You are on page 1of 5

1. A.

    Peran Muhammadiyah  Dalam Perubahan Sosial

Salah satu organisasi terpenting di Indonesia sebelum kemerdekaan Republik Indonesia


dan sampai sekarang adalah Muhammadiyah. Organisasi ini pada awal berdirinya
menitikberatkan pada pembaharuan di bidang agama dan pendidikan Islam. Dalam
perkembangannya organisasi ini juga terlibat dalam politik yang berlangsung di Indonesia.
Menurut Taufik Abdullah, Muhammadiyah hanya mungkin dapat dipahami kalau sejarah
ditempatkan dalam dinamika hubungannya dengan masyarakat dan negara di Indonesia ini
Pembaruan agama dan pendidikan yang dilakukan Muhammadiyah telah banyak
melahirkan manusia-manusia yang pandai. Dari manusia yang pandai ini maka melahirkan
kekuatan kepekaan hati, sehingga sangat respon dan agresif terhadap berbagai gejala yang
kecil maupun kompleks. Proses inilah yang melahirkan pemikir-pemikir yang kritis mulai
dari KH. A. Dahlan sampai M. Amien Rais, dimana mereka itu merupakan figur
Muhammadiyah yang sangat respek menanggapi gejala perubahan zaman. Mereka merespon
berbagai permasalahan kehidupan berbangsa dan bernegara serta beragama yang datang silih
berganti, tak terkecuali kehidupan politik yang mewarnai sejarah perjalanan bangsa
Indonesia.
Organsiasi ini didirikan di Yogyakarta pada tanggal 18 November 1912 dengan
pendirinya KH A. Dahlan atas saran murid-muridnya dan beberapa anggota Boedi Oetomo
untuk mendirikan organisasi yang bersifat permanen. Organisasi ini bertumpu pada cita-cita
agama sebagai aliran Islam modernis yang bertujuan untuk memperbaiki kondisi umat Islam
Indonesia. Agama Islam di Indonesia pada waktu itu tidak utuh dan murni karena
pemeluknya terkungkung dalam kebiasaan yang menyimpang dari al-Qur’an dan hadis.
Keadaan ini tidak menumbuhkan simpatik pada pemeluknya, lebih-lebih dari kalangan muda
yang sudah mendapat pendidikan Barat. Bahkan mereka menganggap bahwa Islam dianggap
sebagai penghambat kemajuan bangsa. Hal inilah yang mendorong KH.A. Dahlan untuk
mendirikan Muhamamdiyah dengan tujuan untuk membersihkan berbagai ajaran yang jauh
dari Islam seperti perbuatan musyrik, bid’ah dan lain-lainnya.
 Perjuangan yang khas yang dilakukan Muhammadiyah adalah pendidikan walaupun
dibidang lainnya seperti sosial dan keagamaan juga menjadi perhatian. Dari pembaharuan
dibidang pendidikan inilah Muhammadiyah berhasil mencetak manusia muslim yang berbudi
luhur, alim, luas pengetahuannya, dan paham masalah dunia dan agama. Sistem
pendidikannya dibangun dengan menggabungkan cara tradisional dan modern, dari madrasah
sampai perguruan tinggi. Muhammadiyah menjadi gerakan Islam yang menggabungkan
antara iman dan kemajuan, sehingga umat Islam tidak ketinggalan dalam dunia yang modern
ini.
Begitu banyak peranan Muhammadiyah yang telah mewarnai kehidupan di Indonesia ini
diantaranya dibidang politik. Penelitian ini berusaha mengungkapkan peranan
Muhammadiyah dibidang politik pada masa kontemporer, terutama perilaku politik
Muhammadiyah pada era reformasi melalui Partai Amanat Nasional (PAN) tahun 1998-2000.
walaupun PAN bukan satu-satunya partai politik orang Muhammadiyah, tetapi hadirnya PAN
tahun 1998 sangat dekat dengan Muhammadiyah, meskipun Muhammadiyah tidak terikat
dengan partai politik manapun.
Sejarah mencatat Muhammadiyah tidak pernah berpolitik praktis, namun sebagai individu
pada organisasi tersebut boleh berpolitik. Selama itu hubungan antara Muhammadiyah
dengan politik bersifat khas. Muhammadiyah, disatu pihak bukan menjadi organisasi politik,
tetapi dipihak lainnya Muhammadiyuah harus tetap memperdulikan masalah politik
internasional. Hal ini dilakukan karena berkaitan dengan konsep dakwah dan kegiatan sosial.
Sehubungan dengan hal ini Amien Rais mengatakan, “Dalam banyak hal, kelancaran dakwah
dan syiar Islam ditentukan oleh payung politik yang ada. Bila payung politik yang ada tidak
melindungi kelancaran dakwah, organisasi seperti Muhammadiyah akan banyak menemui
hambatan dalam melaksanakan aktivitasnya.”.
Perubahan Muhammadiyah selalu berkaitan dengan berbgai persoalan yang ada di
masyarakat, sehingga Muhammadiyah mampu merespon zaman. Hal ini dapat dilihat pada
masa kepemimpinan KH.A.Azhar Basyir yang lentur kepada pemerintah Orde Baru.
Muhammadiyah pada waktu itu termasuk pilar yang berada dalam pandangan paradigma
akomodasi Islam dengan penguasa Orde Baru. Perubahan dalam Muhammadiyah terjadi pula
ketika kepemimpinan berada di tangan Amien Rais, dimana Muhammadiyah mulai kritis dan
selektif terhadap kebijakan pemerintah Orde Baru.
Sikap perubahan Muhammadiyah diawali ketika Tanwir Muhammadiyah ke-43 di
Surabaya. Dalam kesempatan tersebut Amien Rais melontarkan isu perlunya suksesi
kepemimpinan nasional. Amien menilai bahwa kepemimpinan nasional sudah menunjukkan
kebobrokan moral dan kepemimpinan nasional sangat tidak demokratis. Keadaan yang ada
pada masa itu menurutnya sudah anti
Pancasila, anti kemanusiaan, anti keadilan sosial, dan anti moralitas. Dalam pandangan
Nurcholis Madjid dalam waktu 32 tahun kehidupan nasional telah kehilangan ethical
paradigm morality dari proses pembangunan nasional.
Pada perjalanan politik bangsa Indonesia akhir 1990-an menunjukkan kehidupan politik
sudah menimbulkan bencana bagi sektor sosial dan budaya. Untuk mengatasi permasalahan
yang multidimensi ini, Muhammadiyah mencoba untuk merefleksikan dan
mengimplementasikan konsep the high politic untuk menyingkirkan the low politic guna
merubah pola pikir dan sikap kehidupan bangsa. Muhammadiyah mengembangkan politik
dengan membendung hal-hal yang bersifat negatif dan mengarahkan kepada yang positif.
Dalam bahasa Muhammadiyah atau umat Islam dikenal dengan amar ma’ruf nahi munkar.
Amien Rais dan Muhammadiyah yang menggunakan politik adi luhung bersama rakyat
mencoba mendobrak gerbong reformasi untuk mengadakan perubahan kehidupan politik
bangsa Indonesia. Pada Mei 1998 akhirnya Orde Baru runtuh dan berganti dengan era
reformasi. Pada masa reformasi inilah mulai bermunculan partai politik sebagai akibat dari
kebijakan yang diberikan oleh pemerintahan reformasi bagi semua orang untuk mendirikan
partai politik. Salah satu partai yang muncul itu adalah Partai Amanat Nasional (PAN) yang
didirikan oleh M. Amien Rais. Hadirnya partai ini sangat dekat dengan warga
Muhammadiyah karena tokoh partai ini adalah ketua PP Muhammadiyah, sehingga hubungan
antara keduanya sangat dekat walaupun bersifat informal

