You are on page 1of 25

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN INTEGRITAS KULIT DAN LUKA

Di Susun Oleh:

Reren Yulandari
(2214901016)

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

( Ns. Willady Rasyid, M.Kep, Sp.Kep.MB ) ( Ns. Devizar Putri,S.Kep )

PRAKTIK PROFESI KEPERAWATAN DASAR (PPKD)


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
ALIFAH PADANG
T.A. 2022/2023
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia

1. Pengertian

Haswita dan Sulistyowati (2017), mengemukakan kebutuhan dasar manusia

adalah unsur-unsur yang dibutuhkan manusia dalam mempertahankan

keseimbangan fisiologis maupun psikologis, yang tentunya untuk mempertahankan

kehidupan dan kesehatan. Menurut Abraham Maslow teori hierarki kebutuhan

dasar manusia dapat dikembangkan untuk menjelaskan kebutuhan dasar manusia

sebagai berikut:

a. Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan paling dasar, yaitu kebutuhan

fisiologis seperti oksigen, cairan (minuman), nutrisi (makanan), keseimbangan

suhu tubuh, eliminasi, tempat tinggal, istirahat dan tidur, serta kebutuhan

seksual.

b. Kebutuhan rasa aman dan perlindungan dibagi menjadi perlindungan fisik dan

perlindungan psikologis. Perlindungan fisik meliputi perlindungan atas

ancaman tubuh atau hidup. Ancaman tersebut dapat berupa penyakit,

kecelakaan, bahaya dari lingkungan dan sebagainnya. Sedangkan,

perlindungan psikologis yaitu perlindungan atas ancaman dari pengalaman

yang baru dan asing.

c. Kebutuhan rasa cinta serta rasa memiliki dan dimiliki, antara lain memberi dan

menerima kasih sayang, mendapatkan kehangatan keluarga, memiliki sahabat,

diterima oleh kelompok sosial dan sebagainya.

d. Kebutuhan akan harga diri maupun perasaan dihargai oleh orang lain.

Kebutuhan ini terkait dengan keinginan untuk mendapatkan kekuatan, meraih


prestasi, rasa percaya diri, dan kemerdekaan diri. Selain itu, orang juga

memerlukan pengakuan dari orang lain.

e. Kebutuhan aktualisasi diri, merupakan kebutuhan tertinggi dalam Hierarki

Maslow, berupa kebutuhan untuk berkontribusi pada orang lain/lingkungan

serta mencapai potensi diri sepenuhnya.

2. Gangguan Keselamatan dan Keamanan Kebutuhan Dasar Manusia

Konsep keselamatan dan keamanan terkait dengan kemampuan seseorang

dalam menghindari bahaya, yang ditentukan oleh pengetahuan dan kesadaran serta

motivasi orang tersebut untuk melakukan tindakan pencegahan. Ada 3 faktor

penting yang terkait dengan keselamatan dan keamanan, yaitu tingkat pengetahuan

dan kesadaran individu, kemampuan fisik dan mental dalam mempraktikkan upaya

pencegahan, serta lingkungan fisik yang membahayakan atau berpotensi

menimbulkan bahaya, (Nancy Roper, 2002 dikutip dalam Mubarak & Chayatin,

2008).

a. Definisi keamanan dan proteksi

Keamanan bisa didefinisikan sebagai keadaan bebas dari cedera fisik dan

psikologis, salah satu kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi. Dalam

lingkungan pelayanan kesehatan memiliki rasa aman merupakan hal yang

penting dalam perawatan pasien terutama bagi seorang perawat yang sudah

tugasnya menjaga keamanan diri serta orang yang dirawat baik yang sakit

maupun sehat yang berkaitan terhadap kehidupan dan kelangsungan hidup

pasien, (Potter & Perry, 2006). Keselamatan (safety) adalah suatu keadaan

seseorang (individu) kelompok, atau masyarakat terhindar dari ancaman

bahaya/kecelakaan, (Tarwoto & Wartonah, 2010).


b. Faktor yang mempengaruhi keselamatan dan keamanan

Wahit dan Nurul (2008) mengemukakan, kemampuan seseorang untuk

melindungi dirinya dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya genetik, usia,

status kesehatan, lingkungan, status psikososial, penggunaan alkohol, dan obat-

obatan tertentu.

1) Usia

Usia erat kaitannya dengan pengetahuan dan pengalaman yang

dimiliki individu. Anak-anak biasanya belum mengetahui tingkat

kebahayaan dari suhu lingkungan yang dapat menyebabkan cedera pada

mereka. Sedangkan lansia umumnya akan mengalami sejumlah fungsi

organ yang dapat menghambat kemampuan mereka untuk melindungi diri,

salah satunya adalah kemampuan persepsi-sensorik.

