Professional Documents
Culture Documents
Bismillah Format Lengkap Nih
Bismillah Format Lengkap Nih
TUGAS AKHIR
FAKULTAS TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK GEODESI
SEMARANG
JANUARI 2019
UNIVERSITAS DIPONEGORO
TUGAS AKHIR
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana (Strata – 1)
FAKULTAS TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK GEODESI
SEMARANG
JANUARI 2019
i
HALAMAN PERNYATAAN
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip
maupun dirujuk
Telah saya nyatakan dengan benar
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Tim Penguji dan diterima sebagai bagian
persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana/ S1 pada
Jurusan/Departemen Teknik Geodesi, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro.
TIM PENGUJI
iii
HALAMAN PERSEMBAHAN
“Jangan terlalu berharap kepada manusia karena kamu bisa kecewa, bertawakallah kepada
Allah, karena Dial ah Yang Maha Kaya”
iv
Ucapan terimakasih saya sampaikan kepada :
1. Bapak Dr. Yudo Prasetyo, ST., MT. selaku Ketua Departemen Teknik Geodesi
Universitas Diponegoro.
2. Bapak Andri Suprayogi, ST., MT. selaku Dosen Wali Saya
3. Bapak Bambang Darmo yuwono, ST., MT. selaku Dosen Pembimbing I saya yang
telah banyak membantu dan membimbing saya dalam penyusunan Tugas Akhir ini.
Semoga kebaikan, ilmu, dan ajaran yang bapak berikan kepada saya bermanfaat bagi
masa depan saya, dan mendapatkan balasan yang lebih dari Allah SWT.
4. Bapak Fauzi Janu Amarrohman, ST., M.Eng. selaku Dosen Pembimbing II saya yang
telah bersedia mendengar keluh kesah, teman bermain badminton, serta membantu dan
membimbing saya dalam penyusunan Tugas Akhir ini. Semoga kebaikan, ilmu dan
ajaran yang bapak berikan kepada saya bermanfat bagi masa depan saya, dan
mendapatkan balasan yang leih dari Allah SWT.
5. Bapak Ir. Sutomo Kahar, M.Si, Bapak Ir. Bambang Sudarsono M.Si, Bapak Ir. Sawitri
Subianto M.Si, Bapak Moehammad Awaluddin S.T., Ibu Ir. Hani’ah M.Si., M.T.,
Bapak Arief Laila Nugraha S.T. M.Eng, Bapak Dr. L.M. Sabri S.T., M.T., Bapak
Arwan Putra Wijaya, S.T., M.T., Bapak Abdi Sukmono S.T., M.T, Ibu Hana Sugiastu
Firdaus S.T., M.T, Bapak Nurhadi Bashit S.T, M.Eng, Selaku Dosen Teknik Geodesi
Universitas Diponegoro yang telah memberikan ilmu dan bimbingan kepada saya
selama masa perkuliahan.
6. Bapak Sawiyan, Bapak Sarjianto, Bapak Tulus, SH., Bapak Nurkholis, Bapak Masyhar
Sufiatna S.Pd, Bapak Ngateno S.E., Ibu Fitria Laili Azizah S.T., Bapak Dedi Permana
Amd, yang telah membantu saya untuk mengurus segala urusan administrasi
perkuliahan dan peminjaman alat pengukuran di Laboratorium Pengukuran dan
Pemetaan Dasar dari awal hingga akhir masa studi.
7. Pihak Marine Station Techno Park UNDIP Kab. Jepara, yang telah mengizinkan saya
untuk melakukan penelitian di daerah tersebut.
8. Teman-teman yang merelakan waktu untuk membantu menerjang kerasnya karang Ory
Andrian Apsandi, Laurentius Immanuel Yudit P, Raihan Virgatama di Tim Teluk
Awur Membara I.
9. Teman-teman yang kembali berjuang di Tim Teluk Awur Membara II Ory Andrian
Apsandi, Laurentius Immanuel Yudit P, Raihan Virgataman, Indira Nori Kurniawan,
v
Wikan Istika Murti, dan wanita-wanita super Seprila Putri Darlina dan Nurfajrin Dhuna
Andani yang merelakan kakinya terjun di kerasnya ombak dan batu karang Teluk Awur
Jepara.
10. Saudara Seperjuangan Geodesi UNDIP Angkatan 2014 AHOY!!!, yang telah berjuang
bersama-sama dan memberikan arti kekeluargaan dan tanpa kalian saya bukanlah apa-
apa.
11. Mas Sendy Brammadi, Bang Rizki Widya Rasyid, Mas Michael Vasni yang telah
membantu memberikan saran dan solusi saat menulis Tugas Akhir ini.
12. Yudit, Raihan, Supjay, Sepril, Fajrin, Mirta, Diyanah, Lita teman – teman yang telah
membantu, tempat berkeluh kesan dan selalu menyemangatiku.
13. Teman-temanku dari maba Alfi, Doni, Annis, David, Ory, Lukman yang telah banyak
memberikan dukungan.
14. Dito Seno, Ory, Nori, Wikan, Ghazi, Kevin, Krisna, Argnes, Jorgi, Rizki, Ditho, Annis,
Doni, Alfi, Tri joko, Supjay, Veri, Viktor, Billy, Khairu, Adi, Ahoy, Adri, Briton
sebagai personil Grup Mentoring Geodesi yang telah menemani saat sedih, suka dan
duka. Termakasih atas dukunga kalian semua, terimakasih sebesar besarnya.
15. Para pemain game professional Ghazian, Wikan, Nori, Bagas, Mas Ifan, Mas
Kurniawan, Mas Naryoko, Yudit, Raihan dan lainnya, terimakasih telah menemaniku
membuang waktu bersama.
16. Seluruh Keluarga Himpunan Mahasiswa Teknik Geodesi UNDIP, serta teman-teman
angkatan 2010, 2011, 2012, 2013, 2015, 2016 yang telah memberikan doa dan
dukungan kepada saya.
Penulis sadar bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari kata sempurna dengan segala
kekurangannya. Untuk itu saya mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi
kesempurnaan dari Tugas Akhir ini. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi seluruh
pembaca dan dapat dikembangkan untuk kemajuan ilmu pengetahuan.
Semarang,
Penulis
vi
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa, Pencipta dan Pemelihara alam semesta,
akhirnya Penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini, meskipun proses belajar
sesungguhnya tak akan pernah berhenti. Tugas akhir ini sesungguhnya bukanlah sebuah
kerja individual dan akan sulit terlaksana tanpa bantuan banyak pihak yang tak mungkin
Penulis sebutkan satu persatu, namun dengan segala kerendahan hati, Penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Yudo Prasetyo, S.T., M.T. , selaku Ketua Departemen Teknik Geodesi
Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro.
2. Bapak Bambang Darmo Yuwono, S.T., M.T. , yang telah memberikan bimbingan
dan pengarahan dalam penyelesaian tugas akhir ini.
3. Bapak Fauzi Janu Amarrohman, S.T., M.Eng., yang telah memberikan bimbingan
dan pengarahan dalam penyelesaian tugas akhir ini.
4. Semua pihak yang telah memberikan dorongan dan dukungan baik berupa material
maupun spiritual serta membantu kelancaran dalam penyusunan tugas akhir ini.
Penyusun
vii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
Dibuat di : Semarang
Pada Tanggal : Semarang, tgl bln thn sidang
Yang menyatakan
Wahyu Gangga
viii
ABSTRAK
Garis pantai adalah garis batas pertemuan antaran daratan dan air laut, di mana
posisinya tidak tetap dan dapat berpindah sesuai dengan pasang surut air laut dan erosi
pantai yang terjadi (Triatmodjo, 1999) .Garis pantai merupakan bagian penting dari suatu
negara kepulauan seperti Indonesia. Karena garis pantai dapat digunakan sebagai acuan
penetapan batas wilayah bahkan batas negara dan untuk penetapan batas pengelolaan
sumberdaya alam. Indonesia merupakan negara kepulauan dengan yang memiliki garis
pantai terpanjang kedua setelah Kanada. Menurut Badan Informasi Spasial (BIG) panjang
total garis pantai Indonesia adalah 99.093 kilometer.
Pengukuran garis pantai pada penelitian akan menggunakan dua metode. Metode
pertama adalah pengukuran garis pantai engan metode tracking dengan GNSS metode
RTK (Real Time Kinematic) Radio. Metode tersebut akan dibandingkan dengan
pengukuran metode kedua, yaitu pengukran garis pantai dengan alat Total Station.
Keduanya akan mengukur pantai serta situasinya.
Hasil dari penelitian ini berupa peta situasi pantai yang menajikan garis pantai dari
dua metode pengukuran. Dimana hasil dari pengukuran metode RTK ( GNSS Tracking)
menghasilkan nilai pengukuran dengan tingkat ketelitian dan efisiensi waktu yang lebih
baik.
