You are on page 1of 28

MAKALAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

“PENGANGGARAN DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN”

Disusun oleh:

Kelompok 5

Karen Orelia Gulo (7203341014)

Renny S. Simamora (7202441003)

Kelas : Pendidikan Ekonomi C

Mata Kuliah : Perencanaan Pembangunan Daerah

Dosen Pengampu : Putri Kemala Dewi Lubis, S.E., M.Si.

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN

EKONOMI FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI

MEDAN SEPTEMBER 2022


KATA PENGANTAR

Ucapan syukur penulis kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul Penganggaran dalam
Perancanaan Pembangunan untuk memenuhi tugas mata kuliah Perencanaan Pembangunan Daerah.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua yang senantiasa memberikan
dukungan kepada penulis, Ibu Putri Kemala dewi Lubis, S.E., M.Si. selaku dosen pengampu, dan
semua pihak yang telah memberikan bantuan dan motivasi kepada penulis yang tidak dapat disebutkan
satu persatu. Semoga Tuhan senantiasa memberikan anugerahNya kepada mereka.

Dengan ditulisnya makalah ini, penulis berharap dapat bermanfataat bagi pembaca. Dan
penulis sepenuhnya menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang penulis miliki dalam menulis
makalah ini. Untuk itu penulis mohon saran dan kritikannya sehingga untuk kedepannya dapat menulis
dengan lebih baik lagi

Medan, September 2022

Kelompok 5
DAFTAR ISI

SAMPUL/COVER MAKALAH....................................................................I

KATA PENGANTAR.....................................................................................II

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................IV

1.1 Rumusan Masalah...........................................................................4


1.2 Tujuan Pembahasan........................................................................5

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................VI

2.1 Pengertian Anggaran dan Fungsi....................................................6


2.2 Alur Perencanaan dan Penganggaran.............................................7
2.3 Perencanaan Penganggaran dan Manajemen Berbasis Kinerja......10
2.4 APBD dan Hak atas Pelayanan Publik...........................................13
2.5 Siklus Anggaran Pemerintah Daerah..............................................16
2.6 Keterkaitan Perencanaan dan Penganggaran…..............................18

CONTOH KASUS..........................................................................................XXII

BAB III. PENUTUP........................................................................................XXVII

3.1 Kesimpulan.....................................................................................27
3.2 Saran...............................................................................................27

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................XXVIII
BAB I
PENDAHULUAN

Perencanaan dan penganggaran merupakan merupakan proses yang paling krusial dalam
penyelenggaraan pemerintahan. Hal ini erat kaitanya dengan tujuan pemerintah untuk mensejahterakan
masyarakat secara umum. Perencanaan dan penganggaran merupakan proses yang terintegrasi, karena
output dari perencanaan adalah penganggaran. Perencanaan dan penganggaran mengacu kepada
Undang-undang dan peraturan yang berlaku antara lain UU No. 25 tahun 2004 tentang system
pembangunan nasional, yang mengatur tahapan perencanaan dan Undang-Undang No 32 tahun 2004
tentang pemerintah daerah, yang mengatur kembali system perencanaan pembangunan daerah yang
telah ditetapkan dalam Undang-undang No. 25 tahun 2004, dan juga mengatur proses penganggaranya.
Perencanaan dan penganggaran merupakan kegiatan tahunan, dimana pemerintah daerah menyusun
rencana kerja. Prinsip utama dalam kegiatan perencanaan dan penganggaran adalah menyusun dan
menganggarkan prioritas kegiatan yang disepakati dengan tidak melebihi kapasitas fiscal daerah yang
bersangkutan. Oleh karena itu prioritas pembangunan dari proses perencanaan kedalam proses
penganggaran adalah suatu kelanjutan. Oleh karena itu perencanaan dan penganggaran dalam proses
pembangunan menrupakan kegiatan penting dalam mata rantai guna mewujudkan pembangunan yang
berkelanjutan. Secara normatif, perencanaan dan penganggaran harus terpadu, konsisten dan sinkron
satu sama lain. Hal ini sedemikian karena penganggaran adalah media untuk mewujudkan target-target
kinerja yang direncanakan. Tanpa perencanaan, pemerintah daerah cenderung tidak fokus serta
cenderung bersifat reaktif yang pada akhirnya bermuara pada inefisiensi dan inefektifitas.

1.1 Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi rumusan masalah dari adanya latar belakang masalah diatas adalah sebagai
berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan Perencanaan dan Penganggaran?


2. Bagaimana alur perencanaan dan penganggaran?
3. Apa yang dimaksud dengan perencanaan penganggaran dan manajemen berbasis kinerja?
4. Apa yang dimaksud dengan APBD dan hak atas pelayanan publik?
5. Bagaimana siklus anggaran pemerintah daerah?
6. Seperti apa keterkaitan perencanaan dan penganggaran?
1.2 Tujuan Pembahasan

1. Mampu memahami pengertian Perencanaan dan Penganggaran


2. Mampu memahami alur perencanaan dan penganggaran
3. Mampu memahami perencanaan penganggaran dan manajemen berbasis kinerja
4. Mampu memahami APBD dan hak atas pelayanan public
5. Mampu memahami siklus anggaran pemerintah daerah
6. Mampu memahami keterkaitan perencanaan dan penganggaran
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Perencanaan dan Penganggaran

Istilah perencanaan penganggaran mungkin dapat definisikan secara terpisah, perencanaan dapat
diartikan sebagai suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan
pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Sedangkan penganggaran dapat
diartikan sebagai suatu proses untuk menyusun sebuah anggaran dan anggaran (APBD) dapat diartikan
sebagai rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh
pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah. Oleh karena itu perencanaan
penganggaran merupakan rangkaian kegiatan dalam satu kesatuan. Aktivitas perencanaan dan
penganggaran dapat dikatakan sebagai tahapan paling krusial dan kompleks dibandingkan dengan
aktivitas lainnya di dalam konteks pengelolaan keuangan daerah. Hal ini bisa kita lihat dari beberapa
alasan sebagai berikut :

a. Perencanaan (termasuk penganggaran) merupakan tahap awal dari serangkaian aktivitas (siklus)
pengelolaan keuangan daerah, sehingga apabila perencanaan yang dibuat tidak baik, misalnya
program/kegiatan yang direncanakan tidak tepat sasaran, maka kita tidak dapat mengharapkan suatu
keluaran ataupun hasil yang baik/tepat sasaran.

b. Perencanaan melibatkan aspirasi semua pihak pemangku kepentingan pembangunan (stakeholders)


baik masyarakat, pemerintah daerah itu sendiri dan pemerintah yang lebih tinggi (propinsi dan pusat)
yang dilakukan melalui forum musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) mulai dari
tingkat kelurahan/desa, dilanjutkan ditingkat kecamatan, tingkat kabupaten/kota, sampai di tingkat
propinsi dan nasional untuk menyerasikan antara perencanaan pemerintah kabupaten/kota/propinsi dan
pemerintah pusat (perencanaan nasional).

