LE90 berdasarkan Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial (BIG) tahun
2014 Perka Badan Informasi Geospasial tahun 2014 dari 36 titik uji antara data
hasil pengukuran garis pantai GNSS metode RTK Radio terhadap data definitif
hasil pengukuran metode terestris dengan Total Station menghasilkan data uji
pada tabel berikut,
Tabel IV-51IV-52, Hasil Perhitungan Uji Akurasi

104
Selisih Koordinat RTK-
TS dX2 dY2 dZ2 (dX)2 +
No Titik (m) (m) (m) (dY)2 (m)
dX (m) dY (m) dZ (m)
1 P1 0,187 0,375 -0,104 0,035 0,141 0,011 0,176
2 P2 0,421 0,260 0,306 0,178 0,068 0,093 0,245
3 P3 0,737 0,095 0,320 0,543 0,009 0,102 0,552
4 P4 0,216 0,240 0,242 0,047 0,058 0,058 0,104
5 P5 0,061 0,123 0,193 0,004 0,015 0,037 0,019
6 P6 0,378 0,374 0,262 0,143 0,140 0,069 0,283
7 P7 0,226 0,214 0,221 0,051 0,046 0,049 0,097
Tabel IV-53IV-54, Hasil Perhitungan Uji Akurasi (lanjutan)

Selisih Koordinat RTK-


dX2 dY2 dZ2 (dX)2 +
No Titik TS
(m) (m) (m) (dY)2 (m)
dX (m) dY (m) dZ (m)
8 P8 0,238 0,259 0,258 0,056 0,067 0,066 0,124
9 P9 0,568 -0,167 0,345 0,323 0,028 0,119 0,351
10 P10 -0,110 0,029 0,268 0,012 0,001 0,072 0,013
… … … … … … … … …
31 P31 -0,867 0,470 -0,190 0,752 0,221 0,036 0,973
32 P32 -0,728 0,566 -0,238 0,530 0,321 0,057 0,851
33 P33 -0,439 0,090 -0,192 0,192 0,008 0,037 0,200
34 P34 -0,539 0,079 -0,160 0,291 0,006 0,026 0,297
35 P35 -0,808 0,317 -0,181 0,653 0,100 0,033 0,753
36 P36 -0,094 0,555 -0,147 0,009 0,308 0,022 0,317
∑ 11,454 5,408 2,336 16,862
Rata - Rata 0,310 0,146 0,065 0,468
RMSE 0,990 0,551 0,255 0,684
Easting Northing Elevation Horizontal

Untuk lebih lengkap dapat dilihat pada lampiran


Dari perhitungan tersebut maka dapat diperoleh nilai CE90 dan LE90 yang
dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel IV-55, Nilai Akurasi Horisontal dan Vertikal
1.5175 x RMSEr
Akurasi Horisontal CE90
1.039
1.6499 x RMSEz
Akurasi Vertikal LE90
0.420
Nilai akurasi horisontal atau CE90 dari hasil pengujian diperoleh ketelitian
peta dengan kepercayaan 90% sebesar 1,039 meter, Kemudian nilai akurasi
vertikal atau LE90 dari hasil pengujian diperoleh ketelitian vertikal dengan

105
kepercayaan 90% sebesar 0,420 meter, Maka data tersebut memenuhi ketelitian
peta berdasarkan kelas yang telah ditetapkan dalam Peraturan Kepala Badan
Informasi Geospasial (BIG) tahun 2014 seperti dalam tabel IV-16 di bawah ini,
Tabel IV-56, Ketelitian Geometri Peta Skala 1 : 1000
Hasil Uji CE90 dan Ketelitian Peta 1 : 1000
Ketelitian
LE90 (m) Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3
Horisontal 1.039 0.2 0.3 0.5
Vertikal 0.420 0.2 0.3 0.5
Tabel IV-57, Ketelitian Geometri Peta skala 1 : 2500
Hasil Uji CE90 dan Ketelitian Peta 1 : 2500
Ketelitian
LE90 (m) Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3
Horisontal 1.039 0.5 0.75 1.25
Vertikal 0.420 0.5 0.75 1.25
Sehingga jika dilihat dari RMSE berdasarkan Peraturan Kepala Badan
Informasi Geospasial (BIG) No 15 Tahun 2014 maka data pengukuran RTK
Radio dalam penelitian ini dapat digunakan untuk pemetaan skala 1:2500 yaitu
dengan ketentuan total RMSE untuk ketelitian horisontal CE90 sesuai Tabel
IV-17 maka akurasi horisontal peta masuk dalam kelas 3 untuk skala 1:2500
dengan ketentuan CE90 ≤ 1,25 meter sedangkan untuk akurasi vertikal LE90
sesuai Tabel IV-16 maka akurasi vertikal peta masuk dalam kelas 3 untuk skala
peta 1:2,500 dengan ketentuan nilai LE90 ≤ 0,5 meter, Menurut Peraturan
Kepala Badan Informasi Geospasial (BIG) Nomor 15 Tahun 2014 untuk
ketelitian Wilayah Darat Peta LPI ketelitian posisi (Horisontal dan Vertikal)
Peta LPI untuk wilayah daratnya menyesuaikan dengan ketelitian pada peta
RBI,