ix
ABSTRACT
Keywords :
x
DAFTAR ISI
HALAMAN PERNYATAAN ii
HALAMAN PENGESAHAN iii
HALAMAN PERSEMBAHAN iv
KATA PENGANTAR vii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI viii
ABSTRAK ix
ABSTRACT x
DAFTAR ISI xi
DAFTAR GAMBAR xiv
DAFTAR TABEL xvii
Bab I Pendahuluan 1
I.1 Latar Belakang 1
I.2 Rumusan Masalah 2
I.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 2
I.4 Ruang Lingkup Penelitian 2
I.5 Metodologi Penelitian 3
I.6 Sistematika Penulisan 4
Bab II Tinjauan Pustaka 6
II.1 Garis Pantai 6
II.2 Pasang Surut 6
II.3 Tipe Pasang Surut 8
II.4 Metode Perhitungan Least Square 10
II.5 GNSS (Global Navigation Satellite System) 10
II.6 Prinsip Penentuan Posisi dengan GNSS 11
II.7 Sistem CORS (Continuously Operating Reference Station) 12
II.8 Sistem RTK (Real-time Kinematic) 13
II.9 Sistem Single Base RTK (RTK-Radio) 16
II.10 Kesalahan dan Bias GPS 18
II.10.1 Multipath 18
II.10.2 Ambiguitas Fase (Cycle Ambiguity) 19
II.10.3 Kesalahan Ephemeris (Orbit) 19
xi
II.10.4 Cycle Slip 19
II.10.5 Bias Ionosfer 20
II.10.6 Bias Troposfer 20
II.10.7 Selective Availability 21
II.10.8 Anti Spoofing 21
II.10.9 Kesalahan Jam 21
II.10.10 Pergerakan dari Pusat Fase ke Antena 22
II.10.11 Imaging 22
II.12 Metode Pengukuran Terestris dengan Total Station 28
II.12.1 Poligon Terbuka Terikat Sebagian 28
II.12.2 Pemetaan Situasi 28
II.14 Interpolasi Ordinary Krigging 32
II.15 Uji Ketelitian Peta 33
II.16 Uji Statistik35
II.16.1 Simpangan Baku 35
II.16.2 Uji F (Distribusi Fisher) 37
II.17 Pedoman Standar Minimal INKINDO 38
Bab III Metodologi Penelitian 42
III.1 Lokasi Penelitian 42
III.2 Data Penelitian 43
III.3 Peralatan Pengolahan Data 43
III.3.1 Perangkat Keras (Hardware) 44
III.3.2 Perangkat Lunak (Software) 44
III.4 Diagram Alir Penelitian 46
III.5 Pelaksanaan Penelitian 47
III.5.1 Persiapan 47
III.5.2 Pengumpulan Data 47
III.6 Pengolahan Data 56
III.6.1 Pengolahan Data GPS 56
III.6.2 Pengolahan Data Pasang Surut 64
III.6.3 Pengolahan Data Kerangka Vertikal 68
III.6.4 Pengolahan Data Hasil Pengukuran Terestris dengan Total Station
71
xii
III.6.5 Pengolahan Data Hasil Pengukuran RTK – Radio 78
III.7 Analisis 80
III.7.1 Uji Statistik 80
III.7.2 Uji Ketelitian 81
III.7.3 Perhitungan Waktu dan Estimasi Biaya Pengukuran 81
Bab IVHasil dan Pembahasan 85
IV.1 Hasil Pengamatan GNSS Metode Statik 85
IV.2 Hasil Pengolahan Data Pasang Surut Stasiun Pasut BIG Jepara 86
IV.3 Hasil Pengolahan Data Jaring Kerangka Vertikal 87
IV.4 Hasil Pengukuran Terestris dengan Menggunakan Total Station 88
IV.5 Hasil Pengukuran Garis Pantai dengan GNSS Metode RTK Radio 91
IV.6 Hasil Pengukuran Garis Pantai dengan Datum Referensi 92
IV.6.1 Hasil Pengukuran Garis Pantai dengan Datum MSL 93
IV.6.2 Hasil Pengukuran Garis Pantai dengan LLWL 97
IV.6.3 Hasil Pengukuran Garis Pantai dengan HHWL 99
IV.7 Hasil Analisis 103
IV.7.1 Hasil Uji Statistik 103
IV.7.2 Hasil Uji Ketelitian 104
IV.7.3 Hasil Perhitungan Waktu dan Estimasi Biaya 106
Bab V Kesimpulan dan Saran 1
V.1 Kesimpulan1
V.2 Saran 2
DAFTAR PUSTAKA 4
xiii
DAFTAR GAMBAR
xv
Gambar III-51. Hasil perhitungan Benchmark terhadap datum vertikal..............................70
Gambar III-52. Data hasil perhitungan tinggi terhadap Datum Vertikal.............................70
Gambar III-53. Data Hasil Pengunduhan Dari Total Station...............................................71
Gambar III-54. Data Koordinat Total Station dengan Referensi Tinggi MSL....................72
Gambar III-55. Program Surfer14........................................................................................72
Gambar III-56. Membuat Plot Baru pada Surfer.................................................................72
Gambar III-57. Workspace pada Surfer 14..........................................................................73
Gambar III-58. Membuat Grid Data....................................................................................73
Gambar III-59. Membuka Data pada Surfer........................................................................73
Gambar III-60. Membuka Lembar Data pada Surfer 14......................................................74
Gambar III-61. Parameter Impor Data pada Surfer.............................................................74
Gambar III-62. Membangun Kontur pada Surfer................................................................75
Gambar III-63. Membuka File dengan Format Grid............................................................75
Gambar III-64. Kontur Hasil Pengolahan pada Surfer 14....................................................76
Gambar III-65. Pengaturan Kontur......................................................................................76
Gambar III-66. Ekspor File Hasil Pengolahan Surfer..........................................................77
Gambar III-67. Program Arcmap dari ArcGIS Desktop 10.5..............................................77
Gambar III-68. Input Data Kontur.......................................................................................78
Gambar III-69. Overlay Data Kontur dan Citra Satelit pada Arcmap.................................78
Gambar III-70. Data Hasil Pengukuran RTK Radio............................................................79
Gambar III-71. Data Hasil RTK Radio pada Microsoft Excel.............................................79
Gambar III-72. Perhitungan Beda Tinggi Detil dengan Base Station..................................79
Gambar III-73. Data RTK Terikat dengan Tinggi Datum MSL..........................................80
Gambar IV-1. Kontur Hasil Pengukuran Total Station Referensi MSL (kiri) dan Kontur
hasil pengukuran RTK Radio (kanan)..........................................................................96
Gambar IV-2. Perbedaan Hasil Garis Pantai Referensi MSL..............................................96
Gambar IV-3. Kontur Hasil Pengukuran Total Station Referensi LLWL (kiri) dan Kontur
Hasil Pengukuran RTK Radio Referensi LLWL.........................................................98
Gambar IV-4. Peta Garis Pantai Referensi Tinggi Surut Terendah (LLWL)......................99
Gambar IV-5. Peta Kontur Total Station Referensi HHWL (kiri) dan Kontur Pengukuran
RTK Radio Referensi HHWL (kanan).......................................................................101
Gambar IV-6. Garis Pantai Pengukuran Total Station dan RTK Radio............................102
xvi
DAFTAR TABEL
xvii
Tabel IV-12, Koordinat Hasil Pengukuran Total Station dengan Referensi HHWL...........99
Tabel IV-12, Koordinat Hasil Pengukuran Total Station dengan Referensi HHWL.........100
Tabel IV-13, Koordinat Hasil Pengukuran dengan Metode RTK Radio...........................100
Tabel IV-14, Hasil Perhitungan Uji Akurasi......................................................................104
Tabel IV-14, Hasil Perhitungan Uji Akurasi (lanjutan).....................................................104
Tabel IV-15, Nilai Akurasi Horisontal dan Vertikal..........................................................105
Tabel IV-16, Ketelitian Geometri Peta Skala 1 : 1000......................................................105
Tabel IV-17, Ketelitian Geometri Peta skala 1 : 2500.......................................................105
xviii
xix
Bab I Pendahuluan
1
menggunakan metode survei GNSS merupakan metode penentuan posisi yang
sangat baik dan teliti hingga mencapai mm (millimeter) untuk koordinat sumbu
(X,Y,), cm/s dalam penentuan kecepatannya dan nano detik untuk ketelitian
waktunya. Ketelitian dari penentuan posisi yang diperoleh dipengaruhi berbagai
macam faktor antara lain : metode penentuan posisi yang digunakan, geometri
satelit, ketelitian data dan strategi pemrosesan data (Abidin, 2007).
Dengan latar belakang tersebut, maka perlu dilakukan penelitian tentang
pengukuran garis pantai dengan metode GNSS Tracking (RTK Radio). Dalam
penelitian ini penulis menganalisis perbandingan posisi horsintal dan vertikal
(X,Y,Z), perbandingan hasil pengukuran dan efektivitas dari pengukuran garis
pantai dengan GNSS metode RTK Radio dan pengukuran metode terestris
dengan Total Station dengan memilih lokasi penelitian di pantai Marine Station
Techno Park (MSTP) Teluk Awur Universitas Diponegoro, Kabupaten Jepara.
4
Pada bab ini dibahas mengenai lokasi penelitian, data yang
digunakan, alat yang digunakan, dan pelaksanaan penelitian
meliputi persiapan, pengambilan data dan pengolahan.
Pada bab ini berisi mengenai kesimpulan dan saran tugas akhir
yang harapannya dapat bermanfaat bagi penelitian selanjutnya.
5
Bab II Tinjauan Pustaka
6
(Poerbandono, 2005). Pengaruh gravitasi benda-benda langit terhadap bumi tidak
hanya menyebabkan pasut laut, tetapi juga mengakibatkan perubahan bentuk
bumi (bodily tides) dan atmosfer (atmospheric tides). Pasut dinyatakan dengan
periode rata-rata sekitar 12,4 jam atau 24,8 jam. Fenomena lain yang
berhubungan dengan pasut adalah arus pasut, yaitu gerak badan air menuju dan
meninggalkan pantai saat air pasang dan surut.
Dalam pengukuran dan pemetaan permukaan air laut dipakai sebagai
titik nol. Kedalaman suatu titik di dasar perairan atau ketinggian titik di pantai
mengacu pada permukaan laut yang dianggap sebagai bidang referensi (atau
datum) vertikal. Karena posisi muka laut selalu berubah, maka penentuan tinggi
nol harus dilakukan dengan merata-ratakan data tinggi muka air yang diamati
pada rentang waktu tertentu. Data tinggi muka air pada rentang waktu tertentu
juga berguna untuk keperluan peramalan pasut. Analisis data pengamatan tinggi
muka air juga akan berguna untuk mengenali karakter pasut dan fenomena lain
yang mempengaruhi tinggi muka air laut. Setelah memperoleh data pasut, maka
dapat diolah menggunakan beberapa metode seperti least square dan admiralty
untuk mendapatkan konstanta pasut.
Penentuan konstanta pasut laut berhubungan dengan komponen-
komponen harmonik gaya yang menyebabkan terjadinya pasut laut. Setelah
memperoleh komponen-komponen harmonik gaya pembangkit pasut, maka
selanjutnya dilakukan penentuan nilai perubahan amplitude dan fase dari setiap
komponen harmonik terhadap kondisi bumi setimbang yang nantinya akan
dinyatakan dalam sebuah konstanta. Hukum Laplace mengatakan “gelombang
komponen pasang surut setimbang selama penjalarannya akan mendapatkan
respons dari laut yang dilewatinya, sehingga amplitudenya akan mengalami
perubahan, dan fasenya mengalami keterlambatan, namun frekuensi atau
kecepatan sudut masing-masing komponen adalah tetap”. Komponen-komponen
harmonik yang telah diperoleh dari teori gaya pembangkit pasut merupakan
komponen periodik yang memiliki frekuensi dan kecepatan sudut tertentu. Dari
komponen – komponen harmonik tersebut dapat digunakan untuk menghitung
datum tinggi yang merupakan produk dari pengolahan data pasut. Untuk contoh
dari datum hasil pengolahan data pasut dapat dilihat pada gambar II-1 berikut.
7
Gambar II-1. Chart Datum
Keterangan :
BM : Benchmark atau titik kontrol pengamatan
Palem : Tongkat ukur ketinggian permukaan air laut
HHWL : Datum vertikal pasang tertinggi (Higher High Water Level)
MSL : Datum vertikal muka air rata – rata (Mean Sea Water)
LLWL : Datum vertikal surut terendah (Lower Low Water Level)
8
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar II-2. (a)Diural Tide (b)Semi Diurnal Tide (c)Mixed Tides
(d)Prevailing Diurnal
9
II.4 Metode Perhitungan Least Square
Hitungan pasang surut di mana metode ini berusaha membuat garis yang
mempunyai jumlah selisih (jarak vertikal) antara data dengan regresi yang
terkecil. Pada prinsipnya metode Least square meminimumkan persamaan
elevasi pasut, sehingga diperoleh persamaan simultan. Kemudian, persamaan
simultan tersebut diselesaikan dengan metode numerik sehingga diperoleh
konstanta pasut. Analisa dari metode Least square adalah menentukan apa dan
berapa jumlah parameter yang ingin diketahui. Pada umumnya, jika data yang
diperlukan untuk mengetahui tipe dan datum pasang surut diperlukan 9 konstanta
harmonik yang biasa digunakan.
