Professional Documents
Culture Documents
Di Susun Oleh:
Reren Yulandari
(2214901016)
1. Pengertian
sebagai berikut:
suhu tubuh, eliminasi, tempat tinggal, istirahat dan tidur, serta kebutuhan
seksual.
b. Kebutuhan rasa aman dan perlindungan dibagi menjadi perlindungan fisik dan
c. Kebutuhan rasa cinta serta rasa memiliki dan dimiliki, antara lain memberi dan
d. Kebutuhan akan harga diri maupun perasaan dihargai oleh orang lain.
dalam menghindari bahaya, yang ditentukan oleh pengetahuan dan kesadaran serta
penting yang terkait dengan keselamatan dan keamanan, yaitu tingkat pengetahuan
dan kesadaran individu, kemampuan fisik dan mental dalam mempraktikkan upaya
menimbulkan bahaya, (Nancy Roper, 2002 dikutip dalam Mubarak & Chayatin,
2008).
Keamanan bisa didefinisikan sebagai keadaan bebas dari cedera fisik dan
psikologis, salah satu kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi. Dalam
penting dalam perawatan pasien terutama bagi seorang perawat yang sudah
tugasnya menjaga keamanan diri serta orang yang dirawat baik yang sakit
pasien, (Potter & Perry, 2006). Keselamatan (safety) adalah suatu keadaan
obatan tertentu.
1) Usia
2) Perubahan persepsi-sensorik
3) Gangguan kesadaran
6) Kemampuan berkomunikasi
hambatan bahasa, dan mereka yang tidak dapat membaca atau buta huruf
sakit.
8) Gaya hidup
9) Lingkungan Kondisi
berbahaya seperti racun, zat kimia, emisi, logam berat (merkuri), racun
1. Definisi
dermis atau jaringan (membran mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang,
dan bersambung dengan selaput lendir yang melapisi rongga-rongga dan lubang-
lubang masuk. Kulit mempunyai banyak fungsi di dalamnya terdapat ujung saraf
peraba, membantu mengatur suhu tubuh dan mengendalikan hilangnya air dari
tubuh. Kulit dibagi menjadi dua lapisan yaitu Epidermis dan Dermis.
a. Epidermis tersusun atas epitelium berlapis dan terdiri atas sejumlah lapisan sel
yang tersusun atas dua lapisan tampak yaitu selapis lapisan tanduk dan selapis
zona germinalis. Lapisan tanduk terletak paling luar dan tersusun atas tiga
dilepaskan.
2) Stratum Lusidum: Selnya mempunyai batas tegas tetapi tidak ada intinya.
3) Stratum Granulosum: Selapis sel yang jelas tampak berisi inti dan juga
granulosum.
4) Zona Germinalis terletak dibawa lapisan tanduk dan terdiri atas dua lapis
- Sel berduri: Sel dengan fibril halus yang menyambung sel satu dengan
yang lainnya.
b. Dermis adalah lapisan kulit yang tersusun atas jaringan fibrus dan jaringan ikat
yang elastik. Lapisan kulit yang lebih tebal berisi ikatan kolagen dan serat
elastis menyokong epidermis. Ujung akhir saraf sensoris, yaitu puting peraba,
2) Kulit sebagai organ pengatur panas kulit adalah organ utama yang
dirangsang.
ultraungu, sinaran ultraungu ini akan diserap oleh kulit dan bertindak ke
Subyektif: -
Subjektif: -
Objektif: - Nyeri
- Perdarahan
- Kemerahan
- Hematoma
a. Perubahan sirkulasi
d. Penurunan mobilitas
e. Bahan kimia iritatif
i. Kelembapan
j. Proses penuaan
k. Neuropati perifer
l. Perubahan pigmentasi
m. Peruabahan hormonal
integritas jaringan.
5. Kondisi Klinis
Kondisi klinis yang memiliki risiko gangguan integritas kulit, antara lain :
a. Imobilisasi
c. Gagal ginjal
d. Diabetes Melitus
f. Kateterisasi jantungg
sebagai berikut:
b. Intoleransi aktivitas
c. Gangguan pola tidur
7. Komplikasi
kulit, yaitu :
sensibilitas tekanan.
dekubitus.