2) Perubahan persepsi-sensorik

Persepsi-sensorik yang akurat terhadap stimulus lingkungan

merupakan hal yang vital bagi keselamatan individu. Individu yang

mengalami gangguan persepsi-sensorik (pendengaran, penglihatan,

penciuman, sentuhan) berisiko tinggi mengalami cedera.

3) Gangguan kesadaran

Segala bentuk gangguan kesadaran (mis, pengaruh narkotik, obat

penenang, alcohol, disorientasi, tidak sadar, kurang tidur, halusinasi) dapat

membahayakan keselamatan dan keamanan seseorang.

4) Mobilitas dan status kesehatan

Klien dengan gangguan ekstremitas (misalnya paralisis, lemah otot,

gangguan keseimbangan tubuh, inkoordinasi) berisiko tidak mengalami

cedera. Sedangkan klien yang lemah karena penyakit atau prosedur

pembedahan tidak selalu waspada dengan kondisi mereka.


5) Keadaan emosi

Emosi yang tidak stabil akan mengubah kemampuan seseorang

dalam mempersepsikan bahaya lingkungan. Situasi yang penuh tekanan

dapat menurunkan tingkat konsentrasi, mengganggu penilaian, dan

menurunkan kewaspadaan terhadap stimulus eksternal.

6) Kemampuan berkomunikasi

Klien dengan gangguan bicara atau afasia, individu dengan

hambatan bahasa, dan mereka yang tidak dapat membaca atau buta huruf

berisiko mengalami cedera.

7) Pengetahuan tentang keamanan

Informasi tentang keamanan sangat penting guna menurunkan

tingkat kebahayaan lingkungan. Dalam hal ini perawat bertanggung jawab

memberikan informasi yang akurat kepada klien yang berada di rumah

sakit.

8) Gaya hidup

Gaya hidup yang menyebabkan individu berisiko tinggi antara lain

lingkungan kerja yang tidak aman, lingkungan perumahan di daerah rawan

(misalnya sungai, lereng pegunungan, jalan raya), tingkat sosial ekonomi

yang rendah, akses yang mudah untuk mendapatkan obat-obatan, dll.

9) Lingkungan Kondisi

Lingkungan yang tidak aman dapat mengancam keselamatan dan

keamanan individu. Stimulus lingkungan seperti bunyi yang sangat keras

dapat menyebabkan gangguan pada fungsi pendengaran. Bahan-bahan

berbahaya seperti racun, zat kimia, emisi, logam berat (merkuri), racun

bakteri (tetanus, difteri, botulisme) dapat mengakibatkan kerusakan pada


jaringan saraf. Lebih lanjut, kondisi ini dapat menyebabkan gangguan pada

fungsi normal tubuh, baik yang sifatnya sementara atau menetap.

B. Konsep Gangguan Integritas Kulit

1. Definisi

Kerusakan integritas jaringan kulit adalah keadaan dimana seseorang

individu mengalami atau beresiko terhadap kerusakan jaringan epidermis dan

dermis atau jaringan (membran mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang,

kartilago, kapsul sendi dan ligamen) (PPNI, 2016).

2. Anatomi Fisiologi Kulit

Menurut (Evvendy, 2013) kulit menutupi dan melindungi permukaan tubuh

dan bersambung dengan selaput lendir yang melapisi rongga-rongga dan lubang-

lubang masuk. Kulit mempunyai banyak fungsi di dalamnya terdapat ujung saraf

peraba, membantu mengatur suhu tubuh dan mengendalikan hilangnya air dari

tubuh. Kulit dibagi menjadi dua lapisan yaitu Epidermis dan Dermis.

a. Epidermis tersusun atas epitelium berlapis dan terdiri atas sejumlah lapisan sel

yang tersusun atas dua lapisan tampak yaitu selapis lapisan tanduk dan selapis

zona germinalis. Lapisan tanduk terletak paling luar dan tersusun atas tiga

lapisan sel yang membentuk epidermis yaitu:


1) Stratum Korneum: Selnya tipis, datar, seperti sisik dan terus menerus

dilepaskan.

2) Stratum Lusidum: Selnya mempunyai batas tegas tetapi tidak ada intinya.

3) Stratum Granulosum: Selapis sel yang jelas tampak berisi inti dan juga

granulosum.

4) Zona Germinalis terletak dibawa lapisan tanduk dan terdiri atas dua lapis

sel epitel yang berbentuk tegas yaitu:

- Sel berduri: Sel dengan fibril halus yang menyambung sel satu dengan

yang lainnya.