Kesimpulan
Organisasi ini pada awal berdirinya menitikberatkan pada pembaharuan di bidang agama
dan pendidikan Islam. Dalam perkembangannya organisasi ini juga terlibat dalam politik
yang berlangsung di Indonesia. Menurut Taufik Abdullah, Muhammadiyah hanya mungkin
dapat dipahami kalau sejarah ditempatkan dalam dinamika hubungannya dengan masyarakat
dan Negara di Indonesia ini.
Muhammadyah juga lahir sebagai perwujudan gagasan kritis dan keberanian untuk
mempelopori gerakan pemurnian pengamalan ajaran Islam. Muhammadiyah lahir sebagai
hasil evaluasi keadaan umat Islam di zamannya.
Muhammadiyah adalah salah satu gerakan yang sangat memperhatikan perubahan sosial
yang mencakup semua aspek kehidupan. Oleh karena itu Muhammdiyah sebagai gerak
dakwah amar ma’ruf nahi munkar  untuk masa-masa mendatang tidak cukup melalui
kegiatan yang bersifat praktis seperti masa-masa lalu. Inovasi-inovasi baru sangat perlu
ditemukan untuk menanggapi permasalahan yang bercorak baru. Reinterprestasi baru konsep-
konsep Islam juga sangat perlu mendapat perhatian kita.