c. Perencanaan Daerah disusun dalam spektrum jangka panjang (20 tahun) yang disebut RPJPD
(Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah), jangka menengah (5 tahun) yang disebut RPJMD
(Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah), dan jangka pendek (satu tahun) yang disebut
RKPD (Rencana Kerja Pembangunan Daerah).

d. Penyusunan APBD harus dibahas bersama oleh pemerintah daerah dengan DPRD dan setelah
disetujui bersama kemudian harus dievaluasi oleh pemerintah yang lebih tinggi (pemerintah
propinsi/pemerintah pusat c.q. Menteri Dalam Negeri).

e. Anggaran mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan

stabilisasi. Fungsi Anggaran Daerah (UU 17/2003 ttg Keuangan Negara)

Otorisasi. Dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan
 Perencanaan. Menjadi pedoman bagi manajemen untuk merencanakan kegiatan pada tahun
yang bersangkutan.
 Pengawasan. Menjadi pedoman untuk menilai apakah penyelenggaraan pemerintahan daerah
telah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
 Alokasi. Untuk menciptakan lapangan kerja/mengurangi pengangguran dan pemborosan
suberdaya, serta meningkatkan efisiensi dan efektifitas perekonomian daerah.
 Distribusi. Menciptakan rasa keadilan dan kepatutan. Stabilisasi. Alat untuk memelihara dan
menjaga keseimbangan fundamental perekonomian daerah.

2.2 Alur Perencanaan dan Penganggaran

Perencanaan dan penganggaran daerah diatur dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintah
daerah dimana kewenangan dan tanggung jawab teleh diberikan kepada pemerintah daerah secara riil
diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan pemnafaatan sumber daya nasional, serta
perimbangan keuangan pusat dan daerah yang berbasis prinsip demokrasi, peran serta masyarakat,
pemerataan dan keadilan, serta potensi dan keanekaragaman daerah. Alur perencanaan dan
penganggaran menurut UU No. 32 tahun 2004 (Bastian, Indra ; 2009), dapat digambarkan sebagai
berikut :

Gambar Alur Perencanaan Penganggaran Daerah (UU No.32/2004)

Perencanaan Penganggaran

RP JP RP JM RKP APBD
Ped dijabark an

Diacu diestuji
20 Thn diperhatikan 1 thn DPRD
KDH

Menetapkan
RP JP RP JM
RKP RAPBD
Daerah an
Daerah Priorit
Pedoman 5 Tahun as&
Plafon

5 tahu
Renstra Pedoman Renja KDH Dasar
SKPD
SKPD
Mengajukan Penyusunan

RKA SKPD
1 tahunn Disampaikan PPKD

Berdasarkan gambar tersebut diatas, dokumen perencanaan pembangunan yang disusun oleh
pmerintah daerah dapat diuraikan sebagai berikut :

 Daerah

1. RPJP Daerah, merupakan perencanaan untuk jangka waktu 20 tahun, memuat vissi, missi dan
arah pembangunan daerah yang mengacu pada RPJP Nasional
2. RPJM Daerah, disusun untuk jangka waktu 5 tahun, yang merupakan penjabaran visi, missi
dan program kepala daerah yang penyusunanya berpedoman kepada RPJP Daerah dan
memperhatikan RPJM Nasional, memuat kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan
daerah, kebijakan umum dan program SKPD.
3. RKPD, adalah dokumen perencanaan daerah untuk periode 1 tahun. RKPD merupakan
penjabaran dari RPJM daerah dan mengacu pada RKP, memuat rancangan kerangka ekonomi
daerah, prioritas pembangunan daerah, rencana kerja, dan pendanaanya.
4. APBD, rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang ditetapkan dengan peraturan
daerah. APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa 1 tahun anggaran
terhitung mulai 1 Januari sd tanggal 31 Desember.

 SKPD

1. Rensntra SKPD, dokumen perencanaan SKPD untuk periode 5 tahun, rensntra memuat visi,
missi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan yang disusun sesuai
dengan tugas dan fungsi SKPD serta berpedoman pada RPJM Daerah.
2. Renja SKPD, dokumen perencanaan SKPD untuk periode 1 tahun. Rencanaan SKPD disusun
dengan berpedoman pada renstra SKPD dan mengacu kepada RKP, memuat kebijakan,
program, dan kegiatan pembangunan baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah daerah
maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat.
3. RKA SKPD, dokumen perencanaan dan penganggaran yang berisi program dan kegiatan
SKPD serta anggaran yang diperlukan untuk melaksanakanya.
4. Rancangan APBD (RAPBD), yaitu dokumen yang disusun dari RKA SKPD yang telah
ditelaah oleh TAPD dan disetujui sebagai pendukung dalam susunan rancangan peraturan
daerah tentang APBD.

Alur perencanaan penganggaran daerah menurut UU No. 25 tahun 2005 tentang system perencanaan
pembangunan nasional mempunyai tujuan yang sangat luas yaitu :

1. Mendukung koordinasi antar prilaku pembangunan

2. Menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi yang baik antar daerah, antar ruang, antar
waktu, antar fungsi pemerintah, maupun antar pusat dan daerah.
3. Menjamin keterkaitan dan knsistensi antar perrencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan
pengawasan.

4. Mengoptimalkan partisipasi masyarakat

5. Menjamin tercapainya penggunaan sumber daaya yang efisien dan efektif yang berkeadilan dan
berkelanjutan. Oleh karena itu dalam UU No. 25 tahun 2005, bahwa tahapan perencanaan dimulai dari
Rencana Pemerintah Jangka Panjang (RPJP), Rencana Pemerintah Jangka Menengah (RPJM), Renstra
SKPD, RKPD, dan Renja SKPD diatur. Alur perencanaan pengaggaran daerah menurut UU No. 25
Tahun 2005 (Bastian, Indra ; 2009), dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar Alur Perencanaan Penganggaran Dearah (UU No 25/2004)

RKPD SKPD KUA & PPAS

Membuat

RKA SKPD

Acuan

Musrembang
Kab/Kota
RKA-SKPD PANITIA ANGGARAN EKSKUTIF
Yang disetujui
RAPBD

Forum Paripurna
DPRD

Hearing antara DPRD dan SKPD

APBD
Berdasarkan gambar tersebut, maka dapat dijelaskan sebagai berikut :

 RKPD membuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan daerah, rencana
kerja dan pendanaanya.

 Kepala daerah berdasarkan RKPD, merancang KUA. Penyusunan KUA berpedoman pada
pedoman penyusunan APBD yang ditetapkan PP No. 58 tahun 2005.