Metode kuadrat terkecil banyak digunakan setelah alat penghitung
numeris modern ditemukan. Hal ini dikarenakan metode kuadrat terkecil
memerlukan proses penghitungan matriks dengan dimensi matriks yang besar
(tergantung pada jumlah data). Untuk melakukan analisis harmonik diatas sebuah
lokasi perairan, diperlukan data pengukuran pasang surut laut dari lokasi perairan
tersebut. Data pengukuran pasang surut laut dari lapangan adalah tinggi
permukaan air di atas datum pada waktu ke-i (h(ti)). Pada pengukuran pasang
surut laut dengan menggunakan palem, datum yang digunakan adalah dasar dari
palem yang digunakan adalah dasar dari palem pasang surut laut. Pada studi ini,
karena pengukuran dilakukan dengan menggunakan satelit altimetri, datum yang
digunakan adalah permukaan MSS (Mean Sea Surface). Karena permukaan MSS
merupakan pendekatan dari permukaan MSL, nilai tinggi rata-rata pasang surut
laut (S0) yang dihitung dengan menggunakan data altimetri harus mendekati nilai
nol.
10
Sistem GNSS menurut (Abidin, 2007) dibangun oleh 3 segmen utama,
yaitu segmen ruang angkasa, segmen sistem kontrol, dan sistem penerima.
Segmen ruang angkasa adalah satelit – satelit GNSS yang mengorbit bumi
dengan ketinggian kurang lebih 20200 km dari permukaan bumi dan memiliki
sudut inklinasi terhadap bidang ekuator sebesar 55 derajat. Segmen kontrol GPS
merupakan sistem pengontrol dan pemantau satelit secara terus menerus, segmen
ini mempunyai kedudukan di permukaan bumi, terdiri dari master control station,
ground control station, dan monitor station. Segmen penerima merupakan
segmen pengguna yang menerima, mengamati data, dan menyimpan data, dari
segmen ini dihasilkan posisi 3 dimensi, kecepatan serta informasi waktu yang
teliti. Untuk penjelasan lebih lanjut mengenai segmen GNSS dapat dilihat pada
gambar II-3 berikut.
11
ditentukan yaitu 3 (tiga) parameter koordinat X, Y, Z atau L,B,h dan satu
parameter kesalahan waktu akibat ketidaksinkronan jam osilator di satelit dengan
jam di receiver GNSS. Oleh karena diperlukan minimal pengukuran jarak ke
empat satelit.
Secara umum metode dan sistem penentuan posisi dengan GNSS dapat
diklasifikasikan seperti yang ditunjukkan pada Gambar II-4 Berikut :
Gambar II-6. Penentuan Jarak ke Satelit Dengan Data Ukuran Fase(Abidin 2007)
Dari kedua ilustrasi terlihat bahwa untuk mengubah data fase menjadi
data jarak, ambiguitas fase (N) harus ditentukan terlebih dahulu nilainya.
Seandainya nilai ambiguitas fase dapat ditentukan secara benar, maka jarak fase
tersebut akan menjadi ukuran jarak yang sangat teliti (tingkat presisi dalam orde
mm) dan dapat digunakan untuk aplikasi-aplikasi yang menuntut keteltitian posisi
yang tinggi. Tapi perlu ditekankan bahwa penentuan nilai ambiguitas fase yang
benar bukanlah pekerjaan yang mudah. Penentuan ambiguitas fase yang andal,
seseorang harus memperhitungkan secara benar dan serius mengenai kesalahan
dan bias uang mempengaruhi sinyal GNSS, geomtri satelit, dan juga metode
penentuan ambiguitas yang digunakan.
Sistem RTK dapat digunakan untuk penentuan posisi objek objek yang
diam maupun bergerak, sehingga sistem RTK tidak hanya merealisasikan survey
GNSS real-time, tetapi juga navigasi berketelitian tinggi. Aplikasi – aplikasi yang
dapat dilayani oleh sistem ini cukup beragam, antara lain : stacking out,
penentuan dan rekonstruksi batas persil, survei pertambangan, survei – survei
rekayasa dan utilitas, serta aplikasi – aplikasi lainnya yang memerlukan informasi
14
posisi horizontal maupun beda tinggi secara cepat (real-time) dengan ketelitian
yang relatif tinggi dalam orde beberapa cm.
Sistem RTK dapat di implementasikan terhadap beberapa stasiun
referensi. Penggunaan beberapa stasiun RTK ini bertujuan untuk memperluas
cakupan dari sistem RTK. Dengan menggunakan satu stasiun referensi, sistem
RTK umumnya hanya bias digunakan untuk baseline sampai sekitar 10-15 Km.
Untuk baseline yang lebih panjang umumnya nilai ambiguitas fase akan semakin
sukar ditentukan secara benar, karena residu dari kesalahan dan bias yang tersisa
dari proses pengurangan data akan relatif semakin signifikan. Agar resolusi
ambiguitas fase tetap dilaksanakan dengan baik untuk jarak baseline yang relatif
panjang, maka pengguna dibantu dengan data dan informasi yang dapat
digunakan untuk mereduksi efek dari residu kesalahan dan bias tersebut.
Dalam hal ini ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk
mengoreksi keaslahan dan bias dari pengamatan GNSS di stasiun pengguna
(rover), yaitu ;
17
1. Fix
Stasiun pengguna (rover) terhubung dengan base station, ketelitian
posisi antara 1 sampai 5 cm, ambiguitas fase sudah terkoreksi dan LQ
(Link Quality) 100%, bias multipath terkoreksi.
2. Float
Stasiun pengguna (rover) terhubung dengan base station, ketelitian
posisi > cm, ambiguitas fase belum terkoreksi, jumlah satelit yang
ditangkap < 4, dan bias multipath belum terkoreksi.
3. Standalone
Stasiun pengguna (rover) terhubung dengan base station, ketelitian
posisi >1 m, ambiguitas fase belum terkoreksi, jumlah satelit yang
ditangkap <4, bias multipath belum terkoreksi.
II.10.1 Multipath
Multipath adalah fenomena dimana sinyal dari satelit tiba di antenna
GPS melalui dua atau lebih lintasan yang berbeda. Dalam hal ini satu sinyal
merupakan sinyal langsung dari satelit ke antenna, sedangkan sinyal lainnya
merupakan sinyal –sinyal tidak langsung yang dipantulkan oleh benda – benda di
sekitar antenna sebelum tiba di antenna (Abidin, 2007). Beberapa benda yang
bias memnatulkan sinyal GPS antara lain adalah jembatan, jalan raya, bendungan,
gedung, danau, dan kendaraan. Bidang - bidang pantulan bias berupa bidang
horizontal, vertikal, maupun bidang miring. Perbedaan panjang lintasan
menyebabkan sinyal – sinyal tersebut berinterferensi ketika tiba di antenna yang
pada akhirnuya menyebabkan kesalahan pada hasil pengamatan.
18
II.10.2 Ambiguitas Fase (Cycle Ambiguity)
Ambiguitas Fase dari pengamatan fase sinyal GPS adalah jumlah
gelombang penuh yang tidak terukur oleh receiver GPS. Untuk dapat
merekonstruksi jarak ukuran antara satelit dengan antenna maka harga ambiguitas
fase tersebut harus terlebih dahulu ditentukan. Aambugitas fase merupakan
bilangan bulat ( kelipatan panjang gelombang ). Dalam hal ini setiap data
pengamatan one – way fase terkait dengan satelit tertentu mempunyai harga
ambiguitas fase tersendiri. Patut dicatat bahwa sepanjang receiver GPS
mengamati sinyal secara kontinyu ( tidak terjadi cycle – slip ), maka ambiguitas
fase akan selalu sama harganya untuk setiap epok (Abidin, 2007).
19
3. Rendahnya rasio signal – to – noise yang bias disebabkan oleh
beberapa factor seperti dinamika receiver yang tinggi, aktivitas
ionosfer yang tinggi, atau multipath; dan
4. Adanya kerusakan komponen pada receiver.
20
II.10.7Selective Availability
Selective Availability (SA) adalah metode yang pernah diaplikasikan
untuk memproteksi ketelitian posisi absolut secara real time yang tinggi dari GPS
hanya untuk pihak militer Amerika Serikat dan pihak-pihak yang diberi izin.
Kesalahan SA mulai diterapkan pada semua satelit GPS yang
operasional, sejak 25 Maret 1990 dan berakhir pada 2 Mei 2000. Hal ini
dilakukan oleh pihak milliter Amerika Serikat sebagai pemilik dan pengelola
GPS secara sengaja menerapkan kesalahan-kesalahan sebagai berikut:
1. Kesalahan waktu satelit (dithering technique atau SA-δ)
2. Kesalahan ephemeris satelit (epsilon technique atau SA-ε)
II.10.8 Anti Spoofing
Anti Spoofing (AS) adalah suatu kebijakan dari DoD Amerika Serikat,
dimana kode-P dari sinyal GPS diubah menjadi kode-Y yang bersifat rahasia,
yang strukturnya hanya diketahui oleh pihak militer Amerika Serikat dan pihak-
pihak yang diizinkan. AS dilakukan dengan menjumlahkan kode-P dengan suatu
kode rahasia (encrypted) yaitu kode-W, untuk menghasilkan suatu kode-Y yang
juga berstruktur rahasia.
II.10.9 Kesalahan Jam
Data pseudorange dan fase kedua-duanya akan dipengaruhi oleh
kesalahan jam receiver dan jam satelit. Kesalahan dari salah satu jam akan
langsung mempengaruhi ukuran jarak, baik pesudorange maupun jarak fase.
1. Kesalahan Jam Satelit
Setiap satelit GPS yang beroperasi membawa beberapa buah jam atom,
dimana jam-jam tersebut digunakan untuk mendefinisikan sistem waktu
satelit. Jam-jam atom tersebut dengan perjalanan waktu akan mengalami
penyimpangan (offset, drift, dan drift-rate) dar sistem waktu GPS.
2 Kesalahan Jam Receiver
Receiver GPS umumnya dilengkapi dengan jam (osilator) kristal quartz,
yang relatif lebih kecil, lebih murah, dan memerlukan daya yang relatif
lebih kecil dibandingkan jam atom yang digunakan di satelit. Dari segi
stabilitas dan ketelitian, jam quartz yang digunakan di receiver lebih
rendah dibandingkan dengan jam atom yang digunakan oleh satelit.
Oleh sebab itu dapat diperkirakan bahwa komponen kesalahan pada
21
ukuran jarak ke satelit yang disebabkan oleh kesalahan jam receiver
akan lebih besar daripada yang disebabka oleh jam satelit.
II.10.11 Imaging
Imaging adalah suatu fenomena yang melibatkan suatu benda konduktif
yang berada dekat dengan antena GPS, seperti reflektor berukuran besar maupun
groundplane dari antena itu sendiri. Radiasi dari antena yang sebenarnya akan
menumbulkan arus induksi pada benda konduktif yang reflektif tersebut,
sehingga seolah-olah menjadi antena tersendiri yang dapat dilihat sebagai
bayangan (image) dari antena yang sebenarnya. Pola radiasi dari kedua antena ini
selanjutnya akan berinteraksi, dan resultan dari pola fase antena yang dihasilkan
akan berbeda dengan pola fase antena GPS yang seharusnya. Jadi, fenomena
imaging ini akan mendistorsi pola fase antena yang seharusnya (Abidin, 2007).