- Sel basal: Sel ini terus memproduksi sel epidermis baru.

b. Dermis adalah lapisan kulit yang tersusun atas jaringan fibrus dan jaringan ikat

yang elastik. Lapisan kulit yang lebih tebal berisi ikatan kolagen dan serat

elastis menyokong epidermis. Ujung akhir saraf sensoris, yaitu puting peraba,

terletak di dalam dermis. Pelengkap Kulit: rambut, kuku, dan kelenjar

sebaseus. Fungsi Kulit:

1) Perlindungan Lapisan epidermis atau lapisan terkematu merupakan lapisan

perlindungan daripada kemasukan bakteria, ini merupakan perlindungan

tahap pertama. Lapisan berkematu yang senantiasa gugur, menyebabkan

bakteria sukar membiak dan bertapak tetap pada kulit.

2) Kulit sebagai organ pengatur panas kulit adalah organ utama yang

berurusan dengan pelepasan panas dari tubuh, dengan cara: Penguapan:

jumlah keringat yang dibuat tergantung dari banyaknya darah yang

mengalir melalui pembuluh dalam kulit. Pemancaran: panas dilepas pada

udara sekitar. Konduksi: panas dialihkan ke benda yang disentuh.

Konveksi: udara yang telah menyentuh permukaan tubuh diganti dengan

udara yang lebih dingin.


3) Kulit sebagai indra peraba Rasa sentuhan disebabkan rangsangan pada

ujung saraf di dalam kulit, berbeda-beda menurut ujung saraf yang

dirangsang.

4) Tempat penyimpanan air, jaringan adipose di bawah kulit merupakan

tempat penyimpanan lemak yang utama pada tubuh.

5) Sintesis vitamin D. Apabila lapisan kulit ini terdedah kepada sinaran

ultraungu, sinaran ultraungu ini akan diserap oleh kulit dan bertindak ke

atas prekursor, seterusnya menukarkannya kepada vitamin D.

3. Tanda dan Gejala Kerusakan Integritas Kulit

Menurut (SDKI, 2016) tanda dan gejala untuk diagnosa kerusakan

integritas kulit adalah:

a. Tanda dan gejala mayor:

Subyektif: -

Objektif : - kerusakan jaringan dan/atau lapisan kulit.

b. Tanda dan gejala minor:

Subjektif: -

Objektif: - Nyeri

- Perdarahan

- Kemerahan

- Hematoma

4. Penyebab Kerusakan Integritas Kulit\

Menurut (SDKI, 2016) penyebab kerusakan integritas kulit adalah:

a. Perubahan sirkulasi

b. Perubahan status nutrisi (kelebihan atau kekurangan)

c. Kekurangan atau kelebihan volume cairan

d. Penurunan mobilitas
e. Bahan kimia iritatif

f. Suhu lingkungan yang ekstrim

g. Faktor mekanis (misalnya penekanan pada tonjolan tulang, gesekan) atau

faktor elekris (elektrodiatermi, energi listrik bertegangan tinggi)

h. Efek samping terapi radiasi

i. Kelembapan

j. Proses penuaan

k. Neuropati perifer

l. Perubahan pigmentasi

m. Peruabahan hormonal

n. Kurang terpapar informasi tentang upaya mempertahankan atau melindungi

integritas jaringan.

5. Kondisi Klinis

Kondisi klinis yang memiliki risiko gangguan integritas kulit, antara lain :

a. Imobilisasi

b. Gagal jantung kongestif

c. Gagal ginjal

d. Diabetes Melitus

e. Imunodefisiensi (mis. AIDS)

f. Kateterisasi jantungg

(Tim Pokja DPP PPNI tahun 2017).

6. Dampak Gangguan Integritas Kulit

Menurut Wijaya (2013), dampak apabila terjadi gangguan integritas kulit

sebagai berikut:

a. Nyeri daerah luka tekan

b. Intoleransi aktivitas
c. Gangguan pola tidur

d. Penyebaran infeksi sehingga memperlambat proses penyembuhan.

7. Komplikasi

Menurut Mulyati (2014) terdapat kompikasi akibat gangguan integritas

kulit, yaitu :

a. Neuropati sensorik yang menyebabkan hilangnya perasaan nyeri dan

sensibilitas tekanan.

b. Neuropati otonom yang menyebabkan timbulnya peningkatan kekeringan

akibat penurunan perspirasi.

c. Vaskuler perifer yang menyebabkan sirkulasi buruk yang menghambat

lamanya kesembuhan luka sehingga menyebabkan terjadinya kompikasi ulkus

dekubitus.

C. Konsep Luka

1. Pengertian

Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini

dapat dapat disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat

kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan (Sjamsuhidajat, 2017). Luka

adalah terputusnya kontinuitas jaringan karena cedera atau pembedahan. Luka bisa

diklasifikasikan berdasarkan struktur anatomis, sifat, proses penyembuhan, dan

lama penyembuhan (Kartika, 2015). Luka merupakan suatu keadaan terputusnya

kontinuitas jaringan tubuh yang dapat menyebabkan terganggunya fungsi tubuh,

sehingga dapat mengganggu aktivitas sehari-hari (Hidayat, 2014).

Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit. Luka adalah

kerusakan kontinuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh lain.

Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul seperti : hilangnya seluruh atau

sebagian fungsi organ, respon stres simpatis, perdarahan serta pembekuan darah,
kontaminasi bakteri, dan kematian sel (Kozier, 1995). Berdasarkan waktu

penyembuhan, luka dibedakan menjadi :

a. Luka akut: luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep

penyembuhan yang telah diharapkan.

b. Luka kronis : luka yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan,

dapat karena faktor eksogen dan endogen.

2. Penyebab Luka

Bentuk luka bermacam-macam bergantung penyebabnya, misalnya luka

sayat atau vulnus scissum yang disebabkan oleh benda tajam, sedangkan luka

tusuk yang disebut vulnus punctum akibat benda runcing. Luka robek, laserasi atau

vulnus laceratum merupakan luka yang tepinya tidak rata atau compangcamping

disebabkan oleh benda yang permukaanya tidak rata. Luka lecet pada permukan

kulit akibat gesekan disebut ekskoriasi. Panas dan zat kimia juga dapat

menyebabkan luka bakar atau vulnus kombusi (Sjamsuhidajat, 2017). Sedangkan

menurut Dealey (2005), ada beberapa penyebab luka yaitu traumatis misalnya luka

karena trauma mekanik, kimia, fisik; luka yang disengaja misalnya luka 9 operasi;

luka iskemia misalnya ulkus kaki diabetes; dan luka karena tekanan misalnya ulkus

tekan/ulkus dekubitus.

3. Fase Penyembuhan Luka


Menurut Arisanty (2014), secara fisiologis tubuh dapat memperbaiki

kerusakan jaringan kulit (luka) sendiri yang dikenal dengan penyembuhan luka.

Penyembuhan luka dapat dibagi ke dalam tiga fase, yaitu fase inflamasi,

proliferasi, dan fase maturasi atau remodelling.

a. Fase Inflamasi

Fase inflamasi terjadi pada awal kejadian atau saat luka terjadi (hari ke-0)

hingga hari ke-3 atau ke-5 (Arisanty, 2014). Menurut Sjamsuhidajat (2017),

pembuluh darah yang terputus pada luka akan menyebabkan perdarahan, dan

tubuh berusaha menghentikannya dengan vasokontriksi, pengerutan ujung

pembuluh darah yang putus (retraksi), dan reaksi hemostasis. Hemostasis terjadi

karena trombosit yang keluar dari pembuluh darah saling melekat, dan bersama

jala fibrin yang terbentuk, membekukan darah yang keluar dari pembuluh

darah. Setelah hemostasis, proses koagulasi akan mengaktifkan kaskade

komplemen. Dari kaskade ini akan dikeluarkan bradikinin dan anafilatoksin

C3a dan C5a yang menyebabkan vasodilatasi dan permeabilitas vaskular

meningkat sehingga terjadi eksudasi, penyebukan sel radang, disertasi

vasodilatasi setempat yang menyebabkan edema dan pembengkakan.

Tanda dan gejala klinis reaksi radang semakin jelas, berupa warna

kemerahan karena kapiler melebar (rubor), rasa hangat (kalor), nyeri (dolor),

dan pembengkakan (tumor). Aktivitas seluler yang terjadi yaitu pergerakan

leukosit menembus dinding pembuluh darah (diapedesis) menuju luka karena

daya kemotaksis. Leukosit mengeluarkan enzim hidrolitik 10 yang membantu

mencerna bakteri dan kotoran luka. Monosit dan limfosit yang kemudian

muncul, ikut menghancurkan dan memakan kotoran luka dan bakteri

(fagositosis). Fase ini disebut juga fase lamban karena reaksi pembentukan

kolagen baru sedikit, dan luka hanya dipertautkan oleh fibrin yang amat lemah.
b. Fase Proliferasi

Terjadi mulai hari ke-2 sampai ke-24 yang terdiri atas proses destruktif

(fase pembersihan), proses proliferasi atau granulasi (pelepasan sel-sel

baru/pertumbuhan), dan epitelisasi (migrasi sel/penutupan) (Arisanty, 2014).

Pada fase destruktif terjadi pembersihan terhadap jaringan mati (yang

mengalami devitalisasi) dan bakteri oleh polimorf dan makrofag. Polimorf dan

makrofag juga merangsang pembentukan fibroblas yang melakukan sintesa

struktur protein kolagen dan menghasilkan sebuah faktor yang dapat

merangsang angiogenesis atau pembentukan pembuluh darah. Fibroblas akan

meletakkan substansi dasar dan serabut-serabut kolagen serta pembuluh darah

baru mulai menginfiltrasi luka. Begitu kolagen diletakkan, maka terjadi

peningkatan yang cepat pada kekuatan regangan luka (Morison, 2003).

