Professional Documents
Culture Documents
Tugas Materi Mba Tika
Tugas Materi Mba Tika
DINAS KESEHATAN
UPT PUSKESMAS CITRA MEDIKA
Jl. Yos Sudarso Gg. Binjai/Rumbai RT. II Kel. Taba Jemekeh
Kec. Lubuklinggau Timur I Kota Lubuklinggau
Faktor risiko DM :
- Genetik
Penyakit Diabetes Melitus tipe II memiliki komponen genetik utama. Kembar monozi
got (96%) sedangkan dizigotik (DZ) hanya pada beberapa kasus, tetapi tidak semua st
udi kembar. Selain itu, 40% kerabat tingkat pertama dapat menjadi faktor risiko terjad
inya Diabetes Melitus tipe II, sedangkan tingkat insiden pada populasi umum hanya 6
%.
- Usia
Berdasarkan data NHANES, prevalensi diabetes meningkat seiring bertambahnya. Pa
da sebagian besar populasi, insiden Diabetes Melitus tipe II lebih rendah sebelum usia
30 tahun, tetapi meningkat dengan cepat dan terus menerus seiring bertambahnya usia.
- Jenis Kelamin
Menurut European Prospective Investigation into Cancer and Nutrition (EPIC), risik
o terjadinya diabetes pada pria lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yang diamati
secara konsisten di berbagai negara Eropa. Namun, konsistensi ini tidak begitu jelas te
rlihat pada populasi Amerika Serikat karena insiden diabetes pada pria lebih tinggi dib
andingkan dengan wanita terjadi pada tahun 2010 tetapi lebih rendah pada tahun 2013,
berdasarkan data NHIS.
- Gaya Hidup
Berbagai macam faktor gaya hidup juga memiliki peran penting pada terjadi nya Diab
etes Melitus tipe II, seperti gaya hidup menetap, kurang aktivitas fisik, merokok dan k
onsumsi alkohol. Substantial epidemiological studies telah menunjukkan bahwa obesi
tas adalah faktor risiko yang paling penting pada terjadinya Diabetes Melitus tipe II, y
ang dapat mempengaruhi perkembangan resistensi insulin dan perkembangan penyaki
t.
Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan seperti:
- Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tid
ak dapat dijelaskan sebabnya;
- Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pr
ia, serta pruritus vulva pada wanita.
Diabetes melitus didiagnosis dengan menggunakan kadar glukosa darah (GDP, GDS atau TT
GO) atau HbA1c. Glukosa darah puasa 126 mg/dL (7,0 mmol/L), TTGO 200 mg/dL (11,1 m
mol/L), HbA1c 6,5% (48 mmol/mol) atau glukosa darah sewaktu 200 mg/dL (11,1 mmol/L).
Tatalaksana
Obat antidiabetik non-insulin
- Biguanida
Biguanida adalah salah satu golongan obat antidiabetes utama, di antaranya yaitu
metformin. Metformin adalah obat yang paling umum digunakan pada terapi lini
pertama diabetes mellitus. Metformin telah terbukti efektif dalam menurunkan
glukosa darah, meningkatkan sensitivitas insulin, mengurangi komplikasi
kardiovaskular dan risiko hipoglikemia, dan merupakan satu-satunya agen
hipoglikemik untuk meningkatkan fungsi makrovaskular dan untuk mengurangi angka
kematian pada pasien Diabetes Melitus tipe II.
- Sulfonilurea
Sulfonilurea adalah lini kedua yang banyak digunakan dalam pengobatan pasien
Diabetes Melitus tipe II yang tidak mengalami obesitas berat, yang bekerja langsung
pada β cells yang sensitive terhadap ATP dan K+ channels dan merangsang sekresi
insulin. Obat ini tetap efektif sampai mencapai targetnya ketika digunakan secara
monoterapi ataupun dikombinasikan dengan obat anti-hiperglikemik lain, tetapi obat
ini bergantung pada keberadaan sel β yang cukup yang berfungsi secara optimal.
- Thiazolidinediones
Thiazolidinediones (TZDs) adalah obat yang dapat meningkatkan sensitivitas insulin,
yaitu troglitazone, rosiglitazone, dan pioglitazone. TZD memiliki efek kerja yang
lebih tahan lama untuk mengatur hiperglikemia daripada sulfonilurea dan metformin,
dan tidak meningkatkan risiko hipoglikemia bila digunakan sebagai monoterapi.