22
I.1 Pengukuran Metode Terestris dengan Total Station
Perkembangan terakhir dari Theodolite yaitu munculnya generasi Total
Station dan Smart Station. Total Station merupakan teknologi alat yang
menggabungkan secara elektronik antara teknologi Theodolite, teknologi EDM
atau Electronic Distance Measurement, data collector dan mikro komputer. EDM
merupakan alat ukur jarak elektronik yang menggunakan gelombang
elektromagnetik sinar infra merah sebagai gelombang pembawa sinyal
pengukuran dan dibantu dengan sebuah reflektor berupa prisma sebagai target.
Reflektor adalah alat pemantul sinar infra merah agar kembali ke EDM.
Sedangkan Smart Station merupakan penggabungan Total Station dengan GPS
Geodetik.
Dengan Total Station kita mendapatkan beberapa keuntungan,
diantaranya:
1. Dapat mengurangi kesalahan yang bersumber dari manusia (personal
error),
2. Aksesibilitas ke sistem berbasis komputer,
3. Mempercepat proses,
4. Memberikan kemudahan.
Selain keuntungan-keuntungan tersebut di atas, Total Station juga
memiliki kendala atau kekurangan. Beberapa kendala penggunaan alat Total
Station yang timbul sampai saat ini adalah:
1. Ketergantungan sistem pada sumber catu daya (sumber tegangan)
2. Kemampuan Sumber Daya Manusia yang masih kurang memahami
penggunaan Total Station.
Total Station dapat digunakan pada setiap tahapan survei seperti survei
pendahuluan, survei titik kontrol dan survei pematokan. Total Station terutama
cocok untuk survei topografi, dimana surveyor membutuhkan posisi X,Y,Z dari
sejumlah detil yang cukup banyak (700 sampai 1000 titik per hari), dua kali lebih
banyak dari data yang dikumpulkan dengan Theodolite biasa (stadia) dan EDM.
Hal ini akan sangat berarti dalam hal peningkatan produktivitas dan akan
menjadikan cara ini dapat bersaing dengan teknik fotogrametri atau survei udara.
Apalagi telah dapat dihubungkan secara langsung dengan komputer dan plotter.
Setiap jenis alat Electronic Total Station (ETS) akan memiliki spesifikasi ciri
23
tersendiri dalam hal prosedur pemakaian maupun dalam penanganan datanya.
Namun, untuk mempelajari jenis ETS tersebut secara umum yang perlu dipelajari
antara lain: pengelolaan basis data, spesifikasi dan kemampuan ETS serta sistem
operasi instrumen.
24
boundary atau area. Dengan demikian bentuk garis, polyline atau
boundary ditentukan oleh posisi titik, urutan titik, dan kerapatan titik.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar II-8 berikut.
26
Objek titik atau garis harus didefinisikan sesuai dengan sifat atau
statusnya terhadap penarikan garis kontur (planimetrik,
countourable dan breakline).
c. Atribut
Notasi atau atribut yang menjelaskan data harus dapat memenuhi
persyaratan untuk keperluan operasi–operasi database (relasi,
mutasi, menyortir data dan lain-lain).
Spesifikasi teknik penyajian atau spesifikasi teknik penggambaran pada
dasarnya masih mengacu pada prinsip metode penggambaran konvensional.
Spesifikasi teknik penyajian hasil pengukuran Total Station sangat berkaitan erat
dengan spesifikasi teknik pengelolaan basis data, bahkan berkaitan erat dengan
teknik pengukuran titik detail di lapangan.
27
II.11 Metode Pengukuran Terestris dengan Total Station
Dalam penggunaannya secara umum, total station digunakan untuk
pemetaan situasi dan jaring kerangka horisontal (planimetris). Dalam bidang
pengukuran tanah atau plane surveying, cara poligon banyak keuntungannya
antara lain : a. bentuknya mudah disesuaikan dengan daerah yang dipetakan b.
pengukurannya sederhana c. peralatannya mudah didapat d. perhitungannya
mudah (Basuki, 2006). Dalam penelitian ini metode pengukuran yang digunakan
adalah sebagai berikut.
29
I.2 Garis Kontur
Kontur adalah garis hubung antara titik – titik yang mempunyai
ketinggian yang sama. Garis yang dimaksudkan disini adalah garis khayal yang
dibuat untuk menghubungkan titik – titik yang mempunyai ketinggian yang sama
(Yuwono, 2004). Garis kontur mempunyai arti yang sangat penting bagi
perencanaan rekayasa, karena dari peta kontur dapat direncanakan antara lain:
1. Penentuan rute jalan atau saluran irigasi,
2. Bentuk irisan atau tampang pada arah yang dikehendaki,
3. Gambar isometrik dari galian/timbunan,
4. Besar volume galian/timbunan tanah,
5. Penentuan batas genangan pada waduk,
6. Arah drainase.
Garis kontur dapat terlihat, misalnya garis pantai sebuah danau, tetapi
biasanya di tanah, hanya elevasi beberapa titik ditentukan lokasinya dan garis
tinggi ditarik antara titik-titik kontrol ini. Dari garis kontur ini kita dapat
membayangkan keadaan medan yang sebenarnya. Beberapa sifat dari garis kontur
akan diuraikan sebagai berikut :
1. Garis-garis kontur saling melingkari satu sama lain dan tidak akan
saling berpotongan.
30
3. Pada daerah yang sangat curam, garis-garis kontur membentuk satu
garis.
4. Garis kontur pada curah yang sempit membentuk huruf V yang
menghadap ke bagian yang lebih rendah. Garis kontur pada punggung
bukit yang tajam membentuk huruf V yang menghadap ke bagian yang
lebih tinggi.
Keterangan :
u, uα : vektor lokasi untuk perhitungan dan salah satu dari data
yang berdekatan, dinyatakan sebagai α
m (u) : nilai ekspektasi dari Z(u)
m(uP) : nilai ekspektasi dari Z(uα)
λα (u) : Nilai Z(uα) untuk perhitungan lokasi u. nilai Z(uα) yang
sama akan memiliki nilai yang berbeda untuk estimasi
pada lokasi berbeda.
N : Jumlah data sampel yang digunakan untuk estimasi.
32
ordinary kriging tersebut menggunakan semivariogram isotropik karena
penelitian tersebut hanya bergantung pada jarak saja tanpa memperhitungkan
arah.
Nilai ketelitian di setiap kelas diperoleh melalui ketentuan seperti tertera pada
tabel di bawah ini.
Tabel II-3II-4. Ketentuan Ketelitian Geometri Peta (Badan Informasi Geospasial,
2014)
33
Pada pemetaan dua dimensi seperti penelitian ini yang perlu
diperhitungkan adalah koordinat (X, Y) pada titik uji dan posisi sebenarnya di
lapangan. Analisis akurasi posisi menggunakan root mean square error (RMSE),
yang menggambarkan nilai perbedaan antara titik uji dengan titik sebenarnya atau
definitive (dianggap benar). RMSE digunakan untuk menggambarkan akurasi
meliputi kesalahan random dan sistematik. Nilai RMSE dirumuskan sebagai
berikut:
………………………………………………….…..(II-
2)
Dimana nilai dari D2 diperoleh dari persamaan :
………………………………………. (II-3)
Adapun untuk mencari root mean square error (RMSE) elevasi atau ketinggian
menggunakan persamaan :
………………………………………..…..(II-4)
Keterangan ;
n = jumlah total data pengecekkan
D = selisih antara koordinat uji dengan koordinat peta
x = nilai koordinat easting (X)
y = nilai koordinat northing (Y)
z = nilai koordinat elevation atau sumbu (Z)
Nilai CE90 dan LE90 dengan tinggkat kepercayaan peta 90% Circular Error dan
Liniear Error kemudian dihitung dengan rumus :
34
…………………………………………….……..(II-5)
…………………………………………………...(II-6)
………………………………….…………..(II-7)
Keterangan :
= Nilai simpangan baku atau standar deviasi
= Data populasi 1
= Data populasi 2
N = Jumlah data
Dalam penerapannya simpangan baku dapat digunakan untuk menentukan
tingkat pergeseran hosizontal maupun perbandingan vertikal dalam dua data
seperti berikut ini:
35
1. Simpangan Baku Horisotal (X,Y)
…………………………..………………….………(II-8)
……………………………..……………….……...(II-9)
………………………………….………………… (II-10)
Keterangan :
36
= Nilai simpangan baku atau standar deviasi easting
(X)
Nothing (Y)
= Jumlah data
……………………………………………….……(II-11)
Keterangan :
37
II.14.2 Uji F (Distribusi Fisher)
Uji F (Distribusi Fisher) adalah suatu analisis varians yang
memungkinkan untuk mengetahui apakah dua atau lebih mean populasi akan
bernilai sama dengan menggunakan data dari sampel masing – masing populasi.
Biasanya analisis varians lebih efektif digunakan untuk menguji tiga atau lebih
populasi.
The null hypothesis, H0
Pernyataan yang memebandingkan statistic populasi dengan sampel.
Pernyataan ini mengindikasikan apa yang diharapkan dari populasi.
The alternative hypothesis, Ha
Hipotesis yang diterima apabila H0 ditolak.
The best statistic
Dihitung dari data sampel dan digunakan untuk menolak atau menerima
hipotesis nol
The rejection region
Nilai untuk uji statistic dimana H0 ditolak. Jika statistic hitungan lebih
besar daripada nilai pada rejection region, hal tersebut menandakan
statistic sampel dari hipotesis nol berada diluar confidence interval.
Uji F pada penelitian ini menggunanan perbandingan antara variance dari dua set
sampel, rumus yang digunakan yaitu :
atau ………………..(II-12)
Keterangan :
= Varians populasi 1
= Varians populasi 2
F = Nilai F hitung
Tabel F distributions dibaca dengan
……………………………………………..................(II-13)
Keterangan :
38
Hipotesis nol ditolak jika :
One tailed test digunakan untuk menguji apakah rata – rata sampel lebih
besar atau kecil daripada rata – rata populasi.
………………………………………………………..…(II-14)
Two tailed test digunakan untuk menguji apakah rata – rata sampel
berbeda secara statistic dengan rata – rata populasi.
……………………………………………………...…(II-15)
39
Tabel II-5. Biaya Personil Langsung (Ikatan Nasional Konsultan
Indonesia, 2018)
40
f. Perhitungan konversi minimum biaya lagsung personil menurut satuan
waktu adalah sebagai berikut :
………………………………………..…………….(II-16)
……………………………………..………....(II-17)
…………………………………….…………..(II-18)
Dimana :
SBOB = Satuan Biaya Orang Bulanan (Persong Month Rate)
SBOM = Satuan Biaya Orang Mingguan (Persong Week Rate)
SBOH = Satuan Biaya Orang Harian (Persong Day Rate)
SBOJ = Satuan Biaya Orang Jam (Persong Hour Rate)
2. Biaya Langsung Non Personil (Direct Cost)
Biaya langsung non personil adalah biaya langsung yang diperlukan
untuk menunjang pelaksanaan kegiatan proyek yag dibuat dengan
mempertimbangkan dan berdasarkan harga pasar yang wajar dan dapat
dipertanggungjawabkan serta sesuai dengan perkiraan kegiatan. Biaya
langsung non personil ini terdiri dari tiga komponen (Ikatan Nasional
Konsultan Indonesia, 2018). Komponen tersebut antara lain :
Reimbursable, adalah biaya yang dapat diganti yang sebenarnya
dikeluarkan oleh konsultan untuk pengeluaran-pengeluaran yang
sesungguhnya (at cost) dan kegiatan yang telah ditetapkan seperti :
dokumen perjalanan ke luar negeri, tiket transportasi darat/laut, kelebihan
bagasi, bagasi yang tidak dibawa sendiri, biaya perjalanan darat (local
travel), biaya pembelian kebutuhan proyek.