C. Konsep Luka
1. Pengertian
Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini
dapat dapat disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat
kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan (Sjamsuhidajat, 2017). Luka
adalah terputusnya kontinuitas jaringan karena cedera atau pembedahan. Luka bisa
Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit. Luka adalah
kerusakan kontinuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh lain.
Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul seperti : hilangnya seluruh atau
sebagian fungsi organ, respon stres simpatis, perdarahan serta pembekuan darah,
kontaminasi bakteri, dan kematian sel (Kozier, 1995). Berdasarkan waktu
2. Penyebab Luka
sayat atau vulnus scissum yang disebabkan oleh benda tajam, sedangkan luka
tusuk yang disebut vulnus punctum akibat benda runcing. Luka robek, laserasi atau
vulnus laceratum merupakan luka yang tepinya tidak rata atau compangcamping
disebabkan oleh benda yang permukaanya tidak rata. Luka lecet pada permukan
kulit akibat gesekan disebut ekskoriasi. Panas dan zat kimia juga dapat
menurut Dealey (2005), ada beberapa penyebab luka yaitu traumatis misalnya luka
karena trauma mekanik, kimia, fisik; luka yang disengaja misalnya luka 9 operasi;
luka iskemia misalnya ulkus kaki diabetes; dan luka karena tekanan misalnya ulkus
tekan/ulkus dekubitus.
kerusakan jaringan kulit (luka) sendiri yang dikenal dengan penyembuhan luka.
Penyembuhan luka dapat dibagi ke dalam tiga fase, yaitu fase inflamasi,
a. Fase Inflamasi
Fase inflamasi terjadi pada awal kejadian atau saat luka terjadi (hari ke-0)
hingga hari ke-3 atau ke-5 (Arisanty, 2014). Menurut Sjamsuhidajat (2017),
pembuluh darah yang terputus pada luka akan menyebabkan perdarahan, dan
pembuluh darah yang putus (retraksi), dan reaksi hemostasis. Hemostasis terjadi
karena trombosit yang keluar dari pembuluh darah saling melekat, dan bersama
jala fibrin yang terbentuk, membekukan darah yang keluar dari pembuluh
Tanda dan gejala klinis reaksi radang semakin jelas, berupa warna
kemerahan karena kapiler melebar (rubor), rasa hangat (kalor), nyeri (dolor),
mencerna bakteri dan kotoran luka. Monosit dan limfosit yang kemudian
(fagositosis). Fase ini disebut juga fase lamban karena reaksi pembentukan
kolagen baru sedikit, dan luka hanya dipertautkan oleh fibrin yang amat lemah.
b. Fase Proliferasi
Terjadi mulai hari ke-2 sampai ke-24 yang terdiri atas proses destruktif
mengalami devitalisasi) dan bakteri oleh polimorf dan makrofag. Polimorf dan
granulasi terjadi proses epitelisasi, tepi luka yang terdiri atas sel basal terlepas
diisi oleh sel baru yang terbentuk dari proses mitosis. Proses ini baru berhenti
setelah epitel saling menyentuh dan menutup seluruh permukaan luka. Dengan
granulasi juga akan berhenti dan mulailah proses pematangan dalam fase
c. Fase Maturasi
Fase maturasi atau remodelling terjadi mulai hari ke-24 hingga satu atau
dua tahun, yaitu fase penguatan kulit baru. Pada fase ini terjadi proses
epitelisasi, kontraksi, dan reorganisasi jaringan ikat. Dalam setiap cidera yang
mengakibatkan hilangnya kulit, sel epitel pada pinggir luka dan dari sisa-sisa
folikel rambut, serta glandula sebasea dan glandula sudorifera, membelah dan
meningkat (Morison, 2003). Kondisi yang umum terjadi pada fase ini adalah
terasa gatal dan penonjolan epitel (keloid) pada permukaan kulit. Pada fase ini,
kolagen bekerja lebih teratur dan lebih memiliki fungsi sebagai penguat ikatan
sel kulit baru, kulit masih rentan terhadap gesekan dan tekanan sehingga
pada bekas luka dapat melindungi dari risiko luka baru. Perlu diingat bahwa
kualitas kulit baru hanya kembali 80%, tidak sempurna seperti kulit sebelumnya
PENGERTIAN
Membersihkan luka, mengobati luka dan menutup kembali luka
dengan tekhnik steril.
