You are on page 1of 14

Nama : Asyer Simanjuntak tugas resume materi

NIM :4213121082

Bab 1
1. Pendahuluan

Secara konseptual, pendidikan kewarganegaraan di Indonesia dilaksanakan dalam rangka mewujudkan


amanat pendidikan nasional. Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (Sisdiknas) dinyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan
kemampuan dan membangun watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa'

2. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan

Pendidikan Kewarganègaraan dibentuk oleh dua kata, ialah kata "pendidikan" dan kata
"kewarganegaraan". Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Pasal1 Ayat (1) definisi pendidikan sebagai berikut: pendidikan adalah usahasadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan prosespembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potens dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa
dan negara. (UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 1). Intinya pengertian pendidikan kewarganegaraan adalah
mata pelajaran atau mata kuliah yang membentuk peserta didik menjadi warga negara yang
berkarakter, cerdas, terampil, dan bertanggung jawab sehingga dapat berperan aktif dalam masyarakat,
bangsa, dan negara sesuai ketentuan pancasila UUD NKRI 1945. Dengan demikian seorang warga negara
pertama-tama perlu memiliki pengetahuan kewarganegaraan yang baik, terutama pengetahuan di
bidang politik, hukum dan moral dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Selanjutnya seorang warga
negara diharapkan memiliki keterampilan secara intelektual maupun secara partisipatif dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Pada akhirnya, pengetahuan dan keterampilannya itu akan
membentuk suatu karakter atau watak yang baik, sehingga menjadi sikap dan kebiasaan dalam
berbangsa dan bernegara. Karakter atau sikap hidup sehari hari yang mencerminkan warga negara yang
baik adalah mengetahui akan hak dan kewajibannya sebagai warga negara.

3. Landasan Pemnbelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.

Landasan/dasar pembelajaran pendidikan kewarganegaraan di perguruan tinggi adalah:

1) Landasan Idil, yaitu Pancasila

2) Landasan IImiah

3) Landasan Yuridis/Hukum
4. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan

BAB 2
1. Pendahuluan

Indonesia adalah negara yang memiliki keunikan di banding negara yang lain. Indonesia adalah negara
yang memiliki pulau terbanyaki dunia negara tropis yang hanya mengenal musim hujan dan panas,
negara yang memiliki suku, tradisi dan bahasa terbanyak di dunia. Itulah keadaan Indonesia yang bisa
menjadi ciri khas yang membedakan dengan bangsa yang lain (Dirjendikti, 2012:11).

2. Pengertian Identitas Nasional

ldentitas nasional yang berasal dari kata "national identity" dapat diartikan sebagai "kepribadian
nasional" atau "jati diri nasional", Kepribadian nasional atau jati diri nasional adalah jati diri yang
dimilikoleh suatu bangsa. Kepribadian atau jati diri bangsa Indonesia akan berbeda degan kepribadian
atau jati diri bangsa Amerika, Inggris, dan lain-lain. Kepribadian atau jati diri nasional itu kita adopsi dari
nilai-nilai budaya dan nilai agama yang kita yakini kebenarannya. Jika ada orang yang mengatakan
bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang beradab, bangsa yang berbudaya, bangsa yang beretika,
maka itulah yang kita katakan kepribadian atau jati diri nasional bangsa Indonesia. Jika dalam kehidupan
sehari-hari kita dapat mengindahkan nilai-nilai moral dan etika, maka kita tidak dapat dikatakan sebagai
seorang yang memiliki kepribadian atau jati diri nasional. Sopan santun, ramah tamah adalah salah satu
dari sekian banyak dari jati diri nasional kita. Jati diri nasional semacam ini harus kita pupuk dan kita
lestarikan, sehingga kita tetap digolongkan oleh bangsa lain sebagai suku bangsa yang beradab
(Chamim, et.al, 2003:209).

Dari beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa identitas nasional (national identity)
adalah kepribadian nasional atau jati diri nasional yang dimiliki suatu bangsa yang membedakan bangsa
satu dengan bangsa yang lain.