BI PURWANTARI Menjelang usia satu abad, Muhammadiyah sebagai salah satu organisasi


Islam di Indonesia dinilai memainkan peran sosial yang penting di masyarakat. Jejak
Muhammadiyah tertancap kuat di berbagai bidang kehidupan, baik politik, ekonomi, maupun
sosial. Namun, publik khawatir institusi ini akan menjadi alat partai politik.

Sejarah pendirian Muhammadiyah tahun 1912, organisasi ini berkaitan dengan ide
pembaruan Islam. Ide yang digagas KH Ahmad Dahlan itu mencakup bidang yang luas,
mulai dari praktik beragama hingga praktik sosial kemasyarakatan. Dalam praktik beragama,
misalnya, Ahmad Dahlan memelopori pelurusan arah kiblat berdasarkan ilmu falak
(astronomi), pengorganisasian zakat, haji, serta shalat Idul Fitri dan Idul Adha di lapangan.
Pendirian masjid dan mushala di tempat umum dan perkantoran juga adalah salah satu buah
pemikiran Ahmad Dahlan (Abdul Munir Mulkhan, Jejak Pembaruan Sosial dan Kemanusiaan
Kiai Ahmad Dahlan, 2010).

Jejak kearifan praktik sosial kemasyarakatan ditandai sikap terbuka Ahmad Dahlan menyerap
puncak peradaban tanpa memandang bangsa dan agama pengemban peradaban itu. Berbagai
aksi sosial yang dikembangkan banyak terinspirasi pengalaman orang Kristiani dan warga
Belanda, Inggris, atau Portugis. Pendirian rumah sakit, panti sosial, taman pustaka,
penerbitan, serta sekolah modern merupakan karya yang terinspirasi oleh pengelolaan
kehidupan sosial dan kesehatan kaum non-Muslim (Abdul Munir Mulkhan, 2010).

Tak bisa dilupakan pula bagaimana Ahmad Dahlan menggerakkan perempuan memperoleh
ilmu dan melakukan aksi sosial di luar rumah. Kaum perempuan didorong meningkatkan
kecerdasan melalui pendidikan formal dan nonformal seperti pengajian dan kursus. Pada
1922 berdiri perkumpulan perempuan yang kelak diberi nama Aisyiah. Satu lompatan nilai
sosial terjadi ketika Siti Walidah, istri Kiai Dahlan, tanpa suami, menghadiri undangan
Musyawarah Ulama di Serambi Masjid Besar Solo dalam kapasitasnya sebagai ulama
perempuan.

Kini, Muhammadiyah adalah salah satu gerakan Islam terbesar di Indonesia yang
diorganisasikan secara modern. Unit kegiatannya tersebar merata ke seluruh pelosok negeri
yang meliputi pendidikan, kesehatan, santunan sosial, hingga kegiatan ritual ibadah dan
pengajian. Menurut buku Profil Muhammadiyah (2000), saat ini terdapat tak kurang dari
ribuan taman kanak-kanak, 2.907 SD/madrasah ibtidaiyah, 1.731 SLTP/madrasah
tsanawiyah, 929 SLTA/madrasah aliyah, 55 pesantren, lebih dari 184 perguruan tinggi, 312
lembaga pelayanan kesehatan, 240 panti asuhan, 19 Bank Perkreditan Rakyat (BPR), lebih
dari 800 koperasi, dan 190 Baitulmaalwat Tamwil.

Gambaran itu memperlihatkan Muhammadiyah memiliki peran sosial yang kuat. Peran sosial
inilah yang dirasakan masyarakat, seperti tergambar dalam jajak pendapat yang digelar
Litbang Kompas pada 30 Juni hingga 2 Juli 2010. Hasil jajak pendapat menampilkan evaluasi
dan ekspektasi masyarakat terhadap kiprah Muhammadiyah.