Selain itu juga terbentuk jaringan berwarna kemerahan dengan permukaan

berbenjol halus yang disebut jaringan granulasi. Setelah tumbuh jaringan

granulasi terjadi proses epitelisasi, tepi luka yang terdiri atas sel basal terlepas

dari dasarnya dan berpindah mengisi permukaan luka. Tempatnya kemudian

diisi oleh sel baru yang terbentuk dari proses mitosis. Proses ini baru berhenti

setelah epitel saling menyentuh dan menutup seluruh permukaan luka. Dengan

tertutupnya permukaan luka, proses fibroblasia dengan pembentukan jaringan

granulasi juga akan berhenti dan mulailah proses pematangan dalam fase

maturasi (Sjamsuhidajat, 2017).

c. Fase Maturasi

Fase maturasi atau remodelling terjadi mulai hari ke-24 hingga satu atau

dua tahun, yaitu fase penguatan kulit baru. Pada fase ini terjadi proses

epitelisasi, kontraksi, dan reorganisasi jaringan ikat. Dalam setiap cidera yang

mengakibatkan hilangnya kulit, sel epitel pada pinggir luka dan dari sisa-sisa
folikel rambut, serta glandula sebasea dan glandula sudorifera, membelah dan

mulai bermigrasi di atas jaringan granula baru. Kontraksi luka disebabkan

karena miofibroblas kontraktil yang membantu menyatukan tepi-tepi luka.

Terdapat suatu penuruan progresif dalam vaskularisasi jaringan parut, yang

berubah dalam penampilannya dari merah kehitaman menjadi putih. Serabut-

serabut kolagen mengadakan reorganisasi dan kekuatan regangan luka

meningkat (Morison, 2003). Kondisi yang umum terjadi pada fase ini adalah

terasa gatal dan penonjolan epitel (keloid) pada permukaan kulit. Pada fase ini,

kolagen bekerja lebih teratur dan lebih memiliki fungsi sebagai penguat ikatan

sel kulit baru, kulit masih rentan terhadap gesekan dan tekanan sehingga

memerlukan perlindungan. Dengan memberikan kondisi lembap yang seimbang

pada bekas luka dapat melindungi dari risiko luka baru. Perlu diingat bahwa

kualitas kulit baru hanya kembali 80%, tidak sempurna seperti kulit sebelumnya

atau sebelum kejadian luka (Arisanty, 2014).


D. Standar Operasional Perawatan Luka

STANDARD PERAWATAN LUKA


OPERSIONAL
PROSEDUR

PENGERTIAN
Membersihkan luka, mengobati luka dan menutup kembali luka
dengan tekhnik steril.

GAMBAR

TUJUAN 1. Mencegah masuknya kuman dan kotoran ke dalam luka.


2. Memberi pengobatan pada luka.
3. Memberikan rasa aman dan nyaman pada pasien.
4. Mengevaluasi tingkat kesembuhan luka.

INDIKASI 1. Pasien yang luka baru maupun luka lama, luka post
oprasi, luka bersih dan luka kotor.

PETUGAS  Perawat

PERALATAN 1. Pinset anatomis


2. Pinset chirurgis
3. Gunting debridemand / gunting jaringan.
4. Kassa steril.
5. Kom kecil 2 buah.
6. Peralatan lain terdiri dari :
a. Sarung tangan.
b. Gunting plester.
c. Plester.
d. Desinfektan (Bethadin).
e. Cairan NaCl 0,9%
f. Bengkok
g. Perlak / pengalas.
h. Verband.
i. Obat luka sesuai kebutuhan.
PROSEDUR A. Tahap pra interaksi
PELAKSANAA 1. Cek catatan keperawatan
N 2. Siapkan alat-alat
3. Cuci tangan

B. Tahap orientasi
1. Berikan salam, panggil klien dengan namanya.
2. Jelaskan tujuan, prosedur dan lamanya tindakan
pada klien dan keluarga.

C. Tahap kerja
1. Dekatkan alat-alat dengan klien
2. Menjaga privasy pasien.
3. Mengatur posisi pasien sesuai kebutuhan.
4. Pasang perlak / pengalas di bawah daerah luka.
5. Membuka peralatan.
6. Memakai sarung tangan.
7. Basahi kasa dengan bethadin kemudian dengan
menggunakan pinset bersihkan area sekitar luka
bagian luar sampai bersih dari kotoran. (gunakan
teknik memutar searah jarum jam)
8. Basahi kasa dengan cairan NaCl 0,9% kemudian
dengan menggunakan pinset bersihkan area luka
bagian dalam. (gunakan teknik usapan dari atas ke
bawah)
9. Keringkan daerah luka dan Pastikan area daerah
luka bersih dari kotoran.
10. Beri obat luka sesuai kebutuhan jika perlu.
11. Pasang kasa steril pada area luka sampai tepi luka.
12. Fiksasi balutan menggunakan plester atau balautan
verband sesuai kebutuhan.
13. Mengatur posisi pasien seperti semula.
14. Alat-alat dibereskan.
15. Buka sarung tangan.