3. Konsep Bangsa Indonesia.

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk, terdiri dari berbagai suku bangsa, adat istiadat, bahasa
daerah, serta agama yang berbeda-beda. Selain kebudayaan kelompok suku bangsa, masyarakat
Indonesia juga terdiri dari berbagai kebudayaan daerah bersifat kewilayahan yang merupakan
pertemuan dari berbagai kelompok kebudayaan suku bangsa yang ada di daerah tersebut. Setiap suku
bangsa di Indonesia mempunyai kebiasaan hidup yang berbeda-beda. Demi persatuan dan kesatuan,
keanekaragaman ini merupakan suatu kekuatan yang tangguh dan mempunyai keunggulan
dibandingkan dengan negara lainnya. Dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika, keragaman suku bangsa
dan budaya merupakan salah satu modal dasar dalam pembangunan (Pimpinan MPR dan Tim Kerja
Sosialisasi MPR Periode 2009-2014 dalam Tukiran Taniredjaet al, 2017:19).
4. Unsur-Unsur Pembentuk Identitas Nasional

Dilihat dari proses lahirnya identitas nasional, maka identitas nasional itu sendiri dapat dibagi menjadi 2
(dua) bagian, yaitu:

1. Identitas kesukubangsaan (identity cultural unity)


2. Identitas kebangsaan (identity political unity)

Beberapa bentuk identitas nasional Indonesia dapat diuraikan sebacai

berikut:

1) Bendera negara Sang Merah Putih


2) bahasa negara bahasa lndonesia
3) Lambang Negara Garuda Pancasila
4) Lagu Kebangsaan Indonesia Raya
5) Pancasila sebagai Dasar Negara
6) UUD NRI 1945 sebagai konstitusi (hukum dasar) negara
7) Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan negara
8) Bentuk negara adalah Kesatuan Republik Indonesia
9) Konsepsi Wawasan Nusantara
10) Kebudayaan daerah yang telah diterima sebagai kebudayaan nasional

5. Identitas Nasional Indonesia sebagai Karakter Bangsa

cara yang terbaik untuk memahami suatu masyarakat adalah dengan memahami karakter (tingkah laku)
anggotanya. Karakter terbentuk salah satunya melalui identitas yang dimilikinya. Bangsa Indonesia
memiliki salah satu identitas nasional, yaitu Pancasila, dimana di dalamnya termuat nilai-nilai
ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Maka dapat dikatakan bahwa karakter
bangsa Indonesia adalah religius, beradab, bersatu, selalu mengutamakan musyawarah untuk mencapai
mufakat dan selalu bersikap adil. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa identitas nasional suatu
bangsa akan membentuk karakter bangsa yang bersangkutan.
BAB 3

1. Pendahuluan

Indonesia adalah bangsa besar yang terdiri atas berbagai suku kebudayaan, dan agama. Kemajemukan
itu merupakan kekayaan dan kekuatan yang sekaligus menjadi tantangan bagi bangsa Indonesia.
Tantangan itu sangat terasa terutama ketika bangsa Indonesia membutuhkan kebersamaan dan
persatuan dalam menghadapi dinamika kehidupan bermasyrakat, berbangsa, dan bernegara, baik yang
berasal dari dalam maupun negeri.

2. Pengertian Integrasi Nasional

Berdasarkan definisi di atas dapat dinyatakan bahwa integras nasional adalah usaha dan proses
mempersatukan perbedaan-perbedaan yang ada pada suatu negara sehingga terciptanya keserasian
dan keselarasan secara nasional. Seperti yang kita ketahui, Indonesia merupakan bangsa yang sangat
besar baik dari kebudayaan ataupun wilayahnyaDi satu sisi hal ini membawa dampak positif bagi bangsa
karena kita bisa memanfaatkan kekayaan alam Indonesia secara bijak atau mengelola menimbulkan
sebuah keuntungan, hal ini juga akhirnya menimbulkat budaya yang melimpah untuk kesejahteraan
rakyat, namun selain masalah yang baru. Kita ketahui dengan wilayah dan budaya yang melimpah itu
akan menghasilkan karakter atau manusia manusia yang berbeda pula sehingga dapat mengancam
keutuhan bangsa Indonesia.

3. Pentingnya Integrasi Nasional

Integrasi diperlukan guna menciptakan kesetiaan baru terhadap identitas-identitas baru yang diciptakan
(identitas nasional) misalnya bahasa nasional, simbol negara, semboyan nasional, ideologi nasional, dan
sebagainya.

4. Perkembangan Sejarah Integrasi di Indonesia

1) Model integrasi imperium Majapahit

Model integrasi pertama ini bersifat kemaharajaan (imperium) Majapahit. Struktur kemaharajaan yang
begitu luas ini berstruktur konsentris. Dimulai dengan konsentris pertama yaitu wilayah inti kerajaan
(nagaragung): pulau Jawa dan Madura yang diperintah langsung oleh raja dan saudara-saudaranya.
Konsentris kedua adalah wilayah di luar Jawa (mancanegara dan pasisiran) yang merupakan kerajaan
kerajaan otonom. Konsentris ketiga (tanah sabrang) adalah negara negara sahabat di mana Majapahit
menjalin hubungan diplomatik dan hubungan dagang, antara lain dengan Champa, Kamboja,
Ayudyapura (Thailand).
2) Model integrasi kolonial