Fixed Unit Rate, adalah biaya yang dikeluarkan oleh konsultan
berdasarkan harga satuan yang pasti dan tetap untuk unsur pekerjaan
41
dengan volume yang diperkirakan, seperti sewa peralatan penunjang
seperti : sewa kendaraan, sewa kantor proyek, sewa peralatan kantor, biaya
komunikasi, biaya operasional kantor proyek, biaya computer dan printer,
tunjangan harian, biaya pelaporan dan biaya sewa alat seperti pada tabel
berikut ini:
Harga Sewa/
No. Alat Survei Kelengkapan
Hari
Total Station
prisma ads (2) prisma ak (1),
1 Topcon (all Rp. 250.000.-
stick (1), statip (3)
type)
Dari daftar harga di atas maka dapat dihitung biaya peralatan yaitu :
Biaya sewa = Harga Sewa x Waktu pengukuran………………..(II-19)
42
Bab III Metodologi Penelitian
43
III.2 Data Penelitian
Persiapan dan pelaksanaan penelitan ini menggunakan beberapa data,
peralatan dan software yang mendukung. Data yang digunakan dalam tugas akhir
ini dapat dilihat pada tabel III-1 berikut:
Tabel III-9III-10. Data Penelitian
No Data Sumber
www.globalsurveybandung.com,
8 Data Harga Alat Survey
2018
44
III.3.1 Perangkat Keras (Hardware)
Perangkat keras yang digunakan untuk penelitian ini dapat dilihat
pada tabel III-2 berikut.
45
III.4 Diagram Alir Penelitian
Berikut merupakan diagram alir dari penelitian ini :
Studi Literatur
Pengumpulan Data
Chart
Datum
Koordinat BM
Kontrol
Overlay
Uji Statistik
Analisis Hasil
46
Gambar III-15. Diagram Alir
III.5 Pelaksanaan Penelitian
Pada penelitian ini terdapat beberapa tahapan yang dilakukan, secara
garis besar tahapan penelitian yang dilakukan terdiri dari persiapan, pengumpulan
data, pengolahan data, analisis data, dan kesimpulan. Berikut penjelasan
mengenai tahapan – tahapan dalam penelitian ini sesuai dengan diagram alir
penelitian:
III.5.1 Persiapan
Tahap ini meliputi beberapa bagian, yaitu :
1. Studi Literatur
Studi literatur dilakukan untuk memperdalam materi dan memperluas
wawasan serta menambah informasi yang berkaitan dengan topik penelitian
seperti pengukuran GNSS, RTK Radio, GNSS Statik, pengukutan total
station, dan pengukuran garis pantai sesuai dengan judul penelitian.
2. Administrasi Perijinan
Administrasi perijinan meliputi pembuatan surat dan dokumen yang
dibutuhkan saat akuisisi data lapangan agar pada saat pengambilan data
berlangsung dapat berjalan lancar dan legal.
3. Pengadaan Alat dan Bahan
Alat dan Bahan yang digunakan pada penelitian ini berasal dari
Laboratorium Survei dan Pemetaan Dasar Departemen Teknik Geodesi
Undip, sedangkan bahan – bahan yang dibutuhkan lebih dahulu dipersiapkan
sebelumnya.
4. Survei Lapangan dan Penentuan Lokasi Penelitian
Survei lapangan dan penentuan lokasi penelitian dilakukan agar kriteria
lokasi sesuai dengan yang dikaji dalam penelitian ini.
49
Gambar III-18. Proses Pengukuran GNSS metode RTK Radio
51
Gambar III-22. Konfigurasi pengukuran RTK
4. Melakukan pengaturan parameter pada Base Station dengan
masuk pada tab Config: BaseReceiver. Kemudian isi jenis
receiver dan antenna dengan Hiper II dan tinggi Base
Station lalu klik next.
52
Gambar III-24. Konfigurasi parameter radio RTK
53
pada parameter Multipath (default) kemudian klik next lalu
klik tanda centang hijau.
10. Masuk ke menu Setup, lalu pilih Start Base kemudian isi
parameter berupa nama Base Station, koordinat Base, tinggi
alat lalu konfigurasi radio yang digunakan. Setelah selesai
pilih Start Base.
57
Gambar III-36 Tampilan Job Configuration Adjusment
59
Gambar III-42 Tampilan Jendela Pengisian Koordinat Benar
10. Hasil dari titik yang diinput berupa titik dan baseline yang
menghasilkan tampilan seperti di bawah ini:
Gambar III-43 Tampilan Baseline Data Pengamatan dan Base Metode Radial
11. Memasukkan tinggi alat dan jenis antenna, untuk metode radial
matikan baseline antar CORS lalu mulai proses post processing
dengan cara mengklik Process, pilih GPS+ post processing yang
akan menghasilkan data sebagai berikut:
60
Gambar III-44 Jendela Process dan Hasil Gambar
12. Melakukan proses adjustment yaitu dengan cara memblok baseline
yang ada, lalu mengklik toolbar Process, kemudian memilih menu
Adjustment.
61
Gambar III-46 Occupation View
14. Tampilan jendela Occupation view akan muncul sehingga dapat
dilihat waktu perekaman data, interval perekaman, dll.
15. Menyeleksi titik-titik yang akan dikoreksi dengan cara mengklik titik-
titik tersebut agar didapatkan data yang lebih baik.
62
Gambar III-48 Tampilan Occupation View untuk dikoreksi
63
Coordinates.
65
Gambar III-55 Tampilan matrix A
5. Setelah selesai penyusunan matrix A maka selanjutnya melakukan
penyusunan matrix L, yaitu dengan mengurutkan data pengamatan setiap
jamnya sesuai dengan hari pengamatannya, maka dalam matrix L ukuran
matrixnya adalah 696x1.
66
Gambar III-57 Tampilan matrix X
7. Selanjutnya proses menentukan amplitudo dan phase dengan
menggunakan rumus sesuai dengan ketentuan.
67
Gambar III-60. Chart Datum Hasil Perhitungan
68
Gambar III-61. Data hasil pengukuran sipat datar
2. Melakukan perhitungan Bowditch pada data hasil pengukuran sipat
datar pada pengamatan pasut.
TOPO 2: HITUNGAN WATERPAS
LOKASI = TANGGAL = HAL:
DIUKUR OLEH = CUACA =
SEKSI = DARI KE ALAT UKUR =
DIPERIKSA OLEH = NO. ALAT UKUR =
No. titik Beda tinggi
Tinggi titik No. titik Keterangan
Dari Ke Pergi Pulang Rata-rata Koreksi Definitif
2.557 BM DMG
BM 6 P1 -2.416 2.415 -2.415 0.0003
-2.415
0.142 P1
P1 PL -0.140 0.141 -0.140 0.0003
-0.140
0.000 PL
PL P1 0.140 -0.142 0.141 0.0003
0.141
0.141 P1
P1 BM 6 2.415 -2.417 2.416 0.0003
2.416
2.557 BM DMG
69
4. Pengikatan datum vertikal terhadap Benchmark yang digunakan
untuk penelitian dengan menambahkan beda tinggi antara nol palem
dengan datum vertikal terhadap hasil perhitungan beda tinggi
Benchmark dengan palem pasut.
TOPO 2: HITUNGAN WATERPAS
LOKASI = TANGGAL = HAL:
DIUKUR OLEH = CUACA =
SEKSI = DARI KE ALAT UKUR =
DIPERIKSA OLEH = NO. ALAT UKUR =
No. titik Beda tinggi
Tinggi titik No. titik Keterangan
Dari Ke Pergi Pulang Rata-rata Koreksi Definitif
0.000 PALEM
PL P1 0.141
0.141 P1
P1 BM DMG 2.414
2.555 BM DMG
70
III.6.4 Pengolahan Data Hasil Pengukuran Terestris dengan Total Station
Pengukuran terestris dengan Total Station untuk mendapatkan garis
pantai dilakukan dengan pengukuran situasi di wilayah studi. Pada penelitian ini
menggunakan metode pengukuran sudut dan jarak kemudian diolah untuk
mendapatkan titik – titik koordinat serta tinggi situasi. Dimana proses
pengolahannya sebagai berikut.
71
Koordinat Total Station
No Nama Titik E (m) N (m) Z (m)
1 BASE 460185.369 9267761.959 1.517
2 P1 460054.414 9267797.424 0.925
3 P2 460051.168 9267823.234 -0.039
4 P3 460046.582 9267851.626 0.213
5 P4 460044.879 9267879.340 0.098
6 P5 460043.722 9267915.442 0.235
7 P6 460038.613 9267944.516 -0.066
8 P7 460036.552 9267974.492 -0.167
9 P8 460034.002 9268009.315 -0.233
72
Gambar III-70. Workspace pada Surfer 14
7. Impor data hasil pengukuran yang akan diolah menjadi kontur
dengan klik pada tool Grid Data
73
9. Pilih Sheet pada file format Microsoft Excel yang diimpor , klik ok
lalu akan muncul jendela baru
74
Gambar III-75. Membangun Kontur pada Surfer
12. Pilih file dengan format (.grd) sebagai masukan pengolahan kontur.
75
Gambar III-77. Kontur Hasil Pengolahan pada Surfer 14
14. Untuk melakukan editing data kontur, pilih data kontur tersebut
pada jendela Content di sebelah kiri kemudian pilih Levels pada
Content Properties dibawah. Lakukan pengaturan interval kontur,
label kontur dan kontur mayor ata minor yang ditampilkan.
76
15. Kemudian export data kontur menjadi format (.shp) untuk
dilakukan proses analisis garis pantai dan kartografi pada program
Arcgis 10.5.
77
Gambar III-81. Input Data Kontur
18. Lakukan overlay dengan citra satelit.
Gambar III-82. Overlay Data Kontur dan Citra Satelit pada Arcmap
78
Gambar III-83. Data Hasil Pengukuran RTK Radio
79
4. Masukkan data tinggi titik kontrol (Benchmark) yang telah diikatkan
terhadap datum tinggi. Lalu lakukan penjumlahan beda tinggi
terhadap tinggi orthometris tersebut.
Koordinat RTK Radio
No Nama Titik E (m) N (m) Z (m)
1 BASE 460185.369 9267761.959 1.517
2 P1 460054.601 9267797.799 0.821
3 P2 460051.589 9267823.494 0.267
4 P3 460047.319 9267851.721 0.533
5 P4 460045.095 9267879.580 0.340
6 P5 460043.783 9267915.565 0.428
7 P6 460038.991 9267944.890 0.197
8 P7 460036.778 9267974.706 0.054
9 P8 460034.240 9268009.574 0.025
10 P9 460025.085 9268053.310 0.239
11 P10 460022.338 9268078.952 0.161
12 P11 460016.711 9268113.447 0.212
III.7 Analisis
Berikut merupakan proses analisis dari data penelitian, yaitu analisis uji
statistik dan efektivitas dua metode dengan membandingkan ketelitian,
perhitungan waktu dan estimasi biaya.