 Kepala daerah menyampaikan KUA tahun anggaran berikutnya sebagai landasaran penyusuna
RAPBD selambat-lambatnya pertengahan juni tahun anggaran berjalan.

 Kemudian rancangan KUA telah dibahas kepala dearah bersama DPRD dalam pembicaraan
pendahuluan RAPBD selanjutnya disepakati menjadi KUA.

 Berdasarkan KUA yang disepakati, pemerintah daerah dan DPRD membahas rancangan
priotitas dan plafon anggaran sementara yang disampaikan oleh kepala daerah.

 Pembahasan ini paling lambat minggu kedua bulan Juli tahun anggaran sebelumnya, dengan
langkah-langka sebagai berikut :

a. Menentukan skala prioritas dalam urusan wajib dan urusan pilihan

b. Menentukan urutan program dalam masing-masingurusan

c. Menyusun plafon anggaran sementara untuk masingmasing program

 Selanjutnya KUA, prioritas, serta palafon anggaran sementara yang dibahas dan disepakati
bersama kepala daerah dan DPRD dituangkan dalam nota kesepakatan yang ditanda tangani
bersama kepala daerah dan pimpinan DPRD.

 Kemudian berdasarkan nota kepakatan tersebut kepala daerah menerbitkan pedoman


penyusunan RKA SKPD sebagai pedoman kepala SKPD menyusun RKA SKPD.

2.3 Perencanaan Penganggaran dan Manajemen Berbasis Kinerja

Sebagai sebuah sistem, perencanaan anggaran negara telah mengalami banyak perkembangan.
Sistem perencanaan anggaran negara pada saat ini telah mengalami perkembangan dan
perubahan sesuai dengan dinamika manajemen sektor publik dan tuntutan yang muncul di
masyarakat, yaitu sistem penganggaran dengan pendekatan New Public Management (NPM).

Munculnya konsep New Public Management (NPM) berpengaruh langsung terhadap konsep
anggaran negara pada umumnya. Salah satu pengaruh itu adalah terjadinya perubahan sistem
anggaran dari model anggaran tradisional menjadi anggaran yang lebih berorientasi pada kinerja.
Kinerja adalah gambaran pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijaksanaan dalam
mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi (Bastian, 2006:274). Setiap kegiatan
organisasi harus diukur dan dinyatakan keterkaitannya dengan visi dan misi organisasi. Produk
dan jasa akan kehilangan nilai apabila kontribusi produk dan jasa tersebut tidak dikaitkan dengan
pencapaian visi dan misi organisasi.

Anggaran dapat diinterpretasikan sebagai paket pernyataan perkiraan penerimaan dan


pengeluaran yang diharapkan akan terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang.
Anggaran sektor publik adalah rencana kegiatan dan keuangan periodik (biasanya dalam periode
tahunan) yang berisi program dan kegiatan dan jumlah dana yang diperoleh
(penerimaan/pendapatan) dan dibutuhkan (pengeluaran/belanja) dalam rangka mencapai tujuan
organisasi publik.

Sedangkan Penganggaran (budgeting) merupakan aktifitas mengalokasikan sumberdaya


keuangan yang terbatas untuk pembiayaan belanja organisasi yang cenderung tidak terbatas
(Haryanto, Sahmuddin, Arifuddin: 2007). Dengan demikian, Performance Based
Budgeting (Penganggaran Berbasis Kinerja) adalah sistem penganggaran yang berorientasi pada
‘output’ organisasi dan berkaitan sangat erat dengan visi, misi dan rencana strategis organisasi.
Ciri utama Performance Based Budgeting adalah anggaran yang disusun dengan memperhatikan
keterkaitan antara pendanaan (input) dan hasil yang diharapkan (outcomes), sehingga dapat
memberikan informasi tentang efektivitas dan efisiensi kegiatan. (Haryanto, Sahmuddin,
Arifuddin: 2007).

Karateristik Anggaran Berbasis Kinerja dalam rangka penerapan Anggaran Berbasis Kinerja
menurut Hindri Asmoko (2006) antara lain:

1. Pengeluaran anggaran didasarkan pada outcome yang ingin dicapai;


2. Adanya hubungan antara masukan dengan keluaran yang ingin dicapai;
3. Adanya peranan indikator efisiensi dalam proses penyusunan anggaran berbasis kinerja;
4. Adanya penyusunan target kinerja dalam anggaran berbasis kinerja.

Dalam rangka penerapan Anggaran Berbasis Kinerja, berdasarkan Pedoman Reformasi


Perencanaan dan Penganggaran (2009), terdapat elemen-elemen utama yang harus harus
ditetapkan terlebih dahulu yaitu:
1. Visi dan Misi yang hendak dicapai.

Visi mengacu kepada hal yang ingin dicapai dalam jangka panjang sedangkan misi adalah
kerangka yang menggambarkan bagaimana visi akan dicapai.

Tujuan merupakan penjabaran lebih lanjut dari visi dan misi. Tujuan harus menggambarkan arah
yang jelas serta tantangan yang realisitis. Tujuan yang baik bercirikan, antara lain memberikan
gambaran pelayanan utama yang akan disediakan, secara jelas menggambarkan arah organisasi
dan program-programnya, menantang namun realistis, mengidentifikasikan obyek yang akan
dilayani serta apa yang hendak dicapai.

Sasaran menggambarkan langkah-langkah yang spesifik dan terukur untuk mencapai tujuan.
Sasaran akan membantu penyusun anggaran untuk mencapai tujuan dengan menetapkan target
tertentu dan terukur. Kriteria sasaran yang baik adalah dilakukan dengan menggunakan kriteria
spesifik, terukur, dapat dicapai, relevan, dan ada batasan waktu (specific, measurable,
achievable, relevant, timely/SMART) dan yang tidak kalah penting bahwa sasaran tersebut harus
mendukung tujuan (support goal).

Program adalah sekumpulan kegiatan yang akan dilaksanakan sebagai bagian dari usaha untuk
mencapai serangkaian tujuan dan sasaran. Program dibagi menjadi kegiatan dan harus disertai
dengan target sasaran output dan outcome. Program yang baik harus mempunyai keterkaitan
dengan tujuan dan sasaran serta masuk akal dan dapat dicapai.