IV.7.3 Hasil Perhitungan Waktu dan Estimasi Biaya


Berikut merupakan hasil dari perhitungan dari waktu pengukuran
pengukuran metode terestris dengan Total Station dan pengukuran GNSS metode
RTK Radio, Waktu yang diperlukan untuk satu sesi atau satu patok rata – rata
sebesar 7 menit 47,9 detik yang dilakukan oleh dua surveyor, Dalam penelitian ini
terdapat 36 sesi pengukuran, maka dapat dikatakan akan memerlukan waktu
pengukuran 4 jam 40 menit, Maka apabila dibulatkan pengukuran dapat
diselesaikan dalam 1 hari kerja, Rata – rata waktu yang diperlukan untuk satu sesi
pengukuran oleh empat orang surveyor menggunakan Total Station adalah 17

106
menit 26,2 detik, Dalam penelitian ini terdapat 36 patok atau 36 sesi, Maka dapat
dihitung sesi pengukuran menggunakan Total Station kurang lebih memerlukan
waktu 10 jam 28 menit, atau dibulatkan menjadi 2 hari kerja,
1. Biaya peralatan GPS RTK dihitung dengan persamaan (II-19), yaitu :
Biaya sewa = Rp 1.500.000.- x 1 Hari Kerja
Biaya sewa = Rp 1.500.000.-
Dapat diketahui biaya sewa GPS RTK beserta kelengkapan untuk pekerjan
pengukuran ini sebesar Rp 1500.000.-
2. Biaya Langsung Personil Pengukuran RTK Radio
Biaya langsung personil diperoleh dari daftar Billing Rate Ikatan Nasional
Konsultasn Indonesia (INKINDO) tahun 2018.
Dari daftar tersebut dapat dihitung biaya surveyor untuk melakukan
pekerjaan pengukuran ini dengan rumus konversi biaya personil harian
INKINDO, Maka dapat dihitung dengan persamaan (II-18) yaitu :
Biaya personil = Jumlah Personil x SBOH x waktu pengukuran

Biaya Personil = 2 Orang x Rp 391.530 x 1 Hari


Biaya Personil = Rp 783.060.-
Dari perhitungan Biaya langsung personil diperoleh nilai sebesar Rp Rp
783.060.-
Maka nilai biaya peralatan dan biaya personil menggunakan Total
Station sebesar Rp 2.283.060.-.
3. Biaya Peralatan
Biaya peralatan Total Station dengan persamaan (II-19) yaitu :
Biaya sewa = Harga Sewa x Waktu pengukuran
Biaya sewa = Rp 250.000.- x 2 Hari Kerja
Biaya sewa = Rp 500.000.-
Dapat diketahui biaya sewa Total Station beserta kelengkapan untuk
pekerjan pengukuran ini sebesar Rp 500.000.-
4. Biaya Langsung Personil Pengukuran Total Station
Biaya langsung personil diperoleh dari daftar Billing Rate Ikatan Nasional
Konsultasn Indonesia (INKINDO) tahun 2018.