Praktik sosial menonjol yang terungkap terutama adalah keberhasilan Muhammadiyah dalam
pelayanan pendidikan, ekonomi, dan kesehatan. Sebagian besar responden (71 persen)
menyatakan, Muhammadiyah berhasil turut serta membantu memajukan kualitas pendidikan
masyarakat. Secara khusus, 73,1 persen responden mengakui Muhammadiyah berhasil dalam
menyampaikan visi keislaman dalam pendidikan. Di bidang ekonomi dan kesehatan hampir
separuh jumlah responden (43,7 persen dan 42,5 persen) setuju, Muhammadiyah membantu
memajukan perekonomian dan menyediakan pelayanan kesehatan yang berkualitas untuk
masyarakat.

Namun, responden memberikan catatan khusus menyangkut kiprah Muhammadiyah dalam


memerhatikan kepentingan rakyat kecil. Terdapat 42,5 persen responden yang menyatakan
Muhammadiyah belum berhasil membela kepentingan perekonomian rakyat kecil dan 46,4
persen yang mengungkapkan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan Muhammadiyah
belum menjangkau masyarakat bawah.

Advertisment

Lembaga independen Perjalanan Muhammadiyah yang hampir satu abad tak luput dari
persinggungannya dengan kondisi politik bangsa. Era reformasi menjadi penanda khusus
karena saat itu beberapa tokoh Muhammadiyah turut membidani lahirnya Partai Amanat
Nasional (PAN). Dalam perjalanannya, dukungan terhadap PAN terus menurun, bahkan
beberapa tokoh Muhammadiyah mencabut dukungannya dan mendirikan Partai Matahari
Bangsa (PMB) pada 2006.
Dinamika politik ini tak bisa mengubah Muhammadiyah sebagai organisasi independen yang
tidak mau terikat pada satu parpol pun. Hal ini tecermin pula dalam jajak pendapat yang
merekam ekspektasi publik berkaitan dengan hubungan Muhammadiyah dan partai.

Jajak pendapat ini mengungkap bagian terbesar responden (51,2 persen) menyatakan tidak
perlu dibentuk sebuah partai yang secara khusus mewadahi kepentingan dan gagasan
Muhammadiyah. Bahkan, dengan tegas sebagian besar (83,9 persen) responden menyatakan
Muhammadiyah harus tetap mempertahankan eksistensinya sebagai organisasi independen.
Pola penyikapan seperti ini didorong oleh kekhawatiran sebagian responden (53,5 persen),
Muhammadiyah akan sekadar menjadi alat partai untuk merebut kekuasaan.

Ulama dan akademisi Pada 3-8 Juli 2010 Muhammadiyah menggelar muktamar yang ke-46
di Yogyakarta. Pada kesempatan ini pula akan dipilih pemimpin baru yang akan membawa
organisasi ini mengarungi satu abad lebih perjalanannya. Bagi publik, sebuah organisasi
keagamaan sebesar Muhammadiyah selayaknya dipimpin sosok yang memiliki beberapa
kriteria tersendiri.

Sosok ulama, tak pelak, menjadi syarat utama terpenting yang dikemukakan separuh
responden (50 persen). Kriteria penting kedua bagi publik adalah latar belakang akademik
yang dimiliki seorang ketua Muhammadiyah. Tak kurang dari 19,7 persen responden
menyatakan calon pemimpin Muhammadiyah seyogianya juga seorang akademisi. Hal ini
dipastikan mengacu pada sosok pendiri Muhammadiyah, Ahmad Dahlan, tokoh intelektual
pembaru yang membawa gagasan bernas melampaui zamannya. Intelektualitas tidak terbatas
pada bidang agama, tetapi juga memasuki ranah sosial politik kemasyarakatan.

Ekspektasi publik juga disandarkan kepada generasi muda untuk memimpin Muhammadiyah
di masa datang, seperti terekam dalam pendapat 9,9 persen responden. Pilihan terhadap kaum
muda berkait erat dengan upaya kaderisasi yang sejak lama dilakukan Muhammadiyah.

Pemimpin baru Muhammadiyah nantinya akan menghadapi tantangan baru. Tantangan ini
utamanya menyangkut arah organisasi, apakah akan dibawa kepada institusi yang berjiwa
eksklusif atau semakin inklusif membuka diri seperti harapan hampir seluruh responden jajak
pendapat ini (94,7 persen).

You might also like