GAMBAR
INDIKASI 1. Pasien yang luka baru maupun luka lama, luka post
oprasi, luka bersih dan luka kotor.
PETUGAS Perawat
B. Tahap orientasi
1. Berikan salam, panggil klien dengan namanya.
2. Jelaskan tujuan, prosedur dan lamanya tindakan
pada klien dan keluarga.
C. Tahap kerja
1. Dekatkan alat-alat dengan klien
2. Menjaga privasy pasien.
3. Mengatur posisi pasien sesuai kebutuhan.
4. Pasang perlak / pengalas di bawah daerah luka.
5. Membuka peralatan.
6. Memakai sarung tangan.
7. Basahi kasa dengan bethadin kemudian dengan
menggunakan pinset bersihkan area sekitar luka
bagian luar sampai bersih dari kotoran. (gunakan
teknik memutar searah jarum jam)
8. Basahi kasa dengan cairan NaCl 0,9% kemudian
dengan menggunakan pinset bersihkan area luka
bagian dalam. (gunakan teknik usapan dari atas ke
bawah)
9. Keringkan daerah luka dan Pastikan area daerah
luka bersih dari kotoran.
10. Beri obat luka sesuai kebutuhan jika perlu.
11. Pasang kasa steril pada area luka sampai tepi luka.
12. Fiksasi balutan menggunakan plester atau balautan
verband sesuai kebutuhan.
13. Mengatur posisi pasien seperti semula.
14. Alat-alat dibereskan.
15. Buka sarung tangan.
D. Tahap terminasi
1. Evaluasi hasil tindakan.
2. Catat tindakan.
3. Berpamitan.
Integritas Kulit
1. Pengkajian
Tahap ini sangat penting dan menentukan dalam tahap-tahap selanjutnya. Data
dengan tepat dan benar, serta selanjutnya akan berpengaruh dalam perencanaan
Wartonah, 2015).
a. Pemeriksaan fisik
pushtula, ulkus, turgor kulit, kelembapan kulit, tekstur kulit, dan edema.
a) Pemeriksaan Kulit
Perhatikan :
keadaan semula.
Terlokalisasi anatominya.
b) Pemeriksaan Rambut
kaki, dan permukaan labia sebelah dalam. Rambut yang kering, rapuh,
c) Pemeriksaan Kuku
adanya cedera defisiensi besi, atau infeksi. Inspeksi dan palpasi kuku
jari tangan dan kaki, perhatikan :
2. Diagnosis keperawatan
3. Intervensi Keperawatan
Tabel
Intervensi Keperawatan gangguan integritas kulit
Diagnosa Intervensi Utama Intervensi
Keperawatan Pendukung
Gangguan Perawatan integritas 1. Dukungan
Integritas Kulit kulit perawatan diri
Observasi : 2. Edukasi
1. Identifikasi penyebab perawatan diri
gangguan integritas 3. Edukasi
kulit perawatan kulit
Terapeutik : 4. Edukasi
1. Ubah posisi tiap 2 perilaku upaya
jam jika tirah kesehatan
baring. 5. Edukasi
2. Lakukan pemijatan pola perilaku
pada area kebersihan
penonjolan tulang 6. Edukasi
jika perlu program
3. Bersihkan parineal pengobatan
dengan air hangat, 7. Konsultasi
terutama selama 8. Latihan
periode diare rentang gerak
4. Gunakan 9. Manajemen nyeri
produk 10. Pelaporan
berbahan petroleum status kesehatan
atau minyak pada 11. Pemberian obat
kulit kering 12. Pemberian
5. Gunakan obat intradermal
produk berbahan 13. Pemberian
alami ringan dan obat
hipoalergik pada intramuscular
kulit sensitive 14. Pemberian
6. Hindari obat intravena
produk berbahan 15. Pemberian obat
dasar alkohol pada kulit
kulit kering 16. Pemberian
Edukasi : obat subkutan
1. Anjurkan 17. Pemberian
menggunakan obat topical
pelembab 18. Penjahitan luka
2. Anjurkan minum air 19. Perawatan area
yang cukup insisi
3. Anjurkan 20. Perawatan
meningkatkan imobilisasi
asupan nutrisi 21. Perawatan kuku
4. Anjurkan 22. Perawatan
meningkatkan luka bakar
asupan buah dan 23. Perawatan
sayur luka tekan
5. Anjurkan 24. Perawatan
menghindari pasca seksio
terpapar suhu sesaria.