Kegiatan adalah serangkaian pelayanan yang mempunyai maksud menghasilkan output dan hasil
yang penting untuk pencapaian program. Dalam menyusun anggaran berdasarkan kinerja,
organisasi ataupun unit organisasi tidak hanya diwajibkan menyusun anggaran atas dasar fungsi,
program, kegiatan, dan jenis belanja tetapi juga menetapkan kinerja yang ingin dicapai. Kinerja
tersebut antara lain dalam bentuk keluaran (output) dari kegiatan yang akan dilaksanakan dan
hasil (outcome) dari program yang telah ditetapkan. Apabila telah ditetapkan prestasi (kinerja)
yang hendak dicapai, baru kemudian dihitung pendanaan yang dibutuhkan untuk menghasilkan
keluaran atau hasil yang ditargetkan sesuai rencana kinerja.
Dalam Lampiran Peraturan Menteri Keuangan RI No. 102/2008 tentang Petunjuk Penyusunan
dan Penelaahan RKA-KL Tahun 2009, penerapan penganggaran berbasis kinerja yang efektif
membutuhkan pra-kondisi sebagai berikut:

 Telah tercipta sebuah lingkungan atau kondisi yang mendukung dan berorientasi pada
pencapaian kinerja.
 Sistem kontrol yang efektif, memerlukan mekanisme akuntabilitas masing-masing
pimpinan kementrian/lembaga (managerial accountability).
 Telah tersedia sistem dan metode akuntansi yang handal sebelum diterapkannya sistem
keuangan yang terintegrasi (integrated financial management system).
 Telah terbentuk sebuah mekanisme pengalokasian sumber daya yang berorientasi pada
output.
 Telah berjalannya sistem audit keuangan yang efektif sebelum audit kinerja (performance
audit) dilakukan.

2.4 APBD dan Hak atas Pelayanan Publik

APBD

APBD adalah Rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama
Pemerintah Daerah dan DPRD dan ditetapkan dengan peraturan daerah. Secara filosofis,
anggaran diperlukan oleh negara untuk menjamin eksistensi dan membiayai pengelolaan negara.
Sementara itu negara diperlukan untuk menciptakan keteraturan sosial, menjamin hak-hak
masyarakat, dan menyelenggarakan pelayanan kepada masyarakat.

Hakaekat Anggaran

 Anggaran Negara/Daerah adalah uang rakyat karena bersumber dari rakyat


 Sumber anggaran : Pajak, restribusi, BUMN, Hibah, pinjaman/hutang, pendapatan lain
yang sah.

Sumber Anggaran

Pajak dipungut dari rakyat/ masyarakat.

Restribus dipungut dari rakyat/ masyarakat

Laba BUMN/BUMD Pengelolaannya dibiayai uang rakyat/ masyarakat


Hutang menjadi beban rakyat

Hibah karena ada kepentingan rakyat

Jadi:

1. Uang negara bersumber dari rakyat/masyarakat.

2. Negara/pemerintah pengelola uang

rakyat Tujuan Penganggaran di Daerah

1. Memberi kesempatan untuk memutuskan pembiayaan urusan (tanggung jawab negara) yang
dimandatkan kepada daerah: desentralisasi fiscal

2. Membuka peluang partisipasi dan transparansi kepada warga

3. Menjamin akuntabilitas kepada warga: anggaran berorientasi kinerja

Selain memiliki tujuan penganggaran daerah juga memiliki asas-asas yaitu 10 azas umum
pengelolaan keuangan daerah (Permendagri 13/2006 pasal 4)

1. Tertib
2. Taat pada peraturan perundang-undangan
3. Efektif efisien
4. Ekonomis
5. Transparan
6. Bertanggung jawab
7. Keadilan,
8. Kepatutan,
9. Manfaat untuk masyarakat

Hak Warga atas Keuangan

Negara

Undang-Undang Dasar 1945 Bab VIII pasal 23 ayat (1) menyebutkan bahwa Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dilaksanankan
secara terbuka dan bertanggungjawab serta digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran
rakyat. Lebih spesifik UUD 1945 menyebutkan tentang hak-hak warga negara atas anggeran
antara lain. Pasal 31 ayat (4) menyebutkan bahwa negara memprioritaskan anggaran pendidikan
sekurang-kurangnya dua puluh persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan
pendidikan nasional. Agat tersebut merupakan konsekuensi dari ayar sebelumnya yain pasal ayat
(2) yang menyebutkan bahwa setiap warga negara walib mendapatkan pendidikan dasar dan
Pemerintah wab membiayainya.

Pasal 34 ayat (1) menyebutkan bahwa fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara.
Artinya negara wajib menyediakan anggaran yang memadai untuk pemenuhan kebutuhan hidup
fakir miskin dan anak-anak terlantar

Pasal 34 ayat (2) menyebutkan bahwa Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi
seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat
kemanusiaan

Pasal 34 ayat (3) menyebutkan negara bertanggungjawab atas penyediaan fasilitas kesehatan dan
fasilitas umum yang layak bagi martabat kemanusiaan

Berdasarkan konstitusi tadi, maka sebenarnya seluruh rakyat Indonesia berhak atas
APBN/ABPD, yaitu Hak untuk terlibat dalam pembahasan/penetapan karena APBN ditetapkan
sebagai UU dan APBD ditetapkan sebagai Perda, sehingga masyarakat harus dilibatkan
(berdasarkan UU Nomor 10 Tahun 2004 yang telah direvisi menjadi UU Nomor 11 Tahun 200
tentang Pembentukan Desaturan Perundangan). Hak untuk ikut mengawasi pelaksanaan
anggaran, karena APBN/APBD dilaksanakan secara terbuka Hak untuk mendapatkan alokasi
anggaran yang memadai untuk meningkatkan kesejahteraan

Pelayanan Publik

Segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa public Prinsipnya
menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan di
lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, Dalam rangka upaya
pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Contoh:

Kesehatan : Puskesmas,Rumah SakiT(Negeri/daerah/swasta).dinas kesehatan


Pendidikan :Sekolah,UPTD,Dinas Pendidikan
Kependudukan: KTP ,KK Akte Kelahiran
UNDANG-UNDANG NO. 25/2009 TENTANG PELAYANAN PUBLIK
Dasar Pemikiran
 Kewajiban Negara melayani hak dasar masyarakat.
 Membangun Kepercayaan Masyarakat kepada Negara,
 Norma/Dasar hukum hubungan Masyarakat dengan Negara
Karakter
 Penguatan dan Pemberdayaan Masyarakat,
 Penguatan dan Menjembatani Undang-Undang Sektor

Maksud dan Tujuan


 Kepastian hukum bagi masyarakat dan penyelenggara
 Batas yang jelas antara hak kewajiban, wewenang larangan
 Sistern yang layak, dan Perlindungan masyarakat

Asas-Asas Penyelenggaraan Pelayanan Publik


 Kepentingan umum; Kepastian hukum;
 Kesamaan hak;
 Keseimbangan hak dan kewajiban;
 Keprofesionalan/profesionalisme; Partisipatif;
 Persamaan perlakuan/tidak diskriminatif;
 Keterbukaan;
 Akuntabilitas;
 Perlakuan khusus bagi kelompok rentan;
 Ketepatan waktu; dan
 Kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan.