D. Tahap terminasi
1. Evaluasi hasil tindakan.
2. Catat tindakan.
3. Berpamitan.

E. Tinjauan Asuhan Keperawatan Kebutuhan Keamanan Dan Proteksi Kerusakan

Integritas Kulit
1. Pengkajian

Pengkajian keperawatan adalah tahap pertama dalam proses perawatan.

Tahap ini sangat penting dan menentukan dalam tahap-tahap selanjutnya. Data

yang komprehensif dan valid akan menentukan penetapan diagnosis keperawatan

dengan tepat dan benar, serta selanjutnya akan berpengaruh dalam perencanaan

keperawatan. Tujuan dari pengkajian adalah didapatkannya data yang

komprehensif yang mencakup data biopsiko dan spiritual, (Tarwoto &

Wartonah, 2015).

a. Pemeriksaan fisik

1) Pemeriksaan fisik integumen

Menurut Smeltzer (2002), dikutip dalam Risnawati (2019),

Pemeriksaan kulit dilakukan untuk menilai warna, adanya sianosis,

ikterus, ekzema, pucat, purpura, eritema, makula, papula, vesikula,

pushtula, ulkus, turgor kulit, kelembapan kulit, tekstur kulit, dan edema.

Penilaian warna kulit untuk mengetahui adanya pigmentasi dan kondisi

normal yang dapat disebabkan oleh melanin kulit.

a) Pemeriksaan Kulit

Periksa seluruh permukaan kulit di bawah cahaya yang baik, inspeksi,

dan palpasi setiap area.

Perhatikan :

(1)Warna : sianosis, ikterus, kerotenemia, perubahan melanin.

(2)Kelembaban : lembab, kering, berminyak.

(3)Temperatur : Dingin, hangat

(4)Tekstur : Licin, kasar.

(5)Mobilitas – Kemudahan : Menurun pada edema lipatan kulit untuk


dapat digerakkan.

(6)Turgor- kecepatan : Menurun pada dehidrasi lipatan kulit kembali ke

keadaan semula.

(7)Perhatikan adanya lesi dan Lokasi dan distribusi : merata

Terlokalisasi anatominya.

(8)Susunan dan bentuknya : linier, berkumpul, dermatomal.

(9)Tipe : makula, papula, pustula, bula, tumor.

b) Pemeriksaan Rambut

Pemeriksaan rambut dilakukan untuk menilai adanya warna,

kelebatan, distribusi, dan karakteristik rambut lainnya. Dalam keadaan

normal, rambut menutupi semua bagian tubuh kecuali telapak tangan

kaki, dan permukaan labia sebelah dalam. Rambut yang kering, rapuh,

dan kekurangan pigmen dapat menunjukkan adanya kekurangan gizi.

Rambut yang jarang/ tumbuh kurang subur dapat menunjukkan

adanya malnutrisi, penyakit hipotiroidisme, efek obat, dll. Inspeksi

dan palpasi rambut, perhatikan :

(1)Kuantitas : tipis, tebal.

(2)Distribusi : alopesia sebagian atau total.

(3)Tekstur : halus, kasar.

c) Pemeriksaan Kuku

Pemeriksaan kuku dilakukan dengan mengadakan inspeksi terhadap

warna, bentuk, dan keadaan kuku. Adanya jari tabuh (Clubbing

fingers) dapat menunjukkan penyakit pernafasan kronis, atau penyakit

jantung. Bentuk kuku yang cekung atau cembung menunjukkan

adanya cedera defisiensi besi, atau infeksi. Inspeksi dan palpasi kuku
jari tangan dan kaki, perhatikan :

(1)Warna : sianosis, pucat.

(2)Bentuk : jari tabuh (clubbing)

(3)Adanya lesi : paronkia, onikolisis.