107
Maka dapat dihitung biaya surveyor untuk melakukan pekerjaan
pengukuran ini dengan rumus konversi biaya personil harian INKINDO
dengan peramaan (II-18), yaitu :
Biaya personil = Jumlah Personil x SBOH x waktu pengukuran
Biaya Personil = 4 Orang x Rp 391.530 x 2 Hari
Biaya Personil = Rp 3.132.240.-
Dari perhitungan Biaya langsung personil diperoleh nilai sebesar Rp
3.132.240.-.
Maka nilai biaya peralatan dan biaya personil menggunakan Total Station
sebesar Rp 3.632.240.-.
Dari perhitungan biaya peralatan dan biaya personil langsung
harian yang mengacu pada Billing Rate Ikatan Nasional Konsultan
Indonesia, diperoleh biaya pengukuran dengan metode RTK Radio untuk
pekerjaan atau penelitian ini sebesar Rp 2.283.060.-. Sedangkan biaya
sewa peralatan dan biaya personil langsung sebesar adalah Rp 3.632.240.-.

108
109
Bab V Kesimpulan dan Saran

V.1 Kesimpulan
Berdasarkan pengolahan, analisis dan pembahasan yang telah dikemukakan pada
bab – bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan penelitian sebagai berikut :
1. Efektifitas hasil pengukuran garis pantai dengan GNSS metode RTK Radio dan
Total Station dilihat dari tiga aspek berikut ini :
a. Dilihat dari hasil uji statistik sampel, ketelitian horizontal dan vertikal dari dua
metode ini tidak menunjukkan perbedaan hasil yang signifikan, Perbandingan
posisi horizontal (X,Y) antara RTK Radio dengan Total Station diperoleh rata

– rata pergeseran nilai sebesar 0,468 m dengan nilai standar deviasi (

sebesar 0,684 m, Dari hasil tersebut maka pengukuran GNSS metode RTK

Radio memenuhi Circular Error 90 % atau CE90 kelas 3 untuk skala 1:2500
dan Liniear Error 90% atau LE90 kelas 3 untuk skala 1:1000, Sehingga
pengukuran RTK dapat digunakan untuk pengukuran pemetaan skala besar
sampai dengan 1:2500,
b. Perbandingan waktu yang digunakan untuk pengukuran garis pantai dengan
GNSS metode RTK Radio rata – rata memerlukan waktu sebesar 7 menit 47,9
detik untuk setiap sesi atau patok, Pengukuran metode terestris dengan Total
Station memerlukan waktu rata – rata sebesar 17 menit 26,2 detik untuk
menyelesaikan sesi yang sama dengan metode RTK Radio,
c. Perbandingan biaya yang dikeluarkan untuk peralatan dan surveyor (operator)
dalam pengukuran penelitian ini, metode RTK Radio memerlukan biaya
sebesar Rp 2.283.060,-, Untuk pengukuran metode terestris dengan Total
Station memerlukan biaya sebesar Rp 3.632.240,-, Biaya pengukuran RTK
Radio lebih murah dibandingkan dengan pengukuran terestris dengan Total
Station,
Dilihat dari perbandingan di atas , maka dapat disimpulkan bahwa pengukuran
GNSS metode RTK Radio untuk pengukuran garis pantai lebih efektif dari pada

1
pengukuran Total Station untuk pemetaan skala besar sampai dengan skala
1:2500,

2. Garis pantai yang dihasilkan dari pengukuran GNSS metode


RTK Radio dan Total Station menggunakan datum referensi Lower Low Water
Level (LLWL), Mean Sea Level (MSL) dan Lower Low Waterlevel (LLWL),
Perbedaan dari hasil dari kedua metode tersebut:
a. Pada hasil garis pantai dengan datum referensi Mean Sea Level (MSL)
perbedaan tinggi dengan nilai terendah -2,89237 m dengan metode RTK
Radio dan -1,230 m dengan metode Total Station di bawah datum, Nilai
tinggi maksimum sebesar 3,203 m metode RTK Radio dan 3,024 m
pengukuran metode terestris dengan Total Station di atas datum, Kedua
metode menghasilkan garis yang kontinyu dengan perbedaan garis yang tidak
signifikan secara visual,
b. Pada hasil garis pantai dengan datum referensi Lower Low Water Level
(LLWL) perbedaan nilai tinggi dengan nilai terendah -0,826 m dengan
metode RTK Radio dan -1,350 m dengan pengukuran metode terestris dengan
Total Station di bawah datum, Nilai tinggi maksimum metode RTK Radio
sebesar 6,227 m dan metode terestris dengan Total Station 3,427 m di atas
datum, Kedua metode dapat membentuk garis pantai yang kontinyu dan tidak
meliki perbedaan yang signifikan,
c. Pada hasil garis pantai datum referensi Higher High Water Level (HHWL)
perbedaan nilai tinggi dengan nilai terendah metode RTK Radio -1,508 m dan
metode terestris dengan Total Station sebesar -2,199 di bawah datum, Nilai
tertinggi metode RTK Radio sebesar 4,854 m dan metode Totas Station
sebesar 2,055 m di atas datum, Metode RTK Radio maupun metode terestris
dengan Total Station menghasilkan garis pantai yang tidak jauh berbeda
namun keduanya kontinyu dan berada di luar area pengukuran, hal ini
disebabkan oleh datadetil atau situasi yang kurang menyebar di area darat,