80
III.7.2 Uji Ketelitian
Uji ketelitian pengukuran pada hasil penelitian ini berdasarkan dari
Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial tahun 2014. Pengujian ketelitian
peta menggunakan perbedaan koordinat (X, Y, Z) antara titik uji pada
pengukuran dengan lokasi titik uji pada permukaan tanah. Pengukuran akurasi
menggunakan root mean square error (RMSE) atau circular error. RMSE
horizontal dihitung dengan rumus (II-2), sedangkan RMSE vertikal dihitung
dengan rumus (II-4). Setelah itu dapat dihitung nilai CE90 dengan rumus (II-5)
dan LE90 dengan rumus (II-6).
1 P1 07:23.8
2 P2 07:23.9
81
3 P3 10:22.6
Lama
Pengukuran
No. Titik (Menit) Dokumentasi
4 P4 07:12.4
5 P5 07:12.4
6 P6 07:12.4
Waktu yang diperlukan untuk satu sesi atau satu patok rata – rata
sebesar 7 menit 47.9 detik yang dilakukan oleh dua surveyor. Dalam
penelitian ini terdapat 36 sesi pengukuran, maka dapat dikatakan akan
memerlukan waktu pengukuran 4 jam 40 menit. Maka apabila dibulatkan
pengukuran dapat diselesaikan dalam 1 hari kerja.
Perhitungan estimasi biaya pengukuran GNSS metode RTK
adalah sebagai berikut :
a. Biaya Peralatan
Biaya peralatan berdasar harga sewa peralatan dihitung dengan
persamaan (II-19) berdasarkan tabel (II-4).
b. Biaya Langsung Personil
Biaya langsung personil diperoleh dari daftar Billing Rate Ikatan
Nasional Konsultasn Indonesia (INKINDO) tahun 2018. Maka dapat
diketahui biaya personil untuk pekerjaan pengukuran ini dengan
82
persamaan (II-18), kemudian dihitung biaya personil total berdasarkan
waktu yang diperlukan.
Biaya personil = Jumlah Personil x SBOH x waktu
2. Perhitungan Waktu dan Estimasi Biaya Pengukuran Total Station
Pengukuran metode terestris menggunakan Total station pada
umumnya dapat dilakukan minimal dua orang surveyor. Namun pada
penelitian ini dilakukan oleh empat surveyor untuk menjaga keamanan
surveyor dan alat, serta memerhatikan efisiensi waktu dalam penelitian
ini. Perhitungan lama waktu pengukuran dilakukan dengan bantuan
stopwatch dengan perhitungan dari stand alat Total Station sampai
dengan selesai pengukuran pada satu sesi tiap titik berdiri alat. Perolehan
data lama waktu pengukuran paa tabel di bawah ini.
Tabel III-14. Waktu Pengukuran Total Station
Lama Pengukuran
No. Titik Dokumentasi
(Menit)
1 P1 17:22.8
2 P2 17:33.2
3 P3 17:33.2
4 P4 17:47.4
83
Lama Pengukuran
No. Titik Dokumentasi
(Menit)
5 P5 17:47.4
6 P6 16:33.2
84
Bab IV Hasil dan Pembahasan
85
dibandingkan dengan RMS Horisontal dan RMS Vertikal terhadap CPWD dan
CSEM. Hal tersebut dapat terjadi karena perbedaan baseline yang cukup besar.
Jarak antara BM MKM terhadap CJPR sebesar 4362,177 m, BM MKM terhadap
CPWD dan CSEM masing – masing sebesar 60430,893 m dan 49512,986m.
Untuk jarak baseline antara titik BM LAP terhadap CJPR sebesar 4309,991m, BM
LAP terhadap CPWD dan CSEM masing – masing sebesar 60343.014 m dan
49549,057 m. Adapun hasil data pengamatan GNSS metode statik dapat dilihat
pada table IV.1 di bawah ini.
Tabel IV-17IV-18. Koordinat Hasil Pengamatan GNSS Metode Statik
Koordinat
No. Nama Titik Easting (X) Northing (Y) Elevation (Z)
(m) (m) (m)
1 BM MKM 460073,230 9267798,631 28,744
2 BM LAP 460185,369 9267761,959 28,857
Dari pengolahan data pengamatan menghasilkan koordinat dua titik kontrol
pengukuran atau Benchmark (BM) yang digunakan sebagai referensi pengukuran
dalam penelitian ini, yaitu titik BM Lapangan (BM LAP) dengan koordinat
Easting (X) sebesar 460185,369 meter, Northing (Y) 9267761,959 meter,
Elevation (Z) sebesar 28,857 meter. Sedangkan titik BM Makam (BM MKM)
koordinat Easting (X) sebesar 460073,230 meter, Northing (Y) 9267798,631
meter, Elevation (Z) sebesar 28,744 meter.
IV.2 Hasil Pengolahan Data Pasang Surut Stasiun Pasut BIG Jepara
Data pasang surut merupakan data sekunder dalam penelitian ini, yaitu
untuk menentukan datum vertikal local pada area penelitian. Data pasang surut
diperoleh dari stasiun pasut Badan Informasi Geospasial (BIG) Jepara pada
tanggal 15 Maret 2018 sampai dengan 15 Mei 2018 atau data pengamatan selama
satu bulan dimana terdapat hari pada saat penelitian berlangsung. Data pasang
surut tersebut diolah menggunakan program Microsoft Excel dengan perhitungan
perataan Leastsquare untung mencari konstanta harmonic kemudian digunakan
untuk menghitung chart datum. Adapun hasil perhitungan chart datum metode
leastsquare dapat dilihat pda tabel IV.3 berikut :
86
Tabel IV-19IV-20. Chart Datum Hasil Perhitungan Metode Leastquare
Besaran
Menyatakan Simbol Perhitungan
(m)
Higher High Water Z0 +
HHWL
Level (M2+S2+K2+K1+O1+P1) 1,638
Mean High Water Level MHWL Z0 + (M2+K1+O1) 1,434
Mean Sea Level MSL Z0 0,952
Mean Low Water Level MLWL Z0 - (M2+K1+O1) 0,469
Chart Datum Level CDL Z0 - (M2+S2+K1+O1) 0,396
Z0 -
Lower Low Water Level LLWL
(M2+S2+K2+K1+O1+P1) 0,265
Lower Astronomical
LAT Z0 - (All Constituents)
Tide 0,210
Dari hasil pengolahan data pasang surut dengan lama pengamatan satu
bulan menghasilkan chart datum seperti pada tabel di atas. Sesuai dengan Undang
– Undang Informasi Geospasial tahun 2011 pasal 13 ayat 2. Garis yang digunakan
untuk pemetaan IGD maupun IGT berdasarkan pada garis pantai surut terendah,
pasang tertinggi dan muka air laut rata – rata. Oleh sebab itu dalam penelitian ini
menggunakan datum vertikal yang sesuai dengan undang – undang tersebut yaitu
Higher High Water Level (HHWL), Lower Low Water Level (LLWL) dan Mean
Sea Level (MSL). Dimana HHWL adalah sebesar 1,638 meter, LLWL 0,265
meter dan MSL 0,952 meter.
87
Tabel IV-23IV-24. Hasil Perhiutngan Data Kerangka Vertikal (lanjutan)
Tinggi
No. titik Beda tinggi No. titik
titik
Rata-
Dari Ke 1,52
Pergi Pulang rata Koreksi Definitif
P1 P2 0,17 -0,17 0,17 0,00 0,17 1,43 P2
P2 P3 -0,06 0,06 -0,06 0,00 -0,06 1,37 P3
P3 P4 -0,02 0,01 -0,02 0,00 -0,02 1,35 P4
P4 P5 0,17 -0,17 0,17 0,00 0,17 1,52 P5
P5 P6 -0,18 0,18 -0,18 0,00 -0,18 1,34 P6
P6 P7 0,01 -0,01 0,01 0,00 0,01 1,35 P7
P7 P8 0,05 -0,05 0,05 0,00 0,05 1,40 P8
P8 PB1 0,04 -0,04 0,04 0,00 0,04 1,44 PB1
PB1 P9 0,16 -0,16 0,16 0,00 0,16 1,60 P9
P9 PB2 -0,08 0,08 -0,08 0,00 -0,08 1,53 PB2
PB2 P10 -0,16 0,16 -0,16 0,00 -0,16 1,37 P10
P10 P11 -0,02 0,02 -0,02 0,00 -0,02 1,35 P11
P11 PB3 0,14 -0,14 0,14 0,00 0,14 1,49 PB3
PB3 P12 0,05 -0,04 0,05 0,00 0,04 1,53 P12
P12 P13 0,08 -0,08 0,08 0,00 0,08 1,61 P13
P13 P14 -0,46 0,46 -0,46 0,00 -0,46 1,15 P14
P14 P15 0,07 -0,06 0,07 0,00 0,06 1,21 P15
P15 P15,1 0,08 -0,09 0,09 0,00 0,08 1,30 P15,1
P15,1 P15,2 -0,22 0,22 -0,22 0,00 -0,22 1,08 P15,2
BM BM
0,18 0,00
P15,2 MKM 0,18 -0,18 0,18 1,25 MKM
BM 4 PB 4 -0,18 0,18 -0,18 0,00 -0,18 1,08 PB 4
BM BM
0,36 0,00
PB 4 LAP 0,36 -0,36 0,35 1,43 LAP
Jumlah 0,01 0,00 0,01 -0,01
88
Tabel IV-1. Koordinat Hasil Pengukuran Terestris dengan Total Station
Height
Easting (X) Northing (Y)
No. Titik (Z)
(m) (m)
(m)
1 BASE 460185,369 9267761,959 28,857
2 P1 460054,601 9267797,799 28,161
3 P2 460051,589 9267823,494 27,607
4 P3 460047,319 9267851,721 27,873
5 P4 460045,095 9267879,580 27,680
6 P5 460043,783 9267915,565 27,768
7 P6 460038,991 9267944,890 27,537
8 P7 460036,778 9267974,706 27,394
9 P8 460034,240 9268009,574 27,365
10 P9 460025,085 9268053,310 27,579
… … … … …
241 35sh2 459974,916 9267385,020 27,736
242 35sh3 459979,554 9267388,252 27,498
243 35sh4 459966,422 9267387,756 27,177
244 35sh5 459957,679 9267389,224 27,208
245 35sh6 459933,870 9267395,030 27,075
246 35sh7 459902,891 9267400,591 26,990
247 36sh1 459972,440 9267373,090 28,656
248 36sh2 459975,133 9267364,846 28,233
249 36sh3 459971,143 9267364,518 27,283
250 36sh4 459964,384 9267364,001 27,195
251 36sh5 459956,210 9267364,952 27,077
252 36sh6 459934,818 9267370,482 26,999
Koordinat Hasil Pengukuran Total Station
Height
No. Titik Easting (X) (m) Northing (Y) (m)
(Z) (m)
89
8 P7 460036.552 9267974.492 27.173
9 P8 460034.002 9268009.315 27.107
10 P9 460024.517 9268053.477 27.234
… … …………. …………. …..