2. Diagnosis keperawatan

Menurut Standar Diagnosis keperawatan Indonesia (SDKI) Tahun 2017

Edisi I Cetakan II diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien yang

mengalami dermatitis adalah : Gangguan Integritas Kulit

3. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan pada masalah keamanan dan proteksi tergantung

dari diagnosa keperawatan. Berdasarkan Standar Intervensi Keperawatan

Indonesia (SIKI) tahun 2018 Edisi 1 Cetakan II intervensi dari diagnosa

gangguan integritas kulit adalah sebagai berikut :

Tabel
Intervensi Keperawatan gangguan integritas kulit
Diagnosa Intervensi Utama Intervensi
Keperawatan Pendukung
Gangguan Perawatan integritas 1. Dukungan
Integritas Kulit kulit perawatan diri
Observasi : 2. Edukasi
1. Identifikasi penyebab perawatan diri
gangguan integritas 3. Edukasi
kulit perawatan kulit
Terapeutik : 4. Edukasi
1. Ubah posisi tiap 2 perilaku upaya
jam jika tirah kesehatan
baring. 5. Edukasi
2. Lakukan pemijatan pola perilaku
pada area kebersihan
penonjolan tulang 6. Edukasi
jika perlu program
3. Bersihkan parineal pengobatan
dengan air hangat, 7. Konsultasi
terutama selama 8. Latihan
periode diare rentang gerak
4. Gunakan 9. Manajemen nyeri
produk 10. Pelaporan
berbahan petroleum status kesehatan
atau minyak pada 11. Pemberian obat
kulit kering 12. Pemberian
5. Gunakan obat intradermal
produk berbahan 13. Pemberian
alami ringan dan obat
hipoalergik pada intramuscular
kulit sensitive 14. Pemberian
6. Hindari obat intravena
produk berbahan 15. Pemberian obat
dasar alkohol pada kulit
kulit kering 16. Pemberian
Edukasi : obat subkutan
1. Anjurkan 17. Pemberian
menggunakan obat topical
pelembab 18. Penjahitan luka
2. Anjurkan minum air 19. Perawatan area
yang cukup insisi
3. Anjurkan 20. Perawatan
meningkatkan imobilisasi
asupan nutrisi 21. Perawatan kuku
4. Anjurkan 22. Perawatan
meningkatkan luka bakar
asupan buah dan 23. Perawatan
sayur luka tekan
5. Anjurkan 24. Perawatan
menghindari pasca seksio
terpapar suhu sesaria.
ekstrem 25. Perawatan skin
6. Anjurkan graft
menggunakan tabir 26. Teknik
surya SPF minimal latihan
30 saat berada penguatan otot
diluar rumah. dan sendi
7. Anjurkan mandi 27. Terapi lintah
menggunakan sabun 28. Skrining kanker
secukupnya
Sumber : Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (2018)
4. Implementasi Keperawatan

Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana

perawatan. Tindakan keperawatan mencakup tindakan mandiri (independen) dan

tindakan kolaborasi. Tindakan mandiri (independen) adalah aktivitas perawat yang

didasarkan pada kesimpulan atau keputusan sendiri dan bukan merupakan petunjuk

atau perintah dari petugas kesehatan lain. Sedangkan tindakan kolaborasi adalah

tindakan yang didasarkan hasil keputusan bersama, seperti dokter dan petugas

kesehatan lainnya, (Tarwoto & Wartonah, 2015).

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan untuk dapat

menemukan keberhasilan dalam asuhan keperawatan untuk dapat menemukan

keberhasilan dalam asuhan keperawatan. Evaluasi pada dasarnya adalah

membandingkan status keadaan kesehatan pasien dengan tujuan atau kriteria hasil yang

telah ditetapkan, (Tarwoto & Wartonah, 2015).

Berdasarkan Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) Edisi I Cetakan II

Tahun (2019), didapatkan hasil evaluasi dari diagnosa keperawatan gangguan integritas

kulit adalah sebagai berikut :

Tabel
Standar Luaran Keperawatan Indonesia Gangguan
Integritas Kulit Dan Jaringan
Luaran Utama
Integritas kulit dan jaringan Definisi
:
Keutuhan kulit (dermis dan/atau epidermis) atau jaringan (membran mukosa, kornea, fasia,
otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi dan/atau ligamen).
Ekspektasi : Meningkat
Kriteria Hasil :
Cukup Cukup
Menurun Menurun Sedang Meningkat Meningkat

Elastisitas 1 2 3 4 5
Hidrasi 1 2 3 4 5
Perfusi Jaringan 1 2 3 4 5
Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun
Meningkat Menurun
Kerusakan 1 2 3 4 5
jaringan
Kerusakan lapisan 1 2 3 4 5
kulit
Nyeri 1 2 3 4 5
Perdarahan 1 2 3 4 5
Kemerahan 1 2 3 4 5
Hematoma 1 2 3 4 5
Pigmentasi 1 2 3 4 5
abnormal
Jaringan parut 1 2 3 4 5
Nekrosis 1 2 3 4 5
Abrasi kornea 1 2 3 4 5