TZDs efektif dalam terapi kombinasi obat antidiabetes lainnya, terutama dalam
kombinasi dengan insulin untuk mengurangi dosis insulin yang tinggi dan
meningkatkan kontrol glikemik pada Diabetes Melitus tipe II.
- α-Glucosidase inhibitors (AGIs)
α-Glucosidase inhibitors contohnya acarbose, voglibose dan miglitol, sangat efektif
untuk hiperglikemia postprandial. Obat ini dapat menghambat enzim mukosa usus (α-
glucosidase) yang mengubah polisakarida kompleks menjadi monosakarida, sehingga
mengurangi penyerapan karbohidrat. Voglibose dapat secara signifikan meningkatkan
toleransi glukosa dan acarbose akan mengurangi risiko penyakit kardiovaskular
seperti infark miokard akut pada Diabetes Melitus tipe II. Obat ini dapat menimbulkan
efek samping seperti perut kembung, diare dan flatusi. Penggunaannya harus dibatasi
pada lanjut usia karena efek samping gastrointestinal dan harus dihindari penggunaan
jangka panjang pada pasien dengan gangguan ginjal.
Obat antidiabetik insulin
Insulin merupakan anti-hiperglikemik yang paling efektif. Terapi insulin dapat memberikan k
ontrol glikemik yang efektif dan dapat memperbaiki banyak kelainan metabolik pada pasien
Diabetes Melitus tipe II. Insulin memiliki empat bentuk injeksi, termasuk rapid acting, short
acting, intermediate acting and long acting, Diantara keempat bentuk tersebut, long acting pa
ling kecil menyebabkan hipoglikemia.
Komplikasi : Pasien DM tipe II lebih rentan terhadap berbagai bentuk komplikasi, jangka pen
dek maupun jangka panjang. Komplikasi berupa penyakit makrovaskular (hipertensi, hiperlip
idemia, serangan jantung, CAD, stroke, cerebral vascular disease, dan peripheral vascular di
sease dan penyakit mikrovaskular (retinopati, nefropati, dan neuropati) dan kanker.
PEMERINTAH KOTA LUBUKLINGGAU
DINAS KESEHATAN
UPT PUSKESMAS CITRA MEDIKA
Jl. Yos Sudarso Gg. Binjai/Rumbai RT. II Kel. Taba Jemekeh
Kec. Lubuklinggau Timur I Kota Lubuklinggau
dari lipoprotein plasma. Kolesterol merupakan komponen penting dan utama dari sel syaraf
serta sel otak yang disimpan dan disintesis didalam hati. Kolesterol merupakan salah satu
komposisi dari pembentukan beberapa senyawa steroid penting, seperti asam folat, hormon-
hormon adrenal korteks, asam empedu, estrogen, androgen, dan juga progesteron. Apabila
jumlah kolesterol dalam tubuh terlalu tinggi dapat menyebabkab penyempitan pembuluh
darah (aterosklerosis) karena terjadinya pembentukan endapan pada dinding pembuluh darah.
Sintesa kolesterol di tubuh prosesnya melalui dua jalur yaitu endogen dan eksogen.
Dua pertiganya dipenuhi melalui jalur endogen, sisanya dari eksogen yaitu dari asupan
Reaksi jalur biosintesis kolesterol pada tahapnya dibagi menjadi tiga (Lehninger, 2009) yaitu:
Sumber kolesterol dalam tubuh berasal dari 2 sumber, yang pertama bersumber pada
produk-produk hewani seperti kuning telur, daging merah, mentega, hati & ampela, lobster
dll. Kedua, kolesterol dibentuk oleh organ tubuh terutama hati (Sherwood, 2001). Pada kadar
normal kolesterol tidak menimbulkan efek negatif bagi tubuh, karena kolesterol telah dirubah
menjadi beberapa komponen lain. Apabila kadar kolesterol tersebut telah melebihi ambang
Klasifikasi kadar kolesterol total, kolesterol HDL, kolesterol IDL, dan trigliserida
menurut NCEP-ATP III (National Education Program Adult Treatment Panel III) adalah
sebagai berikut:
Terapi farmakologi
Beberapa golongan obat yang dapat digunakan sebagai antikolesterol adalah sebagai berikut:
Golongan
No. Mekanisme Contoh
obat
Menurunkan asam empedu dan
Resin (Bile Kolesteramin
merangsang hati untuk
1. acid Kolestipol
mensintesis asam empedu dari
sequestrant) Kolesevelam
Kolesterol
Statin (HMG Bekerja menghambat HMG- Simvastatin
2.
CoA CoA reduktase menjadi Lovastatin
Reduktase) mevalonate. Pravastatin
Mengurangi sintesis dari VLDL
dan apoliproprotein B yang Gemfibrozil
menyebabkan Fenofibrat
3. Asam fibrat
meningkatnya pemindahan Klofibrat
lipoprotein kaya trigliserida Etofibrat
dari plasma
Menurunkan sintesis hepatic
Niasin
4. Asam nikotinat VLDL, yang menyebabkan
Vitamin B3
pengurangan sintesis LDL.
Mengganggu absorbsi
5. Ezetimibe kolesterol dari membrane fili di Ezetrol
saluran pencernaan.
Mengurangi kolesterol,
Asam lemak trigliserid, LDL dan VLDL serta
6. Minyak ikan
omega-3 dapat meningkatkan
kolesterol HDL.
Terapi non-farmakologi
Terapi non-farmakologi untuk penderita hiperkolesterolemia, yaitu:
1) Mengurangi asupan lemak jenuh
2) Mengonsumsi makanan yang dapat menurunkan kolesterol, seperti: buah, sayur, gandung,
diet serat larut.
3) Menurunkan berat badan
4) Meningkatkan aktivitas fisik/olahraga yang teratur.
Diagnosis
Diagnosis TB MDR dipastikan berdasarkan uji kepekaan M.tuberculosis baik secara
konvensional dengan menggunakan media padat atau cair, maupun metode cepat (rapid test).
Semua fasilitas pelayanan kesehatan yang terlibat dalam pelaksanaan manajemen terpadu
pengendalian TB resisten obat akan merujuk semua suspek TB MDR ke Rumah Sakit
Rujukan TB MDR untuk selanjutnya akan dirujuk ke laboratorium yang telah ditunjuk oleh
Kemenkes RI untuk diperiksa dahaknya dan selanjutnya dilakukan pemeriksaan biakan dan u
ji kepekaan. Jika hasil uji kepekaan terdapat yang resisten minimal terhadap rifampisin dan I
NH, maka dapat ditegakkan diagnosis TB MDR.
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah:
a. Pemeriksaan mikroskopik BTA dengan pewarnaan Ziehl Neelsen
b. Biakan M.tuberculosis dapat dilakukan pada media padat maupun media cair. Masing-
masing media tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
c. Uji kepekaan M.tubeculosis terhadap OAT. Ketepatan uji kepekaan tergantung pada jenis
obat yang diuji. Untuk lini pertama ketepatan tertinggi dimulai dari rifampisin, INH,
sterptomisin dan etambutol. Sedangkan pirazinamid tidak dianjurkan karena tingkat
kepercayannya masih rendah. Untuk lini kedua, aminoglikosida dan floroquinolon
memiliki tingkat kepercayaan dan keterulangan yang baik. Metode yang tersedia yang
sudah direkomendasikan oleh WHO ialah Line Probe Assay (LPA) dan geneXpert test.
Tatalaksana
Pengelompokan OAT yang digunakan dalam pengobatan TB-MDR
Digunakan secara hirarki secara berurutan dimulai dari kelompok satu sampai kelompok
lima.
Golongan Jenis Obat
Golongan-1 Obat lini pertama Isoniazid (H)
Rifampisin (R)
Etambutol (E)
Pirazinamid (Z)
Streptomisin (S)
Golongan-2 Obat suntik lini kedua Kanamisin (Km)
Amikasin (Am)
Kapreomisin (Cm)
Golongan-3 Golongan florokuinolon Levofloksasin(Lfx)
Moksifloksasin (Mfx)
Ofloksasin (Ofx)
Golongan-4 Obat bakteriostatik lini Etionamit (Eto)
kedua Protionamid (Pto)
Sikloserin (Cs)
Terizidon (Trd)
Para amino salisilat
(PAS)
Golongan-5 Obat yang belum terbukti Amoksilin/asam
efikasinya dan tidak klavulanat (Amx/
direkomendasikan oleh Clv)
WHO untuk pengobatan
rutin TB MDR
Adapun perhitungan dosis OAT TB MDR dapat dilihat pada table berikut:
OAT BB < 33 kg BB 33-50 kg BB 51-70 kg BB > 70 kg
Pirazinamid 20-30 750-1500 mg 1500-1750 1750-2000
mg/kgBB/hari mg mg
Kanamisin 15-20 500-750 mg 1000 mg 1000 mg
mg/kgBB/hari
Etambutol 20-30 800-1200 mg 1200-1600 1600-2000
mg/kgBB/hari mg mg
Kapreomisin 15-20 500-750 mg 1000 mg 1000 mg
mg/kgBB/hari
Levofloksasin 7,5-10 750 mg 750 mg 750-1000
(dosis standar) mg/kgBB/hari mg
Levofloksasin 1000 mg 1000 mg 1000 mg 1000 mg
(dosis tinggi)
Moksifloksasin 7,5-10 400 mg 400 mg 400 mg
mg/kgBB/hari
Sikloserin 15-20 500 mg 750 mg 750-1000
mg/kgBB/hari mg
Etionamid 15-20 500 mg 750 mg 750-1000
mg/kgBB/hari mg
PAS 150 8g 8g 8g
mg/kgBB/hari
Pendukung nutrisi
Pasien TB-MDR sering mengalami malnutrisi, selain itu OAT lini kedua dapat menyeb
abkan penurunan nafsu makan. Vitamin B6, vitamin A dan mineral sebaiknya ditambahkan d
alam diet sehari-hari.
Materi
Tetanus adalah penyakit akut yang mengenai sistem saraf, yang disebabkan oleh eksoto
ksin yang dihasilkan oleh bakteri Clostridium tetani. Ditandai dengan kekakuan dan kejang ot
ot rangka. Kekakuan otot biasanya melibatkan rahang (lockjaw), leher dan kemudian menjad
i seluruh tubuh.1 Gejala klinis tetanus hampir selalu berhubungan dengan kerja eksotoksin (te
tanospasmin) pada sinaps ganglion sambungan sumsum tulang belakang, sambungan neurom
uskular (neuro muscular junction) dan saraf otonom.
Diagnosis
Diagnosis tetanus lebih sering ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis dibandingkan
berdasarkan penemuan bakteriologis. Diagnosis relatif lebih mudah pada daerah dengan
insiden tetanus yang sering, tetapi lebih lambat di negara-negara berkembang dimana tetanus
jarang ditemukan. Selain trismus, pemeriksaan fisik menunjukkan hipertonisitas otot-otot,
refleks tendon dalam yang meningkat, kesadaran yang tidak terganggu, demam derajat
rendah, dan sistem saraf sensoris yang normal. Spasme paroksismal dapat ditemukan secara
lokal maupun general. Sebagian besar pasien memiliki riwayat luka dalam 2 minggu terakhir
dan secara umum tidak memiliki riwayat imunisasi tetanus toksoid yang jelas.
Pemeriksaan bakteriologis dapat mengkonfirmasi adanya C. tetani pada hanya sekitar
sepertiga pasien yang memiliki tanda klinis tetanus. Harus diingat bahwa isolasi C. tetani dari
luka terkontaminasi tidak berarti pasien akan atau telah menderita tetanus. Frekuensi isolasi
C. tetani dari luka pasien dengan tetanus klinis dapat ditingkatkan dengan memanaskan satu
set spesimen pada suhu 80°C selama 15 menit untuk menghilangkan bentuk vegetatif
mikroorganisme kompetitor tidak berspora sebelum media kultur diinokulasi.
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan leukositosis sedang. Pemeriksaan cairan
serebrospinal normal tetapi tekanan dapat meningkat akibat kontraksi otot. Hasil
elektromiografi dan elektroensefalografi biasanya normal dan tidak membantu diagnosis.
Pada kasus tertentu apabila terdapat keterlibatan jantungelektrokardiografi dapat
menunjukkan inversi gelombang T. Sinus takikardia juga sering ditemukan. Diagnosis
tetanus harus dibuat dengan hati-hati pada pasien yang memiliki riwayat dua atau lebih
injeksi tetanus toksoid yang terdokumentasi. Spesimen serum harus diambil untuk memeriksa
kadar antitoksin. Kadar antitoksin 0,01 IU/mL dianggap protektif.
Setelah diagnosis tetanus dibuat harus ditentukan derajat keparahan penyakit. Beberapa
sistem skoring tetanus dapat digunakan, diantaranya adalah skor Phillips, Dakar, Ablett, dan
Udwadia. Sistem skoring tetanus juga sekaligus bertindak sebagai penentu prognosis.
Parameter Nilai
< 48 jam 5
2-5 hari 4
Masa inkubasi 6-10 hari 3
11-14 hari 2
> 14 hari 1
Internal dan umbilikal
Leher, kepala, dinding tubuh 5
Ekstremitas atas 4
Lokasi infeksi Ekstremitas bawah 3
Tidak diketahui 2
Tidak ada 1
Mungkin ada/ibu mendapatkan imunisasi (pada neonatus)
> 10 tahun yang lalu 10
< 10 tahun yang lalu 8
Status imunisasi Imunisasi lengkap 4
2
Penyakit atau trauma yang mengancam nyawa 0
Keadaan yang tidak langsung mengancam nyawa
Keadaan yang tidak mengancam nyawa 10
Trauma atau penyakit ringan 8
Faktor pemberat ASA derajat I 4
2
1
Sistem skoring menurut Phillips dikembangkan pada tahun 1967 dan didasarkan pada
empat parameter, yaitu masa inkubasi, lokasi infeksi, status imunisasi, dan faktor pemberat.
Skor dari keempat parameter tersebut dijumlahkan dan interpretasinya sebagai berikut: (a)
skor < 9 tetanus ringan, (b) skor 9-18 tetanus sedang, dan (c) skor > 18 tetanus berat.
Sistem skoring lainnya diajukan pada pertemuan membahas tetanus di Dakar, Senegal
pada tahun 1975 dan dikenal sebagai skor Dakar. Skor Dakar dapat diukur tiga hari setelah
muncul gejala klinis pertama.
Tatalaksana
Prioritas awal dalam manajemen penderita tetanus adalah kontrol jalan napas dan
mempertahankan ventilasi yang adekuat. Pada tetanus sedang sampai berat risiko spasme
laring dan gangguan ventilasi tinggi sehingga harus dipikirkan untuk melakukan intubasi
profilaksis. Rapid sequence intubation dengan midazolam dan suksinilkolin dianggap aman
dan efektif untuk mendapatkan patensi jalan napas. Intubasi nasotrakeal dihindari karena
stimulasi sensoris yang berlebihan. Beberapa rumah sakit yang sering merawat pasien dengan
tetanus memiliki ruangan yang khusus dibangun. Pasien ditempatkan di ruang perawatan
khusus yang sunyi dan gelap untuk meminimalisir stimulus ekstrinsik yang dapat memicu
spasme paroksismal. Pasien harus diistirahatkan dengan tenang untuk membatasi stimulus
periferal dan diposisikan secara hati-hati untuk mencegah pneumonia aspirasi. Pemberian
cairan intravena dilakukan dan hasil pemeriksaan elektrolit dan analisa gas darah penting
untuk menentukan terapi.
Penatalaksanaan berikutnya memiliki tiga tujuan utama, yaitu: (1) menetralisir toksin
dalam sirkulasi; (2) menghilangkan sumber tetanospasmin; dan (3) memberikan terapi
suportif sampai tetanospasmin yang terfiksir pada neuron dimetabolisme.
Tujuan terapi ini berupa: Memulai terapi suportif, debridement luka untuk membasmi
spora, menghentikan produksi toksin dalam luka, menetralkan racun terikat, mengendalikan
manifestasi penyakit dan mengelola komplikasi.
a. jika mungkin bangsal / lokasi yang terpisah harus ditunjuk untuk pasien tetanus. Pasien
harus ditempatkan di daerah yang teduh tenang dan dilindungi dari sentuhan dan pendeng
aran stimulasi sebanyak mungkin. Semua luka harus dibersihkan dan debridement seperti
yang ditunjukkan.
b. Imunoterapi: jika tersedia, berikan dosis tunggal TIHG 3000-6000 IU dengan injeksi i
ntramuskular atau intravena (tergantung pada persiapan yang tersedia) sesegera mungkin ,
3-6
WHO menganjurkan pemberian TIHG dosis tunggal secara intramuskular dengan dos
is 500 IU.4-6 ditambah dengan vaksin TT 0,5 cc injeksi intramuskular. Penyakit Tetanus t
idak menginduksi imunitas, oleh karena itu pasien tanpa riwayat imuniasi TT primer haru
s menerima dosis kedua 1-2 bulan setelah dosis pertama dan dosis ketiga 6-12 bulan kem
udian.
Dosis anti tetanus serum (ATS) yang dianjuran adalah 100.000 IU dengan 50.000 IU i
ntramuskular dan 50.000 IU intravena. Pemberian ATS harus berhari-hati akan reaksi ana
filaksis. Pada tetanus anak pemeberian anti serum dapatdisertai dengan imunisasi aktif D
T setelah anak pulang dari rumah sakit.
c. pengobatan antibiotik :
lini pertama yang digunakan metronidazole 500 mg setiap enam jam intravena ata
u secara peroral selama 7-10 hari.2-6 Pada anak-anak diberikan dosis inisial 15 mg/
kgBB secara IV/peroral dilanjutkan dengan dosisi 30 mg/kgBB setiap enam jam s
elama 7-10 hari.
Lini kedua yaitu Penisilin G 1,2 juta unit/ hari selama 10 hari. 5(100.000-200.000 I
U / kg / hari intravena, diberikan dalam 2-4 dosis terbagi).
Tetrasiklin 2 gram/ hari, makrolida, klindamisin, sefalosporin dan kloramfenikol j
uga efektif
d. Kontrol kejang: benzodiazepin lebih disukai. Untuk orang dewasa, diazepam intraven
a dapat diberikan secara bertahap dari 5 mg, atau lorazepam dalam kenaikan 2 mg, titr
asi untuk mencapai kontrol kejang tanpa sedasi berlebihan dan hipoventilasi (untuk an
ak-anak, mulai dengan dosis 0,1-0,2 mg / kg setiap 2-6 jam, titrasi ke atas yang diperl
ukan). jumlah besar mungkin diperlukan (sampai 600 mg / hari). sediaan oral dapat di
gunakan tetapi harus disertai dengan pemantauan hati untuk menghindari depresi pern
afasan atau penangkapan. Magnesium sulfat dapat digunakan sendiri atau dalam kom
binasi dengan benzodiazepin untuk mengendalikan kejang dan disfungsi otonom: 5 g
m (atau 75mg / kg) dosis intravena, kemudian 2-3 gram per jam sampai kontrol kejan
g dicapai. Untuk menghindari overdosis, memantau refleks patela sebagai arefleksia
(Tidak adanya patela reflex) terjadi di ujung atas dari rentang terapeutik (4mmol / L).
Jika arefleksia berkembang, dosis harus dikurangi. agen lain yang digunakan untuk m
engendalikan kejang termasuk baclofen, dantrolen (1-2 mg / kg intravena atau dengan
mulut setiap 4 jam), barbiturat, sebaiknya short-acting (100-150 mg setiap 1-4 jam di
orang dewasa; 6-10 mg / kg pada anak-anak), dan chlorpromazine (50-150 mg secara
intramuskular setiap 4-8 jam pada orang dewasa; 4-12 mg intramuskular setiap 4-8 ja
m di anak-anak).
e. Kontrol disfungsi otonom: magnesium sulfat seperti di atas; atau morfin. Catatan: β-bl
ocker seperti propranolol digunakan di masa lalu tetapi dapat menyebabkan hipotensi
dan kematian mendadak; hanya esmalol saat ini dianjurkan.
f. Kontrol pernafasan: obat yang digunakan untuk mengontrol kejang dan memberikan
sedasi dapat mengakibatkan depresi pernafasan. Jika ventilasi mekanik tersedia, ini ad
alah kurang dari masalah; jika tidak, pasien harus dipantau dengan cermat dan dosis o
bat disesuaikan . Kontrol disfungsi otonom sambil menghindari kegagalan pernafasan.
ventilasi mekanik dianjurkan bila memungkinkan. trakeostomi untuk mencegah terjad
inya apneu.
g. cairan yang memadai dan gizi harus disediakan, seperti kejang tetanus mengakibatkan
metabolisme yang tinggi tuntutan dan keadaan katabolik. dukungan nutrisi akan meni
ngkatkan kemungkinan bertahan hidup.