35sh
241
2 459974.082 9267385.189 27.736
35sh
242
3 459979.213 9267387.918 27.498
35sh
243
4 459965.603 9267388.176 27.177
35sh
244
5 459957.475 9267390.006 27.208
35sh
245
6 459933.531 9267395.379 27.075
35sh
246
7 459902.524 9267401.179 26.990
36sh
247
1 459972.340 9267374.044 28.656
36sh
248
2 459974.772 9267363.901 28.233
36sh
249
3 459970.255 9267364.568 27.283
36sh
250
4 459963.594 9267364.908 27.195
36sh
251
5 459955.417 9267364.990 27.077
36sh
252
6 459933.999 9267370.542 26.999
Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada lampiran C Hasil Pengukuran Total
Station.
Hasil pengukuran terestris dengan menggunakan Total Station berupa titik
koordinat (X, Y, Z) sebanyak 251 titik, dimana terdapat 36 titik poligon dengan
jarak antar patok 25 meter sampai dengan 50 meter, serta 215 titik detil atau
situasi berupa spot height yang diukur sepanjang pantai. Pengukuran metode
terestris dengan Total Station tenaga surveyor 4 orang untuk menyelesaikan
pengukuran estimasi kurang lebih 10 jam efektif atau dapat diselesaikan dalam 2
hari kerja. Hasil pengukuran terestris dengan menggunakan Total Station
diasumsikan sebagai hasil pengukuran yang paling benar atau definitive dan
nantinya digunakan sebagai data acuan dan data validasi untuk pengukuran situasi
menggunakan GNSS metode RTK Radio.
90
IV.5 Hasil Pengukuran Garis Pantai dengan GNSS Metode RTK Radio
Sampel koordinat hasil pengukuran GNSS metode RTK Radio dapat
dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel IV-27IV-28. Koordinat Hasil Pengukuran GNSS dengan Metode RTK
Radio
RTK Radio
No. Titik Height
Easting (X) Northing (Y)
(Z) Solution Type
(m) (m)
(m)
Fixed,Phase
1 BASE
460185,369 9267761,959 28,857 Diff
Fixed,Phase
2 P1
460054,601 9267797,799 28,161 Diff
Fixed,Phase
3 P2
460051,589 9267823,494 27,607 Diff
Fixed,Phase
4 P3
460047,319 9267851,721 27,873 Diff
Fixed,Phase
5 P4
460045,095 9267879,580 27,680 Diff
Fixed,Phase
6 P5
460043,783 9267915,565 27,768 Diff
Fixed,Phase
7 P6
460038,991 9267944,890 27,537 Diff
Fixed,Phase
8 P7
460036,778 9267974,706 27,394 Diff
Fixed,Phase
9 P8
460034,240 9268009,574 27,365 Diff
Fixed,Phase
10 P9
460025,085 9268053,310 27,579 Diff
… … ………. ………. ….. ………..
Fixed,Phase
240
35sh1 459972,945 9267386,470 28,017 Diff
Float,Phase
241
35sh2 459974,916 9267385,020 28,352 Diff
Float,Phase
242
35sh3 459979,554 9267388,252 28,703 Diff
Fixed,Phase
243
35sh4 459966,422 9267387,756 27,309 Diff
Fixed,Phase
244
35sh5 459957,679 9267389,224 27,247 Diff
Fixed,Phase
245
35sh6 459933,870 9267395,030 27,183 Diff
91
Tabel IV-29IV-30. Koordinat Hasil Pengukuran GNSS dengan Metode RTK
Radio
(lanjutan)
RTK Radio
No. Titik Height
Easting (X) Northing (Y)
(Z) Solution Type
(m) (m)
(m)
Fixed,Phase
247
36sh1 459972,440 9267373,090 28,478 Diff
Fixed,Phase
248
36sh2 459975,133 9267364,846 28,889 Diff
Fixed,Phase
249
36sh3 459971,143 9267364,518 28,361 Diff
Fixed,Phase
250
36sh4 459964,384 9267364,001 27,462 Diff
Fixed,Phase
251
36sh5 459956,210 9267364,952 27,320 Diff
Fixed,Phase
252
36sh6 459934,818 9267370,482 27,204 Diff
Untuk lebih lengkap dapat dilihat pada lampiran D Hasil Pengukuran GNSS
Metode RTK Radio.
Pengukuran garis pantai dengan GNSS metode RTK Radio diikatkan
dengan stasiun atau base yang didirikan di atas Benchmark di sekitar lokasi
penelitian yang telah ditentukan. Hasil pengukuran GNSS metode RTK Radio
berupa titik – titik koordinat (X, Y, Z) sebanyak 251 titik detil atau situasi yang
diperoleh secara real – time pada saat pengukuran dengan solution type fix dan
float untuk masing – masing pengikatan ke base station. Dari 251 titik detil
diperoleh 240 titik dengan solusi float dan 11 titik dengan solusi fix. Hal tersebut
dipengaruhi oleh obstruksi atau objek yang menutupi titik detil yang diukur.
92
dengan tinggi berdasarkan referensi MSL, HHWL dan LLWL dapat di lihat pada
tabel IV-7 berikut ini :
Tabel IV-31IV-32. Hasil Chart Datum Data Pasang Surut
Besaran
No Menyatakan Simbol Perhitungan Konstanta (m)
Higher High Water Z0 +
1 Level HHWL (M2+S2+K2+K1+O1+P1) 1,638
Mean High Water
2 Level MHWL Z0 + (M2+K1+O1) 1,434
3 Mean Sea Level MSL Z0 0,952
4 Mean Low Water Level MLWL Z0 - (M2+K1+O1) 0,469
5 Chart Datum Level CDL Z0 - (M2+S2+K1+O1) 0,396
Lower Low Water Z0 -
6 Level LLWL (M2+S2+K2+K1+O1+P1) 0,265
Lower Astronomical
7 Tide LAT Z0 - (All Constituents) 0,210
Salah satu aspek dalam pembentukan garis pantai adalah nilai pasang surut
air laut yang nantinya akan dihitung dari nilai. Dalam pembuatan garis pantai
sesuai dengan ketentuan LPI bahwa pengukuran pasang surut minimal 29 hari
atau piantan. Datum untuk kontrol vertikal di laut adalah sistem kedalaman
mengacu pada peta laut didasarkan pada rata-rata air rendah terendah hasil
perhitungan dari data stasiun permanen atau stasiun pasang surut temporal
berdasarkan pengukuran 29 piantan. Pada pengukuran pasang surut di daerah
pacitan dihasilkan nilai konstanta harmonik yang nantinya digunakan untuk
menentukan Mean Sea Level dan Chart Datum. Dimana dari pengolahan data
diperoleh nilai Mean Sea Level (MSL) sebesar 0,952 meter, Lower Low Water
Level (LLWL) sebesar 0,265 meter dan Higher High Water Level (HHWL)
sebesar 1,638 meter.
93
Nama Koordinat Total Station
No Titik E(m) N (m) Z (m)
3 P2 460051,168 9267823,234 -0,039
4 P3 460046.582 9267851,626 0,213
5 P4 460044.879 9267879.340 0.098
Untuk lebih lengkap dapat dilihat pada lampiran C Hasil Pengukuran Total
Station.
Berikut merupakan sampel koordinat hasil pengukuran garis pantai dengan
GNSS metode RTK Radio dengan tinggi berdasarkan mean sea level (MSL).
Tabel IV-37IV-38. Koordinat RTK Radio Berdasarkan MSL
94
Nama Koordinat RTK Radio
No Titik E (m) N (m) Z (m)
7 P6 460038,991 9267944,890 0,197
8 P7 460036,778 9267974,706 0,054
9 P8 460034,240 9268009,574 0,025
10 P9 460025,085 9268053,310 0,239
11 P10 460022,338 9268078,952 0,161
… …. …………… …………… …,,
Tabel IV-39IV-40. Koordinat RTK Radio Berdasarkan MSL (lanjutan)
Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada lampiran D Hasil Pengukuran GNSS
Metode RTK Radio.
Adapun sampel hasil dari pengolahan data koordinat hasil pengukuran
menjadi peta kontur dan garis pantai dari metode pengukuran terestris dengan
Total Station maupun pengukuran GNSS metode RTK Radio sesuai datum
referensi yang digunakan dapat dilihat pada gambar berikut ini :
95
Gambar IV-87. Kontur Hasil Pengukuran Total Station Referensi MSL (kiri) dan
Kontur hasil pengukuran RTK Radio (kanan)
Adapun perbedaan hasil garis pantai antara hasil pengukuran Total Station
dengan pengukuran RTK Radio dapat di lihat pada gambar berikut ini :
96
Pengukuran garis pantai secara terestris menggunakan Total Station
menghasilkan data detil atau situasi berupa koordinat Easting (X), Northing (Y)
dan Elevation (Z) dengan referensi datum vertikal Mean Sea Lever (MSL) dimana
nilai Z terendah sebesar -1,230 meter dan nilai tertinggi 3,024 meter dari MSL,
Data dari hasil pengukuran GNSS metode RTK Radio menghasilkan nilai tinggi
minimum sebesar -2,89237 meter dibawah datum dan nilai tinggi maksimum
sebesar 3,203 meter di atas datum referensi, Garis pantai dari kedua metode
pengukuran dengan datum referensi Mean Sea Level dapat terbentuk dengan baik
meskipun terdapat beberapa perbedaan pada segmen tertentu, Perbedaaan tersebut
terjadi karena selisih antara data koordinat (X, Y) dan nilai tinggi (Z) yang
diinterpolasi metode Krigging,
97
Untuk lebih lengkap dapat dilihat pada lampiran C Hasil Pengukuran Total
Station,
Tabel IV-43IV-44, Tabel Hasil Pengukuran RTK Radio dengan Referensi LLWL
Untuk lebih lengkap dapat dilihat pada lampiran D Hasil Pengukuran GNSS
Metode RTK Radio,
Adapun sampel hasil dari pengolahan data koordinat hasil pengukuran
menjadi peta kontur dan garis pantai dari metode pengukuran terestris dengan
Total Station maupun pengukuran GNSS metode RTK Radio sesuai datum
referensi yang digunakan melalui pengolahan menggunakan program Surfer 14
dan Arcmap 10,5 dapat dilihat pada gambar IV-3,
98
Gambar IV-89. Kontur Hasil Pengukuran Total Station Referensi LLWL (kiri)
dan Kontur Hasil Pengukuran RTK Radio Referensi LLWL
99
Gambar IV-90. Peta Garis Pantai Referensi Tinggi Surut Terendah (LLWL)
101
Total Station maupun pengukuran GNSS metode RTK Radio sesuai datum
referensi yang digunakan dapat dilihat pada gambar berikut ini :
Gambar IV-91. Peta Kontur Total Station Referensi HHWL (kiri) dan Kontur
Pengukuran RTK Radio Referensi HHWL (kanan)
102
Gambar IV-92. Garis Pantai Pengukuran Total Station dan RTK Radio
Dari hasil data dan plotting pada peta dapat diketahui beberapa perbedaan
antara data hasil pengukuran Total Station dan GNSS metode RTK Radio, Data
Total Station dengan referensi tinggi pasang tertinggi menghasilkan data tinggi
titik dengan nilai minimum -2,199 meter dibawah datum, sedangkan nilai
maksimum sebesar 2,055 meter di atas datum tinggi, Data pengukuran GNSS
metode RTK Radio menghasilkan data dengan nilai tinggi minimum sebesar -
1,508 meter di bwah datum, dan nilai tinggi maksimum sebesar 4,854 meter di