Cukup Cukup
Memburuk Memburuk Sedang Membaik Membaik
Suhu kulit 1 2 3 4 5
Sensasi 1 2 3 4 5
Tekstur 1 2 3 4 5
Pertumbuhan 1 2 3 4 5
rambut
Sumber : Standar Luaran Keperawatan Indonesia (2019)
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. (2008). Konsep Dasar Keperawatan. (E. A. Mardella, Ed.). Jakarta: EGC.
Association, A. D. (2014). Diagnosis and classification of diabetes mellitus. Diabetes Care,
37(SUPPL.1), 81–90. https://doi.org/10.2337/dc14-S081
Dinarti, Aryani, R., Nurhaeni, H., & Chairani, R. (2009). Dokumentasi Keperawatan. (Jusirman,
Ed.) (1st ed.). Jakarta Timur: Cv. Trans Info Media.
Gde, T., Pemayun, D., & Naibaho, R. M. (2017). Clinical profile and outcome of diabetic foot
ulcer , a view from tertiary care hospital in Semarang , Indonesia. Diabetic Foot & Ankle,
8(1), 1–8. https://doi.org/10.1080/2000625X.2017.1312974
Hasona, N., & Elasbali, A. (2016). Evaluation of Electrolytes Imbalance and 64 Dyslipidemia in
Diabetic Patients. Medical Sciences, 4(2), 7. https://doi.org/10.3390/medsci4020007
Hetharia, R. (2009). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Integumen. (S. Mulyani, Ed.).
Jakarta: Trans Info Media.
Interasional Diabetes Federation. (2015). IDF Diabetes Atlas. (D. Cavan, J. da R. Fernandes, L.
Makaroff, K. Ogurtsova, & S. Webber, Eds.), International Diabetes Federation (7th ed.).
https://doi.org/10.1289/image.ehp.v119.i03

International Diabetes Federation. (2013). IDF ATLAS DIABETES Sixth edition. (L.
Guariguata, T. Nolan, J. Beagley, U. Linnenkamp, & O. Jacqmain, Eds.) (6th ed.).
Retrieved from https://www.idf.org/e-library/epidemiologyresearch/diabetes-atlas/19-atlas-6th-
edition.html

Janmohammadi, N., Roushan, M. R. H., Moazezi, Z., Rouhi, M., Gangi, S. M. E., & Bahrami,
M. (2011). Epidemiological characteristics of diabetic foot ulcer in Babol, North of Iran: A
study on 450 cases. Caspian Journal of Internal Medicine, 2(4), 321–325.
Karnadihardja, W. (2005). Infeksi. In R. Sjamsuhidajat & W. De Jong (Eds.), Buku Ajar Ilmu
Bedah (2nd ed., pp. 12–65). Jakarta: EGC.
Koizer, B., Erb, G., Berman, A., & Synder, S. J. (2011). Buku Ajar Fundamental Keperawatan
Konsep, Proses, & Praktik. (D. Widiarti, A. O. Tampubolon, & N. B. Subekti, Eds.) (7th
ed.). Jakarta: EGC.
Manda, V., Sreedharan, J., Muttappallymyalil, J., Das, R., & Hisamatsu, E. (2012). Foot ulcers
and risk factors among diabetic patients visiting Surgery Department in a University
Teaching Hospital in Ajman, UAE. International Journal of Medicine and Public Health,
2(3), 34–38. https://doi.org/10.5530/ijmedph.2.3.8

R. Sjamsuhidajat & W. De Jong (Eds.), Buku Ajar Ilmu Bedah (2nd ed., pp. 165– 174). Jakarta:
EGC.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2008). Brunner & Suddarth’s Textbook of Medical Surgical
Nursing (12th ed.). USA: Elsevier inc
Wang, A., Xu, Z., & Mu, Y. (2014). Clinical Characteristics and Medical Costs in Patients With
Diabetic Amputation and Nondiabetic Patients With Nonacute Amputation in Central
Urban Hospitals in China. The International Journal of Lower Extremity Wounds,
(December), 1–5. https://doi.org/10.1177/1534734614521235
Waspadji, S. (2010). Kaki Diabetik. In A. W. Sudoyo, B. Setiyohadi, I. Alwi, M. S. K., & S.
Setiati (Eds.), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (Edisi V). Jakarta: InternalPublishing.
Wibowo, B. S. A. (2015). Asuhan Keperawatan Klien Diabetes Melitus Dengan 67 Kerusakan
Integritas Jaringan (Luka Gangren) Di Ruang Bougenvile Rsud Dr. Moch Soewandhie
Surabaya.
Wijaya, A. S., & Putri, Y. M. (2013). KMB 2 Keperawatan Medikal Bedah (Keperawatan
Dewasa) (II). Yogyakarta: Nuha Medika.
World Health Organization. (2016). Global Report on Diabetes. WHO (Vol. 978). France: WHO.
https://doi.org/ISBN 978 92 4 156525 7
Yulianawati, R. (2017). Asuhan Keperawatan Klien Yang Mengalami Diabetes Melitus Dengan
Kerusakan Integritas Jaringan Di Ruang Cempaka RSUD DR.Soedirman Kebumen.
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong

You might also like