V.2 Saran
Dari hasil analisis, pembahasan dan uraian yang telah didapatkan dari penelitian
ini, terdapat beberapa saran yang dapat digunakan untuk pengembangan penelitian
selanjutnya, yaitu antara lain :

2
1. Pengukuran terestris dengan Total Station sebaiknya
menggunakan koreksi pengukuran seperti kelembapan serta suhu dan mempunyai
keandalan data yang baik,
2. Perlu adanya kajian lebih lanjut untuk perbandingan
ketelitian antara GNSS metode RTK Radio dengan metode lain seperti GNSS
Kinematik, GNSS Rapid Statik, atau metode fotogrametri dengan UAV,
3. Pada penelitian ini metode pengolahan hanya menggunakan Least Square, untuk
mendapatkan hasil dengan lebih teliti sebaiknya menggunakan metode lain sebagai
pembanding,
4. Pengukuran dilakukan menyeluruh dan merata untuk menghindari data yang
kurang menyebar dan menyebabkan garis kontur yang tidak tebentuk seperti pada
garis pantai penelitian ini dengan referensi pasang tertinggi,

3
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Hasanuddin Z, 2007, Penentuan Posisi dengan GPS dan APlikasinya, Third,
Jakarta: Pradnya Paramita,

Alfiana, Anantia Nur, 2010, ‘Metode Interpolasi Kriging Pada Geostatistika’, Program
Studi Matematika Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Matematika Dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta,

Azmi, Moehammad, 2012, ‘Sistem Cors (Continuously Operating Reference Station) Di


Indonesia Dan Di Beberapa Negara Lainnya,’ Tugas Akhir Institut Teknologi
Bandung,

Badan Informasi Geospasial, 2011, ‘Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun


2011 Tentang Informasi Geospasial’,

———, 2014, ‘Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor 15 Tahun 2014
Tentang Pedoman Teknis Ketelitian Peta Dasar’,

Basuki, Slamet, 2006, Ilmu Ukur Tanah (Edisi Revisi), II, UGM Press,

Benyamin, Ari J, Danar Guruh, and Yuwono, 2009, ‘Penentuan Chart Datum Dengan
Menggunakan Komponen Pasut Untuk Penentuan Kedalaman Kolam Dermaga’,
Text, Surabaya: Program Studi Teknik Geomatika Institut Sepuluh Nopember,

Ikatan Nasional Konsultan Indonesia, 2018, ‘Pedoman Standard Minimal Tahun 2018’,

Komar, Paul D, 1983, CRC Handbook of Coastal Processes and Erosion, United States:
Boca Raton, CRC Press,

Nirwansyah, Anang Widhi, 2015, ‘Komparasi Teknik Ordinary Kriging Dan Spline Dalam
Pembentukan DEM (Studi Data Titik Tinggi Kota Pekalongan Provinsi Jawa
Tengah)’, Tugas Akhir Universitas Muhammadiyah Purwokerto,

4
Poerbandono, 2005, Survei Hidrografi, Bandung: Refika Aditama,

Sheng L,, L, 2003, ‘Application Of GPS RTK And Total Station System On Dynamic
Monitoring Land Use,’ Department of Land Economics, National Chengchi
University, Taiwan Republic of China,

Triatmodjo, Bambang, 1999, Teknik Pantai, Yogyakarta: FT,UGM,

Wikipedia,org, 2018, ‘Chart Datum’, 2018,

Yuwono, 2004, ‘Materi Bab XIV Kontur (Bahan Ajar)’, Fakultas Teknik Sipil Dan
Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh November, August,

Di akses melalui internet

______, http://www,globalsurveybandung,com/p/rental,html, Diakses pada 8 Agustus


2018,

You might also like