atas datum referensi, Dengan datum referensi pasang tertinggi garis pantai tidak
dapat terbentuk dengan sempurna dari dua metode pengukuran, Hal ini
disebabkan oleh estimasi garis pantai yang diluar dari area pengukuran, Dalam arti
lain dapat dikatakan garis pantai yang terbentuk diluar wilayah yang dilakukan
pengukuran dengan dua metode ini disebabkan oleh data situasi pengukuran yang
kurang menyebar pada bagian daratan,
atau
103
Pada hasil pengukuran GNSS metode RTK Radio dan metode terestris
dengan Total Station ,
Dari uji hipotesis nol di atas menyatakan bahwa F hitung lebih kecil dari
pada F tabel maka hipotesis nol diterima, berarti tidak terjadi perbedaan
signifikan,
Dari uji hipotesis nol di atas menyatakan bahwa F hitung lebih kecil dari
pada F tabel maka hipotesis nol diterima, berarti tidak terjadi perbedaan
signifikan,
104
Selisih Koordinat RTK-
TS dX2 dY2 dZ2 (dX)2 +
No Titik (m) (m) (m) (dY)2 (m)
dX (m) dY (m) dZ (m)
1 P1 0,187 0,375 -0,104 0,035 0,141 0,011 0,176
2 P2 0,421 0,260 0,306 0,178 0,068 0,093 0,245
3 P3 0,737 0,095 0,320 0,543 0,009 0,102 0,552
4 P4 0,216 0,240 0,242 0,047 0,058 0,058 0,104
5 P5 0,061 0,123 0,193 0,004 0,015 0,037 0,019
6 P6 0,378 0,374 0,262 0,143 0,140 0,069 0,283
7 P7 0,226 0,214 0,221 0,051 0,046 0,049 0,097
Tabel IV-53IV-54, Hasil Perhitungan Uji Akurasi (lanjutan)
105
kepercayaan 90% sebesar 0,420 meter, Maka data tersebut memenuhi ketelitian
peta berdasarkan kelas yang telah ditetapkan dalam Peraturan Kepala Badan
Informasi Geospasial (BIG) tahun 2014 seperti dalam tabel IV-16 di bawah ini,
Tabel IV-56, Ketelitian Geometri Peta Skala 1 : 1000
Hasil Uji CE90 dan Ketelitian Peta 1 : 1000
Ketelitian
LE90 (m) Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3
Horisontal 1.039 0.2 0.3 0.5
Vertikal 0.420 0.2 0.3 0.5
Tabel IV-57, Ketelitian Geometri Peta skala 1 : 2500
Hasil Uji CE90 dan Ketelitian Peta 1 : 2500
Ketelitian
LE90 (m) Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3
Horisontal 1.039 0.5 0.75 1.25
Vertikal 0.420 0.5 0.75 1.25
Sehingga jika dilihat dari RMSE berdasarkan Peraturan Kepala Badan
Informasi Geospasial (BIG) No 15 Tahun 2014 maka data pengukuran RTK
Radio dalam penelitian ini dapat digunakan untuk pemetaan skala 1:2500 yaitu
dengan ketentuan total RMSE untuk ketelitian horisontal CE90 sesuai Tabel
IV-17 maka akurasi horisontal peta masuk dalam kelas 3 untuk skala 1:2500
dengan ketentuan CE90 ≤ 1,25 meter sedangkan untuk akurasi vertikal LE90
sesuai Tabel IV-16 maka akurasi vertikal peta masuk dalam kelas 3 untuk skala
peta 1:2,500 dengan ketentuan nilai LE90 ≤ 0,5 meter, Menurut Peraturan
Kepala Badan Informasi Geospasial (BIG) Nomor 15 Tahun 2014 untuk
ketelitian Wilayah Darat Peta LPI ketelitian posisi (Horisontal dan Vertikal)
Peta LPI untuk wilayah daratnya menyesuaikan dengan ketelitian pada peta
RBI,
106
menit 26,2 detik, Dalam penelitian ini terdapat 36 patok atau 36 sesi, Maka dapat
dihitung sesi pengukuran menggunakan Total Station kurang lebih memerlukan
waktu 10 jam 28 menit, atau dibulatkan menjadi 2 hari kerja,
1. Biaya peralatan GPS RTK dihitung dengan persamaan (II-19), yaitu :
Biaya sewa = Rp 1.500.000.- x 1 Hari Kerja
Biaya sewa = Rp 1.500.000.-
Dapat diketahui biaya sewa GPS RTK beserta kelengkapan untuk pekerjan
pengukuran ini sebesar Rp 1500.000.-
2. Biaya Langsung Personil Pengukuran RTK Radio
Biaya langsung personil diperoleh dari daftar Billing Rate Ikatan Nasional
Konsultasn Indonesia (INKINDO) tahun 2018.
Dari daftar tersebut dapat dihitung biaya surveyor untuk melakukan
pekerjaan pengukuran ini dengan rumus konversi biaya personil harian
INKINDO, Maka dapat dihitung dengan persamaan (II-18) yaitu :
Biaya personil = Jumlah Personil x SBOH x waktu pengukuran
107
Maka dapat dihitung biaya surveyor untuk melakukan pekerjaan
pengukuran ini dengan rumus konversi biaya personil harian INKINDO
dengan peramaan (II-18), yaitu :
Biaya personil = Jumlah Personil x SBOH x waktu pengukuran
Biaya Personil = 4 Orang x Rp 391.530 x 2 Hari
Biaya Personil = Rp 3.132.240.-
Dari perhitungan Biaya langsung personil diperoleh nilai sebesar Rp
3.132.240.-.
Maka nilai biaya peralatan dan biaya personil menggunakan Total Station
sebesar Rp 3.632.240.-.
Dari perhitungan biaya peralatan dan biaya personil langsung
harian yang mengacu pada Billing Rate Ikatan Nasional Konsultan
Indonesia, diperoleh biaya pengukuran dengan metode RTK Radio untuk
pekerjaan atau penelitian ini sebesar Rp 2.283.060.-. Sedangkan biaya
sewa peralatan dan biaya personil langsung sebesar adalah Rp 3.632.240.-.
108
109
Bab V Kesimpulan dan Saran
V.1 Kesimpulan
Berdasarkan pengolahan, analisis dan pembahasan yang telah dikemukakan pada
bab – bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan penelitian sebagai berikut :
1. Efektifitas hasil pengukuran garis pantai dengan GNSS metode RTK Radio dan
Total Station dilihat dari tiga aspek berikut ini :
a. Dilihat dari hasil uji statistik sampel, ketelitian horizontal dan vertikal dari dua
metode ini tidak menunjukkan perbedaan hasil yang signifikan, Perbandingan
posisi horizontal (X,Y) antara RTK Radio dengan Total Station diperoleh rata
sebesar 0,684 m, Dari hasil tersebut maka pengukuran GNSS metode RTK
Radio memenuhi Circular Error 90 % atau CE90 kelas 3 untuk skala 1:2500
dan Liniear Error 90% atau LE90 kelas 3 untuk skala 1:1000, Sehingga
pengukuran RTK dapat digunakan untuk pengukuran pemetaan skala besar
sampai dengan 1:2500,
b. Perbandingan waktu yang digunakan untuk pengukuran garis pantai dengan
GNSS metode RTK Radio rata – rata memerlukan waktu sebesar 7 menit 47,9
detik untuk setiap sesi atau patok, Pengukuran metode terestris dengan Total
Station memerlukan waktu rata – rata sebesar 17 menit 26,2 detik untuk
menyelesaikan sesi yang sama dengan metode RTK Radio,
c. Perbandingan biaya yang dikeluarkan untuk peralatan dan surveyor (operator)
dalam pengukuran penelitian ini, metode RTK Radio memerlukan biaya
sebesar Rp 2.283.060,-, Untuk pengukuran metode terestris dengan Total
Station memerlukan biaya sebesar Rp 3.632.240,-, Biaya pengukuran RTK
Radio lebih murah dibandingkan dengan pengukuran terestris dengan Total
Station,
Dilihat dari perbandingan di atas , maka dapat disimpulkan bahwa pengukuran
GNSS metode RTK Radio untuk pengukuran garis pantai lebih efektif dari pada
1
pengukuran Total Station untuk pemetaan skala besar sampai dengan skala
1:2500,
V.2 Saran
Dari hasil analisis, pembahasan dan uraian yang telah didapatkan dari penelitian
ini, terdapat beberapa saran yang dapat digunakan untuk pengembangan penelitian
selanjutnya, yaitu antara lain :
2
1. Pengukuran terestris dengan Total Station sebaiknya
menggunakan koreksi pengukuran seperti kelembapan serta suhu dan mempunyai
keandalan data yang baik,
2. Perlu adanya kajian lebih lanjut untuk perbandingan
ketelitian antara GNSS metode RTK Radio dengan metode lain seperti GNSS
Kinematik, GNSS Rapid Statik, atau metode fotogrametri dengan UAV,
3. Pada penelitian ini metode pengolahan hanya menggunakan Least Square, untuk
mendapatkan hasil dengan lebih teliti sebaiknya menggunakan metode lain sebagai
pembanding,
4. Pengukuran dilakukan menyeluruh dan merata untuk menghindari data yang
kurang menyebar dan menyebabkan garis kontur yang tidak tebentuk seperti pada
garis pantai penelitian ini dengan referensi pasang tertinggi,
3
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Hasanuddin Z, 2007, Penentuan Posisi dengan GPS dan APlikasinya, Third,
Jakarta: Pradnya Paramita,
Alfiana, Anantia Nur, 2010, ‘Metode Interpolasi Kriging Pada Geostatistika’, Program
Studi Matematika Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Matematika Dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta,
———, 2014, ‘Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor 15 Tahun 2014
Tentang Pedoman Teknis Ketelitian Peta Dasar’,
Basuki, Slamet, 2006, Ilmu Ukur Tanah (Edisi Revisi), II, UGM Press,
Benyamin, Ari J, Danar Guruh, and Yuwono, 2009, ‘Penentuan Chart Datum Dengan
Menggunakan Komponen Pasut Untuk Penentuan Kedalaman Kolam Dermaga’,
Text, Surabaya: Program Studi Teknik Geomatika Institut Sepuluh Nopember,
Ikatan Nasional Konsultan Indonesia, 2018, ‘Pedoman Standard Minimal Tahun 2018’,
Komar, Paul D, 1983, CRC Handbook of Coastal Processes and Erosion, United States:
Boca Raton, CRC Press,
Nirwansyah, Anang Widhi, 2015, ‘Komparasi Teknik Ordinary Kriging Dan Spline Dalam
Pembentukan DEM (Studi Data Titik Tinggi Kota Pekalongan Provinsi Jawa
Tengah)’, Tugas Akhir Universitas Muhammadiyah Purwokerto,
4
Poerbandono, 2005, Survei Hidrografi, Bandung: Refika Aditama,
Sheng L,, L, 2003, ‘Application Of GPS RTK And Total Station System On Dynamic
Monitoring Land Use,’ Department of Land Economics, National Chengchi
University, Taiwan Republic of China,
Yuwono, 2004, ‘Materi Bab XIV Kontur (Bahan Ajar)’, Fakultas Teknik Sipil Dan
Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh November, August,