You are on page 1of 51

LAPORAN PRAKTIKUM

KRISTALOGRAFI DAN MINERALOGI

Disusun oleh:
Lina Efitasari
221109001

LABORATORIUM SUMBER DAYA MINERAL


JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
INSTITUT SAINS & TEKNOLOGI AKPRIND YOGYAKARTA
2022
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan ini disusun dan diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
Praktikum Kristalografi & Mineralogi Semester I pada tahun akademik
2022/2023, Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral, Institut Sains &
Teknologi AKPRIND Yogyakarta.

Penyusun :

Lina Efitasari
NIM. 221.109.001

Disetujui Oleh :
Asisten Praktikum Kristalografi & mMineralogi

1. Oan Marcello Lukas W 191.10.1025 (...................... )


2. Sandra Krismonita 191.10.1060 (..................... )
3. Nurul Patimah 211.10.3029 (..................... )

Mengetahui,
Kepala Laboratorium Sumberdaya Mineral

Danis Ageos Wiloso, S.T ., M.T.


NIK. 16 0869 767 E
PRAKATA
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang
telah memberikan rahmat dan hidayahnya kepada penyusun, sehingga
penyusun dapat menyelesaikan laporan praktikum Kristalografi &
Mineralogi tanpa halangan apapun.
Laporan praktikum Kristalografi & Mineralogi ini disusun untuk
memenuhi tugas praktikum Kristalografi dan Mineralogi Semester I pada
jurusan Teknik Geologi, Fakultas Mineralogi, Institut Sains dan Teknologi
AKPRIND Yogyakarta.
Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terimakasih kepada:
1. Danis Agoes Wiloso, S.T., M.T. selaku dosen pengampu mata
kuliah Kristalografi & Mineralogi.
2. Subhan Arief, S.T., M.T. selaku dosen wali saya
3. Para asisten laboratorium Kristalografi & Mineralogi
yang telah membimbing dan mengajari kami.
4. Teman-teman Teknik Geologi Institut Sains & Teknologi
AKPRIND Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa laporan ini jauh dari sempurna, maka
dengan segala kekurangannya, penulis sangat mengharapkan kritik dan
saran, dengan adanya kritik dan saran tersebut maka dapat penulis gunakan
sebagai pembelajaran dan pengalaman berharga untuk masa yang akan
datang.
Yogyakarta, 15 Oktober 2022

Penyusun
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kristalografi adalah ilmu yang mempelajari tentang sifat-sifat
geometri dari kristal terutama perkembangan, pertumbuhan, kenampakan
bentuk luar, struktur dalam (internal) dan sifat-sifat fisis lainnya.
a. Sifat geometri
Memberikan pengertian letak, panjang, dan jumlah sumbu kristal yang
menyusun suatu bentuk Kristal tertentu dan jumlah, serta bentuk bidang luar
yang membatasinya.
b. Perkembangan dan pertumbuhan kenampakan bentuk luar
Mempelajari kombinasi perkembangan dan pertumbuhan kenampakan
bentuk luar selain bentuk-bentuk dasar pada suatu bidang permukaan.
c. Struktur dalam
Mempelajari tentang susunan dan jumlah sumbu-sumbu Kristal, juga
menghitung Parameter dan Parameter Rasio.
d. Sifat fisis kristal
Sangat tergantung pada struktur (susunan atom-atomnya). Besar
kecilnya Kristal tidak mempengaruhi, yang penting bentuk yang dibatasi
oleh bidang- bidang kristal, sehingga akan dikenal 2 zat yaitu Kristalin dan
Non Kristalin.
Sumbu kristalografi merupakan suatu garis lurus yang dibuat
melalui pusat kristal. Kristal mempunyai bentuk 3 dimensi, yaitu panjang,
lebar dan tinggi. Tetapi dalam penggambarannya dibuat 2 dimensi
sehingga digunakan Proyeksi Orthogonal.
Kristal adalah suatu benda dengan bentuk polihedral (bidang
banyak), dibatasi oleh bidang yang rata, yang merupakan senyawa kimia,
terbentuk dari suatu zat cair atau gas yang memadat (John Wiley and Sons,
1999). Kristal dapat diartikan pula sebagai bahan padat yang secara kimia
homogen dalam bentuk geometri tetap, sebagai gambaran dari susunan
atom yang teratur, dibatasi oleh bidang banyak, jumlah dan kedudukan
dari bidang – bidang kristalnya tertentu dan teratur.
Mineralogi adalah salah satu cabang ilmu geologi yang
mempelajari mengenai mineral, baik dalam bentuk individu maupun dalam
bentuk kesatuan, antara lain mempelajari tentang sifat-sifat fisik, sifat-sifat
kimia, cara terdapatnya, cara terjadinya dan kegunaannya. Definisi mineral
menurut beberapa ahli:
1. L.G. Berry dan B. Mason, 1959
Mineral adalah suatu benda padat homogen yang terdapat dialam
terbentuk secar aanorganik, mempunyai komposisi kimia pada batas-batas
tertentu dan mempunyai atom-atom yang tersusun teratur.
2. D.G.A. Whitten dan J.R.V. Brooks, 1972
Mineral adalah suatu bahan padat yang secara struktural homogen
mempunyai komposisi kimia tertentu, dibentuk oleh proses alam yang
anorganik.
3. A.W.R. Potter dan H. Robinson, 1977
Mineral adalah suatu zatata ubahan yang homogeny mempunyai
komposisi kimia tertentu atau dalam batas-batas tertentu dan mempunyai
sifat-sifat tetap, dibentuk dialam dan bukan hasil suatu kehidupan.
1.2. Maksud dan tujuan
a. Maksud
1. Memahami apa itu kristalografi dan mineralogi.
2. Mengetahui dan memahami 7 sistem kristal dan cara
penggambarannya.
3. Dapat membedakan mineral dengan menggunkan mata biasa.
4. Mengetahui dan mengenali mineral dari sifat fisik dan sifat kimia.
b. Tujuan
1. Agar praktikan dapat menggambar sistem kristal dengan benar.
2. Agar praktikan dapat mengetahui kandungan mineral dalam
batuan.
3. Agar praktikan dapat mengetahui jenis mineral dan sistem
kristalnya.
4. Mampu mendeskripsikan mineral.
1.3. Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang dibutuhkan untuk melakukan
praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Pensil mekanik ukuran 0,5 mm
2. Drawing pen ukuran 0,2 mm
3. Penggaris segitiga 1 set nomor 10 atau lebih
4. Busur 360°
5. Pensil warna
6. Lembar kerja sistem kristal
7. Lembar deskripsi mineral
8. Scribber pen
9. Loupe
1.4. Waktu, Lokasi, dan Pelaksanaan Praktikum
a. Waktu
Waktu pelaksanaan praktikum kristalografi dan mineralogi yaitu pukul
15.30 – 17.30 WIB.
b. LokasiLokasi praktikum kristalografi dan mineralogi yaitu di
Laboratorium Sumber Data Mineral IST AKPRIND Yogyakarta, Jl.
Dewan Nyoman Oka No.32, Kotabaru – Yogyakarta 55224.
c. Pelaksanaan praktikum
Pelaksanaan praktikum kristalografi dan mineralogi dilakukan sekali
dalam satu minggu, yaitu pada hari Selasa.
BAB 2
KRISTALOGRAFI

2.1. Dasar Teori


Kristalografi adalah ilmu yang mempelajari tentang sifat-sifat geometri
dari kristal terutama perkembangan, pertumbuhan, kenampakan bentuk
luar, struktur dalam (internal) dan sifat-sifat fisik lainnya.
1. Sifat geometri
Memberikan pengertian letak, panjang, dan jumlah sumbu kristal
yang menyusun suatu bentuk kristal tertentu dan jumlah serta
bentuk bidang luar yang membatasinya.
2. Perkembangan dan pertumbuhan kenampakan bentuk luar
Bahwa disamping mempelajari bentuk-bentuk dasar yaitu suatu
bidang pada situasi permukaan, juga mempelajari kombinasi antara
satu bentuk kristal dengan bentuk kristal yang lain yang masih
dalam satu sistem kristalografi, ataupun dalam arti kembaran dari
kristal yang terbentuk kemudian.
3. Stuktur dalam
Membicarakan susunan dan jumlah sumbu-sumbu kristal, juga
menghitung parameter dan parameter rasio.
4. Sifat fisis kristal
Sangat tergantung pada struktur (susunan atom-atomnya). Besar
kecilnya tidak mempengaruhi, yang penting bentuk yang dibatasi
oleh bidang- bidang kristal, sehingga akan dikenal 2 zat yaitu
kristalin dan non kristalin.
Sumbu Kristalografi merupakan suatu garis lurus yang dibuat
melalui pusat kristal. Kristal mempunyai bentuk 3 dimensi, yaitu panjang,
lebar, dan tinggi. Tetapi, dalam penggambarannya dibuat 2 dimensi
sehingga digunakan proyeksi orthogonal. Sudut kristalografi adalah sudut
yang dibentuk oleh perpotongan sumbu-sumbu kristalografi pada titik
potong (pusat kristal).
Gambar 2.1 Sumbu sistem kristal
(http://2.bp.blogspot.com/)

Keterangan sumbu dan sudut :


a) Sumbu a : sumbu yang tegak lurus pada bidang kertas
b) Sumbu b : sumbu yang horizontal pada bidang kertas.
c) Sumbu c : sumbu yang vertikal pada bidang kertas.
d) Sudut α adalah sudut yang dibentuk antara sumbu b dan sumbu c.
e) Sudut β adalah sudut yang dibentuk antara sumbu a dan sumbu c.
f) Sudut γ adalah sudut yang dibentuk antara sumbu a dan sumbu b.
Sistem kristalografi dibagi menjadi 7 sistem, klasifikasi ini didasarkan atas :
a) Perbandingan panjang sumbu-sumbu kristalografi.
b) Letak atau posisi sumbu kristalografi.
c) Jumlah sumbu kristalografi.
d) Nilai sumbu C atau sumbu vertikal.
2.2. Simbol kristalografi
1. Simbol Weiss dan Simbol Miller
Simbol Weiss= Bagian yang terpotong : satuan ukur
Simbol Weiss dipakai dalam penggambaran kristal ke bentuk
proyeksi orthogonal dan proyeksi stereografis.
Simbol Miller= Satuan ukur : bagian yang terpotong
Simbol Miller dipakai sebagai simbol bidang dan simbol bentuk suatu
kristal.