Aspek-Aspek Penyelenggaraan Pelayanan Publik


 Standar Pelayanan.
 Maklumat Pelayanan
 Sistem Informasi Pelayanan Publik (dan Pelayanan Informasi)
 Pengelolaan Sarana, Prasarana, dan/atau Fasilitas Pelayanan Publik.
 Pelayanan Khusus.
 Biaya/Tarif Pelayanan. Pelaksana dalam Pelayanan.
 Perilaku Pengawasan Penyelenggaraan Pelayanan Publik.
 Pengelolaan Pengaduan.
 Penilaian Kinerja (dengan survel Indeks Kepuasan Masyarakat IKM).

2.5 Siklus Anggaran Pemerintah Daerah


Ketepatan waktu dalam setiap tahap yang telah disepakati dalam sebuah siklus anggaran sangat
penting. Penelitian ini menemukan bahwa sedikit sekali literatur yang membahas secara rinci
mengenai siklus anggaran pemerintah daerah pada suatu negara. Bahkan di negara berkembang
seperti Pilipina yang termasuk satu kawasan dengan Indonesia di Asia Tenggara, penelitian ini
belum menemukan secara spesifik kajian mengenai jadwal penganggaran pemerintah daerah.
Kemungkinan yang menjadi penyebab hal ini adalah di banyak negara, prinsip tepat waktu
dikaitkan dengan jadwal berbagai hal sangat diperhatikan dan sudah menjadi tolak ukur kinerja.
Contoh sederhana adalah ketepatan jadwal kedatangan dan keberangkatan pesawat terbang dan
kereta api. Banyak negara cenderung menaruh perhatian besar terhadap kedua jadwal tersebut.
Mungkin saja sesekali terjadi keterlambatan dalam pelaksanaan jadwal kedua moda transportasi
tersebut, akan tetapi persentase keterlambatan akan lebih kecil dibandingkan dengan kesesuaian
pada jadwal yang telah ditetapkan. Apabila terhadap jadwal transportasi saja banyak negara
sudah memberikan perhatian yang begitu besar, apalagi terhadap jadwal penganggaran
pemerintah yang akan mengatur berbagai aspek dan hajat hidup orang banyak, perhatian yang
diberikan negara akan lebih besar lagi. Oleh karena itu, penelitian mengenai siklus anggaran
pemerintah daerah ini memperoleh banyak manfaat dari buku Local Budgeting. Buku tersebut
merupakan sebuah seri mengenai akuntabilitas dan pemerintahan sektor publik yang membahas
mengenai berbagai esai tentang seluk beluk penganggaran pemerintah daerah dan diterbitkan
oleh World Bank pada tahun 2007. Pada pembahasan selanjutnya, penelitian ini banyak merujuk
pada bab Local Budget Process khususnya pada bagian Local Budget Cycle pada buku tersebut.
Setiap anggaran pemerintah daerah membutuhkan sebuah siklus yang terdiri dari empat tahap:
(1) persiapan dan perumusan,
(2) persetujuan,
(3) pelaksanaan, serta
(4) audit dan evaluasi.
Setiap tahap akan diatur sehingga menepati jadwal yang telah melalui proses kesepakatan. Tahap
persiapan dan perumusan sering ditunjukkan dengan peran utama eksekutif dan termasuk
perencanaan yang menghubungkan rencana kerangka kerja fiskal jangka menengah dengan
belanja setiap tahun, penyiapan prioritas, sumber, dan pembelanjaan, instruksi bagi lembaga
pembuat anggaran untuk menyerahkan rancangan anggaran, serta tinjauan administratif terhadap
permohonan anggaran. Tahap persiapan dan perumusan diperkirakan membutuhkan waktu antara
3-9 bulan sebelum tahun anggaran berjalan. Tahap persetujuan adalah tahap dimana legislatif
berperan dan ditandai dengan disampaikannya anggaran kepada lembaga legislatif atau dewan
untuk dipertimbangkan. Tahap ini meliputi cakupan anggaran dan mutu dokumentasi yang
diinginkan, cakupan otoritas persetujuan, penegasan legislatif terhadap penyesuaian anggaran,
dan jadwal persidangan legislatif. Tahap persetujuan membutuhkan waktu sekitar 3 bulan
sebelum dimulainya tahun anggaran berjalan. Tahap pelaksanaan dilaksanakan pada periode
tahun anggaran berjalan. Tahap ini mencakup jaminan pengeluaran, mekanisme untuk
memastikan akuntabilitas eksekutif terhadap kebijakan legislatif, pembagian secara adil,
keleluasaan administratif, prosedur penyesuaian pada tengah tahun, manajemen perbendaharaan,
dan pengendalian keuangan. Tahap audit dan evaluasi adalah tahap verifikasi termasuk laporan
pelaksanaan, verifikasi akun secara independen, pelaporan kinerja keuangan, dan keterbukaan
publik. Siklus anggaran harus didukung oleh kalender anggaran yang menetapkan tahapan dari
tiap elemen dalam siklus anggaran. Kelengkapan kalender mencerminkan bahwa baik dewan
maupun pihak administratif dibuatkan jadwal untuk penyelesaian seluruh tahapan. Hal tersebut
mengidentifikasi peranan serta tanggung jawab aktor dan lembaga pada tiap tahap sebagaimana
pula informasi dan prosedur yang dibutuhkan pada penyelesaian setiap tahap. Praktek terbaik
(best practices) menyarankan keterbukaan dalam proses anggaran sebagai sarana untuk
menambah hasil yang akan didapatkan (Mullins dalam Local Budgeting 2007:222).