ekstrem 25. Perawatan skin
6. Anjurkan graft
menggunakan tabir 26. Teknik
surya SPF minimal latihan
30 saat berada penguatan otot
diluar rumah. dan sendi
7. Anjurkan mandi 27. Terapi lintah
menggunakan sabun 28. Skrining kanker
secukupnya
Sumber : Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (2018)
4. Implementasi Keperawatan
didasarkan pada kesimpulan atau keputusan sendiri dan bukan merupakan petunjuk
atau perintah dari petugas kesehatan lain. Sedangkan tindakan kolaborasi adalah
tindakan yang didasarkan hasil keputusan bersama, seperti dokter dan petugas
5. Evaluasi Keperawatan
membandingkan status keadaan kesehatan pasien dengan tujuan atau kriteria hasil yang
Tahun (2019), didapatkan hasil evaluasi dari diagnosa keperawatan gangguan integritas
Tabel
Standar Luaran Keperawatan Indonesia Gangguan
Integritas Kulit Dan Jaringan
Luaran Utama
Integritas kulit dan jaringan Definisi
:
Keutuhan kulit (dermis dan/atau epidermis) atau jaringan (membran mukosa, kornea, fasia,
otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi dan/atau ligamen).
Ekspektasi : Meningkat
Kriteria Hasil :
Cukup Cukup
Menurun Menurun Sedang Meningkat Meningkat
Elastisitas 1 2 3 4 5
Hidrasi 1 2 3 4 5
Perfusi Jaringan 1 2 3 4 5
Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun
Meningkat Menurun
Kerusakan 1 2 3 4 5
jaringan
Kerusakan lapisan 1 2 3 4 5
kulit
Nyeri 1 2 3 4 5
Perdarahan 1 2 3 4 5
Kemerahan 1 2 3 4 5
Hematoma 1 2 3 4 5
Pigmentasi 1 2 3 4 5
abnormal
Jaringan parut 1 2 3 4 5
Nekrosis 1 2 3 4 5
Abrasi kornea 1 2 3 4 5
Cukup Cukup
Memburuk Memburuk Sedang Membaik Membaik
Suhu kulit 1 2 3 4 5
Sensasi 1 2 3 4 5
Tekstur 1 2 3 4 5
Pertumbuhan 1 2 3 4 5
rambut
Sumber : Standar Luaran Keperawatan Indonesia (2019)
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi. (2008). Konsep Dasar Keperawatan. (E. A. Mardella, Ed.). Jakarta: EGC.
Association, A. D. (2014). Diagnosis and classification of diabetes mellitus. Diabetes Care,
37(SUPPL.1), 81–90. https://doi.org/10.2337/dc14-S081
Dinarti, Aryani, R., Nurhaeni, H., & Chairani, R. (2009). Dokumentasi Keperawatan. (Jusirman,
Ed.) (1st ed.). Jakarta Timur: Cv. Trans Info Media.