Klas Simetri
Pengelompokkan dalam Klas Simetri didasarkan pada:
1. Sumbu simetri
2. Bidang simetri
3. Pusat simetri/titik simetri
Sumbu Simetri
Sumbu simetri adalah adalah garis lurus yang dibuat melalu pusat kristal,
dimana apabila kristal tersebut diputar sebesar 3600 dengan garis tersebut
sebagai poros putarannya, maka pada kedudukan tertentu, kristal tersebut
akan menunjukkan kenampakan-kenampakan seperti semula.
Ada 4 jenis Sumbu Simetri yaitu:
1. Sumbu Simetri Gyre
Berlaku bilamana kenampakan satu sama lain pada kedua belah
pihak atau ujung sumbu sama di notasikan dengan huruf L (Linier)
atau g (gyre). Penulisan nilai pada kanan atas atau kanan bawah
posisi.
Contoh : L4=L4=g4=g4
2. Sumbu Simetri Gyre Polair
Berlaku bilamana kenampakan (konfigurasi) satu sama lain pada
kedua belah pihak atau ujung sumbu berbeda atau tidak sama. Jika
salah satu sisinya berupa sudut atau corner maka pada sisi lainnya
berupa bidang plane. Dinotasikan dengan huruf L dan g.
Contoh : L2=g2
Sering pula ditulis dengan huruf "L". Kemudian di sebelah
kanan atas ditulis nilai sumbu dan kanan bawah ditulis i.
3. Sumbu Cermin Putar
Dinotasikan dengan huruf S (Spiegel Axepy) = sumbu spiegel.
Sumbu cermin putar didapatkan dari kombinasi suatu perputaran
dimana, sumbu tersebut sebagai porosnya, dengan pencerminan ke
arah suatu bidang cermin putar yang tegak lurus dengan sumbu
tersebut. Bidang cermin ini disebut dengan cermin putaran atau
bidang normal.
Contoh : Contoh : L4 , L6
i i

Macam-macam Gyroide :
a.Digyroide (S2)
Sumbu cermin putar bernilai 2, besar perputaran 180 0. Satu
putaran sebesar 1800 menuju 18 dilanjutkan dengan
pencerminan tegak lurus bidang cermin putaran menempati 1
kembali.
b.Trigyroide (S3)
Sumbu cermin putar bernilai 3, besar perputaran 1200. Dalam
penentuan dan cara mendapatkan sumbu bernilai 3 caranya
sama dengan Digyroide.
c.Tetragyroide (S4)
Sumbu cermin putar bernilai 4. Besar perputaran 900 maka akan
terjadi kenampakan baru elemen simetri dari 1 lewat 1’
menempati 2. Pada kenampakan pertama, Tetragyroide
merupakan dygyre, asal susunan keseluruhannya diputar
sebesar 1800.
d.Hexagyroide (S6)
Sumbu cermin putar bernilai 6, besar perputaran 600.
Kenampakan pertama Hexagyroide juga trigyre, dengan
perputaran sebesar 1200.
4. Sumbu Inversi Putar
Sumbu ini merupakan hasil perputaran dengan sumbu tersebut
sebagai poros putarnya, dilanjutkan dengan menginversikan
(membalik) melalui pusat simetri pada sumbu tersebut. Cara
penulisannya: 4 6 dan sebagainya.
2. Bidang simetri
Bidang Simetri adalah bidang datar yang dibuat melalui pusat
kristal dan membelah kristal menjadi 2 bagian sama besar, dimana bagian
yang satu merupakan pencerminan dari bagian belahan yang lain. Bidang
simetri dinotasikan dengan P (Plane) atau M (Miror). Bidang simetri
dikelompokan menjadi 2:
1. Bidang Simetri Utama
Bidang Simetri Utama ialah merupakan bidang yang dibuat melalui
2 buah sumbu simetri utama kristal dan membagi bagian yang sama
besar.
Bidang simetri utama ini ada 2 yaitu:
a) Bidang simetri utama horizontal dinotasikan dengan h
(Bidang ABCD).
b) Bidang simetri utama vertikal dinotasikan v (Bidang
KLMN dan OPQR).
2. Bidang Simetri Tambahan (Intermediet/Diagonal)
Bidang Simetri Diagonal merupakan bidang simetri yang dibuat
hanya melalui satu sumbu simetri utama kristal. Bidang ini sering
disebut dengan diagonal saja dengan notasi (d).
Catatan :
Dalam menghitung jumlah bidang simetri, dihitung dahulu bidang
simetri utama, baru hitung bidang simetri tambahan.
3. Titik Simetri atau Pusat Simetri (Centrum = C)
Pusat Simetri adalah titik dalam kristal, dimana melaluinya dapat
dibuat garis lurus, sedemikian rupa sehingga pada sisi yang satu
dengan sisi yang lain dengan jarak yang sama, dijumpai
kenampakan yang sama (tepi, sudut, bidang). Pusat Simetri selalu
berhimpit dengan pusat kistal, tetapi pusat kristal belum tentu
merupakan pusat simetri
2.3. Geometri Kristal
Geometri Kristal adalah konfigurasi ruang, pada suatu hubungan
antara komponen kristal, meliputi:
a. Sel Unit
b. Sumbu kristal
c. Indeks Miller
d. Indeks Miller Bravais
e. Bentuk dan geometri kristal
f. Keluarga bidang dan spasi interplanar
g. Kisi resiprok
2.4. Sistem Kristal
2.4.1. Sistem Kristal Isometrik
Sistem ini juga disebut sistem kristal regular, atau dikenal pula
dengan sistem kristal kubus atau kubik. Jumlah sumbu kristalnya ada 3
dan saling tegak lurus satu dengan yang lainnya. Dengan perbandingan
panjang yang sama untuk masing-masing sumbunya. Pada kondisi
sebenarnya, sistem kristal Isometrik memiliki axial ratio (perbandingan
sumbu a = b = c, yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b
dan sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β =
γ = 90˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, semua sudut kristalnya ( α , β
dan γ ) tegak lurus satu sama lain (90˚).

Gambar 2.2 Sistem kristal isometrik


(wikipedia.org)

A. Ketentuan sistem kristal


Isometrik
a) Jumlah sumbu 3 yaitu : a = b = c
b) Sudut α = β = γ = 900
c) Karena sumbu a = sumbu b = sumbu c, maka disebut juga sumbu a.
Sistem Isometrik dibagi menjadi 5 Kelas, yaitu :
1. Kelas Tetratoidal
a. Kelas : Ke-28, Simetri : 2 3
b. Elemen Simetri : Terdapat empat sumbu putar tiga, dan tiga
sumbu putar dua.
c. Garis Sumbu Kristal : Tiga garis yang sama disimbolkan dengan
a1, a2, dan a3.
d. Sudut : Ketiga-tiganya 90o
e. Bentuk Umum : Tetartoidal yang unik, serta pyritohedron, kubik,
deltoidal dodecahedron, pentagonal dodecahedron, rhombik
dodecahedron, dan tetrahedron.
f. Mineral yang Umum : Changcengit, Korderoit, Gersdorffit,
Langbeinit, Maghemit, Micherenit, Pharmacosiderit, Ullmanit,
dan lain-lain.
2. Kelas Hexoctahedral
a. Kelas : Ke-32, Simetri : 4/m 3bar 2/m
b. Elemen Simetri : Merupakan kelas yang paling simetri untuk
bidang tiga dimensi dengan empat sumbu putar tiga, dan tiga
sumbu putar dua, dan sumbu putar dua, dengan sembilan bidang
utama dan satu pusat.
c. Garis Sumbu Kristal : Tiga garis yang sama disimbolkan dengan
a1, a2, dan a3. Sudut : Ketiga-tiganya 90o
d. Bentuk Umum : Kubik, bidang delapan, bidang duabelas, dan
trapezium. Dan kadang-kadang trisoktahedron, tetraheksahedron,
dan heksotahedron.
e. Mineral yang Umum : Flurit, Galena, Intan, Tembaga, Besi,
Timah, Platina, Perak, Emas, Halit, Bromargyrit, Kllorargirit,
Murdosit, Piroklor, kelompok Garnet, sebagian besar kelompok
Spinel, Uraninit dan lain-lain.
3. Kelas Hextetrahedral
a. Kelas : Ke-31, Simetri : 4bar 3/m
b. Elemen Simetri : Terdapat empat sumbu putar tiga, dan tiga
sumbu putar empat, dan enam bidang kaca.
c. Sumbu Kristal : Tiga sumbu sama panjang yang disebut a1, a2, dan
a3.
d. Sudut : Ketiga-tiganya 90o
e. Bentuk Umum : Empatsisi, tristetrahedron, deltoidal
dodecahedron, dan hekstetrahedron serta yang jarang kubik,
rhombik dodecahedron dan tetraheksahedron.
f. Mineral yang Umum : Sodalit, Sphalerit, Domeykit, Hauyne,
Lazurit, Rhodizit, dan lain-lain.
4. Kelas Diploidal
a. Kelas : Ke-29, Simetri : 2/m 3bar.
b. Elemen Simetri : Terdapat empat sumbu putar tiga, dan tiga
sumbu putar dua, dan tiga bidang kaca dan satu pusat.
c. Garis Sumbu Kristal : Tiga garis yang sama disimbolkan dengan
a1, a2, dan a3.
d. Sudut : Ketiga-tiganya 90o.
e. Bentuk Umum : Diploid dan pyritohedron dan juga kubik,
octahedron, rhombik dodecahedron, trapezohedron dan yang
jarang trisoctahedron.
f. Mineral yang Umum : Pyrite, Kobaltit, Kliffordit, Haurit,
Penrosit, Tychit, Laurit, dan lain-lain
5. Kelas Giroid
a. Kelas : Ke-30, Simetri : 4 3 2.
b. Elemen Simetri : Terdapat tiga sumbu putar empat, dan empat
sumbu putar tiga, dan enam sumbu putar dua.
c. Garis Sumbu Kristal : Tiga garis yang sama disimbolkan dengan
a1, a2, dan a3.
d. Sudut : Ketiga-tiganya 90o.
e. Bentuk Umum : Kubik, octahedron, dodecahedron, dan
trapezohedron, serta yang jarang trisoctahedron dan
tetraheksahedron.
f. Mineral yang Umum : Cuprit, Voltait, dan Sal Amoniak.
B. Cara menggambar sistem kristal Isometrik
1. Sudut a- dengan b+ =300
2. Perbandingan panjang sumbu a : b : c = 1 : 3 : 3

Gambar 2.3 Emas


(https://smiagiundip.wordpress.com/)
2.4.2. Sistem kristal Hexagonal
Sistem ini mempunyai 4 sumbu kristal, dimana sumbu c tegak
lurus terhadap ketiga sumbu lainnya. Sumbu a, b, dan d masing-masing
membentuk sudut 120˚ terhadap satu sama lain. Sambu a, b, dan d
memiliki panjang sama. Sedangkan panjang c berbeda, dapat lebih panjang
atau lebih pendek (umumnya lebih panjang).
Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Hexagonal memiliki axial
ratio (perbandingan sumbu) a = b = d ≠ c , yang artinya panjang sumbu a
sama dengan sumbu b dan sama dengan sumbu d, tapi tidak sama dengan
sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = 90˚ ; γ = 120˚. Hal
ini berarti, pada sistem ini, sudut α dan β saling tegak lurus dan
membentuk sudut 120˚ terhadap sumbu γ.
Gambar 2.4 Sistem Hexagonal
(http://thebestsolutionforgeologicalsciences.blogspot.com/2012/03/tujuh-
sistem- kristalografi.html)

A. Ketentuan sistem kristal Hexagonal


a. Jumlah sumbu ada 4 sumbu yaitu a, b, c, d
b. Sumbu : a = b = d ≠ c
c. Sudut : β1 = β2 = β3 = 900 Sudut : γ1 = γ2 = γ3 = 1200
d. Sumbu a, b, dan d terletak dalam bidang horisontal/lateral dan
membentuk ∠600. Sumbu c dapat lebih panjang atau lebih pendek dari
sumbu a.
Sistem Hexagonal dibagi menjadi 7 kelas :
1. Hexagonal Piramid
a. Kelas : ke-14
b. Simetri : 6
c. Elemen Simetri : hanya terdapat 1 sumbu putar enam.
2. Hexagonal Bipramid
a. Kelas : ke-16
b. Simetri : 6/m
c. Elemen Simetri : terdapat 1 sumbu putar enam, 1 bidang simetri
3. Dihexagonal Piramid
a. Kelas : ke-18
b. Simetri : 6 m m
c. Elemen Simetri : terdapat 1 sumbu putar enam, 6 bidang simetri
4. Dihexagonal Bipiramid
a. Kelas : ke-20
b. Simetri : 6/m 2/m 2/m
c. Elemen Simetri : terdapat 1 sumbu putar enam, 6 sumbu putar
dua, 7 bidang simetri masing-masing berpotongan tegak lurus
terhadap salah satu sumbu rotasi dan satu pusat.
5. Trigonal Bipiramid
a. Kelas : ke-1
b. Simetri : 6bar (ekuivalen dengan 6/m)
c. Elemen Simetri : terdapat 1 sumbu putar enam, 1 bidang simetri
6. Ditrigonal Bipiramid
a. Kelas : ke-17
b. Simetri : 6bar 2m
c. Elemen Simetri : terdapat 1 sumbu putar enam, 3 sumbu
putar dua, dan 4 bidang simetri.
7. Hexagonal Trapezohedral
a. Kelas : ke-19
b. Simetri : 6 2 2
c. Elemen Simetri : terdapat 1 sumbu putar enam, 6 sumbu putar
dua.
B. Cara Menggambar sistem kristal Hexagonal
1. Sudut a+ dengan b- =300
2. Sudut d- dengan b- = 400
3. Perbandingan sumbu b : d : c = 3 :1 : 6
Gambar 2.5 Korundum (Al2O3)
(unikinformatika.com)
2.4.3. Sistem kristal Tetragonal
Sistem Tetragonal sama dengan sistem Isometrik, karena sistem
kristal ini mempunyai tiga sumbu kristal yang masing-masing saling tegak
lurus. Sumbu a1 dan a2 mempunyai satuan panjang sama, sedangkan
sumbu c berlainan, dapat lebih panjang atau lebih pendek. Tapi pada
umumnya lebih panjang.
Pada kondisi sebenarnya, Tetragonal memiliki axial ratio
(perbandingan sumbu) a1 = a2 ≠ c , yang artinya panjang sumbu a1 sama
dengan sumbu a2 tapi tidak sama dengan sumbu c, dan juga memiliki
sudut kristalografi α = β = γ = 90˚.
Gambar 2.6 Sistem Tetragonal
(http://thebestsolutionforgeologicalsciences.blogspot.com/2012/03/
tujuh.html)
A. Ketentuan Sistem Kristal Tetragonal
a. Jumlah sumbu ada 3 Sumbu yaitu : a = b ≠ c
b. Sudut : α = β = γ = 900
c. Karena sumbu a = sumbu b disebut juga sumbu sumbu a. Sumbu c
bisa lebih panjang atau lebih pendek dari sumbu a atau b. Bila
sumbu c lebih panjang dari sumbu a dan sumbu b disebut bentuk
Columnar.
d. Bila sumbu c lebih pendek dari sumbu a dan sumbu b disebut bentuk
Stout.
Sistem Tetragonal dibagi menjadi 7 Kelas, yaitu :
1. Ditetragonal Dipyramidal
a. Kelas : Ke-27, Simetri : 4/m 2/m 2/m
b. Elemen Simetri : Terdapat satu sumbu putar empat, sumbu
putar dua, lima sumbu simetri.
c. Sumbu Kristal : Dua sumbu a1 dan –a1 keduanya sama,
dengan satu sumbu (sumbu c ) bisa lebih panjang atau pendek
dari kedua sumbu lainnya.
d. Sudut : Semuanya memiliki sudut 90o
e. Bentuk Umum : Ditetragonal dipiramid, tetragonal dipiramid,
ditetragonal prism, tetragonal prism, dan basal pinakoid.
f. Mineral yang Umum : Apophylit, Autunit, Meta-Autunit,
Torbernit, Meta-Torbernit, Xenotime, Carletonit, Plattnerit,
Zircon, Hausmannit, Pyrolusit, Thorite, Anatase, Rilit,
Casiterit dan lain-lain.
2. Kelas Tetragonal Trapezohedral
a. Kelas : Ke-26, Simetri : 4/m 2/m 2/m
b. Elemen Simetri : Terdapat satu sumbu putar empat, dua sumbu
putar dua, semuanya berpotongan tegak lurus ke sumbu putar
lain.
c. Sumbu Kristal : Dua sumbu a1 dan –a1 keduanya sama,
dengan satu sumbu (sumbu c ) bisa lebih panjang atau pendek
dari kedua sumbu lainnya.
d. Sudut : Semuanya memiliki sudut 90o
e. Bentuk Umum : Tetragonal trapezohedron, ditetragonal prism,
tetragonal prism, tetragonal dipyramid, dan basal pinakoid.
f. Mineral yang Umum : Wardit dan Kristobalit.
3. Kelas Ditetragonal Pyramidal
a. Kelas : Ke-25, Simetri : 4/m
b. Elemen Simetri : Terdapat satu sumbu putar empat dan empat
bidang simetri.
c. Sumbu Kristal : Dua sumbu a1 dan -a1 keduanya sama, dengan
satu sumbu (sumbu c ) bisa lebih panjang atau pendek dari
kedua sumbu lainnya.
d. Sudut : Semuanya memiliki sudut 90o
e. Bentuk Umum : Ditetragonal pyramid, ditetragonal prism,
tetragonal prism, tetragonal pyramid, dan pedion.
f. Mineral yang Umum : Diaboleit, Diomignit, Fresnoit,
ematophanit,
dan Routhierit.
4. Kelas Tetragonal Scalahedral
a. Kelas : Ke-24, Simetri : 4bar 2/m
b. Elemen Simetri : Terdapat satu sumbu putar empat, dan dua
sumbu putar dua, dan dua bidang simetri.
c. Sumbu Kristal : Dua sumbu a1 dan -a1 keduanya sama, dengan
satu sumbu (sumbu c ) bisa lebih panjang atau pendek dari
kedua sumbu lainnya
d. Sudut : Semuanya memiliki sudut 90o
e. Bentuk Umum : Tetragonal scalahedron, disphenoid,
ditetragonal prism, tetragonal prism, tetragonal dipyramid, dan
pinakoid.
f. Mineral yang Umum : Kalkopirit dan Stannit termasuk
Akermanit, Hardistonit, Melilit, Urea, Luzonit, Pirquitasit,
Renierit, dan Tetranatrolit.
5. Kelas Tetragonal Dipyramidal
a. Kelas : Ke-23, Simetri : 4/m
b. Elemen Simetri : Terdapat satu sumbu putar empat dan satu
bidang simetri.
c. Sumbu Kristal : Dua sumbu a1 dan –a1 keduanya sama,
dengan satu sumbu (sumbu c ) bisa lebih panjang atau pendek
dari kedua sumbu lainnya.
d. Sudut : Semuanya memiliki sudut 90o
e. Bentuk Umum : Tetragonal dipiramid, tetragonal prism, dan
pinakoid.
f. Mineral yang Umum : Scapolit, Wulfenite, Vesuvianit,
Powellit, Narsarsukit, Meta-Zeunerit, Leucit, Fergusonit, dan
Scheelit.
6. Kelas Tetragonal Disphenoidal
a. Kelas : Ke-22, Simetri : 4bar
b. Elemen Simetri : Terdapat satu sumbu putar empat.
c. Sumbu Kristal : Dua sumbu a1 dan -a1 keduanya sama, dengan
satu sumbu (sumbu c ) bisa lebih panjang atau pendek dari
kedua sumbu lainnya.
d. Sudut : Semuanya memiliki sudut 90o
e. Bentuk Umum : Tetragonal disphenoidal, tetragonal prism, dan
pinakoid.
f. Mineral yang Umum : Cahnit, Minium, Nagyagit, Tugtupit,
dan beberapa yang jarang seperti Krookesit, Meliphanit,
Schreibersit, dan Vincentit.
7. Kelas Tetragonal Pyramidal
a. Kelas : Ke-21, Simetri : 4
b. Elemen Simetri : Terdapat satu sumbu putar empat.
c. Sumbu Kristal : Dua sumbu a1 dan -a1 keduanya sama, dengan
satu sumbu (sumbu c ) bisa lebih panjang atau pendek dari
kedua sumbu lainnya.
d. Sudut : Semuanya memiliki sudut 90o
e. Bentuk Umum : Tetragonal piramid, tetragonal prism, dan
pedion.
f. Mineral yang Umum: Wulfenit (diragukan), Pinnoit, Piypit dan
Richelit.
B. Cara Menggambar sistem kristal Tetragonal
a. Sudut a+ dengan b- = 300
b. Perbandingan panjang sumbu yaitu a : b : c = 1 : 3 : 6

Gambar 2.7 Pirolusit (MnO2)


(jejaringkimia.web.id)

2.4.4. Sistem kristal Orthorombik


Sistem kristal ortorombik terdiri atas 4 bentuk, yaitu : ortorombik
sederhana, body center (berpusat badan) (yang ditunjukkan atom dengan
warna merah), berpusat muka (yang ditunjukkan atom dengan warna biru),
dan berpusat
muka pada dua sisi ortorombik (yang ditunjukkan atom dengan
warna hijau). Panjang rusuk dari sistem kristal ortorombik ini berbeda-
beda (a ≠ b≠ c), dan memiliki sudut yang sama (α = β = γ) yaitu sebesar
90°.
A. Ketentuan sistem kristal Orthorombik
a. Jumlah sumbu ada 3 Sumbu yaitu : a ≠ b ≠ c
b. Sudut α = β = γ = 900
c. Sumbu c adalah sumbu terpanjang, sumbu a adalah sumbu terpendek
Sistem kristal orhorombik mempunya 3 kelas yaitu :
1. Kelas Bipyramidal
2. Kelas bisphenoidal
3. Kelas pyramidal
B. Cara menggambar sistem kristal Orthorombik
1. Sudut a+ dengan b- = 300
2. Perbandingan panjang sumbu a : b : c = 1 : 4 : 6

Gambar 2.8 Barit


(http://tambangupri-mks.blogspot.com/2015/10/mineral-barite.html)

2.4.5. Sistem kristal Monoklin


Monoklin artinya hanya mempunyai satu sumbu yang miring dari
tiga sumbu yang dimilikinya. Sumbu a tegak lurus terhadap sumbu n; n
tegak lurus terhadap sumbu c, tetapi sumbu c tidak tegak lurus terhadap
sumbu a. Ketiga sumbu tersebut mempunyai panjang yang tidak sama,
umumnya sumbu c yang paling panjang dan sumbu b paling pendek.
System Monoklin memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a ≠ b ≠ c dan
memiliki sudut kristalografi α = β = 90˚ ≠ γ. Hal ini berarti, pada ancer ini,
sudut α dan β saling tegak lurus (90˚), sedangkan γ tidak tegak lurus
(miring).

A. Ketentuan sistem kristal Monoklin


1. Jumlah sumbu ada 3 sumbu yaitu :
a≠b≠c 2. Sudut : α = γ = 900, β ≠ 90
Sistem Monoklin dibagi menjadi 3
kelas:
1. Sfenoid
a. Kelas : ke-4
b. Simetri : 2
c. Elemen Simetri : 1 sumbu putar
2. Doma
a. Kelas : ke-3
b. Simetri : m
c. Elemen Simetri : 1 bidang simetri
3. Prisma
a. Kelas : ke-5
b. Simetri : 2/m
c. Elemen Simetri : 1 sumbu putar dua dengan sebuah bidang
simetri yang berpotongan tegak luru
d. Beberapa contoh mineral dengan ancer kristal Monoklin
ini adalah azurite, malachite, colemanite, gypsum, dan epidot
(Pellant, chris. 1992)
B. Cara menggambar sistem kristal Monoklin
1. Sudut a+ dengan b- = 450
2. Perbandingan panjang sumbu a : b : c =
1 : 4: 6 Sumbu c adalah sumbu
terpanjang.
Sumbu a adalah sumbu terpendek.
Gambar 2.9 Monasit
(http://geology.com/minerals/monazite.shtml)

2.4.6. Sistem kristal Triklin


Sistem ini mempunyai 3 sumbu simetri yang satu dengan yang
lainnya tidak saling tegak lurus. Demikian juga panjang masing-masing
sumbu tidak sama. Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Triklin
memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a ≠ b ≠ c , yang artinya panjang
sumbu-sumbunya tidak ada yang sama panjang atau berbeda satu sama
lain. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β ≠ γ ≠ 90˚. Hal ini berarti,
pada system ini, sudut α, β dan γ tidak saling tegak lurus satu dengan yang
lainnya.
Gambar 2.10 Sistem Triklin
(http://thebestsolutionforgeologicalsciences.blogspot.com/2012/03/tujuh-
sistem- kristalografi.html)

A. Ketentuan sistem kristal Triklin


1. Jumlah sumbu ada 3 sumbu yaitu : a ≠ b ≠ c
2. Sudut : α ≠ β ≠ γ ≠ 900
3. Semua sumbu a, b, c saling berpotongan dan membuat sudut miring
tidak sama besar. Sistem ini dibagi menjadi 2 kelas:
1. Pedial
a. Kelas : ke-1
b. Simetri : 1
c. Elemen Simetri : hanya sebuah pusat
2. Pinakoidal
a. Kelas : ke-2
b. Simetri : 1bar
c. Elemen Simetri : hanya sebuah pusat
B.Cara menggambar sistem kristal monoklin
1. Sudut a+ dengan c- = 450
2. Sudut b- dengan c+ =800
3. Perbandingan panjang sumbu a : b : c = 1 : 4 : 6

Gambar 2.11 Kyanite (Al2O SiO4)


(wikipedia.org)

2.4.7. Sistem kristal trigonal


Sistem ini mempunyai nama lain yaitu Rhombohedral, selain itu
beberapa ahli memasukkan sistem ini kedalam sistem kristal Hexagonal.
Demikian pula cara penggambarannya juga sama. Perbedaannya, bila pada
sistem Trigonal setelah terbentuk bidang dasar, yang terbentuk segienam,
kemudian dibentuk segitiga dengan menghubungkan dua titik sudut yang
melewati satu titik sudutnya.
Pada kondisi sebenarnya, Trigonal memiliki axial ratio
(perbandingan sumbu) a = b = d ≠ c , yang artinya panjang sumbu a sama
dengan sumbu b dan sama dengan sumbu d, tapi tidak sama dengan sumbu
c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = 90˚ ; γ = 120˚. Hal ini
berarti, pada sistem ini, sudut α dan β saling tegak lurus dan membentuk
sudut 120˚ terhadap sumbu γ.
A. Ketentuan sistem kristal Trigonal
1. Jumlah sumbu yaitu 4 sumbu yaitu : a = b = d ≠ c
2. Sudut : β1 = β2 = β3 = 900
3. Sudut : γ1 = γ2 = γ3 = 1200
Sistem ini dibagi menjadi 5 kelas:
1. Trigonal pyramid
2. Trigonal Trapezohedral
a. Kelas : ke-12
b. Simetri : 3 2
c. Elemen Simetri : ada 1 sumbu putar tiga, 3 sumbu putar dua.
3. Ditrigonal Piramid
a. Kelas : ke-11
b. Simetri : 3m
c. Elemen Simetri : ada 1 sumbu putar tiga dan 3 bidang simetri
4. Ditrigonal Skalenohedral
a. Kelas : ke-13
b. Simetri : 3bar 2/m
c. Elemen Simetri : ada 1 bidang putar tiga, 3
bidang putar.
5. Rombohedral
B. Cara menggambar sistem kristal Trigonal
1. Sudut d- dengan b- = 390
2. Sudut a+ dengan b- = 170
3. Perbandingan panjang sumbu b : d : c = 3 : 1 : 6

Gambar 2.13 Kuarsa (geoinside.web)

BAB 3
MINERALOGI FISIK

3.1. Pengertian Mineralogi dan Mineral


Mineralogi adalah salah satu cabang ilmu geologi yang mempelajari
mengenai mineral, baik dalam bentuk individu maupun dalam bentuk
kesatuan,antara lain mempelajari tentang sifat-sifat fisik sifat-sifat kimia,
cara terdapatnya, cara terjadinya dan kegunaannya.
Definisi mineral menurut beberapa ahli:
1. L.G. Berry dan B. Mason, 1959
Mineral adalah suatu benda padat homogen yang terdapat dialam
terbentuk secara anorganik, mempunyai komposisi kimia pada batas-
batas tertentu dan mempunyai atom-atom yang tersusun teratur.
2. D.G.A. Whitten dan J.R.V. Brooks, 1972
Mineral adalah suatu bahan padat yang secara struktural homogen
mempunyai komposisi kimia tertentu, dibentu koleh proses alam yang
anorganik.
3. A.W.R. Potter dan H. Robinson, 1977
Mineral adalah suatu zat atau bahan yang homogen mempunyai
komposisi kimia tertentu atau dalam batas-batas tertentu dan
mempunyai sifat-sifat tetap, dibentuk dialam dan bukan hasil suatu
kehidupan.
Ketiga definisi tersebut mereka masih memberikan suatu anomali
atausuatu pengecualian beberapa zat atau bahan yang disebut sebagai
mineral,walaupun tidak termasuk didalam suatu definisi, namun dapat
ditarikkesimpulan bahwa mineral mempunyai sifat sebagai : bahan alam,
mempunyaisifat fisis dan kimia tetap, berupa unsur tunggal atau senyawa.
Mineral adalah bahan padat atau cair homogen, anorganik yang
terdapat di alam terbentuk secara alamiah, dengan komposisi kimia
tertentu yang tersusun secara teratur dengan bentuk kristalin. Mineral
merupakan suatu komponen penting pada suatu batuan, karena dari
mineral tersebutlah kita dapat mengidentifikasi petrogenesa dari suatu
batuan tersebut.
Batasan Batasan definisi mineral:
1. Suatu bahan alam
Harus terjadi secara alamiah. Maka bahan atau zat yang dibuat oleh tenaga
manusia atau di laboratorium tidak dapat disebut sebagai mineral. Walaupun
kadang- kadang pembuatan suatu zat atau bahan di laboratorium akan mempunyai
suatu bentuk kristal yang sangat sesuai bahkan sangat sulit dibedakan dengan
kristal di alam, tetapi pembuatan zat tersebut tidak dapat disebut sebagai mineral.
NaCI dibuat dialam disebut mineral Halite Dibuat di laboratorium disebut Natrium
Chlorida.
2. Mempunyai sifat fisis dan kimia yang tetap :
a) Mineral mempunyai sifat fisis yaitu warna, kekerasan, kilap, perawakan
kristal, gores, belahan.
b) Mineral mempunyai sifat kimiawi yang tetap diantaranya reaksi terhadap api
oksidasi, api reduksi, pelentingan, pengarangan.
3. Berupa unsur tunggal atau persenyawaan yang tetap :
a. Mineral merupakan unsur tunggal.
misalnya Diamond (C), Graphyte (C) Native Silver (Ag).
b. Mineral berupa senyawa kimia sederhana.
misalnya Bait (BaSOa), Zircon (ZrSi04), Cassiterite (Sn02),
c. Mineral dapat berupa senyawa kimia yang komplek.
misalnya : Epistalite (NaCa) (CbTiMgFeMn) SiO4 (OH), Polymignyte
(CaFeYZrTh) (CbTiTa)O4.
4. Pada umumnya anorganik : batasan ini mengandung pengertian arti mineral
yang lebih luas.
a. Mineral umum bukan sebagai suatu kehidupan tetapi ada beberapa mineral
yang merupakan hasil kehidupan atau disebut juga mineral organik.
Contoh : Amber, Coal, Asphalt, Mallite.
5. Homogen : mengandung batasan bahwa suatu mineral tidak dapat diuraikan
menjadi senyawa lain yang Jebih sederhana oleh proses fisika.
6. Dapat berupa padat, cair dan gas.
a. Berupa zat padat : Quartz (Si02).
b. Berupa zat cair : Air raksa (HgS), Air (H2O)
3.2. Proses Pembentukan Mineral
1. Akibat Kristalisasi Magma
Magma dapat diartikan sebagai leburan silikat yang mengandung berbagai
macam unsur kimia, baik unsur logam, semi logam bukan logam ataupun unsur-
unsur pembentuk gas (volatil). Magma terdapat pada lingkungan suhu dan
tekanan tinggi, dan diperkirakan terdapat pada kedalaman 40 kilometer atau lebih
dibawah permukaan bumi.
Magma bersifat mobile dan salah satu nya mobilitasnya adalh berupa
instrusi yang menuju kepermukan bumi dan masuk kedalam retakan batuan yang
ada di kulit bumi. Dalam perjalannyanya, instrusi magma yang mengalami
penuruan suhu maupun tekanan yang mengakibatkan terjadinya kristalisasi
mineral silikat.
Endapan galian yang terbentuk bersama-sama dengan batuan di
sekelilingnya disebut sebagai endapan bahan galian singenetik dan endapan yang
terbentuk sesudah terjadinya batuan disebut sebagai epigenetik.
Pada tahap awal pengkristalan , ada 3 peristiwa yang mungkin terjadi:
a. Dissiminasi (penghamburan)
Sebagai penghamburan minersl dalm batuan beku ysng mengkristal pda
temapat dalam dan bila yang terhambur tadi bermuai, maka sebagai satu
kesatuan, batuan dapat dianggap sebagai mineral bahan galian.
b. Sugresi (pemisahan)
Istilah yang dipakai pads endapan mineral bahan galian yang mebgkristal
terlebih dahulu. Pada sat magma mulai mengkristal kemudian terpisah dari
magma tersebut karena sifat fisik yang berbeda, misalnya karena berat
jenis yang berbeda.
c. Injeksi
Sesudah terjadinya pemisahan, kemudian diikuti dengan injeksi sehingga
pengumpulan bahan galian berpindah ketempat lain, bahkan pada tempat
terbentuk semula.
Pada tahap akhir pengkristalan yang terjadi ada 2 kemungkinn.
a. Immisibilitas cairan
terjadi selagi proses pembekuan berjalan, atau terjadi pemisahan itu
sebagai akibat secara langsung dua atau lebih cairan yang tidak dapat
bersatu, seperti minyak dan air.
b. Injeksi jika pada tahap akhir pembekuan dapat
terjadi Ada dua kemungkinan yang terjadi:
1. Mineral itu bisa dipindahkan
2. Mineral itu tidak bisa dipindahkan.
2. Sublimasi
Pengendapan langsung dari uapatau gas. Pembentukan bahan galian
inimerupakan proses yang kecil bila dibandingkan dengan proses lainnya. Letak
prinsip proses tsb adalah pada penuruanan suhu dan tekanan. Terjadinya endapan
ini karena bereaksinya dua atau lebih gas-gas.
3. Metasomatisme kontak
Intrusi magma yng telah menjadi padat mempunyai sisa magma berupa cairan
atau gas yang mempunyai suhu tinggi. Bila bersentuhan dengan dinding atau
celah batuan lainnya dapat mengadakan reaksi yang menghasilkan mineral baru.
Disini terdapat perbedaannya dengan metasomatisme sentuh yaitu pada
metasomatisme kontak hanya satu yang memegang peranan, sedangkan pada
metasomatisme sentuh terdapat penambahan tekanan pada sisa cairan yang
mengadakan reaksi dan menghasilkan mineral baru.
4. Proses hidrrothermal
Hasil akhir dari proses pembekuan magma yang mengadakan instrusi adalah
cairan sisa magma yang juga masih mengandung konsentrasi logam yang terdapat
dalam magma dan tidak ikut dalam proses pembekuan sebelumnya. Cairan ini
dinamakan cairanhidrothermalyang membawa logam ke tempat pengendapan
baru.
Membagi 3 cairan hidrotermal :
a. hypothermal (3000-5000 C)
b. mesothermal (1500-3000 C, dangkal)
c. epithermal (500-1500 C, dangkal)
Di alam proses hidrotermal dapat dibedakan menjadi 2 yaitu:
a. Deposit pengisian celah
dimana cairan hidrotermal akan mulai mengendapkan mineral bila
telah mencapai tempat yang menguntungkan, dalam hal ini adalah
berupa celah, rongga atau retakan yang terdapat dalam batuan.
b. Dengan reaksi kimia
merupakan proses pengendapan bahan galian yang bersifat
epigentik (mineralnya sukar membeku). Disamoing itu juga
merupakan proses pengendapan bahan galain yang paling utama dn
dominan dalam pengendapan bahan galian hipotermal dan
isothermal.
5. Proses sedimentasi
Proses sedimentasi perlu dibedakan dengan evaporasi karena adanya
perbedaan mekanisme, dimana pada proses sedimentasi, pengendapan
mineral terjadi akibat proses kimiawi, organik dan fisik.
Sedangkan pada evaporasi endapan terjadi karena mineral terlarut
dalam air. Kemudian akan tinggal sebagai bahan padat setelah terjadinya
evaporasi. Endapan yang terjadi akibat sedimentasi yang penting adalah
endapan besi, mangan, tembaga, uranium, posfat, belerang dan lempung.
Batuan beku umumnya sumber bahan galian setelah melalui proses
pelapukan kimia atau fisik, dimana proses pelarutan oleh air merupakan
salah satu hasil pelapukan kimia yang sangat berperanan di dalam
pengendapan mineral besi, mangan, tembaga dan posfat.
Air hujan pada umumnya banyak mengandung asam karbonat
(H2SO3) sangat efektif melarutkan mineral besi, mangan dan fosfor.
6. Penguapan (Evaporasi)
Merupakan proses yang penting karena banyak menbghasilkan endapan
mineral bukan logam. Proses ini efektif di daerah iklim kering dan panas. Secara
umum berlaku ketentuan garam-garaman yang daya larutnya terkecil akan
diendapkan terlebih dahulu dan yang terakhir diendapkan adalah jenis garam yang
mudah larut.
7. Konsentrasi mekanik dan residual
Proses yang menyebabkan terjadiny pengendapan ini adalah prosesalami
yaitu berupa pemisahan antara mineral ringan oleh air yang mengalir atau angin.
Endapan bahan yang dihasilkan adalah hasil atau pengaruh dari pelapukan dimana
pada daerah beriklim kering proses desenterasi lebih dominan, sebaliknya di
daerah tropic proses dekomposisi yang lebih dominan.
Batuan dan mineral yang tidak dapat bertahan dalam lingkungan
pelapukan akan mengalami dekomposisi. Bahagian yang tidak lapuk akan
tertinggal dan bahagian yang larut akan terbawa bersama air. Larutan akan
mengalami pengendapan bila keadaan memungkinkan dan terbentuk mineral baru
yang dapat mempunyai arti sebagi mineral bahan galian. Endapan yang terjadi
disebut dengan placer deposit.
8. Oksidasi dan pengkayaan sulfida sufergen
Bila suatu endapan bahan galian tersingkap oleh kegiatan erosi setelah
terkena pelapukan, terutama endapan yang mengandung mineral sulfide. Mineral
tersebut akan mengalami oksidasi dan pelarutan oleh air hujan. Larutan yang
berasal dari mineral banyak mengandung asam sulfat (H 2SO4) dan kemudiabn
bertindak sebagai pelarut aktif terhadap mineral lainnya. Dengan kata lain mineral
bijih akan teroksidisir dan banyak diantaranya yang terdiri bersama air yang
merembes ke lapisan bawah hingga mencapai air tanah sampai pada batas
kedalaman yang dapat dijangkau oleh pengaruh oksidasi. Bagian yang teroksidir
(tercuci) disebut dengan zone oksidasi. Larutan yang merembes ke bawah bila
telah mencapai air tanah akan mengendapkan kandungan logam sbg mineral
sulfide sekunder. Daerah ini dinamakan daerah pengkayaan sulfide supergen.
Bagian deposit bijih di sebelah bawah yang tidak terkena pengaruh oksidasi dan
masih utuh disebut one primer (one hipogen)
9. Mineral organik
Mineral organik berasal dari organism. Mineral organik biasanya adalah
minyak bumi, batu bara, dan gas.
3.3. Mineral Penyusun Kerak Bumi
1. Mineral Primer
Mineral primer adalah mineral yang keterdapatannya paling banyak dalam
batuan. Mineral ini umumnya terdapat lebih dari 10%, dimana mineral ini
mempengaruhi penamaan dalam batuan. Mineral-mineral primer atau utama ini
hampr semua anggotanya adalah dari kelas mineral silikat, khususnya yang
termasuk dalam Bowen Series.
Mineral primer ini pembentukannya pada umumnya terkait dengan proses
magmatis.Yaitu berasal dari magma primer yang bersifat ultra basa, yang
kemudian mengalami pendinginan dan pembekuan membentuk mineral-mineral.
Mineral-mineral ini umumnya terdapat pada batuan beku, yaitu batuan dari
hasil proses magmatis. Contoh mineral primer adalah kuarsa, orthoklas,
plagioklas, feldspar, biotit, hornblende, piroksen, dan olivin.
Tabel 3.1 Contoh Mineral Primer
(www.geology.com/mineralprimer)
No Mineral Gambar

1 Kuarsa

2 Ortoklas

3 Plagioklas

4 Feldspar

5 Biotit

6 Hornblende

7 Piroksin

8 Olivin
2. Mineral sekunder
Mineral sekunder adalah mineral yang terbentuk dari mineral utama yang
mengalami proses pelapukan pada batuan. Batuan, baik beku, sediment maupun
metamorf yang tersingkap di atas permukaan, bersentuhan dengan atmosfer,
hidrosfer dan biosfer akan mengalami proses pelapukan. Batuan akan terubah
secara fisik maupun kimiawi, di alam, kedua proses ini sulit dibedakan, karena
berlangsung secara bersamaan. Namun secara teoritis kedua proses ini dibedakan.
Proses pelapukan inilah salah satu proses yang mengubah permukaan bumi setiap
saat meskipun perubahannya tidak tampak dengan segera karena prosesnya yang
berlangsung dengan sangat lambat.
Pelapukan mekanik atau pelapukan secara fisik adalah pelapukan yang hanya
berlangsung secara fisik saja, secara mekanik dan tidak disertai perubahan kimia.
Sehingga yang berubah hanya bentuk fisiknya saja, sedangkan komposisi
kimianya tetap. Seperti yang semula mempunyai bentuk dan volume besar,
kemudian hancur menjadi bentuk yang kecil-kecil. Faktor-faktor yang
mempengaruhi pelapukan fisik ini adalah rekahan, pertumbuhan kristal, tekanan
es, pengaruh suhu serta pengaruh makhluk hidup.
Pelapukan kimia adalah proses pelapukan yang terjadi pada batuan dan
menyebabkan berubahnya sifat atau komposisi kimia suatu batuan. Pada
umumnya pelapukan ini terjadi karena batuan atau mineral secara kimiawi dengan
zat-zat atau senyawa yang ada di alam. Beberapa faktor yang mempengaruhi
terjadinya pelapukan kimia ini adalah hidrolisa, oksidasi, dan pencucian.
Beberapa contoh mineral sekunder ini adalah hematite, kalium feldspar,
orthoklas dan mineral lempung.
Tabel 3.1 Contoh Mineral Sekunder
(www.geology.com/mineralsekunder)
No Mineral Gambar

1 Hematite

2 Kalium Feldspar

3 Ortoklas

4 Mineral Lempung

3. Mineral tambahan
Mineral tambahan atau sering disebut juga mineral aksesori ini adalah
mineral yang persentasenya sangat sedikit dalam batuan, namun selalu ditemukan.
Mineral ini jumlahnya kurang dari 10% dari seluruh komposisi batuan. Dan
karena keterdapatannya sangat sedikit, menjadikan mineral-mineral tambahan ini
memiliki nilai yang ekonomis yang tinggi. Pada umumnya mineral tambahan
ini.
digunakan untuk perhiasan seperti rutil. Namun ada juga yang digunakan dalam
industri dan memiliki nilai yang sangat tinggi seperti zircon.
Contoh lainnya dari mineral tambahan ini adalah turmalin.

Gambar 17. Turmalin


(wikipedia.org)

3.4. Sifat fisik dan kimia mineral


3.4.1. Sifat fisik mineral
1. Warna (Colour)
Bila suatu permukaan mineral dikenai cahaya, maka cahaya
tersebut sebagian akan diserap dan dipantulkan, gelombang cahaya yang
direfleksikan oleh mineral kemudian diterima oleh mata adalah warna yang
dimiliki oleh mineral. Warna mineral tidak hanya berasal dari mineral itu
sendiri namun juga dapat berasal dari warna zat lain yang mengotori
mineral. Warna asli mineral disebut dengan warna idiochromatic
sedangkan warna yang dihasilkan oleh adanya pengotor disebut warna
allochromaatic.Warna tidak selamanya menjadi indikator atau karakteristik
khas dari satu mineral. Karena warna tidak selamanya menunjukkan warna
asli mineral. Warna mineral di alam dipengaruhi oleh komposisi kimia
penyusun mineral dan pengotor pada mineral.
2. Kilap ( Luster )
Kilap adalah sifat fisik mineral yang berupa pantulan cahaya yang
dimilikimineral. Intensitas cahaya yang dipantulkan dari mineral sangat
berhubungan dengan nilai indeks bias yang dimiliki oleh mineral. Nilai
indeks bias satu mineral tidak dapat diketahui dengan pengamatan mata
telanjang, namun harus dengan menggunakan alat bantu. Oleh karena itu
dalam pengamatan kilap dengan menggunakan mata telanjang hanya
dengan menggunakan parameter kemiripan kilap mineral dengan kilap yang
dimiliki benda lain.
Secara umum kilap dibagi menjadi 2 yaitu :
a. Kilap logam adalah kilap mineral yang kilapnya mirip dengan kilap
yang dimiliki oleh logam dan umumnya kilap ini dijumpai pada
mineral-mineral yang mengandung unsur logam yang dominan.
Contohnya adalah galena (PbS), pirit (FeS2), magnetit (Fe3O4 ),
kalkopirit (Cu FeS2).
b. Kilap non logam dibagi lagi menjadi beberapa kelompok antaralain :
a. Kilap sutra (Silky luster)
Contoh: asbes, gipsum, serpentin
b. Kilap intan (Andamanite luster)
Contoh: intan
c. Kilap kaca (vitreus luster )
Contoh : kuarsa, kalsit, plagioklas
d. Kilap lilin (Waxi luster)
Contoh : Serphentine, Cerargyrite
e. Kilap mutiara (Pearly luster)
Contoh: dolomit, dan bukit
f. Kilap lemak (Greasy luster )
Contoh:talk, opal.
g. Kilap tanah (Earthy luster)
Contoh: bauksit, limonit, kaolin.
3. Cerat (streak)
Cerat adalah warna mineral pada kondisi bubuk, warna cerat
bersifat tetap daripada warna mineral. Karena meskipun terdapat pengotor
pada mineral yang menyebabkan perubahan warna mineral, jumlah
pengotor itu sangatlah sedikit sehingga tidak mampu mengubah warna dari
cerat satu mineral. warna cerat dapat lebih diandalkan untuk mengenali satu
mineral. Warna cerat tidak selamanya sama dengan warna mineral,
misalnya pada hematit, warna mineralnya merah cokelat atau abu-abu,
namun warna ceratnya selalu merah cokelat. Augit berwarna hitam, namun
ceratnya berwarna abu-abu hijau. Biotit berwarna cokelat amin ceratnya
tidak berwarna. Ortoklas berwarna putih, abu-abu atau merah jambu,
namun ceratnya berwarna putih.
4. Belahan (Cleavage)
Apabila suatu mineral mendapat tekanan yang melampaui batas
elastisitas dan plastisitasnya, maka pada akhirnya mineral akan
pecah.Belahan mineral akan selalu sejajar dengan bidang permukaan
kristal yang rata, karena belahan merupakan gambaran dari struktur dalam
dari kristal. Belahan tersebut akan menghasilkan kristal menjadi bagian-
bagian yang kecil, yang setiap bagian kristal dibatasi oleh bidang yang rata.
Berdasarkan dari bagus atau tidaknya permukaan bidang belahannya,
belahan dapat dibagi menjadi :
a. Sempurna (Perfect)
Yaitu apabila mineral mudah terbelah melalui arah belahannya yang
merupakan bidang yang rata dan sukar pecah selain melalui bidang
belahannya. Contoh : Calcite, Muscovite, Galena, Halite.
b. Baik (Good)
Yaitu apabila mineral mudah terbelah melalui bidang belahannya yang
rata, tetapi dapat juga terbelah melalui bidang belahannya.
Contoh : Feldspar, Hyperstene, Diopsite, Augite, Rhodonite.
c. Jelas (Distict)
Yaitu apabila bidang belahan mineral dapat terlihat jelas, tetapi mineral
tersebut sukar membelah melalui bidang belahannya dan tidak rata.
Contoh : Staurolit, Scapolite, Hornblende, Anglesite, Feldspar,
Scheelite.
d. Tidak Jelas (Indistict)
Yaitu apabila arah belahan mineral masih terlihat, tetapi kemungkinan
untuk membentuk belahan dan pecahan sama besar.
Contoh : Beryl, Corondum, Platina, Gold, Magnetite.
e. Tidak Sempurna (Imperfect)
Yaitu apabila mineral sudah tidak terlihat arah belahannya, dan mineral
akan pecah dengan permukaan yang tidak rata.
Contoh : Apatite, Cassiterite, Native Sulphur.
Banyaknya bidang belahan, dibagi menjadi :
a. Belahan satu arah, kenampakannya berupa adanya garis-garis satu arah
pada mineral. biasanya belahan ini ditemukan pada mineral yang
berbentuk lembaran seperti muskovit dan biotit.
b. Belahan dua arah, kenampakan ini akan nampak sangat jelas dibawah
mikroskop dengan kenampakan berupa garis-garis cengeng dua arah
orientasi. Contohnya pada piroksen, hornblende dan feldspar.
c. Belahan tiga arah adalah belahan yang memiliki bidang belah tiga arah
dan saling tegak lurus. Contohnya pada halit, pirit dan galena.
5. Pecahan (Fracture)
Apabila suatu mineral mendapatkan tekanan yang melampaui batas
plastisitas dan elastisitasnya, maka mineral tersebut akan pecah.
Pecahan dapat dibagi menjadi :
a. Concoidal : Pecahan yang permukaan bidang pecahannya melengkung
seperti kulit kerang atau pecahan botol.
Contoh : kuarsa, obsidian.
b. Even : Pecahan yang permukaan bidangnya rata.
Contoh : Biotit, mineral lempung.
c. Uneven : Pecahan yang prmukaan pecahannya tidak
rata, Contoh : Garnet, Hematit.
d. Hackly : Pecahan yang tajam dan tidak teratur.
Contoh : Copper.
e. Splintery : Pecahan seperti berserat atau
berserabut. Contoh : Pektolit, Florite.
f. Earthy : Pecahan tidak teratur dan seperti tanah.
Contoh : Kaolin.
6. Kekerasan (Hardness)
Kekerasan adalah ketahanan mineral terhadap goresan. Biasanya
mineral yang diuji di bandingkan dengan mineral yang sudah menjadi
standar kekerasan (skala kekerasan) Yaitu skala Mohs.
Tabel 3.3 Skala Mohs
(Panduan Buku Praktikum Geologi Dasar)
Kekerasan Kekera
Mohs Mineral Rumus Kimia san
Absol
ut
1 Talek Mg3Si4O10(OH)2 1

2 Gipsum CaSO4·2H2O 3

3 Kalsit CaCO3 9

4 Fluorit CaF2 21

5 Apatit 48
Ca5(PO4)3(OH–,Cl–,F)
6 Feldspar Ortoklas KAlSi3O8 72

7 Kuarsa SiO2 10
0
8 Topaz Al2SiO4(OH–,F–)2 20
0
9 Korundum Al2O3 40
0
10 Intan C 16
00

Misal suatu mineral digores dengan Kalsit ternyata mineral itu


tidak tergores, tetapi dapat tergores oleh Flourite, maka mineral tersebut
memiliki kekerasan antara 3 dan 4.
Sebagai perbandingan dari skala tersebut, maka di bawah ini beberapa
standar kekerasan sebagai berikut :
Tabel 3.4 Alat uji kekerasan
(Panduan Buku Praktikum Geologi dasar)
Alat Penguji Derajat Kekerasan
Mohs

Kuku manusia 2,5

Kawat Tembaga 3

Paku 5,5

Pecahan Kaca 5,5 – 6

Pisau Baja 5,5 – 6

Kikir Baja 6,5 – 7

Kuarsa 7

Bila suatu mineral tidak tergores oleh kuku jari manusia tetapi
oleh kawat tembaga, maka mineral tersebut mempunyai kekerasan antara
2,5 dan 3.
7. Sifat dalam (Tenacity)
Tenacity adalah suatu daya tahan mineral terhadap pemecahan,
pembengkokan, penghancuran, dan pemotongan. Macam-macam tenacity :
a. Brittle : Apabila mineral mudah hancur menjadi tepung halus
Contoh:Orthoklas,Calcite,
Quartz,Marcasite,Hematite
b. Sectile : Apabila mineral mudah terpotong pisau dengan tidak
berkurang menjadi tepung.
Contoh :Gypsum,Ceragyrite
c. Malleable : Apabila mineral ditempa dengan palu akan menjadi pipih.
Contoh : Gold, Copper
d. Ductile : Dapat di tarik/diulur seperti kawat. Apabila mineral
ditarik dapat bertambah panjang dan aopabila
dilepaskan maka mineral akan kembali seperti semula.
Contoh :Silver, Cerrargyrite, Copper ,Olivine
e. Flexible :Apabilamineral dapat dilengkungkan kemana-mana
dengan mudah.
Contoh :Talc, Mika, Gypsum
f. Elastic : Dapat merenggang bila ditarik dan kembali seperti semula
bila dilepaskan.
Contoh : Muscovite, Hematite tipis.
8. Berat Jenis ( Specific Gravity )
Berat jenis adalah angka perbandingan antara berat suatu mineral
di bandingkan dengan berat air pada volume yang sama.Banyak mineral-
mineral yang mempunyai sifat fisis yang banyak persamaannya, dapat
dibedakan dari berat jenisnya. Seperti pada colestite SrSO4 dengan berat
jenis 3,95 dapat dengan mudah dibedakan dengan barit yang mempunyai
berat jenis 4,5 salah satu penentuan berat jenis dengan teliti dapat
menggunakan pycnometer.
9. Kemagnetan
Kemagnetan adalah sifat mineral terhadap gaya tarik magnet. Sifat
fisik yang di selidki yaitu :
a. Ferromagnetik : Mineral tersebut mempunyai gaya tarik yang kuat
terhadap magnet
b. Paramagnetik : Mineral tersebut mempunyai gaya tarik tidak
terlalu kuat terhadap magnet.
c. Diamagnetik : Mineral tersebut menolak gaya magnet atau tidak
tertarik oleh gaya magnet.
10. Perawakan Kristal (Crystal Habit)
Perawakan kristal (Crystal Habit), bentuk khas mineral ditentukan
oleh bidang yang membangunnya, termasuk bentuk dan ukuran relatif
bidang-bidang tersebut. Kita perlu mengenal beberapa perawakan kristal
yang terdapat pada jenis mineral tertentu, sehingga perawakan kristal dapat
dipakai untuk penentuan jenis mineral, walaupun perawakan kristal bukan
merupakan cirri tetap mineral.
Contoh : Mika selalu menunjukkan perawakan kristal yang mendaun
(foliated).
A. ElongatedHabits
1. Meniang (Columnar)
Bentuk kristal prismatic yang menyerupai bentuk tiang.
Contoh : Tourmaline, Pyrolusite, Wollastonite.
2. Menyerat (Fibrous)
Bentuk kristal yang menyerupai serat-serat kecil.
Contoh : Asbestos, Gypsum, Tremolit, Silimanite.Amphibol, selalu
menunjukkan perawakan kristal meniang (columna)
3. Menjarum (Acicular)
Bentuk kristal yang mengerupai jarum-jarum kecil.
Contoh : Natrolite, Glaucophane.
4. Menjaring (Reticulate)
Bentuk kristal yang kecil panjang yang tersusun menyerupai jarring.
Contoh : Rulite, Cerussite.
5. Membenang (Filliform)
Bentuk kristal kecil-kecil menyerupai benang.
Contoh : Silver.
6. Merabut (Capilery)
Bentuk kristal kecil-kecil yang menyerupai rambut.
Contoh : Cuprite, Bysolite (variasi dari Actinolite)
7. Mondok (Stout, Stubby, Equant)
Bentuk kristal pendek, gemuk sering terdapat pada kristal-kristal
dengan sumbu lebih pendek dari sumbu yang lainnya.
Contoh : Zircon.
8. Membintang (Stellated)
Bentuk kristal yang tersusun menyerupai bintang.
Contoh : Pirofilit
9. Menjari (Radiated)
Bentuk kristal menyerupai bentuk jari-jari.
Contoh : Markasit, Natrolite.
B. Flattened Habits
1. Membilah (Bladed)
Bentuk kristal yang panjang dan tipis menyerupai bilah kayu, dengan
perbandingan antara lebar dengan tebal sangat jauh.
Contoh : Kyanite, Kalaverite, Glaucopane.
2. Memapan (Tabular)
Bentuk kristal pipih menyerupai bentuk papan, dimana lebar dengan
tebal tidak terlalu jauh.
Contoh : Barite , Hypersthene, Hematite.
3. Membata (Blocky)
Bentuk kristal tebal menyerupai bentuk bata, dengan perbandingan
antara tebal dan lebar hampir sama.
Contoh : Microcline, Calcite.
4. Mendaun (Foliated)
Bentuk kristal pipih dengan melapis (lamellar) perlapisan yang
mudah dikupas/dipisahkan.
Contoh : Mika, Chlorite, Talc.
5. Memencar (Divergent)
Bentuk kristal yang tersusun menyerupai bentuk kipas terbuka.
Contoh : Aragonite, Millerite, Gypsum.
6. Membulu (Plumose)
Bentuk kristal yang tersusun membentuk tumpukan bulu.
Contoh : Mika.
c. Rounded Habits
1. Mendada (Mamillary)
Bentuk kristal bulat-bulat menyerupai buah dada (breast like).
Contoh : Malachite, Opal, Hemimorphite.
2. Membulat (Colloform)
Bentuk kristal yang menunjukkan permukaan yang bulat-bulat.
Contoh : Glaucinite, Cobaltite, Bismuth, Geothite, Franklinite,
Smallite.
3. Membulat jari (Colloform radial)
Bentuk kristal yang membulat dengan struktur dalam memancar
menyerupai bentuk jari.
Contoh : Pyrolorphyte.
4. Membutir (Granular)
Kelompok kristal kecil yang berbentuk butiran.
Contoh : Olivine, Anhydrite, Chromite, Sodalite, Alunite, Niceolite,
Cryollite, Cordierite, Cinabar, Rhodochrosite.
5. Memisolit (Pisolitic)
Kelompok kristal lonjong sebesar kerikil, seperti kacang tanah.
Contoh : Gibbsite, Pisolitic, Opal.
6. Stalaktit (Stalactic)
Bentuk kristal yang membulat dengan litologi gamping.
7. Mengginjal (Renitoform)
Bentuk kristal yang menyerupai bentuk
ginjal. Contoh : Hematite.
11. Derajat ketransparanan
Sifat transparan dari suatu mineral tergantung kepada kemampuan
mineral tersebut men-transmit sinar cahaya ( berkas sinar ).
Sesuai dengan itu, variasi jenis mineral dapat dibedakan atas :
a. Opaque mineral : Mineral yang tidak tembus cahaya meskipun dalam
bentuk helaian yang amat tipis. Mineral-mineral ini permukaannya
mempunyai kilauan metalik dan meninggalkan berkas hitam atau gelap
(logam-logam mulia,belerang,ferric oksida )
b. Transparant mineral : Mineral-mineral yang tembus pandang seperti
kaca biasa ( batu-batu kristal dan ieland spar )
c. Translusent mineral : mineral yang tembus cahaya tetapi tidak tembus
pandang seperti kaca frosted ( Calsedon, Gypsum, dan kadang-kadang
Opal ).
d. Mineral-mineral yang tidak tembus pandang (non transparent) dalam
bentuk pecahan-pecahan (fragmen) tetapi tembus cahaya pada lapisan
yang tipis (feldspar)
12. Kelistrikan
Kelistikan adalah sifat listrik mineral dapat dipisahkan menjadi
dua, yaitu pengantar arus atau londuktor dan idak menghantarkan arus
disebut non konduktor. Dan ada lagi istilah semikonduktor yaitu mineral
yang bersifat sebagai konduktor dalam batas-batas tertentu.
13. Rasa dan Bau (Taste and Odour)
Disamping dari sifat-sifat yang sudah dibahas diatas, beberapa
mineral mempunyai rasa dan bau, kedua sifat ini merupakan sifat khas dari
mineral. Salah satu contohnya adalah mineral Native Sulphur.
Rasa (taste) hanya dipunyai oleh mineral-mineral yang bersifat cair:
1. Astringet : rasa yang umum dimiliki oleh sejenis logam.
2. Sweetisist Astinget : rasa seperti pada tawas
3. Saline : rasa yang dimiliki seperti pada garam
4. Alkaline : rasa yang dimiliki seperti pad rasa soda
5. Bitter : rasa separti garam pahit
6. Cooling : rasa seperti rasa sendawa
7. Sour : rasa seperti asam belerang
Melalui gesekan dan penghilangan dari beberapa zat yang bersifat
volatile melalui pemanasan atau melalaui penambahan suatu asam, maka
kadan-kadang bau (odour) akan menjadi ciri-ciri yang has dari suatu
mineral.
1. Alliaceous : Bau seperti bawang, proses pereaksi dan
arsenopyrite akan menimbulkan bau yang
khas.
2. Horse Radish Odour : Bau dan lobak kuda yang menjadi busuk (biji
selenit yang dipanasi)
3. Suulphurous : Bau yang ditimbulkan oleh proses pereaksian
pint atau pemanasan mineral yang
mengandung unsure sulfida.
4. Bituminous : Bau seperti bau aspal
5. Fetid : Bau yang ditimbulkan oleh asam sulfia atau
bau busuk seperti bau busuk seperti telor
busuk.
6. Argiilaceous : Bau seperi lempung basah, seperti seperti
serpentin yang mengalami pemanasan, bau
kalau pyrargilite dipanasi.
3.4.2. Sifat kimia mineral
Berdasarkan senyawa kimiawinya, mineral dapat dikelompokkan menjadi
mineral Silikat dan mineral Non-silikat. Mineral silikat yaitu mineral yang
mengandung SiO2.
Mineral Non-silikat di bagi ke dalam 8 kelompok yaitu :
1. Unsur murni
2. Oksida
3. Sulfida
4. Sulfat
5. Halid
6. Karbonat
7. Hidroksida
8. Phospat

You might also like