2.6 Keterkaitan Perencanaan dan Penganggaran


A .Pentingnya Keterkaitan Perencanaan dan Penganggaran
Fenomena menarik yang berkembang sejak memasuki era otonomi dan desentralisasi adalah
bagaimana mewujudkan pelayanan publik yang baik dan bermanfaat bagi kepentingan
masyarakat. Nampaknya, upaya untuk mewujudkan pelayanan publik tidak semudah dari apa
yang dipikirkan sebelumnya. Fakta menunjukkan bahwa sejak tahun 2001 sebagai tahun awal
memasuki otonomi daerah hingga sekarang (2008), upaya implementasi peningkatan pelayanan
publik menghadapi sejumlah hambatan dan tantangan. Hampir dapat dipastikan bahwa persoalan
dan permasalahan yang banyak ditemui dalam praktek selama ini adalah kurang terciptanya
disiplin dan konsistensi pemerintah dalam menjalankan pemerintahan dan pembangunan.
Pentingnya disiplin dan konsistensi pemerintah dalam kegiatan pemerintahan dan pembangunan
telah diperkuat dengan keluarnya berbagai UU, Peraturan-Peraturan Pemerintah dan maupun
Keputusan Menteri yang antara lain UU No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, UU
No.33 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, UU No.25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN), Peraturan Pemerintah No.53 /2006 tentang Sistem
Pengelolaan Keuangan Daerah, Peraturan Menteri Dalam Negeri No.13 tahun 2006 yang telah
disempurnakan dengan Permendagri No 59 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan
Daerah. Sejauh ini, paradigma yang berkembang dalam kaitannya dengan penciptaan Good
Governance memberikan bobot penekanan yang lebih besar pada aspek transparansi dan
akuntabilitas sisi penganggaran ketimbang transparansi dan akuntabilitas dari sisi perencanaan.
Oleh karena itu, tidak heran jika persoalan pembahasan keuangan lebih hangat dan mendapat
perhatian yang cukup besar daripada persoalan perencanaan. Sekiranya pandangan seperti ini
tidaklah tepat dalam kontek keberhasilan pemerintahan dan pembangunan ke depan.
Perencanaan dan penganggaran ibarat dua sisi dari satu mata uang logam yang tidak dapat
dipisahkan, yang berarti satu sama lainnya saling mendukung. UU No.25 tahun 2004
memperlihatkan keterkaitan antara perencanaan dan penganggaran. Penganggaran yang
tercermin pada RAPBN/RAPBD tersebut adalah hasil akhir dari dokumen perencanaan
sebelumnya yang dikenal dengan Rencana Jangka Panjang Nasional/Daerah (RPJPN/D),
Rencana Jangka Menengah Nasional/Daerah (RPJMN/D), Rencana Kerja Pemerintah
Nasional/Daerah (RKPN/RKPD), Rencana Srategis Kementerian/Lembaga dan Rencana
Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Ini berarti bahwa perencanaan sangat
mempengaruhi efektifitas dan efisiensi pengalokasian anggaran untuk kepentingan publik.
Meskipun terdapat UU yang mengatur tentang pentingnya perencanaan, namun sampai saat ini
dalam pengimplementasiannya di daerah masih diperhadapkan berbagai kendala dan tantangan.
Sejumlah kendala dan tantangan yang dimaksud dapat dicermati dari sudut pandang (1)
Kapabilitas aparat pemerintah daerah dalam memahami dan mengimplementasikan aturanaturan
yang ada dengan memperhatikan konsistensi dan disiplin perencanaan, (2) Kapabilitas aparat
pemerintah daerah dalam menyusun perencanaan program dan kegiatan sesuai dengan tugas dan
fungsi yang diembangnya. (3) Komitmen pemangku kepentingan (stakeholder) belum bersinergi,
(4) Koordinasi antara legislatif dan eksekutif dan (5) Peran Leadership ( Political Will) dalam
menerapkan konsistensi antara perencanaan dan penganggaran (baca APBD). Apabila kelima
poin ini dirasakan lemah dan belum berfungsi dengan efektif di suatu daerah, maka dapat
dikatakan bahwa perencanaan pembangunan ‖gagal‖ yang selanjutnya tentu saja berimplikasi
pada penyusunan rencana penganggaran. Oleh karena itu, keberhasilan dan ataupun kegagalan
pembangunan di daerah sangat tergantung pada kapabilitas pemerintah daerah dalam
menemukan dan merumuskan sendiri sistem (struktur, proses dan mekanisme) perencanaan di
daerah masing-masing. Karena begitu pentingnya tentang perencanaan pembangunan daerah,
maka setiap daerah harus menyusun dokumen perencanaan sebagaimana yang tertuang dalam
UU SPPN. Perencanaan dilihat dari kerangka waktu terdiri dari perencanaan pembangunan
jangka panjang (RPJP) yang berdimensi 20 tahun, rencana pembangunan jangka menengah
(RPJM) berdimensi 5 tahun dan rencana pembangunan jangka pendek atau perencanaan tahunan
yang dalam hal ini rencana kerja pemerintah (RKP). Dilihat dari sisi kelembagaan, perencanaan
ada yang bersifat menyeluruh yaitu perencanaan daerah (RPJPD, RPJMD dan RKPD) dan ada
pula perencanaan yang dilakukan oleh sub organisasi pemerintah daerah yang disebut Satuan
Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yakni rencana strategis (Renstra) SKPD dan rencana kerja
(Renja) SKPD.

B. Keterkaitan dan Konsistensi dokumen perencanaan


Secara garis besar keterkaitan antar dokumen-dokumen perencanaan daerah, substansinya dan
tata cara penyusunannya dapat dilihat pada UU SPPN dan SE Mendagri BNo.050/2020/SJ
tertanggal 11 Agustus 2005 serta Permendagri No 54 tahun 2010. Dengan mengacu pada UU
SPPN ataupun regulasi lainnya, dokumen-dokumen perencanaan yang diatur didalamnya terdiri
atas dokumen perencanaan yang berdimensi jangka panjang yakni 20 tahun, perencanaan jangka
menengah yakni 5 tahun, dan dokumen perencanaan jangka pendek (oprasional) yang berdimensi
tahunan yakni 1 tahun. Dilihat dari strukturnya, dokumen perencanaan dibagi atas dokumen
perencanaan berskala nasional dan dokumen perencanaan berskala daerah. Pada skala nasional
dikenal rencana pembangunan jangka panjang nasional atau disingkat RPJPN yang berdimensi
jangka panjang (20 tahun), rencana pembangunan jangka menengah nasional atau RPJMN
berdimensi 5 tahun dan rencana kerja pemerintah berdimensi tahunan yang disingkat dengan
RKP. Sementara pada skala daerah, dikenal dengan rencana pembangunan jangka panjang
daerah yang disingkat dengan RPJPD, rencana jangka menengah daerah yang disingkat dengan
RPJMD dan rencana kerja pemerintah daerah atau RKPD. Kemudian, dokumen-dokumen
perencanaan tersebut dijabarkan pada unit kerja pemerintah, misalnya pada skala nasional,
dokumen RPJMN dijabarkan lebih lanjut oleh kementerian/ lembaga yang disebut dengan
rencana strategis (Renstra Kementerian/Lembaga), sementara pada skala daerah, perencanaan
akan dijabarkan pada satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang disebut dengan Renstra
SKPD). Permendagri No 54 tahun 2010 menguraikan secara rinci proses dan mekanisme
penyusunan dokumen perencanaan khususnya pada pemerintah daerah. Namun untuk memahami
secara praktis, berikut ini diuraikan keterkaitan antar dokumen perencanaan daerah, isi/substansi
serta proses dan mekanisme penyusunannya
CONTOH KASUS
Konsistensi Perencanaan Pembangunan Daerah Dengan Anggaran Daerah
(Studi Kasus Pada Proses Musyawarah Perencanaan Pembangunan Daerah, Rencana Kerja
Pembangunan Daerah, dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Bidang Fisik dan Prasarana
Tahun Anggaran 2013-2015 di Kabupaten Gunungkidul, Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta)

Objek Penelitian
Adapun yang menjadi objek penelitian pada studi kasus penganggaran dalam perencanan
pembangunan adalah analisis Proses Musyawarah Perencanaan Pembangunan Daerah, Rencana
Kerja Pembangunan Daerah, dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Bidang Fisik dan
Prasarana Tahun Anggaran 2013-2015 di Kabupaten Gunungkidul, Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta

Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada 3 SKPD yang mengampu bidang fisik dan prasarana. Penelitian
dengan menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus dimana dalam
pengumpulan data, informasi, melalui wawancara dan pengamatan langsung dilapangan yang
terkait dengan perencanaan mulai proses musrenbang, RKPD, sampai APBD. Observasi peneliti
dilakukandengan cara mengadakan pengamatan langsung ke lapangan dalam pengambilan data
yang relevan denganpermasalahan peneliti, adapun teknik pengambilan sampel yang digunakan
yaitu teknik non probability sampling dengan teknik purposive sampling, dan teknik analisis
menggunakan triangulasi untuk menguji keabsahan data dengan memanfaatkan peneliti dengan
sumber data baik data primer melalui orang kunci.

Pembahasan
A. Musrebang di Kabupaten Gunungkidul
Undang-Undang 25 Tahun 2004 mengamanatkan dalam penyusunan RKPD, daerah wajib
menyelenggarakan musrenbang secara berjenjang mulai dari tingkat dusun, desa, kecamatan,
kabupaten, sampai tingkat provinsi secara partisipatif dengan melibatkan semua stakeholders.
Musrenbang merupakan bagiandalam penyusunan RKPD, proses awal dimulai dari draft
perumusan Rancangan Awal RKPD yang disusun oleh tim perumus berkedudukan di Bappeda.
Proses perencanaan pembangunan daerah dalamrangka penyusunan RKPD dilakukan melalui
musrenbang dengan berbagai tahapan sebagai berikut :
Tahap I : Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa (Musrenbang Desa)
Tahap II : Musyawarah Perencanaan Pembangunan di Kecamatan(Musrenbang Kecamatan)
Tahap III : Forum Satuan Kerja Perangkat Daerah (ForumSKPD)/Forum Gabungan SKPD
Tahap IV : Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kabupaten (Musrenbang Kabupaten)
B. Musrenbang Kecamatan
Musrenbang kecamatan di Kabupaten Gunungkidul dilaksanakan oleh semua kecamatan
sejumlah 18 kecamatan, pelaksanaan musrenbang kecamatan diampu oleh SKPD Kecamatan
Hasil yang diperoleh dalam musrenbang kecamatan adalah1) Daftar Usulan Rencana
Program/Kegiatan (DURP) Pagu Indikatif Sektoral (PIS); 2) DURP Pagu Indikatif Wilayah
Kecamatan(PIWK); 3) Delegasi Kecamatan; 4) Rancangan Awal Renja Kecamatan 5) Berita
Acara Hasil Musrenbang Kecamatan.
Walaupun DURP Kecamatan jumlah dananya terlalu besarakan tetapi proses untuk menuju hasil
dari musrenbang sudah sesuai dan melibatkan masyarakat/stakeholders secara partisipatif ini
terbukti dengan adanya wakil/delegasi kecamatan dari semua unsur, adanya berita acara hasil
musrenbang, dan adanya DURP kecamatansebagai bahan proses musrenbang selanjutnya. Secara
analisis dirujuk dari teori keterlibatan masyarakat dalamproses perencanaan adalah pada proses
perumusan umum, dimanamasyarakat diberikan kesempatan untuk mengajukan pokok-pokok
harapan, kebutuhan, dan kepentingan dasar, dalam kerangka perencanaan bisa menjadi wahana
untuk mengubah skema politik lama manjadi partisipatif [Abe, 2002: 16-17] terbukti
musrenbang kecamatan melibatkan masyarakat secara partisipatif dan bottomup. Kemudian
disisi pemerintah dilakukan pendekatan top down yaitu terlebih dahulu membuat Rancangan
Awal RKPD.
C. Forum SKPD/Forum Gabungan SKPD Forum
Ganbungan/Forum Gabungan SKPD pada dasarnya merupakan proses perencanaan lanjutan dari
Musrenbang kecamatanuntuk menuju pada musrenbang kabupaten. Forumini menjembatani hasil
musrenbang kecamatan bisa diakomodir kedalamrenja SKPD. Forum ini menselaraskan dan
lebih mengkerucutkanhasil musrenbang kedalam tema prioritas daerah dan disesuaikandalam
pagu SKPD, prioritas daerah dalam program kegiatan yang akan didanai melalui APBD, APBD
Provinsi, dan APBN serta sumber pendanaan lainnya, akan tetapi forum tersebut lebih terfokus
pada rancangan renja SKPD dengan sumber dana dari APBD, dan hasil akhir forum SKPD
adalah Rancangan RKPD.
D. Musrenbang Kabupaten
Rancangan RKPD nantinya merupakan bahan pada proses selanjutnya yaitu musrenbang
kabupaten dalam pelaksanaan sidang kelompok untuk mensinkronkan, pemaduserasian,
pengawalan danpemasukan program kegiatan PIWK, pokok-pokok pikiran dewan, rancangan
renja SKPD sesuai prioritas dan tema pembangunan dengan hasil akhir adalah Rancangan Akhir
RKPD dan setelah dikonsultasikan kepada Gubernur dan direvisi selanjutnya disahkan menjadi
RKPD sebagai dokumen perencanaan daerah.
E. Kebijakan Umum Anggaran
RKPD ditetapkan oleh bupati melalui peraturan bupati, menjadikan RKPD sebagai salah satu
dokumen perencanaan pembangunan daerah. Amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun2003
tentang Keuangan Negara Pasal 17 ayat (2) menyatakan bahwa Penyusunan RAPBD
berpedoman pada RKPD. Tahapan awal untuk proses RAPBD adalah melalui Rancangan
Kebijakan UmumAnggaran (Rancangan KUA), Prioritas dan Plafon AnggaranSementara
(PPAS), disusun setelah ditetapkannya RKPD. RancanganKUA PPAS disampaikan ke DPRD
untuk meminta kesepakan antara eksekutif dan legislatif tentang rencana kebijakan umum
anggaran dan rencana prioritas dan plafon anggaran sementara untuk pembangunan yang didanai
melalui APBD.
F. Rancangan APBD/RAPBD Tahapan selanjutnya dengan disepakatinya
KUAPPASantaraBupati dengan DPRD, KUA PPAS dikembalikan kepada eksekutif untuk
menyusun RAPBD dengan membuat Pra RKASKPD dan terangkum menjadi satu kesatuan
menjadi RancanganAPBD. Penyampaian Rancangan APBD disampaikan oleh Bupati kepada
DPRD dengan tatakala waktu pada minggu pertama bulan September. Pembahasan bersama
RAPBD di DPRD dilakukan secara internal yaitu dengan anggota Banggar DPRD, Komisi-
Komisi di DPRD, Fraksi-fraksi, dan juga antara Banggar dengan TAPD, dantidak ditutup
kemungkinan dengan kepala SKPDuntuk kroscek terhadap rencana pembiayaan yang nantinya
sebagai pelaksana program kegiatan dari APBD. Pembahasan RAPBD oleh DRPD/Banggar dan
TAPD dilakukan pada bulan September dan Oktober dalam waktu delapan minggu dengan
menghasilkan kesepahaman yang tertuang dalam Berita Acara Persetujuan Bersamaantara Bupati
dan DPRD. Selanjutnya persetujuan bersama danRAPBD di lakuikan evaluasi oleh Gubernur
untuk melihat kesesuaian antara yang dilaksanakan pemerintah pusat dandaerah. Paling lambat
minggu keempat bulan Desember atau 31 DesemberRAPBD harus sudah ditetapkan menjadi
APBD, dan apabila daerah tidak melaksanakan evaluasi maka Gubernur bisa membatalkanPerda
RAPBD selaku pemerintah pusat.
G. Konsistensi Perencanaan dan Penganggaran
Langkah awal konsistensi perencanaan penganggaran adalah RKPD sebagai sebagai pedoman
dalam penyusunan penganggaran. Proses penganggaran daerah dimulai dari KUA PPAS harus
berpedoman pada RKPD sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang
keuangan daerah. Konsistensi perencanaan dan penganggaran antara RKPD sampai KUA PPAS
menuju RAPBD dan APBD bukan hanya tugas dari TAPD tetapi juga oleh Banggar DPRD,
kesepahaman kedua belah pihak, dan Bappeda serta SKPD pelaksana akan membawa konsistensi
lebih nyata dari proses awal perencanaan sampai penganggaran.
H. Relasi Kepentingan dalam Konsistensi Perencanaandan Penganggaran
Daerah Relasi kepentingan dalam konsistensi perencanaan danpenganggaran daerah merupakan
hubungan saling berkepentinganantara aktor satu dengan lainnya dalam mencapai visi misi
daerahyang sudah tertuang dalam RPJMD dan dijabarkan dalamtema danprioritas tahunan
daerah melalui RKPD,
Kesimpulan
1. Konsistensi perencananaan pembangunan daerah dengan anggaran daerah yang terjabarkan
dalam RKPD, KUA, dan APBD Kabupaten Gunung kidul dari tahun 2013-2015 bidang fisik dan
prasarana pada SKPD DPU, Dishub kominfo, dan Kapedal selama tiga tahun cenderung naik ini
dibuktikan pada SKPDDPUpada tahun 2013 sebesar 77%, tahun2014 sebesar 82%, dantahun
2015 sebesar 96%. Pada SKPD Dishub kominfo tahun2013sebesar 83%, tahun 2014 sebesar
88%, dan tahun 2015 sebesar94%, sedangkan SKPD Kapedal tingkat konsistensi tahun 2013
sebesar 88%, tahun 2014 sebesar 88%, dan tahun 2015 sebesar100%.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsistensi adalah Pemahaman antara SKPD, Bappeda,
DPPKAD, TAPD, serta DPRD terhadap program kegiatan sesuai Permendagri 54 Tahun 2010
dalam menjabarkan program dan kegiatan pada SKPD; kebijakan pusat yang harus dilaksanakan
oleh Pemerintah Daerah terhadap program kegiatan wajib bagi SKPD; adanya hasil evaluasi
RAPBDoleh Gubernur; dan terwadahinya pokok-pokok pikiran DPRD kedalam program
kegiatan SKPD sesuai dengan tema prioritaspembangunan pada setiap tahunnya.
3. Konsistensi terjadi adanya relasi kepentingan antar semua aktordari proses perencanaan
sampai penganggaran dengan mempunyai tujuan utama yang sama dalam mencapai visi misi
daerah.
Saran
 Untuk masyarakat, ketika pemerintah membuat suatu perencanaan pembangunan
didaerah tempat masyarakat bertempat tinggal, sebaiknya para masyarakat ikut didalam
kegiatan musyawarah yang dibuka pemerintah. Dengan adanya partisipasi atau pendapat
dari masyarakat daerah setempat maka pemerintah dapat mengetahui apa saja yang
dibutuhkan masyarakat di daerah tersebut, sehingga biaya atau anggaran yang
dikeluarkan tidak akan sia-sia dan produk atau fasilitas yang dibangun tidak akan menjadi
proyek yang gagal karena tidak dapat dinikmati masyarakat setempat.
 Untuk pemerintah, dengan adanya anggaran yang diberikan pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah guna menjalankan program kerja dari pemerintah daerah,contohnya
program kerja dalam perencanaan pembangunan.. Dengan adanya anggaran yan telah
diberikan pemerintah pusat maka pemerintah daerah dapat mengalokasi dana yang ada
secara tepat dan dengan anggaran yang ada dapat membangun sebuah fasilitas atau
sesuatu yang besar yang memiliki kebermanfaatan yang besar bagi banyak orang.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Proses perencanaan penganggaran secara umum bertujuan untuk mencapai tujuan
pemerintah, menciptakan efisiensi dan keadilan dalam menyediakan barang dan jasa publik, dan
untuk memenuhi prioritas belanja, serta meningkatkan transparansi dan pertanggungjawaban
pemerintah kepada DPRD/DPR dan masyarakat luas. Alur Perencanaan Penganggaran,
merupakan serangkaian prosedur dan langkah-langkah yang dijalankan sebagai suatu proses
untuk menyusun sebuah anggaran (APBD) sebagai rencana keuangan tahunan pemerintahan
daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan
dengan peraturan daerah.
3.2 Saran
Agar tujuan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat tercapai maka
perencanaan penganggaran dilakukan secara tepat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Oleh
karena itu pemerintah daerah perlu menyiapkan sumber daya manusia yang berkompeten untuk
melaksanakan perencanaan penganggaran daerah sehingga tujuan pengelolaan keuangan daerah
yang akuntabel akan terwujud dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

spi.uin-alauddin.ac.id
Jurnal Akuntansi dan Pajak Vol. 15 No. 01, Juli 2014 Perencanaan Penganggaran Daerah
https://lib.ui.ac.id/
Nursini.Perencanaan Pembangunan dan Penganggaran Daerah Teori dan Aplikasi.2010

You might also like