Model integrasi kedua atau lebih tepat disebut dengan integrasi atas wilayah Hindia Belanda baru
sepenuhnya dicapai pada awal abad XX dengan wilayah yang terentang dari Sabang sampai Merauke.
Pemerintah kolonial mampu membangun integrasi wilayah juga dengan menguasai maritim, sedang
integrasi vertikal antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dibina melalui jaringan birokrasi
kolonial yang terdiri dari ambtenaar-ambtenaar (pegawai) Belanda dan pribumi yang tidak memiliki
jaringan dengan massa rakyat. Dengan kata lain pemerintah tidak memiliki dukungan massa yang
berarti. Integrasi model kolonial ini tidak mampu menyatukan segenap keragaman bangsa Indonesia
tetapi hanya untuk maksud menciptakan kesetiaan tunggal pada penguasa kolonial.

3) Model integrasi nasional Indonesia

Model integrasi ketiga ini merupakan proses berintegrasinya bangsa Indonesia sejak merdeka tahun
1945. Meskipun sebelumnya ada integrasi kolonial, namun integrasi model ketiga ini berbeda dengan
model kedua. Integrasi model kedua lebih dimaksudkan agar rakyatjajahan (Hindia Belanda) mendukung
pemerintahan kolonial melalui penguatan birokrasi kolonial dan penguasaan wilayah. Integrasi model
untuk membentuk kesatuan yang baru yakni bangsa ketiga dimaksudkan Indonesia yang merdeka,
memiliki semangat kebangsaan (nasionalisme) yang baru atau kesadaran kebangsaan yang baru. Model
integrasi nasional ini diawali dengan tumbuhnya kesadaran berbangsa khususnya pada diri orang-orang
Indonesia yang mengalami proses pendidikan sebagai dampak dari politik etis pemerintah kolonial
Belanda. Mereka mendirikan organisasi-organisasi pergerakan baik yang bersifat keagamaan,
kepemudaan, kedaerahan, politik, ekonomi, perdagangan dan kelompok perempuan. Para kaum
terpelajar ini mulai menyadari bahwa bangsa mereka adalah bangsa jajahan yang harus berjuang meraih
kemerdekaan jika ingin menjadi bangsa merdeka dan sederajat dengan bangsa-bangsa lain. Mereka
berasal dari berbagal daerah dan suku bangsa yang merasa sebagasatu nasib dan penderitaan sehingga
bersatu menggalang kekuatan bersama

5. Integrasi Nasional Indonesia

Di era globalisasi, tantangan itu bertambah oleh adanya tarikan global di mana keberadaan negara-
bangsa sering dirasa terlalu sempit untuk mewadahi tuntutan dan kecenderungan global. Dengan
demikian keberadaan negara berada dalam dua tarikan sekaligus, yaitu tarikan dari luar berupa
globalisasi yang cenderung mangabaikan batas-batas negara bangsa, dan tarikan dari dalam berupa
kecenderungan menguatnya ikatan ikatan yang sempit seperti ikatan etnis, kesukuan, atau kedaerahan.
Di situlah nasionalisme dan keberadaan negara nasional mengalami tantangan yang semakin berat
(Ditjendikti, 2012:195).Namun demikian harus tetap diyakini bahwa nasionalisme sebagai karakter
bangsa tetap diperlukan di era Indonesia merdeka sebagai kekuatan untuk menjaga eksistensi, sekaligus
mewujudkan taraf peradaban yang luhur, kekuatan yang tangguh, dan mencapai negara-bangsa yang
besar. Nasionalisme sebagai karakter semakin diperlukan dalam menjaga harkat dan martabat bangsa di
era globalisasi karena gelombang "peradaban kesejagatan" ditandai oleh semakin kaburnya batas-batas
teritorial negara akibat gempuran informasi global yang nyaris tanpa hambatan yang dihadirkan oleh
jaringan teknologi informasi dan komunikasi (Budimansyah dan Suryadi, 2008:164).
BAB 4

1. Pengertian Negara

Negara merupakan salah satu bentuk organisasi yang ada dalam 1. Pendahuluan kehidupan masyarakat.
Pada prinsipnya setiap warga masyarakat menjadi anggota dari suatu negara dan harus tunduk pada
kekuasaan negara, karena organisasi negara sifatnya mencakup semua orang yang ada di wilayahnya
dan kekuasaan negara berlaku bagi orang-orang tersebut. Sebaliknya negara juga memiliki kewajiban
tertentu terhadap orang-orang yang menjadi anggotanya. Melalui kehidupan bernegara dengan
pemerintahan yang ada di dalamnya, masyarakat ingin mewujudkan tujuan-tujuan tertentu seperti
terwujudnya ketenteraman, ketertiban, dan kesejahteraan masyarakat. Tanpa melalui organisasi negara
kondisi masyarakat yang semacam itu sulit untuk diwujudkan, karena tidak ada pemerintahan yang
mengatur kehidupan mereka bersama.

2. Unsur-unsur Negara

Dari beberapa pengertian negara sebagaimana tersebut diatas, kita dapat mengidentifikasi beberapa
unsur negara, Secara teoritis, berdasarkan Konvensi Montevideo tahun 1933 yang diselenggarakan oleh
negara-negara Pan Amerika di kota Montevideo Uruguay, suatu negara harus mempunyal unsur-unsur
terbentuknya negara, unsur negara dapat dibedakan menjadi unsur konstitutif dan unsur deklaratif.
Menurut Dikdik B. Arif (2014:92-95) unsur-unsur terbentuknya negara sebagai berikut.

1) Unsur Konstitutif

Unsur konstitutif adalah unsur pembentuk yang harus dipenuhi agar terbentuk negara. Unsur ini terdiri
atas rakyat, wilayah dan pemerintah yang berdaulat. Pertama, rakyat yaitu orang-orang yang bertempat
tinggal di dalam wilayah suatu negara, tunduk pada kekuasaan negara dan mendukung negara yang
bersangkutan. Kedua, wilayah yaitu daerah yang menjadi kekuasaan negara serta menjadi tempat
tinggal bagi rakyat negara. Wilayah juga menjadi sumber kehidupan rakyat negara. Wilayah negara
mencakup darat, laut, dan udara. Ketiga, pemerintah yang berdaulat, yaitu penyelenggara negara yang
memiliki kekuasaan menyelenggarakan pemerintahan di negara tersebut. Pemerintah memegang
peranan penting dalam kehidupan negara. Pemerin tah sebagai penentu kebijakan maupun sebagai
pelaksana dalam arti mengkoordinasikan kegiatan pertahanan negara.

2) Unsur Deklaratif

Unsur deklaratif adalah unsur yang sifatnya menyatakan, bukan mutlak harus dipenuhi Unsur ini terdiri
atas tujuan negara, adanya konstitusi, dan pengakuan dari negara lain. Pertama, tujuan negara meru
pakan unsur deklaratif pertama yang menentukan arah penyelenggaraan negara.Kedua, undang-undang
dasar atau konstitusi negara merupakan perangkat peraturan yang menentukan kekuasaan dan
tanggung jawab dari berbagai alat kenegaraan. Disamping itu, undang-undang dasar juga menentukan
batas-batas berbagai pusat kekuasaan itu dan memaparkan hubungan-hubungan diantara mereka.
Ketiga, pengakuan dari negara lain dimaksudkan perbuatan bebas oleh satu negara atau lebih negara
untuk mengakui keberadaan suatu wila yah yang dihuni oleh masyarakat yang secara politis
terorganisasi.

3. Sifat Negara

• Sifat Memaksa

• Sifat Memonopoli

• Sifat Mencakup semua

4. Tujuan dan Fungsi Negara

Setiap negara pasti mempunyai tujuan-tujuan tertentu. Tujuan ini menunjuk ke mana negara ini mau
dibawa dan bagaimanakah kehidupan rakyatnya diatur untuk mencapai tujuan ini. Untuk itulah
pembahasan tujuan negara menjadi penting dilakukan terkait dengan fungsi negara yang amat penting
pula untuk dipelajari, karena sebagaimana dikemukakan oleh F. Isjwara (1999: 162) bahwa tujuan tanpa
fungsi adalah steril dan fungsi tanpa tujuan adalah mustahil. Tujuan menunjuk pada ide-ide, cita-cita,
sedangkan fungsi menunjuk pada pelaksanaan dari cita-cita dalam kenyataan.Mengenai tujuan negara
ini, beberapa ahli telah mengemukakan pendapatnya yang beragam, antara lain:

1) Roger H. Soltau, menyatakan bahwa tujuan negara adalah memungkinkann rakyatnya berkembang
serta menyelenggarakan daya ciptanya sebebas mungkin (Miriam Budiardjo, 2001:45).

2) Lord Shang, mengemukakan bahwa di dalam setiap negara terdapat subjek yang selalu berhadapan
dan bertentangan, yaitu pemerintah dan rakyat. Yang satu kuat dan lainnya lemah. Pihak pemerintah
harus lebih kuat daripada rakyat. Pemerintah harus selalu berusaha lebih kuat daripada rakyat agar tidak
terjadi kekacauan dan anarki.

Namun mengenai fungsi negara ini pun ada beberapa ahli yang telah mengemukakan pendapatnya,
antara lain (F. Isiwara, 1990: 172-182): 1. Jacobsen dan Lipman mengemukakan bahwa fungsi negara
dibedakan dalam:

a.Fungsi esensial, yaitu fungsi yang diperlukan demi kelanjutan negara dan meliputi pemeliharaan
angkatan perang untuk pertahanan terhadap serangan dari luar ataupun untuk menindak pergolakan
dalam negeri, pemeliharaan angkatan kepolisian untuk menanggulangi kejahatan, pemeliharaan
pengadilan, untuk mengadili pelanggar hukum, mengadakan hubungan luar negeri, mengadakan
pemungutan pajak, dan sebagainya. b. Fungsi jasa ialah seluruh aktivitas yang mungkin tidak akan ada
apabila tidak diselenggarakan oleh negara, misalnya pemeliharaan fakir miskin, pembangunan jalan-
jalan, jembatan, dan sebagainya.

b. Fungsi perniagaan adalah fungsi yang dapat dijalankan oleh individu dengan motif untuk memperoleh
laba apabila fungsi ini tidak dilaksanakan sendiri oleh negara. Contohnya jaminan sosial, pencegahan,
perlindungan deposito di bank, dan sebagainya
BAB V

HAK ASASI MANUSIA

1. Konsep Warga Negara

Warga negara dalam bahasa Inggris disebut "citizen", dalam bahasa Yunani "civics" (asal katanya civicus)
yang berarti penduduk sipil (citizen). Merujuk kepada bahasa Yunani kuno "polites" atau Latin "civis",
yang didefinisikan sebagai anggota dari "polis" (kota) Yunani Kuno atau "res publica" (perkumpulan
orang-orang atau masyarakat) Romawi bagi perse kutuan orang-orang di Mediterania kuno, yang
selanjutnya ditransmisikan kepada peradaban Eropa dan Barat (Kalidjernih, 2007).

mengatakan bahwa seseorang yang patut disebut sebagai warga negara dalam suatu negara demokratis
belum tentu dapat disebut sebagai warga negara dalam sebuah negara oligarkis Menurutnya,
perbedaan bentuk pemerintahan berpengaruh besar dalam menentukan siapakah warga negara yang
sesung guhnya dari suatu negara. Jadi menurut Aristoteles, yang disebut warga negara adalah orang
yang secara aktif ikut mengambil bagian dalam kegi atan hidup bernegara, yaitu orang yang bisa
berperan sebagai orang yang diperintah dan orang yang bisa berperan sebagai yang memerintah (Sri
Wuryan dan Syaifullah, 2009: 108).

2. Warga Negara Indonesia

Siapa warga negara Indonesia itu? Secara teoritis, upaya mende finisikan warga negara dan siapa yang
menjadi warga negara untuk suatu negara tidak mudah. Hal ini suatu kenyataan karena definisi warga
negara untuk suatu negara berbeda dengan definisi warga negara untuk negara lainnya. Jauh sebelum
adanya konsep negara modern, Aristoteles (Barker, 1995: 84-85) pernah mengantisipasi bahwa "The
definition of a citizen is a question which is often disputed; there is no general agreement on who is a
citizen". Namun demikian, ada suatu landasan pikir yang dapat dijadikan dasar pertimbangan untuk
mengetahui pengertian warga negara dan siapa yang menjadi warga negara. Dasar pertimbangan yang
dimaksud adalah konstitusi negara. Aristoteles menyatakan "different constitutions require different
types of good citizen" Pernyataan ini memberikan indikasi bahwa untuk mengetahui pengertian warga
negara serta siapa yang menjadi warga negara suatu negara tergantung konstitusi yang berlaku di
negara tersebut.

3. Asas Kewarganegaraan

Seseorang dapat dinyatakan sebagai warga negara apabila memenuhi ketentuan-ketentuan dari suatu
negara. Ketentuan ini biasanya ini menjadi asas atau sebagai pedoman untuk menentukan
kewarganegaraan seseorang Setiap negara memiliki kebebasan dan kewenangan untuk menentukan
asas kewarganegaraannya. Dalam penentuan kewarganegaraan ada 2 (dua) asas atau pedoman, yaitu
asas kewarganegaraan berdasarkan kelahiran dan asas kewarganegraan berdasarkan perkawinan. Tetapi
dalam berbagai literatur hukum dan dalam praktek, dikenal adanya tiga asas kewarganegaraan, masing-
masing adalah ius soli, ius sanguinis dan asas campuran. Dari ketiga asas itu, yang dianggap sebagai asas
yang utama adalah asas ius soli dan ius sanguinis (Asshiddiqie, 2006. 132).
Asas ius soli (asas kedaerahan) berasal dari bahasa latin; ius yang berarti hukum atau pedoman,
sedangkan soli bersal dari kata solum yang berarti negeri, tanah, atau daerah. Jadi, ius soli adalah
penentuan status kewarganegaraan berdasarkan tempat atau daerah atau kelahiran seseorang.
Seseorang dianggap berstatus warga negara dari negara A, karena ia dilahirkan di negara A tersebut.
Sedangkan asas ius sanguinis (asas darah atau asas keturunan) berasal dari bahasa latin, ius yang berarti
hukum atau pedoman, sedangkan sanguinis dari kata sangius yang berarti darah atau keturunan.

4. 5 Cara memperoleh dan kehilangan kewarganegaraan Indonesia

• Citizenship by birth

• Citizenship by descent

• Citizenship by naturalization

• Citizenship by registration

• Citizenship by incorporation of territo

5. Konsep Dasar HAM

HAM meliputi nilai-nilal ideal yang mendasar, yang tanpa nilai-nilai dasar itu orang tidak dapat hidup
sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia. Penghormatan terhadap nilai-nilai dasar itu
memungkin kan individu dan masyarakat bisa berkembang secara penuh dan utuh. HAM tidak diberikan
oleh negara atau tidak pula lahir karena hukum. HAM berbeda dengan hak biasa yang lahir karena
hukum atau karena perjanjian. Jan Materson, anggota komisi HAM PBB merumuskan HAM dalam
ungkapan berikut: "human rights could be generally defines as those right which area inherent in our
natural and without we can't live as human being" atau HAM adalah hak-hak yang melekat diri manusia,
dan tanpa hak itu manusia tidak dapat hidup sebagai manusia.

6. Prinsip-prinsip HAM

Prinsip-Prinsip Hak Asasi Manusia (HAM) Menurut Didik B. Arif (2014: 133-134) menjelaskan, ada
beberapa prinsip pokok yang terkait dengan penghormatan, pemenuhan, pemajuan, dan perlindungan
HAM, Prinsip-prinsip tersebut adalah:

1. Prinsip universal, bahwa HAM itu berlaku bagi semua orang, apa pun jenis kelaminnya, statusnya,
agamanya, suku bangsa atau kebangsaannya

2. Prinsip tidak dapat dilepaskan (inalienable), yaitu siapapun, dengan alasan apapun, tidak dapat dan
tidak boleh mengambil hak asasi sese orang. Seseorang tetap mempunyai hak asasinya kendati hukum
di nega ranya tidak mengakui dan menghormati hak asasi orang itu atau bahkan melanggar hak asasi
tersebut.
3. Prinsip tidak dapat dipisahkan (indivisible) artinya bahwa hak-hak sipil dan politik, maupun hak-hak
ekonomi, sosial dan budaya serta hak pem bangunan, tidak dapat dipisah-pisahkan baik dalam
penerapan, peme nuhan, pemantauan maupun penegakkannya.

4. Prinsip saling tergantung (inter dependent) yaitu bahwa disamping tidak dapat dipisahkan, hak-hak
asasi itu saling tergantung satu sama lainnya, sehingga pemenuhan hak asasi yang satu akan
mempengaruhi peme nuhan hak asasi lainnya.

5. Prinsip keseimbangan, artinya bahwa perlu ada keseimbangan dan kese larasan diantara HAM
perorangan dan kolektif di satu pihak dengan tanggung jawab perorangan terhadap individu yang lain,
masyarakat dan bangsa di pihak lainnya. Hal ini sesuai dengan kodrat manusia sebagai makhluk individu
dan makhluk sosial. Keseimbangan dan keselarasan antara kebebasan dan tanggung jawab merupakan
faktor penting dalampenghormatan, pemajuan, pemenuhan, dan perlindungan HAM.

6. Prinsip partikularisme, yaitu bahwa kekhususan nasional dan regional serta berbagai latar belakang
sejarah, budaya, dan agama adalah sesuatu yang penting dan harus terus menjadi pertimbangan.
Namun, hal ini tidak serta merta menjadi alasan untuk tidak memajukan dan melindungi HAM, karena
"adalah tugas semua negara, apapun sistem politik, ekonomi, dan budayanya, untuk memajukan dan
melindungi semua HAM.

BAB VI

DEMOKRASI

1. Konsep Demokrasi

Kata demokrasi sudah terbiasa terdengar di kalangan masyarakat umum. Dalam berbagai peristiwa dan
konteks. Kita sering menyebutkan kata demokrasi. Demikian pula dalam bentuk sifatnya, yaitu
demokratis kita gunakan untuk berbagai tingkatan, mulai individu, masyarakat, bangsa maupun negara.
Walaupun demikian, kata demokrasi ataupun sifat demok ratis tidak jarang dipakai dalam konteks yang
justru bertentangan dengan makna demokrasi itu sendiri. Seperti ditulis oleh Zamroni (2011.3) yang
menyatakan perkataan demokrasi dan dalam bentuk sifatnya, demokratis, tidak jarang banyak dipakai
dalam berbagai konteks yang pada hakikatnya bertentangan dengan makna demokrasi itu sendiri.
Dikalangan negara komunis, muncul istilah proletar dan demokrasi rakyat. Namun penggunaan istilah
demokrasi itu hanya untuk menutupi sistem politik yang sesungguh nya yang bersifat diktator. Di
Indonesia pernah muncul terminologi demok rasi terpimpin dan demokrasi Pancasila, tetapi isi dan
praktiknya jauh dari hakikat dan makna Pancasila itu sendiri.

2. Bentuk Demokrasi
Menurut Budi Juliardi (2016:88-89) menjelaskan, secara teoritis demokrasi yang dianut oleh negara-
negara di dunia terbagi menjadi dua, yaitu:

• Demokrasi langsung (direct democracy), yaitu paham demokrasi yang mengikutsertakan warga
negaranya dalam permusyawaratan untuk menentukan kebijakan umum dan undang-undang

• Demokrasi tidak langsung (indirect democracy), yaitu paham demokrasi yang dilaksanakan
melalui sistem perwakilan yang biasanya dilakukan melalui pemilihan umum.

3. Prinsip-prinsip Demokrasi

Menurut Ranney (1982: 278), ada empat prinsip yang terkait dengan pemerintahan demokrasi, yaitu:

o kedaulatan rakyat;

o persmaan politik

o konsultasi kepada rakyat, dan

o aturan mayoritas.

4. Demokrasi di Indonesia

Demokrasi Indonesia dikatakan demokrasi pancasila, dimana prinsip prinsip demokrasi yang dijalankan
berdasarkan pada nilai-nilai Pancasila. Demokrasi Pancasila dapat diartikan secara luas maupun sempit,
sebagai berikut:

 Secara luas demokrasi Pancasila berarti kedaulatan rakyat yang didasarkan pada nilai-nilai
Pancasila baik sebagai pedoman penye lenggaraan maupun sebagai cita-cita.

 Secara sempit demokrasi Pancasila berarti kedaulatan rakyat yang dilaksanakan menurut hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan

5. Pendidikan Demokrasi

Pendidikan demokrasi diartikan sebagai upaya sistematis yang dilakukan negara dan masyarakat untuk
memfasilitasi individu warga negaranya agar memahami, menghayati, mengamalkan dan mengembang
kan konsep, prinsip, dan nilai demokrasi sesuai dengan status dan perannya dalam masyarakat (Udin S.
Winataputra, 2001:12). Pada dasarnya, pendi dikan demokrasi dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu:

1. Pendidikan demokrasi secara formal: pendidikan yang lewat tatap muka, diskusi timbal balik,
presentasi, serta studi kasus.
2. Pendidikan demokrasi secara informal: pendidikan yang lewat tahap pergaulan di rumah
maupun masyarakat, sebagai bentuk aplikasi nilai berdemokrasi sebagai hasil interaksi terhadap
lingkungan sekitarnya dan langsung dapat dirasakan hasilnya.

3. Pendidikan demokrasi secara non formal: pendidikan yang melewati lingkungan masyarakat
secara lebih makro karena pendidikan di luar sekolah memiliki parameter yang signifikan terhadap
pembentukan jiwa seseorang, seperti kelompok masyarakat, lembaga swadaya, partai politik, pers, dan
lain-lain (Budi Juliardi, 2016:101).

Pendidikan demokrasi dalam berbagai konteks, dalam hal ini untuk pendidikan formal (di sekolah dan
perguruan tinggi), nonformal (pendidi kan di luar sekolah), dan informal (pergaulan di rumah dan
masyarakat) mempunyai visi sebagai wahana substantif, pedagogis, dan sosial kultural untuk
membangun cita-cita, nilai, konsep, prinsip, sikap, dan keterampilan demokrasi dalam diri warga
negaranya melalui pengalaman hidup dan berkehidupan demokrasi dalam berbagai konteks. BAB VI

DEMOKRASI

1. Konsep Demokrasi

Kata demokrasi sudah terbiasa terdengar di kalangan masyarakat umum. Dalam berbagai peristiwa dan
konteks. Kita sering menyebutkan kata demokrasi. Demikian pula dalam bentuk sifatnya, yaitu
demokratis kita gunakan untuk berbagai tingkatan, mulai individu, masyarakat, bangsa maupun negara.
Walaupun demikian, kata demokrasi ataupun sifat demok ratis tidak jarang dipakai dalam konteks yang
justru bertentangan dengan makna demokrasi itu sendiri. Seperti ditulis oleh Zamroni (2011.3) yang
menyatakan perkataan demokrasi dan dalam bentuk sifatnya, demokratis, tidak jarang banyak dipakai
dalam berbagai konteks yang pada hakikatnya bertentangan dengan makna demokrasi itu sendiri.
Dikalangan negara komunis, muncul istilah proletar dan demokrasi rakyat. Namun penggunaan istilah
demokrasi itu hanya untuk menutupi sistem politik yang sesungguh nya yang bersifat diktator. Di
Indonesia pernah muncul terminologi demok rasi terpimpin dan demokrasi Pancasila, tetapi isi dan
praktiknya jauh dari hakikat dan makna Pancasila itu sendiri.

2. Bentuk Demokrasi

Menurut Budi Juliardi (2016:88-89) menjelaskan, secara teoritis demokrasi yang dianut oleh negara-
negara di dunia terbagi menjadi dua, yaitu:

• Demokrasi langsung (direct democracy), yaitu paham demokrasi yang mengikutsertakan warga
negaranya dalam permusyawaratan untuk menentukan kebijakan umum dan undang-undang

• Demokrasi tidak langsung (indirect democracy), yaitu paham demokrasi yang dilaksanakan
melalui sistem perwakilan yang biasanya dilakukan melalui pemilihan umum.
3. Prinsip-prinsip Demokrasi

Menurut Ranney (1982: 278), ada empat prinsip yang terkait dengan pemerintahan demokrasi, yaitu:

o kedaulatan rakyat;

o persmaan politik

o konsultasi kepada rakyat, dan

o aturan mayoritas.

4. Demokrasi di Indonesia

Demokrasi Indonesia dikatakan demokrasi pancasila, dimana prinsip prinsip demokrasi yang dijalankan
berdasarkan pada nilai-nilai Pancasila. Demokrasi Pancasila dapat diartikan secara luas maupun sempit,
sebagai berikut:

 Secara luas demokrasi Pancasila berarti kedaulatan rakyat yang didasarkan pada nilai-nilai
Pancasila baik sebagai pedoman penye lenggaraan maupun sebagai cita-cita.

 Secara sempit demokrasi Pancasila berarti kedaulatan rakyat yang dilaksanakan menurut hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan

5. Pendidikan Demokrasi

Pendidikan demokrasi diartikan sebagai upaya sistematis yang dilakukan negara dan masyarakat untuk
memfasilitasi individu warga negaranya agar memahami, menghayati, mengamalkan dan mengembang
kan konsep, prinsip, dan nilai demokrasi sesuai dengan status dan perannya dalam masyarakat (Udin S.
Winataputra, 2001:12). Pada dasarnya, pendi dikan demokrasi dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu:

1. Pendidikan demokrasi secara formal: pendidikan yang lewat tatap muka, diskusi timbal balik,
presentasi, serta studi kasus.

2. Pendidikan demokrasi secara informal: pendidikan yang lewat tahap pergaulan di rumah
maupun masyarakat, sebagai bentuk aplikasi nilai berdemokrasi sebagai hasil interaksi terhadap
lingkungan sekitarnya dan langsung dapat dirasakan hasilnya.

3. Pendidikan demokrasi secara non formal: pendidikan yang melewati lingkungan masyarakat
secara lebih makro karena pendidikan di luar sekolah memiliki parameter yang signifikan terhadap
pembentukan jiwa seseorang, seperti kelompok masyarakat, lembaga swadaya, partai politik, pers, dan
lain-lain (Budi Juliardi, 2016:101).

Pendidikan demokrasi dalam berbagai konteks, dalam hal ini untuk pendidikan formal (di sekolah dan
perguruan tinggi), nonformal (pendidi kan di luar sekolah), dan informal (pergaulan di rumah dan
masyarakat) mempunyai visi sebagai wahana substantif, pedagogis, dan sosial kultural untuk
membangun cita-cita, nilai, konsep, prinsip, sikap, dan keterampilan demokrasi dalam diri warga
negaranya melalui pengalaman hidup dan berkehidupan demokrasi dalam berbagai konteks.

You might also like