Gde, T., Pemayun, D., & Naibaho, R. M. (2017). Clinical profile and outcome of diabetic foot
ulcer , a view from tertiary care hospital in Semarang , Indonesia. Diabetic Foot & Ankle,
8(1), 1–8. https://doi.org/10.1080/2000625X.2017.1312974
Hasona, N., & Elasbali, A. (2016). Evaluation of Electrolytes Imbalance and 64 Dyslipidemia in
Diabetic Patients. Medical Sciences, 4(2), 7. https://doi.org/10.3390/medsci4020007
Hetharia, R. (2009). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Integumen. (S. Mulyani, Ed.).
Jakarta: Trans Info Media.
Interasional Diabetes Federation. (2015). IDF Diabetes Atlas. (D. Cavan, J. da R. Fernandes, L.
Makaroff, K. Ogurtsova, & S. Webber, Eds.), International Diabetes Federation (7th ed.).
https://doi.org/10.1289/image.ehp.v119.i03
International Diabetes Federation. (2013). IDF ATLAS DIABETES Sixth edition. (L.
Guariguata, T. Nolan, J. Beagley, U. Linnenkamp, & O. Jacqmain, Eds.) (6th ed.).
Retrieved from https://www.idf.org/e-library/epidemiologyresearch/diabetes-atlas/19-atlas-6th-
edition.html
Janmohammadi, N., Roushan, M. R. H., Moazezi, Z., Rouhi, M., Gangi, S. M. E., & Bahrami,
M. (2011). Epidemiological characteristics of diabetic foot ulcer in Babol, North of Iran: A
study on 450 cases. Caspian Journal of Internal Medicine, 2(4), 321–325.
Karnadihardja, W. (2005). Infeksi. In R. Sjamsuhidajat & W. De Jong (Eds.), Buku Ajar Ilmu
Bedah (2nd ed., pp. 12–65). Jakarta: EGC.
Koizer, B., Erb, G., Berman, A., & Synder, S. J. (2011). Buku Ajar Fundamental Keperawatan
Konsep, Proses, & Praktik. (D. Widiarti, A. O. Tampubolon, & N. B. Subekti, Eds.) (7th
ed.). Jakarta: EGC.
Manda, V., Sreedharan, J., Muttappallymyalil, J., Das, R., & Hisamatsu, E. (2012). Foot ulcers
and risk factors among diabetic patients visiting Surgery Department in a University
Teaching Hospital in Ajman, UAE. International Journal of Medicine and Public Health,
2(3), 34–38. https://doi.org/10.5530/ijmedph.2.3.8
R. Sjamsuhidajat & W. De Jong (Eds.), Buku Ajar Ilmu Bedah (2nd ed., pp. 165– 174). Jakarta:
EGC.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2008). Brunner & Suddarth’s Textbook of Medical Surgical
Nursing (12th ed.). USA: Elsevier inc
Wang, A., Xu, Z., & Mu, Y. (2014). Clinical Characteristics and Medical Costs in Patients With
Diabetic Amputation and Nondiabetic Patients With Nonacute Amputation in Central
Urban Hospitals in China. The International Journal of Lower Extremity Wounds,
(December), 1–5. https://doi.org/10.1177/1534734614521235
Waspadji, S. (2010). Kaki Diabetik. In A. W. Sudoyo, B. Setiyohadi, I. Alwi, M. S. K., & S.
Setiati (Eds.), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (Edisi V). Jakarta: InternalPublishing.
Wibowo, B. S. A. (2015). Asuhan Keperawatan Klien Diabetes Melitus Dengan 67 Kerusakan
Integritas Jaringan (Luka Gangren) Di Ruang Bougenvile Rsud Dr. Moch Soewandhie
Surabaya.
Wijaya, A. S., & Putri, Y. M. (2013). KMB 2 Keperawatan Medikal Bedah (Keperawatan
Dewasa) (II). Yogyakarta: Nuha Medika.
World Health Organization. (2016). Global Report on Diabetes. WHO (Vol. 978). France: WHO.
https://doi.org/ISBN 978 92 4 156525 7
Yulianawati, R. (2017). Asuhan Keperawatan Klien Yang Mengalami Diabetes Melitus Dengan
Kerusakan Integritas Jaringan Di Ruang Cempaka RSUD DR.Soedirman Kebumen.
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong